Вы находитесь на странице: 1из 19

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Chronic Obstructive Pulmonary Disease (COPD) merupakan suatu
penyakit yang ditandai oleh adanya obstruksi aliran udara yang disebabkan
oleh bronkitis kronis atau emfisema. Kebiasaan merokok merupakan satu-
satunya penyebab yang terpenting, jauh lebih penting dari faktor penyebab
lainnya. Merokok merupakan lebih dari 90% risiko untuk Chronic Obstructive
Pulmonary Disease (COPD) dan sekitar 15% perokok menderita Chronic
Obstructive Pulmonary Disease (COPD).
Menurut data World Health Organization (WHO) saat ini ada sekitar 600
juta penderita Chronic Obstructive Pulmonary Disease (COPD) di dunia dan
2,75 juta penderita karena penyakit ini. Di Asia prevalensi terkena Chronic
Obstructive Pulmonary Disease (COPD) adalah 30-50/10000 perokok pria.
Sedangkan untuk populasi perokok perempuan 18/10000.
Data statistik menunjukkan bahwa 60% dari total populasi Indonesia
adalah perokok. Sekitar 5,7% diantaranya perokok berat yang beresiko terkena
Chronic Obstructive Pulmonary Disease (COPD). Chronic Obstructive
Pulmonary Disease (COPD) merupakan masalah kesehatan umum dan
menyerang sekitar 10% penduduk usia 40 tahun ke atas. Jumlah kasus Chronic
Obstructive Pulmonary Disease (COPD) ini memiliki kecenderungan untuk
meningkat.
Berdasarkan uraian diatas penulis mengambil judul makalah yaitu Asuhan
Keperawatan Pada Pasien Dengan Kasus Chronic Obstructive Pulmonary
Disease (COPD).

B. Tujuan Penulisan
1. Tujuan Umum
Untuk mengetahui gambaran tentang konsep asuhan keperawatan
dengan kasus Chronic Obstructive Pulmonary Disease (COPD).
2. Tujuan Khusus
Untuk mengetahui pengertian, faktor risiko, patofisiologi, manifestasi,
pemeriksaan penunjang, komplikasi, penatalaksanaan, , pengkajian, dan
asuhan keperawatan pada pasien dengan kasus Chronic Obstructive
Pulmonary Disease (COPD).
BAB II
PEMBAHASAN

A. Konsep Dasar Medis


1. Pengertian
Penyakit paru obstruktif kronik (PPOK) atau Chronic Obstructive
Pulmonary Disease (COPD) merupakan suatu istilah yang sering di
gunakan untuk sekelompok penyakit paru-paru yang berlangsung lama dan
ditandai oleh peningkatan resistensi terhadap aliran udara sebagai
gambaran patofisiologi utamanya (Padila, 2012 : 96).

2. Faktor Risiko Chronic Obstructive Pulmonary Disease (COPD)


a. Kebiasaan Merokok
Menurut buku report of the WHO expert comitte on smoking
control, rokok adalah penyebab utama timbulnya Chronic Obstructive
Pulmonary Disease (COPD). Secara pisiologis rokok berhubungan
langsung dengan hiperplasia kelenjar bronkus dan metaplasia
skuamulus epitel saluran pernapasan. Juga dapat menyebabkan
bronkokonstriksi akut.
1) Riwayat Perokok :
a) Perokok Aktif
b) Perokok Pasif
c) Bekas Perokok
b. Polusi udara
Polusi zat-zat kimia yang dapat juga menyebabkan brokhitis
adalah zat pereduksi seperti O2, zat-zat pengoksidasi seperti N2O,
hydrocarbon, aldehid dan ozon.
1) Polusi di dalam ruangan :
a) Asap rokok
b) Asap kompor
2) Polusi di luar ruangan :
a) Gas buang kendaranan bermotor
b) Debu jalanan
3) Polusi tempat kerja :
a) Bahan kimia
b) Zat iritasi
c) Gas beracun
c. Riwayat infeksi saluran nafas
Infeksi saluran pernapasan bagian atas pada seorang penderita
bronchitis koronis hampir selalu menyebabkan infeksi paru bagian
bawah, serta menyebabkan kerusakan paru bertambah. Ekserbasi
bronkitis koronis disangka paling sering diawali dengan infeksi virus,
yang kemudian menyebabkan infeksi sekunder oleh bakteri.

