Вы находитесь на странице: 1из 5

Abon adalah salah satu pangan lokal indonesia yang terbuat dari daging dengan cara

disuwir-suwir dan digoreng. Penampilannya biasanya berwarna cokelat terang hingga kehitam-
hitaman dikarenakan dibumbui gula merah. Abon tampak seperti serat-serat kapas, karena
didominasi oleh serat-serat otot yang mengering yang disuwir-suwir. Karena kering dan nyaris
tak memiliki sisa kadar air, abon biasanya awet disimpan berminggu-minggu hingga berbulan-
bulan dalam kemasan yang kedap udara. Abon mempunyai cita rasa yang khas karena
menggunakan rempah-rempah pilihan sebagai bumbu penyedapnya. Kriteria pemilihan daging
sapi yang akan dibuat abon adalah yang tidak liat dan tidak banyak mengandung lemak, serta
serabut jaringan.

Bahan:

a. Daging Sapi

Bahan baku utama dalam pembuatan abon sapi superior, kelas menengah dan kelas biasa
adalah daging sapi. Daging sapi yang telah dipisahkan lemak, otot dan organnya merupakan
bahan utama yang diperoleh dari beberapa peternak sapi. Pilih daging yang lunak dan tidak
banyak mengandung lemak serta serat. Daging bagian punuk, dan paha sangat cocok sebagai
bahan pembuatan abon Daging sapi yang datang akan diuji mutu dan kelayakannya secara
sensori meliputi warna, bau dan tekstur sehingga daging sapi yang digunakan benar-benar
memiliki kualitas yang baik. Daging sapi yang memiliki kualitas baik akan menghasilkan abon
sapi yang baik pula yaitu tidak hancur dan memiliki ukuran serat yang panjang. Daging sapi
tidak mengalami proses penyimpanan karena dapat mengurangi kualitas dan ukuran serat yang
dihasilkan. Setelah daging sapi diuji mutu dan kelayakannya, daging sapi direbus selama 9-10
jam di dalam panci besar

b. Gula Merah

Gula digunakan untuk mengubah rasa menjadi manis dan keadaan makanan atau minuman.
Gula sederhana, seperti glukosa (yang diproduksi dari sukrosa dengan enzim atau hidrolisis
asam), menyimpan energi yang akan digunakan oleh sel. Istilah gula merah biasanya
diasosiasikan dengan segala jenis gula yang dibuat dari nira, yaitu cairan yang dikeluarkan dari
bunga pohon dari keluarga palma, seperti kelapa, aren, dan siwalan (Wikipedia, 2009).

Fungsi gula dalam pembuatan abon adalah sebagai penambah cita rasa serta salah satu
komponen pembentuk warna coklat yang diinginkan pada hasil akhir produk abon sapi (Sianturi,
2000). Kandungan gula yang tinggi dapat berperan sebagai penghambat proses oksidasi dan
ketengikan, salain itu penambahan gula kedalam bahan pangan dalam konsentrasi yang tinggi
akan menurunkan kadar air yang tersedia untuk pertumbuhan miroorganosme dan aktivitas air
(aw) dari bahan pangan (Winarno, 1994).

c. Bawang Merah
Bawang merah digunakan sebagai bahan bumbu dapur dan penyedap berbagai masakan.
Bawang merah sangat disukai karena memiliki aroma yang khas. Bau dan citarasa yang khas
pada bawang merah disebabkan oleh adanya senyawa yang mudah menguap dari jenis sulfur
seperti propil sulfur (Sunarjono, 1995).

Bawang merah (Allium ceva var. ascalonicum) berfungsi sebagai aroma pada makanan.
Senyawa yang menimbulkan aroma pada bawang merah adalah senyawa sulfur yang akan
menimbulkan bau jika sel bawang merah mengalami kerusakan (Purnomo, 1997). Bawang
merah menurut SNI 01-3159-1992 merupakan umbi lapis yang terdiri dari siung-siung bernas,
utuh, segar dan bersih. Bawang merah berfungsi sebagai obat tradisional, karenan mengandung
efek antiseptik dari senyawa alliin atau alisin yang akan diubah menjadi asam piruvat, ammonia
dan allisin anti mikroba yang bersifat bakterisidia.

d. Bawang Putih

Bawang putih memiliki aroma yang kuat dan tajam, tetapi hampir tidak berbau jika belum
dimemarkan atau dipotong-potong (Farrell, 1990). Bawang putih bersifat bakteriostasik yang
disebabkan oleh adanya zat aktif allicin yang sangat efektif terhadap bekteri, selain itu bawang
putih mengandung soordinin, yaitu senyawa komplek thioglisidin yang bersifat antioksidan
(Palungkun dan Budhiarti, 1995).

e. Lengkuas

Lengkuas berwarna merah atau putih dan ukurannya ada yang besar ataupun kecil. Lengkuas
mengandung beberapa minyak atsiri, diantaramya kamfer, galangi, galangol, eugenol dan
mungkin juga curcumin. Minyak atsiri tersebut menghasilkan aroma yang khas (Muchtadi dan
Sugiyono, 1992).

