Вы находитесь на странице: 1из 17

MAKALAH SISTEM RESPIRASI

“ASFIKSIA”

Disusun oleh:
1. Aida Berlian 151.0002
2. Yurista Prahesti N. 151.0059

Progam Studi S1 Keperawatan


Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Hang Tuah
SURABAYA
2016
KATA PENGANTAR

Alhamdulillah, Puji Syukur saya panjatkan kehadirat Allah SWT atas rahmat,
hidayah, kekuatan, dan karunia Allah yang telah diberikan sehingga, saya dapat
menyelesaikan makalah dengan judul : “ Asfiksia”
Penulisan makalah ini untuk memenuhi tugas mata kuliah Keperawatan Sistem
Respirasi yang diberikan oleh .......
Saya menyadari sepenuhnya bahwa tanpa bantuan dari berbagai pihak makalah ini
tidak akan terselesaikan, untuk itu saya mengucapkan terima kasih kepada :
1. Allah SWT yang telah berkenan memberikan kekuatan baik lahir maupun batin dan
2. ....... selaku Dosen Penanggung Jawab Mata Kuliah mata kuliah Sistem Respirasi.
3. ....... selaku Dosen pembimbing mata kuliah Sistem Respirasi.
4. Rekan-Rekan mahasiswa Prodi S1 Ilmu Keperawatan STIKES Hang Tuah Surabaya.
Akhirnya saya menyadari akan kekurangan, keterbatasan serta kemampuan sehingga
masih banyak kekurangan dalam makalah ini. Kritik dan saran pembaca sangat saya
harapkan untuk koreksi dan perbaikan di kemudian hari. Semoga makalah ini dapat
bermanfaat bagi saya pada khususnya dan bagi pembaca pada umumnya.

Surabaya, 14 September 2016

Aida Berlian 151.0002


Yurista Prahesti N. 151.0059
DAFTAR ISI

COVER ............................................................................................................................... i
KATA PENGANTAR ........................................................................................................ ii
DAFTAR ISI...................................................................................................................... iii

BAB 1 PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang .......................................................................................................
1.2 Tujuan ......................................................................................................................
1.3 Manfaat ....................................................................................................................

BAB 2 LANDASAN TEORI


2.1 Definisi
2.2 Epidemiologi
2.3 Prognosis
2.4 .......

BAB 3 PEMBAHASAN
3.1 Karakteristik Essensial
3.2 Etiologi
3.3 Patofisiologi
3.4 Klasifikasi
3.5 ManifestasiKlinis
3.6 Mekanisme Asfiksia Selama Periode Partus dan Post-Partum
3.7 Pemeriksaan Fisik
3.8 Pemeriksaan Penunjang
3.9 Terapi atau tindakan penanganan
3.10 Pencegahan

BAB 4 PENUTUP
4.1 Kesimpulan
4.2 Saran

DAFTAR PUSTAKA .....................


BAB 1
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Bayi normal yang sehat harus bernapas dalam waktu 0.5 hingga 1.0 menit
setelah dilahirkan. Asfiksia pada bayi baru lahir (ringan atau berat) merupakan
sindrom dengan gejala apneu sebagai manifestasi klinis yang utamgen tersebut
berlangsung lama, maka terjadi kerusakan otak. Kerusakan otaka. Pada kasus yang
berat terlihat bayi yang lemah, terdapat bradikardia, warna kulit biru hingga putih
pucat, dan respon bayi terhadap rangsangan buruk atau tidak ada. Seringkali bayi
diliputi oleh meconium, yaitu tanda adanya kegawatan intrauterin. Bayi hipoksia dan
bilamana status defisiensi-oksi tersebut bisa luas dan terlihat dengan tanda-tanda
neurologi yang nyata atau samar-samar dan mempengaruhi kemampuan mental aank
yang membawa manifestasi lanjut berupa retardasi atau keterbelakangan mental.