3. Patofisiologi
Walaupun Chronic Obstructive Pulmonary Disease (COPD) terdiri
dari berbagai penyakit tetapi seringkali memberikan kelainan fisiologis
yang sama. Akibat infeksi dan iritasi yang menahun pada lumen bronkus,
sebagian bronkus tertutup oleh secret yang berlebihan, hal ini
menimbulkan dinding bronkus menebal, akibatnya otot-otot polos pada
bronkus dan bronkielus berkontraksi, sehingga menyebabkan hipertrofi
dari kelenjar-kelenjar mucus dan akhirnya terjadi edema dan inflamasi.
Penyempitan saluran pernapasan terutama disebabkan elastisitas paru-paru
yang berkurang. Bila sudah timbul gejala sesak, biasanya sudah dapat
dibuktikan adanya tanda-tanda obstruksi. Gangguan ventilasi yang
berhubungan dengan obstruksi jalan napas mengakibatkan hiperventilasi
(napas lambat dan dangkal) sehingga terjadai retensi CO2 (CO2 tertahan)
dan menyebabkan hiperkapnia (CO2 di dalam darah/cairan tubuh lainnya
meningkat).
Pada orang normal sewaktu terjadi ekspirasi maksimal, tekanan yang
menarik jaringan paru akan berkurang, sehingga saluran-saluran
pernapasan bagian bawah paru akan tertutup. Pada penderita Chronic
Obstructive Pulmonary Disease (COPD) saluran saluran pernapasan
tersebut akan lebih cepat dan lebih banyak yang tertutup. Akibat cepatnya
saluran pernapasan menutup serta dinding alveoli yang rusak, akan
menyebabkan ventilasi dan perfusi yang tidak seimbang. Tergantung dari
kerusakannya dapat terjadi alveoli dengan ventilasi kurang/tidak ada,
tetapi perfusi baik, sehingga penyebaran pernapasan udara maupun aliran
darah ke alveoli, antara alveoli dan perfusi di alveoli (V/Q rasio yang tidak
sama). Timbul hipoksia dan sesak napas, lebih jauh lagi hipoksia alveoli
menyebabkan vasokonstriksi pembuluh darah paru dan polisitemia.

4. Manifestasi Klinis
a. Menurunnya kemampuan berolahraga atau melakukan kegiatan yang
berat (mulai terjadi saat usia pertengahan)
b. Batuk produktif
c. Dispnea saat mengerahkan sedikit tenaga
d. Sering mengalami infeksi traktus respiratorik
e. Hipoksemia intermiten atau terus-menerus
f. Studi fungsi pulmoner yang abnormal secara kasat mata
g. Bentuk tingkat atas yaitu deformitas toraks, ketidakmampuan yang
sangat parah, korpulmonale, gagal respiratorik parah, dan kematian
(Williams & Wilkins, 2011 : 130).
h.
5. Pemeriksaan Penunjang

a. Chest X – Ray
Dapat menunjukan hiperinflasion paru, flattened diafragma,
peningkatan ruang udara retrosternal, penurunan tanda
vaskular/bullae (emfisema), peningkatan suara bronkovaskular
(bronkitis), normal ditemukan saat periode remisi (asma).

