Вы находитесь на странице: 1из 41

LAPORAN AKHIR

PRAKTIKUM FENOMENA DASAR


BIDANG KONSTRUKSI

MODUL 2
DEFLEKSI

Nama : HASBULLAH
NIM : 1607166904
Kelompok :1

LABORATORIUM KONSTRUKSI DAN PERANCANGAN


PROGRAM STUDI S1 TEKNIK MESIN
FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS RIAU
2018
KATA PENGANTAR

Syukur alhamdulilah kami ucapkan kehadirat Allah SWT atas rahmat dan
hidayah-Nya sehingga kami dapat menyelesaikan laporan ini sesuai dengan waktu
yang ditetapkan, dan judul dari laporan ini adalah “DEFLEKSI”.
Ucapan terima kasih tidak lupa kami ucapan kepada dosen kami, serta
asisten yang telah banyak membantu dalam menyusun laporan ini. Kami menyadari
di dalam penyusunan laporan ini masih jauh dari kesempurnaan. Masih banyak
kekurangan yang harus diperbaiki, baik dari segi tata bahasa serta yang lainnya.
Oleh karena itu, kami mengharapkan kritik dan saran yang membangun agar
laporan ini dapat lebih baik lagi. Akhir kata saya mengucapkan terima kasih,
semoga hasil laporan praktikum saya ini bermanfaat.

Pekanbaru, Mei 2018

Penulis

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ............................................................................................. i


DAFTAR ISI ........................................................................................................... ii
DAFTAR GAMBAR ............................................................................................. iii
DAFTAR TABEL .................................................................................................. iv
DAFTAR NOTASI ................................................................................................. v
BAB IPENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang ............................................................................................... 1
1.2 Tujuan Percobaan .......................................................................................... 1
1.3 Manfaat .......................................................................................................... 2
BAB IITINJAUAN PUSTAKA
2.1 Teori Dasar .................................................................................................... 3
2.2 Teori Dasar Alat Uji .................................................................................... 18
BAB IIIMETODOLOGI
3.1Alat dan Bahan ............................................................................................. 19
3.2 Prosedur Percobaan ..................................................................................... 21
BAB IVPEMBAHASAN
4.1 Data Pengujian ............................................................................................. 22
4.2 Pengolahan Data .......................................................................................... 23
4.3 Analisa Data................................................................................................. 30
BAB VPENUTUP
5.1 Kesimpulan ................................................................................................. 33
5.2 Saran ........................................................................................................... 33
DAFATAR PUSTAKA
LAMPIRAN

ii
DAFTAR GAMBAR

Gambar 2. 1 Balok sebelum terjadi deformasi dan konfigurasi terdeformasi ....... 3


Gambar 2. 2 Defleksi vertikal................................................................................ 4
Gambar 2. 3 Defleksi horizontal............................................................................ 4
Gambar 2. 4 Tumpuan engsel ................................................................................ 6
Gambar 2. 5 Tumpuan rol ..................................................................................... 6
Gambar 2. 6 Tumpuan jepit ................................................................................... 7
Gambar 2. 7 Beban terpusat .................................................................................. 7
Gambar 2. 8 Beban terdistribusi ............................................................................ 8
Gambar 2. 9 Beban bervariasi (uniform) ............................................................... 8
Gambar 2. 10 Batang tumpuan sederhana ............................................................. 8
Gambar 2. 11 Batang kantilever ............................................................................ 9
Gambar 2. 12 Batang overhang ............................................................................. 9
Gambar 2. 13 Batang menerus .............................................................................. 9
Gambar 3. 1Dial indikator .........................................…………………………...19
Gambar 3. 2 Massa .............................................................................................. 19
Gambar 3. 3 Alat uji ............................................................................................ 19
Gambar 3. 4 Kunci pas ........................................................................................ 20
Gambar 3. 5 Mistar .............................................................................................. 20
Gambar 3. 6 Batang uji ........................................................................................ 20
Gambar 4. 1 Grafik tumpuan jepit-rol beban di tengah ........................................30
Gambar 4. 2 Grafik tumpuan jepit-rol beban di ujung ........................................ 31
Gambar 4. 3 Grafik tumpuan engsl-rol beban di tengah ..................................... 32

iii
DAFTAR TABEL

Tabel 4. 1 Data dimensi benda uji ........................................................................ 22


Tabel 4. 2 Data pengujian tumpuan jepit-rol beban di tengah batang uji ............ 22
Tabel 4. 3 Data pengujian tumpuan jepit-rol beban di ujung batang uji .............. 22
Tabel 4. 4 Data pengujian tumpuan engsel-rol beban di tengah batang uji ......... 22
Tabel 4. 5 Hasil perhitungan tumpuan jepit-rol beban di tengah batang uji ........ 29
Tabel 4. 6 Hasil perhitungan tumpuan jepit-rol beban di ujung batang uji .......... 30
Tabel 4. 7 Hasil perhitungan tumpuan engsel-rol beban di tengah batang uji ..... 30

iv
DAFTAR NOTASI

Simbol Keterangan Satuan


𝑙 panjang poros mm
m massa kg
P gaya N
g percepatan gravitasi m/s2
I inersia mm4
δ defleksi mm
x jarak tumpuan ke beban mm
E modulus elastisitas N/mm2

v
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Didalam kehidupan sehari-hari kita sering melihat fenomena defleksi,baik
defleksi pada logam maupun non-logam. Oleh sebab itu seorangengineer harus
mampu memperhitungkan defleksi atau lendutan yang akan terjadi,contohnya saja
pada jembatan. Jika seorang engineer tidak memperhitungkan dengan benarmaka
akan berakibat fatal bagi pengguna jembatan tersebut, karena lendutan yang lebih
besar akan mengurangi faktor safety pada struktur tersebut.
Defleksi merupakan suatu fenomena perubahan bentuk pada balok dalam
arah vertikal dan horizontal akibat adanya pembebanan yang diberikan pada balok
atau batang. Sumbu sebuah batang akan terdeteksi dari kedudukannya semula bila
benda dibawah pengaruh gaya terpakai. Dengan kata lain suatu batang yang
mengalami pembebanan transversal baik itu beban terpusat maupun terbagi merata
akan mengalami defleksi.
Salah satu persoalan yang sangat penting diperhatikan adalah perhitungan
defleksi atau lendutan dan tegangan pada elemen-elemen ketika mengalami suatu
pembebanan. Hal ini sangat penting terutama dari segi kekuatan (strength) dan
kekakuan (stiffness), dimana pada batang horizontal yang diberi beban secara lateral
akan mengalami defleksi. Oleh sebab itu kita harus mengetahui fenomena apa saja
yang akan terjadi padadefleksi ini.