1.2 Tujuan
Menjelaskan asfiksia yang terjadi pada bayi baru lahir

1.3 Manfaat
Mencegah terjadinya asfiksia pada bayi baru lahir.
BAB 2
LANDASAN TEORI

2.1 Definisi
1. Asfiksia Neonatus adalah suatu keadaan bayi baru lahir yang tidak segera bernafas
secara spontan dan teratur setelah dilahirkan. (Mochtar, 1989)
2. Asfiksia neonatus adalah keadaan bayi yang tidak dapat bernafas spontan dan
teratur, sehingga dapat meurunkan O2 dan makin meningkatkan CO2 yang
menimbulkan akibat buruk dalam kehidupan lebih lanjut. (Manuaba, 1998)
3. Asfiksia neonatus adalah keadaan bayi baru lahir yang tidak dapat bernafas secara
spontan dan teratur dalam satu menit setelah lahir (Mansjoer, 2000)
4. Asfiksia berarti hipoksia yang progresif, penimbunan CO2 dan asidosis, bila proses
ini berlangsung terlalu jauh dapat mengakibatkan kerusakan otak atau kematian.
Asfiksia juga dapat mempengaruhi fungsi organ vital lainnya. (Saiffudin, 2001)
5. Asfiksia lahir ditandai dengan hipoksemia (penurunan PaO2), hiperkarbia
(peningkatan PaCO2), dan asidosis (penurunan PH).

2.2 Epidemiologi
Angka kejadian akibat asfiksia di rumah sakit di Jawa Barat adalah 25,2% dan
angka kematian di rumah sakit rujukan provinsi di Indonesia mencapai 41,94%. Data
mengungkapkan bahwa sekitar 10% bayi baru lahir di rumah sakit membutuhkan
bantuan bernapas, dari yang ringan hingga resusitasi ekstensif.

2.3 Prognosis
1. Asfiksia ringan/normal: Baik
2. Asfiksia Sedang: Tergantung kescepatan penatalaksanaan bila cepat prognosa baik.
3. Asfiksia berat: Dapat menimbulkan kematian pada hari-hari pertama, atau kelainan
syaraf permanen.
Asfiksia dengan pH 6,9 dapat menyebabkan kejang sampai koma dan kelainan
neurologis yang permanen misalnya cerebral palsy, mental retardation (wirjoatmodjo,
1994 : 68).
BAB 3
PEMBAHASAN
3.1 Karakteristik Esensial
Tanda-tanda khusus dari bayi baru lahir dengan asfiksia, harus memenuhi 4 kriteria
berikut:
 Metabolik asidosis, darah diperiksa dari arteri umbilical cord fetus (pH <7 dan basa
defisit >=12 mmol/L)
 Skor Apgar 0-3 selama lebih dari lima menit
 Adanya kelainan neurologis seperti kejang, koma atau hipotonis (neonatal
ensefalofati)
 Disfungsi multiorgan

3.2 Penyebab/etiologi
1 Faktor ibu
a. Hipoksia ibu
b. Keracunan CO
c. Hipotensi akibat perdarahan
d. Gangguan kontraksi uterus
e. Usia ibu kurang dari 20 tahun atau lebih dari 35 tahun
f. Hipertensi pada penyakit eklampsia
2 Faktor plasenta
a. Plasenta tipis
b. Plasenta kecil
c. Plasenta tidak menempel
d. Solusio plasenta
e. Perdarahan plasenta
3 Faktor fetus
a. Kompresi umbilikus
b. Tali pusat menumbung
c. Tali pusat melilit leher
d. Kompresi tali pusat antara janin dan jalan lahir
4 Faktor neonatus
a. Prematur
b. Kelainan kongential
c. Pemakaian obat anestesi
d. Trauma yang terjadi akibat persalinan

3.3 Patofisiologi
Bila janin kekurangan O2 dan kadar CO2 bertambah, timbulah rangsangan
terhadap nervus vagus sehingga DJJ (denyut jantung janin) menjadi lambat. Jika
kekurangan O2 terus berlangsung maka nervus vagus tidak dapat dipengaruhi lagi.
Timbulah kini rangsangan dari nervus simpatikus sehingga DJJ menjadi lebih cepat
akhirnya ireguler dan menghilang. Janin akan mengadakan pernafasan intrauterin dan
bila kita periksa kemudian terdapat banyak air ketuban dan mekonium dalam paru,
bronkus tersumbat dan terjadi atelektasis. Bila janin lahir, alveoli tidak berkembang.
Apabila asfiksia berlanjut, gerakan pernafasan akan ganti, denyut jantung mulai
menurun sedangkan tonus neuromuskuler berkurang secara berangsur-angsur dan
bayi memasuki periode apneu primer.
Jika berlanjut, bayi akan menunjukkan pernafasan yang dalam, denyut jantung
terus menurun , tekanan darah bayi juga mulai menurun dan bayi akan terluhat lemas
(flascid). Pernafasan makin lama makin lemah sampai bayi memasuki periode apneu
sekunder. Selama apneu sekunder, denyut jantung, tekanan darah dan kadar O2 dalam
darah (PaO2) terus menurun. Bayi sekarang tidak bereaksi terhadap rangsangan dan
tidak akan menunjukkan upaya pernafasan secara spontan. Kematian akan terjadi jika
resusitasi dengan pernafasan buatan dan pemberian tidak dimulai segera.

