Вы находитесь на странице: 1из 48

1

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah


Pendidikan merupakan kebutuhan yang sangat penting dalam

kehidupan manusia. Dengan adanya pendidikan manusia memiliki

pengetahuan dan pengalaman yang baik dalam menjalani kehidupannya.

Selain itu, pendidikan merupakan usaha masyarakat untuk mempersiapkan

generasi-generasi selanjutnya agar memiliki nilai-nilai yang luhur dan

mewarisi budaya bangsa yang bermartabat. Nilai-nilai luhur tersebut dapat

terintegrasi pada diri peserta didik dengan adanya pendidikan karakter

sehingga mampu meningkatkan kualitas dan mutu pendidikan bangsa yang

akan datang.

Undang-Undang Negara di Indonesia dalam bidang pendidikan

dapat dijadikan pedoman dalam proses pelaksanaannya. Undang-Undang

Republik Indonesia No 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan

Nasional (Sisdiknas) di Indonesia mengatakan bahwa:

Pendidikan nasional berfungsi untuk mengembangkan kemampuan

dan membentuk watak serta peradaban bangsa, bertujuan

berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang

beriman dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak

mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri dan menjadi warga

negara yang demokratis dan bertanggung jawab.1

1
Undang-Undang RI No 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional
(Yogyakarta: Media Wacana Press, 2003), cet ke-3, h.12

1
2

Dari undang-undang tersebut, sangat jelas bahwa tujuan

pendidikan di Indonesia adalah membentuk karakter dan kepribadian

peserta didik dengan nilai- nilai yang luhur agar menjadi manusia yang

berakhlak mulia, berilmu, dan menjadi warga negara yang bertanggung

jawab serta demokratis. Dengan demikian menjadi tugas bersama terutama

sekolah dalam merealisasikan tujuan pendidikan nasional tersebut. E.

Mulyasa dalam bukunya “Manajemen PAUD” mengatakan bahwa

karakter memegang peranan yang penting dalam berbagai aspek

kehidupan individu dalam bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara.

Oleh karenaitu, pendidikan karakter memegang peranan yang sangat

penting dan akan mewarnai perkembangan kepribadian peserta didik

secara keseluruhan.2

Sedangkan menurut E. Mulyasa menekankan konsep pendidikan

karakter, bahkan belajar dapat diartikan sebagai ibadah untuk mencari

ridho Allah, dalam rangka mengantarkan manusia memperoleh

kebahagiaan hidup di dunia dan akhirat, serta untuk melestarikan nilai-

nilai Islam dan tidak sekedar menghilangkan kebodohan. 3

Dengan demikian karakter peserta didik akan tercermin melalui

pendidikan yang diperolehnya, baik dalam lingkungan keluarga, sekolah,

maupun lingkungan sekitar. Lingkungan sekolah memiliki peranan yang

cukup besar dalam membangun pendidikan yang berkarakter. Salah satu

karakter yang dapat dibangun dan dibiasakan adalah sikap disiplin. Nilai-

2
H.E. Mulyasa, Manajemen PAUD, (Bandung: PT Remaja Rosda Karya), Cet III, h.67
3
Ibid., h.69.
3

nilai kedisiplinan perlu dibangun dan dikembangkan sedini mungkin

mengingat disiplin memegang peranan yang sangat penting. Disiplin

merupakan tindakan yang menunjukkan perilaku tertib dan patuh pada

berbagai ketentuan dan peraturan. Oleh karena itu, kedisiplinan harus

ditanamkan demi tercapainya tujuan pendidikan.4

Pihak-pihak yang terkait seperti sekolah, keluarga, dan masyarakat

ikut membantu menananamkan karakter disiplin dengan baik. Kedisiplinan

hendaknya diterapkan secara konsisten dan berkesinambungan sesuai

dengan peraturan yang telah ditetapkan sehingga jika disiplin sudah

menjadi sebuah karakter maka tujuan pendidikan akan tercapai dan

mendapatkan hasil yang maksimal. Sebaliknya siswa yang melanggar

peraturan atau tata tertib sekolah akan mendapatkan hukuman atau sanksi

sesuai dengan jenis pelanggaran yang dilakukan. Dengan demikian, jika

sekolah mampu menerapkan tata tertib dengan baik dan konsisten maka

kedisiplinan akan menjadi sebuah budaya dan karakter yang tercemin pada

perilaku siswa. Selanjutnya, disiplin dapat terwujud dengan adanya

pembiasaan. Salah satu alat pendidikan yang dapat digunakan dalam

membentuk disiplin yaitu dengan pemberian reward dan punishment.

Reward dapat diberikan kepada anak- anak yang menunjukkan prestasi

atau hasil pendidikan yang baik, baik dari segi prestasi kepribadiannya

(kelakuannya, kerajinannyadan sebagainya) maupun dalam prestasi

belajarnya.

4
H. Nurochim, Ilmu-Ilmu Sosial, (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2013), Cet 1, h.
141
4

Menurut Sylvia Rimm dalam bukunya yang berjudul “Mendidik

dan Menerapkan Disiplin pada Anak Pra Sekolah” bahwa Reward

diharapkan dapat memotivasi peserta didik untuk mendisiplinkan diri,

kelak disiplin diri akan membuat hidup mereka bahagia, berhasil, dan

penuh kasih sayang. Dengan demikian teknik mendisiplinkan anak dengan

menggunakan reward bertujuan agar peserta didik memiliki disiplin diri

dalam lingkungan sekolah. Jika disiplin dilakukan secara terus menerus

maka akan mengarahkan peserta didik untuk konsisten dan berprilaku

disiplin dalam kehidupan sehari-hari.5

Selain itu Imam Ghazali dalam kitab Ihya' Ulum ad-din yang

dikutip oleh Muhammad Abu Nadlir menulis, "Jika pada seseorang anak

menonjol akhlak baik dan perbuatan terpujinya, maka ia patut dimuliakan,

digembirakan dan dipuji di depan orang banyak untuk memberikan

semangat berakhlak mulia dan berbuat terpuji." Memuliakan anak dan

memberi semangat dengan hadiah atau dengan ucapan yang manis sesuai

dengan sabda Nabi yang diriwayatkan oleh ath- Thabrani, "Saling

memberi hadiahlah agar kalian saling mencintai.

Oleh karena seorang siswa yang rajin, berakhlak baik, dan yang

dapat menjalankan kewajiban, layak memperoleh hadiah dari gurunya.

Kala itulah, anak itu akan menemukan jiwanya senang menerima itu di

hadapan teman-temannya. Sebab, pada usia pelajar, jiwa seorang anak

lebih dipenuhi insting suka memiliki. Karakter setiap manusia, terutama

5
Sylvia Rimm, Menidik dan Menerapkan Disiplin pada Anak Prasekolah, (Jakarta: PT
Gramedia Pustaka Utama, 2003), h.47
5

anak (peserta didik), pasti lebih menyukai mendapat penghargaan yang

sifatnya berwujud maupun tidak berwujud. Dan ia pun akan berusaha

keras mendapatkannya. Karena itu, seorang guru hendaknya merespons

apa yang disukai seorang anak. Guru harus bisa memberikan hadiah-

hadiah tersebut pada kesempatan yang tepat.

Selain itu, metode yang digunakan juga bermacam-macam

misalnya memberi hukuman yang dianggap setimpal karena tidak

mematuhi perintah pendidik. Pendidik merasa mempunyai kewenangan

penuh terhadap metode pengajaran yang ia yakini dapat membantu

keberhasilannya dalam mendidik. Sehingga peserta didik cenderung

merasakan keterpaksaan bukan atas kesadaran bahwa pendidikan itu juga

adalah kebutuhan bagi mereka.

Metode pengajaran tersebut kurang tepat karena dapat mengganggu

psikologi anak dan akan berpengaruh pada perkembangan anak ke

depannya. Sangat sedikit guru yang sadar ataupun memiliki bekal dalam

hal mendidik. Banyak guru menjadi ditakuti oleh muridnya karena metode

yang kurang tepat misalnya dengan paksaan dan kekerasan sehingga

suasana proses belajar mengajar tak ubahnya seperti pendidikan militer

yang penuh dengan tekanan psikologis. Hal ini juga yang sering

dimanfaatkan oleh guru yang kurang kompeten dan mengancam tidak

meluluskan atau memberi nilai jelek sehingga tega melakukan kekerasan

kepada anak didiknya sendiri.

Di Indonesia, pendidikan kognitif lebih dominan dibandingkan


6

dengan pendidikan karakter. Padahal kedua hal tersebut sangat penting

untuk mencetak generasi muda yang cerdas bukan saja dalam ilmu

pengetahuan tetapi juga dalam hal sikap dan perilaku yang humanis.