1.2 Tujuan Percobaan


Tujuan dari praktikum defleksi ini adalah:
1. Mengetahui fenomena lendutan batang prismatik dan pemanfaatannya dalam
eksperimen dengan konstruksi sederhana.
2. Membandingkan solusi teoritik dengan hasil eksperimen.

1
2

1.3 Manfaat
Manfaat yang dapat diperoleh pada praktikum defleksi ini diantaranya adalah
mengetahui fenomena defleksi (lendutan) yang terjadi pada batang ataupun balok,
dan mampu menghitung besarnya defleksi yang terjadi.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Teori Dasar


2.1.1 Pengertian defleksi
Defleksi adalah perubahan bentuk pada balok dalam arah vertikal atau
horizontal akibat adanya pembebanan yang diberikan pada balok atau batang.
Sumbu sebuah batang akan terdeteksi dari kedudukannya semula bila benda
dibawah pengaruh gaya terpakai. Dengan kata lain suatu batang yang mengalami
pembebanan transversal baik itu beban terpusat maupun terbagi merata akan
mengalami defleksi.
Deformasi pada balok secara sangat mudah dapat dijelaskan berdasarkan
defleksi balok dari posisinya sebelum mengalami pembebanan. Defleksi diukur dari
permukaan netral awal ke posisi netral setelah terjadi deformasi. Konfigurasi yang
diasumsikan dengan deformasi permukaan netral dikenal sebagai kurva elastis dari
balok.

Gambar 2. 1Balok sebelum terjadi deformasi dan konfigurasi terdeformasi

Jarak perpindahan y didefinisikan sebagai defleksi balok. Dalam penerapan,


kadang kita harus menentukan defleksi pada setiap nilai x disepanjang balok.
Hubungan ini dapat ditulis dalam bentuk persamaan yang sering disebut persamaan
defleksi kurva atau kurva elastis dari balok.

2.1.2 Jenis-jenis defleksi

3
4

1. Deflkesi vertikal (Δw)


Perubahan bentuk suatu batang akibat pembebanan arah vertikal baik tarik
atau tekan hingga membentuk sudut defleksi, dan posisi batang vertikal,
kemudian kembali ke posisi semula.

Gambar 2. 2Defleksi vertikal

2. Defleksi horizontal (Δp)


Perubahan bentuk suatu batang akibat pembebanan arah vertikal (bending)
posisi batang horizontal, hingga membentuk sudut defleksi, kemudian
kembali ke posisi semula.

Gambar 2. 3Defleksi horizontal

Suatu batang kontinu yang ditumpu akan melendut apabila mengalami


beban lentur. Defleksi berdasarkan pembebanan yang terjadi pada batang terdiri
atas:
1. Defleksi aksial
Defleksi aksial adalah defleksi yang terjadi jika terjadi pembebanan pada
luas penampang.
2. Defleksi lateral
5

Defleksi lateral adalah defleksi yang terjadi jika pembebanan tegak lurus
pada luas penampang.
3. Defleksi yang disebabkan oleh gaya geser pada batang.

2.1.3 Faktor Penentu Defleksi


1. Kekakuan batang
Semakin kaku suatu batang maka lendutan batang yang akan terjadi pada
batang akan semakin kecil.
2. Besar-kecilnya pembebanan yang diberikan
Besar-kecilnya gaya yang diberikan pada batang berbanding lurus dengan
besarnya defleksi yang terjadi. Dengan kata lain semakin besar beban yang
dialami batang maka defleksi yang terjadi pun semakin besar.
3. Jenis tumpuan yang diberikan
Jumlah reaksi dan arah pada tiap jenis tumpuan berbeda-beda. Oleh karena
itu besarnya defleksi pada penggunaan tumpuan yang berbeda-beda tidaklah
sama. Semakin banyak reaksi dari tumpuan yang melawan gaya dari beban
maka defleksi yang terjadi pada tumpuan rol lebih besar dari tumpuan pin
(pasak) dan defleksi yang terjadi pada tumpuan pin lebih besar dari tumpuan
jepit.
4. Jenis beban yang terjadi pada batang
Beban terdistribusi merata dengan beban titikkeduanya memiliki kurva
defleksi yang berbeda-beda. Pada beban terdistribusi merata slope yang
terjadi pada bagian batang yang paling dekat lebih besar dari slope titik.Ini
karena sepanjang batang mengalami beban sedangkan pada beban titik hanya
terjadi pada beban titik tertentu saja. Sedangkan untuk faktor yang
mempengaruhi nilai defleksi yaitu :
a. Besar pembebanan (P)
b. Panjang batang (l)
c. Dimensi penampang batang (I)
d. Jenis material batang (E)
6

2.1.4 Jenis-jenis tumpuan


1. Tumpuan engsel
Tumpuan engsel merupakan tumpuan yang dapat menerima gaya reaksi
vertikal dan gaya reaksi horizontal. Tumpuan yang berpasak mampu melawan
gaya yang bekerja dalam setiap arah dari bidang. Jadi pada umumnya reaksi
pada suatu tumpuan seperti ini mempunyai dua komponen yang satu dalam
arah horizontal dan yang lainnya dalam arah vertikal. Tidak seperti pada
perbandingan tumpuan rol atau penghubung,maka perbandingan antara
komponen-komponen reaksi pada tumpuan yang terpasak tidaklah tetap.
Untuk menentukan kedua komponen ini dua buah komponen statika harus
digunakan.

Gambar 2. 4Tumpuan engsel

2. Tumpuan rol
Tumpuan rolmerupakan tumpuan yang hanyadapat menerima gaya reaksi
vertikal. Alat ini mampu melawan gaya-gaya dalam suatu garis aksi yang
spesifik. Penghubung yang terlihat pada gambar dibawah ini dapat melawan
gaya hanya dalam arah AB rol. Pada gambar dibawah hanya dapat melawan
beban vertikal. Sedang rol-rol hanya dapat melawan suatu tegak lurus pada
bidang cp.