3.4 Klasifikasi
1 Ada dua macam jenis asfiksia, yaitu :
a. Asfiksia livida (biru)
b. Asfiksia pallida (putih)
2 Klasifikasi asfiksia berdasarkan nilai APGAR
a. Asfiksia berat dengan nilai APGAR 0-3
b. Asfiksia ringan sedang dengan nilai APGAR 4-6
c. Bayi normal atau sedikit asfiksia dengan nilai APGAR 7-9
d. Bayi normal dengan nilai APGAR 10

3.5 Manifestasi Klinis


a. Pada Kehamilan
Denyut jantung janin lebih cepat dari 160 x/mnt atau kurang dari 100 x/mnt,
halus dan ireguler serta adanya pengeluaran mekonium.
1 Jika DJJ normal dan ada mekonium : janin mulai asfiksia
2 Jika DJJ 160 x/mnt ke atas dan ada mekonium : janin sedang asfiksia
3 Jika DJJ 100 x/mnt ke bawah dan ada mekonium : janin dalam gawat
b. Pada bayi setelah lahir
1 Bayi pucat dan kebiru-biruan
2 Usaha bernafas minimal atau tidak ada
3 Hipoksia
4 Asidosis metabolik atau respirator
5 Perubahan fungsi jantung
6 Kegagalan sistem multiorgan
c. Jika sudah mengalami perdarahan di otak maka ada gejala neurologik : kejang,
nistagmus, dan menangis kurang baik/ tidak menangis.
d. Bayi tidak bernapas atau napas megap-megap, denyut jantung kurang dari 100
x/menit, kulit sianosis, pucat, tonus otot menurun, tidak ada respon terhadap refleks
rangsangan.

3.6 Mekanisme Asfiksia Selama Periode Partus dan Post-Partum


Beberapa mekanisme yang dapat menimbulkan asfiksia diantaranya:
1. Gangguan sirkulasi umbilikal, contohnya karena kompresi “umbilical cord”
2. Tidak mencukupinya perfusi plasenta, contohnya yaitu hipotensi maternal,
hipertensi kehamilan, dan kontraksi uterus yang abnormal.
3. Gangguan oksigenasi maternal, contohnya penyakit jantung-paru dan anemia.
4. Adanya gangguan pada pertukaran gas di plasenta, contohnya abruptio plasenta
dan plasenta previa.
5. Paru-paru bayi gagal bertransisi dan sirkulasi fetal ke sirkulasi neonatal.

3.7 Pemeriksaan Fisik


1 Kulit: warna kulit tubuh merah, sedangkan ekstremitas berwarna biru, pada bayi
preterm terdapat lanugo dan verniks.
2 Kepala : Kemungkinan ditemukan caput succedaneum atau cephal haematom,
ubun-ubun besar cekung atau cembung.
3 Mata: Warna konjungtiva anemis/tidak anemis, tidak ada bleeding konjungtiva,
warna sclera tidak kuning, pupil menunjukkan refleksi terhadap cahaya.
4 Hidung: Terdapat pernafasan cuping hidung dan terdapat penumpukan lendir.
5 Mulut : Bibir berwarna pucat atau merah, ada lendir atau tidak.
6 Telinga: Perhatikan kebersihannya dan adanya kelainan.
7 Leher: Perhatikan kebersihannya karena leher neonatus pendek.
8 Thorax : Bentuk simetris, terdapat tarikan intercostal, perhatikan suara wheezing
dan ronchi, frekuensi bunyi jantung lebih dari 100 x/menit.
9 Abdomen: Bentuk silindris, hepar bayi terletak 1-2 cm dibawah arcus costae
pada garis papilla mamae, lien tidak teraba, perut buncit berarti adanya
asites/tumor, perut cekung adanya hernia diafragma, bising usus timbul 1-2 jam
setelah masa kelahiran bayi, sering terdapat retensi karena GI Tract belum
sempurna.
10 Umbilikus: Tali pusat layu, perhatikan ada perdarahan/tidak, adanya tanda-tanda
infeksi pada tali pusat.
11 Genitalia: Pada neonatus aterm testis harus turun, lihat adakah kelainan letak
muara uretra pada neonatus laki-laki, neonatus perempuan lihat labia mayor dan
labia minor, adanya sekresi mucus keputihan, kadang perdarahan.
12 Anus: Perhatikan adanya darah dalam tinja, frekuensi buang air besar serta warna
dari faeces.
13 Ekstremitas : Warna biru, gerakan lemah, akral dingin, perhatikan adanya patah
tulang atau adanya kelumpuhan saraf atau keadaan jari-jari tangan serta
jumlahnya.
14 Refleks: Pada neonates preterm post asfiksia berat reflek moro dan sucking
lemah. Reflek moro dapat memberi keterangan mengenai keadaan susunan saraf
pusat atau adanya patah tulang