b. Pemeriksan Fungsi Paru


Dilakukan untuk menentukan penyebab dispnea, menentukan
abnormalitas fungsi tersebut apakah akibat obstruksi atau restriksi,
memperkirakan tingkat disfungsi, dan mengevaluasi efek dari terapi,
misalnya bronkodilator.
c. Total Lung Capacity (TLC)
Meningkat pada bronkitis berat dan biasanya pada asma, namun
menurun pada emfisema.
d. Kapasitas Inspirasi
Menurun pada emfisema.
e. FEVI/FVC
Rasio tekanan volume ekspirasi (FEV) terhadap tekanan kapasitas
vital (FVC) menurun pada bronkitis dan asma.
f. Arterial Blood Gasses (ABGs)
Menunjukan proses penyakit kronis, sering kali PaO2 menurun
dan PaCO2 normal meningkatkan (bronkitis kronis dan emfisema),
tetapi sering kali menurun pada asma, pH normal atau asidosis,
alkalonis respiratori ringan sekunder terhadap hiperventilasi
(emfisema sedang atau asma).
g. Bronkogram
Dapat menunjukan dilatasi dari bronki saat inspirasi, kolaps
bronkial pada tekanan ekspirasi (emfisema), pembesaran kelenjar
mukus (bronkitis).
h. Darah Lengkap
Terjadi peningkatan hemoglobin (emfisema berat) dan eosinofil
(asma).
i. Kimia Darah
Alpha 1- antiripsin kemungkinan kurang pada emfisema primer.

j. Sputum Kultur
Untuk menentukan adanya infeksi dan mengidentifikasi patogen,
sedangkan pemeriksaan sitologi digunakan untuk mentukan penyakit
keganasan atau alergi.
k. Electrokardiogram (ECG)
Deviasi aksis kanan, gelombang P tinggi (asma berat),atrial
distritmia (bronkitis), gelombang P pada leads II,III, dan AVF
panjang, tinggi (pada bronkitis dan emfisema ), dan aksis QRS
vertikal (emfisema).
l. Exercise ECG, Stress Test
Membantu dalam mengkaji tingkat disfungsi pernafasan,
mengevaluasi keefektifan obat bronkodilator, dan
merencanakan/evaluasi program (Irman, 2012 : 64).

6. Komplikasi
1) Hipoksemia
Hipoksemia didefinisikan sebagai penurunan nilai PaO2 < 55
mmHg, dengan nilai saturasi oksigen <85%, pada awalnya klien akan
mengalami perubahaan mood, penurunan konsentrasi, dan menjadi
pelupa. Pada tahap lanjut akan timbul sianosis.
2) Asidosis Respiratori
Timbul akibat dari peningkatan PaCO2 (hiperkapnea). Tanda yang
muncul antara lain nyeri kepala, fatigue, letargi, dizzines, dan takipnea.
3) Infeksi Respiratori
Infeksi pernafasan akut disebabkan karena peningkatan produk
mukus dan rangsangan otot polos bronkial serta edema mukosa.
Terbatasnya aliran udara akan menyebabkan peningkatan kerja napas
dan timbulnya dispnea.
4) Gagal Jantung
Terutama kor pulmonal (gagal jantung kanan akibat penyakit paru),
harus diobservasi terutama pada klien dengan dispnea berat.
Komplikasi ini sering kali berhubungan dengan bronkitis kronis, tetapi
dengan klien dengan emfisema berat juga dapat mengalami masalah ini.
5) Kartidiak Disritmia
Timbul karena hipoksemia, penyakit jantung lain, efek obat atau
asidosis respiratori.
6) Status Asmatikus
Merupakan koplikasi mayor yang berhubungan dengan asma
bronkial. Penyakit ini sangat berat, potensial mengancam kehidupan,
dan sering kali tidak berespons terhadap terapi yang biasadi berikan.
Penggunaan otot bantu pernafasan dan distensi vena leher sering kali
terlihat pada klien dengan asma (Irman, 2012 : 50).

