Вы находитесь на странице: 1из 23

LAPORAN PENDAHULUAN DAN ASUHAN KEPERAWATAN

“DENGUE HAEMORHAGIC FEVER (DHF)”

A. DEFINISI
Penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD) {bahasa medisnya disebut
Dengue Hemorrhagic Fever (DHF)} adalah penyakit yang disebabkan oleh virus
dengue yang ditularkan melalui gigitan nyamuk Aedes aegypti dan Aedes
albopictus, yang mana menyebabkan gangguan pada pembuluh darah kapiler dan
pada sistem pembekuan darah, sehingga mengakibatkan perdarahan-perdarahan.
Penyakit ini merupakan salah satu masalah kesehatan di Indonesia yang dapat
menimbulkan kekuatiran karena perjalanan penyakitnya yang cepat dan dapat
menyebabkan kematian dalam waktu singkat. Banyak ditemukan didaerah tropis
seperti Asia Tenggara, India, Brazil, Amerika termasuk di seluruh pelosok
Indonesia, kecuali di tempat-tempat ketinggian lebih dari 1000 meter di atas
permukaan air laut (Sumantri, 2008). Sindrom rejatan dengue (Dengue Shock
Syndrome, selanjutnya disingkat DSS) ialah penyakit DHF yang disertai rejatan.
Dengue haemorhagic fever (DHF) adalah penyakit yang disebabkan oleh
virus dengue sejenis virus yang tergolong arbovirus dan masuk kedalam tubuh
penderita melalui gigitan nyamuk aedes aegypty (Christantie Efendy,2005).
Dengue haemorhagic fever (DHF) adalah penyakit yang terdapat pada anak dan
orang dewasa dengan gejala utama demam, nyeri otot dan nyeri sendi yang
disertai ruam atau tanpa ruam. DHF sejenis virus yang tergolong arbo virus dan
masuk kedalam tubuh penderita melalui gigitan nyamuk aedes aegypty (betina)
(Seoparman , 2007). Demam berdarah dengue dikarenakan virus dengue dari
famili flaviviridae dan genus flavivirus. Virus ini mempunyai 4 serotipe yang dikenal
dengan DEN- 1, DEN-2, DEN-3, dan DEN-4. Keempat serotipe ini menimbulkan
gejala yang berbeda- beda jika menyerang manusia. DHF tidak menular melalui
kontak manusia dengan manusia. Virus dengue penyebab demam menular melalui
nyamuk. Oleh karena itu, penyakit ini termasuk dalam arthropod borne disesase.
Virus dengue berukuran 35- 45 nm. Nyamuk yang sering menimbulkan wabah dhf
yaitu Aedes Aegypti, Ae. Albopictus, Ae, polynesiensis. Nyamuk ini senang berada
di tempat gelap dan lembab. DengueHaemoragic Fever (DHF) adalah penyakit
demam akut yang disertai dengan adanya manifestasi perdarahan, yang
berpotensial mengakibatkan syok yang dapat menyebabkan kematian (Arief
Mansjoer &Suprohaita; 2009; 419). Di Indonesia, DBD telah menjadi masalah
kesehatan masyarakat selama 30 tahun terakhir. Jumlah kasus DBD pada tahun
2007 telah mencapai 139.695 kasus, dengan angka kasus baru (insidensi rate) 64
kasus per 100,000 penduduk. Total kasus meninggal adalah 1.395 kasus /Case
Fatality Rate sebesar 1% (Depkes RI, 2008a).

B. KLASIFIKASI
Klasifikasi DBD menurut Departemen Kesehatan Republik Indonesia
(2010) yaitu:
DD/DBD Derajat Tanda dan Gejala Laboratorium
DD Demam disertai minimal - Leukopenia (jumlah
dengan 2 gejala leukosit ≤4000 sel/mm3)
- Nyeri kepala - Trombositopenia (jumlah
- Nyeri retro-orbital trombosit <100.000
- Nyeri otot sel/mm3)
- Nyeri sendi/tulang - Peningkatan hematocrit (5-
- Ruam kulit makulopapular 10%)
- Manifestasi perdarahan - Tidak ada bukti
- Tidak ada tanda perembesan plasma
perembesan plasma
DBD I Demam dan manifestasi Trombositopenia <100.000
3
perdarahan (uji bending sel/mm ; peningkatan
positif) dan tanda hematocrit ≥20%
perembesan plasma)
DBD II Seperti derajat I ditambah Trombositopenia <100.000
3
perdarahan spontan sel/mm ; peningkatan
hematocrit ≥20%
DBD III Seperti derajat I atau II Trombositopenia <100.000
ditambah kegagalan sel/mm3; peningkatan
sirkulasi (nadi lemah , hematocrit ≥20%
takanan nadi ≤20 mmHg,
hipotensi, gelisah, diuresis
menurun)
DBD IV Syok hebat dengan tekanan Trombositopenia <100.000
3
darah dan adi yang tidak sel/mm ; peningkatan
terdeteksi hematocrit ≥20%
Dalam Mansjoer (2000), derajat beratnya DBD secara klinis dibagi menjadi:
a. Derajat I (ringan), teradpat demam mendadak selama 2-7 hari disertai gejala
klinis lain dengan manifestasi perdarahan teringan, yaitu uji turniket positif
b. Derajat II (sedang), ditemukan pula perdarahan kulit dan manifestasi
perdarahan lain
c. Derajat III, ditemukan tanda-tanda dini rejatan
d. Derajat IV, terdapat DSS dengan nadi dan tekanan darah yang tak terukur

