Вы находитесь на странице: 1из 18

LAPORAN PENDAHULUAN

FRAKTUR

A. Konsep Dasar Medik

1. Definisi

Fraktur menurut Sjamsuhidayat (2005), fraktur atau patah tulang

adalah terputusnya kontinuitas jaringan tulang atau tulang rawan yang

umumnya disebabkan oleh rudapaksa.

Fraktur adalah terputusnya kontinuitas jaringan tulang yang

umumnya disebabkan oleh rudapaksa (Mansjoer etal, 2000).

Fraktur cruris adalah terputusnya kontinuitas tulang dan ditentukan

sesuai jenis dan luasnya, terjadi pada tulang tibia dan fibula. Fraktur

terjadi jika tulang dikenao stress yang lebih besar dari yang dapat

diabsorbsinya. (Brunner & Suddart, 2000)

Jadi disimpulkan bahwa fraktur atau patah tulang adalah rusak atau

terputusnya kontinuitas tulang yang disebabkan tekanan eksternal

yang lebih besar dari kekutan tulang itu sendiri.

2. Etiologi

a. Kekerasan/ trauma langsung

Kekerasan langsung menyebabkan patah tulang pada titik terjadinya

kekerasan. Fraktur demikian sering bersifat fraktur terbuka dengan

garis patah melintang atau miring.


b. Kekerasan/ tidak langsung

Kekerasan tidak langsung menyebabkan patah tulang di tempat yang

jauh dari tempat terjadinya kekerasan. Yang patah biasanya adalah

bagian yang paling lemah dalam jalur hantaran vektor kekerasan.

c. Kekerasan/ trauma akibat tarikan otot

Patah tulang akibat tarikan otot sangat jarang terjadi. Kekuatan dapat

berupa pemuntiran, penekukan dan penekanan, kombinasi dari

ketiganya, dan penarikan.

3. Klasifikasi

Fraktur dapat dibagi menjadi beberapa kelompok :

a. Berdasarkan sifat fraktur (luka yang ditimbulkan)

1) Fraktur tertutup (closed), bila tidak terdapat hubungan antara

fragmen tulang dengan dunia luar, disebut juga fraktur bersih

(karena kulit masih utuh)

Pada fraktur tertutup ada klasifikasi tersendiri yang

berdasarkan keadaan jaringan lunak sekitar trauma, yaitu:

a) Tingkat 0: fraktur biasa dengan sedikit atau tanpa cedera

jaringan lunak sekitarnya.


b) Tingkat 1: fraktur dengan abrasi dangkal atau memar kulit

dan jaringan subkutan.

c) Tingkat 2: fraktur dengan yang lebih berat dengan kontusio

jaringan lunak bagian dalam dan pembengkakan.

d) Tingkat 3: cedera berat dengan kerusakan jaringan lunak

yang nyata dan ancaman sindrom kompartement.

2) Fraktur terbuka (open/Compound), bila terdapat hubungan

antara fragmen tulang dengan dunia luar karena adanya

perlukaan kulit.

b. Berdasarkan komplit atau ketidakkomplitan fraktur

1) Fraktur komplit, bila garis patah melalui seluruh penampang

tulang atau melalui kedua korteks tulang.

2) Fraktur inkomplit, bila garis patah tidak melalui seluruh

penampang tulang seperti:

a) Hairline fracture/strees fracture adalah salah satu jenis

fraktur tidak lengkap pada tulang. Hal ini disebabkan oleh

“stress yang tidak biasa atau berulang-ulang” dan juga

karena berat badan terus-menerus pada pergelangan kaki

atau kaki.hal ini berbeda dengan jenis patah tulang yang

lain, yang biasanya ditandai dengan tanda yang jelas. Hal

ini dapat digambarkan dengan garis sangat kecil atau retak

pada tulang. Hairline fracture/strees fracture umunya terjadi

pada terjadi olahraga.


b) Bucle atau torus facture, bila terjadi lipatan dari satu

korteks dengan kompresi tulang spongiosa di bawahnya

c) Green Stick Fracture, mengenai satu korteks dengan

angulasi korteks lainnya yang terjadi pada tulang panjang.

c. Berdasarkan bentuk garis patah dan hubungannya dengan

mekanisme trauma.

