Вы находитесь на странице: 1из 12

PEMANFAATAN SISTEM BIODRYING UNTUK

PENGOLAHAN TINJA DI IPLT MOYOKETEN


TULUNGAGUNG
.
Moh. Ihsan Kholid, Nur Roid Nafiatul Azizah, Mamba’ul Rohmah,
Vina Khoirummazidah, Aliyah Atifah, Moh. Ali Murtadho, Diah
Susanti, Dwi Nikmatu Rohmah*
*IAIN Tulungagung, Jl. Mayor Sujadi Timur No. 46 Tulungagung,
ichanahmad155@gmail.com, Roid.nafi@gmail.com,
mambaull97@gmail.com, uzdahmzidah96@gmail.com,
aliyaatifa14@gmail.com, alimurtadho2695@gmail.com,
diahsanti486@gmail.com, Nikmahrohmah1909@gmail.com

Abstrak: Lumpur tinja mengandung bahan organik dan


menyebabkan toksisitas yang tinggi pada lingkungan jika dibuang
secara langsung ke lingkungan tanpa pengolahan terlebih dahulu.
Sehingga diperlukan suatu proses pengolahan lumpur tinja yaitu
instalasi pengolahan lumpur tinja (IPLT). Salah satunya di IPLT
Moyoketen. Teknologi yang digunakan dalam proses pengeringan
lumpur tinja dengan bantuan sinar matahari belum efektif terlebih
jika musim penghujan. Dalam penelitian ini, lumpur tinja diolah
dengan sistem biodrying. Penelitian ini dilakukan untuk
mengetahui pemanfaatan sistem biodrying pada pengolahan
lumpur tinja di IPLT Moyoketen sebagai alternatif pengolahan
pada tahap drying area (area pengeringan lumpur tinja) saat musim
penghujan. Untuk mengetahui informasi mengenai pengolahan
lumpur tinja penulis melakukan observasi, wawancara dan studi
literatur. Langkah pertama dalam sistem biodrying dilakukan
dengan pembuatan reaktor terlebih dahulu. Kemudian melakukan
uji laboratorium lumpur tinja meliputi analisis kadar air, kadar
solid, kandungan volatil solid dan nilai karbon menggunakan
metode gravimetri. Hasil penelitian ini ditemukan bahwa
penerapan proses biodrying ada 2 model reaktor yaitu air flow rate
dengan 25 liter/menit dan 15 liter/menit serta variasi waktu detensi
selama 7, 14 dan 21 hari. Berdasarkan nilai kalor aktual, waktu
detensi optimum diperoleh selama 18 hari dengan air flow rate 25
liter/menit tiap 0,23 kg berat kering.

Kata kunci: lumpur tinja, biodrying, IPLT Moyoketen

1
Abstract: Fecal mud contains organic matter and causes high
toxicity to the environment if it is discharged into the immediate
environment without prior guidance. So the process of sludge
sludge is the installation of sludge treatment (IPLT). One of them
in IPLT Moyoketen. The technology used in the process with the
help of sunlight has not been effective for use in the final moments
and technology. In this study, the sludge was treated with
biodrying system. This research was conducted to find out the
utilization system for stool mud processing in IPLT Moyoketen at
drying area (storage area of fecal sludge). To find out information
about the processing of sludge sludge, Science and literature
interviews. The first step in the biodrying system is done by
making the reactor first. Then perform a laboratory analysis of
sludge sludge completes analysis of air content, solids content,
solid volatile content and carbon values using gravimetric method.
The results of this study found that the application process there
are 2 models of reactor that is the air flow rate with 25 liters /
minute and 15 liters / minute and detention time for 7, 14 and 21
days. Based on the actual calorific value, the optimum detention
time is obtained for 18 days with an air flow rate of 25 liters / min
each 0.23 kg dry weight.