Gambar 2. 5Tumpuan rol


7

3. Tumpuan jepit
Tumpuan jepit merupakan tumpuan yang dapat menerima gaya reaksi
vertikal, gaya reaksi horizontal dan momen akibat jepitan dua penampang.
Tumpuan jepit ini mampu melawan gaya dalam setiap arah dan juga mampu
melawan suatu kopel atau momen. Secara fisik, tumpuan ini diperoleh dengan
membangun sebuah balok ke dalam suatu dinding batu bata. Mengecornya ke
dalam beton atau mengelas ke dalam bangunan utama.

Gambar 2. 6Tumpuan jepit

2.1.5 Jenis-jenis pembebanan


Salah satu faktor yang mempengaruhi besarnya defleksi pada batangadalah
jenis beban yang diberikan kepadanya. Adapun jenis pembebanan:
1. Beban terpusat
Titik kerja pada batang dapat dianggap berupa titik karena luas kontaknya
kecil.

Gambar 2. 7Beban terpusat


8

2. Beban terbagi merata


Disebut beban terbagi merata karena merata sepanjang batang dinyatakan
dalam N/m atau kN/m.

Gambar 2. 8Beban terdistribusi

3. Beban bervariasi (uniform)


Disebut beban bervariasi uniform karena beban sepanjang batang besarnya
tidak merata.

Gambar 2. 9Beban bervariasi (uniform)

2.1.6 Jenis-jenis batang


1. Batang tumpuan sederhana
Bila tumpuan tersebut berada pada ujung-ujung dan pada pasak atau rol.

Gambar 2. 10Batang tumpuan sederhana


9

2. Batang kantilever
Bila salah satu ujung balok dijepit dan yang lain bebas.

Gambar 2. 11Batang kantilever

3. Batang overhang
Bila balok dibangun melewati tumpuan sederhana.

Gambar 2. 12Batang overhang

4. Batang menerus
Bila tumpuan-tumpuan terdapat pada balok continue secara fisik.

Gambar 2. 13Batang menerus

Suatu batang kontinu yang ditumpu akan melendut jika mengalami


beban lentur. Defleksi berdasarkan pembebanan yang terjadi pada batang
terdiri atas:
1. Defleksi Aksial
Defleksi aksial terjadi jika pembebanan pada luas penampang.
10

Gambar 2. 14. Defleksi Aksial


P
 dari hukum hooke:   E
A
P
  L  L0    / L0 E 
A
P
E  / L0  
A
P
E  / L0  
A
Pl0

AE
2. Defleksi Kantilever dan Lateral
Defleksi yang terjadi jika pembebanan tegak lurus pada luas penampang.

Gambar 2. 15 Defleksi Kantilever


11

Gambar 2.16 Defleksi Lateral Secara Tegak Lurus Penampang

3. Defleksi Oleh Gaya Geser atau Puntir Pada Batang


Unsur-unsur dari mesin haruslah tegar untuk mempertahankan
ketelitian dimensional terhadap pengaruh beban. Suatu batang kontinu
yang ditumpu akan melendut jika mengalami beban lentur.

Gambar 2.17 Defleksi Karena Adanya Momen Puntir

2.1.5 Metode Perhitungan Defleksi


Defleksi yang terjadi disetiap titik pada batang tersebut dapat
dihitung dengan berbagai metode, antara lain (Popov, E.P., 1984) :
1. Metode Integrasi Ganda (Double Integrations)
2. Metode Luas Bidang Momen (Momen Area Method)
3. Metode Energi
4. Metode Superposisi
12

1. Metode Integrasi Ganda


Pandangan samping permukaan netral balok yang melendut disebut
kurva elastis balok (lihat gambar). Gambar tersebut memperlihatkan
bagaimana menetapkan persamaan kurva ini, yaitu bagaimana menetapkan
lendutan tegak y dari setiap titik dengan terminologi koordinat x.
Pilihlah ujung kiri batang sebagai origin sumbu x searah dengan
kedudukan balok original tanpa lendutan, dan sumbu Y arah keatas positif.
Lendutan dianggap kecil sehingga tidak terdapat perbedaan panjang original
balok dengan proyeksi panjang lendutannya. Konsekwensinya kurva elastis
sangat datar dan kemiringannya pada setiap sangat kecil. Harga kemiringan,
tan q =dy / dx , dengan kesalahan sangat kecil bisa dibuat sama dengan q,
oleh karena itu
  dy / dx
d dy
dan 
dx dx

Gambar 2.18. Metode Integrasi Ganda


ds   d
Dimana r adalah jari-jari kurva sepanjang busur ds. Karena kurva
elastis sangat datar, ds pada prakteknya sama dengan dx: sehingga peroleh
persamaan :
13

1 d d
  atau
 ds dx

1 d2y

 dx 2
Dimana rumus lentur yang terjadi adalah
1 M

 EI
1
Dengan menyamakan harga dari persamaan diatas, kita peroleh

d2y
EI M
dx 2
Persamaan diatas dikenal sebagai persamaan differensial kurva
elastis balok. Perkalian EI, disebut kekauan lentur balok, biasanya tetap
sepanjang balok. Apabila persamaan diatas diintegrasi, andaikan EI
diperoleh :
dy
dx 
EI  Mdx  C1

Persamaan diatas adalah persamaan kemiringan yang menunjukkan


kemiringan atau harga dy / dx pada setiap titik. Dapat dicatat disini bahwa
M menyatakan persamaan momen yang dinyatakan dalam terminologi x,
dan C1 adalah konstanta yang dievaluasi dari kondisi pembebanan tertentu.
Sekarang integrasi persamaan diatas untuk memperoleh
EIy   Mdxdx  C1  C2

Persamaan diatas adalah persamaan lendutan kurva elastis yang


dikehendaki guna menunjukkan harga y untuk setiap harga x; 2 C adalah
konstanta integrasi lain yang harus dievaluasi dari kondisi balok tertentu dan
pembebannya. Apabila kondisi pembebanan dirubah sepanjang balok, maka
persamaan momen akan berubah pula. Pengevaluasian konstanta integrasi
menjadi sangat rumit. Kesulitan ini dapat dihindari dengan menuliskan
persamaan momen tunggal sedemikan rupa sehingga menjadi persamaan
14

kontinu untuk seluruh panjang balok meskipun pembebanan tidak


seimbang.

