Вы находитесь на странице: 1из 19

BAB I

PENDAHULUAN

I. Latar Belakang
Salah satu penyakit yang paling banyak diderita oleh masyarakat adalah ISPA (Infeksi
Saluran Pernapasan Akut). Sebagian besar dari infeksi saluran pernapasan hanya bersifat ringan
seperti batuk-pilek, disebabkan oleh virus, dan tidak memerlukan pengobatan dengan
antibiotik.Infeksi saluran pernapasan bagian atas terutama yang disebabkan oleh virus, sering
terjadi pada semua golongan masyarakat pada bulan-bulan musim dingin.
ISPA, diare dan kurang gizi merupakan penyebab utama morbiditas dan mortalitas pada
anak di negara maju dan berkembang. ISPA merupakan penyebab morbiditas utama pada negara
maju sedangkan di negara berkembang morbiditasnya relatif lebih kecil tetapi mortalitasnya
lebih tinggi terutama disebabkan oleh ISPA bagian bawah atau pneumonia. Menurut penelitian
Djaja, dkk (2001) didapatkan bahwa prevalensi ISPA di perkotaan (11,2%), sementara di
pedesaan (8,4%); di Jawa-Bali (10,7%), sementara di luar Jawa-bali (7,8%).6 Berdasarkan
klasifikasi daerah prevalensi ISPA untuk daerah tidak tertinggal (9,7%), sementara di daerah
tertinggal (8,4%).
Berdasarkan Profil Kesehatan Indonesia tahun 2005, terlihat bahwa cakupan pneumonia
penderita dan pengobatan dari target (perkiraan penderita) masih relatif rendah, tahun 2000 ada
30,1%; tahun 2001 ada 25%; tahun 2002 ada 22,1%; tahun 2003 ada 30%; tahun 2004 ada 36%;
tahun 2005 ada 27,7%. Hasil pantauan yang dilakukan ini belum menggambarkan kondisi yang
sebenarnya oleh karena masih ada beberapa wilayah yang belum menyampaikan laporannya.
Penelitian Septri Anti (2007), dari catatan bulanan program P2 ISPA Kota Medan tahun
2002-2006 didapatkan bahwa berdasarkan hasil uji regresi linier terdapat nilai signifikan sebesar
0,552 (>0,05), tidak terdapat hubungan yang signifikan antara waktu dengan jumlah penderita
ISPA pada balita, hal ini berarti bahwa adanya kecenderungan peningkatan jumlah balita
penderita ISPA, dimana penderita penyakit ISPA pada tahun 2002 berjumlah 8.836 orang dan
pada tahun 2007 mencapai 9.412 orang.

II. Tujuan
Adapun tujuan dari pembuatan makalah ini adalah sebagai berikut :
1. Untuk memenuhi nilai tugas pada Mata Kuliah Kerja Dakwah
2. Untuk mengetahui definisi dari penyakit ISPA
3. Untuk mengetahui media transmisi penyakit ISPA
4. Untuk mengetahui prilaku pemajanan penyakit ISPA
5. Untuk mengetahui kejadian penyakit ISPA
6. Untuk mengetahui variabel suprasistem penyakit ISPA
7. Untuk mengetahui upaya penanggulangan penyakit ISPA

1
BAB II
TINJAUAN TEORITIS

A. ISPA
1. Pengertian ISPA
Infeksi saluran pernafasan akut (ISPA) adalah infeksi saluran pernafasan akut yang
menyerang tenggorokan, hidung dan paru-paru yang berlangsung kurang lebih 14 hari, ISPA
mengenai struktur saluran di atas laring, tetapi kebanyakan penyakit ini mengenai bagian saluran
atas dan bawah secara stimulan atau berurutan (Muttaqin, 2008).
ISPA adalah penyakit yang menyerang salah satu bagian dan atau lebih dari saluran
pernafasan mulai dari hidung hingga alveoli termasuk jaringan adneksanya seperti sinus, rongga
telinga tengah dan pleura (Nelson, 2003).
Penyakit ISPA lebih sering diderita oleh anak-anak. Daya tahan tubuh anak sangat
berbeda dengan orang dewasa karena sistim pertahanan tubuhnya belum kuat. Kalau di dalam
satu rumah seluruh anggota keluarga terkena pilek, anak-anak akan lebih mudah tertular. Dengan
kondisi tubuh anak yang masih lemah, proses penyebaran penyakit pun menjadi lebih cepat.
Jadi disimpulkan bahwa ISPA adalah suatu tanda dan gejala akut akibat infeksi yang
terjadi disetiap bagian saluran pernafasan atau struktur yang berhubungan dengan pernafasan
yang berlangsung tidak lebih dari 14 hari.

2. Etiologi ISPA
Etiologi ISPA terdiri lebih dari 300 jenis bakteri, virus dan riketsia. Bakteri penyebab
ISPA antara lain adalah dari genus Streptokokus, Stafilokokus, Pneumokokus, Hemofillus,
Bordetelia dan Korinebakterium. Virus penyebab ISPA antara lain adalah golongan Miksovirus,
Adnovirus, Koronavirus, Pikornavirus, Mikoplasma, Herpesvirus dan lain-lain (Suhandayani,
2007).

3. Klasifikasi ISPA
Klasifikasi penyakit ISPA dibedakan untuk golongan umur di bawah 2 bulan dan untuk
golongan umur 2 bulan-5 tahun (Muttaqin, 2008) :
a. Golongan Umur Kurang 2 Bulan
1) Pneumonia Berat
Bila disertai salah satu tanda tarikan kuat di dinding pada bagian bawah atau napas cepat.
Batas napas cepat untuk golongan umur kurang 2 bulan yaitu 6x per menit atau lebih.
2) Bukan Pneumonia (batuk pilek biasa)
Bila tidak ditemukan tanda tarikan kuat dinding dada bagian bawah atau napas cepat.
Tanda bahaya untuk golongan umur kurang 2 bulan, yaitu:
a) Kurang bisa minum (kemampuan minumnya menurun sampai kurang dari ½ volume yang
biasa diminum)
b) Kejang
c) Kesadaran menurun

2
d) Stridor
e) Wheezing
f) Demam / dingin.

b. Golongan Umur 2 Bulan - 5 Tahun


1) Pneumonia Berat
Bila disertai napas sesak yaitu adanya tarikan di dinding dada bagian bawah ke dalam pada
waktu anak menarik nafas (pada saatdiperiksa anak harus dalam keadaan tenang, tidak menangis
atau meronta).
2) Pneumonia Sedang
Bila disertai napas cepat. Batas napas cepat ialah:
a) Untuk usia 2 bulan-12 bulan = 50 kali per menit atau lebih
b) Untuk usia 1-4 tahun = 40 kali per menit atau lebih.
3) Bukan Pneumonia
Bila tidak ditemukan tarikan dinding dada bagian bawah dan tidak ada napas cepat. Tanda
bahaya untuk golongan umur 2 bulan-5 tahun yaitu :
a) Tidak bisa minum
b) Kejang
c) Kesadaran menurun
d) Stridor
e) Gizi buruk

Klasifikasi ISPA menurut Depkes RI (2002) adalah :


a. ISPA ringan
Seseorang yang menderita ISPA ringan apabila ditemukan gejala batuk, pilek dan sesak.
b. ISPA sedang
ISPA sedang apabila timbul gejala sesak nafas, suhu tubuh lebih dari 390 C dan bila bernafas
mengeluarkan suara seperti mengorok.
a. ISPA berat
Gejala meliputi: kesadaran menurun, nadi cepat atau tidak teraba, nafsu makan menurun, bibir
dan ujung nadi membiru (sianosis) dan gelisah.