3.8 Pemeriksaan Diagnostik/Penunjang


1. Darah
Nilai darah lengkap pada bayi asfiksia terdiri dari :
a) Hb (normal 15-19 gr%), biasanya pada bayi dengan asfiksia Hb cenderung
turun karena O2 dalam darah sedikit.
b) Leukositnya lebih dari 10,3 x 10 gr/ct (normal 4,3-10,3 x 10 gr/ct) karena bayi
preterm imunitas masih rendah sehingga resiko tinggi.
c) Trombosit (normal 350 x 10 gr/ct).
d) Distrosfiks pada bayi preterm dengan pos asfiksi cenderung turun karena
sering terjadi hipoglikemi.
2. Nilai analisa gas darah pada bayi post asfiksi terdiri dari :
a) pH (normal 7,36-7,44). Kadar pH cenderung turun terjadi asidosis metabolik.
b) pCO2 (normal 35 – 45 mmHg). Kadar pCO2 pada bayi post asfiksia cenderung
naik sering terjadi hiperapnea.
c) pO2 (normal 75-100 mmHg). Kadar pO2 bayi post asfiksia cenderung turun
karena terjadi hipoksia progresif.
d) HCO3 (normal 24-28 mEq/L)
3. Urine
Nilai serum elektrolit pada bayi post asfiksia terdiri dari :
a) Natrium (normal 134-150 mEq/L)
b)Kalium (normal 3,6-5,8 mEq/L)
c) Kalsium (normal 8,1-10,4 mEq/L)
4. Foto thorax
Pulmonal tidak tampak gambaran, jantung ukuran normal.

3.9 Therapy/Tindakan Penanganan


Terapi Suportif
Tindakan untuk mengatasi asfiksia neonatorum disebut resusitasi bayi baru
lahir yang bertujuan untuk rnempertahankan kelangsungan hidup bayi dan
membatasi gejala sisa yang mungkin muncul. Tindakan resusiksi bayi baru tahir
mengikuti tahap tahapan- tahapan yang dikenal dengan ABC resusitasi :
a) Memastikan saluran nafas terbuka :
1) Meletakkan bayi pada posisi yang benar.
2) Menghisap mulut kemudian hidung kalau perlu trakea
3) Bila perlu masukkan ET untuk memastikan pernafasan terbuka
b) Memulai pernapasan :
1) Lakukan rangsangan taktil
2) Bila perlu lakukan ventilasi tekanan positif
c) Mempertahankan sirkulasi darah
Rangsang dan pertahankan sirkulasi darah dengan cara kompresi dada atau
bila perlu menggunakan obat-obatan.
d) Koreksi gangguan metabolik (cairan, glukosa darah, elektrolit )
Cara resusitasi dibagi dalam tindakan umum dan tindakan khusus :
Tindakan Umum
1) Pengawasan suhu
2) Pembersihan jalan nafas
3) Rangsang untuk menimbulkan pernafasan
Tindakan khusus
a. Asfiksia berat
Resusitasi aktif harus segera dilaksanakan langkah utama memperbakti
ventilasi paru dengan pemberian 02 dengan tekanan dan intemitery cara
terbaik dengan intubasi endotrakeal lalu diberikan 02 tidak lebih dari 30
mmHg. Asfikasi berat hampir selalu disertai asidosis, koreksi dengan
bikarbonas natrium 2-4 mEq/kgBB, diberikan pula glukosa 15-20 % dengan
dosis 2-4 mEq/kgBB Kedua obat ini disuntikan ke dalam intra vena perlahan
melalui vena umbilikatis, reaksi obat ini akan terlihat jelas jika ventilasi paru
sedikit banyak telah berlangsung. Usaha pernapasan biasanya mulai timbul
setelah tekanan positif diberikan 1-3 kali, bila setelah 3 kali inflasi tidak
didapatkan perbaikan. Pernapasan atau frekuensi jantung, maka masase
jantung eksternal dikerjakan dengan & frekuensi 80-I00/menit. Tindakan ini
diselingi ventilasi tekanan dalam perbandingan 1 : 3 yaitu setiap kali satu
ventilasi tekanan diikuti oleh 3 kali kompresi dinding torak. Jika tindakan ini
tidak berhasil bayi harus dinilai kembali, mungkin hal ini disebabkan oleh
ketidakseimbangan asam dan basa yang belum dikorekrsi atau gangguan
organik seperti hernia diaftagmatika atau stenosis jalan nafas.
b. Asfiksia sedang
Stimulasi agar timbul reflek pernafasan dapat dicoba bila dalam waktu 30-60
detik tidak timbul pernapaan spontary ventilasi aktif harus segera dilakukan.
Ventilasi sederhana dengan kateter 02 intranasal dengan filtrat 1-2 x/mnt, bayi
diletakkan dalam posisi dorsofleksi kepala. Kemudian dilakukan gerakan
membuka dan menutup nares dan mulut disertai gerakan dagu keatas dan
kebawah dengan frekuensi 20 kali/menit, sambil diperhatikan gerakan dinding
torak dan abdomen. Bila bayi memperlihatkan gerakan pernapasan spontan,
usahakan mengikuti gerakan tersebut, ventilasi dihehtikan jika hasil tidak
dicapai dalam 1-2 menit sehingga ventilasi paru dengan tekanan positif
secara tidak langsung segera dilakukan, ventilasi dapat dilakukan dengan dua
cara yaitu dari mulut ke rnulut atau dari ventilasi ke kantong masker. Pada
ventitasi dari mulut ke mulut, sebelumnya mulut penolong diisi dulu dengan
02, ventilasi dilahirkan dengan frekuensi 20-30 kali permenit dan perhatikan
gerakan nafas spontan yang mungkin timbul. Tindakan dinyatakan tidak
berhak jika setelah dilekuknn berberapa saat teqadi penurunan frekuens
jantung atau perbaikan tonus otot intubasi endotrakheal harus segera
dilahirkan, bikarbonas natrikus dan glukosa dapat segera diberikan, apabila 3
menit setelah lahir tidak memperlihatkan pernapasan teratur meskipun
ventilasi telah dilakukan dengan adekuat.