1) Fraktur Tranversal: fraktur yang arahnya melintang pada tulang

dan merupakan akibat trauma angulasi atau langsung.

2) Fraktur Oblik: fraktur yang arah garis patahnya membentuk

sudut tulang dan merupakan akibat trauma angulasi juga.

3) Fraktur spiral: fraktur yang arah garis patahnya berbentuk spiral

yang disebabkan trauma rotasi.

4) Fraktur kompresi: fraktur yang terjadi karena trauma aksial

fleksi yang mendorong tulang kearah permukaan lain.

5) Fraktur Avulsi: fraktur yang diakibatkan karena trauma tarikan

atau traksi otot pada insersinya pada tulang.

d. Berdasarkan jumlah garis patah

1) Fraktur komunitif: fraktur dimana garis patah lebih dari satu dan

saling berhubungan.

2) Fraktur Segmental: fraktur dimana garis patah lebih dari satu

tapi tidak berhubungan.

3) Fraktur Multiple: fraktur dimana garis patah lebih dari satu tapi

tidak pada tulang yang sama.


e. Berdasarkan pergeseran fragmen tulang.

1) Fraktur Undisplaced (tidak bergeser): garis patah lengkap tetapi

kedua fragmen tidak bergeser dan periosteum masih utuh.

2) Fraktur Displaced(bergeser): terjadi pergeseran fragmen tulang

yang juga disebut fragmen, terbagi atas:

a) Dislokasi ad longitudinam cum contractionum(pergeseran

searah sumbu dan overlapping).

b) Dislokasi ad axim(pergeseran yang membentuk sudut)

c) Dislokasi ad latus(pergeseran dimana kedua fragmen saling

menjauh).

f. Berdasarkan posisi fraktur

Sebatang tulang terbagi menjadi tiga bagian:

1) 1/3 proksimal

2) 1/3 medial

3) 1/3 distal

g. Fraktur kelelahan: fraktur akibat tekanan yang berulang-ulang

h. Fraktur Patologis: fraktur yang diakibatkan karena proses patologis

tulang. Misalnya : osteosarkoma.

4. Patofisiologi

Tulang bersifat rapuh namun cukup mempunyai kekuatan dan

gaya pegas untuk menahan. Tetapi apabila tekanan eksternal yang

datang lebih besar dari yang dapat diserap oleh tulang, maka terjadilah
trauma pada tulang yang mengakibatkan rusaknya atau terputusnya

kontinuitas tulang. Setelah terjadi fraktur, periosteum dan pembuluh

darah serta saraf dalam korteks marrow dan jaringan lunak yang

membungkus tulang rusak. Perdarahan terjadi karena kerusakan

tersebut dan terbentuklah hematoma dirongga medula tulang. Jaringan

tulang segera berdekatan kebagian tulang yang patah. Jaringan yang

mengalami nekrosis ini menstimulasi terjadinya respon inflamasi yang

ditandai dengan vasodilatasi, eksudasi plasma dan leukosit, dan

infiltrasi sel darah putih. Kejadian inilah yang merupakan dasar dari

proses penyembuhan tulang nantinya.

5. Manifestasi Klinis

a) Nyeri terus-menerus dan bertambah beratnya sampai fragmen tulang

diimobilisasi. Spasme otot yang menyertai fraktur merupakan bentuk

bidai alamiah yang dirancang untuk meminimalkan gerakan antar

fragmen tulang.

b) Setelah terjadi fraktur, bagian-bagian yang tak dapat digunakan dan

cenderung bergeerak secara tidak alamiah. Pergeseran fragmen pada

fraktur lengan atau tungkai menyebabkan deformitas ekstremitas

yang bisa diketahui dengan membandingkan ekstremitas normal.

