Академический Документы
Профессиональный Документы
Культура Документы
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Chronic Obstructive Pulmonary Disease (COPD) merupakan suatu
penyakit yang ditandai oleh adanya obstruksi aliran udara yang disebabkan
oleh bronkitis kronis atau emfisema. Kebiasaan merokok merupakan satu-
satunya penyebab yang terpenting, jauh lebih penting dari faktor penyebab
lainnya. Merokok merupakan lebih dari 90% risiko untuk Chronic Obstructive
Pulmonary Disease (COPD) dan sekitar 15% perokok menderita Chronic
Obstructive Pulmonary Disease (COPD).
Menurut data World Health Organization (WHO) saat ini ada sekitar 600
juta penderita Chronic Obstructive Pulmonary Disease (COPD) di dunia dan
2,75 juta penderita karena penyakit ini. Di Asia prevalensi terkena Chronic
Obstructive Pulmonary Disease (COPD) adalah 30-50/10000 perokok pria.
Sedangkan untuk populasi perokok perempuan 18/10000.
Data statistik menunjukkan bahwa 60% dari total populasi Indonesia
adalah perokok. Sekitar 5,7% diantaranya perokok berat yang beresiko terkena
Chronic Obstructive Pulmonary Disease (COPD). Chronic Obstructive
Pulmonary Disease (COPD) merupakan masalah kesehatan umum dan
menyerang sekitar 10% penduduk usia 40 tahun ke atas. Jumlah kasus Chronic
Obstructive Pulmonary Disease (COPD) ini memiliki kecenderungan untuk
meningkat.
Berdasarkan uraian diatas penulis mengambil judul makalah yaitu Asuhan
Keperawatan Pada Pasien Dengan Kasus Chronic Obstructive Pulmonary
Disease (COPD).
B. Tujuan Penulisan
1. Tujuan Umum
Untuk mengetahui gambaran tentang konsep asuhan keperawatan
dengan kasus Chronic Obstructive Pulmonary Disease (COPD).
2. Tujuan Khusus
Untuk mengetahui pengertian, faktor risiko, patofisiologi, manifestasi,
pemeriksaan penunjang, komplikasi, penatalaksanaan, , pengkajian, dan
asuhan keperawatan pada pasien dengan kasus Chronic Obstructive
Pulmonary Disease (COPD).
BAB II
PEMBAHASAN
3. Patofisiologi
Walaupun Chronic Obstructive Pulmonary Disease (COPD) terdiri
dari berbagai penyakit tetapi seringkali memberikan kelainan fisiologis
yang sama. Akibat infeksi dan iritasi yang menahun pada lumen bronkus,
sebagian bronkus tertutup oleh secret yang berlebihan, hal ini
menimbulkan dinding bronkus menebal, akibatnya otot-otot polos pada
bronkus dan bronkielus berkontraksi, sehingga menyebabkan hipertrofi
dari kelenjar-kelenjar mucus dan akhirnya terjadi edema dan inflamasi.
Penyempitan saluran pernapasan terutama disebabkan elastisitas paru-paru
yang berkurang. Bila sudah timbul gejala sesak, biasanya sudah dapat
dibuktikan adanya tanda-tanda obstruksi. Gangguan ventilasi yang
berhubungan dengan obstruksi jalan napas mengakibatkan hiperventilasi
(napas lambat dan dangkal) sehingga terjadai retensi CO2 (CO2 tertahan)
dan menyebabkan hiperkapnia (CO2 di dalam darah/cairan tubuh lainnya
meningkat).
Pada orang normal sewaktu terjadi ekspirasi maksimal, tekanan yang
menarik jaringan paru akan berkurang, sehingga saluran-saluran
pernapasan bagian bawah paru akan tertutup. Pada penderita Chronic
Obstructive Pulmonary Disease (COPD) saluran saluran pernapasan
tersebut akan lebih cepat dan lebih banyak yang tertutup. Akibat cepatnya
saluran pernapasan menutup serta dinding alveoli yang rusak, akan
menyebabkan ventilasi dan perfusi yang tidak seimbang. Tergantung dari
kerusakannya dapat terjadi alveoli dengan ventilasi kurang/tidak ada,
tetapi perfusi baik, sehingga penyebaran pernapasan udara maupun aliran
darah ke alveoli, antara alveoli dan perfusi di alveoli (V/Q rasio yang tidak
sama). Timbul hipoksia dan sesak napas, lebih jauh lagi hipoksia alveoli
menyebabkan vasokonstriksi pembuluh darah paru dan polisitemia.
4. Manifestasi Klinis
a. Menurunnya kemampuan berolahraga atau melakukan kegiatan yang
berat (mulai terjadi saat usia pertengahan)
b. Batuk produktif
c. Dispnea saat mengerahkan sedikit tenaga
d. Sering mengalami infeksi traktus respiratorik
e. Hipoksemia intermiten atau terus-menerus
f. Studi fungsi pulmoner yang abnormal secara kasat mata
g. Bentuk tingkat atas yaitu deformitas toraks, ketidakmampuan yang
sangat parah, korpulmonale, gagal respiratorik parah, dan kematian
(Williams & Wilkins, 2011 : 130).
h.
