Вы находитесь на странице: 1из 11

BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Kebijkan Kesehatan


2.1.1 Definisi Kebijakan Kesehatan
Policy (kebijakan) adalah keputusan yang diambil oleh pihak-pihak yang
bertanggung jawab atas area kebijakan tertentu. Health policy (kebijakan
kesehatan) mencakup tindakan yang mempengaruhi institusi, organisasi,
pelayanan, dan upaya pendanaan sistem kesehatan.1
Kebijakan kesehatan adalah pedoman yang menjadi acuan bagi semua pelaku
pembangunan kesehatan, baik pemerintah, swasta, masyarakat dalam
penyelenggaraan pembangunan kesehatan dengan memperhatikan kerangka
desentralisasi dan otonomi daerah.

2.1.2 Prinsip Ekonomi Kesehatan


Pemilihan program kesehatan berdasarkan prinsip ekonomi kesehatan
Dalam menentukan program yang tepat untuk meningkatkan pelayanan
kesehatan gigi dan mulut, syarat yang harus dipenuhi adalah bahwa program
tersebut sesuai dengan Undang-undang. Hal ini tercakup dalam Undang-
undang Republik Indonesia Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan,
khususnya dalam Bagian Kedua Belas pasal 93 dan pasal 94 mengenai
Kesehatan Gigi dan mulut yang berbunyi:
Pasal 93
Pelayanan kesehatan gigi dan mulut dilakukan untuk memelihara dan
meningkatkan derajat kesehatan masyarakat dalam bentuk peningkatan
kesehatan gigi, pencegahan penyakit gigi, pengobatan penyakit gigi, dan
pemulihan kesehatan gigi oleh Pemerintah, pemerintah daerah, dan/atau
masyarakat yang dilakukan secara terpadu, terintegrasi, dan
berkesinambungan.
Kesehatan gigi dan mulut sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan
melalui pelayanan kesehatan gigi perseorangan, pelayanan kesehatan gigi
masyarakat, usaha kesehatan gigi sekolah.

Pasal 94
Pemerintah dan pemerintah daerah wajib menjamin ketersediaan tenaga,
fasilitas pelayanan, alat dan obat kesehatan gigi dan mulut dalam rangka
memberikan pelayanan kesehatan gigi dan mulut yang aman, bermutu, dan
terjangkau oleh masyarakat.

2.1.3 Karakteristik Pelayanan Kesehatan3


Pelayanan kesehatan berbeda dengan barang dan pelayanan ekonomi
lainya. Pelayanan kesehatan atau pelayanan medis sangat heterogen, terdiri
atas banyak sekali barang dan pelayanan yang bertujuan memelihara,
memperbaiki, memulihkan kesehatan fissik dan jiwa seorang. Karena sifat
yang sangaat heterogen, pelayaanan kesehatan sulit diukur secara
kuantitatif. Beberapa karaakteristik khusus pelayanan kesehatan sebagai
berikut (Santerre dan Neun, 2000):

a. Intangibility.Tidaksepertimobilataumakanan,
pelayanankesehatantidakbisadinilaiolehpancaindera..Konsumen
(pasien) tidakbisamelihat, mendengar, membau, merasakan,
mengecappelayanankesehatan.
b. Inseparability.
Produksidankonsumsipelayanankesehatanterjadisecarasimultan
(bersama). Makananbisadibuatdulu, untuk dikonsumsi kemudian.
Tindakanoperatif yang dilakukan dokter bedah pada saat yang
sama digunakan oleh pasien.
c. Inventory.
Pelayanankesehataantidakbisadisimpanuntukdigunakanpadasaatdib
utuhkanolehpasiennantinya.
d. Inkonsistensi Komposisi dan kualitas pelayanan kesehatan yang
diterima pasien dari seorang dokter dari waktu kewaktu, maupun
pelayanan kesehatan yang digunakan antar pasien, bervariasi.
Jadi pelayanaan kesehatan sulit diukur secara kuantitatif.Biasanya
pelayanan kesehatan diukur berdasarkan ketersediaaan (jumlah dokter atau
tempat tidur rumah sakit per 1,000 penduduk) atau penggunaan (jumlah
konsultasi atau pembedahan per kapita).
2.1.4 Hal yang harus diperhatikan dalam mengambil suatu kebijakan
kesehatan
Konteks mengacu ke faktor sistematis – politk, ekonomi dan social, national
dan internasional yang memiliki pengaruh pada kebijakan kesehatan. Banyak cara
untuk mengelompokkan fakto-faktor tersebut,tetapi Leichter (1979) memaparkan
cara yang cukup bermanfaat:

a. Faktor situasional
Faktor sitiasional merupakan kondisi yang tidak permanen atau
khusus yang dapat berdampak pada kebijakan (contoh: perang, kekeringan).
Hal-hal tersebut sering dikenal sebagai ‘focusing event’. Event ini bersifat
satu kejadian saja, seperti: terjadinya gempa yang menyebabkan perubahan
dalam aturan bangunan rumah sakit, atau terlalu lama perhatian publik akan
suatu masalah baru. Contoh: terjadinya wabah HIV/AIDS (yang menyita
waktu lama untuk diakui sebagai wabahinternasional) memicu ditemukannya
pengobatan baru dan kebijakan pengawasan pada TBC karena adanya kaitan
diantara kedua penyakit tersebut – orang-orang pengidap HIV positif lebih
rentan terhadap berbagai penyakit, dan TBC dapat dipicu oleh HIV.

b. Faktor struktural
Faktor struktural merupakan bagian dari masyarakat yang relatif tidak
berubah. Faktor ini meliputi sistem politik, mencakup pula keterbukaan
sistem tersebut dan kesempatan bagi warga masyarakat untuk berpartisipasi
dalam pembahasan dan keputusan kebijakan; faktor struktural meliputi pula
jenis ekonomi dan dasar untuk tenaga kerja. Contoh, pada saat gaji perawat
rendah, atau terlalu sedikit pekerjaan yang tersedia untuk tenaga yang sudah
terlatih, negara tersebut dapat mengalami perpindahan tenaga professional ini
ke sektor di masyarakat yang masih kekurangan. Faktor struktural lain yang
akan mempengaruhi kebijakan kesehatan suatu masyarakat adalah kondisi
demografi atau kemajuan teknologi. Contoh, negara dengan populasi lansia
yang tinggi memiliki lebih banyak rumah sakit dan obat-obatan bagi para
lansianya, karena kebutuhan mereka akan meningkat seiring bertambahnya
usia. Perubahan teknologi menambah jumlah wanita melahirkan dengan sesar
dibanyak negara. Diantara alasan-alasan tersebut terdapat peningkatan
ketergantungan profesi kepada teknologi maju yang menyebabkan
keengganan para dokter dan bidan untuk mengambil resiko dan ketakutan
akan adanya tuntutan. Dan tentu saja, kekayaan nasional suatu negara akan
berpengaruh kuat tehadap jenis layanan kesehatan yang dapat diupayakan
karena kebutuhan mereka akan meningkat seiring bertambahnya usia.
Perubahan teknologi menambah jumlah wanita melahirkan dengan cesar
dibanyak negara. Diantara alasan-alasan tersebut terdapat peningkatan
ketergantungan profesi kepada teknologi maju yang menyebabkan
keengganan para dokter dan bidan untuk mengambil resiko dan ketakutan
akan adanya tuntutan. Dan tentu saja, kekayaan nasional suatu negara akan
berpengaruh kuat tehadap jenis layanan kesehatan yang dapat diupayakan.