Ekstremitas tak dapat berfungsi dengan baik karena fungsi normal

otot bergantung pada integritas tulang tempat melengketnya otot.


c) Pada fraktur tulang panjang, terjadi pemendekan tulang yang

sebenarnya karena kontraksi otot yang melekat diatas dan bawah

tempat fraktur. Fragmen sering saling melingkupi satu sama lain

sampai 2,5-5cm.

d) Saat ekstremitas diperiksa dengan tangan, teraba adanya derik tulang

yang dinamakan krepitus yang teraba akibat gesekan antara fragmen

satu dengan lainnya. Uji krepitus dapat mengakibatkan kerusakan

jaringan lunak yang lebih berat.

e) Pembengkakan dan perubahan warna lokal pada kulit terjadi sebagai

akibat trauma dan perdarahan yang mengikuti fraktur. Tanda ini

baru bisa terjadi setelah beberapa jam atau hari setelah cedera.

6. Pemeriksaan Diagnostik

a. Pemeriksaan Rontgen: Menentukan lokasi/ luasnya fraktur/ trauma,

dan jenis fraktur.

b. Scan tulang, tomogram, CT Scan/ MRI: Memperlihatkan tingkat

keperahan fraktur, juga dapat untuk mengidentifikasi kerusakan

jaringan lunak.

c. Arteriogram: dilakukan bila dicurigai adanya kerusakan vaskular.

d. Hitung darah lengkap: Ht mungkin meningkat (hemokonsentrasi)

atau menurun (perdarahan bermakna pada sisi fraktur atau organ

jauh pada multipel trauma) . peningkatan jumlah SDP adalah proses

tres normal setelah trauma.


e. Kreatinin: trauma otot meningkat beban kreatinin untuk klirens

ginjal.

f. Profil koagulasi: perubahan dapat terjadi pada kehilangan darah,

transfusi multipel atau cedera hati.

7. Komplikasi

a. Komplikasi Awal

1) Kerusakan arteri

Pecahnya arteri karena trauma bisa di tandai dengan tidak

adanya nadi,CRT menurun, sianosis bagian distal,hematoma

yang lebar, dan dingin pada eksremitas yang di sebabkan oleh

tindakan emergensi splinting, perubahan posisi pada yang sakit,

tindakan reduksi, dan pembedahan.

2) Kompartement syndrom

Kompertement syndrom merupakan komplikasi serius yang

terjadi karena terjebaknya otot, tulang, saraf, dan pembulu darah

dalam jaringan parul, ini disebabkan oleh gedema atau

perdarahan yang menekan otot, saraf, dan pembulu darah, selain

itu tekanan dari luar seperti gips dan embebatan yang terlalu

kuat.

3) Fat Embolism syndrom

Fat Embolism syndrom (fes) adalah komplikasi serius yang

sering terjadi pada kasus fraktur tulang panjang. Terjadi karena


sel – sel lemak yang di hasilkan bone morrow kuning masuk ke

aliran darah dan menyebabkan tingkat oksigen dalam darah

rendah yang di tandai dengan gangguan pernafasan,

takikardi,hipertensi, takipnea, demam.

4) Infeksi

System pertahanan tubuh rusak bila ada trauma pad jarinagn.

Pada trauma orthopedik infeksi dimulai pada kulit ( superfisial )

dan masuk kedalam. Ini biasanya terjadi pad kasus fraktur

terbuka, tapi bisa juga karena penggunahan bahan lain dalam

pembedahan seperti pin dan plat.