Keywords: mud feces, biodrying, IPLT Moyoketen

Pendahuluan
Tinja adalah salah satu jenis limbah kakus (black water) yang
dihasilkan oleh manusia. Seiring dengan pertumbuhan jumlah penduduk
yang semakin meningkat, maka jumlah tinja yang dihasilkan juga semakin
banyak. Jika keadaan ini dibiarkan dan tidak dilakukan penanganan
lumpur tinja maka akan menyebabkan permasalahan lingkungan. Tinja
mengandung kadar organik dan toksisitas yang tinggi bagi lingkungan. 1
Maka tinja atau lumpur tinja harus diolah supaya aman bagi lingkungan
dan sesuai dengan peraturan baku mutu lingkungan.

1
Lestari, Desy Rizkiyah, and Gogh Yudihanto. "Pengolahan Lumpur Tinja
Pada Sludge Drying Bed IPLT Keputih Menjadi bahan Bakar Alternatif Dengan
Metode Biodrying." Jurnal Teknik ITS 2.2 (2013): D133-D137.
2
Permasalahan tersebut memerlukan suatu sistem pengolahan atau
yang biasa disebut Instalasi Pengolahan Lumpur Tinja (IPLT). Instalasi
pengolahan lumpur tinja (IPLT) merupakan sistem pengolahan limbah
kawasan yang bertujuan untuk menampung dan mengolah lumpur tinja
dari tangki septik yang telah dikuras dengan truk tangki penguras tinja.
Instalasi pengolahan lumpur tinja hanya digunakan untuk mengolah
limbah manusia, khususnya limbah buangan dari tangki septik rumah
tangga. Selain untuk mengolah lumpur yang dihasilkan, IPLT juga harus
mengolah supernatan atau air limbah yang ada dalam lumpur dan
umumnya mempunyai kandungan organik atau BOD yang cukup besar.
Instalasi pengolahan lumpur tinja sangat variatif tergantung dari desain
dan besaran volume yang akan diolah.2
IPLT Moyoketen adalah salah satu tempat pengolahan lumpur tinja
di Jawa Timur tepatnya di Kabupaten Tulungagung. Instalasi pengolahan
lumpur tinja ini merupakan salah satu dari 3 IPLT yang ada di Jawa
Timur. IPLT Moyoketen pada proses pengolahan lumpur tinja,
menggunakan sistem kolam. Pada drying area atau ruang pengeringan
memanfaatkan sinar matahari. Dimana dengan cara kolam diisi lumpur
SSC setinggi 10 - 30 cm (ketinggian maksimum 30 cm), dimulai bak 1
dilanjutkan ke bak 2 dan seterusnya kemudian dikeringkan selama ± 7 -
15 hari.3 Proses drying area dilakukan secara konvensional tanpa
memanfaatkan mikroorganisme tertentu. Kondisi ini memungkinkan
material organik di dalam lumpur tinja tidak terdegradasi dan waktu untuk
pengeringan berlangsung lama terlebih pada musim penghujan.

2
Tanpa nama, “BAB II Tinjauan Pustaka,”
http://erepo.unud.ac.id/16284/3/0891561038-3-BAB_II.pdf (diakses pada 30 april
2018)
3
SOP IPLT Moyoketen Tulungagung
3
Berdasarkan permasalahan di atas maka teknologi untuk
menanganinya digunakan sistem biodrying. Biodrying merupakan sebuah
metode pre-treatment alternatif untuk pengolahan limbah yang telah
dikembangkan beberapa tahun yang lalu. Metode ini bertujuan untuk
mengurangi kandungan air dalam bio-waste yang kadar airnya cukup
tinggi. Metode Biodrying ini mengacu pada penelitian yang dilakukan
oleh Lestari dan Yudihanto yang berjudul pengolahan lumpur tinja pada
Sludge Drying Bed IPLT Keputih menjadi bahan bakar alternatif dengan
metode biodrying.4 Penelitian ini menggunakan variasi air flow rate dan
waktu detensi yang bertujuan untuk mengetahui pengaruhnya terhadap
perubahan suhu dan pengurangan kadar air, serta menganalisis potensi
lumpur tinja sebagai bahan bakar alternatif.
Prinsip biodrying yang hanya mengurangi kadar air dalam lumpur
tinja menyebabkan bahan organik yang terkandung dalam lumpur akan
terdekomposisi sebagian. Dimana setiap bahan organik memiliki unsur
karbon. Proses biodrying menjadikan kandungan unsur karbon dalam
lumpur tinja olahan masih cukup tinggi. Menurut penelitian Adani, dkk.,
proses biodrying diatur sedemikian rupa sehingga dapat mempercepat
proses pengeringan dan untuk mengurangi terjadinya degradasi material
organik. Hal ini bertujuan untuk menyimpan energi kalor didalamnya.
Proses biodrying pengeringan didapat dari panas biologis akibat
aktivitas mikroorganisme yang dibantu dengan proses aerasi. Bagian
utama dari panas biologis tersebut tersedia secara alami melalui mikroba
aerobik yang dapat mendegradasi bahan organik, sehingga digunakan
untuk menguapkan air yang terkandung dalam material limbah.