c. Faktor budaya
Faktor budaya dapat mempengaruhi kebijakan kesehatan. Dalam masyarakat
dimana hirarki menduduki tempat penting, akan sangat sulit untuk bertanya
atau menantang pejabat tinggi atau pejabat senior. Kedudukan sebagai
minoritas atau perbedaan bahasa dapat menyebabkan kelompok tertentu
memiliki informasi yang tidak memadai tentang hak-hak mereka, atau
menerima layanan yang tidak sesuai dengan kebutuhan khusus mereka. Di
beberapa negara dimana para wanita tidak dapat dengan mudah mengunjungi
fasilitas kesehatan (karena harus ditemani oleh suami) atau dimana terdapat
stigma tentang suatu penyakit (misal: TBC atau HIV), pihak yang berwenang
harus mengembangkan sistem kunjungan rumah atau kunjungan pintu ke
pintu. Faktor agama dapat pula sangat mempengaruhi kebijakan, seperti yang
ditunjukkan oleh ketidak konsistennya.
d. Faktor internasional atau exogenous
Faktor internasional atau exogenous yang menyebabkan meningkatnya
ketergantungan antar negara dan mempengaruhi kemandirian dan kerjasama
internasional dalam kesehatan. Meskipun banyak masalah kesehatan
berhubungan dengan pemerintahan nasional, sebagian dari masalah itu
memerlukan kerjasama organisasi tingkat nasional, regional atau multilateral.
Contoh, pemberantasan polio telah dilaksanakan hampir di seluruh dunia
melalui gerakan nasional atau regional, kadang dengan bantuan badan
internasional seperti WHO. Namun, meskipun satu daerah telah berhasil
mengimunisasi polio seluruh balitanya dan tetap mempertahankan
cakupannya, virus polio tetap bisa masuk ke daerah tersebut dibawa oleh
orang-orang yang tidak diimunisasi yang masuk lewat perbatasan.

2.1.5 Hubungan antara ekonomi dan kesehatan


Hubungan antara ckonomi dan kesehatan bukanlah suatu hubungan yang
sederhana, dan merupakan suatu hubungan timbal balik yang tidak dapat
dipisahkan antara keduanya. Sebagaimana dinyatakan oleh World Bank
(2002) bahwa ekonomi dan kesehatan merupakan sesuatu yang tidak dapat
dipisahkan. Kesehatan yang buruk dapat menyebabkan penurunan
produktivitas dan biaya bagi orang tersebut sehingga pada akhirnya akan
menurunkan kualitas hidup dan menciptakan ekonomi yang rendah.
Sebaliknya, pada dasarnya ekonomi yang rendah tidak menyebabkan
penyakit dan kematian tetapi karena tidak adanya gizi yang memadai, layanan
medis pencegahan ataupun kemampuan yang rendah untu mengakses fasilitas
kesehatan dan perumahan yang tidak memadai dapat menyebabkan
peningkatan angka morbiditas dan mortalitas dini, hal inilah yang akan
memberikan dampak pada rendahnya status kesehatan Jadi
pelayanakesehatan yang lebih baik akan memberikan manfaat bagi individu
dan masyarakat keseluruhan jika membawa kesehatan yang lebih baik. Status
kesehatan penduduk yang baik akan meningkatkan produktivitas,
meningkatkan pendapatan perkapita bahkan meningkatkan pertumbuhan
ekonomi Negara

2.2 Evidence based


2.2.1 Defenisi dari evidence based dan fungsinya
Kedokterangigiberbasisbuktiatau evidence based dentistry (EBD)
merupakanproses yang
merestrukturisasitentangcaraberpikirmasyarakatterhadapmasalahklinisdengan
melakukanpendekatanuntukpemecahanmasalahklinis yang
telahberevolusidarimetodepembelajaran yang tradisional.

Tujuandari EBD untukmendorongdoktergigimelakukanperawatangigi primer


danuntukmenerapkannyakemasalahklinissehari-hari

2.2.2 Defenisi cost effectiveness analysis CEA


A. Pengertian CEA (Cost Effectiveness Analysis)
Cost effectiveness analysis adalah salah satu bentuk evaluasi ekonomi
yang membandingkan rasio biaya dan efektivitas dari beberapa
alternative intervensi/program.1
B. Langkah-langkah menghitung CEA2
Cost effectiveness analysis berhubungan dengan biaya terhadap suatu
efektivitas pengukuran program yang spesifik. Cost effectiveness ratio
dapat diperoleh dengan membagi total biaya (total cost) dengan units of
effectiveness.