2. Metode Luas Bidang Momen


Metode yang berguna untuk menetapkan kemiringan dan lendutan
batang menyangkut luas diagram momen dan momen luas adalah metode
momen luas. Motode momen luas mempunyai batasan yang sama seperti
metode integrasi ganda. Kurva elastis merupakan pandangan samping
permukaan netral, dengan lendutan yang diperbesar, diagram momen. Jarak
busur diukur sepanjang kurva elastis antara dua penampang sama dengan r
´dq , dimana r adalah jari-jari lengkungan kurva elastis pada kedudukan
tertentu. Dari persamaan momen lentur diperoleh:
1 M

 EI
karena ds = r dq , maka
1 M d M
  atau d  ds
 EI ds EI
Pada banyak kasus praktis kurva elastis sangat datar sehingga tidak
ada kesalahan serius yang diperbuat dengan menganggap panjang ds =
proyeksi dx. Dengan anggapan itu kita peroleh :
M
d  dx
EI

Gambar 2.19. Sketsa Metode Luas Momen


15

Perubahan kemiringan antara garis yang menyinggung kurva pada


dua titik sembarang A dan B akan sama dengan jumlah sudut-sudut kecil
tersebut:
B X
1 B
 AB   d   Mdx
A EI XA

Jarak dari B pada kurva elastis (diukur tegak lurus terhadap


kedudukan balok original) yang akan memotong garis singgung yang ditarik
kekurva ini pada setiap titik lain A adalah jumlah pintasan dt yang timbul
akibat garis singgung kekurva pada titik yang berdekatan. Setiap pintasan
ini dianggap sebagai busur lingkaran jari-jari x yang dipisahkan oleh sudut
dq :
dt = xdq
oleh karena itu
XB

tb / a   dt   x(Md )
XA

Dengan memasukkan harga dq, diperoleh


XB
1
tb / a   dt   x(Md )
EI XA

Panjang b a t / dikenal sebagai penyimpangan B dari garis singgung yang


ditarik pada A, atau sebagai penyimpangan tangensial B terhadap A. Secara umum
penyimpangan seperti ini tidak sama.
Pengertian geometris mengembangkan dasar teori metode momen luas dari
diagram momen yang mana kita melihat bahwa Mdx adalah luas elemen arsiran
yang berkedudukan pada jarak x dari ordinat melalui B karena integral M dx berarti
jumlah elemen, maka dinyatakan sebagai,
1
 AB  (luas ) AB
EI
16

3. Metode Superposisi
Persamaan diferensial kurva defleksi balok adalah persamaan
diferensial linier, yaitu semua faktor yang mengandung defleksi w dan
turunannya dikembangkan ke tingkat pertama saja. Karena itu, penyelesaian
persamaan untuk bermacam-macam kondisi pembebanan boleh di
superposisi. Jadi defleksi balok akibat beberapa beban yang bekerja
bersama-sama dapat dihitung dengan superposisi dari defleksi akibat
masing-masing beban yang bekerja sendiri-sendiri
M
w ''  
EIy
Q
w '''  
EIy
q
wIV  
EIy

w( x )  w1( x )  w2( x )

Berlaku analog
w '( x )  w '1( x )  w '2( x )
M ( x )  M 1( x )  M 2( x )
Q( x )  Q1( x )  Q2( x )

Gambar 2.20. Metode Superposisi

2.2 APLIKASI
Adapun pengaplikasian pada defleksi ini adalah sebagai berikut :
1. Jembatan
17

Disinilah dimana aplikasi lendutan batang mempunyai perananan


yang sangat penting. Sebuah jembatan yang fungsinya menyeberangkan
benda atau kendaraan diatasnya mengalami beban yang sangat besar dan
dinamis yang bergerak diatasnya. Hal ini tentunya akan mengakibatkan
terjadinya lendutan batang atau defleksi pada batang-batang konstruksi
jembatan tersebut. Defleksi yang terjadi secara berlebihan tentunya akan
mengakibatkan perpatahan pada jembatang tersebut dan hal yang tidak
diinginkan dalam membuat jembatan.

2. Poros Transmisi
Pada poros transmisi roda gigi yang saling bersinggungan untuk
mentransmisikan gaya torsi memberikan beban pada batang poros secara
radial. Ini yang menyebabkan terjadinya defleksi pada batang poros
transmisi. Defleksi yang terjadi pada poros membuat sumbu poros tidak
lurus. Ketidaklurusan sumbu poros akan menimbulkan efek getaran pada
pentransmisian gaya torsi antara roda gigi. Selain itu,benda dinamis yang
berputar pada sumbunya.

3. Rangka (Chasis) Kendaraan


Kendaraan-kendaraan pengangkut yang berdaya muatan
besar,memilikikemungkinan terjadi defleksi atau lendutan batang-batang
penyusun konstruksinya.

4. Konstruksi Badan Pesawat Terbang


Pada perancangan sebuah pesawat material-material pembangunan
pesawat tersebut merupakan material-material ringan dengan tingkat
elestitas yang tinggi namun memiliki kekuatan yang baik. Oleh karena
itu,diperlukan analisa lendutan batang untuk mengetahui defleksi yang
terjadi pada material atau batang-batang penyusun pesawat tersebut,untuk
mencegah terjadinya defleksi secara berlebihan yang menyebabkan
perpatahan atau fatik karena beban terus-menerus.
18

5. Mesin Pengangkut Material


Pada alat ini ujung pengankutan merupakan ujung bebas tak
bertumpuan sedangkan ujung yang satu lagi berhubungan langsung atau
dapat dianggap dijepit pada menara kontrolnya. Oleh karena itu,saat
mengangkat material kemungkinan untuk terjadi defleksi. Pada
konstruksinya sangat besar karena salah satu ujungnya bebas tak
bertumpuan. Disini analisa lendutan batang akan mengalami batas tahan
maksimum yang boleh diangkut oleh alat pengangkut tersebut