4. Penyebab Penyakit ISPA


ISPA disebabkan oleh bakteri atau virus yang masuk kesaluran nafas. Salah satu
penyebab ISPA yang lain adalah asap pembakaran bahan bakar kayu yang biasanya digunakan
untuk memasak. Asap bahan bakar kayu ini banyak menyerang lingkungan masyarakat, karena
masyarakat terutama ibu-ibu rumah tangga selalu melakukan aktifitas memasak tiap hari
menggunakan bahan bakar kayu, gas maupun minyak. Timbulnya asap tersebut tanpa
disadarinya telah mereka hirup sehari-hari, sehingga banyak masyarakat mengeluh batuk, sesak
nafas dan sulit untuk bernafas. Polusi dari bahan bakar kayu tersebut mengandung zat-zat
seperti Dry basis, Ash, Carbon, Hidrogen, Sulfur, Nitrogen dan Oxygen yang sangat berbahaya
bagi kesehatan (Depkes RI, 2002).

3
5. Faktor Resiko
Faktor resiko timbulnya ISPA menurut Dharmage (2009) :
a. Faktor Demografi
Faktor demografi terdiri dari 3 aspek yaitu :
1) Jenis kelamin
Bila dibandingkan antara orang laki-laki dan perempuan, laki-lakilah yang banyak terserang
penyakit ISPA karena mayoritas orang laki-laki merupakan perokok dan sering berkendaraan,
sehingga mereka sering terkena polusi udara.
2) Usia
Anak balita dan ibu rumah tangga yang lebih banyak terserang penyakit ISPA. Hal ini
disebabkan karena banyaknmya ibu rumah tangga yang memasak sambil menggendong anaknya.
3) Pendidikan
Pendidikan merupakan salah satu faktor yang sangat berpengaruh dalam kesehatan, karena
lemahnya manajemen kasus oleh petugas kesehatan serta pengetahuan yang kurang di
masyarakat akan gejala dan upaya penanggulangannya, sehingga banyak kasus ISPA yang
datang kesarana pelayanan kesehatan sudah dalam keadaan berat karena kurang mengerti
bagaimana cara serta pencegahan agar tidak mudah terserang penyakit ISPA.

b. Faktor Biologis
Faktor biologis terdiri dari 2 aspek yaitu (Notoatmodjo, 2007):
1) Status gizi
Menjaga status gizi yang baik, sebenarnya bisa juga mencegah atau terhindar dari penyakit
terutama penyakit ISPA. Misal dengan mengkonsumsi makanan 4 sehat 5 sempurna dan
memperbanyak minum air putih, olah raga yang teratur serta istirahat yang cukup. Karena
dengan tubuh yang sehat maka kekebalan tubuh akan semakin menigkat, sehingga dapat
mencegah virus ( bakteri) yang akan masuk kedalam tubuh.
2) Faktor rumah
Syarat-syarat rumah yang sehat (Suhandayani, 2007):
a) Bahan bangunan
1) Lantai : Ubin atau semen adalah baik. Syarat yang penting disini adalah tdak berdebu pada
musim kemarau dan tidak basah pada musim hujan. Untuk memperoleh lantai tanah yang padat
(tidak berdebu) dapat ditempuh dengan menyiram air kemudian dipadatkan dengan benda-benda
yang berat, dan dilakukan berkali-kali. Lantai yang basah dan berdebu merupakan sarang
penyakit gangguan pernapasan.
2) Dinding : Tembok adalah baik, namun disamping mahal tembok sebenarnya kurang cocok
untuk daerah tropis, lebih-lebih bila ventilasinya tidak cukup. Dinding rumah di daerah tropis
khususnya di pedesaan lebih baik dinding atau papan. Sebab meskipun jendela tidak cukup,
maka lubang-lubang pada dinding atau papan tersebut dapat merupakan ventilasi, dan dapat
menambah penerangan alamiah.
3) Atap Genteng : Atap genteng adalah umum dipakai baik di daerah perkotaan maupun
pedesaan. Disamping atap genteng cocok untuk daerah tropis, juga dapat terjangkau oleh
masyarakat dan bahkan masyarakat dapat membuatnya sendiri. Namun demikian, banyak

4
masyarakat pedesaan yang tidak mampu untuk itu, maka atap daun rumbai atau daun kelapa pun
dapat dipertahankan. Atap seng ataupun asbes tidak cocok untuk rumah pedesaan, di samping
mahal juga menimbulkan suhu panas didalam rumah.
4) Lain-lain (tiang, kaso dan reng)
Kayu untuk tiang, bambu untuk kaso dan reng adalah umum di pedesaan. Menurut pengalaman
bahan-bahan ini tahan lama. Tapi perlu diperhatikan bahwa lubanglubang bambu merupakan
sarang tikus yang baik. Untuk menghindari ini cara memotongnya barus menurut ruas-ruas
bambu tersebut, maka lubang pada ujung-ujung bambu yang digunakan untuk kaso tersebut
ditutup dengan kayu.
b) Ventilasi
Ventilasi rumah mempunyai banyak fungsi. Fungsi pertama adalah untuk menjaga agar
aliran udara di dalam rumah tersebut tetap segar. Hal ini berarti keseimbangan O2 yang
diperlukan oleh penghuni rumah tersebut tetap terjaga. Kurangnya ventilasi akan menyebabkan
O2 (oksigen) didalam rumah yang berarti kadar CO2 (karbondioksida) yang bersifat racun bagi
penghuninya menjadi meningkat. Tidak cukupnya ventilasi akan menyebabkan kelembaban
udara didalam ruangan naik karena terjadinya proses penguapan dari kulit dan penyerapan.
Kelembaban ini akan merupakan media yang baik untuk bakteri-bakteri, patogen (bakteri-bakteri
penyebab penyakit).
c) Cahaya
Rumah yang sehat memerlukan cahaya yang cukup, tidak kurang dan tidak terlalu
banyak. Kurangnya cahaya yang masuk kedalam ruangan rumah, terutama cahaya matahari di
samping kurang nyaman, juga merupakan media atau tempat yang baik untuk hidup dan
berkembangnya bibit-bibit penyakit. Sebaliknya terlalu banyak cahaya didalam rumah akan
menyebabkan silau, dam akhirnya dapat merusakan mata.