Units of effectiveness adalah pengukuran dari outcome yang dapat diukur


sentral terhadap tujuan dari suatu program.

Langkah-langkah dalam Cost Effectiveness Analysis:


a. Menyusun kerangka analisis.
b. Menentukan cost dan benefits yang harus dikenali.
c. Mengidentifikasi dan mengkategorikan cost dan benefits.
d. Menilai biaya.
e. Mengukur benefit dalam hal units of effectiveness.
f. Memperoleh present value dengan mengabaikan cost dan benefit.
g. Menghitung cost effectiveness ratio.
h. Melakukan analisis sensitivas (sensivity analysis).
2.2.3 Kebijakan kesehatan yang dapat dilakukan sesuai dengan kasus
diskenario
. Kebijakan kesehatan yang cocok sesui dengan kasus pada skenario, ialah ART.

Perawatan Atraumatic Restorative Treatment (ART) adalah


metodepenangan karies dengan intervensi minimal tanpa menggunakan bur.
Perawatan restoratif konvensional sangat bergantung pada peralatan elektrik
yang mahal dan sulit perawatannya. Selain itu, kompleksitas peralatan yang
dibutuhkan biasanya membatasi perawatan hanya dapat dilakukan di klinik
gigi. Dengan demikian, perawatan restoratif konvensional sukar dipraktekkan
di negara berkembang serta komunitas tertentu seperti di daerah terpencil,
perbatasan dan kepulauan (DTPK) karena keterbatasan biaya, keterbatasan
listrik, air, alat dan bahan sertaketerbatasan aksesibilitas.
Perawatan ART terdiri dari 2 komponen yaitu pencegahan karies, melalui
penerapan sealant ART, dan aplikasi restoratif ART pada karies. Kedua jenis
perawatan tidak melibatkan bor gigi, air maupun listrik. Pendekatan ART sesuai
dengan konsep modern pada perawatan preventif dan restoratif, khususnya dengan
konsep Intervensi Minimal Kedokteran Gigi. Rasa sakit dan ketidaknyamanan
selama pengobatan ART dapat dikurangi sehinggatidak membutuhkan anastesi,
sehingga metode ini mudah diterima oleh anak-anak yang belum pernah
mendapatkan perawatan gigi sebelumnya.
Aplikasi ART tidak terbatas di klinik gigi saja dan tetapi dapat juga oleh
dokter gigi yang terlatih dilakukan di daerah pedesaan atau di sekolahan.
Pengalaman selama bertahun-tahun telah membuktikan bahwa dokter gigi yang
telah mengikuti program pelatihan ART dengan baik, menghasilkan restorasi yang
bertahan lebih lama dibandingkan dengan dokter gigi yang menerapkan ART
tanpa mengikuti kursus atau hanya mengikuti kursus singkat ART.

Evidence Based ART


Sampai Februari 2012 telah dipubliklasikan sebanyak 254 artikel di
perpustakaan elektonik Pubmed yang membuktikan bahwa ART efektif,
terjangkau, layak, tahan lama dan penting untuk perawatan preventif dan
restoratif. Mayoritas artikel mengenai efek pencegahan karies dan kelangsungan
hidup sealant dan restorasi dengan metode ART. Banyak peneliti dari berbagai
negara telah menyelediki aspek yang berbeda dari ART. Temuan penting dari studi
ini menunjukkan bahwa pendekatan ART menggunakan glass ionomer viskositas
tinggi akan menghasilkan sealant dan tumpatan satu permukaan yang baik pada
gigi sulung dan gigi permanen posterior.