7. Penatalaksanaan
a. Tujuan penatalaksanaan :
1) Mengurangi gejala
2) Mencegah eksaserbasi berulang
3) Memperbaiki dan mencegah penurunan faal paru
4) Meningkatkan kualiti hidup penderita
b. Penatalaksanaan secara umum Chronic Obstructive Pulmonary Disease
(COPD) meliputi :
1) Edukasi
a. Tujuan edukasi pada pasien Chronic Obstructive Pulmonary
Disease (COPD):
1) Mengenal perjalanan penyakit dan pengobatan
2) Melaksanakan pengobatan yang maksimal
3) Mencapai aktiviti optimal
4) Meningkatkan kualiti hidup
b. Secara umum bahan edukasi yang harus diberikan adalah:
1) Pengetahuan dasar tentang Chronic Obstructive Pulmonary
Disease (COPD) Obat - obatan, manfaat dan efek
sampingnya
2) Cara pencegahan perburukan penyakit
3) Menghindari pencetus (berhenti merokok)
4) Penyesuaian aktivitas
2) Obat - obatan
a. Bronkodilator
Diberikan secara tunggal atau kombinasi dari ketiga jenis
bronkodilator dan disesuaikan dengan klasifikasi derajat berat
penyakit. Pemilihan bentuk obat diutamakan inhalasi, nebuliser
tidak dianjurkan pada penggunaan jangka panjang. Pada derajat
berat diutamakan pemberian obat lepas lambat (slow releas)
atau obat berefek panjang (long acting). Macam - macam
bronkodilator:
1) Golongan antikolinergik
Digunakan pada derajat ringan sampai berat, disamping
sebagai bronkodilator juga mengurangi sekresi lendir
(maksimal 4 kali perhari).
2) Golongan agonis beta – 2
Bentuk inhaler digunakan untuk mengatasi sesak,
peningkatan jumlah penggunaan dapat sebagai monitor
timbulnya eksaserbasi. Sebagai obat pemeliharaan
sebaiknya digunakan bentuk tablet yang berefek panjang.
Bentuk nebuliser dapat digunakan untuk mengatasi
eksaserbasi akut, tidak dianjurkan untuk penggunaan jangka
panjang. Bentuk injeksi subkutan atau drip untuk mengatasi
eksaserbasi berat.
3) Kombinasi antikolinergik dan agonis beta – 2
Kombinasi kedua golongan obat ini akan memperkuat
efek bronkodilatasi, karena keduanya mempunyai tempat
kerja yang berbeda. Disamping itu penggunaan obat
kombinasi lebih sederhana dan mempermudah penderita.
4) Golongan xantin
Dalam bentuk lepas lambat sebagai pengobatan
pemeliharaan jangka panjang, terutama pada derajat sedang
dan berat. Bentuk tablet biasa atau puyer untuk mengatasi
sesak (pelega napas), bentuk suntikan bolus atau drip untuk
mengatasi eksaserbasi akut.
Penggunaan jangka panjang diperlukan pemeriksaan
kadar aminofilin darah.
5) Antiinflamasi
Digunakan bila terjadi eksaserbasi akut dalam bentuk
oral atau injeksi intravena, berfungsi menekan inflamasi
yang terjadi, dipilih golongan metilprednisolon atau
prednison. Bentuk inhalasi sebagai terapi jangka panjang
diberikan bila terbukti uji kortikosteroid positif yaitu
terdapat perbaikan VEP1 pascabronkodilator meningkat >
20% dan minimal 250 mg.
