Вы находитесь на странице: 1из 31

BAB I

PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang

Dengan perkembangan ilmu pengetahuan teknologi dan dalam globalisasi


khususnya di bidang kesehatan bahwa banyak hal yang perlu diperhatikan dalam
mencegah berbagai penyakit salah satunya ARDS, yaitu merupakan gangguan paru
yang progresif dan tiba-tiba ditandai dengan sesak napas yang berat, hipoksemia dan
infiltrat yang menyebar dikedua belah paru akibat kondisi atau kejadian berbahaya
berupa trauma jaringan paru baik secara langsung maupun tidak langsung.

Pada bayi baru lahir yang bernafas dengan teratur, alveoli dapat mengembang
dan mengempis sehingga oksigen dari udara dapat masuk melalui pembuluh darah
kecil (kapiler) yang mengelilingi alveoli tersebut. Secara nornal, di akhir usia
kehamilan, sel-sel dari alveoli menghasilkan substansi yang disebut surfaktan yang
menjaga tegangan permukaan di dalam alveoli rendah agar alveoli dapat
mengembang pada saat bayi lahir dan bayi dapat bernafas secara normal. Surfaktan
mulai diproduksi pada minggu ke 34 usia kehamilan dan sudah menjadi paru yang
matur pada minggu ke 37, dan jumlah surfaktan telah optimal.
Jika bayi lahir prematur, surfaktan tidak cukup terbentuk dalam alveoli yang
menyebabkan kolaps alveoli (atelektasis) sehingga bayi sulit untuk mendapatkan
oksigen dari udara karena paru tidak dapat mengembang. Kondisi ini dapat
menyebabkan kematian pada bayi jika tidak segera ditangani dengan baik. Namun
kondisi tersebut dapat diatasi dengan pemberian asuhan keperawatan yang optimal
dan adekuat dengan berbagai macam tindakan maupun perawatan intensif yang dapat
menunjang kelangsungan hidup bayi.
Hal tersebut telah melatarbelakangi penulis untuk menulis makalah ini, sehingga
dapat membagi beberapa informasi tentang ARDS dan asuhan keperawatannya untuk
menurunkan angka kematian bayi dengan ARDS.

1
1.2 Rumusan Masalah
1. Apa definisi ARDS (Acute Respiratory Distress Syndrom) ?
2. Bagaimana anatomi dan fisiologi sistem pernafasan ?
3. Apakah etiologi penyebab ARDS ?
4. Bagaimanakah patofisiologi dari ARDS ?
5. Bagaimanakah WOC dari ARDS ?
6. Bagaimana manifestasi klinis dari ARDS ?
7. Apa sajakah komplikasi yang dapat diakibatkan penyakit ARDS?
8. Bagaimana penatalaksanaan medis yang dapat dilakukan ?
9. Apa sajakah asuhan keperawatan yang dapat dilakukan terhadap penderita
ARDS ?
1.3 Tujuan Penulisan
1. Mengetahui definisi dari ARDS (Acute Respiratory Distress Syndrom).
2. Mengetahui anatomi dan fisiologi sistem pernafasan.
3. Mengetahui etiologi penyebab dari ARDS.
4. Mengetahui patofisiologi dari ARDS
5. Mengetahui WOC dari ARDS.
6. Mengetahui manifestasi klinis dari ARDS.
7. Mengetahui komplikasi yang dapat diakibatkan dari ARDS.
8. Mengetahui penatalaksanaan medis yang dapat dilakukan pada penderita
ARDS.
9. Mengetahui asuhan keperawatan yang dapat dilakukan pada penderita
ARDS.

2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Definisi ARDS

Sindroma distres pernapasan (Acute Respiratory Distress Syndrome) [ARDS]


adalah suatu sindrom kegagalan pernapasan akut yang ditandai dengan adanya edema
paru akibat peningkatan permeabilitas membran alveolar. Kedaaan ini diperagakan
dengan adanya infiltrasi luas pada radiografi dada, gangguan oksigenasi dan fungsi
jantung normal (edema paru non kardiogenik).

ARDS merupakan sindrom yang ditandai oleh peningkatan permeabilitas


membran alveolar-kapiler terhadap air, larutan, dan protein plasma, disertai
kerusakan alveolar difus, dan akumulasi cairan yang mengandung protein dalam
parenkim paru (Amin Z, Johanes Purwoto).

Gagal nafas akut/ARDS adalah kegagalan sistem pernafasan untuk


mempertahankan pertukaran oksigen dan karbondioksida dalam jumlah yang dapat
mengakibatkan gangguan pada kehidupan (RS Jantung “Harapan Kita”, 2001)

Dasar definisi dipakai konsensus Komite Konferensi ARDS Amerika-Eropa


tahun 1994 tdd :

1. Gagal napas (respiratory failure/distress) dengan onset akut


2. Rasio tekanan oksigen pembuluh arteri berbanding fraksi oksigen yang
diinspirasi (PaO2/FIO2 < 200 mmHg –hipoksemia berat)
3. Radiografi torak : infiltrat alveolar bilateral yang sesuai dengan edema
paru
4. Tekanan baji kapiler pulmoner (pulmonary capillary wedge pressure) <
18 mmHg, tanpa tanda klinis (Ro dll) adanya hipertensi atrial kiri/ (tanpa
adanya tanda gagal jantung kiri).