5) Avaskuler Necrosis

Evaskuler Necrosis ( AVN ) Terjadi karena aliran darah ke

tulang dan di awali dengan adanya volkman’s Ischemia

6) Shock

Shock terjadi karena kehilangan banyak darah dan

meningkatnya permeabilitas kapiler yang bisa menyebabkan

menurunnya oksigenasi, ini biasa terjadi pada fraktur.

b. Komplikasi Dalam Waktu Lama

1) Delayed union

Delayed unionmerupakan kegagalan fraktur berkonsolidasi

sesuai dengan waktu yang dibutuhkan tulang untuk

menyambung ini disebabkan karena menurunnya supai darah ke

tulanng.
2) Non Union

Non Union merupakan kegagalan fraktur berkonsolidasi dan

memproduksi sambungan yang lengkap, kuat, dan stabil setelah

6-9 bulan. NonUnion ditandai dengan adanya pergerakan yang

berlebih pada sisi fraktur yang membentuk sendi palsu atau

pseudoarthosis. Ini juga disebabkan karena aliran darah yang

kurang.

3) Mal Union

Mal Union merupakan penyembuhan tulang ditandai dengan

meningkatnya tingkat kekuatan dan perubahan bentuk

(deformitas) Mal Union dilakukan dengan pembedahan dan

remobilisasi yang baik

8. Penatalaksanaan

a. Penanganan Kedaruratan

Bila dicurigai adanya fraktur, penting untuk melakukan

imobilisasi bagian tubuh segera sebelum tubuh dipindahkan. Bila

klien mengalami cedera, sebelum tidak dapat dilakukan

pembidaiaan, ekstermitas harus disangga diatas sampai tempat

dibawah tempat patahan untuk mencegah rotasi maupun angulasi.

Pembidaan sangat penting untuk mencegah kerusakan jaringan lunak

oleh fragmen tulang.


Nyeri yang terjadi karena fraktur yang sangat berat dapat

dikurang dengan menghindari fragmen tulang. Daerah cedera

diimobilisasi dengan memasang bidai sementara dengan bantal yang

memadai dan kemudian dibebat dengan kencang namun tetap

memperhatikan nadi perifer. Imobilisasi tulang panjang ekstermitas

bawah dapat jugadilakukan dengan membebat kedua tungkai

bersama dengan ekstermitas yang sehat bertindak sebagai bidai bagi

ekstermitas yang cedera.

Pertolongan pertama pada penderita patah tulang diluar rumah

sakit sebagai berikut:

1) Jalan nafas

Bila penderita tidak sadar, jalan nafas dapat tersumbat kerena

lidahnya sendiri yang jatuh kedalam faring, sehingga menutup

jalan nafas atau adanya sumbatan lender, darah, muntahan atau

benda asing. Untuk mengatasi keadaan ini, penderita

dimiringkan sampai tengkurap. Rahang dan lidah ditarik ke

depan dan bersihkan faring dengan jari-jari.

2) Perdarahan pada luka

Cara yang paling efektif dan aman adalah meletakkan kain yang

bersih (kalau bisa steril) yang cukup tebal dan dilakukan

penekanan dengan tangan atau dibalut dengan verban yang


cukup menekan. Torniket sendiri mempunyai kelemahan dan

bahaya. Kalau terlalu kendur menyebabkan perdarahan vena

berlebihan. Kalau dipasang terlalu kuat atau terlalu lama dapat

menyebabkan kerusakan saraf dan pembuluh darah. Dalam

melakukan penekanan atau perbebatan pada daerah yang

mengalami perdarahan, harus diperhatikan denyut nadi perifer

serta pengisian kapiler untuk mencegah terjadinya kematian

jaringan.

3) Syok

Pada suatu kecelakaan kebanyakan syok yang terjadi adalah

syok hemoragik. Syok bisa terjadi bila orang kehilangan

darahnya ± 30% dari volume darah. Pada fraktur femur tertutup

orang dapat kehilangan darah 1000-1500 cc.