C. ETIOLOGI
Menurut Dinkes Jateng (2005), Penyebab penyakit DBD ada 4 tipe (Tipe 1,
2, 3, dan 4), termasuk dalam group B Antropod Borne Virus (Arbovirus). Dengue
tipe -3 merupakan serotip virus yang dominan yang menyebabkan kasus yang
berat.
Penyakit ini disebabkan oleh virus Dengue dari genus Flavivirus, famili
Flaviviridae. DBD ditularkan ke manusia melalui gigitan nyamuk Aedes yang
terinfeksi virus Dengue. Virus Dengue penyebab Demam Dengue (DD), Demam
Berdarah Dengue (DBD) dan DengueShock Syndrome (DSS) termasuk dalam
kelompok B Arthropod Virus (Arbovirosis) yang sekarang dikenal sebagai genus
Flavivirus, famili Flaviviride, dan mempunyai 4 jenis serotipe, yaitu: Den-1, Den-2,
Den-3, Den-4 (Depkes, 2010).
Menurut Candra (2010), penyebab Demam Berdarah Dengue adalah
karena adanya virus dengue dan ditularkan melalui gigitan nyamuk Aedes Aegypty.
Meskipun dapat juga ditularkan oleh Aedes Albopictus yang biasanya hidup di
kebun-kebun. DBD ini banyak di temukan di daerah tropis yang curah hujannya
cukup tinggi. Sebab nyamuk akan mudah berkembang biak di daerah yang
tergenang air. Umumnya sering terjadi di daerah Asia Tenggara, khususnya
Indonesia yang saat ini menjadi masalah utama di negeri kita ini.
Ciri-ciri nyamuk Aedes Aegypty yaitu:
1. Warna hitam dengan belang-belang putih di seluruh badannya
2. Berbadan kecil
3. Biasanya menggigit pada siang hari dan sore hari
4. Hidup dan berkembang biak di dalam rumah, misal; bak mandi,kaleng
bekas,kolam ikan,ban bekas,pot tanaman air,tempat minuman burung (hidup di
air bersih)
5. Senang hinggap pada pakaian yang bergantung,kelambu dan ditempat yang
gelap dan lembab.
6. Jentik nyamuk berperan aktif di dalam bak air
7. Posisi jentik nyamuk tegak lurus dengan permukaan air
8. Gerakan jentik nyamuk naik turun ke atas pemukaan air untuk bernafas
9. Kemampuan terbang kira-kira 100 meter

D. PATOGENESIS
Terdapat bukti yang kuat bahwa mekanisme imunopatologis berperan
dalam terjadinya demam berdarah dengue dan sindrom renjatan dengue. Respon
imun yang diketahui berperan dalam patogenesis DBD adalah :
a. Respon humoral berupa pembentukan antibodi yang berperan dalam proses
netralisasi virus, sitolisis yang dimediasi komplemen dan sitotoksisitas yang
dimediasi antibodi. Antibodi terhadap virus dengue berperan dalam
mempercepat replikasi virus pada monosit atau makrofag. Hipotesis ini disebut
dengan antibodi dependent enchancement (ADE);
b. Limfosit T baik T-helper (CD4) dan T sitotoksik (CD8) berperan dalam respon
imun seluler terhadap virus dengue. Diferensiasi T helper yaitu TH1 akan
memproduksi interferon gamma, IL-2 dan limfokin. Sedangkan TH2
memproduksi IL-4, IL-5, IL- 6, dan IL-10;
c. Monosit dan makrofag berperan dalam fagositosis virus dengan opsonisasi
antibodi. Namun proses fagositosis ini menyebabkan peningkatan replikasi
virus dan sekresi sitokin oleh makrofag;
d. Aktivasi komplemen oleh kompleks imun menyebabkan terbentuknya C3a dan
C5a. Kurane dan Ennis pada tahun 1994 merangkum pendapat Halstead dan
peneliti lain; menyatakan bahwa infeksi virus dengue menyebabkan aktivasi
makrofag yang memfagositosis kompleks virus-antibodi non netralisasi
sehingga virus bereplikasi di makrofag. Terjadinya infeksi makrofag oleh virus
dengue menyebabkan aktivasi T helper dan T sitotoksik sehingga diproduksi
limfokin dan interferon gamma. Interferon gamma akan mengaktivasi monosit
sehingga disekresi berbagai mediator inflamasi seperti TNF-, IL-1, PAF (platelet
activating factor), IL-6, dan histamin yang mengakibatkan terjadinya disfungsi
endotel dan terjadi kebocoran plasma. Peningkatan C3a dan C5a terjadi
melalui aktivasi oleh kompleks virus antibodi yang juga mengakibatkan
terjadinya kebocoran plasma.
A. Trombositopenia pada infeksi dengue terjadi melalui mekanisme :
a. Supresi sumsum tulang
Destruksi dan pemendekan masa hidup trombosit. Gambaran sumsum
tulang pada fase awal infeksi (<5 hari) menunjukkan keadaan hiposeluler
dan supresi megakariosit. Setelah keadaan nadir tercapai akan terjadi
peningkatan hematopoiesis termasuk megakariopoiesis. Kadar
tromobopoietin dalam darah pada saat terjadi trombositopenia justru
menunjukkan kenaikan. Hal ini menunjukkan terjadinya stimulasi
trombopoiesis sebagai mekanisme kompensasi terhadap keadaan
trombositopenia. Destruksi trombosit terjadi melalui pengikatan fragmen
C3g, terdapatnya antibodi VD, konsumsi trombosit selama proses
koagulopati dan sekuestrasi di perifer. Gangguan fungsi trombosit terjadi
melalui mekanisme gangguan pelepasan ADP, peningkatan kadar b-
tromboglobulin dan PF4 yang merupakan pertanda degranulasi trombosit.
Koagulopati terjadi sebagai akibat interaksi virus dengan endotel yang
menyebabkan disfungsi endotel. Berbagai penelitian menunjukkan
terjadinya koagulopati konsumtif pada demam berdarah dengue stadium III
dan IV. Aktivasi koagulasi pada demam berdarah dengue terjadi melalui
aktivasi jalur intrinsik (tissue factor pathway). Jalur intrinsik juga berperan
melalui aktivasi faktor Xia namun tidak melalui aktivasi kontak (kalikrein C1-
inhibitor complex)
b. Pembentukan kompleks Ag-Ab yang merupakan ciri khas sel trombosit
pada pasien DHF
(Suhendro, et.al., 2006).
B. Leukopenia pada pasien DHF
Jumlah leukosit pada penderita DBD bervariasi dari leukopenia ringan
hingga leukositosis sedang. Leukopenia akan muncul antara hari demam ke-1
dan ke-3 pada 50 % kasus DBD ringan. Hal ini sebagian besar disebabkan oleh
adanya degenerasi sel PMN yang matur dan pembentukan sel PMN muda.
Konsentrasi granulosit menurun antara hari ke-3 dan ke-8. Pada syok yang
berat dapat dijumpai leukositosis hingga 12 x 109 / liter atau lebih yang disertai
dengan neutopenia absolut. Pada hari terjadinya syok atau penurunan demam
dari penderita DBD/DSS dapat dijumpai peningkatan yang nyata dari jumlah
absolut dan presentasi limfosit atipik(Suhendro, et.al., 2006).