4
Lestari, Desy Rizkiyah, and Gogh Yudihanto. "Pengolahan Lumpur Tinja
Pada Sludge Drying Bed IPLT Keputih Menjadi bahan Bakar Alternatif Dengan
Metode Biodrying." Jurnal Teknik ITS 2.2 (2013): D133-D137.
4
Tujuan penulisan artikel ini adalah untuk mengetahui pemanfaatan
sistem biodrying untuk pengolahan lumpur tinja di IPLT Moyoketen pada
tahap drying area (area pengeringan lumpur tinja).

Metode
Penelitian ini dilaksanakan pada hari Sabtu 21 April 2018 di IPLT
Moyoketen Tulungagung. Penelitian ini menggunakan metode
survey/observasi yaitu dengan melakukan pengamatan di IPLT
Moyoketen, wawancara dengan para petugas di IPLT Moyoketen dan
metode studi pustaka atau literatur dalam mengumpulkan berbagai
informasi mengenai pengolahan tinja. Salah satu permasalahan yang akan
diteliti adalah drying area dengan sistem biodrying yang mengadopsi
metode dari penelitiaan sebelumnya.
Pengolahan pada pengeringan tinja menggunakan sistem biodrying
membutuhkan beberapa alat dan bahan. Pertama alat yang dibutuhkan
untuk pembuatan yaitu tabung fiber glass, blower, pipa PVC, selang
plastik, valve, air flow meter, aksesoris pipa dan ember. Sedangkan untuk
bahan yang digunakan adalah lumpur tinja yang ada di IPLT Moyoketen.
Lumpur tinja dilakukan uji laboratorium meliputi: analisis kadar air,
kadar solid, kandungan volatil solid dan nilai karbon. Keempat analisis ini
menggunakan metode gravimetri. Penelitian ini dilakukan dalam reaktor
skala laboratorium, seperti yang ditunjukkan pada Gambar 1. Reaktor
terbuat dari fiber glass dengan dimensi tinggi total 55,2 cm, diameter 25
cm. Di bagian bawah ditempatkan sebuah saluran untuk drainase lindi dan
distribusi udara. Diatas saluran drainase terdapat perforated baffle yang
berfungsi untuk menyangga limbah dan meratakan aerasi.

5
Analisis dan pembahasan yang dilakukan dengan pemaparan
deskriptif yang menjelaskan hasil penelitian dengan parameter-parameter
yang diuji. Analisis data dilakukan untuk mengetahui karakteristik lumpur
tinja yang digunakan pada pra-pengoprasian reaktor, selama pengoprasian
reaktor dan pasca pengoprasian. Karakteristik tersebut meliputi: kadar air,
kadar solid, volatil solid, kandungan karbon, nilai kalor.

Gambar 1
Skema rancangan reaktor pada penelitian biodrying lumpur tinja.
Hasil dan Pembahasan
Instalansi Pengolahan Lumpur Tinja (IPLT) merupakan salah satu
upaya terencana untuk meningkatkan pengolahan dan pembuangan limbah
yang akrab lingkungan. IPLT adalah unsur /komponen sistem pengolahan
air limbah rumah tangga yang dibangun di daerah perkotaan dan berfungsi
mengolah lumpur tinja sehingga hasil olahannya tidak mencemari
lingkungan, bahkan dapat digunakan kembali untuk keperluan pertanian.
Menurut Eawag-Sandec menyatakan bahan baku IPLT adalah lumpur tinja
yang terakumulasi di cubluk dan tangki septik yang secara reguler dikuras
atau dikosongkan kemudian diangkut ke IPLT dengan menggunakan truk
tinja. Volume lumpur tinja yang terakumulasi di dalam tangki saptik
adalah sekitar 40-70 liter/kapita/tahun. Hasil olahan IPLT berupa lumpur
kering dan fraksi air yang pada derajat kualitas tertentu sudah dapat