6) Antioksidan
Dapat mengurangi eksaserbasi dan memperbaiki kualiti
hidup, digunakan N - asetilsistein. Dapat diberikan pada
Chronic Obstructive Pulmonary Disease (COPD) dengan
eksaserbasi yang sering, tidak dianjurkan sebagai pemberian
yang rutin
7) Mukolitik
Hanya diberikan terutama pada eksaserbasi akut karena
akan mempercepat perbaikan eksaserbasi, terutama pada
bronkitis kronik dengan sputum yang viscous. Mengurangi
eksaserbasi pada Chronic Obstructive Pulmonary Disease
(COPD) bronkitis kronik, tetapi tidak dianjurkan sebagai
pemberian rutin.
3) Terapi Oksigen
Pada Chronic Obstructive Pulmonary Disease (COPD) terjadi
hipoksemia progresif dan berkepanjangan yang menyebabkan
kerusakan sel dan jaringan. Pemberian terapi oksigen merupakan
hal yang sangat penting untuk mempertahankan oksigenasi seluler
dan mencegah kerusakan sel baik di otot maupun organ - organ
lainnya.
a. Manfaat oksigen
1) Mengurangi sesak
2) Memperbaiki aktiviti
3) Mengurangi hipertensi pulmonal
4) Mengurangi vasokonstriksi
5) Mengurangi hematokrit
6) Memperbaiki fungsi neuropsikiatri
7) Meningkatkan kualiti hidup
b. Macam terapi oksigen :
1) Pemberian oksigen jangka panjang
2) Pemberian oksigen pada waktu aktiviti
3) Pemberian oksigen pada waktu timbul sesak mendadak
4) Pemberian oksigen secara intensif pada waktu gagal napas
c. Alat bantu pemberian oksigen
1) Nasal kanul
2) Sungkup venture
3) Sungkup rebreathing
4) Sungkup nonrebreathing
B. Konsep Dasar Keperawatan
1. Pengkajian
Menurut Padila, 2012 pengkajian mencakup pengumpulan informasi
tentang gejala-gejala terakhir juga manifestasi penyakit penyakit
sebelumnya. Berikut ini adalah daftar pertanyaan yang bias digunakan
sebagai pedoman untuk mendapat riwayat kesehatan yang jelas dari proses.
a. Sudah berapa lama pasien mengalami kesulitan pernapasan?
b. Apakah aktivitas meningkatkan dipsnea? Jenis aktivitas apa?
c. Berapa jauh batasan pasien terhadap toleransi aktivitas?
d. Kapan selama siang hari pasien mengeluh paling letih dan sesak napas?
e. Apakah kebiasaan makan dan tidur terpengaruh?
f. Apakah yang pasien ketahui tentang penyakit dan kondisinya?
Data tambahan dikumpulkan melalui observasi dan pemeriksaan
pertanyaan yang yang patut dipertimbangkan untuk mendapatkan data lebih
lanjut termasuk:
a. Berapa frekuensi nadi dan pernapsan pasien?
b. Apakah pernapasan sama dan tanpa upaya?
c. Apakah pasien mengontraksi oto-otot abdomen selama inspirasi?
d. Apakah pasien menggunakan obat-obat aksesoris pernapasan selama
pernapsan?
e. Apakah tampak sianosis?
f. Apakah vena leher pasien tampak membesar?
g. Apakah pasien mengalami edema perifer?
h. Apa warna, jumlah, dan konsisrensi sputum pasien?
i. Bagaimana status sensorium pasien?
j. Apakah terdapat peningkatan stupor? Kegelisahan?