E. MANIFESTASI KLINIS
Ada 3 tahap manifestasi klinis yaitu:
1) Tahap Febris (1-3 hari)
2) Tahap Toxic (kritis) (4-7 hari)
3) Tahap Convelascent (Penyembuhan)
a. Tahap Febris (hari 1-3)
 Demam 39-40°C disertai malaise, headache, nausea, vomiting,
myalgia, dan kadang-kadang nyeri abdomen.
 Tanda-tanda perdarahan mungkin dijumpai tapi dalam tingkatan
ringan: petekie, epiktasis, perdarahan GI dan gusi (jarang terjadi),
menorrhagia, hematuria (sangat jarang)
 Hepatomegali (lunak)
 Trombositopenia dan hemokonsentrasi (biasanya terdeteksi sebelum
onset tahap toksik)
b. Tahap toksik (hari 4-7)
Memasuki hari ke empat sampai dengan hari kelima merupakan
masa-masa kritis bagi penderita DBD. Di sini kadar trombosit di dalam
darah dan demam akan mulai turun. Memang awalnya penderita seakan-
akan mulai sembuh tetapi justru di tahapan inilah keadaan tubuh akan
semakin memburuk apabila tidak segera diberi pengobatan. Pada fase ini
pun dapat terjadi halusinasi, penurunan kesadaran, mimisan dari hidung,
serta pendaharan lainnya.
c. Fase ketiga (Recovery):
Jika sudah berhasil melewati fase kritis maka penderita akan
memasuki fase kesembuhan. Di sini trombosit mulai kembali normal dan
kesehatan tubuh sudah mulai membaik. Biasanya hal ini terjadi saat
memasuki hari ke enam dan seterusnya.

Gambar: Siklus Demam Berdarah . (Suhardiono,2005)

Dalam Sumantri (2008), tanda dan gejala DHF sebagai berikut:


a. Demam tinggi 2 – 7 hari disertai menggigil, kurang nafsu makan, nyeri pada
persendiaan,serta sakit kepala.
b. Pendarahan dibawah kulit berupa : Bintik-bintik merah pada kulit dan mimisan
(epistaksis).
c. Nyeri perut ( ulu hati ) tapi tidak ada gejala kuning,ada mual dan muntah.
d. Terjadi syok atau pingsan pada hari ke 3-7 secara berulang-ulang. Dengan
tanda syok yaitu lemah, kulit dingin , basah dan tidak sadar.

Masa tunas / inkubasi selama 3 - 15 hari sejak seseorang terserang virus


dengue, selanjutnya penderita akan menampakkan berbagai tanda dan gejala
demam berdarah sebagai berikut :
1. Demam tinggi yang mendadak 2-7 hari (38 - 40 derajat Celsius).
2. Pada pemeriksaan uji torniquet, tampak adanya bintik (purpura) perdarahan.
3. Adanya bentuk perdarahan dikelopak mata bagian dalam (konjungtiva),
Mimisan (Epitaksis), Buang air besar berwarna hitam berupa lendir bercampur
darah (Melena), dan lain-lainnya.
4. Terjadi pembesaran hati (Hepatomegali).
5. Tekanan darah menurun sehingga menyebabkan syok.
6. Pada pemeriksaan laboratorium (darah) hari ke 3 - 7 terjadi penurunan
trombosit dibawah 100.000 /mm3 (Trombositopeni), terjadi peningkatan nilai
Hematokrit diatas 20% dari nilai normal (Hemokonsentrasi).
7. Timbulnya beberapa gejala klinik yang menyertai seperti mual, muntah,
penurunan nafsu makan (anoreksia), sakit perut, diare, menggigil, kejang dan
sakit kepala.
8. Mengalami perdarahan pada hidung (mimisan) dan gusi.
9. Demam yang dirasakan penderita menyebabkan keluhan pegal/sakit pada
persendian.
10. Munculnya bintik-bintik merah pada kulit akibat pecahnya pembuluh darah
(petechiae).(Sumantri, 2008).

Manifestasi klinik renjatan pada anak terdiri dari (Rampengan, 2008; Tatura et al,
2009):
 Kulit pucat, dingin dan lembab, terutama pada ujung jari kaki, tangan dan
hidung.
 Anak semula rewel, cengeng dan gelisah lambat laun kesadarannya menurun
menjadi apatis, sopor, koma.
 Perubahan nadi, baik frekuensi maupun amplitudonya.
 Tekanan nadi menurun menjadi 20 mmHg atau kurang.
 Tekanan sistolik menurun menjadi 80 mmHg atau kurang.
 Oligouria sampai anuria.

F. PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK
a. Pemeriksaan darah perifer, yaitu hemoglobin, leukosit, hitung jenis, hematokrit,
dan trombosit. Antigen NS1 dapat dideteksi pada hari ke- 1 setelah demam dan
akan menurun sehingga tidak terdeteksi setelah hari sakit ke-5 -6. Deteksi
antigen virus ini dapat digunakan untuk diagnosis awal menentukan adanya
infeksi dengue, namun tidak dapat membedakan penyakit DD/DBD
b. Uji serologi IgM dan IgG anti dengue
c. Pemeriksaan foto dada dalam posisi right lateral decubitus dilakukan atas
indikasi, Distres pernafasan/ sesak
d. Dalam keadaan klinis ragu-ragu, namun perlu diingat bahwa terdapat kelainan
radiologis terjadi apabilapada perembesan plasma telah mencapai 20%- 40%.
e. Pemantauan klinis, sebagai pedoman pemberian cairan, dan untuk menilai
edema paru karena overload pemberian cairan
f. Kelainan radiologi yang dapat terjadi: dilatasi pembuluh darah paru terutama
daerah hilus kanan, hemitoraks kanan lebih radioopak dibandingkan yang kiri,
kubah diafragma kanan lebih tinggi daripada kanan, dan efusi pleura.
g. Pada pemeriksaan ultrasonografi dijumpai efusi pleura, kelainan dinding vesika
felea, dan dinding buli- buli.
(Yudiastuti,2005)

G. PENATALAKSANAAN MEDIS
Tanda kegawatan dapat terjadi pada setiap fase pada perjalanan penyakit
infeksi dengue, seperti berikiut :
1. Tidak ada perbaikan klinis/perburukan saat sebelum atau selama masa transisi
ke fase bebas demam / sejalan dengan proses penyakit
2. Muntah yg menetap, tidak mau minum
3. Nyeri perut hebat
4. Letargi dan/atau gelisah, perubahan tingkah laku mendadak
5. Perdarahan: epistaksis, buang air besar hitam, hematemesis, menstruasi yang
hebat, warna urin gelap (hemoglobinuria)/hematuria
6. Giddiness : (pusing/perasaan ingin terjatuh)
7. Pucat, tangan- kaki dingin dan lembab
8. Diuresis kurang/tidak ada dalam 4-6 jam
Monitor perjalanan penyakit DD/DBD
a. Parameter yang harus dimonitor mencakup :
 Keadaan umum, nafsu makan, muntah, perdarahan, dan tanda dan gejala
lain
 Perfusi perifer sesering mungkin karena sebagai indikator awal tanda syok,
serta mudah dan cepat utk dilakukan
 Tanda vital: suhu, nadi, pernapasan, tekanan darah, diperiksa minimal
setiap 2-4 jam pada pasien non syok & 1-2 jam pada pasien syok.
 Pemeriksaan hematokrit serial setiap 4-6 jam pada kasus stabil dan lebih
sering pada pasien tidak stabil/ tersangka perdarahan.
 Diuresis setiap 8- 12 jam pada kasus tidak berat dan setiap jam pada
pasien dengan syok berkepanjangan / cairan yg berlebihan.
 Jumlah urin harus 1 ml/kg berat badan/jam ( berdasarkan berat badan ideal)
b. Indikasi pemberian cairan intravena
 Pasien tidak dapat asupan yang adekuat untuk cairan per oral ataumuntah
 Hematokrit meningkat 10%- 20% meskipun dengan rehidrasi oral
 Ancaman syok atau dalam keadaan syok
 Jumlah urin harus 1 ml/kg berat badan/jam ( berdasarkan berat badan ideal)
c. Prinsip umum terapi cairan pada DBD
 Kristaloid : isotonik harus digunakan selama masa kritis.
 Cairan koloid digunakan pada pasien dengan perembesan plasma hebat,
dan tidak ada respon pada minimal volume cairan kristaloid yang diberikan.
 Volume cairan rumatan + dehidrasi 5% harus diberikan untuk menjaga
volume dan cairan intravaskular yang adekuat.
 Pada pasien dengan obesitas, digunakan berat badan ideal sebagai acuan
untuk menghitung volume cairan.

(Fathi et
al,2005)

H. KOMPLIKASI
a. Ensefalopati dengue dapat terjadi pada DBD dengan atau tanpa syok.
b. Kelainan ginjal akibat syok berkepanjangan dapat mengakibatkan gagal ginjal
akut.
c. Edema paru dan/ atau gagal jantung seringkali terjadi akibat overloading
pemberian cairan pada masa perembesan plasma
d. Syok yang berkepanjangan mengakibatkan asidosis metabolik & perdarahan
hebat (DIC, kegagalan organ multipel)
e. Hipoglikemia / hiperglikemia, hiponatremia, hipokalsemia akibat syok
berkepanjangan dan terapi cairan yang tidak sesuai
(Suhariono,2005)

I. PENCEGAHAN
Untuk mencegah penyakit DBD, nyamuk penularnya (Aedes aegypti) harus
diberantas sebab vaksin untuk mencegahnya belum ada. Cara yang tepat dalam
pencegahan penyakit DBD adalah dengan pengendalian vektornya, yaitu
nyamuk Aedes aegypti.
Cara yang tepat untuk memberantas nyamuk Aedes aegypti adalah
memberantas jentik-
jentiknya di tempat berkembang biaknya. Cara ini dikenal dengan Pemberantasan
Sarang Nyamuk DBD (PSN-DBD). Oleh karena tempat-tempat berkembang
biaknya terdapat di rumah-rumah dan tempat-tempat umum maka setiap keluarga
harus melaksanakan PSN-DBD secara teratur sekurang-kurangnya seminggu
sekali (Sumantri, 2008).