2.2 Teori Dasar Alat Uji


Alat ukur yang digunakan pada percobaan defleksi ini adalah dial gaugeatau
jam ukur. Jam ukur merupakan alat ukur pembanding yang banyak digunakan
dalam industri pemesinan pada bagian produksi maupun bagian pengukuran.
Prinsip kerjanya secara mekanik, dimana gerak linear dari sensor diubah menjadi
gerak putaran pada jarum penunjuk pada piringan berskala dengan perantara batang
bergigi dan susunan roda gigi. Kecermatan pembacaan skala pada jam ukur yaitu
0.01; 0.05; atau 0.002 dengan kapasitas ukuran yang berbeda-beda misalnya 20, 10,
5, 2, atau 1 mm. Untuk kapasitas ukuran yang besar biasanya dilengkapi dengan
jarum jam penunjuk kecil pada piringan jam besar, dimana satu putaran penuh
jarum jam yang besar sesuai dengan satu angka pada jarum kecil.
Ujung sensor dapat diganti dengan berbagai bentuk yang dibuat dari baja
karbida atau sapphire.Ujung sensor disesuaikan dengan kondisi benda ukur dan
frekuensi penggunaannya. Toleransi kesalahan putarnya dapat diperiksa dengan
cara menempatkan jam ukur pada posisi yang tetap dan benda ukur diputar pada
sumbu tertentu.
19

BAB III
METODOLOGI

3.1 Alat dan Bahan


1. Dial indikator
Alat ukur yang digunakan untuk mengukur defleksi.

Gambar 3. 1Dial indikator


2. Massa
Beban yang diberikan agar batang mengalami lendutan.

Gambar 3. 2 Massa
3. Perangkat alat uji

Gambar 3. 3Alat uji


20

4. Kunci pas
Kunci pas berfungsi untuk mengunci dan membuka pemasangan tumpuan
pada alat uji.

Gambar 3. 4Kunci pas


5. Mistar
Mistar berfungsi untuk mengukur jarak antar titik pengukuran.

Gambar 3. 5Mistar
6. Batang uji
Batang uji digunakan sebagai sampel pada pengujian defleksi ini.

Gambar 3. 6Batang uji


21

Prosedur Percobaan
1. Ukur dimensi semua benda uji dengan alat ukur yang tersedia.
2. Susunlah perangkat pengujian defleksi untuk tumpuan jepit-rol untuk masing-
masing spesimen batang uji.
3. Set posisi jam ukur pada posisi nol ketika batang uji sebelum diberikan
pembebanan.
4. Berikan pembebanan pada setiap batang uji dibagian tengah dari panjang
batang uji.
5. Ukurlah besar nilai simpangan lendutan pada posisi tertentu dari posisi
pembebanan (lakukan pengukuran lendutan pada tiga titik)
6. Ulangi langkah percobaan 2-5, akan tetapi pindahkan posisi pembabanan pad
ujung batang uji dan tumpuan rol berada ditengah-tengah panjang batang uji
(overhang).
7. Ganti jenis tumpuan pada perangkat pengujian menjadi tumpual engsel-rol.
Berikan pembebanan pada bagian tengah dari setiap batang uji dan ukur besar
simpangan yang terjadi.
8. Catat hasil pengujian pada tabel yang telah disediakan.
BAB IV
PEMBAHASAN

4.1 Data Pengujian


Tabel 4. 1 Data dimensi benda uji

Batang Panjang Lebar Tebal Diameter


Keterangan
uji no. (mm) (mm) (mm) (mm)
1 1000 50 3 0 Plat panjang
2 798 50 5 0 Plat pendek
3 1000 0 0 5 Silindris

Tabel 4. 2 Data pengujian tumpuan jepit-rol beban di tengah batang uji

Batang Posisi Pengujian (mm) Defleksi Pengujian (mm)


P (N)
Uji No. X1 X2 X3 X1 X2 X3
1 100 200 500 0,155 3,33 2,75 8.829
2 100 200 500 0,15 0,33 0,41 8.829
3 100 200 500 0,4 2,45 2,62 8.829

Tabel 4. 3 Data pengujian tumpuan jepit-rol beban di ujung batang uji

Batang Posisi Pengujian (mm) Defleksi Pengujian (mm)


P (N)
Uji No. X1 X2 X3 X1 X2 X3
1 100 400 500 -0,63 -0,83 4,4 8.829
2 80 370 500 -0,12 -0,39 1,3 8.829
3 70 350 480 -0,5 -1,88 3,42 8.829

Tabel 4. 4 Data pengujian tumpuan engsel-rol beban di tengah batang uji

Batang Posisi Pengujian (mm) Defleksi Pengujian (mm)


P (N)
Uji No. X1 X2 X3 X1 X2 X3
1 100 200 500 3,82 8,9 10,19 8.829
2 100 350 480 0,4 1,1 1.0 8.829
3 100 400 500 3.31 9,82 11,13 8.829

22
23

4.2 Pengolahan Data


𝑔 = 9,81 𝑚/𝑠 2
𝐸 = 200000 𝑁/𝑚𝑚2
𝑏ℎ3
𝐼𝑏𝑎𝑡𝑎𝑛𝑔 1 =
12

50𝑚𝑚×(3 𝑚𝑚)3
=
12
= 112.5 𝑚𝑚4
𝑏ℎ3
𝐼𝑏𝑎𝑡𝑎𝑛𝑔 2 =
12
50𝑚𝑚×(5 𝑚𝑚)3
=
12
= 520,83 𝑚𝑚4
𝜋
𝐼𝑏𝑎𝑡𝑎𝑛𝑔 3 = × 𝐷4
64
𝜋
= × (5 𝑚𝑚)4
64

= 30.66 𝑚𝑚4
𝑃𝑏𝑎𝑡𝑎𝑛𝑔 1 = 𝑚 × 𝑔
= 0,9 𝑘𝑔 × 9,81
= 8,829 𝑁
𝑃𝑏𝑎𝑡𝑎𝑛𝑔 2 = 𝑚 × 𝑔
= 0,9 𝑘𝑔 × 9,81
= 8,829 𝑁
𝑃𝑏𝑎𝑡𝑎𝑛𝑔 3 = 𝑚 × 𝑔
= 0,9 𝑘𝑔 × 9,81
= 8,829 𝑁
24