Gejala-gejala penyakit obstruksi menahun, sebagai berikut:


a. Aktivitas/istirahat
Gejala : Keletihan, kelelahan, malaise.
Ketidakmampuan untuk melakukan aktivitas sehari-hari karena
sulit bernapas.
Ketidakmampuan untuk tidur, perlu tidur dalam posisi duduk
tinggi.
Dispnea pada saat istirahat atau renspons terhadap aktivitas
atau latihan
Tanda : Keletihan, gelisah, insomnia
Kelemahan umum/kehilangan massa otot
b. Sirkulasi
Gejala : Pembengkakan pada ekstremitas bawah.
Tanda : Peningkatan TD.
Peningkatan frekuensi jantung/takikardia berat, disritmia.
Distensi vena leher (penyakit berat).
Edema dependen, tidak berhubungan dengan penyakit jantung.
Bunyi jantung redup (yang berhubungan dengan peningkatan
diameter AP dada)
Warna kulit/membran mukosa: normal atau abu-abu/sianosis;
kuku tabuh dan sianosis perifer
Pucat dapat menunjukan anemia
c. Integritas Ego
Gejala : Peningkatan faktor resiko.
Perubahan pola hidup
Tanda : Ansietas, ketakutan, peka rangsang
d. Makanan/cairan
Gejala : Mual/muntah
Napsu makan buruk/anoreksia (emfisema).
Ketidakmampuan untuk makan karena distres pernapasan
Penurunan berat badan menetap (emfisema), peningkatan berat
badan menunjukan edema (bronkitis).
Tanda : Turgor kulit buruk.
Edema dependen
Berkeringat
Penurunan berat badan, penurunan massa otot/lemak subkutan
(emfisema).
Palpitasi abdominal dapat menyatakan hepatomegali
(bronkitis)
e. Hygiene
Gejala: Penurunan kemampuan/peningkatan kebutuhan bantuan
melakukan aktifitas sehari-hari.
Tanda : Kebersihan buruk, bau badan
f. Pernapasan
Gejala : Napas pendek (timbulnya tersembunyi dengan dispnea sebagai
gejala menonjol pada emfisema) khususnya pada kerja; cuaca
atau episode berulangnya sulit napas (asma); rasa dada
tertekan, ketidakmampuan untuk bernapas (asma).
‘’lapar udara’’ kronis
Batuk menetap dengan produksi sputum setiap hari (terutama
pada saat bangun) selama minimum 3bulan berturut-turut 3
tahun sedikitnya 2 tahun. Produksi sputum (hijau, putih, atau
kuning) dapat banyak sekali (bronkitis kronik)
Episode batuk hilang-timbul, biasanya tidak produktif pada
tahap dini meskipun dapat menjadi produktif (emfisema)
Riwayat pneumonia berulang, terpajan pada polusi kimia/iritan
pernapasan dalam jangka panjang (mis.,rokok sigaret) atau
debu/asap (mis., asbes, debu batubara, rami katun, serbuk
gergaji).
Faktor keluarga dan keturunan, mis., defisiensi alfa-antitripsin
(emfisema)
Penggunaan oksigen pada malam hari atau terus menerus
Tanda : Pernapasan : biasanya cepat, dapat lambat; fase ekspirasi
memanjang dengan mendengkur, napas bibir (emfisema)
Lebih memilih posisi tiga titik (“tripot”) untuk bernapas
(khususnya dengan eksaserbasi akut brongkitis kronis)
Penggunaan otot bantu pernapasan, mis., meninggikan bau,
retraksi fosa supraklafikula, melebarkan hidung.
Dada : dapat terlihat hiperinflasi dengan peninggian diameter
AP (bentuk-barrel); gerakan diafragma minimal.
Bunyi napas: mungkin redup dengan ekspirasi mengi
(emfisema); menyebar, lembut, atau krekels lembab kasar
(bronkitis); ronki, mengi sepanjang area paru pada ekspirasi
dan kemungkinan selama inspirasi berlanjut sampai peburunan
atau tak adanya bunyi napas (asma)
Perkusi : hiperesonan pada area paru (mis., jebakan udara pada
emfisema);bunyi pekak pada area paru (mis.,
konsolidasi,cairan, mukosa)
Kesulitan bicara kalimat atau lebih dari 4 atau 5 kata sekaligus.
Warna : pucat dengan sianosis bibir dan dasar kuku; abu-abu
keseluruhan; warna merah (bronkitis kronis, “biru
menggembung”). Pasien dengan emfisema serang disebut
“pink pufer” karena warna kulit normal meskipun ertukaran
gas tak normal dan frekuensi pernapasan cepat.
Tabuh pada jari-jari (emfisema)
g. Keamanan
Gejala : Riwayat reaksi alergi atau sensitif terhadap zat/faktor
lingkungan
Adanya/berulangnya infeksi
Kemerahan/berkeringat (asma)
h. Seksualitas
Gejala : Penurunan libido
i. Interaksi social
Gejala : Hubungan ketergantungan
Kurang sistem pendukung
Kegagalan dukungan dari/terhadap pasangan/orang terdekat
Penyakit lama atau ketidakmampuan membaik
Tanda : Ketidakmampuan untuk membuat/mempertahankan suara
karena distres pernapasan.
Keterbatasan mobilitas fisik.
Kelalaian hubungan dengan anggota keluarga lain.
j. Penyuluhan/pembelajaran
Gejala: Penggunaan/penyalahgunaan obat pernapasan
Kesulitan menghentikan merokok.
Penggunaan alkohol secara terakhir
Kegagalan untuk membaik.
Pertimbangan rencana pemulangan :
Bantuan dalam berbelanja, transportasi, kebutuhan
perawatan diri, perawatan rumah/mempertahankan tugas
rumah.
Perubahan pengobatan/program terapeutik