c. Faktor Polusi
Adapun penyebab dari faktor polusi terdiri dari 2 aspek yaitu (Lamsidi, 2003) :
1) Cerobong asap
Cerobong asap sering kita jumpai diperusahaan atau pabrik-pabrik industri yang dibuat
menjulang tinggi ke atas (vertikal). Cerobong tersebut dibuat agar asap bisa keluar ke atas
terbawa oleh angin. Cerobong asap sebaiknya dibuat horizontal tidak lagi vertikal, sebab gas
(asap) yang dibuang melalui cerobong horizontal dan dialirkan ke bak air akan mudah larut.
Setelah larut debu halus dan asap mudah dipisahkan, sementara air yang asam bisa dinetralkan
oleh media Treated Natural Zeolid (TNZ) yang sekaligus bisa menyerap racun dan logam berat.
Langkah tersebut dilakukan supaya tidak akan ada lagi pencemaran udara, apalagi hujan asam.
Cerobong asap juga bisa berasal dari polusi rumah tangga, polusi rumah tangga dapat dihasilkan
oleh bahan bakar untuk memasak, bahan bakar untuk memasak yang paling banyak
menyebabkan asap adalah bahan bakar kayu atau sejenisnya seperti arang.
2) Kebiasaan merokok
Satu batang rokok dibakar maka akan mengelurkan sekitar 4.000 bahan kimia seperti nikotin, gas
karbon monoksida, nitrogen oksida, hidrogen cianida, ammonia, acrolein, acetilen, benzol

5
dehide, urethane, methanol, conmarin, 4-ethyl cathecol, ortcresorperyline dan lainnya, sehingga
di bahan kimia tersebut akan beresiko terserang ISPA.

d. Faktor timbulnya penyakit


Faktor yang mempengaruhi timbulnya penyakit menurut Bloom dikutip dari Effendy (2004)
menyebutkan bahwa lingkungan merupakan salah satu faktor yang dapat mempengaruhi derajat
kesehatan masyarakat, sehat atau tidaknya lingkungan kesehatan, individu, keluarga dan
masyarakat sangat tergantung pada perilaku manusia itu sendiri. Disamping itu, derajat
kesehatan juga dipengaruhi oleh lingkungan, misalnya membuat ventilasi rumah yang cukup
untuk mengurangi polusi asap maupun polusi udara, keturunan, misalnya dimana ada orang yang
terkena penyakit ISPA di situ juga pasti ada salah satu keluarga yang terkena penyakit ISPA
karena penyakit ISPA bisa juga disebabkan karena keturunan, dan dengan pelayanan seharihari
yang baik maka penyakit ISPA akan berkurang dan kesehatannya sedikit demi sedikit akan
membaik, dan pengaruh mempengaruhi satu dengan yang lainnya.

6. Tanda dan gejala


ISPA merupakan proses inflamasi yang terjadi pada setiap bagian saluran pernafasan atas
maupun bawah, yang meliputi infiltrat peradangan dan edema mukosa, kongestif vaskuler,
bertambahnya sekresi mukus serta perubahan struktur fungsi siliare (Muttaqin, 2008). Tanda dan
gejala ISPA banyak bervariasi antara lain demam, pusing, malaise (lemas), anoreksia (tidak
nafsu makan), vomitus (muntah), photophobia (takut cahaya), gelisah, batuk, keluar sekret,
stridor (suara nafas), dyspnea (kesakitan bernafas), retraksi suprasternal (adanya tarikan dada),
hipoksia (kurang oksigen), dan dapat berlanjut pada gagal nafas apabila tidak mendapat
pertolongan dan mengakibatkan kematian (Nelson, 2003).
Sedangkan tanda gejala ISPA menurut Depkes RI (2002) adalah :
a. Gejala dari ISPA Ringan
Seseorang anak dinyatakan menderita ISPA ringan jika ditemukan satu atau lebih gejala-gejala
sebagai berikut:
1) Batuk
2) Serak, yaitu anak bersuara parau pada waktu mengeluarkan suara (misal pada waktu
berbicara atau menangis).
3) Pilek, yaitu mengeluarkan lender atau ingus dari hidung.
4) Panas atau demam, suhu badan lebih dari 370 C atau jika dahi anak diraba.

b. Gejala dari ISPA Sedang


Seorang anak dinyatakan menderita ISPA sedang jika dijumpai gejala dari ISPA ringan disertai
satu atau lebih gejala-gejala sebagai berikut:
1) Pernafasan lebih dari 50 kali per menit pada anak yang berumur kurang dari satu tahun atau
lebih dari 40 kali per menit pada anak yang berumur satu tahun atau lebih. Cara menghitung
pernafasan ialah dengan menghitung jumlah tarikan nafas dalam satu menit. Untuk menghitung
dapat digunakan arloji.
2) Suhu lebih dari 390 C (diukur dengan termometer).

6
3) Tenggorokan berwarna merah.
4) Timbul bercak-bercak merah pada kulit menyerupai bercak campak.
5) Telinga sakit atau mengeluarkan nanah dari lubang telinga.
6) Pernafasan berbunyi seperti mengorok (mendengkur).
7) Pernafasan berbunyi menciut-ciut.

c. Gejala dari ISPA Berat


Seorang anak dinyatakan menderita ISPA berat jika dijumpai gejala-gejala ISPA ringan atau
ISPA sedang disertai satu atau lebih gejala-gejala sebagai berikut:
1) Bibir atau kulit membiru.
2) Lubang hidung kembang kempis (dengan cukup lebar) pada waktu bernafas.
3) Anak tidak sadar atau kesadaran menurun.
4) Pernafasan berbunyi seperti orang mengorok dan anak tampak gelisah.
5) Sela iga tertarik ke dalam pada waktu bernafas.
6) Nadi cepat lebih dari 160 kali per menit atau tidak teraba.
7) Tenggorokan berwarna merah.

7. Penatalaksanaan Kasus ISPA


Penemuan dini penderita pneumonia dengan penatalaksanaan kasus yang benar
merupakan strategi untuk mencapai dua dari tiga tujuan program (turunnya kematian karena
pneumonia dan turunnya penggunaan antibiotik dan obat batuk yang kurang tepat pada
pengobatan penyakit ISPA). Pedoman penatalaksanaan kasus ISPA akan memberikan petunjuk
standar pengobatan penyakit ISPA yang akan berdampak mengurangi penggunaan antibiotik
untuk kasus-kasus batuk pilek biasa, serta mengurangi penggunaan obat batuk yang kurang
bermanfaat. Strategi penatalaksanaan kasus mencakup pula petunjuk tentang pemberian makanan
dan minuman sebagai bagian dari tindakan penunjang yang penting bagi pederita ISPA .
Penatalaksanaan ISPA meliputi langkah atau tindakan sebagai berikut (Smeltzer & Bare, 2002) :
a. Pemeriksaan
Pemeriksaan artinya memperoleh informasi tentang penyakit anak dengan mengajukan beberapa
pertanyaan kepada ibunya, melihat dan mendengarkan anak. Hal ini penting agar selama
pemeriksaan anak tidak menangis (bila menangis akan meningkatkan frekuensi napas), untuk ini
diusahakan agar anak tetap dipangku oleh ibunya. Menghitung napas dapat dilakukan tanpa
membuka baju anak. Bila baju anak tebal, mungkin perlu membuka sedikit untuk melihat
gerakan dada. Untuk melihat tarikan dada bagian bawah, baju anak harus dibuka sedikit. Tanpa
pemeriksaan auskultasi dengan steteskop penyakit pneumonia dapat didiagnosa dan
diklassifikasi.
b. Klasifikasi ISPA
Program Pemberantasan ISPA (P2 ISPA) mengklasifikasi ISPA sebagai berikut :
1) Pneumonia berat: ditandai secara klinis oleh adanya tarikan dinding dada kedalam (chest
indrawing).
2) Pneumonia: ditandai secara klinis oleh adanya napas cepat.