Berbeda dengan negara-negara lainnya yang sistem pedidikannya sudah

maju seperti Finlandia dan Jepang. Mereka menerapkan sistem pendidikan

yang memiliki keseimbangan antara pendidikan kognitif dan pendidikan

karakter. Sejak dini, anak-anak diajarkan untuk berkasih sayang, jujur,

disiplin, bersikap adil, dan bertanggungjawab terhadap diri mereka,

manusia dan lingkungan sekitarnya.

Selain itu, orang tua maupun guru sering merasa kesulitan dalam

menanamkan kedisiplinan terhadap anak. Jika anak tidak mengikuti atau

mematuhi peraturan yang ada mereka lebih banyak menggunakan

hukumann kepada anak atau sebaliknya terlalu mengumbar reward dengan

mengiming- iminginya hadiah yang berlebihan. Hukuman yang diberikan

kepada anak dalam upaya mendisiplinkan anak secara tidak langsung

menjadikan pribadi anak terbelenggu dan tidak percaya diri. Namun

reward yang diberikan tidak boleh berlebihan karena hal tersebut akan

menjadikan anak meremehkan usaha dan tidak bertanggung jawab.

Hukuman dan hadiah dapat digunakan dalam upaya mendisiplinkan

peserta didik. Namun reward dan punishment harus diberikan pada situasi

yang tepat dengan tujuan untuk mendidik mereka.

Menurut Putri rahayu dalam jurnalnya menjelaskan bahwa stiker

memberikan umpan balik positif yang segera terhadap prestasi anak


7

sehingga stiker menciptakan rasa keberhasilan dan motivasi internal yang

dapat mengembangkan rasa percaya diri dalam anak. Kita dapat melihat

semangat dalam mata mereka ketika mendapatkan stiker dengan gambar

muka-muka yang lucu. Selain itu, stiker dapat mendorong anak untuk

bersikap proaktif dan membuat rencana. Stiker meningkatkan jumlah

interaksi positif antara guru dan anak. Alat ini memberi catatan sehingga

guru dapat mengevaluasi kemajuan yang menunjukkan perilaku apa yang

meningkat dan mana yang perlu ditingkatkan. Teknik ini mendorong anak

untuk berhasil dan mendapatkan stiker yang sebanyak-banyaknya.

Dengan demikian mereka akan memahami bahwa dengan menaati

peraturan dengan baik dan memiliki semangat belajar yang tinggi akan

mendapatkan ganjaran yang menyenangkan dan penghargaan yang baik.

Sebaliknya jika ia tidak menaati peraturan dengan baik maka akan

mendapatkan ganjaran yang tidak menyenangkan dan merugikan diri

sendiri.

Dalam menerapkan tata tertib dan peraturan yang berlaku di

sekolah, tidak semua peserta didik dapat melaksanakan tata tertib dan

peraturan yang berlaku di sekolah dengan baik. Berdasarkan pengamatan

penulis dalam kegiatan proses pembelajaran di kelas IV di SDN 15 Kota

Bengkulu semester I masih terdapat beberapa sikap yang menunjukkan

ketidakdisiplinan baik dalam proses pembelajaran atau di luar

pembelajaran. Masalah-masalah tersebut diantaranya:

Berdasarkan pengamatan atau observasi pendahuluan selama satu


8

minggu dengan menggunakan anecdotal record saat kegiatan

pembelajaran berlangsung, terdapat beberapa sikap yang menunjukkan

rendahnya kesadaran akan kedisiplinan dalam belajar.

Dengan adanya pelanggaran-pelanggaran tersebut, perlu adanya

alat kontrol pendidikan salah satunya adalah reward (penghargaan).

Reward dapat diberikan bagi siswa yang mematuhi seluruh peraturan dan

tata terib dengan baik dan konsisten. Penerapan reward merupakan suatu

upaya yang dapat dilaksanakan di sekolah demi tercapainya sebuah

kedisiplinan terhadap tata tertib atau peraturan-peraturan sekolah. Apabila

tata tertib tersebut dilaksanakan dengan baik dan teratur, maka tujuan

pendidikan baik berupa tujuan institusional (kelembagaan), tujuan

kurikuler (bidang studi), maupun tujuan intruksional (pengajaran) akan

mendapatkan hasil yang baik pula.

Reward yang baik dalam pendidikan adalah reward yang mampu

memberikan nilai-nilai yang mampu mendidik siswa. Tidak menimbulkan

iri hati, siswa tidak berorientasi pada reward yang diberikan oleh guru dan

siswa tidak merasa dibedakan antara siswa yang mendapatkan reward

dengan siswa yang tidak mendapatkan reward. Karena esensi dari disiplin

sendiri adalah membiasakan diri untuk menataati peraturan tata tertib dan

patuh pada berbagai ketentuan dan peraturan yang telah ditetapkan oleh

sekolah. Menurut Severe, stiker memberikan umpan balik positif terhadap

prestasi anak sehingga stiker menciptakan rasa keberhasilan internal yang

dapat mengembangkan sikap disiplin dalam diri anak. Stiker tersebut


9

diberikan ketika mereka mampu bersikap disiplin baik dalam proses

pembelajaran maupun di luar pembelajaran. Menurut Severe kelebihan

stiker adalah untuk mendorong atau memotivasi anak, mengingat

peraturan dan belajar beretanggung jawab.

Pemberian reward stiker bergambar merupakan salah satu cara

yang dapat digunakan untuk memberikan efek atau pengaruh terhadap

sikap disiplin belajar peserta didik dengan cara menempelkan pada papan

prestasi dengan tujuan untuk memotivasi peserta didik dalam

meningkatkan sikap disiplin belajarnya. Reward yang diberikan memiliki

dua cara, yang pertama bersifat umum misalnya memberikan pujian,

menepuk pundak, memberikan hadiah berupa materi dan lainnya. Menurut

teori Behaviorisme mengatakan bahwa manusia belajar karena pengaruh

lingkungan. Belajar merupakan perubahan perilaku yang terjadi melalui

proses stimulus dan respon yang bersifat mekanisme. Oleh karena itu

lingkungan yang sistematis, teratur dan terencana dapat memberikan

pengaruh (stimulus) yang baik sehingga manusia bereaksi terhadap

stimulus tersebut dan memberikan respon yang sesuai. Menurut Ivan

Pavlov dalam hukumnya Clasical Conditioning, berbicara tentang

stimulus yang dipersyaratkan (conditional refleks) untuk memberikan

respons yang diharapkan oleh lingkungan sesuai dengan tuntutan

lingkungan (refleks yang dikondisikan). Dengan demikian membutuhkan

pembiasaan dalam penanaman sikap disiplin peserta didik secara

konsisten.
10

Dari berbagai permasalahan di atas, peneliti tertarik untuk

melakukan penelitian dengan judul “Pengaruh Metode Bermain Peran

dan Reward Sticker Pictured Dalam Pembelajaran IPS Terhadap

Disiplin Belajar Siswa Pada Kelas IV SDN 15 Kota Bengkulu.

B. Identifikasi Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah yang dijelaskan di atas, maka

ada beberapa masalah yang dlapat diidentifikasi sebagai berikut:

a. Pendidikan lebih menekankan pada aspek kognitif dari pada

pendidikan karakter

b. Pemberian reward yang tidak sesuai dengan usaha siswa

menjadikan siswa meremehkannya.

c. Penggunaan metode pengajaran yang belum tepat dalam upaya

mendisiplinkan anak

d. Disiplin belajar siswa masih rendah

e. Kurang tepatnya penggunaan strategi dan teknik dalam

menerapkan disiplin di sekolah dasar masih rendah.

f. Kurangnya penggunaan Reward dalam upaya membina dan

mengembangkan disiplin belajar

g. Masih banyak guru yang kurang memperhatikan penggunaan

reward yang tepat

h. Kurangnya penggunaan metode dalam proses belajar mengajar

C. Pembatasan Masalah
Dari latar belakang dan identifikasi masalah di atas, maka penulis

membatasi permasalahan tersebut pada “Penggunaan metode bermain


11

peran dan reward sticker pictured dalam upaya meningkatkan disiplin

belajar siswa pada pembelajaran IPS di kelas IV SDN 15 Kota Bengkulu.

D. Rumusan Masalah
Berdasarkan identifikasi dan pembatasan masalah di atas maka

penulis merumuskan masalah yang menjadi dasar dalam penelitian yaitu:

“Bagaimana cara menggunakan metode bermain peran serta

implementasi dari pemberian reward sticker pictured dapat meningkatkan

disiplin belajar siswa pada pembelajaran IPS di kelas IV SDN 15 Kota

Bengkulu.