PSN-DBD tersebut dapat digambarkan pada bagan berikut :

Nyamuk Dewasa
Fogging (dengan insektisida)

Kimia
Jentik nyamuk
Fisika
Biologi

Pencegahan penyakit DBD sangat tergantung pada pengendalian


vektornya, yaitu nyamuk aides aegypti. Pengendalian nyamuk tersebut dapat
dilakukan dengan menggunakan beberapa metode yang tepat baik secara
lingkungan, biologis maupun secara kimiawi yaitu
a. Lingkungan
Metode lingkungan untuk mengendalikan nyamuk tersebut antara lain
dengan pemberantasan sarang nyamuk (PSN), pengelolaan sampah padat,
modifikasi tempat perkembangbiakan nyamuk hasil samping kegiatan manusia,
dan perbaikan desain rumah. PSN pada dasarnya merupakan pemberantasan
jentik atau mencegah agar nyamuk tidak berkembang tidak dapat berkembang
biak. Pada dasarnya PNS ini dapat dilakukan dengan:
 Menguras bak mandi dan tempat-tempat penampungan air sekurang-
kurangnya seminggu sekali,. Ini dilakukan atas dasar pertimbangan bahwa
perkembangan telur agar berkembang menjadi nyamuk adalah 7-10 hari.
 Menutup rapat tempat penampungan air seperti tempayan, drum, dan
tempat air lain dengan tujuan agar nyamuk tidak dapat bertelur pada
tempat-tempat tersebut.
 Mengganti air pada vas bunga dan tempat minum burung setidaknya
seminggu sekali.
 Membersihkan pekarangan dan halaman rumah dari barang-barang bekas
terutama yang berpotensi menjadi tempat berkembangnya jentik-jentik
nyamuk, seperti sampah kaleng, botol pecah, dan ember plastik.
 Munutup lubang-lubang pada pohon terutama pohon bambu dengan
menggunakan tanah.
 Membersihkan air yang tergenang di atap rumah serta membersihkan
salurannya kembali jika salurannya tersumbat oleh sampah-sampah dari
daun.
b. Biologi
Pengendalian secara biologis adalah pengandalian perkambangan nyamuk dan
jentiknya dengan menggunakan hewan atau tumbuhan. seperti memelihara
ikan cupang pada kolam atau menambahkannya dengan bakteri Bt H-14
c. Kimiawi
Pengendalian secara kimiawi merupakan cara pengandalian serta pembasmian
nyamuk serta jentiknya dengan menggunakan bahan-bahan kimia. Cara
pengendalian ini antara lain dengan:
 Pengasapan/fogging dengan menggunakan malathion dan fenthion yang
berguna untuk mengurangi kemungkinan penularan Aides aegypti sampai
batas tertentu.
 Memberikan bubuk abate (temephos) pada tempat-tempat penampungan
air seperti gentong air, vas bunga, kolam dan lain-lain.
Cara yang paling mudah namun efektif dalam mencegah penyakit DBD
adalah dengan mengkombinasikan cara-cara diatas yang sering kita sebut dengan
istilah 3M plus yaitu dengan menutup tempat penampungan air, menguras bak
mandi dan tempat penampungan air sekurang-kurangnya seminggu sekali serta
menimbun sampah-sampah dan lubang-lubang pohon yang berpotensi sebagai
tempat perkembangan jentik-jentik nyamuk. Selain itu juga dapat dilakukan dengan
melakukan tindakan plus seperti memelihara ikan pemakan jentik-jentik nyamuk,
menur larvasida, menggunakan kelambu saat tidur, memasang kelabu,
menyemprot dengan insektisida, menggunakan repellent, memasang obat nyamuk,
memeriksa jentik nyamuk secara berkala serta tindakan lain yang sesuai dengan
kondisi setempat.
Pemberantasan Sarang Nyamuk
PSN merupakan tindakan untuk memutus mata rantai perkembangan nyamuk.
Tindakan PSN terdiri atas beberapa kegiatan antara lain:
a. 3 M
3M adalah tindakan yang dilakukan secara teratur untuk memberantas jentik
dan menghindari gigitan nyamuk Demam Berdarah dengan cara:
 Menguras:
Menguras tempat-tempat penampungan air seperti bak mandi, tempayan,
ember,
 Menutup:
Menutup rapat semua tempat penampungan air seperti ember, gentong,
drum, dan lain-lain.
 Mengubur:
Mengubur semua barang-barang bekas yang ada di sekitar rumah yang
dapat menampung air hujan.
b. Memelihara ikan pemakan jentik-jentik nyamuk
c. Cegah gigitan nyamuk dengan cara:
 Membunuh jentik nyamuk Demam Berdarah di tempat air yang sulit dikuras
atau sulit air dengan menaburkan bubuk temephos (abate) atau altosoid 2-3
bulan sekali dengan takaran 1 gram abate untuk 10 liter air atau 2,5 gram
altosoid untuk 100 liter air. Abate dapat di peroleh/dibeli di Puskesmas atau
di apotek.
 Mengusir nyamuk dengan obat anti nyamuk.
 Mencegah gigitan nyamuk dengan memakai obat nyamuk gosok.
 Memasang kawat kasa di jendela dan di ventilasi
 Tidak membiasakan menggantung pakaian di dalam kamar.
 Gunakan sarung kelambu waktu tidur.
(Depkes RI,2007)