7
3) Bukan pneumonia: ditandai secara klinis oleh batuk pilek, bisa disertai demam, tanpa tarikan
dinding dada kedalam, tanpa napas cepat. Rinofaringitis, faringitis dan tonsilitis tergolong bukan
pneumonia.
c. Pengobatan
1) Pneumonia berat : dirawat di rumah sakit, diberikan antibiotik parenteral, oksigendan
sebagainya.
2) Pneumonia : diberi obat antibiotik kotrimoksasol peroral. Bila penderita tidak mungkin diberi
kotrimoksasol atau ternyata dengan pemberian kontrmoksasol keadaan penderita menetap, dapat
dipakai obat antibiotik pengganti yaitu ampisilin, amoksisilin atau penisilin prokain.
3) Bukan pneumonia: tanpa pemberian obat antibiotik. Diberikan perawatan di rumah, untuk
batuk dapat digunakan obat batuk tradisional atau obat batuk lain yang tidak mengandung zat
yang merugikan seperti kodein, dekstrometorfan dan, antihistamin. Bila demam diberikan obat
penurun panas yaitu parasetamol. Penderita dengan gejala batuk pilek bila pada pemeriksaan
tenggorokan didapat adanya bercak nanah (eksudat) disertai pembesaran kelenjar getah bening
dileher, dianggap sebagai radang tenggorokan oleh kuman streptococcuss dan harus diberi
antibiotik (penisilin) selama 10 hari. Tanda bahaya setiap bayi atau anak dengan tanda bahaya
harus diberikan perawatan khusus untuk pemeriksaan selanjutnya.
d. Perawatan di rumah
Beberapa hal yang perlu dikerjakan seorang ibu untuk mengatasi anaknya yang menderita
ISPA.
1) Mengatasi panas (demam)
Untuk anak usia 2 bulan sampai 5 tahun demam diatasi dengan memberikan parasetamol atau
dengan kompres, bayi dibawah 2 bulan dengan demam harus segera dirujuk. Parasetamol
diberikan 4 kali tiap 6 jam untuk waktu 2 hari. Cara pemberiannya, tablet dibagi sesuai dengan
dosisnya, kemudian digerus dan diminumkan. Memberikan kompres, dengan menggunakan kain
bersih, celupkan pada air (tidak perlu air es).
2) Mengatasi batuk
Dianjurkan memberi obat batuk yang aman yaitu ramuan tradisional yaitu jeruk nipis ½ sendok
teh dicampur dengan kecap atau madu ½ sendok teh , diberikan tiga kali sehari.
3) Pemberian makanan
Berikan makanan yang cukup gizi, sedikit-sedikit tetapi berulangulang yaitu lebih sering dari
biasanya, lebih-lebih jika muntah. Pemberian ASI pada bayi yang menyusu tetap diteruskan.
4) Pemberian minuman
Usahakan pemberian cairan (air putih, air buah dan sebagainya) lebih banyak dari biasanya. Ini
akan membantu mengencerkan dahak, kekurangan cairan akan menambah parah sakit yang
diderita.
5) Lain-lain
a) Tidak dianjurkan mengenakan pakaian atau selimut yang terlalu tebal dan rapat, lebih-lebih
pada anak dengan demam.
b) Jika pilek, bersihkan hidung yang berguna untuk mempercepat kesembuhan dan menghindari
komplikasi yang lebih parah.

8
c) Usahakan lingkungan tempat tinggal yang sehat yaitu yang berventilasi cukup dan tidak
berasap.
d) Apabila selama perawatan dirumah keadaan anak memburuk maka dianjurkan untuk
membawa kedokter atau petugas kesehatan.
e) Untuk penderita yang mendapat obat antibiotik, selain tindakan diatas usahakan agar obat
yang diperoleh tersebut diberikan dengan benar selama 5 hari penuh. Dan untuk penderita yang
mendapatkan antibiotik, usahakan agar setelah 2 hari anak dibawa kembali ke petugas kesehatan
untuk pemeriksaan ulang.

8. Pencegahan ISPA
Menurut Depkes RI, (2002) pencegahan ISPA antara lain:
a. Menjaga kesehatan gizi agar tetap baik
Dengan menjaga kesehatan gizi yang baik maka itu akan mencegah kita atau terhindar dari
penyakit yang terutama antara lain penyakit ISPA. Misalnya dengan mengkonsumsi makanan
empat sehat lima sempurna, banyak minum air putih, olah raga dengan teratur, serta istirahat
yang cukup, kesemuanya itu akan menjaga badan kita tetap sehat. Karena dengan tubuh yang
sehat maka kekebalan tubuh kita akan semakin meningkat, sehingga dapat mencegah virus /
bakteri penyakit yang akan masuk ke tubuh kita.
b. Imunisasi
Pemberian immunisasi sangat diperlukan baik pada anak-anak maupun orang dewasa.
Immunisasi dilakukan untuk menjaga kekebalan tubuh kita supaya tidak mudah terserang
berbagai macam penyakit yang disebabkan oleh virus / bakteri.
c. Menjaga kebersihan perorangan dan lingkungan
Membuat ventilasi udara serta pencahayaan udara yang baik akan mengurangi polusi asap dapur
/ asap rokok yang ada di dalam rumah, sehingga dapat mencegah seseorang menghirup asap
tersebut yang bisa menyebabkan terkena penyakit ISPA. Ventilasi yang baik dapat memelihara
kondisi sirkulasi udara (atmosfer) agar tetap segar dan sehat bagi manusia.
d. Mencegah anak berhubungan dengan penderita ISPA
Infeksi saluran pernafasan akut (ISPA) ini disebabkan oleh virus/ bakteri yang ditularkan oleh
seseorang yang telah terjangkit penyakit ini melalui udara yang tercemar dan masuk ke dalam
tubuh. Bibit penyakit ini biasanya berupa virus / bakteri di udara yang umumnya berbentuk
aerosol (anatu suspensi yang melayang di udara). Adapun bentuk aerosol yakni Droplet,
Nuclei (sisa dari sekresi saluran pernafasan yang dikeluarkan dari tubuh secara droplet dan
melayang di udara), yang kedua duet (campuran antara bibit penyakit).