3
2.2 Anatomi dan Fisiologi Sistem Pernafasan

2.2.1 Anatomi

a. Hidung

Di dalam hidung (nasus) terdapat organum olfactorium perifer. Fungsi hidung


dan cavitas nasi berhubungan dengan :

 Fungsi penghidu
 Pernapasan
 Penyaringan debu
 Pelembapan udara pernapasan
 Penampungan sekret sinus paranasales dan ductus nasolacrimalis

Bentuk luar hidung sangat bervariasi dalam hal ukuran dan bentuk, terutama
karena perbedaan pada tulang rawan hidung. Pungggung hidung meluas dari akar
hidung di wajah puncaknya (ujung hidung). Pada permukaan inferior terdapat dua
lubang, yaitu naris anterior yang terpisah dari satu yang lain oleh septum nasi.

b. Faring

Faring adalah bagian sistem cerna yang terletak antara cavitas nasi dan cavita
oris, dibelakang laring; faring berguna untuk menyalurkan makanan ke esofagus dan
udara ke laring, trakea dan pulmo. Faring meluas dari cranium sampai tepi bawah
cartilago cricoidea di sebelah anterior, dan sampai tepi bawah vertebrae cervicalis VI
di sebelah posterior.

c. Laring

Laring terletak di bagian anterior leher setinggi corpus vertebrae cervicales


III-VI. Laring berfungsi sebagai katup untuk melindungi jalan-jalan udara dan
menjaga supaya jalan udara selalu terbuka, terutama sewaktu menelan. Laring juga
berfungsi sebagai mekanisme fonasi yang dirancang untuk pembentukan suara.

4
Disamping itu, laring juga melindungi jalan nafas bawah dari obstruksi benda asing
dan memudahkan batuk. Laring berstruktur epitel kartilago yang menghubungkan
faring dan trakea.

d. Trakea

Trakea disokong oleh cincin tulang rawan berbentuk sepatu kuda atau tiga
per empat cincin tulang rawan seperti huruf C yang panjangnya kurang lebih 12,5 cm
(5 inchi). Bagian belakang dihubungkan dengan membran fibroelastik menempel
pada bagian dinding dengan esofagus.

e. Bronkus

Merupakan percabangan trakea. Terbagi atas dua, yakni bronkus kanan dan
bronkus kiri yang tidak simetris. Bronkus utama kanan lebih pendek dan lebih lebar
dibandingkan dengan bronkus utama kiri dan merupakan lanjutan dari trakea dengan
sudut yang lebih tajam. Terdiri atas tulang rawan dan dindingnya terdiri dari otot
halus.

f. Paru-paru

Paru-paru terdapat dalam rongga thoraks pada bagian kiri dan kanan. Paru
kanan dibagia atas tiga lobus yaitu lobus superior, medius, dan inferior; sedangkan
paru kiri dibagi atas dua lobus yaitu lobus inferior dan lobus superior. Paru-paru
masing-masing diliputi oleh sebuah kantong pleura yang terdiri dari dua selaput
serosa yang disebut pleura, yakni pleura parietalis melapisi dinding thorax dan
pleura visceral meliputi paru-paru, termasuk permukaannya dalam fisura.

2.2.2 Fisiologi

Pernafasan merupakan pengambilan oksigen dari udara bebas melalui hidung


dimana oksigen masuk melalui faring, laring, trakea dan sampai ke alveoli.
Terjadinya difusi oksigen dari alveolus ke kapiler arteri paru-paru yang terletak di
dinding alveolus, disebabkan adanya perbedaan tekanan parsial di alveolus dan paru-

5
paru. Kemudian, oksigen di kapiler arteri dan diikat oleh eritrosit yang mengandung
hemoglobin lalu dibawa ke jantung dan dipompakan ke seluruh tubuh.

2.3 Faktor Risiko

Menurut Zulkifli Amin dan Johanes Purwoto (2009), faktor risiko penyakit
yang berhubungan dengan ARDS :

Akibat Sistemik Akibat Paru sendiri


- Luka berat - Aspirasi asam lambung
- Sepsis - Emboli karena pembekuan
- Pankreatitis darah, lemak, udara, atau
- Shock cairan amnion
- Transfusi berulang - TBC miliar
- Luka bakar - Radang paru difus
- Obat-obatan/overdosis - Radang paru eosinofilik
- Opiat akut
- Aspirin - Cryptogenic organizing
- Phenothiazines pneumonitis
- Tricyclicls antidepresan - Obstruksi saluran napas atas
- Amiodarone - Asap rokok yang
- Khemoterapi mengandung kokain
- Nitrofurantoin - Near drowning
- Protamine - Terhisap gas beracun :
- Thrombotic thrombocytopenic (Nitrogen diosida, chorine,
purpura Sulfur dioksida, amonia,
- Cardiopulmonary bypass asap)
- Trauma kepala - Keracunan oksigen
- Paraquat - Trauma paru
- Ekspose radiasi
- High-altitude exposure
- Lung reexpansion or
reperfusian

6
2.4 Etiologi

ARDS terjadi jika paru terkena cedera secara langsung maupun secara tidak
langsung oleh berbagai proses. Beberapa keadaan yang paling menyebabkan ARDS :

a. Syok karena berbagai penyebab (terutama hemoragik pankreatitis akut


hemoragik, sepsis gram-negatif)
b. Sepsis tanpa syok, dengan atau tanpa koagulasi intravaskular diseminata
(DIC)
c. Pneumonia yang berat
d. Trauma yang berat
- Cedera kepala
- Cedera dada yang langsung
- Trauma pada berbagai organ dengan syok hemoragik
- Fraktur majemuk [emboli lemak (berkaitan dengan fraktur
tulang panjang seperti femur)]
e. Cedera aspirasi/inhalasi
- Aspirasi isi lambung
- Hampir tenggelam
- Inhalasi asap
- Inhalasi gas
- Inhalasi gas iritan (misal, klor, amonia, sulfur dioksida)
- Pemberian inhalasi oksigen konsentrasi tinggi (FiO2 > 50%)
yang lama (> 48 jam)
- Overdosis narkotik
f. Postperfusi pada pembedahan pintas kardiopulmonal.