5. Pemeriksaan Penunjang
a. Chest X – Ray
Dapat menunjukan hiperinflasion paru, flattened diafragma,
peningkatan ruang udara retrosternal, penurunan tanda
vaskular/bullae (emfisema), peningkatan suara bronkovaskular
(bronkitis), normal ditemukan saat periode remisi (asma).
j. Sputum Kultur
Untuk menentukan adanya infeksi dan mengidentifikasi patogen,
sedangkan pemeriksaan sitologi digunakan untuk mentukan penyakit
keganasan atau alergi.
k. Electrokardiogram (ECG)
Deviasi aksis kanan, gelombang P tinggi (asma berat),atrial
distritmia (bronkitis), gelombang P pada leads II,III, dan AVF
panjang, tinggi (pada bronkitis dan emfisema ), dan aksis QRS
vertikal (emfisema).
l. Exercise ECG, Stress Test
Membantu dalam mengkaji tingkat disfungsi pernafasan,
mengevaluasi keefektifan obat bronkodilator, dan
merencanakan/evaluasi program (Irman, 2012 : 64).
6. Komplikasi
1) Hipoksemia
Hipoksemia didefinisikan sebagai penurunan nilai PaO2 < 55
mmHg, dengan nilai saturasi oksigen <85%, pada awalnya klien akan
mengalami perubahaan mood, penurunan konsentrasi, dan menjadi
pelupa. Pada tahap lanjut akan timbul sianosis.
2) Asidosis Respiratori
Timbul akibat dari peningkatan PaCO2 (hiperkapnea). Tanda yang
muncul antara lain nyeri kepala, fatigue, letargi, dizzines, dan takipnea.
3) Infeksi Respiratori
Infeksi pernafasan akut disebabkan karena peningkatan produk
mukus dan rangsangan otot polos bronkial serta edema mukosa.
Terbatasnya aliran udara akan menyebabkan peningkatan kerja napas
dan timbulnya dispnea.
4) Gagal Jantung
Terutama kor pulmonal (gagal jantung kanan akibat penyakit paru),
harus diobservasi terutama pada klien dengan dispnea berat.
Komplikasi ini sering kali berhubungan dengan bronkitis kronis, tetapi
dengan klien dengan emfisema berat juga dapat mengalami masalah ini.
5) Kartidiak Disritmia
Timbul karena hipoksemia, penyakit jantung lain, efek obat atau
asidosis respiratori.
6) Status Asmatikus
Merupakan koplikasi mayor yang berhubungan dengan asma
bronkial. Penyakit ini sangat berat, potensial mengancam kehidupan,
dan sering kali tidak berespons terhadap terapi yang biasadi berikan.
Penggunaan otot bantu pernafasan dan distensi vena leher sering kali
terlihat pada klien dengan asma (Irman, 2012 : 50).
7. Penatalaksanaan
a. Tujuan penatalaksanaan :
1) Mengurangi gejala
2) Mencegah eksaserbasi berulang
3) Memperbaiki dan mencegah penurunan faal paru
4) Meningkatkan kualiti hidup penderita
b. Penatalaksanaan secara umum Chronic Obstructive Pulmonary Disease
(COPD) meliputi :
1) Edukasi
a. Tujuan edukasi pada pasien Chronic Obstructive Pulmonary
Disease (COPD):
1) Mengenal perjalanan penyakit dan pengobatan
2) Melaksanakan pengobatan yang maksimal
3) Mencapai aktiviti optimal
4) Meningkatkan kualiti hidup
b. Secara umum bahan edukasi yang harus diberikan adalah:
1) Pengetahuan dasar tentang Chronic Obstructive Pulmonary
Disease (COPD) Obat - obatan, manfaat dan efek
sampingnya
2) Cara pencegahan perburukan penyakit
3) Menghindari pencetus (berhenti merokok)
4) Penyesuaian aktivitas
2) Obat - obatan
a. Bronkodilator
Diberikan secara tunggal atau kombinasi dari ketiga jenis
bronkodilator dan disesuaikan dengan klasifikasi derajat berat
penyakit. Pemilihan bentuk obat diutamakan inhalasi, nebuliser
tidak dianjurkan pada penggunaan jangka panjang. Pada derajat
berat diutamakan pemberian obat lepas lambat (slow releas)
atau obat berefek panjang (long acting). Macam - macam
bronkodilator:
1) Golongan antikolinergik
Digunakan pada derajat ringan sampai berat, disamping
sebagai bronkodilator juga mengurangi sekresi lendir
(maksimal 4 kali perhari).
2) Golongan agonis beta – 2
Bentuk inhaler digunakan untuk mengatasi sesak,
peningkatan jumlah penggunaan dapat sebagai monitor
timbulnya eksaserbasi. Sebagai obat pemeliharaan
sebaiknya digunakan bentuk tablet yang berefek panjang.