9
BAB III
PEMBAHASAN

ISPA (lnfeksi Saluran Pernafasan Akut) yang diadaptasi dari bahasa Inggris Acute
Respiratory Hfection (ARl). ISPA disebabkan oleh bakteri atau virus yang masuk kesaluran
nafas. Bakteri penyebabnya antara lain dari genus Streptococcus, Stafilococcus,
Pnemococcus, Hemofilus, Bordetella dan Corinebakterium. Virus penyebabnya antara lain
golongan Micsovirus, Adenovirus, Coronavirus, Picornavirus, Micoplasma, Herpesvirus. Salah
satu penyebab ISPA yang lain adalah asap pembakaran bahan bakar kayu yang biasanya
digunakan untuk memasak. Etiologi ISPA Infeksi akut adalah infeksi yang berlangsung sampai
14 hari. Batas 14 hari diambil untuk menunjukkan proses akut meskipun untuk beberapa
penyakit yang digolongkan ISPA. Proses ini dapat berlangsung dari 14 hari. Bila anak dengan
daya tahan tubuh rendah mengalami ISPA bagian atas, maka infeksi akan merembet ke saluran
napas bagian bawah.
Saluran pernafasan adalah organ mulai dari hidung, sampai alveoli paru beserta organ-
organ sekitar seperti, sinus, ruang telinga tengah dan selaput paru. Infeksi akut adalah infeksi
yang terjadi secara mendadak yang mengakibatkan penyakit, yang proses perkembangannya
secara tepat dalam beberapa hari saja. (Muchtar 2009, 149).
Akan tetapi dalam Al-Qur’an telah dijelaskan bahwa setiap penyakit ada pengobatan /
pencegahannya sebagaimana firman Allah :

‫ي َ ِّز ي د ُ َو َل ۙ لِّ لْ ُم ْؤ ِّم ن ِّ ي َن َو َر ْح َم ة ِّش ف َ اء ه ُ َو َم ا الْ ق ُ ْر آ ِّن ِّم َن َو ن ُن َِّز ُل‬


‫ار ا إ ِّ َّل الظَّ ا لِّ ِّم ي َن‬
ً َ‫َخ س‬
Terjemahan :“Dan kami turunkan dari Al-Quran suatu yang menjadi penawar dan rahmat bagi
orang-orang yang beriman dan Al-Qur‟an itu tidaklah menambah bagi orang-orang yang salim
selain kerugian”. (Surat Al-Isra‟: 82).

Al-Qur’an merupakan obat yang paling sempurna untuk semua macam penyakit jiwa
maupun penyakit badan, penyakit dunia dan juga penyakit akhirat. Jika pengobatan dengan Al-
Qur’an dilakukan dengan cara yang sempurna, 15 penuh keyakinan dan iman yang kuat serta
melengkapi syarat-syaratnya, maka seseorang itu tidak akan pernah lama menderita penyakit.
Betapa tidak! Penyakit tidak akan sanggup menangguhkan kalamullah (Al-Qur’an), yang jika
diturunkan ke puncak gunung maka gunung itu akan menggeletar dan jika diturunkan ke bumi
maka bumi pun akan berkeping-keping. Lagi pula, penyakit jasmani dan penyakit rohani apakah
dan yang bagaimanakah, yang tidak diterangkan dalam Al-Qur’an cara pengobatan dan
pencegahannya.

10
Tentu bagi orang yang dapat memahami kandungan isi Al-Qur’an. Kemudian dalam
hadist dijelaskan pula :

َ ‫ع ْن َع‬
‫طاء َع ْن‬ ِّ َ ‫قا َ َل ه َُري َْرة َ ا‬: ‫س ْو ُل قا َ َل‬
َ ‫بى‬ ُ ‫ى للاِّ َر‬ َ ُ‫سلَّ ْم َعلَ ْي ِّه للا‬
َّ ‫صل‬ َ ‫للاُ َماا َ ْنزَ َل َو‬
‫ش ْيخَانُ َر َواهُ) ِّشفَا ًء لَهُ اَ ْنزَ َل اِّلَّ دَاء ِّم ْن‬
َّ ‫(ال‬
Artinya :“Dari „Athaa‟, dari Abu Hurairah, ia berkata: “Rasulullah SAW, telah bersabda:
„Allah tidak menurunkan penyakit, kecuali menurunkan pula (obat) penyembuh bagi penyakit
tersebut”.

Setiap penyakit ada obatnya adalah bersifat umum, mencakup segala macam penyakit dan
segala macam obat termasuk penyakit-penyakit yang tidak mungkin dapat disembuhkan oleh
para dokter ahli. Allah SWT. telah menyiapkan segala macam obat penyakit yang tidak mungkin
dijangkau oleh akal manusia, karena memang manusia tidak diberikan kemampuan untuk itu.

Penyakit ISPA adalah penyakit yang sangat menular, hal ini timbul karena menurunnya
sistem kekebalan atau daya tahan tubuh, misalnya karena kelelahan atau stres. Pada stadium
awal, gejalanya berupa rasa panas, kering dan gatal dalam hidung, yang kemudian diikuti bersin
terus menerus, hidung tersumbat dengan ingus encer serta demam dan nyeri kepala. Permukaan
mukosa hidung tampak merah dan membengkak. Infeksi lebih lanjut membuat sekret menjadi
kental dan sumbatan di hidung bertambah. Bila tidak terdapat komplikasi, gejalanya akan
berkurang sesudah 3-5 hari. Komplikasi yang mungkin terjadi adalah sinusitis, faringitis, infeksi
telinga tengah, infeksi saluran tuba eustachii, hingga bronkhitis dan pneumonia (radang paru).
Penularan penyakit ISPA dapat terjadi melalui udara yang telah tercemar, bibit penyakit
masuk kedalam tubuh melalui pernafasan, oleh karena itu maka penyakit ISPA ini termasuk
golongan Air Borne Disease. Penularan melalui udara dimaksudkan adalah cara penularan yang
terjadi tanpa kontak dengan penderita maupun dengan benda terkontaminasi. Sebagian besar
penularan melalui udara dapat pula menular melalui kontak langsung, namun tidak jarang
penyakit yang sebagian besar penularannya adalah karena menghisap udara yang mengandung
unsur penyebab atau mikroorganisme penyebab.

Faktor penyebab penyakit ISPA terdiri dari beberapa variabel, antara lain :
· A. Agent
Infeksi dapat berupa flu biasa hingga radang paru-paru. Kejadiannya bisa secara akut
atau kronis, yang paling sering adalah rinitis simpleks, faringitis, tonsilitis, dan sinusitis. Rinitis
simpleks atau yang lebih dikenal sebagai selesma/common cold/koriza/flu/pilek, merupakan
penyakit virus yang paling sering terjadi pada manusia. Penyebabnya adalah virus Myxovirus,
Coxsackie, dan Echo.

· B. Manusia
1. Umur
Berdasarkan hasil penelitian Daulay (1999) di Medan, anak berusia dibawah 2 tahun mempunyai
risiko mendapat ISPA 1,4 kali lebih besar dibandingkan dengan anak yang lebih tua. Keadaan ini

11
terjadi karena anak di bawah usia 2 tahun imunitasnya belum sempurna dan lumen saluran
nafasnya masih sempit.
2. Jenis Kelamin
menurut beberapa penelitian kejadian ISPA lebih sering didapatkan pada anak laki-laki
dibandingkan anak perempuan, terutama anak usia muda, dibawah 6 tahun. Menurut Glenzen
dan Deeny, anak laki-laki lebih rentan terhadap ISPA yang lebih berat, dibandingkan dengan
anak perempuan.
3. Status Gizi
anak yang berstatus gizi kurang/buruk mempunyai risiko pneumonia 2,5 kali lebih besar
dibandingkan dengan anak yang berstatus gizi baik/normal.
4. Berat Badan Lahir
Hasil uji statistik diperoleh bahwa terdapat hubungan yang bermakna antara kejadian pneumonia
dengan balita BBLR (p <0,05). Nilai OR 2,2 (CI 95%; 1,481-4,751), artinya anak balita yang
menderita pneumonia risikonya 2,2 kali lebih besar pada anak balita yang BBLR.
5. Status ASI Eksklusif
anak balita yang menderita pneumonia risikonya 2 kali lebih besar pada anak balita yang tidak
mendapat ASI eksklusif.
6. Status Imunisasi
Hasil uji statistik diperoleh nilai OR = 2,5 (CI 95%; 2.929 – 4.413), artinya anak balita yang
menderita pneumonia risikonya 2,5 kali lebih besar pada anak yang status imunisasinya tidak
lengkap.