Mekanisme seperti mengapa ARDS yang mempunyai penyebab bermacam-


macam dapat berkembang menjadi sindrom klinis dan patofiologis yang sama masih
belum jelas diketahui. Petunjuk umum penyebab edema alveolar yang khas agaknya
berupa cedera membran kapiler alveolar yang menyebabkan kebocoran kapiler.

7
2.5 Patofisiologi

Sindrom gawat pernapasan (respiratory distress syndrome) [RDS]) atau


penyakit membran hialin, tetap merupakan salah satu penyebab utama mortalitas dan
morbiditas neonatal. Penyakit ini terjadi akibat tidak adanya, kurangnya, atau
berubahnya komponen surfaktan pulmoner. Surfaktan, suatu kompleks lipoprotein,
adalah bagian dari permukaan mirip film yang ada di alveoli. Bila surfaktan tersebut
tidak adekuat, akan terjadi koplaps alveolus dan mengakibatkan hipoksia. Kemudian
terjadi konstriksi vaskuler pulmoner dan penurunan perfusi pulmoner, yang berakhir
sebagai gagal napas progresif.

Setelah kejadian pemicu, kerusakan alveolus difus dapat diidentifikasi sebagai


akibat dari perubahan struktur unit kapiler alveolus. Ada tiga stadium nyata
perkembangan ARDS. Pada stadium eksudatif awal, didapatkan kongesti kapiler
berat dan edema paru interstitial. Hal ini tampak dari adanya cairan edema kaya-
protein yang timbul akibat peningkatan permeabilitas membran kapiler alveolus.
Alveoli sendiri sering mengandung cairan tidak homogen, darah, atau agregasi
leukosit. Stadium eksudatif biasanya mulai pada 6 jam pertama dan dapat berakhir
pada 72 jam sebelum terjadinya perbaikan atau perburukan. Penderita dapat sembuh
dari fase eksudatif selama beberapa hari pertama; bnayak pula yang berlanjut ke
stadium kronis atau proliferatif, yang terjadi antara minggu pertama sampai minggu
ketiga setelah cedera. Fase proliferatif ditandai dengan peningkatan densitas
pneumosit tipe II dan fibroblas. Kemudian pneumosit tipe tipe II ini diubah menjadi
pneumosit tipe I. Edema interstitial dan sel-sel radang merangsang penumpukan
kolagen oleh fibroblas, dan akhirnya terjadi perubahan dari stadium proliferatif ke
stadium akhir atau stadium fibrotik. Stadium fibrotik ini biasanay terjadi jika ARDS
telah berlangsung lebih dari 3 minggu. Selama waktu tersebut, paru-paru dibentuk
kembali oleh jaringan kolagen sehingga timbul fibrosis paru. Fibrosis sering
mengakibatkan penurunan daerah permukaan pertukaran gas yang membahayakan.

8
Terdapat tiga fase kerusakan alveolus :

1. Fase eksudatif : ditandai edema interstisial dan alveolar, nekrosis sel


pneumosit tipe I dan denudasi/terlepasnya membran basalis, pembengkakan
sel endotel dengan perlebaran intercellular junction, terbentuknya membran
hialin pada duktus alveolar dan ruang udara, dan inflamasi netrofil. Juga
ditemukan hipertensi pulmoner dan berkurangnya compliance paru.
2. Fase proliferatif : paling cepat timbul setelah 3 hari sejak onset, ditandai
proliferasi sel epitel pneumosit tipe II.
3. Fase fibrosis : kolagen meningkat dan paru menjadi padat karena fibrosis.

2.6 WOC

(terlampir)

2.7 Manifestasi Klinis

Gejala paru ARDS segera setelah cedera akut mungkin sangat minimal,
karena seringkali ada periode laten ketika penderita hanya menunjukkan distres napas
ringan yang mungkin disertai hiperventilasi. Pada stadium ini auskustasi paru-paru
bersih. Selama 4-24 jam berikutnya, timbul hipoksemia dan distres pernapasan
menjadi semakin jelas, ditandai dengan sianosis, dispnea, dan takipnea berat yang
disertai ronki basah inspirasi difus. Pada stadium ini dapat diperagakan shunt
intrapulmonum besar dan pemberian oksigen dapat menguarangi gejala sementara.
Selanjutnya penderita secara bertahap dapat membaik, tetapi sebagian besar penderita
mengalami perburuan menuju hipoksemia dan hiperkapnea berat. Oksigen tambahan
gagal memperbaiki kondisi klinis sehingga diperlukan ventilasi mekanis. Pada
stadium ini banyak penderita meninggal dunia, sedangkan yang bertahan hidup
memerlukan bantuan pernapasan jangka panjang.

Onset akut umumnya berlangsung 3-5 hari sejak adanya diagnosa kondisi
yang menjadi faktor risiko ARDS. Tanda pertama ialan takipnea, retraksi intercostal,

9
adanya ronkhi basah kasar yang jelas. Dapat ditemui hipotensi, febris. Pada
auskustasi ditemukan ronki basah kasar. Gambaran hipoksia/sianosis yang tak respon
dengan pemberian oksigen. Sebagian besar kasus disertai disfungsi/gagal organ ganda
yang umumnya juga mengenai ginjal, hati, saluran cerna, otak, dan sistem
kardiovaskular.

Gejala berikut terlihat pada 6 sampai 8 jam pertama kehidupan :

1. Takipnea (lebih dari 60 kali permenit)


2. Retraksi interkostal dan sternal
3. Dengkur ekspiratori
4. Pernafasan cuping hidung
5. Sianosis sejalan dengan peningkatan hipoksemia
6. Menurunnya daya komplian paru (napas ungkat-ungkit paradoksal)
7. Hipotensi sistemik (pucat perifer, edema, pengisian kapiler tertunda lebih dari
3 sampai 4 detik)
8. Penurunan keluaran urin
9. Penurunan suara napas dengan ronkhi
10. Takikardia pada saat terjadinya asidosis dan hipoksemia.