Lengkuas mengandung minyak atsiri , senyawa flavonoid, fenol dan trepenoid. Rimpang
lengkuas mengandung zat-zat yang dapat menghambat enzim santin oksidase sehingga bersifat
antitumor. Minyak atsiri ringpang lengkuas yang mengandung senyawa flavonoid, berfungsi
sebagai antioksidan pada proses pembuatan makanan kering. Minyak atsiri pada rimpang
lengkuas dengan konsentrasi 100 ppm dan 1000 ppm aktif menghambat pertumbuhan bakteri E.
coli dengan diameter hambatan sebesar 7 mm dan 9 mm, sedangkan terhadap bakteri S. aureus
hanya mampu menghambat pertumbuhan bakteri pada konsentrasi 1000 sebesar 7 mm.

f. Garam

Garam meresap ke dalam jaringan daging sampai tercapai keseimbangan tekanan osmosis
antara bagian dalam dan luar daging (Soeparno, 1994). Menurut Buckle et al (1987), sejumlah
bakteri terhambat pertumbuhannya pada konsentrasi garam 2%. Mikroorganisme pembusuk,
proteolitik, dan pembusuk spora paling mudah terpengaruh oleh adanya garam, walau dengan
kadar 6%. Garam berfungsi sebagai bahan pengawet, merangsang cita rasa dan penambahan rasa
enak pada produk.

Fungsi garam dalam produk olahan daging adalah sebagai cita rasa, penghambat
pertumbuhan mikroorganisme, menigkatkan daya mengikat air selama proses pemasakan, dan
dapat mengurangi denaturasi mioglobin pada penambahan 2 g/100 g daging. Garam berfungsi
untuk meningkatkan daya simpan, karena dapat menghambat pertumbuhan organism pembusuk.
Penambahan garam pada produk kering sebaiknya tidak kurang dari 2%, karena konsentrasi
garam yang kurang dari 1,8% akan menyebabkan rendahnya protein yang terlarut (Usmiati dan
Priyanti, 2008). Poulanne et al.. (2001) menyatakan bahwa, pemberian garam dapat menjaga
keamanan pangan secara mikrobiologi, selain itu garam merupakan bahan penting dalam
pengolahan daging, memiliki kontribusi dalam daya ikat air, warna, ikatan lemak dan rasa.

Penambahan garam dapat meningkatkan ion-ion tembaga, mangan dan besi. Ion-ion tersebut
berfungsi sebagai katalis dalam reaksi ketengikan. Senyawa-senyawa ketengikan yang terbentuk
akan bereaksi dengan asam amino. Reaksi antara ketengikan dan asam amino disebabkan karena
adanya ion-ion logam dalam Kristal garam yang dapat membentuk pirazin yang membentuk
reaksi lanjutan antara asam amino tertentu dengan ketengikan

g. Santan

Dalam industri makanan, peran santan sangat penting baik sebagai sumber gizi, penambahan
aroma, cita rasa , flavour dan perbaikan tekstur bahan pangan hasil olahan. Santan mengandung
senyawa nonylmethylketon, dengan suhu yang tinggi akan menyebabkan bersifat volatil dan
menimbulkan bau yang enak (Riwan, 2008). Santan kelapa merupakan emulsi lemak dalam air
berwarna putih yang diperoleh dari buah kelapa segar. Kepekatan santan yang diperoleh
tergantung pada ketuaan kelapa dan jumlah air yang dicampurkan atau
ditambahkan.Penambahan santan dapat menambah cita rasa dan nilai gizi produk yang
dihasilkan.Santan memberi karena gurih, karena kandungan lemaknya cukup tinggi (Ade, 2012).

h. Ketumbar

Ketumbar adalah rempah – rempah kering berbentuk bulat dan berwarna kuning kecoklatan,
memiliki rasa gurih dan manis, berbau harum, dan dapat membangkitkan kesan sedap dimulut
(Farrell, 1990). Ketumbar mempunyai aroma rempah – rempah dan terasa pedas. Minyak dari
biji ketumbar terutama mengandung d-linalol, stironelol, bermacam-macam ester, keton dan
aldehida (Syukur dan Hernani, 2002).