E. Tujuan Penelitian
Berdasarkan masalah-masalah yang telah dibahas di atas, maka

tujuan penelitian ini yaitu:

Untuk mengetahui apakah dengan menggunakan metode bermain

peran serta pemberian reward stiker pictured dapat meningkatkan disiplin

belajar siswa kelas IV di SDN 15 Kota Bengkulu.

F. Manfaat Penelitian
1. Secara teoritis:

a. Hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai salah satu dari

khazanah keilmuan dan pedoman dalam pembelajaran terhadap

siswa guna meningkatkan disiplin dan hasil belajarnya

b. Sebagai sumber informasi ilmiah dan dapat dijadikan sebagai

referensi untuk mengadakan penelitian lanjutan yang berkaitan

dengan penelitian ini.

2. Secara Praktis:
12

a. Dapat memberikan kontribusi yang baik pada sekolah, baik bagi

sekolah ini maupun sekolah lainnya dalam rangka meningkatkan

kualitas pembelajaran atau pendidikan.

b. Bagi pendidik mampu memberikan gambaran penggunaan reward

dengan tepat sehingga pengajaran di dalam kelas dapat

memberikan dampak yang positif.


13

BAB II

LANDASAN TEORI

A. Kajian Teori
1. Metode Bermain Peran (Role Playing)

a. Pengertian Bermain Peran (Role Playing)

Pengertian bermain peran adalah salah satu bentuk

pembelajaran, dimana peserta didik ikut terlibat aktif memainkan

peran-peran tertentu. Bermain pada anak merupakan salah satu

sarana untuk belajar. Melalui kegiatan bermain yang

menyenangkan, anak berusaha untuk menyelidiki dan mendapatkan

pengalaman yang kaya, baik pengalaman dengan dirinya sendiri,

orang lain maupun dengan lingkungan di sekitarnya.6

Terdapat lima karakteristik bermain peran, yaitu:

1. Merupakan sesuatu yang menyenangkan dan memiliki nilai

yang positif bagi anak.

2. Didasari motivasi yang muncul dari dalam. Jadi anak

melakukan kegiatan itu atas kemauannya sendiri.

3. Sifatnya spontan dan sukarela, bukan merupakan kewajiban.

Anak merasa bebas memilih apa saja yang ingin dijadikan

alternatif bagi kegiatan bermainnya.

4. Senantiasa melibatkan peran aktif dari anak, baik secara fisik

maupun mental.

6
H.Abdul Aziz Wahab, Metode dan Model-Model Mengajar IPS, (Bandung: Alfabeta,
2009), hal.109

13
14

5. Memiliki hubungan sistematik yang khusus dengan sesuatu

yang bukan bermain, seperti kemampuan kreatif, memecahkan

masalah, kemampian berbahasa, kemampuan memperoleh

teman sebanyak mungkin dan sebagainya.

Bermain merupakan bagian terbesar dalam kehidupan anak-

anak untuk dapat belajar mengenal dan mengembangkan

keterampilan sosial dan fisik, mengatasi situasi dalam kondisi

sedang terjadi konflik. Secara umum bermain sering dikaitkan

dengan kegiatan anak-anak yang dilakukan secara spontan dan

dalam suasana riang gembira. Dengan bermain berkelompok anak

akan mempunyai penilaian terhadap dirinya tentang kelebihan yang

dimilikinya sehingga dapat membantu pembentukkan konsep diri

yang positif, pengelolaan emosi yang baik, memiliki rasa empati

yang tinggi, memiliki kendali diri yang bagus, dan memiliki rasa

tanggung jawab yang tinggi.

Bermain peran (role playing) merupakan sebuah permainan

di mana para pemain memainkan peran tokoh-tokoh khayalan dan

berkolaborasi untuk merajut sebuah cerita bersama. Para pemain

memilih aksi tokoh-tokoh mereka berdasarkan karakteristik tokoh

tersebut, dan keberhasilan aksi mereka tergantung dari sistem

peraturan permainan yang telah ditetapkan dan ditentukan, asalkan

tetap mengikuti peraturan yang ditetapkan, para pemain bisa

berimprovisasi membentuk arah dan hasil akhir permaian.


15

Parah ahli menyatakan lima pengertian bermain di

antaranya:

1. Sesuatu yang menyenangkan dan memiliki nilai positif bagi

anak.

2. Bermain tidak memiliki tujuan ekstrinsik namun motivasinya

lebih bersifat intrinsik.

3. Bersifat spontan dan sukarela tidak ada unsur keterpaksaan dan

bebas dipilih oleh anak.

4. Melibatkan peran aktif keikutsertaan anak.

5. Memiliki hubungan sistematik yang khusus dengan sesuatu

yang bukan bermain, seperti misalnya: kreativitas, pemecahan

masalah, belajar bahasa, perkembangan sosial, dan sebagainya.

Santrock menyatakan bermain peran (role play) ialah suatu

kegiatan yang menyenangkan. Secara lebih lanjut bermain peran

merupakan suatu kegiatan yang dilakukan seseorang untuk

memperoleh kesenangan. Role playing merupakan suatu metode

bimbingan dan konseling kelompok yang dilakukan secara sadar

dan diskusi tentang peran dalam kelompok. Di dalam kelas, suatu

masalah diperagakan secara singkat sehingga siswa dapat

mengenali karakter tokoh seperti apa yang siswa peragakan

tersebut atau yang menjadi lawan mainnya memiliki atau kebagian

peran seperti apa. Santrock juga menyatakan bermain peran

memungkinkan anak mengatasi frustrasi dan merupakan suatu


16

medium bagi ahli terapi untuk menganalisis konflik-konflik anak

dan cara-cara mereka mengatasinya.

Mulyasa menyatakan empat asumsi yang mendasari teknik

bermain peran (role playing) dapat mengembangkan perilaku yang

baik dan nilai-nilai sosial, yang kedudukannya sejajar dengan

model-model mengajar lainnya.7

b. Kelebihan Metode Bermain Peran

1) Siswa melatih dirinya untuk melatih, memahami, dan

mengingat isi bahan yang akan didramakan. Sebagai pemain

harus memahami, menghayati isi cerita secara keseluruhan,

terutama untuk materi yang harus diperankannya. Dengan

demikian, daya ingatan siswa harus tajam dan tahan lama.

2) Siswa akan terlatih untuk berinisiatif dan berkreatif. Pada

waktu main drama para pemain dituntut untuk mengemukakan

pendapatnya sesuai dengan waktu yang tersedia.

3) Bakat yang terdapat pada siswa dapat dipupuk sehingga

dimungkinkan akan muncul atau tumbuh bibit seni drama dari

sekolah. Jika seni drama dibina dengan baik kemungkinan

besar mereka akan menjadi pemain yang baik kelak.

4) Kerjasama antar pemain dapat ditumbuhkan dan dibina dengan

sebaik-baiknya

7
H.E. Mulyasa, Manajemen PAUD, (Bandung: PT Remaja Roska Karya), Cet III, h.165
17

5) Siswa memperoleh kebiasaan untuk menerima dan membagi

tanggung jawab dengan sesamanya.

6) Bahasa lisan siswa dapat dibina menjadi bahasa yang baik agar

mudah dipahami orang lain.

c. Kelemahan Metode Bermain Peran

1) Sebagian besar anak yang tidak ikut bermain drama mereka

menjadi kurang kreatif.

2) Banyak memakan waktu, baik waktu persiapan dalam rangka

pemahaman isi bahan pelajaran maupun pada pelaksanaan

pertunjukan.

3) Memerlukan tempat yang cukup luas, jika tempat bermain

sempit menjadi kurang bebas.

4) Sering kelas lain terganggu oleh suara pemain dan para

penonton yang kadang-kadang bertepuk tangan, dan

sebagainya.

5) Metode ini membutuhkan ketekunan, kecermatan dan waktu

cukup lama.

6) Guru yang kurang kreatif biasanya sulit berperan menirukan

sesuatu situasi/tingkah laku sosial yang berarti pula metode ini

baginya sangat tidak efektif.

7) Ada kalanya para murid enggan memerankan suatu adegan

karena merasa rendah diri atau malu.


18

8) Apabila pelaksanaan dramatisasi gagal, maka guru tidak dapat

mengambil sesuatu kesimpulan apapun yang berarti pula

tujuan pengajaran tidak dapat tercapai.

d. Langkah-Langkah Bermain Peran

Sebelum melakukan kegiatan bermain, maka terlebih

dahulu harus diketahui langkah-langkah yang harus dilakukan agar

kegiatan bermain yang dilakukan menjadi lebih terarah. Berikut

merupakan langkah-langkah sebelum bermain peran :

1) Guru mengumpulkan peserta didik untuk diberikan pengarahan

dan aturan serta tata tertib dalam bermain.