RDS adalah penyakit yang dapat sembuh sendiri. Perbaikan biasanya terlihat 48
sampai 72 jam setelah lahir, bila terjadi regenerasi sel alveolar tipe II dan
dihasilkannya surfaktan. Penampakan dan lamanya gejala dapat berubah dengan
pemberian surfaktan buatan.

10
2.8 Insidens

1. Terdapat korelasi terbalik dengan usia kehamilan : semakin muda seorang


bayi, semakin tinggi insidens RDS. Akan tetapi, tampaknya kasus-kasus RDS
lebih tergantung pada kematangan paru daripada usia gestasi.
a. Didiagnosis pada 90% bayi pada usia gestasi 26 minggu
b. Didiagnosis pada 70% bayi pada usia gestasi 30 minggu
c. Didiagnosis pada 25% bayi pada usia gestasi 34 minggu
d. Didiagnosis pada kuwang dari 1% sampai 2% bayi cukup bulan
2. RDS terdapat dua kali lebih banyak pada laki-laki daripada perempuan.
3. Insidens meningkat pada bayi cukup bulan bila terdapat faktor-faktor tertentu.
a. Ibu diabetes yang melahirkan bayo kurang dari 38 minggu usia gestasi
b. Hipoksia perinatal
c. Lahir melalui seksio sesaria

2.9 Komplikasi
1. Ketidakseimbangan asam basa
2. Kebocoran udara (pneumotoraks, pneumomediastinum, pneumoperikardium,
pneumoperitoneum, emfisema subkutan, emfisema interstisial pulmoner)
3. Perdarahan pulmoner
4. Displasia bronkopulmoner
5. Apnea
6. Hipotensi sistemik
7. Anemia
8. Infeksi (pneuminia, septikemia)
9. Perubahan perkembangan bayi dan perilaku orang tua.

Komplikasi Berhubungan dengan Intubasi

1. Komplikasi selang endotrakeal (berpindah, tercabut, tersumbat, atelaktasis


setelah ekstubasi, alur palatum).

11
2. Lesi trakea (erosi, granuloma, stenosis subglotis, trakeabronkitis mengalami
nekrosis).

Komplikasi Berkaitan dengan Prematuritas

1. Patent ductus arteriosus (PDA)


2. Perdarahan intraventikular
3. Retinopati dari prematuritas
2.10 Penatalaksanaan Medis
1. Perbaiki oksinegasi dan pertahankan volume paru optimal.
a. Rumatan PaO2 anatara 50 sampai 80 mmHg, PaCO2 antara 40 dan 50, pH
paling sedikit 7,25.
b. Penggantian surfaktan melalui selang endotrakeal (endotracheal tube
[ET[).
c. Tekanan jalan napas positif secara tetap melalui nasal prong untuk
mencegah kehilangan volume selama ekspirasi.
d. Ventilasi mekanik melalui ET untuk hipoksemia berat (PaO2 kurang dari
50 sampai 60 mmHg) dan atau hiperkapnia (PaCO2 lebih dari 60 mmHg).
e. Pemantauan trankutan dan oksimetri nadi.
f. Pemberian aerosol bronkodilator
g. Fisioterapi toraks
h. Opsi kardiorespirasi tambahan (ventilasi frekuensi tinggi, oksigenasi
membran ekstrakorporeal, oksida nitrat, ventilasi cairan).
2. Pertahankan kestabilan suhu.
3. Berikan asupan cairan, elektrolit, dan nutrisi yang seimbang.
4. Pantau nilai gas darah arteri, hemoglobin dan hematokrit serta bilirubin.
5. Lakukan transfusi darah seperlunya untuk mempertahankan hematokrit.
6. Pertahankan jalur arteri (arteri line) untuk memantau PaO2 dan pengambilan
sampel darah.
7. Berikan obat yang diperlukan.
a. Diuretik untuk mengurangi edema interstisial.

12
b. NaHCO3 untuk asidosis metabolik
c. Antibiotik untuk infeksi terkait
d. Analgesik untuk nyeri dan iritabilitas
e. Teofilin sebagai stimulan respiratori
f. Vasopresor (dopamin, dobutamin)
g. Kortikosteroid untuk meningkatkan maturitas paru
h. Bronkodilator

2.11 Pemeriksaan Penunjang


Laboratorium
- Analisa gas darah : hipoksemia, hipokapnia (sekunder karena hiperventilasi),
hiperkapnia (pada emfisema atau keadaan lanjut). Alkalosis respiratorik pada
awal proses, akan berganti menjadi asidosis respiratorik.
- Leukositosis (pada sepsis), anemia, trobositopenia (refleksi inflamasi sistemik
dan kerusakan endotel), peningkatan kadar amilase (pada pankreatitis)
- Gangguan fungsi ginjal dan hati, tanda koagulasi intravaskular diseminata
(sebagai bagian dari MODS/multiple organ dysfunction syndrome)

Radiologi

Kajian foto toraks:

a. Pola retikugranular difus bersama beronkogram udara yang saling


tumpang tindih.
b. Tanda paru sentral dan batas jantung sukar dilihat; inflasi paru buruk.
c. Kemungkinan terdapat kardiomegali bila sistem lain juga terkena (bayi
dari ibu diabetes, hipoksia, gagal jantung kongestif)
d. Bayangan timus yang besar
e. Bergranul merata pada bronkogram udara, yang menandakan penyakit
berat jika terdapat pada beberapa jam pertama

13
2.12 Terapi

ARDS harus dikelola di unit perawatan intensif tempat penderita dapat


mendapatkan pengawasan dan terapi kardiorespirasi yang sesuai. Tujuan pengelolaan
klinis adalah perawatan yang suportif, dengan tujuan utamanya memberikan cukup
oksigen untuk memenuhi kebutuhan metabolisme jaringan. Monitor yang sesuai
penilaian hemodinamik invasif, sepertii kateterasi sitemik dan seringkali pemasangan
kateter arteri pulmonalis. Pengukuran fungsi paru dan pertukaran gas seperti gas
darah arteri, oksimetri pulsa, CO2 akhir tidal dan mekanika paru digunakan untuk
menyesuaikan tekanan oksigen inspirasi dan penyesuaian ventilator untuk
meningkatkan kecukupan pemberian oksigen ke jaringan dan mengurangi komplikasi.