J. ASUHAN KEPERAWATAN
a) Pengkajian
1. Biodata / Identitas
DHF dapat menyerang dewasa atau anak-anak terutama anak berumur <
15 tahun. Endemik didaerah Asia tropik.
2. Keluhan Utama : Panas / demam.
3. Riwayat Penyakit Sekarang
- Demam mendadak selama 2-7 hari dan kemudian demam turun dengan
tanda-tanda lemah, ujung-ujung jari, telinga dan hidung teraba dingin
dan lembab.
- Demam disertai lemah, nafsu makan berkurang, muntah, nyeri pada
anggota badan, punggung, sendi, kepala dan perut, nyeri ulu hati,
konstipasi atau diare.
4. Riwayat Penyakit Dahulu
Ada kemungkinan anak yang telah terjangkau penyakit DHF bisa berulang
DHF lagi, Tetapi penyakit ini tidak ada hubungannya dengan penyakit yang
pernah diderita dahulu.
5. Riwayat Penyakit Keluarga
Penyakit DHF bisa dibawa oleh nyamuk jadi jika dalam satu keluarga ada
yang menderita penyakit ini kemungkinan tertular itu besar.
6. Riwayat Kesehatan Keluarga
Daerah atau tempat yang sering dijadikan tempat nyamuk ini adalah
lingkungan yang kurang pencahayaan dan sinar matahari, banyak
genangan air, vas and ban bekas.
7. Riwayat Tumbuh Kembang Anak : Sesuai dengan tumbuh kembang klien.
8. ADL
 Nutrisi : Dapat menjadi mual, muntah, anoreksia.
 Aktifitas : Lebih banyak berdiam di rumah selama musimhujan
dapat terjadi nyeri otot dan sendi, pegal-pegal pada
seluruh tubuh, menurunnya aktifitas bermain.
 Istirahat tidur : Dapat terganggu karena panas, sakit kepala dan nyeri.
 Personal hygiene: Pegal-pegal pada seluruh tubuh saat panas
dapat meningkatkan ketergantungan kebutuhan
perawatan diri.
9. Pemeriksaan
 Keadaan umum : Suhu tubuh tinggi (39,4 – 41,1 0C), menggigit
hipotensi,nadi cepat dan lemah.
 Kulit :Tampak bintik merah (petekil), hematom, ekimosit.
 Kepala : Mukosa mulut kering, perdarahan gusi, lidah kotor (kadang).
 Dada : Nyeri tekan epigastrik, nafas cepat dan sering berat.
 Abdomen : Pada palpasi teraba pembesaran hati dan limfe pada
keadaan dehidrasi turgor kulit menurun.
 Anus dan genetalia : Dapat terganggu karena diare/ konstipasi.
 Ekstrimitas atas dan bawah : Ekstrimitas dingin, sianosis.

b) Diagnosa Keperawatan
a. Hipertermi berhubungan dengan proses infeksi virus.
b. Kekurangan volume cairan berhubungan dengan kehilangan volume cairan
aktif.
c. Nyeri akut berhubungan dengan proses patologis penyakit.
d. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan
dengan anoreksia , mual dan muntah.
e. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan ketidakseimbangan antara suplai
dan kebutuhan oksigen.
f. Resiko syok berhubungan dengan hipovilemik
g. Ansietas berhubungan dengan perubahan status kesehatan
h. Defisiensi pengetahuan berhubungan degan kurang familier dengan
sumber informasi.

c) Intervensi Keperawatan
a. Hipertermi berhubungan dengan proses infeksi virus.
Tujuan & Kriteria Intervensi Rasional
Hasil { NIC }
{ NOC }
 Setelah dilakukan Fever Treatment :  Tanda-tanda vital
tindakan  Observasi tanda- merupakan acuan
keperawatan tanda untuk mengetahui
selama ... Vitaltiap 3 jam. keadaan umum
x 24 jam, pasien  Beri kompres hangat pasien.
akan : pada bagian lipatan  Kompres hangat
 Menunjukkan tubuh dapat
suhu tubuh ( Paha dan aksila ). mengembalikan
dalam rentang  Monitor intake dan suhu normal
normal. output memperlancar
 TTV normal.  Berikan obat anti sirkulasi.
piretik.  Untuk mengetahui
adanya
Temperature Regulation ketidakseimbanga
 Beri banyak minum n cairan tubuh.
( ± 1-1,5 liter/hari)  Dapat menurunkan
sedikit tapi sering demam
 Ganti pakaian klien
dengan bahan tipis
menyerap keringat.  Peningkatan suhu
tubuh akan
menyebabkan
penguapan tubuh
meningkat sehingga
perlu diimbangi
dengan asupan
cairan yang banyak.
 Pakaian yang tipis
menyerap keringat
dan membantu
mengurangi
penguapan tubuh
akibat dari
peningkatan suhu
dan dapat terjadi
konduksi.

b. Kekurangan volume cairan berhubungan dengan kehilangan volume


cairan aktif.
Tujuan & Kriteria Hasil Intervensi Rasional
{ NOC } { NIC }
Setelah dilakukan Fluid Management
tindakan keperawatan  Kaji keadaan  Mengetahui
selama ... x 24 jam, umum dengan cepat
pasien akan : klien dan tanda- penyimpangan dari
 Menunjukkan tanda vital. keadaan
keseimbangan Kaji input dan normalnya.
elektrolit dan asam output cairan.  Mengetahui
basa  Observasi adanya balance cairan
 Menunjukkan tanda-tanda syok dan elektrolit
keseimbangan  Anjurkan klien dalam
cairan untuk banyak tubuh/homeostatis.
 Turgor kulit baik minum.  Agar dapat segera
 Tanda-tanda vital  Kolaborasi dengan dilakukan tindakan
dalam batas normal dokter dalam jika terjadi syok.
pemberian cairan  Asupan cairan
I.V. sangat diperlukan
untuk menambah
volume cairan
tubuh
 Pemberian cairan
I.V sangat penting
bagi klien yang
mengalami deficit
volume cairan
untuk memenuhi
kebutuhan cairan
klien.

c. Nyeri akut berhubungan dengan proses patologis penyakit.