2) Guru membicarakan alat-alat yang akan digunakan oleh peserta

didik untuk bermain.

3) Guru memberikan pengarahan sebelum bermain dan

mengabsen peserta didik serta menghitung jumlah anak

bersama-sama.

4) Guru memberikan penentuan topik dan anggota pemeran dalam

masing-masing kelompok.

5) Guru membagikan tugas kepada peserta didik sebelum bermain

menurut kelompoknya agar anak tidak saling berebut dalam

bermain. Peserta didik diberikan penjelasan mengenai alat-alat

bermain yang sudah disediakan.

6) Guru memberikan waktu untuk latihan singkat dialog sebelum

bermain.
19

7) Anak bermain sesuai dengan perannya.

8) Guru hanya mengawasi peserta didik. Mendampingi peserta

didik dalam bermain apabila dibutuhkan peserta didik guna

membantunya.

9) Guru memberikann nilai dan komentar kepada peserta didik.

2. Disiplin Belajar

a. Pengertian Disiplin

Elizabeth Hurlock mengatakan bahwa disiplin berasal dari

kata “disciple” yakni seorang yang belajar dari atau suka rela

mengikuti seorang pemimpin. Orang tua dan guru merupakan

pemimpin dan anak merupakan murid yang belajar dari mereka

cara hidup menuju ke hidup yang berguna dan bahagia. Jadi

disiplin merupakan cara masyarakat mengajar anak perilaku moral

yang disetujui kelompok.8

Selain itu, menurut Charles Schaefer menerangkan bahwa,

inti dari disiplin ialah mendidik, menuntun, dan mengarahkan anak

dalam hidupnya dan dalam masa pertumbuhan serta

perkembangannya. Sama halnya dengan Suharmisi yang dikutip

oleh singgih tego saputro dan pardiman mengatakan bahwa

disiplin merupakan sesuatu tentang pengendalian diri seseorang

terhadap bentuk-bentuk aturan di mana aturan tersebut diterapkan

oleh orang yang bersangkutan atau berasal dari luar.

8
Elizabeth Hurlock, Perkembangan Anak Jilid 2, (Jakarta: Erlangga, 1978), h. 82
20

b. Pengertian Disiplin Belajar

Disiplin belajar sangat dibutuhkan bagi peserta didik dalam

mencapai pengetahuan dan kompetensi yang akan dimilikinya.

Namun, disiplin belajar tidak mudah didapatkan melainkan

membutuhkan latihan dan pembiasaan. Menurut Fani Julia Fiana

dalam jurnalnya “Disiplin Siswa di Sekolah dan Implikasinya

dalam Pelayanan Bimbingan Konseling” menjelaskan bahwa

disiplin pengaturan waktu belajar pada kategori baik ditandai

dengan adanya penggunaan waktu yang efektif dan efisien,

penyusunan jadwal pelajaran, adanya pengaturan waktu untuk

belajar dan kegiatan ekstra kurikuler, penggunaan waktu istirahat

yang tepat sehingga tidak mengganggu proses pembelajaran.9

Sedangkan menurut Sumardi Surya Brata disiplin belajar:

(a) Belajar membawa perubahan (dalam arti behavioral changes,

actual mampu potensial), (b) perubahan itu pada pokoknya adalah

didapatkan kecakapan baru, (c) perubahan itu terjadi dengan usaha.

Jadi belajar adalah suatu upaya yang akan membawa individu

kepada suatu perubahan. Perubahan tersebut tidak hanya

bertambahnya ilmu pengetahuan namun juga dalam bentuk

kecakapan, keterampilan sikap, pengertian, harga diri dan

penyesuaian diri.10

c. Tujuan Disiplin Belajar Siswa


9
Tulus Tu’u, Peran Disiplin Pada Prilaku dan Prestasi Siswa, (Jakarta: PT Grasindo,
2004), h. 30
10
Sumardi Surya Brata, Psikologi Pendidikan, (Jakarta: Raja Press, 2011), Cet.18, h. 232
21

Disiplin belajar merupakan karakter yang sangat penting

dan perlu dibangun terutama bagi peserta didik. Dengan adanya

sikap tersebut, akan menjadikan siswa belajar lebih maju, belajar

lebih baik di sekolah, di rumah dan di perpustakaan. Agar siswa

disiplin, maka seluruh guru dan staf yang ada di sekolah

memberikan contoh dan mmapu bersikap diisplin dengan baik.

Menurut Sylvia Rimm menjelaskan bahwa disiplin

bertujuan mengarahkan anak agar mereka belajar mengenai hal-hal

baik yang merupakan persiapan bagi masa dewasa, saat mereka

sangat bergantung kepada disiplin diri. Diharapkan, kelak disiplin

diri mereka akan membuat hidup mereka bahagia, berhasil, dan

penuh kasih sayang.11

d. Strategi Penerapan Disiplin

Disiplin merupakan salah satu karakter yang paling penting

yang perlu dibina dan ditegakkan kepada peserta didik. Sehingga

dengan adanya karakter disiplin yang kuat akan mampu melahirkan

karakter-karakter lain yang lebih baik. Dengan demikian peserta

didik menjadi anak yang berkarakter atau berakhlak mulia. Disiplin

akan mudah diterapkan jika peserta didik sudah terbiasa dengan

rutinitas yang konsisten sepanjang waktu.12

Berdasarkan hasil penelitian Reisman dan Payne yang

dikutip oleh buku karangan Prof. Dr. H.E. Mulyasa dalam bukunya
11
Sylvia Rimm, Menidik dan Menerapkan Disiplin pada Anak Prasekolah, (Jakarta: PT
Gramedia Pustaka Utama, 2003), h. 47
12
Anas Salahubin, Pendidikan Karakter,(Bandung: Pustaka Setia, 2013), h. 244
22

yang berjudul “Manajemen Paud” mengemukakan cara untuk

membina disiplin sebagai berikut:

1) Konsep diri (self-Concept) strategi ini menekankan bahwa

konsep- konsep diri masing-masing individu merupakan

faktor penting dari setiap perilaku. Untuk menumbuhkan

konsep diri, guru disarankan bersifat empatik, menerima,

hangat, dan terbuka sehingga peserta didik dapat

mengeksplorasikan pikiran dan perasaannya dalam

memecahkan masalah.

2) Keterampilan berkomunikasi (Communication Skill): guru

harus memilki keterampilan komunikasi yang efektif agar

mampu menerima semua perasaan, dan mendorong

timbulnya kepatuhan peserta didik.

3) Konsekuensi-konsekuensi logis dan alami (Natural and

Logical Consequences); perilaku-perilaku yang salah

terjadi karena pesrta didik telah mengembangkan

kepercayaan yang salah terhadap dirinya. Hal ini

mendorong munculnya perilaku-perilaku salah. Untuk itu

guru disarankan; a) menunujukkan secara tepat tujuan

perilaku yang salah, sehingga membantu peserta didik

dalam mengatasi perilakunya. b) memanfaatkan akibat-


23

akibat logis dan alami dari perilaku yang salah.13

e. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Disiplin Siswa

Dalam upaya membentuk sikap disiplin belajar siswa,

terdapat beberapa faktor yang mempengaruhi sikap disiplin dan

hasil belajarnya. Karena disiplin adalah sebuah ketaatan dan

kepatuhan serta sikap atau perubahan tingkah laku maka hal

tersebut tergantung dari faktor-faktor yang mempengaruhinya.

f. Fungsi Disiplin Belajar di dalam Kelas

Disiplin memiliki banyak fungsi. Baik untuk diri sendiri

maupun orang lain. Disiplin sangat dibutuhkan dalam kehidupan

bermasyarakat, sehingga akan tercipta kehidupan yang penuh

ketertiban dan keteraturan. Oleh karena itu, disiplin menjadi

perhatian utama dalam pengembangan karakter peserta didik

terutama dalam proses pembelajaran di dalam kelas. Siswa yang

disiplin terhadap peraturan sekolah, akan merasakan dampaknya

baik melalui hasil belajarnya maupun sikapnya dalam kehidupan

sehari-hari.