14
BAB III
ASUHAN KEPERAWATAN
Kasus

Bayi laki-laki usia 2 hari masuk rumah sakit dirujuk hari Rumah Sakit Daerah
dengan keluhan : pucat, warna kebiruan. RR : 24x/menit kadang-kadang apnea.
Denyut jantung lebih lambat dari normal (bradikardi). Suhu menunjukkan : 36 oC.
Bayi lahir prematur dengan masa gestasi 31 minggu di RS dan lahir dengan Secsio
caecaria karena ibunya hipertensi. Bayi merupakan anak pertama. Usia ibu 40 tahun.
ASI belum keluar. Setelah beberapa pemeriksaan lanjutan ditegakkan diagnosis RDS
(Respiratory Distress Syndrom).

Bayi kelihatan lemah, dan belum memiliki respon untuk menyusui. Bayi
sering menangis dan gelisah. Penuturan keluarga, ibu dari bayi mempunyai riwayat
kesehatan menderita hipertensi.

3.1 Pengkajian
Tanggal Pengkajian : 26 Agustus 2013
Diagnosa Medis : ARDS (Acute Respiratory Distress Syndrom)

3.2 Data Klien


A. Data Anak
Nama : Bayi A
Umur : 2 hari
Jenis Kelamin : Laki-laki
Denyut Nadi : 100x/menit
Frekuensi Pernafasan : 24x/menit
Suhu : 36 oC
Berat Badan : 1,8 kg
Tinggi Badan : 40 cm
Tanggal MRS : 26 Agustus 2013

15
B. Data Orang Tua
Nama Ayah : Rahimul
Nama Ibu : Aisyah
Pekerjaan Ayah : Pedagang
Pekerjaan Ibu : Ibu rumah tangga
Alamat orang tua : Koto tingga, Limau Manis

3.3 Riwayat Kesehatan


1. Keluhan Utama :
Bayi A dirujuk dari rumah sakit daerah mengalami keluhan bayi pucat dan
berwarna kebiruan, denyut jantung rendah dari normal, dan pernafan 24x/menit dan
kadang-kadang apneu.
2. Riwayat Kehamilan dan kelahiran
 Prenatal : ibu mengalami hipertensi selama kehamilan
 Postnatal : bayi lahir dengan masa gestasi 31 minggu dan BBLR
(Berat Badan Lahir Rendah) seberat 1,8 kg, dan ukuran panjang bayi 40
cm
3. Riwayat kesehatan dahulu
Penyakit yang diderita sebelumnya : Ibu mengalami hipertensi
Pernah dirawat di RS : rujukan dari rumah sakit daeraha
Obat-obatan yang pernah digunakan : tidak ada
Alergi : tidak ada
Kecelakaan : tidak ada
Riwayat imunisasi : Vit.K, BCG
4. Riwayat Kesehatan Keluarga
Ibu bayi berusia 40 tahun saat kelahiran bayi dan menderita hipertensi.

16
3.4 Pemeriksaan Fisik
Keadaan Umum
BB/TB : 1,8 kg/40 cm
Kepala : simetris
Mata :
Konjunctiva : anemis
Pupil : +/+
Telinga : simetris
Hidung : simetris
Mulut : bibir sianosis dan lidah kering
Thorax dan Paru
Inspeksi : frekuensi pernafasan rendah, kadang-kadang apneu
Palpasi : bayi sangat peka terhadap sentuhan, mudah menangis
Perkusi : pekak
Auskultasi : ada suara tambahan ronki basah
Ekstremitas : kekuatan otot 1
Kulit : pucat, kebiruan

Pemeriksaan tumbuh kembang

a. Pertumbuhan fisik anak


 Berat badan : 1,8 kg
 Panjang badan lahir : 40 cm
 Usia mulai tumbuh gigi : belum tumbuh
b. Perkembangan anak
Bayi lahir prematur dengan masa gestasi 31 minggu
c. Pemberian ASI
Anak belum mendapatkan ASI dari ibu karena ibu tidak bisa
mengeluarkan ASI

17
d. Pemberian makanan tambahan
Belum ada diberikan makanan tambahan

Pemeriksaan Penunjang ( labolatorium )


1) Pemeriksaan hasil Analisa Gas Darah :
a) Hipoksemia ( penurunan PaO2 )
b) Hipokapnia (penurunan PCO2 ) pada tahap awal karena hiperventilasi
c) Hiperkapnia ( peningkatan PCO2 ) menunjukkan gagal ventilasi
d) Alkalosis respiratori ( pH > 7,45 ) pada tahap dini
e) Asidosis respiratori / metabolik terjadi pada tahap lanjut
2) Tes Fungsi paru :
a) Penurunan komplain paru dan volume paru
b) Pirau kanan-kiri meningkat
3) Pemeriksaan Diagnostik.
1. Foto Thoraks
a. Pola retikulogranular difus bersama bronkhogram udara yang saling tumpah
tindih.
b. Tanda paru sentral, batas jantung sukar dilihat, inflasi paru buruk.
c. Kemungkinan terdapat kardoimegali bila system lain juga terkena ( bayi dari
ibu diabetes, hipoksia, gagal jantung kongestif )
d. Bayangan timus yang besar
e. Bergranul merata pada bronkhogram udara, yang menandakan penyakit
berat jika terdapat pada beberapa jam pertama.
2. Gas Darah Arteri
Menunjukkan asidosis respiratory dan metabolic. Yaitu adanya penurunan pH,
penurunan PaO2, dan peningkatan PaCO2, penurunan HCO3.
3. Perubahan elektrolit
Cenderung terjadi penurunan kadar : kalsium, natrium, kalium dan glukosa
serum.