Bentuk nebuliser dapat digunakan untuk mengatasi
eksaserbasi akut, tidak dianjurkan untuk penggunaan jangka
panjang. Bentuk injeksi subkutan atau drip untuk mengatasi
eksaserbasi berat.
3) Kombinasi antikolinergik dan agonis beta – 2
Kombinasi kedua golongan obat ini akan memperkuat
efek bronkodilatasi, karena keduanya mempunyai tempat
kerja yang berbeda. Disamping itu penggunaan obat
kombinasi lebih sederhana dan mempermudah penderita.
4) Golongan xantin
Dalam bentuk lepas lambat sebagai pengobatan
pemeliharaan jangka panjang, terutama pada derajat sedang
dan berat. Bentuk tablet biasa atau puyer untuk mengatasi
sesak (pelega napas), bentuk suntikan bolus atau drip untuk
mengatasi eksaserbasi akut.
Penggunaan jangka panjang diperlukan pemeriksaan
kadar aminofilin darah.
5) Antiinflamasi
Digunakan bila terjadi eksaserbasi akut dalam bentuk
oral atau injeksi intravena, berfungsi menekan inflamasi
yang terjadi, dipilih golongan metilprednisolon atau
prednison. Bentuk inhalasi sebagai terapi jangka panjang
diberikan bila terbukti uji kortikosteroid positif yaitu
terdapat perbaikan VEP1 pascabronkodilator meningkat >
20% dan minimal 250 mg.
6) Antioksidan
Dapat mengurangi eksaserbasi dan memperbaiki kualiti
hidup, digunakan N - asetilsistein. Dapat diberikan pada
Chronic Obstructive Pulmonary Disease (COPD) dengan
eksaserbasi yang sering, tidak dianjurkan sebagai pemberian
yang rutin
7) Mukolitik
Hanya diberikan terutama pada eksaserbasi akut karena
akan mempercepat perbaikan eksaserbasi, terutama pada
bronkitis kronik dengan sputum yang viscous. Mengurangi
eksaserbasi pada Chronic Obstructive Pulmonary Disease
(COPD) bronkitis kronik, tetapi tidak dianjurkan sebagai
pemberian rutin.
3) Terapi Oksigen
Pada Chronic Obstructive Pulmonary Disease (COPD) terjadi
hipoksemia progresif dan berkepanjangan yang menyebabkan
kerusakan sel dan jaringan. Pemberian terapi oksigen merupakan
hal yang sangat penting untuk mempertahankan oksigenasi seluler
dan mencegah kerusakan sel baik di otot maupun organ - organ
lainnya.
a. Manfaat oksigen
1) Mengurangi sesak
2) Memperbaiki aktiviti
3) Mengurangi hipertensi pulmonal
4) Mengurangi vasokonstriksi
5) Mengurangi hematokrit
6) Memperbaiki fungsi neuropsikiatri
7) Meningkatkan kualiti hidup
b. Macam terapi oksigen :
1) Pemberian oksigen jangka panjang
2) Pemberian oksigen pada waktu aktiviti
3) Pemberian oksigen pada waktu timbul sesak mendadak
4) Pemberian oksigen secara intensif pada waktu gagal napas
c. Alat bantu pemberian oksigen
1) Nasal kanul
2) Sungkup venture
3) Sungkup rebreathing
4) Sungkup nonrebreathing
B. Konsep Dasar Keperawatan
1. Pengkajian
Menurut Padila, 2012 pengkajian mencakup pengumpulan informasi
tentang gejala-gejala terakhir juga manifestasi penyakit penyakit
sebelumnya. Berikut ini adalah daftar pertanyaan yang bias digunakan
sebagai pedoman untuk mendapat riwayat kesehatan yang jelas dari proses.
a. Sudah berapa lama pasien mengalami kesulitan pernapasan?
b. Apakah aktivitas meningkatkan dipsnea? Jenis aktivitas apa?
c. Berapa jauh batasan pasien terhadap toleransi aktivitas?
d. Kapan selama siang hari pasien mengeluh paling letih dan sesak napas?
e. Apakah kebiasaan makan dan tidur terpengaruh?
f. Apakah yang pasien ketahui tentang penyakit dan kondisinya?
Data tambahan dikumpulkan melalui observasi dan pemeriksaan
pertanyaan yang yang patut dipertimbangkan untuk mendapatkan data lebih
lanjut termasuk:
a. Berapa frekuensi nadi dan pernapsan pasien?
b. Apakah pernapasan sama dan tanpa upaya?
c. Apakah pasien mengontraksi oto-otot abdomen selama inspirasi?
d. Apakah pasien menggunakan obat-obat aksesoris pernapasan selama
pernapsan?
e. Apakah tampak sianosis?
f. Apakah vena leher pasien tampak membesar?
g. Apakah pasien mengalami edema perifer?
h. Apa warna, jumlah, dan konsisrensi sputum pasien?
i. Bagaimana status sensorium pasien?
j. Apakah terdapat peningkatan stupor? Kegelisahan?