· C. Lingkungan
1. Kelembaban Ruangan
Faktor kelembaban ruangan mempunyai exp (B) 28,097, yang artinya kelembaban ruangan yang
tidak memenuhi syarat kesehatan menjadi faktor risiko terjadinya ISPA pada balita sebesar 28
kali.
2. Suhu Ruangan
Salah satu syarat fisiologis rumah sehat adalah memiliki suhu optimum 18- 300C. Hal ini berarti,
jika suhu ruangan rumah dibawah 180C atau diatas 300C keadaan rumah tersebut tidak
memenuhi syarat. Suhu ruangan yang tidak memenuhi syarat kesehatan menjadi faktor risiko
terjadinya ISPA pada balita sebesar 4 kali.
3. Ventilasi
Berdasarkan hasil penelitian Afrida (2007), didapatkan bahwa prevalens rate ISPA pada bayi
yang memiliki ventilasi kamar tidur yang tidak memenuhi syarat kesehatan sebesar 69,9%,
sedangkan untuk yang memenuhi syarat kesehatan sebesar
30,1%. Hasil uji statistik diperoleh bahwa ada hubungan yang bermakna antara kondisi ventilasi
dengan kejadian penyakit ISPA (p <0,05).
4. Kepadatan Hunian Rumah
Menurut Gani dalam penelitiannya di Sumatera Selatan (2004) menemukan proses kejadian
pneumonia pada anak balita lebih besar pada anak yang tinggal di rumah yang padat
dibandingkan dengan anak yang tinggal di rumah yang tidak padat. Berdasarkan hasil penelitian

12
Chahaya tahun 2004, kepadatan hunian rumah dapat memberikan risiko terjadinya ISPA sebesar
9 kali.
5. Penggunaan Anti Nyamuk
Penggunaan Anti nyamuk sebagai alat untuk menghindari gigitan nyamuk dapat menyebabkan
gangguan saluran pernafasan karena menghasilkan asap dan bau tidak sedap. Adanya
pencemaran udara di lingkungan rumah akan merusak
mekanisme pertahanan paru-paru sehingga mempermudah timbulnya gangguan pernafasan.
6. Bahan Bakar Untuk Memasak
Berdasarkan hasil penelitian Afrida (2007), prevalens rate ISPA pada bayi yang dirumahnya
menggunakan bahan bakar untuk memasak adalah minyak tanah sebesar 76,6%, sedangkan gas
elpiji sebesar 33,3%. Hasil uji chi squaremenunjukkan bahwa ada hubungan yang bermakna
antara penggunaan bahan bakar memasak dengan kejadian penyakit ISPA (p < 0,05).
7. Keberadaan Perokok
Berdasarkan hasil penelitian Syahril (2006), dari hasil uji statistik diperoleh nilai OR = 2,7 (CI
95%; 1.481 – 4.751) artinya anak balita yang menderita pneumonia risikonya 2,7 kali lebih besar
pada anak balita yang terpapar asap rokok dibandingkan dengan yang tidak terpapar.

Upaya Penanggulan Penyakit ISPA


Pencegahan Penyakit ISPA
Penyelenggaraan Program P2 ISPA dititikberatkan pada penemuan dan pengobatan penderita
sedini mungkin dengan melibatkan peran serta aktif masyarakat terutama kader, dengan
dukungan pelayanan kesehatan dan rujukan secara terpadu di sarana kesehatan yang terkait.

a) Pencegahan Tingkat Pertama (Primary Prevention)


Intervensi yang ditujukan bagi pencegahan faktor risiko dapat dianggap sebagai strategi untuk
mengurangi kesakitan (insiden) pneumonia. Termasuk disini ialah :
1). Penyuluhan,
Dilakukan oleh tenaga kesehatan dimana kegiatan ini diharapkan dapat mengubah sikap dan
perilaku masyarakat terhadap hal-hal yang dapat meningkatkan faktor resiko penyakit ISPA.
Kegiatan penyuluhan ini dapat berupa penyuluhan penyakit ISPA, penyuluhan ASI
Eksklusif, penyuluhan imunisasi, penyuluhan gizi seimbang pada ibu dan anak, penyuluhan
kesehatan lingkungan rumah, penyuluhan bahaya rokok.

2). Imunisasi, yang merupakan strategi spesifik untuk dapat mengurangi angka kesakitan
(insiden) pneumonia.
3). Usaha di bidang gizi yaitu untuk mengurangi malnutrisi, defisiensi vitamin A.
4). Program KIA yang menangani kesehatan ibu dan bayi berat badan lahir rendah.
5). Program Penyehatan Lingkungan Pemukiman (PLP) yang menangani masalah polusi di
dalam maupun di luar rumah.

13
Begitu pentingnya kebersihan menurut islam, sehingga orang yang membersihkan diri atau
mengusahakan kebersihan akan dicintai oleh Allah SWT, sebagaimana firmannya dalam surah
Al-Baqarah ayat 222 yang berbunyi :

‫ْن۝‬
ََّ ‫طﻬِّ ِري‬ ْ ُّ‫َّوي ُِحب‬
ََّ َ‫َّﺍل ُمت‬ َ َ‫ﺍِنَّﷲَي ُِحبُّ َّﺍلتوﺍبَِّيْن‬.......
Artinya : “........Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang bertaubat dan orang-orang
yang menyucikan / membersihkan diri”. (Al-Baqarah : 222)

Kebersihan itu bersumber dari iman dan merupakan bagian dari iman. Dengan demikian
kebersihan dalam islam mempunyai aspek ibadah dan aspek moral, dan karena itu sering juga
dipakai kata “bersuci” sebagai padaman kata “membersihkan / melakukan kebersihan”. Ajaran
kebersihan tidak hanya merupakan slogan atau teori belaka, tetapi harus dijadikan pola hidup
praktis, yang mendidik manusia hidup bersih sepanjang masa, bahkan dikembangkan dalam
hukum islam. Secara khusus, Rasulullah SAW memberikan perhatian mengenai kebersihan.
﴾‫﴿ﺮوﺍﻩَّﺍحمد‬٠‫ان‬ ِ ٌ‫ظافَة‬
َِّ ‫َّمنَ َّﺍﻻِ ْي َم‬ َ ‫ﺍَلن‬
Artinya : “Kebersihan itu sebagian dari iman”. (HR. Ahmad)
Isi Kandungan :
1. Umat Islam wajib menjaga kebersihan lahir dan batinnya.
2. Menjaga kebersihan lahir dan batin merupakan ciri-ciri sebagian dari iman dalam
kehidupannya.