Empat tanda syok yang dapat terjadi setelah trauma adalah

sebagai berikut:

a) Denyut nadi lebih dari 100x/menit

b) Tekanan sistolik kurang dari 100 mmHg

c) Wajah dan kuku menjadi pucat atau sianotik

d) Kulit tangan dan kaki dingin

Paling baik untuk mengatasi syok karena perdarahan adalah

diberikan darah (transfusi darah), sedangkan cairan lainya

seperti plasma, dextran, dll kurang tepat karena tidak dapat


menunjang perbaikan karena tidak ada sel darah yang sangat

diperlukan untuk transportasi oksigen.

4) Fraktur dan Dislokasi

Fraktur dan dislokasi dari anggota gerak harus dilakukan

imobilisasi sebelum penderita dibawa ke rumah sakit. Guna

bidai selain untuk imobilisasi atau mengurangi sakit, juga untuk

mencegah kerusakan jaringan lunak yang lebih parah. Pada

fraktur/dislokasi servikal dapat dipergunakan gulungan kain

tebal atau bantalan pasir yang diletakakan disebelah kiri dan

kanan kepala. Pada tulang belakang cukup diletakkan di alasan

keras. Fraktur/dislokasi di daerah bahu atau lengan atas cukup

diberikan sling (mitella). Untuk lengan bawah dapat dipakai

papan dan bantalan kapas. Fraktur femur atau dislokasi sendi

panggul dapat dipakai Thomas splint atau papan panjang

dipasang yang dari aksila sampai pedis dan difiksasi dengan

tungkai sebelah yang normal. Fraktur tungkai bawah dan lutut

dapat dipakai papan ditambah bantalan kapas dari pangkal paha

sampai pedis. Untuk trauma di daerah pedis dapat dipakai

bantalan pedis.

b. Prinsip penanganan fraktur

Prinsip penangan fraktur meliputi reduksi, imobilisasi, dan

pengembalian fungsi serta kekuatan normal dengan rehabilitasi


(Smeltzer, 2002). Reduksi fraktur berarti mengembalikan fragmen

tulang pada kesejajajrannya dan rotasi anatomis. Metode untuk

mencapai reduksi fraktur adalah dengan reduksi tertutup, traksi, dan

reduksi terbuka. Metode yang dipilih untuk mereduksi fraktur

tergantung pada sifat frakturnya. Imobilisasi dapat dilakukan dengan

fiksasi eksterna atau interna. Metode fiksasi eksterna meliputi

pembalutan, gips, bidai, traksi kontinu, pin, dan teknik gips.

Sedangkan implant logam digunakan untuk fiksasi interna.

Ada empat konsep dasar yang harus dipertimbangkan untuk

menangani fraktur, yaitu:

1) Rekognisi, yaitu menyangkut diagnosis fraktur pada fraktur

pada tempat kecelakaan dan selanjutnya di rumah sakit dengan

melakukan pengkajian terhadap riwayat kecelakaan, derajat

keparahan, jenis kekuatan yang berperan pada peristiwa terjadi,

serta menentukan kemungkinan adanya fraktur melalui

pemeriksaan dan keluhan dari klien.

2) Reduksi fraktur ( mengembalikan posisi tulang ke posisi

anatomis)

a) Reduksi terbuka. Dengan pembedahan, memasang alat

fiksasi interna ( mis., pen, kawat, sekrup, plat, paku, dan

batangan logam).

b) Reduksi tertutup. Ekstermitas dipertahankan dengan gips,

traksi, brace, bidai, dan fiksator eksterna.


Metode yang tersedia untuk mempertahankan reduksi adalah :

a) Traksi terus menerus

b) Pembebatan dengan gips

c) Fiksasi internal

d) Fiksasi eksternal

3) Imobilisasi. Setelah direduksi, fragmen tulang harus

diimobilisasi atau dipertahankan dalam posisi dan kesejajaran

yang benar hingga terjadi penyatuan. Metode imobilisasi

dilakukan dengan fiksasi eksterna dan interna.