4.2.1 Batang uji tumpuan jepit-rol beban di tengah batang uji

 Batang uji I

𝑃𝑋1 2 27𝑙 33𝑋1


𝛿𝑋1 = ( − )
6𝐸𝐼 48 48
8,829 𝑁 × (100 𝑚𝑚)2 27 × 492,5 𝑚𝑚 33 × 100 𝑚𝑚
= 2 4
( − )
6 × 200000 𝑁/𝑚𝑚 × 112,5 𝑚𝑚 48 48
= 0.136 𝑚𝑚

𝑃𝑋2 2 27𝑙 33𝑋2


𝛿𝑋2 = ( − )
6𝐸𝐼 48 48
8,829 𝑁 × (200 𝑚𝑚)2 27 × 492,5 𝑚𝑚 33 × 200 𝑚𝑚
= 2 4
( − )
6 × 200000 𝑁/𝑚𝑚 × 112,5 𝑚𝑚 48 48
= 0.365 𝑚𝑚

𝑃𝑋3 2 27𝑙 33𝑋3


𝛿𝑋3 = ( − )
6𝐸𝐼 48 48
8,829 𝑁 × (500 𝑚𝑚)2 27 × 492,5 𝑚𝑚 33 × 500 𝑚𝑚
= 2
( − )
6 × 200000 𝑁/𝑚𝑚 × 112,5𝑚𝑚 48 48
= −1,091 𝑚𝑚

 Batang uji II

𝑃𝑋1 2 27𝑙 33𝑋1


𝛿𝑋1 = ( − )
6𝐸𝐼 48 48
8,829 𝑁 × (100 𝑚𝑚)2 27 × 492,5 𝑚𝑚 33 × 100 𝑚𝑚
= 2 4
( − )
6 × 200000 𝑁/𝑚𝑚 × 520,83 𝑚𝑚 48 48
= 0.017 𝑚𝑚

𝑃𝑋2 2 27𝑙 33𝑋2


𝛿𝑋2 = ( − )
6𝐸𝐼 48 48
8,829 𝑁 × (200 𝑚𝑚)2 27 × 492,5 𝑚𝑚 33 × 200 𝑚𝑚
= ( − )
6 × 200000 𝑁/𝑚𝑚2 × 520,83 𝑚𝑚4 48 48
= 0.029 𝑚𝑚
25

𝑃𝑋3 2 27𝑙 33𝑋3


𝛿𝑋3 = ( − )
6𝐸𝐼 48 48
8,829 𝑁 × (500 𝑚𝑚)2 27 × 492,5 𝑚𝑚 33 × 500 𝑚𝑚
= 2
( − )
6 × 200000 𝑁/𝑚𝑚 × 520,83𝑚𝑚 48 48
= −0,549 𝑚𝑚

 Batang uji III

𝑃𝑋1 2 27𝑙 33𝑋1


𝛿𝑋1 = ( − )
6𝐸𝐼 48 48
8,829 𝑁 × (100 𝑚𝑚)2 27 × 492,5 𝑚𝑚 33 × 100 𝑚𝑚
= 2 4
( − )
6 × 200000 𝑁/𝑚𝑚 × 30,66𝑚𝑚 48 48
= 0,493 𝑚𝑚

𝑃𝑋2 2 27𝑙 33𝑋2


𝛿𝑋2 = ( − )
6𝐸𝐼 48 48
8,829 𝑁 × (200 𝑚𝑚)2 27 × 492,5 𝑚𝑚 33 × 200 𝑚𝑚
= ( − )
6 × 200000 𝑁/𝑚𝑚2 × 30, 𝑚𝑚4 48 48
= 1,312 𝑚𝑚

𝑃𝑋3 2 27𝑙 33𝑋3


𝛿𝑋3 = ( − )
6𝐸𝐼 48 48
8,829 𝑁 × (500 𝑚𝑚)2 27 × 492,5 𝑚𝑚 33 × 500 𝑚𝑚
= 𝑁 ( − )
6× 200000 𝑚𝑚2 × 30,66𝑚𝑚 48 48

= −4,171 𝑚𝑚

4.2.2 Batang uji tumpuan jepit-rol beban di ujung batang uji(overhang)

 Batang uji I

𝑃 𝑙 𝑙 𝑙2
𝛿𝑋1 = (𝑍 3 − (2𝑙 + ) (𝑍 + 2 𝑙))
6𝐸𝐼 2 2 2
26

2
8,829 𝑁 3 500 500 500
= (100 − (2𝑥500 + ) (100 + 2 ( ) 𝑥 500 ))
6 × 200000 × 112,5 2 2 2

= 6,197 𝑚𝑚

𝑃 𝑙 𝑙 𝑙2
𝛿𝑋2 = (𝑍 3 − (2𝑙 + ) (𝑍 + 2 𝑙))
6𝐸𝐼 2 2 2

2
8,829 𝑁 3 500 500 500
= (400 − (2𝑥500 + ) (400 + 2 ( ) 𝑥 500 ))
6 × 200000 × 112,5 2 2 2

= 0,677 𝑚𝑚

𝑃 𝑙 𝑙 𝑙2
𝛿𝑋3 = (𝑍 3 − (2𝑙 + ) (𝑍 + 2 𝑙))
6𝐸𝐼 2 2 2

2
8,829 𝑁 3 500 500 500
= (500 − (2𝑥500 + ) (500 + 2 ( ) 𝑥 500 ))
6 × 200000 × 112,5 2 2 2

= 22,497 𝑚𝑚

 Batang uji II

𝑃 𝑙 𝑙 𝑙2
𝛿𝑋1 = (𝑍 3 − (2𝑙 + ) (𝑍 + 2 𝑙))
6𝐸𝐼 2 2 2

2
8,829 𝑁 3 399 399 399
= (80 − (2𝑥399 + ) (80 + 2 ( ) 𝑥 399 ))
6 × 200000 × 520,83 2 2 2