Efektivitas penggunaan hand-instrument untuk membuka kavitas gigi juga


telah dipelajari. Penggunaan dental hatchet dapat meningkatkan akses ke kavitas
gigi pada 84% gigi yang memerlukan perawatan pada kelompok remaja di
Zimbabwe. Namun, lesi karies pada proksimal gigi anterior tidak dapat dilakukan
penambalan dengan metode ART. Pada kelompok usia yang lebih muda (6-8
tahun) di Syria dengan risiko karies tinggi dapat dilakukan penambalan dengan
metode ART pada 90% lesi karies di gigi susu. Sedangkan pada gigi tetap di
kelompok usia 29 yang sama sbesar 54%. Hasil yang sama ditemukan pada
kelompok usia remaja di Mesir.
Efektifitas penggunaan ekscavator untuk membuang dentin berkaries telah
teruji sejak lama bahkan sebelum penggunaan instrumen putar. Hasil penelitian di
Jawa Barat oleh Magdarina (2002) menunjukan bahwa tumpatan GIC dengan
metode ART berpengaruh terhadap status kesehatan gigi, terlihat adanya
hambatan proses peningkatan kejadian karies baru. Tumpatan GIC dengan metode
ART berfungsi sebagai preventif sekaligus kuratif, tumpatan GIC dengan metode
ART lebih murah.

Penerimaan oleh Masyarakat


Di Indonesia, ketidaknyamanan saat perawatan dengan metode ART lebih
rendah dibandingkan dengan perawatan konvensional. Hal ini dinilai dengan
pendekatan fisiologis dan pendekatan tingkah laku. Pada anak pra sekolah di
Cina, ketidaknyaman saat perawatan dengan metode ART hanya dilaporkan oleh
7% anak yang menerima perawatan. Oleh karena itu, ART adalah pengendalian
karies dengan invasi minimal tanpa trauma bagi anak-anak maupun dewasa.
Kepuasan pasien pada restorasi dengan metode ART dirasakan oleh 95%
dan 91% murid sekolah menengah pertama di Zimbabwe dan Cina. Murid-murid
tersebut menyatakan tidak ragu untuk menerima perawatan yang sama dan akan
merekomendasikannya kepada teman terdekat.Perawatan gigi di sekolah telah
dilakukan di banyak negara melalui penggunaan klinik gigi kecil milik sekolah
atau mobil dental unit, di mana perawatan gigi konvensional dilakukan.
Keuntungan dari penggunaan metode ART telah terbukti di Afrika Selatan.
Selama bertahun-tahun sebuah mobil dental unit yang lengkap dengan 3 kursi gigi
telah beroperasi di sekolah-sekolah dasar di pedesaan.Namun, dilaporkan bahwa
tenaga kesehatannya mengalami kesulitan dalam merawat anak. Banyak dari
anak-anak sekolah tersebut takut untuk melakukan perawatan gigi di mobil dental
unit. Kemudian diperkenalkan ART ke dalam sistem pelayanan kesehatan gigi dan
mulut di sekolah-sekolah dasar tersebut.
Setahun setelah pengenalan ART, persentase ekstraksi gigi susu berkurang
sebesar 17% dan untuk gigi geraham pertama berkurang sebesar 36%
dibandingkan tahun sebelumnya. Juga persentase restorasi amalgam di gigi
susu berkurang sebesar 16% dan di gigi geraham pertama berkurang sebesar
1%. Sebaliknya, perawatan restoratif pada gigi susu meningkat sebesar 33%
dan pada gigi geraham tetap meningkat sebesar 37%. Perubahan positif ini
dianggap karena restorasi atau sealant dengan metode ART telah mengurangi
rasa takut, terutama karena tidak adanya suntikan, dan telah meningkatkan
penerimaan anak-anak terhadap perawatan gigi dan mulut. Keuntungan lain
adalah kontrol infeksi yang lebih mudah sehingga baik di daerah dengan
prevalensi HIV dan hepatitis. Sejak itu, metode ART telah dilaksanakan di
beberapa negara yang bertujuan untuk meningkatkan pelayanan kesehatan
masyarakat dengan meminimalkan jumlah ekstraksi, memaksimalkan jumlah
restorasi gigi dan sealant, dan meningkatkan cakupan menangani perawatan
gigi dan mulut.
Strategi keberhasilan metode ART untuk pelayanan kesehatan gigi dan
mulut di masyarakat meliputi:
a. Program pelatihan ART untuk tenaga pelayanan kesehatan gigidan mulut
b. Ketersediaan glass ionomer viskositas tinggi yang berkualitas
c. Sistem pemantauan pelayanan kesehatan gigi dan mulut
d. Pengembangan pelayanan kesehatan gigi dan mulut yangdilakukan
Pemerintah pusat/daerah.