18
3.5 Aplikasi NANDA, NOC dan NIC
No. NANDA NOC NIC
1. Kerusakan pertukaran gas Keseimbangan elektrolit dan asam Manajemen asam basa
basa Aktivitas :
DS : ibu bayi mengatakan - Jaga kepatenan jalan napas
bayinya tidak menangis Indikator : - Pantau ABG dan level elektrolit
secara spontan saat - Denyut jantung - Monitor status hemodinamik termasuk CVP (tekanan
kelahiran, bayi terlihat - Irama jantung vena sentral), MAP (tekanan arteri rata-rata), PAP
lemah - Pernapasan (tekanan arteri paru)
DO : frekuensi pernasan - Irama napas - Pantau kehilangan asam (muntah, diare, diuresis,
bayi 24x/menit kadang- - Sodium serum melalui nasogastrik) dan bikarbonat (drainase fistula
kadang apneu, denyut nadi - Pottasium serum dan diare)
100x/menit (bradikardi) - Klorida serum - Posisikan untuk memfasilitasi ventilasi yang adekuat
- Kalsium serum seperti membuka jalan napas dan menaikkan kepala
- Magnesium serum tempat tidur
- pH serum : DBN* - Pantau gejala gagal pernapasan seperti PaO2 yang
- Albumin serum : DBN rendah, peningkatan PaCO2, dan kelemahan otot
- Kreatinin serum : DBN napas
- Bikarbonat serum :DBN - Pantau pola napas
- Pantau factor penentu pengangkutan oksigen jaringan
seperti PaO2, SaO2, kadar Hb dan cardiac output
- Sediakan terapi oksigen
- Berikan dukungan ventilasi mekanik
- Pantau factor penentu konsumsi oksigen seperti

19
SvO2, avDO2 (perbedaan oksigen arterivena)
- Pantau ketidakseimbangan elektrolit yang semakin
buruk dengan mengoreksi ketidakseimbangan asam
basa
- Dorong pasien dan keluarga untuk aktif dalam
pengobatan ketidakseimbangan asam basa

Manajemen Jalan Nafas


Aktivitas :
- Buka jalan nafas dengan teknik mengangkat dagu
atau dengan mendorong rahang sesuai keadaan
- Posisikan pasien untuk memaksimalkan ventilasi
yang potensial
- Identifikasi masukan jalan nafas baik yang aktual
ataupun potensial
- Masukkan jalan nafas/ nasofaringeal sesuai
kebutuhan
- Keluarkan sekret dengan batuk atau
suction/pengisapan
- Kaji keinsetifan spirometer
- Auskultasi bunyi nafas, catat adanya ventilasi yang
turun atau yang hilang dan catat adanya bunyi
tambahan
- Lakukan pengisapan endotrakeal atau nasotrakeal

20
- Beri bronkodilator jika diperlukan
- Beri aerosol, pelembab/oksigen, ultrasonic
humidifier jika diperlukan
- Atur intake cairan untuk mengoptimalkan
keseimbangan cairan
- Posisikan pasien untuk mengurangi dispnue
- Monitor pernafasan dan status oksigen.

Monitor Pernafasan
Aktivitas :
- Monitor frekuensi, rata-rata, irama, kedalaman dan
usaha bernafas
- Catat pergerakkan dada, lihat kesimetrisan,
penggunaan otot tambahan, dan supraklavikula dan
retaksi otot intercostal
- Monitor bising pernafasan seperti ribut atau
dengkuran
- Monitor pola nafas seperti bradipnu, takipnu,
hiperventilasi, pernafasan kussmaul, Ceyne stokes,
apnu, biot dan pola ataksi
- Palpasi jumlah pengembangan paru
- Perkusi anterior dan posterior torak dari apeks
sampai basis secara bilateral
- Catat lokasi trakea

21
- Monitor kelemahan otot diafragma
- Auskultasi bunyi nafas, catat ventilasi yang turun
atau hilang
- Tentukan apakah harus dilakukan pengisapan dari
hasil auskultasi seperti adanya ronkhi atau
wheezing
- Auskultasi lagi paru setelah dilakukan treatmen
- Monitor sekresi pernafasan pasien
- Monitor dispnu dan persitiwa yang bisa
meningkatkan kejadian dispnu
- Monitor hasil penyinaran (X-Ray)
2. Kelebihan volume cairan Keseimbangan cairan Manajemen cairan
Indikator : Aktivitas :
DS : frekuensi nafas bayi - Keseimbangan intake dan - Timbang BB tiap hari
24x/menit, kadang-kadang output - Hitung haluran
apneu - Kestabilan berat badan - Pertahankan intake yang akurat
DO : setelah di auskultasi - Edema perifer - Monitor hasil lab. terkait retensi cairan (peningkatan
suara nafas tidak terdengar - Kelembabab mukosa kulit BUN, Ht ↓)
jelas, ada suara tambahan - Rasa haus normal - Monitor TTV
ronki basah - Monitor adanya indikasi retensi/overload cairan
Keseimbangan elektrolit asam- (seperti :edem, asites, distensi vena leher)
basa - Monitor perubahan BB klien sebelum dan sesudah
Indikator : dialisa
- Denyut jantung : DBH* - Monitor status nutrisi