3. Indikator Disiplin

Disiplin belajar adalah tindakan ketaatan dan keteraturan siswa

dalam mengikuti proses pembelajaran yang dilakukan secara sadar dalam

melaksanakan tugas dan tanggung jawabanya. Dengan disiplin yang

muncul karena kesadaran diri, siswa berhasil dalam belajar. Sebaliknya

13
Sylvia Rimm, Menidik dan Menerapkan Disiplin pada Anak Prasekolah, (Jakarta: PT
Gramedia Pustaka Umum, 2001), h. 79
24

siswa yang kerap kali melanggar ketentuan sekolah pada umumnya

terhambat optimalisasi potensi dan prestasi. Adapun indikator disiplin

belajar :

a. Mentaati tata tertip sekolah


 Selalu datang ke sekolah, kecuali sakit atau ada keperluan yang
penting
 Masuk ke dalam kelas tepat waktu
b. Prilaku kedisiplinan di dalam sekolah
 Memperhatikan pelajaran yang disampaikan guru
 Mencatat hal-hal yang dianggap penting
 Bertanya mengenai hal-hal yang belum jelas
 Tidak ribut di dalam kelas
 Meminta izin guru untuk masuk dan keluar kelas
c. Patuh dalam mengerjakan tugas-tugas sekolah
 Mengumpulkan tugas tepat waktu
 Aktif dan kreatif dalam kerja
 Tidak mencoret hasil teman

4. Hakikat Reward dalam Pendidikan

a. Pengertian Reward

Reward adalah kata serapan dari bahasa inggris “reward”.

Reward adalah sesuatu yang diberikan untuk memberikan

semangat atas suatu pekerjaan, pelayanan. John W. Santrock

mendefinisikan bahwa reward adalah konsekuensi yang

meningkatkan probabilitas bahwa suatu perilaku akan terjadi.

Santrock memberikan istilah yang berbeda dengan rewardnya

yakni reinforcement, namun memiliki kesamaan makna. Maksud


25

dari definisi Santrock tersebut adalah bahwa suatu perilaku pasti

akan kembali terjadi dengan cara memberikan konsekuensi positif

atau ganjaran yang dapat meningkatkan peluang motif perilaku

tersebut sebelum diberikannya ganjaran.14

Reward dapat digunakan oleh guru untuk memotivasi

belajar anak dan mampu membina serta mengembangkan disiplin

peserta didik. Reward dan punishment yang diberikan harus

bersifat efektif, sesuai dengan perilakunya. Alifus Sabri

mengatakan bahwa reward adalah alat pendidikan yang diberikan

kepada anak-anak yang menunjukkan prestasi atau hasil

pendidikan yang baik, baik dari segi prestasi kepribadiannya yang

meliputi kelakuannya, kerajinannya, maupun dalam prestasi

belajarnya.

Sedangkan reward yang diberikan bermacam-macam dan

tidak selamanya berbentuk materi. Reward dapat diberikan berupa

pujian, sanjungan, tepuk tangan, dan kata-kata positif. Hal ini

sangat penting karena ucapan yang baik dan positif mampu

mempengaruhi kondisi psikologis peserta didik. Kata-kata tersebut

menyejukkan hatinya, dan mendorong mereka untuk percaya diri,

optimis, dan semangat baik dalam proses pembelajaran maupun di

luar pembelajaran.

14
John W. Santrock, Alih Bahasa Tri Wibowo, Psikologi Pendidikan, (Jakarta: Kencana,
2008), Cet 2. H. 272-273
26

5. Pendidikan Ilmu Pengetahuan Sosial

Ilmu pengetahuan sosial merupakan pengetahuan mengenai

segala sesuatu yang berhubungan dengan masyarakat. Di Indonesia

pelajaran ilmu pengetahuan sosial disesuaikan dengan berbagai

prespektif sosial yang berkembang di masyarakat. Kajian tentang

masyarakat dalam IPS dapat dilakukan dalam lingkungan terbatas,

yaitu lingkungan sekitar sekolah atau siswa dan siswi atau dalam

lingkungan luas, yaitu lingkungan negaralain, baik yang ada dimasa

sekarang maupun di masa lampau. Dengan demikian siswa dan siswi

yang mempelajari IPS dapat menghayati masa sekarang dengan

dibekali pengetahuan tentang masa lampau umat manusia.

Nama IPS dalam pendidikan dasar dan menengah di

Indonesia muncul bersamaan dengan diberlakukannya kurikulum SD,

SMP dan SMA tahun 1975. Dilihat dari sisi ini maka IPS sebagai

bidang studi masih “baru“, meskipun yang dikaji di IPS bukanlah hal

yang baru. Pada dasarnya konsep IPS sama dengan pendahulunya,

ilmu sosial. Ilmu sosial adalah cabang ilmu pengetahuan yang

mempelajari tingkah laku manusia dan mempelajari manusia sebagai

anggota masyarakat. Tingkah laku manusia dalam masyarakat itu

banyak sekali aspeknya seperti aspek ekonomi, aspek mental, aspek

budaya, aspek hubungan sosial, dan sebagainya.15

B. Kajian Penelitian Terdahulu


Beberapa penelitian tentang pemberian reward yang diterapkan

15
Sapriya, Pendidikan IPS, (Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2009), h.19
27

dalam upaya peningkatan sikap disiplin belajar siswa diantaranya:

1. Putri Rahayu ( 2012), Mahasiswa Universitas Negeri Surabaya, yang

berjudul “Pengaruh Penerapan Reward Terhadap Percaya Diri Anak

Kelompk B 1 di TK Nglanduk 01 Madiun” penelitian ini dilakukan di

TK Nglanduk 01 Madiun Metode penelitian yang digunakan adalah

memberikan treatment baseline dan eksperimen. Reward yang

diberikan adalah stiker dengan cara ditempelkan pada papan bertujuan

memotivasi anak untuk meningkatkan rasa percayadirinya. Dalam

penelitian ini subyek terdiri dari 22 anak kelompok B di TK Nglanduk

01 Madiun. Hasil penelitian menunjukkan peningkatan percaya diri

pada kelompok eksperimen. Nilai uji statistik dari perhitungan t-tabel

Wilcoxon Matched Pairs diperoleh T hitung = 0 dan T table = 66,

karena T hitung ≤ T table (0 < 66) maka Hoditolak dan Ha diterima.

Dapat disimpulkan bahwa reward stiker memiliki pengaruh terhadap

peningkatan percaya dirianak kelompok B di TK Nglanduk 01

Madiun.

2. Novi Susanti (2013), Mahasiswa Universitas Islam Negeri Syarif

Hidayatullah Jakarta, yang berjudul “ Dampak Reward Star Melalui

Chekklist Reflektif Terhadap Sikap Kedisiplan Siswa Kelas 1 SD”.

Penelitian ini dilakukan di SD Hikari Desa Karanggan Kecamatan

Setu Kota Tangerang Selatang. Metode penelitian yang digunakan

adalah ekperimen bentuk pre-eksperimental designs (One- Shot Case

Study). Dengan siswa yang berjumlah 32 siswa, subjek penelitian


28

diberikan treatment atau perlakuan berupa reward dengan “Star” serta

penggunaan cheklist reflektif selama 21 hari, kemudian diobservasi

kedisiplinanya. Hasil penelitian menunjukkan bahwa dengan

pemberian reward berupa star melalui cheklist reflektif berdampak

positif pada sikap kedisiplinan siswa . Hal ini dapat terlihat dari

menurunnya presentase kategori “buruk” hampir pada semua indikator

kedisiplinan.

3. Mengkaji hubungan disiplin belajar dengan prestasi belajar IPS siswa

kelas IV SDN 1 Rajabasa Raya Bandar Lampung yang hasilnya

menyatakan ada hubungan yang positif antara disiplin belajar dan

prestasi belajar siswa. (Mentari Intan Rifani, 2015).

C. Kerangka Berfikir
Gambar 2.1

Metode Bermain Reward Sticker


Peran Picktured
(X1) (X2)

Aktif dan Kreatif Pembelajaran IPS Motivasi dan Semangat

Disiplin

(Y)
29

Berdasarkan uraian yang diatas, bahwa dengan metode bermain

peran siswa akan terlihat lebih aktif dan kreatif dalam pembelajaran IPS,

sehingga siswa belajar dalam pembelajaran IPS akan lebih disiplin lagi.

Reward Stiker Picktured diberikan jika mereka mampu menunjukkan

sikap disiplin belajar mereka. Pemberian reward stiker bergambar ini

dilakukan oleh guru ketika peserta didik mampu menunjukkan sikap

disiplin dan tertib dalam kegiatan belajar mengajar. Ketika reward tersebut

diberikan diberikan kepada siswa yang paling disiplin dan tertib, maka hal

tersebut memicu motivasi dan semangat bagi siswa lainnya agar lebih baik

dari sebelumnya.

Disiplin belajar merupakan bentuk kepatuhan dan ketaatan siswa

terhadap tata tertib yang berlaku. Tata tertib tersebut bisa berupa tata

tertib baku yang ditetapkan oleh sekolah maupun tata tertib tidak baku

yang mengatur prilaku siswa secara pribadi berkaitan dengan belajar

dalam pembelajaran IPS. Pada dasarnya disiplin belajar merupakan

tindakan belajar siswa yang dilakukan secara sadar, dan teratur dalam

mengikuti proses belajar dalam pembelajaran IPS.