2. Diagnosa dan Intervensi Keperawatan


a. Bersihan jalan napas tak efektif berhubungan dengan Bronkospasme,
peningkatan produksi sekret, sekresi tertahan, tebal, sekresi kental,
penurunan energi/kelemahan.
Intervensi:
1) Auskultasi bunyi nafas, catat adanya bunyi nafas, mis: mengi, krekels,
ronchi
2) Kaji/pantau derajat dyspnea miss; gelisah, ansietas, distress
pernapasan, penggunaan otot bantu.
3) Kaji pasien untuk posisi yang nyaman mis: peninggian kepala tempat
tidur, duduk pada sandaran tempat tidur
4) Pertahankan polusi lingkungan
5) Dorong/bantu latihan nafas abdomen/bibir
6) Observasi karakteristik batuk mis: menetap, batuk pendek. Basah
7) Berikan obat sesuai indikasi
8) Awasi/buat grafik seri GDA, nadi oksimetri, foto dada
b. Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan suplai oksigen (obstruksi
jalan napas dan sekresi, spasme bronkus, jebakan udara) dan kerusakan
alveoli.
Intervensi:
1) Jaga ketepatan jalan napas
2) Posisikan pasien untuk memaksimalkan ventilasi
3) Identifikasi kemampuan jalan napas pasien
4) Lakukan terapi fisik dada jika dibutuhkan
5) Auskultasi suara napas
6) Akok
7) Fasilitas pemberian oksigen
8) Monitor aliran oksigen
9) Observasi tanda-tanda hipoventilasinjurkan pasien untuk mengurangi r
c. Intolerans Aktivitas yang berhubungan dengan keletihan dan inadekuat
oksigenasi dengan aktivitas\
Intervensi:
1) Evaluasi respon pasien saat beraktivitas, catat keluhan dan tingkat
aktivitas serta adanya perubahan tanda-tanda vital
2) Bantu pasien memenuhi kebutuhannya
3) Awasi pasien saat melakukan aktivitas
4) Libatkan keluarga dalam perawatan pasien
5) Jelaskan pada pasien tentang perlunya keseimbangan antara aktivitas
dan istirahat
6) Motivasi dan awasi pasien untuk melakukan aktivitas secara bertahap
d. Gangguan pola tidur berhubungan dengan faktor internal: penyakit, stress
psikologis, ketidaktifan
Intervensi:
1) Tentukan kebiasaan tidur biasanya dan perubahan yang terjadi
2) Berikan tempat tidur yang nyaman dan beberapa milik pribadi mis.,
bantal, guling
3) Buat rutinitas tidur baru yang dimasukkan dalam pola lama dan
lingkungan baru
4) Cocokan dengan teman sekamar yang mempunyai pola tidur serupa
dan kebutuhan malam hari
5) Dorong beberapa aktivitas fisik ringan selama siang hari, jamin
pasien berhenti beraktivitas beberapa jam sebelum tidur.
DAFTAR PUSTAKA

Nurarif Amin Huda. 2013. Aplikasi Asuhan Keperawatan Berdasarkan Diagnosis


Medis & NANDA. MediAction Publishing

Padila.2012.Buku Ajar : Keperawatan Medikal Bedah. Yogyakarta : Nuha


Medika

Somantri Irman.2012. Asuhan Keperawatan Pada Klien Dengan Gangguan


Sistem Pernapasan. Edisi 2.Jakarta : Salemba Medika

Wilkinson, Judith M.2012. Buku Saku Diagnosis Keperawatan : Diagnosis


Nanda,Intervensi NIC, Kriteria Hasil NOC,Edisi 9. Jakarta : EGC

Вам также может понравиться