Ketumbar (Coriandrum sativum linn) banyak digunakan untuk bumbu masak, dalam
penggunaan ketumbar dilakukan penggerusan terlebih dahulu. Ketumbar dapat menimbulkan bau
sedap dan rasa gurih, komponen lain dari ketumbar adalah 26% lemak, 17% protein, 10% pati,
dan 20% gula (Purnomo, 1997).
i. Minyak Goreng

Minyak yang biasa digunakan untuk menggoreng adalah minyak yang berasal dari tumbuhan
atau minyak nabati. Minyak goreng berfungsi untuk memperbaiki tekstur fisik bahan pangan dan
sebagai penghantar panas sehingga proses pemanasan menjadi lebih efisien dibanding proses
pemanggangan dan perebusan. Proses penggorengan juga dapat meningkatkan cita rasa,
kandungan gizi dan daya awet serta menambah nilai kalori bahan pangan.

Selama proses penggorengan terjadi proses pemanasan, pengeringan dan penyerapan minyak,
pemekaran, teksturisasi (pelunakan), perubahan warna, aroma dan rasa kemudian diiukuti
pengerasan permukaan (crusting). Disamping itu terjadi juga proses oksidasi, perubahan warna
minyak dan penyerapan minyak (Budi, dkk., 2009). Proses pembuatan abon melalui proses
penggorengan. Selama proses penggorengan terjadi perubahan-perubahan fisikokimiawi baik
pada bahan pangan yang digoreng maupun minyak gorengnya. Suhu penggorengan yang lebih
tinggi dari pada suhu normal (168-1960C) maka akan menyebabkan degradasi minyak goreng
yang berlangsung dengan cepat (antara lain penurunan titik asap). Proses penggorengan pada
suhu tinggi dapat mempercepat proses oksidasi. Lemak pada daging dan pada abon sapi dapat
menyebabkan terjadinya oksidasi. Hasil pemecahan ikatan rangkap dari asam lemak tidak jenuh
adalah asam lemak bebas yang merupakan sumber bau tengik. Adanya antioksidan dalam lemak
seperti vitamin E (tokoferol) dapat mengurangi kecepatan proses oksidasi lemak, tetapi dengan
adanya prooksidan seperti logam-logam berat (tembaga, besi, kobalt dan mangan) serta logam
porfirin seperti pada mioglobin, klorofil, dan enzim lipoksidasi lemak akan dipercepat (Nazieb,
2009).

Penggorengan merupakan suatu proses pemanasan bahan pangan menggunakan medium


minyak goreng sebagai penghantar panas. Selama proses penggorengan terjadi perubahan fisik,
kimia dan sifat sensori. Ketika makanan digoreng pada minyak goreng panas pada suhu yang
tinggi, banyak reaksi kompleks yang terjadi di dalam minyak dan pada saat itu minyak akan
mengalami kerusakan. Kerusakan minyak yang berlanjut dan melebihi angka yang ditetapkan
akan menyebabkan menurunnya efisiensi penggorengan dan kualitas produk akhir. Komposisi
bahan pangan yang digoreng akan menentukan jumlah minyak yang diserap. Bahan pangan
dengan kandungan air yang tinggi, akan lebih banyak menyerap minyak karena semakin banyak
ruang kosong yang ditinggalkan oleh air yang menguap selama penggorengan. Selain itu
semakin luas permukaan bahan pangan yang digoreng maka semakin banyak minyak yang
terserap (Muchtadi, 2008).
No Kriteria Uji Satuan Persyaratan
1 Keadaan
1.1 Bentuk - Normanl
1.2 Bau - Normal
1.3 Rasa - Normal
14 Warna - Normal
2 Air % b/b Maks. 7
3 Abu % b/b Maks. 7
4 Abu tidak larut dalam asam % b/b Maks. 0,1
5 Lemak % b/b Maks. 30
6 Protein % b/b Maks. 15
7 Serat kasar % b/b Maks. 1,0
8 Gula jumlah sebagai sakrosa % b/b Maks. 30
9 Pengawet - Sesuai SNI 01-0222-95
10 Cemaran logam
10.1 Timbal (Pb) mg/kg Maks. 2,0
10.2 Tembaga (Cu) mg/kg Maks. 20
10.3 Seng (Zn) mg/kg Maks. 40,0
10.4 Timah (Sn) mg/kg Maks. 0,05
10.5 Raksa (Hg) mg/kg Maks.
11 Cemaran arsen (As) mg/kg
12 Cemaran mikroba
12.1 Angka lempeng total koloni/gr Maks. 5 x 104
12.2 MPN coliform koloni/gr Maks. 10
12.3 Salmonella koloni/25g Negatif
12.4 Staphylococcus aureus koloni/gr 0

Вам также может понравиться