Siswa yang berhasil dalam belajar dan berkarya disebabkan

mereka selalu menempatkan disiplin pada semua tindakan dan perbuatan,

terutama di dalam kelas ketika keiatan belajar sedang dilakukan. Disiplin

di dalam kelas diantaranya meliputi, masuk ke dalam kelas tepat waktu,

memperhatikan pelajaran yag disampaikan guru, mengumpulkan tugas


30

tepat waktu, mencatat hal-hal yang dianggap penting, aktif dan kreatif

dalam kerja kelompok di kelas, bertanya mengenai hal-hal yang belum

jelas, dan mempergunakan waktu istirahat sebaik-baiknya.

D. Hipotesis Tindakan
Pembelajaran menggunakan metode bermain peran dan reward

sticker pictured dalam pembembelajaran IPS dapat meningkatkan disiplin

belajar siswa pada siswa kelas IV SDN 15 Kota Bengkulu.

1. Ho (Hipotesis nol), tidak ada pengaruh penggunaan metode

bermain peran terhadap kedisiplinan pada siswa kelas IV SDN.15

Kota Bengkulu.

2. Ha (Hipotesis Kerja), ada pengaruh penggunaan metode bermain

peran terhadap kedisipllinan pada siswa kelas IV SDN.15 Kota

Bengkulu.
31

BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

A. Jenis Penelitian
Jenis penelitian ini adalah penelitian kuantitatif dengan pendekatan

Quasi Eksperimen Design. Penelitian kuantitatif merupakan penelitian

yang bekerja dengan data dan angka mulai dari pengumpulan data,

penafsiran terhadap data tersebut serta penampilan hasil akhir berupa

angka.16 Dalam penelitian ini berwujud bilangan yang kemudian dianalisis

dengan menggunakan statustik untuk menjwab pertanyaan atau hipotesis.

Sedangkan pendekatan Quasi Esperimen Design, merupakan

penelitian yang menggunakan kelompok kontrol dan kelompok

eksperimen tetapi pada penelitian ini kelompok kontrol tidak dapat

berfungsi sepenuhnya untuk mengontrol variabel-variabel luar yang

mempengaruhi pelaksanaan eksperimen. Quasi EksperimenDesign,

digunakan karena pada kenyataannya sulit mendapatkan kelompok kontrol

yang digunakan untuk penelitian.17

Sugiyono menyatakan bahwa metode penelitian pendidikan

diartikan sebagai cara ilmiah untuk mendapatkan data yang valid dengan

tujuan dapat ditemukan, dikembangkan, dan dibuktikan, suatu

pengetahuan tertentu sehingga pada gilirannya dapat digunakan untuk

16
Suharsimi Arikunto, Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktik, ( Jakarta:
Rineka Cipta, 2010), h.175
17
Sugiyono, Metode Penelitian Kuantitatif, Kuantitatif dan R dan D, (Bandung:
Alfabeta, 2007), h.77

31
32

memahami, memecahkan, dan mengantisipasi masalah dalam bidang

pendidikan. Jadi untuk mendapatkan data yang valid dan tujuan penelitian

dapat dicapai, harus ditentukan metode penelitian yang sesuai dengan

tujuan penelitian. Berdasarkan tujuan dalam penelitian ini yaitu

mengetahui hubungan antara disiplin belajar dan prestasi belajar IPS,

maka metode yang sesuai untuk digunakan adalah penelitian korelasional.

Sudijono menyatakan, kata “korelasi” berasal dari bahasa Inggris

correlation. Dalam bahasa Indonesia sering diterjemahkan dengan

“hubungan”, atau “saling hubungan”, atau “hubungan timbal balik”.

Menurut Gay, penelitian korelasi adalah suatu penelitian yang melibatkan

tindakan pengumpulan data guna menentukan apakah ada hubungan dan

tingkat hubungan antara dua variabel atau lebih.

B. Tempat dan Waktu Penelitian


Penelitian ini dilaksanakan di SDN 15 Kota Bengkulu. Dimana

kelas A berjumlah 20, kelas B berjumlah 20. Pengambilan lokasi ini akan

dilaksanakan di SDN 15 Kota Bengkulu. Penelitian dilaksanakan selama

kurang lebih satu bulan, pada tahun ajaran 2017/2018.

C. Desain Penelitian

Sebagai rambu-rambu agar penelitian tidak menyimpang dari

tujuan yang telah diterapkan maka penulis membuat desain penelitian.

Desain ini dikembangkan berdasarkan analisis permasalahan keadaan unit-

unit penelitian yang diorganisir secara sistematis sehingga dijadikan

pedoman penelitian.
33

Tabel 3.1
Desain Penelitian

Kelompok Pretest Treatment Postest


Eksperimen O1 X O2
Kontrol O1 - O2
Ket:
O1 : Pretest
O2 : Postest
X : Traetment dengan metode demonstrasi terhadap kepercayaan diri
siswa18
D. Populasi dan Sampel Penelitian
Populasi adalah keseluruhan subjek peneliti dalam penelitian ini

populasinya adalah kelas IV SDN 15 Kota Bengkulu.

Tabel 3.2
Jumlah Murid SDN. 15 Kota Bengkulu

No. Kelompok Jumlah Siswa

1. A 20

2. B 20

Jumlah 40

Sampel yang diambil dalam penelitian ini adalah sebagian atau

wakil yang diteliti. Sampel ini diambil dari populasi terjangkau dengan

teknik Cluster Random Sampling, yaitu 2 kelas dari` 2 kelas yang ada.

Siswa kelas IV SDN 15 Kota Bengkulu yang diambil dua kelas berjumlah

40 orang yang terbagi atas dua kelas yaitu kelas A dan B. Penempatan

siswa pada kelas IV tersebut dilakukan secara acak oleh pihak sekolah

18
Azwar, Metode Penelitian, h. 118
34

tanpa didasarkan atas ranking atau nilai. Maka diasumsikan bahwa setiap

kelas pada kelas IV SDN 15 Kota Bengkulu merupakan kelas yang relative

homogeny, namun untuk lebih jelasnya penulis tetap melakukan uji

homogenitas.

Tabel 3.3
Jumlah Murid SDN. 15 Kota Bengkulu

Kelas Kelompok Jumlah Siswa

IV A Kontrol 20
IV B Eksperimen 20
Jumlah 40

E. Teknik Pengumpulan Data


1. Observasi

Observasi merupakan suatu proses yang kompleks, suatu proses

yang tersusun dari berbagai proses biologis dan psikologis. Dua diantara

terpenting adalah proses pengamatan dan ingatan. Teknik pengumpulan

data dengan observasi digunakan, bila peneliti berkenan dengan perilaku

manusia, proses kerja, gejala-gejala alam dan bila responden yang diamati

tidak terlalu besar.

2. Dokumentasi

Dokumen merupakan catatan peristiwa yang sudah berlalu.

Dokumen bisa berbentuk tulisan, gambar, atau karya-karya momumental

dari seseorang. Dokumen yang berbentuk tulisan misalnya catatan harian,

sejarah kehidupan, dan sebagainya. Dokumen yang berbentuk gambar


35

misalnya foto, gambar hidup, sketsa, dan lain-lain. Dokumen yang

berbentuk karya misalnya karya seni yang dapat berupa gamabar, patung,

film dan lain-lain.19

3. Koesioner (Angket)

Angket merupakan teknik pengumpulan data yang dilakukan

dengan cara memberi seperangkat pertanyaan atau pernyataan tertulis

kepada responden untuk dijawabnya. Koesioner merupakan teknik

pengumpulan data yang efektif bila peneliti tahu dengan pasti variabel

yang akan diukur dan tahu apa yang bisa diharapkan dari responden.

G. Instrumen Penelitian

Instrumen penelitian merupakan suantu yang terpenting dan

strategi kedudukan dalam pelaksanaan penelitian, instrumen penelitian

merupakan komponen yang sangat penting dalam menajalankan sebuah

penelitian dalam usaha mendapatkan data. Beberapa instrumen penelitian

yang digunakan untuk mengukur dan mengumpulkan data empiris sebagai

variabel yang diteliti. Oleh karena itu, instrumen penelitian harus sesuai

variabel-variabel yang diteliti. Dalam membuat instrumen atau alat ukur

penelitian ada prinsip-prinsip yang harus dipakai dalam mengukur variabel

yang diteliti.