6
diterima oleh lingkungan sekitar dan dapat dimanfaatkan kembali untuk
keperluan pertanian.
Instalasi pengolahan lumpur tinja (IPLT) merupakan sistem
pengolahan limbah kawasan yang bertujuan untuk menampung dan
mengolah lumpur tinja dari tangki septik yang telah dikuras dengan truk
tangki penguras tinja. Selain untuk mengolah lumpur yang dihasilkan,
IPLT juga harus mengolah supernatan atau air limbah yang ada dalam
lumpur dan umumnya mempunyai kandungan organik atau BOD yang
cukup besar. Instalasi pengolahan lumpur tinja sangat variatif tergantung
dari desain dan besaran volume yang akan diolah. 5
Teknologi pengolahan lumpur tinja yang ada di IPLT Moyoketen
meliputi:6
a. Solid Separation Chamber (SSC) dan Drying Area
b. Anaerobic Baffle Reactor (ABR)
c. Kolam Fakultatif
d. Kolam Maturasi
e. Wetland (Peresapan)
Sumber: Hasil Analisa, 2015
Operasional unit pengolahan IPLT diawali dengan masuknya
lumpur tinja ke Bak Pemisah Lumpur (Solid Separation Chamber/SSC).
Proses yang terjadi dalam bak SSC adalah pengisian lumpur tinja,
penirisan dan penyaringan, pengendapan zat padat (solid), stabilisasi
lumpur dan dekantasi serta dilanjutkan dengan pengeringan solid yang
telah ditiriskan dan telah mengendap dengan bantuan sinar matahari.
Proses pengeringan tersebut menghasilkan solid setengah kering (cake),
yang selanjutkan dikeringkan lebih lanjut dalam unit drying area.
Padatan (solid) yang terkumpul di SSC apabila telah mencapai
batas tertentu dan telah cukup kering (menjadi cake), dapat dilakukan
5
Tanpa nama, “BAB II Tinjauan Pustaka,”
http://erepo.unud.ac.id/16284/3/0891561038-3-BAB_II.pdf (diakses pada 30 april
2018)
6
SOP-IPLT Moyoketen Tulungagung
7
pengambilan dan pemindahan lumpur ke bak Pengering Lumpur (Drying
area) secara manual oleh operator. Pada bak drying area akan terjadi
proses pengeringan lebih lanjut melalui penirisan dan penyaringan
cairan/liquid melalui media drying area serta penguapan (evaporasi)
padatan (solid) yang tersaring di media oleh sinar matahari. Apabila
lumpur yang dihamparkan pada drying area telah kering dengan waktu
pengeringan selama kurang lebih 10-15 hari, lumpur tersebut sudah aman
dibuang ke TPA sampah sebagai cover soil atau dimanfaatkan untuk
kompos.
Penggunaan sistem drying area ini akan mengalami kendala pada
saat musim penghujan, karena dalam proses pengeringan sangat
tergantung pada sinar matahari. Saat musim penghujan pengeringan
lumpur tinja akan memerlukan waktu yang lebih lama dan proses
pengolahan lumpur tinja tidak akan berjalan dengan baik. Sistem
biodrying digunakan sebagai pilihan alternatif dalam menggantikan sistem
drying area pada saat musim penghujan sehingga proses pengolahan
lumpur tinja tetap berjalan dengan baik.
Dalam penelitian yang dilakukan oleh Desy Rizkiyah Lestari dan
Gogh Yudihanto setiap harinya dilakukan kontrol suhu dan diakhir masa
detensi masing-masing lumpur akan dilakukan analisis penurunan kadar
air, nilai volatil solid, nilai karbon dan analisis nilai kalor. Berat lumpur
yang digunakan dalam percobaan kedua sebanyak 1,8 kg dengan variasi
air flow rate 25 liter/menit dan 15 liter/menit.7
Perubahan suhu selama 7 hari pada air flow rate 25 liter/menit
tertinggi mencapai 33,5°C sedangkan pada air flow rate 15 liter/menit
suhu tertinggi mencapai 32,2°C. Sehingga dapat diketahui bahwa
7
Lestari, Desy Rizkiyah, dan Gogh Yudihanto. "Pengolahan Lumpur Tinja
Pada Sludge Drying Bed IPLT Keputih Menjadi bahan Bakar Alternatif Dengan
Metode Biodrying.", https://media.neliti.com/media/publications/155224-ID-
pengolahan-lumpur-tinja-pada-sludge-dryi.pdf (diakses pada 30 april 2018).
8
peningkatan suhu terjadi lebih tinggi pada reaktor dengan pemberian air
flow rate 25 liter/menit. Air flow rate dapat mempengaruhi suhu biomass
dalam proses pengeringan. Selain dapat mempercepat proses pengeringan,
juga dapat menurunkan degradasi zat organik guna menyimpan energi
kalor, dalam percobaan ini dibuktikan dengan penurunan volatil solid dan
nilai karbon pada reaktor 3 relatif rendah daripada reaktor 6
Perubahan suhu selama 14 hari pada air flow rate 25 liter/menit
tertinggi mencapai 35,8°C sedangkan pada air flow rate 15 liter/menit
suhu tertinggi mencapai 33,5°C. Pada reaktor 1 dan 2 setelah mencapai
suhu tertinggi terjadi penurunan yang cukup signifikan. Hal ini
menandakan bahwa aktivitas mikroorganisme mulai menurun dan proses
dekomposisi juga mulai berhenti diakibat oleh berkurangnya kadar air (air
menguap) dalam matrik limbah. Meningkatnya suhu tersebut
8
mengakibatkan efek pengeringan.
Hasil analisis karakteristik lumpur tinja menunjukan pada reaktor 2
(air flow rate 25 liter/menit) terjadi penurunan kadar air sebanyak 73,54%
dari kadar air semula, dengan kata lain kondisi lumpur akhir pada reaktor
2 sudah kering. Sedangkan pada reaktor 5 (air flow rate 15 liter/menit)
penurunan kadar air sebanyak 5,89% dari kadar air semula dan kondisi
lumpur masih sedikit basah seperti tanah liat. Selain itu nilai karbon pada
reaktor 2 juga lebih tinggi daripada reaktor 5. Hal ini dikarenakan bahwa
peristiwa meningkatnya suhu pada reaktor 2 bukan karena proses
stabilisasi biologis atau dekomposisi telah selesai, melainkan karena efek
pengeringan sehingga nilai karbon dapat dipertahankan (tidak terurai).
Nilai karbon yang dipertahankan ini membantu proses pengomposan