= 6,573 𝑚𝑚

𝑃 𝑙 𝑙 𝑙2
𝛿𝑋2 = (𝑍 3 − (2𝑙 + ) (𝑍 + 2 𝑙))
6𝐸𝐼 2 2 2

2
8,829 𝑁 3 399 399 399
= (370 − (2𝑥399 + ) (370 + 2 ( ) 𝑥 399 ))
6 × 200000 × 520,83 2 2 2

= 0,573 𝑚𝑚
27

𝑃 3
𝑙 𝑙 𝑙2
𝛿𝑋3 = (𝑍 − (2𝑙 + ) (𝑍 + 2 𝑙))
6𝐸𝐼 2 2 2

2
8,829 𝑁 3 399 399 399
= (500 − (2𝑥399 + ) (500 + 2 ( ) 𝑥 399 ))
6 × 200000 × 520,83 2 2 2

= 22,497 𝑚𝑚

 Batang uji II

𝑃 𝑙 𝑙 𝑙2
𝛿𝑋1 = (𝑍 3 − (2𝑙 + ) (𝑍 + 2 𝑙))
6𝐸𝐼 2 2 2

2
8,829 𝑁 3 500 500 500
= (70 − (2𝑥500 ) (70 + 2 ( ) 𝑥 500 ))
6 × 200000 × 30,66 2 2 2

= 6,767 𝑚𝑚

𝑃 3
𝑙 𝑙 𝑙2
𝛿𝑋2 = (𝑍 − (2𝑙 + ) (𝑍 + 2 𝑙))
6𝐸𝐼 2 2 2

2
8,829 𝑁 3 500 500 500
= (350 − (2𝑥500 ) (350 + 2 ( ) 𝑥 500 ))
6 × 200000 × 30,66 2 2 2

= 0,519 𝑚𝑚

𝑃 𝑙 𝑙 𝑙2
𝛿𝑋3 = (𝑍 3 − (2𝑙 + ) (𝑍 + 2 𝑙))
6𝐸𝐼 2 2 2

2
8,829 𝑁 3 500 500 500
= (480 − (2𝑥500 ) (480 + 2 ( ) 𝑥 500 ))
6 × 200000 × 30,66 2 2 2

= 20,54 𝑚𝑚
28

4.2.3 Batang uji tumpuan engsel-rol beban di tengah batang uji


 Batang uji I
𝑃𝑋1
𝛿𝑋1 = (3𝑙 2 − 4𝑋1 2 )
48𝐸𝐼
8,829 𝑁 × 100 𝑚𝑚
= (3(492,5 𝑚𝑚)2 − 4(100 𝑚𝑚)2 )
48 × 200000 𝑁/𝑚𝑚2 × 112,5 𝑚𝑚4
= 0,562 𝑚𝑚

𝑃𝑋2
𝛿𝑋2 = (3𝑙 2 − 4𝑋2 2 )
48𝐸𝐼
8,829 𝑁 × 200 𝑚𝑚
= (3(492,5 𝑚𝑚)2 − 4(200 𝑚𝑚)2 )
48 × 200000 𝑁/𝑚𝑚2 × 112,5 𝑚𝑚4
= 0,107 𝑚𝑚

𝑃𝑋3
𝛿𝑋3 = (3𝑙 2 − 4𝑋3 2 )
48𝐸𝐼
8,829 𝑁 × 100 𝑚𝑚
= (3(492,5 𝑚𝑚)2 − 4(100 𝑚𝑚)2 )
48 × 200000 𝑁/𝑚𝑚2 × 112,5 𝑚𝑚4
= −4,305𝑚𝑚

 Batang uji II
𝑃𝑋1
𝛿𝑋1 = (3𝑙 2 − 4𝑋1 2 )
48𝐸𝐼
8,829 𝑁 × 100 𝑚𝑚
= (3(392,5 𝑚𝑚)2 − 4(100 𝑚𝑚)2 )
48 × 200000 𝑁/𝑚𝑚2 × 520,38 𝑚𝑚4
= 0,562 𝑚𝑚

𝑃𝑋2
𝛿𝑋2 = (3𝑙 2 − 4𝑋2 2 )
48𝐸𝐼
8,829 𝑁 × 350 𝑚𝑚
= (3(392,5 𝑚𝑚)2 − 4(350 𝑚𝑚)2 )
48 × 200000 𝑁/𝑚𝑚2 × 520,38 𝑚𝑚4
= −0,017 𝑚𝑚

𝑃𝑋3
𝛿𝑋3 = (3𝑙 2 − 4𝑋3 2 )
48𝐸𝐼
29

8,829 𝑁 × 480 𝑚𝑚
= (3(392,5 𝑚𝑚)2 − 4(480 𝑚𝑚)2 )
48 × 200000 𝑁/𝑚𝑚2 × 520,83 𝑚𝑚4
= −3,004 𝑚𝑚

 Batang uji III


𝑃𝑋1
𝛿𝑋1 = (3𝑙 2 − 4𝑋1 2 )
48𝐸𝐼
8,829 𝑁 × 100 𝑚𝑚
= (3(487,5 𝑚𝑚)2 − 4(100 𝑚𝑚)2 )
48 × 200000 𝑁/𝑚𝑚2 × 30,66 𝑚𝑚4
= 0,562 𝑚𝑚

𝑃𝑋2
𝛿𝑋2 = (3𝑙 2 − 4𝑋2 2 )
48𝐸𝐼
8,829 𝑁 × 400 𝑚𝑚
= (3(487,5 𝑚𝑚)2 − 4(400 𝑚𝑚)2 )
48 × 200000 𝑁/𝑚𝑚2 × 30,66 𝑚𝑚4
= −0,126 𝑚𝑚

𝑃𝑋3
𝛿𝑋3 = (3𝑙 2 − 4𝑋3 2 )
48𝐸𝐼
8,829 𝑁 × 500 𝑚𝑚
= (3(487,5 𝑚𝑚)2 − 4(500 𝑚𝑚)2 )
48 × 200000 𝑁/𝑚𝑚2 × 30,66 𝑚𝑚4
= −4.305 𝑚𝑚