Dapat disimpulkan bahwa instrumen merupakan alat bantu yang

digunakan oleh peneliti untuk mempermudah dalam memperoleh data

penelitian. Dalam penelitian ini, peneliti menggunakan instrumen

19
Sugiyono, Metode Penelitian Pendidikan Pendekatan Kuantitatif dan R&D, h. 329
36

penelitian berupa dua alat bantu mengetahui pengaruh metode bermain

peran dan reward sticker pictured dalam pembelajaran IPS terhadap

disiplin belajar. Peneliti menyiapkan lembar pengamatan untuk

meningkatkan kedisiplinan siswa pada saat pertemuan.

a. Instrumen Pengumpulan Data Variabel X

Variabel X di dalam penelitian ini yaitu metode bermain peran dan

reward sticker pictured. Lembar pengamatan aktivitas belajar diisi

berdasarkan kondisi yang ada. Pengisiannya dengan cara memberi tanda

checklist pada kolom yang disediakan.

Tabel 3.4
Kisi-Kisi Metode Bermain Peran

No. Variabel Aspek Indikator

Ketertarikan terhadap Menentukan tokoh


materi yang akan diperankan
1. Metode Keaktifan, ketepatan Mentaati aturan dalam
Bermain Peran dan mengikuti aturan bermain peran
(X1)
Kerjasama dalam Menunjukkan ekspresi
kelas sesuai perang yang
dimainkan

Tabel 3.5
Instrumen Penelitian Metode Bermain Peran

No Variabel Aspek Indikator No Jumlah


Penelitian Item Item
Memilih peran 1
sebagai Soekarno
Ketertarikan Memilih peran 2 4
terhadap materi sebagai M.Hatta
Memilih peran 3
sebagai prajurit
37

Memilih peran 4
sebagai warga
Mentaati aturan 5
sebagai pemimpin
1. Metode Keaktifan, Mentaati aturan 6 4
Bermain ketetapan dan sebagai wakil
Peran (X1) mengikuti aturan pemimpin
Mentaati aturan 7
sebagai prajurit
belanda
Mentaati aturan 8
sebagai warga
Berperan sebagai 9
pemimpin
Kerjasama dalam Berperan sebagai 10 4
kelas wakil pemimpin
Berperan sebagai 11
prajurit belanda
Berperan sebagai 12
warga

Tabel 3.6
Kriteria Penilaian Metode Bermain Peran

Aspek Kriteria Jumlah


1. Memilih Mendengarkan Memilih Berkumpul 3
peran penjelasan peran yang dengan
sebagai guru tentang akan teman
Soekarno peran yang dimainkan yang
akan memiliki
dimainkan peran yang
sama
2. Memilih Mendengarkan Memilih Berkumpul 3
peran penjelasan peran yang dengan
sebagai guru tentang akan teman
M.Hatta peran yang dimainkan yang
akan memiliki
dimainkan peran yang
sama
3. Memilih Mendengarkan Memilih Berkumpul 3
peran penjelasan peran yang dengan
sebagai guru tentang akan teman
Prajurit peran yang dimainkan yang
Belanda akan memiliki
dimainkan peran yang
38

sama
4. Memilih Mendengarkan Memilih Berkumpul 3
Peran penjelasan peran yang dengan
sebagai guru tentang akan teman
warga peran yang dimainkan yang
akan memiliki
dimainkan peran yang
sama
5. Mentaati Mendengarkan Menyetujui Mentaati 3
aturan penjelasan aturan aturan
sebagai guru tentang hingga
pemimpin aturan bermain selesai
6. Mentaati Mendengarkan Menyetujui Mentaati 3
aturan penjelasan aturan aturan
sebagai guru tentang hingga
wakil aturan bermain selesai
pemimpin
7. Mentaati Mendengarkan Menyetujui Mentaati 3
aturan penjelasan aturan aturan
sebagai guru tentang hingga
prajurit aturan bermain selesai
belanda
8. Mentaati Mendengarkan Menyetujui Mentaati 3
aturan penjelasan aturan aturan
sebagai guru tentang hingga
warga aturan bermain selesai
9. Berperan Menggunakan Menepati Bercakap- 3
sebagai atribut sesuai posisi cakap
pemimpin peran sesuai dengan
peran teman
10. Berperan Menggunakan Menepati Bercakap- 3
sebagai atribut sesuai posisi cakap
wakil peran sesuai dengan
pemimpin peran teman
11. Berperan Menggunakan Menepati Bercakap- 3
sebagai atribut sesuai posisi cakap
prajurit peran sesuai dengan
belanda peran teman
12. Berperan Menggunakan Menepati Bercakap- 3
sebagai atribut sesuai posisi cakap
warga peran sesuai dengan
peran teman
39

Keterangan :
 Apabila anak hanya melaksanakan satu aktifitas pada kolom
kriteria maka diberi nilai 1
 Apabila anak melaksanakan dua aktifitas pada kolom kriteria
maka diberi nilai 2
 Apabila anak melaksanakan tiga aktifitas pada kolom kriteria
maka diberi nilai 3
Tabel 3.7
Kisi-Kisi Reward Sticker Pictured

No. Variabel Aspek Indikator


Penelitian
Siswa mempersiapkan
perlengkapan untuk
belajar
Ketertarikan terhadap Siswa memperhatikan
meteri pelajaran
Siswa senang mengikuti
pelajaran
Siswa bersemangat
mengikuti pelajaran
1. Reward Sticker Siswa berpartisipasi aktif
Pictured (X2) dalam mengikuti
pelajaran
Keaktifan, ketepatan dan Siswa menanyakan
mengikuti aturan meteri yang belum
dipahami
Siswa senang menjawab
pertanyaan dari guru
Siswa mengerjakan
tugas yang diberikan
guru
Patuh dalam mengerjakan Siswa mengerjakan tuga
tugas sekolah dari guru tepat waktu
Siswa mendapatkan
reward dari guru
40

Tabel 3.8
Insrtumen Penelitian Reward Sticker Pictured

No. Variabel Aspek Indikator No Jumlah


Penelitian Item Item
Siswa 1
mempersiapkan
perlengkapan untuk
belajar
Ketertarikan Siswa memperhatikan 2
terhadap materi pelajaran
Siswa senang 3 4
mengikuti pelajaran
Siswa bersemangst 4
mengikuti pelajaran
Siswa berpartisipasi 5
aktif mengikuti
pelajaran
1. Reward Keaktifan, Siswa menanyakan 6 3
Sticker ketepatan dan materi yang belum
Pictured (X2) mengikuti aturan dipahami
Siswa senang 7
menjawab pertanyaan
dari guru
Siswa mengerjakan 8
tugas yang diberikan
guru
Patuh dalam Siswa mengerjakan 9 3
mengerjakan tugas dari guru tepat
tugas sekolah waktu
Siswa mendapatkan 10
reward dari guru

Tabel 3.9
Kriteria Penilaian Reward Sticker Pictured

No. Item S SB SK TA
1. Siswa
mempersiapkan
perlengkapan untuk
belajar
2. Siswa
memperhatikan
pelajaran
3. Siswa senang
41

mengikuti pelajaran
4. Siswa bersemangat
mengikuti pelajaran
5. Siswa berpartisipasi
aktif dalam
mengikuti pelajaran
6. Siswa menanyakan
materi yang belum
dipahami
7. Siswa senang
menjawab
pertanyaan dari
guru
8. Siswa mengerjakan
tugas yang
diberikan guru
9. Siswa mengerjakan
tugas dari guru
tepat waktu
10. Siswa mendapat
reward dari guru

Keterangan :
S : Semua siswa
SB : Sebagian besar siswa
Sk : Sebagian kecil siswa
TA : Tidak ada siswa

b. Instrumen pengumpulan data variabel Y

Data hasil pembelajaran siswa terdapat kedisiplinan belajar didapat

setelah dibeikan perlakuan (posttest). Instrumen yang digunakan berbentuk

tes objektif berupa soal angket.