8
Adani, F., et. Al. 2002. “The influence of biomass temperature on
biostabilization-biodrying of municipal solid waste.” Bioresour. Technol. 83, 173-
179.
9
berjalan dengan baik karena digunakan mikroorganisme sebagai sumber
energi dan pembentuk sel. Jika nilai karbon tinggi maka aktivitas
mikroorganisme berkurang, sehingga waktu pengomposan berjalan lebih
lama dan kompos yang dihasilkan bermutu rendah.9
Perubahan suhu selama 21 hari pada air flow rate 25 liter/menit
tertinggi mencapai 31°C sedangkan pada air flow rate 15 liter/ menit suhu
tertinggi mencapai 33°C. Berdasarkan data dari akhir masa detensi 14 hari
memasuki masa detensi 21 hari, tidak terjadi perubahan suhu. Hal ini
dikarenakan pada akhir masa detensi 14 hari sisa kadar air hanya 13,65%,
sehingga tidak memungkinkan mikroorganisme untuk beraktivitas lagi
dan berdampak tidak ada perubahan suhu.
Sedangkan analisis nilai kalor dilakukan dengan uji laboratorium
menggunakan bom kalorimetri. Uji laboratorium ini dilakukan di
Laboratorium Energi ITS. Nilai kalor dari uji laboratorium merupakan
nilai kalor yang didapat pada sampel dengan kondisi kering (tanpa adanya
moisture content). Padahal produk akhir biodrying pada penelitian ini
masih terkandung beberapa persen kadar air. Untuk mengetahui nilai kalor
aktual dari produk akhir tersebut, dilakukan perhitungan nilai kalor tanpa
adanya pengurangan moisture content.
Kadar air yang terkandung dalam produk akhir biodrying sangat
mempengaruhi nilai kalor yang terkandung. Pada nilai kalor kering hasil
uji laboratorium tren grafik mengalami penurunan, sedangkan pada nilai
kalor aktual (include moisture content) tren grafik mengalami
peningkatan. Tren peningkatan nilai kalor pada reaktor dengan air flow
rate 25 liter/menit lebih tinggi dibandingkan pada reaktor dengan air flow