Peralatan serta bahan yang dibutuhkan untuk pelaksanaan metode ART


merupakan peralatan dan bahan minimal, diantaranya:
3 Alat
3 Set instrumen gigi dasar (terdiri dari kaca mulut, pinset, sonde)
4 Hand instrument ART (terdiri dari hatchet, enamel access
cauter,excavator besar dan kecil)
5 Excavator, hatchet, enamel cauter dan carver harus tajam, diujidengan
cara sisi pemotong ditancapkan kedalam kuku ibu jari, bilasewaktu
instrumen digeser jika tidak bergeser berarti instrumen tajam dan jika
bergeser berarti tumpul.
6 Kursi atau tempat tidur/sofa dengan sandaran kepala
7 Bangku untuk pekerja kesehatan gigi dan asistennya
8 Meja untuk instrumen dan obat-obatan
9 Sumber cahaya yang idealnya tidak sepenuhnya mengandalkanpasokan
listrik
10 Baskom cuci
11 Wadah penyimpanan air jika air mengalir tidak tersedia
12 Panci tekan dan sumber panas untuk sterilisasi instrumen
4 Bahan habis pakai yang dibutuhkan adalah
2. Cotton roll
3. Cotton pellet
4. Petroleum jelly
5. Wedges kayu
6. Matriks band
7. Plastic strip
8. Glass Ionomer sebagai bahan tumpat.

Sehingga dapat disimpulkan bahwa:


a) ART memenuhi prinsip pelayanan kesehatan gigi dan mulut,yaitu
pencegahan, teknologi tepat guna, pengobatan yangterjangkau dan
pemerataan pelayanan.
b) Metode ART dapat digunakan untuk perawatan lesi karies yangbesar.
c) Penumpatan dengan metode ART lebih nyaman bagi pasiendibandung
penumpatan konvensional dengan menggunakanbur.
d) Tingkat ketahanan restorasi ART satu permukaan menggunakanglass
ionomer viskositas tinggi pada gigi susu dan gigi tetapposterior tinggi
e) Tingkat ketahanan restorasi ART menggunakan glass ionomerviskositas
tinggi lebih dari satu permukaan pada gigi susuposterior lebih rendah
dibandingkan restorasi ART satupermukaan.
f) Tingkat ketahanan restorasi ART satu permukaan menggunakanglass
ionomer viskositas tinggi pada gigi susu posterior sebandingdengan
restorasi amalgam.
g) Efektivitas biaya restorasi ART dengan glass ionomer viskositas tinggi
lebih tinggi dibandingkan restorasi amalgam.
h) Implementasi pengendalian karies dengan metode ARTdalam pelayanan
kesehatan gigi dan mulut tergantung padaketersediaan instrumen ART dan
ketersediaan glass ionomer viskositastinggi yang berkualitas.
i) Untuk memastikan hasil yang optimal dari pengendalian kariesdengan
metodeART, maka diperlukan program pelatihan bagitenaga pelayanan
kesehatan gigi dan mulut.

Selain itu, berdasarkan skenario bahwa biaya untuk program fissure sealant
sebesar 364,5 juta rupiah dengan jangkauan pelaksanaan 5000 murid,
sedangkan program ART sebesar 375 juta dengan jangkauan 5500 murid. Hal
tersebut menunjukkan bahwa program ART memiliki biaya yang lebih rendah
dengan jangkauan yang luas dibanding program fissure sealant.

Вам также может понравиться