Hadits tersebut menjelaskan bahwa kebersihan merupakan sebagian dari iman. Artinya
seorang muslim telah memiliki iman yang sempurna jika dalam kehidupannya ia selalu menjaga
diri, tempat tinggal dan lingkungannya dalam keadaan bersih dan suci baik yang bersifat
lahiriyah (jasmani) maupun batiniyah (rohani).
﴾‫﴿ﺮوﺍﻩَّﺍلبيﻬقى‬٠َّ‫ْف‬ ْ ‫ْفَّفَتَنَظفُ ْوﺍَّفَاِنهَُّﻻَيَدْ ُحل‬
ٌ ‫َُّﺍل َجنةََّﺍﻻََّّن َِظي‬ ٌ ‫َّﺍ َﻻِس ََْل ُمَّن َِظي‬
Artinya : “Agama Islam itu (agama) yang bersih, maka hendaklah kamu menjaga kebersihan,
karena sesungguhnya tidak akan masuk surga kecuali orang-orang yang bersih”. (HR. Baihaqy)

Isi Kandungan :
1. Bahwasanya Allah SWT adalah dzat yang baik, bersih, mulia, dan bagus. Karena Allah
menyukai hal-hal demikian. Sebagai umat islam, maka kita harus memiliki sifat yang demikian
pula terutama dalam hal kebersihan lingkungan tempat tinggal.
2. Agama Islam adalah agama yang lurus dan bersih dari ajaran kesesatan. Dengan demikian
pemeluk agama islam harus memiliki pola perilaku yang bersih dan hati yang suci dari perkara
hawa nafsu. Sebab seseorang yang demikian dijanjikan oleh Allah SWT akan masuk surga.
3. Agama Islam adalah agama yang bersih / suci karena agama slam mencintai kebersihan.
4. Umat islam hukumnya wajib menjaga kebersihan lahir dan batinnya.
5. Orang-orang yang senantiasa menjaga kebersihan lahir dan batinnya akan masuk surga.

Hadits tersebut menjelaskan bahwa agama islam adalah agama yang suci. Untuk itu umat
islam harus menjaga kebersihan, baik kebersihan jasmani maupun rohani. Orang yang selalu

14
bersih dan suci mengindikasikan bahwa ia telah melaksanakan sebagian dari perintah agama dan
akan memperoleh fasilitas berupa surga di akherat kelak.
ْ ُّ‫َّﺍلك ََﺮ َمَّ َجوﺍدٌَّي ُِحب‬
﴾‫﴿روﺍﻩَّﺍلتّﺮمذى‬٠َّ‫َّﺍل ُج ْو َّدََّفَنَظفُ ْوﺍﺍَ ْفنِيَتَ ُك ْم‬ ْ ُّ‫ظافَةَُّك َِﺮ ْي ٌمَّي ُِحب‬
َ ‫ْفَّي ُِحبُّ َّﺍلن‬
ٌ ‫بَّن َِظي‬ َ َّ‫ﺍِنَّﷲَتَعَالَى‬
َ ِّ‫طيِّبٌ َّي ُِحبُّ َّﺍلطي‬
Artinya : “Sesungguhnya Allah itu baik, mencintai kebaikan, bahwasanya Allah itu bersih,
menyukai kebersihan, Dia Maha Mulia yang menyukai kemuliaan, Dia Maha Indah menyukai
keindahan, karena itu bersihkan tempat-tempatmu”. (HR. Turmudzi)
Isi kandungan :
1. Allah maha baik, Allah mencintai orang-orang yang berbuat kebaikan
2. Allah maha suci/bersih, Allah mencintai orang-orang yang mencintai kebersihan /
kesucian.
3. Allah maha mulia, Allah mencintai orang-orang yang berakhlak mulia
4. Allah maha Indah, Allah mencintai orang-orang yang berbuat keindahan
5. Orang islam wajib memelihara lingkungan tempat tinggalnya
Hadits ke-4 menjelaskan bahwa Allah SWT adalah Dzat yang Maha Baik, Maha Suci, dan Maha
Indah. Dia mencintai kebaikan, kesucian, kemuliaan, dan keindahan. Agar kita dicintai Allah
maka hendaknya kita harus senantiasa berbuat kebajikan, menjaga kesucian (kebersihan lahir dan
batin), mengagungkan Allah SWT dan berbuat kemuliaan terhadap sesama manusia dan
menjadikan tempat tinggal dan lingkungannya terlihat teratur, tertib dan indah.

b. Pencegahan Tingkat Kedua (Secondary Prevention)


Upaya penanggulangan ISPA dilakukan dengan upaya pengobatan sedini mungkin. Upaya
pengobatan yang dilakukan dibedakan atas klasifikasi ISPA yaitu :
1. Untuk kelompok umur < 2 bulan, pengobatannya meliputi :
1.1. Pneumonia Berat: rawat dirumah sakit, beri oksigen (jika anak mengalami sianosis sentral,
tidak dapat minum, terdapat penarikan dinding dada yang hebat), terapi antibiotik dengan
memberikan benzilpenisilin dan gentamisin atau kanamisin.
1.2 Bukan Pneumonia: terapi antibiotik sebaiknya tidak diberikan, nasihati ibu untuk menjaga
agar bayi tetap hangat, memberi ASI secara sering, dan bersihkan sumbatan pada hidung jika
sumbatan itu menggangu saat memberi makan.

2. Untuk kelompok umur 2 bulan - <5 tahun, pengobatannya meliputi :


2.1 Pneumonia Sangat Berat: rawat di rumah sakit, berikan oksigen, terapi antibiotik dengan
memberikan kloramfenikol secara intramuskular setiap 6 jam. Apabila pada anak terjadi
perbaikan (biasanya setelah 3-5 hari), pemberiannya diubah menjadi kloramfenikol oral, obati
demam, obati mengi, perawatan suportif, hati-hati dengan pemberian terapi cairan, nilai ulang
dua kali sehari.
2.2 Pneumonia Berat: rawat di rumah sakit, berikan oksigen, terapi antibiotik dengan
memberikan benzilpenesilin secara intramuskular setiap 6 jam paling sedikit selama 3 hari, obati
demam, obati mengi, perawatan suportif, hati-hati pada pemberian terapi cairan, nilai ulang
setiap hari.

15
2.3 Pneumonia: obati di rumah, terapi antibiotik dengan memberikan kotrimoksasol, ampisilin,
amoksilin oral, atau suntikan penisilin prokain intramuskular per hari, nasihati ibu untuk
memberikan perawatan di rumah, obati demam, obati mengi, nilai ulang setelah 2 hari.

2.4. Bukan Pneumonia (batuk atau pilek): obati di rumah, terapi antibiotik sebaiknya tidak
diberikan, terapi spesifik lain (untuk batuk dan pilek), obati demam, nasihati ibu untuk
memberikan perawatan di rumah.