Tujuan & Kriteria Hasil Intervensi Rasional
{ NOC } { NIC }
Setelah dilakukan Pain management
tindakan keperawatan  Lakukan pengkajian  Mengetahui nyeri
selama ... x 24 jam, nyeri secara yang dialami pasien
pasien akan : kompherensif. sehingga perawat
 Dapat mengontrol  Kaji faktor-faktor dapat menentukan
nyeri yang cara mengatasinya.
 Mengetahui tingkat mempengaruhi  Dengan mengetahui
nyeri reaksi pasien faktor-faktor tersebut
 Ekspresi wajah terhadap nyeri. maka perawat dapat
rileks. melakukan
intervensi yang
 Berikan posisi yang sesuai dengan
nyaman dan masalah klien.
ciptakan suasana  Posisi yang nyaman
ruangan yang dan situasi yang
tenang. tenang dapat
 Berikan suasana membuat perasaan
gembira bagi pasien yang nyaman pada
pasien.
 Dengan suasa na
gembira pasien
Analgetic dapat
administration sedikit mengalihka
 Berikan analgesik n perhatiannya
sesuai tipe dan terhadap nyeri.
beratnya nyeri .  Obat analgesik
dapat menekankan
rasa nyeri.

d. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan


dengan anoreksia , mual dan muntah.
Tujuan & Kriteria Intervensi Rasional
Hasil { NIC }
{ NOC }
Setelah dilakukan Nutrition managemen  Memudahkan
tindakan  Kaji keadaan umum untuk intervensi
keperawatan klien selanjutnya
selama ... x 24 jam,  Beri makanan  Merangsang nafsu
pasien akan sesuai kebutuhan makan klien
menunjukkan: tubuh klien. sehingga klien
 Kebutuhan  Anjurkan orang tua mau makan.
nutrisi terpenuhi. klien untuk memberi  Makanan dalam
 Memperlihatkan makanan sedikit porsi kecil tapi
adanya selera tapi sering. sering
makan  Anjurkan orang tua memudahkan
klien memberi organ pencernaan
makanan TKTP dalam
dalam bentuk lunak metabolisme.
 Makanan dengan
komposisi TKTP
Nutrition Monitoring berfungsi
 Timbang berat membantu
badan klien tiap mempercepat
hari. proses
penyembuhan.
 Monitor mual  Berat badan
dan muntah merupakan salah
pasien. satu indicator
pemenuhan nutrisi
berhasil.
 Untuk mengetahui
status nutrisi
pasien.

e. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan ketidakseimbangan antara


suplai dan kebutuhan oksigen.
Tujuan & Kriteria Intervensi Rasional
Hasil { NIC }
{ NOC }
Setelah dilakukan Activity Therapy  Mengetahui tingkat
tindakan  Kaji hal-hal yang ketergantungan klien
keperawatan selama mampu dilakukan dalam memenuhi
... x 24 jam, pasien klien. kebutuhannya.
akan :  Bantu klien  Bantuan sangat
 Dapat memenuhi diperlukan klien pada
berpartisipasi kebutuhan saat kondisinya
dalam aktivitas aktivitasnya sesuai lemah dalam
fisik dengan tingkat pemenuhan
 Dapat keterbatasan klien kebutuhan sehari-
melakukan  Beri penjelasan hari tanpa mengalami
aktivitas sehari- tentang hal-hal yang ketergantungan pada
hari dapat membantu orang lain.
 TTV normal dan meningkatkan  Dengan penjelasan,
kekuatan fisik klien. pasien termotivasi
 Libatkan keluarga untuk kooperatif
dalam pemenuhan selama perawatan
ADL klien terutama terhadap
 Jelaskan pada tindakan yang dapat
keluarga dan klien meningkatkan
tentang pentingnya kekuatan fisiknya.
bedrest ditempat  Keluarga merupakan
tidur. orang terdekat
dengan klien
 Untuk mencegah
terjadinya keadaan
yang lebih parah

f. Resiko syok berhubungan dengan hipovilemik


Tujuan & Kriteria Intervensi Rasional
Hasil { NIC }
{ NOC }
Setelah dilakukan Syok Prevention
tindakan  Monitor keadaan  Memantau kondisi
keperawatan selama umum klien. klien selama masa
... x 24 jam, pasien perawatan terutama
akan : saat terjadi
 TTV dalam perdarahan sehingga
batas normal tanda pra syok, syok
 Natrium serum,  Observasi tanda- dapat ditangani.
kalium serum, tanda vital  Tanda vital dalam
kalsium serum, batas normal
magnesium menandakan
serum dalam keadaan umum
batas normal.  Monitor input dan klien baik
 Hematokrit output pasien  Mengetahui balance
dalam batas cairan dan elektrolit
normal  Anjurkan pada dalam
pasien/ keluarga  Keterlibatan keluarga
untuk segera untuk segera
melapor jika ada melaporkan jika
tanda-tanda terjadi perdarahan
perdarahan. terhadap pasien
sangat membantu tim
perawatan untuk
segera melakukan
Syok Management tindakan yang tepat
 Cek hemoglobin, untuk acuan
hematokrit, melakukan tindak
trombosit lanjut terhadap
 Monitor gas darah perdarahan.
dan oksigenasi
 Untuk mengetahui
adanya asodosis
metabolik.

g. Ansietas berhubungan dengan perubahan status kesehatan


Tujuan & Kriteria Intervensi Rasional
Hasil { NIC }
{ NOC }
Setelah dilakukan Anxiety
tindakan Reduction  Mengetahui
keperawatan selama  Kaji tingkat kecemasan
... x 24 jam, pasien kecemasan orang tua klien dan
akan : memudahkan
 Mampu menentukan
mengidentifikasi intervensi
dan  Jelaskan prosedur selanjutnya.
mengungkapka pengobatan  Untuk menambah
n perawatan. pengetahuan dan
gejala cemas informasi kepada
 TTV normal klien yang dapat
 Menunjukkan  Beri kesempatan mengurangi
teknik pada orang kecemasan orang
untuk tua untuk bertanya tua.
mengontrol tentang kondisi  Untuk memperoleh
cemas pasien. informasi yang lebih
 Beri penjelasan banyak dan
tiap meningkatkan
prosedur/ tindakan pengetahuan dan
yang mengurangi stress.
akan dilakukan  Memberikan
terhadap penjelasan tentang
pasien dan proses penyakit,
manfaatnya bagi menjelaskan
pasien tentang
kemungkinan
pemberian
perawatan intensif
jika memang
diperlukan oleh
 Beri dorongan pasien untuk
spiritual. mendapatkan
perawatan yang
lebih
optimal
 Memberi
ketenangan
kepada klien
dengan
berserah diri kepada
Tuhan Yang Maha
Esa.