9
http://petroganik.blogspot.co.id/2008/06/faktor-yang-mempengaruhi-
laju.html?m=1
10
rate 15 liter/menit, karena kadar air pada reaktor dengan air flow rate 25
liter/menit lebih rendah.
Teknologi sistem biodrying ini selain bisa diterapkan pada
pengolahan lumpur tinja juga berhasil diujicobakan pada pengolahan
sampah di tempat pembuangan sampah terpadu Nambo di kabupaten
Bogor. Penggunaan sistem biodrying dirasa lebih efektif daripada
pengeringan langsung dengan sinar matahari. Teknologi ini tidak terlalu
mahal dan sangat ramah lingkungan. Pengelolaan sampah dengan
menggunakan metode biodrying dapat mengurangi kadar air sekitar 60
persen, dari 1500 ton sampah diolah. Mekanisme ini memaksimalkan dan
mempercepat pengeringan sampah, dari bawah sampah disuplai oksigen
sehingga mikroba bisa bekerja dengan maksimal.
Berdasarkan kelebihan sistem biodrying dan keberhasilan metode
ini ketika diujicobakan dalam pengelolaan sampah di Kabupaten Bogor
maka penulis menyarankan supaya metode ini diterapkan dalam
pengolahan lumpur tinja di IPLT Moyoketen.

Simpulan
Berdasarkan penelitian dan pembahasan yang telah dilakukan, maka
kesimpulan penelitian adalah sebagai berikut:
1. Dalam penelitian ini belum dicapai suhu optimum biodrying.
Pencapaian suhu optimam selain untuk pengeringan limbah, juga
berpengaruh pada sanitasi yaitu untuk mereduksi bau, pengurangan
jumlah lindi dan pengurangan timbulnya belatung. Besarnya air flow
rate dan lamanya waktu detensi sangat berpengaruh pada penurunan
kadar air, nilai karbon, volatil solid dan nilai kalor.

11
2. Penurunan kadar air tertinggi terdapat reaktor dengan pemberian air
flow rate 25 liter / menit. Nilai karbon dan volatil solid tertinggi
terdapat reaktor dengan pemberian air flow rate 25 liter / menit.
3. Kadar air sangat berpengaruh pada nilai kalor. Semakin banyak
kandungan air yang masih terkandung dalam matrik limbah, maka
akan semakin mengurangi nilai kalor limbah tersebut.

Daftar Rujukan
Adani, F., Baido, et. al. “The influence of biomass temperature on
biostabilization-biodrying of municipal solid waste.” Bioresour.
Technol. 83, 173-179.
Lestari, Desy Rizkiyah, dan Gogh Yudihanto. "Pengolahan Lumpur Tinja
Pada Sludge Drying Bed IPLT Keputih Menjadi bahan Bakar
Alternatif Dengan Metode Biodrying."
https://media.neliti.com/media/publications/155224-ID-
pengolahan-lumpur-tinja-pada-sludge-dryi.pdf (diakses pada 30
AANpril 2018).
SOP IPLT Moyoketen Tulungagung
Tanpa nama. “BAB II Tinjauan Pustaka”
http://erepo.unud.ac.id/16284/3/0891561038-3-BAB_II.pdf
(diakses pada 30 april 2018).
http://petroganik.blogspot.co.id/2008/06/faktor-yang-mempengaruhi-
laju.html?m=1

12

Вам также может понравиться