Tabel 3.10
Kisi-Kisi Disiplin Belajar

No Variabel Penelitian Aspek Indikator


Selalu datang ke sekolah,
kecuali sakit atau ada
keperluan yang penting
Mentaati aturan Masuk ke dalam kelas tepat
sekolah waktu
42

Memperhatikan pelajaran
yang disampaikan guru
Mencatat hal-hal yang
dianggap penting
1. Disiplin Belajar (Y) Prilaku kedisiplinan di Bertanya mengenai hal-hal
dalam kelas yang belum jelas
Tidak ribut di dalam kelas
Meminta izin guru untuk
masuk dan keluar kelas
Mengumpulkan tugas tepat
waktu
Patuh dalam Aktif dan kreatif dalam
mengerjakan tugas- kerja
tugas sekolah
Tidak mencoret hasil
pekerjaan teman

Tabel 3.11
Instrumen Penelitian Disiplin Belajar

No. Variabel Aspek Indikator No Soal Banyak


Butir
Soal
Mentaati a. Selalu datang 1,2,3 3
aturan ke sekolah,
sekolah kecuali sakit
atau ada
keperluan yang
penting
b. Masuk ke
dalam kelas
tepat waktu
1. Disiplin Prilaku a. Memperhatika 4,5,6,7,8,9, 10
Belajar Siswa kedisiplinan n pelajaran 10,11,12,13
(Y) di dalam yang
kelas disampaikan
guru
b. Mencatat hal-
hal yang
dianggap
penting
c. Bertanya
mengenai hal-
hal yang
belum jelas
43

d. Tidak ribut di
dalam kelas
e. Meminta izin
guru untuk
masuk dan
keluar kelas
Patuh dalam a. Mengumpulka 14,15,16,17, 7
mengerjakan n tugas tepat 18,19,20
tugas-tugas waktu
sekolah b. Aktif dan
kreatif dalam
kerja
c. Tidak
mencoret hasil
pekerjaan
teman

Tabel 3.12
Kriteria Penilaian Disiplin Belajar

No Aspek Yang Diamati Kategori


S SB SK TA
1 Masuk sekolah tidak terlambat
2 Membiasakan diri untuk datang tepat
waktu di sekolah
3 Bersemangat untuk selalu masuk
sekolah
4 Masuk kelas tepat waktu setelah
istirahat
5 Istirahat pada waktunya
6 Duduk tenang di tempat masing-
masing
7 Tidak menggunakan jam belajar untuk
bermain-main
8 Mendengarkan penjelasan guru dengan
baik
9 Tidak menggunakan jam belajar untuk
mengobrol di luar topik pembelajaran
10 Merespon umpan balik dari guru
11 Melaksanakan piket kelas sesuai
jadwal
12 Berkata baik dan sopan setiap pelajaran
13 Berpakaian rapi dan sopan
14 Mengerjakan tugas yang di berikan
44

oleh guru
15 Menyelesaikan tugas-tugas tepat waktu
16 Mengumpulkan PR tepat waktu
17 Membantu teman yang kesulitan, jika
pekerjaan diri telah selesai
18 Kemandirian mengerjakan tugas dan
ulangan
19 Kelengkapan membawa alat tulis dan
buku pelajaran
20 Menjaga kebersihan ruang kelas dan
lingkungan sekolah
Jumlah

Keterangan:
S : Semua siswa
SB : Sebagian besar siswa
Sk : Sebagian kecil siswa
TA : Tidak ada siswa

H. Teknik Vadilitas dan Reabilitas Data


1. Uji validitas

Validitas adalah suatu ukuran yang menunjukkan tingkat-tingkat

kevalidan atau kelebihan suatu intrumen. Suatu instrumen yang valid

memiliki validitas tinggi.20

Sebaiknya, instrumen yang kurang valid berarti memiliki validitas

rendah. Uji validitas ditempuh dengan cara analisi kolerasi yang

dilakukan untuk mengetahui kuat lemahnya hubungan antara variabel

yang dianalisis. Analisis kolerasi yang digunakan adalah product

moment.21

20
Suharsimi Arikunto, Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktik, (Jakarta: Rineka
Cipta, 2010), h.19
21
Ridwan , Dasar-dasar Statistik, (Bandung: Alfabeta, 2013), h.227
45

Uji validitas digunakan untuk mengetahui instrumen yang

digunakan. Instrumen yang valid dan reabel merupakan syarat mutlak

untuk mendapatkan hasil penelitian yang valid dan reabel.

Adapun rumus yang digunakan sebagai berikut:

r N∑XY−(∑X)(∑Y)
xy=
√(N∑X2−(∑X)2)(N∑Y2−(∑Y)2)

Keterangan:

𝑟𝑥𝑦 : Korelasi item X dan Y

∑Y : Jumlah skor item X


∑Y : Jumlah skor item Y
∑XY : Perkalian antara X dan Y

∑𝑋 2 : Jumlah kuadrat total 𝑋 46


2. Uji reliabelitas

Reabilitas adalah indeks yang menunjukkan sejauh mana suatu alat

ukur dapat dipercaya atau diandalkan. Reabilitas menunjukkan

kemantapan/konsistensi hasil pengukuran. Suatu alat pengukur

dikatakan mantap atau konsisten, apabila untuk mengukur sesuatu

berulang kali, alat pengukur itu menunjukka hasil yang sama, dalam

kondisi yang sama.

Instrumen dikatakan reabil jika memberikan hasil yang tetap atau

ojek (konsisten) apabila diteskan berkali-kali. Untuk mengetahui

reliabilitas soal peneliti mengguinakan pendekatan single Test Single

Trial dengan menggunakan Formula Spearmen-Brown Gasal Genap.

Untuk mencari (menghitung) angka indeks kolerasi “r” product


46

moment, antara variabel X (item soal yang bernomor ganjil) denagn

variabel ganjil Y ( item soal yang brnomor genap) yaitu 𝑟𝑥𝑦 𝑑𝑎𝑛𝑟ℎℎ

11
atau 𝑟22 .

Rumus:

11 𝑁∑𝑋𝑌−(∑𝑋)(∑𝑌)
𝑟22 =
√(𝑁∑𝑋 2−(∑𝑋)2 )(𝑁∑𝑌 2−(∑𝑌)2

Keterangan:

11
𝑟22 : kolerasi item X dan Y
∑Y : Jumlah skor item yang bernomor ganjil (X)
∑Y : Jumlah skor item yang berjumlah genap (Y)
∑XY : Perkalian antara X dan Y

∑𝑥 2 : Jumlah kuadrat total X

Selanjutnya mencari (menghitung) koefisien reabilitas tes 𝑟22 atau

𝑟11 Hingga menggunakan rumus, sebagai berikut:

𝑟 2𝑟
11
11= 22
11
1+𝑟
22

Pada penelitian ini penelitian melaksanakan angket disiplin belajar

yang diikuti oleh 20 orang siswa SDN 15 Kota Bengkulu, menyiapkan

25 butir soal bentk objektif, dengan ketentuan bahwa untuk setiap

jawaban betul diberikan skor 1, sedangkan untuk setiap jawaban yang

belum tepat diberiakn skor nol 0.

I. Teknik Analisis Data


1. Uji prasyarat
a. Uji normalitas
47

Uji normalitas data adalah bentuk pengujian tentang

kenormalan distribusi data. Tujuan dari uji adalah untuk

mengetahui apakah data yang terambil merupakan data

berdistribusi normal atau bukan uji normalitas dilakukan untuk

mengetahui apakah sampel yang diteliti berdistribusi normal atau

tidak. Uji yang digunakan dalam normalitas adalah uji chi kuadrat:

(𝑓0−𝑓𝑒)2
2=
𝑥 𝑓𝑒

𝐾𝑒𝑡𝑒𝑟𝑎𝑛𝑔𝑎𝑛:

𝑓𝑜 : frekuensi dari yang diamat


𝑓𝑜 : frekuensi yang diharapkan
𝑘: banyak kelas

2. Uji homogenitas

Setelah diketahui data hasil penelitian berdistribusi normal,

maka selanjutnya diadakan pengujian homogenitas. Penguji

homogenitas berfungsi apakah kedua kelompok populasi itu

bersifat homogen. Yang dimaksud uji homogenitas disini adalah

menguji mengenai sama tidaknya variasi-variasi dua buah

distribusia tau lebih.

Uji homogenitas yang digunakan pada penelitian ini adalah

uji fisher dengan rumus sebagai berikut:

𝑣𝑎𝑟𝑖𝑎𝑛𝑡𝑒𝑟𝑏𝑒𝑠𝑎𝑟
F Hitung= 𝑣𝑎𝑟𝑖𝑎𝑛𝑡𝑒𝑟𝑘𝑒𝑐𝑖𝑙

Perhitungan hasil homogenitas dilakukan dengan cara

membandingkan hasil Fℎ𝑖𝑡𝑢𝑛𝑔 dengan F𝑡𝑎𝑏𝑒𝑙 pada taraf signifikasi


48

a= 0,05 dan dk pembilang = 𝑛𝑎− 1 dan dk penyebut 𝑛𝑏− 1. Apabila

Fhitung ≤F𝑡𝑎𝑏𝑒𝑙 maka kedua kelompok data tersebut memiliki

varian yang sama atau homogen.

3. Pengujian hipotesis

Adapun kriteria pengujian untuk uji t ini adalah sebagai berikut:

H0 : µ1 ≤ µ2
Ha : µ1 ˃ µ
Keterangan:

H0 = hasil belajar matematika kelas eksperimen sama dengan kelas


kontrol
Ha = hasil belajar matematika kelas eksperimen lebih tinggi dari
kelas kontrol
µ1 = nilai rara-rata hasil belajar kelas eksperimen
µ2 = nilai rata-rata hasil belajar kelas kontrol

Вам также может понравиться