4.2.4 Hasil Perhitungan dan Grafik batang 1


Tabel 4. 5 Hasil perhitungan tumpuan jepit-rol beban di tengah batang uji
Posisi Pengujian Defleksi Pengujian
Batang Defleksi Teoritis (mm)
(mm) (mm)
Uji No.
X1 X2 X3 X1 X2 X3 X1 X2 X3
1 100 200 500 0,155 3,33 2,75 0,136 0,365 -1,091
2 100 200 500 0,15 0,33 0,41 0,017 0,029 -0,549
3 100 200 500 0,4 2,45 2,62 0,493 1,312 -4,171
30

Tabel 4. 6 Hasil perhitungan tumpuan jepit-rol beban di ujung batang uji


Posisi Pengujian Defleksi Pengujian
Batang Defleksi Teoritis (mm)
(mm) (mm)
Uji No.
X1 X2 X3 X1 X2 X3 X1 X2 X3
1 100 400 500 -0,63 -0,83 4,4 6,197 0,677 22,497
2 80 370 500 -0,12 -0,39 1,3 6,573 0,573 22,497
3 70 350 480 -0,5 -1,88 3,42 6,767 0,519 20,54

Tabel 4. 7 Hasil perhitungan tumpuan engsel-rol beban di tengah batang uji


Posisi Pengujian Defleksi Pengujian
Defleksi Teoritis (mm)
Batang (mm) (mm)
Uji No.
X1 X2 X3 X1 X2 X3 X1 X2 X3

1 100 200 500 3,82 8,9 10,19 0,562 0,107 -4,305


2 100 350 480 0,4 1,1 1.0 0,562 -0,017 -3,004
3 100 400 500 3.31 9,82 11,13 0,562 -0,126 -4,305

4.3 Analisa Data


Dari hasil perhitungan data pengujian maka diperoleh grafik sebagai berikut:

Tumpuan jepit-rol beban di tengah


2
1.312
1
0.493
0.136 0.365
0 0.017 0.029 -0.549
Defleksi Teoritis

0.4 2.45 2.62


-1 -1.091

-2 Batang 1
Batang 3
-3
Batang 2
-4 -4.171
-5
Defleksi Pengukuran Lansung

Gambar 4.1 Grafik tumpuan jepit-rol beban di tengah


31

Pada grafik di atas dapat dilihat bahwa defleksi meningkat dari posisi pertama ke
posisi kedua kemudian menurun pada posisi ketiga. Defleksi terbesar terjadi saat posisi
pengukuran tepat di tengah batang uji dimana beban diletakkan.Hal ini disebabkan
karena pembebanan dilakukan tepat di tengah panjang batang uji. Defleksi terbesar akan
selalu terjadi pada saat pembebanan dilakukan tepat di tengah batang uji pada kasus
kedua ujungnya ditumpu.

Tumpuan jepit-rol beban di ujung


25 22.497
22.497
20 20.54
Defleksi Teoritis

15

Batang 1
10
Batang 3
6.197 6.767
6.573 Batang 2
5

0 0.677
0.573
0.519
-0.12 -0.39 1.3
Defleksi Pengukuran Lansung

Gambar 4.2 Grafik tumpuan jepit-rol beban di ujung


Pada grafik di atas dapat dilihat bahwa defleksi meningkat seiring meningkatnya
posisi pengukuran dan defleksi terbesar terjadi pada posisi pengukuran ketiga yaitu pada
posisi pembebanan pada ujung batang uji.Hal ini disebabkan karena ujung batang uji
yang dilakukan pembebanan bebas tanpa tumpuan sehingga defleksi maksimum terjadi
pada posisi ini. Apabila dibandingkan dengan defleksi yang terjadi pada jenis tumpuan
yang lain, dfleksi terbesar terjadi pada tumpuan overhang karena pada pengujian dengan
tumpuan overhang ini pembebanan dilakukan pada ujung batang uji yang tidak ditumpu.
32

Tumpuan jepit-rol beban di ujung


1
0.562
0 0.107
-0.017
-0.126
3.31 9,82 11,13
-1
Defleksi Teoritis

-2
Batang 1

-3 Batang 2 -3.004
Batang 3
-4
-4.305

-5
Defleksi Pengukuran Lansung

Gambar 4.3 Grafik tumpuan engsl-rol beban di tengah


Perbedaan pengujian pada grafik di atas dengan grafik pertama adalah salah satu
tumpuan yang digunakan sementara tumpuan yang lain sama. Namun defleksi terbesar
terjadi pada tumpuan engsel-rol.Hal ini disebabkan karena tumpuan jepit mampu
menahan momen yang terjadi akibat pembebanan sehingga defleksi yang terjadi lebih
kecil.
Besarnya defleksi dipengaruhi oleh beberapa factor yaitu besarnya pembebanan
(P),panjang batang (l), dimensi penampang batang (I), dan jenis material batang (E).
Defleksi berbanding lurus dengan besarnya pembebanan dan panjang batang namun
berbanding terbalik dengan dimensi penampang batang dan modulus elastisitas bahan.
BAB V
PENUTUP

5.1 Kesimpulan
Beberapa kesimpulan yang dapat diambil dari praktikum defleksi ini antara lain
sebagai berikut:
1. Pada kasus kedua ujung batang uji ditumpu, lendutan terbesar akan terjadi pada
saaat pembebanan dilakukan tepat di tengah panjang batang uji. Namun pada
kasus tumpuan overhangdefleksi terbesar terjadi pada ujung batang uji dimana
pembebanan dilakukan.
2. Pada umumnya hasil percobaan dengan teoritik relatif sama, namun akan
terjadi perbedaan apabila mengalami kesalahan dalam pengukuran atau
pengkalibrasian alat.

5.2 Saran
Saran yang dapat diberikan saat melakukan praktikum defleksi antara lain
sebagai berikut.
1. Pada saat praktikum ikutilah sesuai prosedur.
2. Pada saat pengukuruan pastikan dial indicator pada posisi yang tepat.
3. Pada saat pengukuran titik yang akan diukur harus tepat dan batang harus
dipasang dengan baik.

33
DAFATAR PUSTAKA

Spotts, M.F. 1998. Design of Machine Elements 7th. New Jersey : Prentice-Hall,
Inc.
Team Penyusun LKM. 2018. Panduan Praktikum Fenomena Dasar Mesin
Bidang Konstruksi Jurusan Mesin FT-UR : Pekanbaru

34
LAMPIRAN

Вам также может понравиться