h. Defisiensi pengetahuan berhubungan degan kurang familier dengan


sumber informasi.
Tujuan & Kriteria Intervensi Rasional
Hasil { NIC }
{ NOC }
Setelah dilakukan Teaching: Disease  Sebagai data fdasar
tindakan Proses pemberian informasi
keperawatan selama  Kaji tingkat selanjutnya.
... x 24 jam, pasien pengetahuan  Untuk memberikan
akan : klien/keluarga penjelasan sesuai
 Pasien dan tentang dengan tingkat
keluarga penyakit DHF pendidikan klien/
menyatakan  Kaji latar belakang keluarga sehingga
pemahaman pendidikan klien/ dapat dipahami dan
tentang keluarga. agar informasi dapat
penyakit ,  Jelaskan tentang diterima dengan
kondisi , proses penyakit, mudah dan tepat
prognosisdan diet, perawatan sehingga tidak terjadi
program dan obat-obatan kesalahpahaman.
pengobatan pada klien dengan  Dengan mengetahui
 Mampu bahasa dan kata- prosedur/tindakan
melaksanakan kata yang mudah yang akan dilakukan
yang dijelaskan dimengerti. dan manfaatnya,
secara benar  Jelaskan semua klien akan kooperatif
prosedur yang dan kecemasannya
akan dilakukan dan menurun.
manfaatnya pada  Mengurangi
klien. kecemasan dan
 Berikan memotivasi klien untuk
kesempatan pada kooperatif.
klien/ keluarga
untuk menanyakan
hal-hal yang
ingin diketahui
sehubungan
dengan penyakit
yang diderita klien.
DAFTAR PUSTAKA

Bapenas. 2006. Laporan Kajian Kebijaksanaan Penanggulangan (wabah) Penyakit


Menular (Studi Kasus DBD). Jakarta: Direktorat Kesehatan&Gizi Masyarakat.
Candra, Aryu. 2010. Demam Berdarah Dengue: Epidemiologi, Patogenesis, dan Faktor
Risiko Penularan.
https://www.google.com/search?q=demam+berdarah+dengue+pdf. Diakses
tanggal 15 Desember 2013
Depkes RI. 2010. Buletin Jendela EpidemiologiDemam Berdarah Dengue.
http://www.depkes.go.id/downloads/publikasi/buletin/BULETIN%20DBD.pdf.
Diakses tanggal 15 Desember 2013
Depkes RI. 2010. Data Kasus DBD per Bulan di Indonesia Tahun 2010, 2009 dan
2008. Jakarta: Depkes RI.
Fathi, Soedjadjadi K dan Chatarina, U W. 2005. Peran Faktor Lingkungan dan Perilaku
Terhadap Penularan Demam Berdarah Dengue di Kota Mataram. Jurnal
Kesehatan Lingkungan Vol. 2 No.1, Juli 2005: 1-10.
Mansjoer, Arif. 2001. Kapita Selekta Kedokteran Edisi III vol. 1. Jakarta : Media
Aesculapius.
Suhardiono. 2005. Sebuah Analisis Faktor Risiko Perilaku Masyarakat terhadap
Kejadian Demam Berdarah Dengue di Kelurahan Helvetia Tengah, Medan Tahun
2005. Jurnal Mutiara Kesehatan Indonesia vol 1 no 2 Desember 2005: 48-65.
Suhendro, et.al. Demam Berdarah Dengue. In :Sudoyo, Aru W, et al. Buku Ajar Ilmu
Penyakit Dalam edisi ke-4. Jakarta : Balai Penerbit FKUI. 2006. p. 1709-1710.
Sumantri, Arif. 2010. Model Pencegahan Berbasis Lingkungan Terhadap Penyebaran
Penyakit Demam Berdarah Dengue di Provinsi DKI Jakarta.
http://repository.ipb.ac.id/bitstream/handle/123456789/2099/2008asu1.pdf?seque
nce=4. Diakses tanggal 15 Desember 2013
WHO. 2011. Situation of Dengue/Dengue Hammorrhagic fever in the South-East Asia
Region. http://www.searo.who.int/en/Section10/Section 332_1103.htm. diakses
tanggal 18 September 2015.
Widiyanto, Teguh. 2007. Kajian Manajemen Lingkungan Terhadap Kejadian Demam
Berdarah
Yudhastuti, R. dan Vidiyani, A. 2005. Hubungan Kondisi Lingkungan, Kontainer, dan
Perilaku Masyarakat dengan Keberadaan Jentik Nyamuk Aedes aegypti di
Daerah Endemis Demam Berdarah Dengue Surabaya. Jurnal Kesehatan
Lingkungan Vol 1 nso 2 Januari 2005: 170-182.
Rampengan TH. Demam Berdarah Dengue dan Sindrom Syok Dengue. Dalam:
Penyakit Infeksi Tropik pada Anak. Edisi 2. Jakarta:EGC;2008:122-47.
Kemenkes RI. Profil Kesehatan Indonesia 2010. Jakarta:Kemenkes RI;2011:61-3.
Kan EF, Rampengan TH. Factors associated with shock in children with dengue
hemorrhagic fever. Paediatrica Indonesiana. 2004;44:171-7.
Tatura SNN, Rampengan NH, Mandei JM, Runtunuwu AL, Mantik MFJ, Rampengan
TH. Comparison of blood plasma and gelatin solution in resuscitation of children
with dengue shock syndrome. Paediatrica Indonesiana. 2009;49:322-9.

Вам также может понравиться