22
- Irama jantung : DBH - Monitor respon pasien untuk meresepkan terapi
- Pernapasan : DBH elektrolit
- Irama napas : DBH - Kaji lokasi dan luas edem
- Status kesadaran - Konsultasi dengan dokter, jika gejala dan tanda
*Dalam batas yang Diharapkan kehilangan cairan makin buruk
- Kaji ketersediaan produk darah untuk trsanfusi
Hidrasi
Indikator : Pemantauan cairan
- Hidrasi kulit Aktivitas :
- Kelembaban membran - Kaji tentang riwayat jumlah dan tipe intake cairan
mukosa dan pola eliminasi
- Haus yang abormal (-) - Monitor BB, intake dan output
- Perubahan suara napas (-) - Monitor nilai elektrolit urin dan serum
- Napas pendek (-) - Monitor osmolalitas urin dan serum
- Mata yang cekung (-) - Monitor denyut jantung, status respirasi
- Demam (-) - Pertahankan keakuratan catatan intake dan output
- Keringat - Dengarkan dengan penuh perhatian
- Pengeluaran urin : DBN* - Identifikasi tingkat kecemasan
- Tekanan darah : DBN - Bantu pasien mengenal situasi yang menimbulkan
- Hematokrit : DBN kecemasan
- Dorong pasien untuk mengungkapkan perasaan,
*Dalam Batas Normal ketakutan, persepsi
- Instruksikan pasien menggunakan teknik relaksasi

23
Manajemen Cairan dan Elektrolit
Aktivitas :
- Monitor keabnormalan level untuk serum
- Dapatkan specimen lab untuk memonitor level
cairan/ elektrolit ( seperti Ht, BUN,sodium, protein,
potassium )
- Timbang berat badan tiap hari
- Beri terapi nasogastrik untuk menggantikan output
- Irigasi selang NGT dengan normal salin
- Pasang infuse IV
- Monitor hasil lab yang relevan dengan retensi cairan
- Monitoring status hemodinamik, termasuk MAP,
PAP,PCWP
- Pertahankan keakuratan catatan intake dan output
- Monitor tanda dan gejala retensi cairan
- Monitor tanda- tanda vital
- Restribusi cairan
- Pertahankan cairan IV yang mengandung elektrolit
pada frekuensi tetes yang konstan
- Monitor respon pasien untuk memberikan terpi
elektrolit
- Monitor efek samping suplemen elektrolit (seperti
iritasi gastrointestinal )
- Beri suplemen elektrolit

24
- Monitor kehilangan cairan ( seperti; pendarahan,
muntah, takipneu )
- Lakukan perkontrolan kehilangan cairan
3. Pola napas tidak efektif  Kepatenan jalan nafas:  Manajemen jalan nafas
Indikator : Aktivitas :
DS : ibu mengatakan bahwa - Frekuensi nafas normal - Buka jalan nafas dengan teknik mengangkat dagu
bayinya tidak menangis - Irama nafas normal atau dengan mendorong rahang sesuai keadaan
secara spontan waktu - Tidak ada demam - Beri aerosol, pelembab/oksigen, ultrasonic
kelahiran dan bayi terlihat - Tidak cemas humidifier jika diperlukan
lemah - Bebas dari suara nafas - Posisikan pasien untuk mengurangi dispnu
DO : frekuensi pernasan tambahan - Monitor pernafasan dan status oksigen
bayi 24x/menit kadang- - Dorong nafas dalam, pelan dan batuk
kadang apneu, denyut nadi Ventilasi - Identifikasi masukan jalan nafas baik yang aktual
100x/menit (bradikardi) Indikator : ataupun potensial
- Pengembangan dada simetris - Posisikan pasien untuk memaksimalkan ventilasi
- Kenyamanan dalam bernafas yang potensial
- Frekuensi nafas normal
- Suara nafas normal Monitor pernafasan
- Tidak ada suara nafas Aktivitas :
tambahan - Monitor frekuensi, rata-rata, irama, kedalaman dan
usaha bernafas
Status tanda-tanda vital - Catat pergerakkan dada, lihat kesimetrisan,
Indikator : penggunaan otot tambahan, dan supraklavikula dan
- suhu badan retaksi otot intercostal

25
- denyut nadi - Monitor bising pernafasan seperti ribut atau
- pernapasan dengkuran
- tekanan darah diastolic - Monitor pola nafas seperti bradipnu, takipnu,
- tekanan darah sistolik hiperventilasi, pernafasan kussmaul, Ceyne stokes,
apnu, biot dan pola ataksi

Pemantauan tanda-tanda vital


Aktivitas :
- Mengukur tekanan darah, denyut nadi, temperature,
dan status pernafasan, jika diperlukan
- Memantau tingkat dan irama pernafasan (e.g.
kedalaman dan kesimetrisan)
- Memantau suara paru
- Memantau pola pernafasan yang abnormal (e.g.
Cheyne-Stokes, Kussmaul, Biot, apnea, ataxic, dan
bernafas panjang)
- Mengukur warna kulit, temperature, dan kelembaban
- Memantau sianosis pusat dan perifer
- Memantau sisi kuku
- Memantau timbulnya Cushing triad (e.g. naik
turunnya tekanan darah, bradicadya, dan peningkatan
tekanan darah systole)