2.5. Pneumonia Persisten: rawat (tetap opname), terapi antibiotik dengan memberikan
kotrimoksasol dosis tinggi untuk mengobati kemungkinan adanya infeksi pneumokistik,
perawatan suportif, penilaian ulang.

c. Pencegahan Tingkat Ketiga (Tertiary Prevention)


Tingkat pencegahan ini ditujukan kepada balita penderita ISPA agar tidak bertambah parah dan
mengakibatkan kematian.
1. Pneumonia Sangat Berat: jika anak semakin memburuk setelah pemberian kloram fenikol
selama 48 jam, periksa adanya komplikasi dan ganti dengan kloksasilin ditambah gentamisin jika
diduga suatu pneumonia stafilokokus.

2. Pneumonia Berat: jika anak tidak membaik setelah pemberian benzilpenisilin dalam 48 jam
atau kondisinya memburuk setelah pemberian benzipenisilin kemudian periksa adanya
komplikasi dan ganti dengan kloramfenikol. Jika anak masih menunjukkan tanda pneumonia
setelah 10 hari pengobatan antibiotik maka cari penyebab pneumonia persistensi.

3. Pneumonia: Coba untuk melihat kembali anak setelah 2 hari dan periksa adanya tanda-tanda
perbaikan (pernafasan lebih lambat, demam berkurang, nafsu makan membaik. Nilai kembali
dan kemudian putuskan jika anak dapat minum, terdapat penarikan dinding dada atau tanda
penyakit sangat berat maka lakukan kegiatan ini yaitu rawat, obati sebagai pneumonia berat atau
pneumonia sangat berat. Jika anak tidak membaik sama sekali tetapi tidak terdapat tanda
pneumonia berat atau tanda lain penyakit sangat berat, maka ganti antibiotik dan pantau secara
ketat.

Penanganan Penyakit ISPA


Hampir seluruh kematian karena ISPA pada anak kecil disebabkan oleh ISPbA, paling
sering adalah pneumonia. Bayi baru lahir dan bayi berusia satu bulan atau disebut ’bayi muda’
yang menderita pneumonia dapat tidak mengalami batuk dan frekuensi pernfasannya secara
normal sering melebihi 50 kali permenit.
Infeksi bakteri pada kelompok usia ini dapat hanya menampakkan tanda klinis yang
spesifik, sehingga sulit untuk membedakan pneumonia dari sepsis dan meningitis. Infeksi ini
dapat cepat fatal pada bayi muda yang telah diobati dengan sebaik-baiknya di rumah sakit
dengan antibiotik parenteral.

16
Cara yang paling efektif untuk mengurangi angka kematian karena pneumonia adalah
dengan memperbaiki manajemen kasus dan memastikan adanya penyediaan antibiotik yang tepat
secara teratur melalui fasilitas perawatan tingkat pertama dokter praktik umum. Langkah
selanjutnya untuk mengurangi angka kematian karena pneumonia dapat dicapai dengan
menyediakan perawatan rujukan untuk anak yang mengalami ISPbA berat memerlukan oksigen,
antibiotik lini II, serta keahlian klinis yang lebih hebat.

17
BAB IV
PENUTUP

1. Kesimpulan
Penyakit ISPA adalah salah satu penyakit yang banyak diderita bayi dan anak-anak,
penyebab kematian dari ISPA yang terbanyak karena pneumonia. Klasifikasi penyakit ISPA
tergantung kepada pemeriksaan dan tanda-tanda bahaya yang diperlihatkan penderita,
Penatalaksanaan dan pemberantasan kasus ISPA diperlukan kerjasama semua pihak, yaitu peran
serta masyarakat terutama ibu-ibu untuk menjaga kebersihan anggota keluarganya dan
lingkungannya karena Allah mencintai orang-orang yang mencintai kebersihan / kesucian,
dokter, para medis dan kader kesehatan untuk menunjang keberhasilan menurunkan angka,
kematian dan angka kesakitan sesuai harapan pembangunan nasional.

2 Saran
Karena yang terbanyak penyebab kematian dari ISPA adalah karena pneumonia, maka
diharapkan penyakit saluran pernapasan penanganannya dapat diprioritaskan. Disamping itu
penyuluhan kepada ibu-ibu tentang penyakit ISPA perlu ditingkatkan dan dilaksanakan secara
berkesinambungan, serta penatalaksanaan dan pemberantasan kasus ISPA yang sudah
dilaksanakan sekarang ini, diharapkan lebih ditingkatkan lagi.

18
DAFTAR PUSTAKA

www.kesehatan123.com/1679/penyebab-ispaa
· http://dwiapriantoday.wordpress.com/2012/12/20/penularan-infeksi-saluran-pernapasan-akut-
ispa/
· http://endryjuliyanto.blogspot.com/2012/02/infeksi-saluran-pernafasan-akut-ispa.html
· http://id.shvoong.com/medicine-and-health/pediatrics/2049898-apa-itu-ispa/
· http://www.melindahospital.com/modul/user/detail_artikel.php?id=718_Waspada-Penyakit-
ISPA,-Perbanyak-Konsumsi-Air-Putih
· http://putraprabu.wordpress.com/2009/01/04/infeksi-saluran-pernafasan-akut-ispa/
· Arikunto, Suharsimi Dr. Prof. 2002
· Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktek. Edisi Revisi V, Rineka Cipta, Jakarta.
· Biddulph, jhon, 2002
· Kesehatan Anak Untuk Perawat,Petugas Penyuluhan Kesehatan dan Bidan di Desa, Gadjah
Mada University Press. Jogjakarta.
· Daulay, Ridwan, 2008
· Kendala Penanganan Infeksi Saluran Pernapasan Akut ( ISPA ), FK-USU: Medan
· Depkes RI, 2004
· Buku Kesehatan Ibu dan Anak, Jica. Jakarta. RI, 2008
· Infeksi saluran Pernafasan akut, http://www.fuadbahsin.wordpress.com.
· Dinkes Kota Lubuklinggau, 2009
· Data Jumlah 10 Penyakit Terbesar.
· Erlien, 2008. Penyakit saluran Pernapasan, Sunda Kelapa Pustaka, Jakarta.
· Hatta Muhammad, 2001. Hubungan Imunisasi Dengan Kejadian Peneomonia Pada Balita
· http://www.slitbang.go.id.
· Noor, 2008. Pengantar Epidemologi Penyakit Menular, Rineka Cipta, Jakarta.
· Nursalam, 2009. Konsep dan Penerapan Metodologi Penelitian Keperawatan. Selemba
Medika, Jakarta.
· Saryono, 2008. Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktek. Edisi Revisi V, Rineka Cipta,
Jakarta.
· Puskesmas Perumnas Lubuk Tanjung Kota Lubuklinggau, 2009. Data Jumlah Pemderita
ISPA Pada Balita.
· Rasmaliah, 2008. Infeksi Saluran Pernapasan Akut (ISPA) dan Penaggulangnya, http
: //www.pppl.depkes.go.id/images_data.
· Sarjono, 2008. Metodelogi Penelitian Kesehatan, Mitra Cendikia, Jogjakarta.
· Siswono, 2007. ISPA Salah Satu Penyebab Utama Kematian Balita,
· http://www.suara pembaruan.com.
· WHO. 2003. Penanganan ISPA pada Anak di Rumah Sakit Kecil Negara Berkembang, Buku
Kedokteran EGC, Jakarta.
· Widjadja Rafelin, 2009. Penyakit Kronis. Bee Media Indonesia, Jakarta.

19

Вам также может понравиться