3.10 Pencegahan
1. Trauma sebisa mungkin dihindari. Partus lama dan pembedahan vaginal yang
sulit kalau mungkin harus dihindari.
2. Oksigen diberikan kepada ibu sedikitnya selama 5 menit sebelum dan selama
kelahiran yang sukar.
3. Tidak boleh digunakan narkosis yang berlebihan dan inhalasi anesthesi yang
dalam serta lama. Sebaiknya anastesi dilakukan secara lokal atau konduksi. Jika
harus digunakan anastesi inhalasi, maka dipilih cara yang memberikan kepada
ibu serta bayi saturasi oksigen yang paling tinggi dengan perubahan fisiologik
yang paling sedikit. Anastesi konduksi terkadang menyebabkan hipotensi pada
ibu. Penempatan tubuh ibu pada sisi sebelah kiri akan memperbaiki
permasalahan ini bagi sebagian besar kasus.
4. Pengamatan yang cermat diperlukan sehingga gawat janin (fetal bradycardia,
denyut jantung janin yang irregular, mengalirnya meconium pada presentasi
kepala) dapat di diagnosis dan terapi bisa segera diberikan baik selama
persalinanan maupun sesudah persalinan.

BAB 4
PENUTUP

4.1 Kesimpulan
Asfiksia merupakan kondisi kekurangan oksigen pada pernapasan yang bersifat
mengancam jiwa. Keadaan ini bila dibiarkan dapat mengakibatkan hipoksemia dan
hiperkapnia yang disertai dengan metabolik asidosis. Asfiksia timbul karena adnya depresi
dari susunan saraf pusat yang menyebabkan gagalnya paru-paru untuk bernapas.

4.2 Saran

DAFTAR PUSTAKA

Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. Jilid 3. Jakarta : Informedika


Carpenito. 2001. Buku Saku Diagnosa Keperawatan. Edisi 8. Jakarta : EGC
Wilkinson. 2007. Buku Saku Diagnosa Keperawatan dengan Intervensi NIC dan Criteria
Hasil NOC. Edisi 7. Jakarta : EGC
Harry Oxorn. 1996. Human Labor and Birth. Yayasan Essentia Medica
https://id.m.wikipedia.org/wiki/Asfiksia

Вам также может понравиться