26
4. Perfusi Jaringan Perifer Integritas Jaringan Manajemen Nutrisi
tidak efektif Indikator : Aktivitas :
- Suhu Jaringan - Mengontrol penyerapan makanan/cairan dan
DS : ibu bayi mengatakan - Sensasi menghitung intake kalori harian, jika diperlukan
bahwa bayi tampak pucat - Memantau ketepatan urutan makanan untuk
- Elastisitas
dan kebiruan memenuhi kebutuhan nutrisi harian
DO : kulit bayi pucat - Hidrasi - Menentukan jimlah kalori dan jenis zat makanan
kebiruan, bibir sianosis - Pigmentasi yang diperlukan untuk memenuhi kebutuhan nutrisi,
ketika berkolaborasi dengan ahli makanan, jika
- Respirasi
diperlukan
- Warna - Menetukan makanan pilihan dengan
- Tekstur mempertimbangkan budaya dan agama
- Menetukan kebutuhan makanan saluran nasogastric
- Ketebalan
- Mengatur pemasukan makanan, jika diperlukan
- Jaringan yang tak luka - Menghentikan penggunaan saluran makanan, jika
- Jaringan Perfusi intake oral dapat dimaklumi
- Mengontrol cairan pencernaan, jika diperlukan
- Memastikan keadaan terapeutik terhadap kemajuan
makanan
- Memberi pemeliharaan yang diperlukan dalam batas
makanan yang ditentukan
- Menyarankan pemeriksaan eliminasi makanan yang
mengandung laktosa, jika diperlukan
- Mengontrol keadaan lingkungan untuk membuat

27
udara teras menyenangkan dan relaks
- Mengajarkan dan merencanakan makan, jika
dipelukan
- Memberi pasien dan keluarga contoh tertulis
makanan pilihan

Pemantauan Tanda-Tanda Vital


Aktivitas :
- Mengukur tekanan darah, denyut nadi, temperature,
dan status pernafasan, jika diperlukan
- Mencatat gejala dan turun naiknya tekanan darah
- Mebgukur tekanan darah ketika pasien berbaring,
duduk, dan berdiri, jika diperlukan
- Auskultasi tekanan darah pada kedua lengan dan
bandingkan, jika diperlukan
- Mengukur tekanan darah, nadi, dan pernafasan
sebelum, selama, dan setelah beraktivitas, jika
diperlukan
- Mempertahankan suhu alat pengukur, jika diperlukan
- Memantau dan mencatat tnda-tanda dan syimptom
hypothermia dan hyperthermia
- Memantau timbulnya dan mutu nadi
- Dapatkan nadi apical dan radial scara stimultan dan
catat perbedaannya, jika diperlukan
- Memantau naik turunnya tekanan nadi

28
- Memantau tingkatan irama cardiac
- Memantau suara jantung
- Memantau tingkat dan irama pernafasan (e.g.
kedalaman dan kesimetrisan)
- Memantau suara paru
- Mengukur oximetry nadi
- Memantau pola pernafasan yang abnormal (e.g.
Cheyne-Stokes, Kussmaul, Biot, apnea, ataxic, dan
bernafas panjang)
- Mengukur warna kulit, temperature, dan kelembaban
- Memantau sianosis pusat dan perifer
- Memantau sisi kuku
- Memantau timbulnya Cushing triad (e.g. naik
turunnya tekanan darah, bradicadya, dan peningkatan
tekanan darah systole)
- Meneliti kemungkinan penyebab perubahan tanda-
tanda vital
- Memeriksa keakuratan alat yang digunakan untuk
mendapatkan data pasien secara periodic
5. Menyusui tidak Efektif Pengetahuan : Menyusui Konseling laktasi
Indikator : Aktivitas :
DS : Ibu mengatakan tidak - Mendeskripsikan keuntungan - Jelaskan pengetahuan dasar tentang menyusui
bisa memberikan ASI dari menyusui - Ajarkan orangtua tentang menyusui bayi
kepada bayinya karena ASI - Mendeskripsikan fisiologi - Berikan informasi tentang manfaat menyusui dan

29
belum keluar laktasi kerugian tidak menyusui
DO : terjadi retensi ASI, - Mendeskripsikan komposisi - Koreksi salah pengertian, salah informasi dan
ASI tidak mau keluar dari susu ketidakakuratan tentang menyusui
- Mendeskripsikan teknik - Motivasi ibu untuk menyusui
menyusui yang tepat - Berikan dukungan pada ibu dalam mengambil
- Mendeskripsikan posisi bayi keputusan
yang tepat ketika perawatan - Berikan orang tua pendidikan tentang menyusui
- Mendeskripsikan tanda-tanda - Evaluasi pemahaman ibu tentang teknik menyusui
adekuat suplai susu yang benar
- Jelaskan tentang frekuensi menyusui yang
berhubungan dengan kebutuhan bayi
- Monitor kemampuan ibu dalam merawat puting susu
- Evaluasi kemampuan bayi mengisap
- Ajarkan teknik relaksasi
- Evaluasi kualitas dan manfaat menyusui
- Monitor keadaan puting susu dan berikan perawatan
pada puting susu
- Instruksikan tentang kontrasepsi

30
BAB IV
PENUTUP
4.1 Kesimpulan

ARDS merupakan sindrom yang ditandai oleh peningkatan permeabilitas


membran alveolar-kapiler terhadap air, larutan, dan protein plasma, disertai
kerusakan alveolar difus, dan akumulasi cairan yang mengandung protein dalam
parenkim paru. Pada kasus anak-anak, ARDS mempengaruhi terhadap rumbuh
kembang anak. Terdapat korelasi terbalik dengan usia kehamilan : semakin muda
masa seorang bayi, semakin tinggi insidens ARDS. Surfaktan mempunyai peran
penting dalam penanganan kasus ARDS. Ketidakmatangan paru seorang bayi dan
lahir dengan secsio caecaria membuat surfaktan paru tidak adekuat dan membuat
edema pada paru. Penatalaksaan medis ARDS merupakan bidang kegawatdaruratan
yang harus ditangi secara cepat dan tepat.

4.2 Saran

Setelah membaca makalah ini, diharapkan kepada pembaca dapat mengetahui


tentang ARDS serta bertindak tepat terhadap asuhan keperawatan yang dilakukan
terlebih kepada pasien dengan kasus RDS terkhusus pada anak.

31

Вам также может понравиться