4) Mempertahankan dan mengembalikan fungsi:

a) Mempertahankan reduksi dan imobilisasi

b) Meninggikan daerah fraktur untuk meminimalkan

pembengkakan

c) Memantau status neuromuscular

d) Mengontrol kecemasan dan nyeri

e) Latihan isometric dan setting otot

f) Kembali ke aktivitas semula secara bertahap

c. Penatalaksanaan fraktur terbuka

Patah tulang terbuka memerlukan pertolongan segera. Penundaan

waktu dalam memberikan pertolongan akan mengakibatkan

komplikasi infeksi karena adanya pemaparan dari lingkungan luar.


Waktu yang optimal untuk melaksanakan tindakan sebelum 6-7 jam

sejak kecelakan, disebut golden period.

Secara klinis patah tulang terbuka dibagi menjadi tiga derajat

(Pusponegoro A.D.,2007), yaitu:

Derajat I : Terdapat luka tembus kecil seujung jarum, luka ini

didapat dari tusukan fragmen-fragmen tulang dari

dalam.

Derajat II : luka lebih besar disertai dengan kerusakan kulit

subkutis. Kadang-kadang ditemukan adanya benda-

benda asing disekitar luka.

Derajat III : Luka lebih besar dibandingkan dengan luka pada

derajat II. Kerusakan lebih hebat karena sampai

mengenai tendon dan otot-otot saraf tepi.

Pada luka derajat I biasanya tidak mengalami kerusakan kulit,

sehingga penutupan kulit dapat ditutup secara primer. Pada derajat II

luka lebih baik dibuka dan ditutup setelah 5-6 hari. Untuk fiksasi

tulang pada derajat II dan III paling baik menggunakan fiksasi

eksterna. Salah satu tindakan untuk fraktur terbuka yaitu dilakukan

debridemen. Debridement bertujuan untuk membuat keadaan luka

yang kotor menjadi bersih. Tindakan debridement dilakukan dengan

anastesi umum dan selalu harus disertai dengan pembersihan luka

dengan air yang steril/ NaCl yang mengalir. Pencucian ini


memegang peranan yang penting untuk membersihkan kotoran-

kotoran yang menempel pada tulang.

d. Jenis-Jenis Traksi

1) Traksi kulit

Traksi kulit adalah daya penarikannya bekerja melalui jaringan

lunak disekitar gabungan tulang dengan mempergunakan peban

atau sponge.

Indikasi : digunakan untuk mengotrol spasme kulit dan

memberikan imobilisasi

Beratnya beban yang dapat dipasang sangat terbatas, tidak boleh

melebihi toleransi kulit tidak boleh lebih dari 2-5 kg. Traksi

pelvis umumnya 4,5-9 kg, tergantung berat badan klien. Traksi

kulit dapat menimbulkan resiko, seperti kerusakan kulit, tekanan

saraf, dan kerusakan sirkulasi.

2) Traksi skeletal

Metode ini sering digunakan untuk menangani fraktur femur,

tibia, humerus dan tulang leher.

Traksi skeletal biasanya menggunakan beban 7-12 kg untuk

mencapai efek terapi. Beban traksi untuk reposisi tulang femur

dewasa biasanya 5-7 kg, pada dislokasi lama panggul bisa

sampai 15-20 kg.


DAFTAR PUSTAKA

Doenges, Marilynn E. 2000. Rencana Asuhan Keperawatan Pedoman Untuk

Perencanaan dan Pendokumentasian Perawatan Pasien Edisi 3. Jakarta : EGC

Lukman, Nurna Ningsih. 2009. Asuhan Keperawatan pada Klien dengan

Gangguan Sistem Muskuloskeletal. Jakarta : Salemba Medika

Smeltzer, Suzanne. 1997. Buku Ajar Medikal Bedah, Brunner & Suddart Edisi 8

Vol 3. Jakarta :EGC

Вам также может понравиться