Академический Документы
Профессиональный Документы
Культура Документы
Etika lingkungan hidup merupakan petunjuk atau arah perilaku praktis manusia dalam
mengusahakan teruwujudnya moral dan upaya untuk mengendalikan alam agar tetap berada pada
batas kelestarian. Etika lingkungan hidup juga berbicara mengenai relasi di antara semua
kehidupan alam semesta, yaitu antara manusia dengan manusia yang mempunyai dampak pada
alam dan antara manusia dengan makhluk lain atau dengan alam secara keseluruhan.
Ekosentrisme memandang makhluk hidup (biotik) dan makhluk tak hidup (abiotik)
lainnya saling terkait satu sama lainnya. Etika diperluas untuk mencakup komunitas ekologis
seluruhnya, baik yang hidup maupun tidak. Menurut ekosentrisme, hal yang paling penting adalah
tetap bertahannya semua yang hidup dan yang tidak hidup sebagai komponen ekosistem yang
sehat. Setiap individu dalam ekosistem diyakini terkait satu dengan yang lain secara mutual.
Keseluruhan organisme saling membutuhkan, saling menopang dan saling memerlukan. etika ini
mengusahakan keseimbangan antara kepentingan individu dengan kepentingan keseluruhan dalam
ekosistem.
Manusia mempunyai kewajiban menghargai hak semua makhluk hidup untuk berada,
hidup, tumbuh, dan berkembang secara alamiah sesuai dengan tujuan penciptanya. Untuk
itu manusia perlu merawat, menjaga, melindungi, dan melestarikan alam beserta seluruh
isinya serta tidak diperbolehkan merusak alam tanpa alasan yang dapat dibenarkan secara
moral.
Sejatinya alam adalah milik kita bersama. Jika alam dihargai sebagai bernilai pada dirinya
sendiri, maka rasa tanggung jawab akan muncul dengan sendirinya pada diri manusia.
Solidaritas kosmis pada hakekatnya adalah sikap solidaritas manusia dengan alam.
Solidaritas kosmis berfungsi untuk mengontrol perilaku manusia dalam batas-batas
keseimbangan kosmis, serta mendorong manusia untuk mengambil kebijakan yang pro
alam dan tidak setuju terhadap tindakan yang merusak alam.
4. Prinsip kasih sayang dan kepedulian terhadap alam (caring for nature)
Prinsip ini merupakan prinsip moral satu arah yang artinya tanpa mengharap balasan serta
tidak didasarkan pada pertimbangan kepentingan pribadi melainkan untuk kepentingan
alam.
Prinsip ini merupakan prinsip tidak merugikan alam secara tidak perlu. Bentuk minimal
berupa tidak perlu melakukan tindakan yang mrugikan atau mengancam eksistensi
makhluk hidup lain di alam semesta.
Prinsip ini menekankan pada nilai, kualitas, cara hidup, dan bukan kekayaan,
sarana,standard material. Bukan rakus dan tamak mengumpulkan harta dan memiliki
sebanyak-banyaknya,mengeksploitasi alam, tetapi yang lebih penting adalah mutu
kehidupan yang baik. Prinsip moral hidup sederhana harus dapat diterim oleh semua pihak
sebagai prinsip pola hidup yang baru agar kita dapat berhasil menyelamatkan lingkungan
hidup.
7. Prinsip keadilan
Prinsip keadilan sangat berbeda dengan prinsip-prinsip sebelumnya, Prinsip keadilan lebih
ditekankan pada bagaimana manusia harus berperilaku adil terhadap yang lain dalam
keterkaitan dengan alam semesta juga tentang sistem social yang harus diatur agar
berdampak positif bagi kelestarian lingkungan hidup. Prinsip keadilan terutama berbicara
tentang peluang dan akses yang sama bagi semua anggota masyarakat dalam ikut
menentukan kebijakan pengelolaan sumbar daya alam, dan dalam ikut menikmati
pemanfaatannya.
8. Prinsip demokrasi
Prinsip ini terutama ditujukan untuk pejabat, misalnya orang yang diberi kepercayaan
untuk melakukan analissi mengenai dampak lingkungan merupakan orang-orang yang
memiliki dedikasi moral yang tinggi karena diharapkan dapat menggunakan akses
kepercayaan yang diberikan dalam melaksanakan tugasnya dan tidak merugikan
ingkungan hidup fisik dan non fisik atau manusia.
Kekeringan dan kelaparan berawal dari pertumbuhan penduduk yang tinggi, penggundulan
hutan, erosi tanah yang meluas, dan kurangnya dukungan terhadap bidang pertanian, bencana
longsor, banjir, terjadi berbagai ledakan bom, adalah beberapa contoh kelalaian manusia terhadap
lingkungan.
Sebenarnya kemajuan ilmu dan teknologi diciptakan manusia untuk membantu
memecahkan masalah tetapi sebaliknya malapetaka menjadi semakin banyak dan kompleks, oleh
karena itu dianjurkan untuk dapat berperilaku menjadi ilmuwan dan alamiah melalui amal yang
ilmiah. Sekecil apapun perilaku manusia terhadap lingkungan hidupnya harus segera diperbuat
untuk bumi yang lebih baik, bumi adalah warisan nenek moyang yang harus dijaga dan diwariskan
terhadap anak cucu kita sebagai generasi penerus pembangunan yang berwawasan lingkungan
berkelanjutan.
Lingkungan hidup terbagi menjadi tiga yaitu lingkungan alam fisik (tanah, air, udara) dan
biologis (tumbuhan - hewan), Lingkungan buatan (sarana prasarana), dan lingkungan manusia
(hubungan sesama manusia). Perilaku manusia terhadap lingkungan yang tepat antara lain tidak
merusak tanah, tidak menggunakan air secara berlebih, tidak membuang sampah sembarangan.
Dalam rangka usaha manusia untuk menjaga lingkungan hidup, telah banyak bermunculan
perilaku nyata berupa gerakan-gerakan peduli lingkungan hidup baik bersifat individu, kelompok,
swasta, maupun pemerintah. Tapi yang terpenting dari itu semua adalah bentuk konkrit yang harus
dilakukan oleh semua pihak dalam berinteraksi dengan lingkungan hidup.
a. Etika Keutamaan
Etika keutamaan tidak berhubungan dengan benar atau salahnya tindakan manusia
menurut prinsip-prinsip moral tertentu, melainkan dengan baik dan buruknya perilaku atau
watak manusia (B. Williams, 1985:1). Etika ini bertujuan mengarahkan manusia kepada
pengenalan akan tujuan hidupnya sendiri. Maksudnya, tujuan hidup akan dicapai melalui
keutamaan berupa keluhuran watak dan kualitas budi pekerti yang dipraktekkan dalam
kehidupan sehari-hari. Fokus perhatian utama etika keutamaan ini adalah watak dan mutu
pribadi setiap manusia, dan bukan pada apakah orang sudah melaksanakan semua
kewajiban yang ditentukan baginya. Penganjur etika ini adalah Aristoteles. Menurutnya
keutamaan arete-lah yang menjadi keunggulan atau keberhasilan dalam menjalankan
fungsi khas sesuatu.
Berdasarkan etika itu, maka dalam konteks lingkungan hidup, manusia mempunyai
keutamaan, bila ia mampu memelihara, mengelola dan melestarikan lingkungan hidupnya
dengan baik. Sarana pencegahan pencemaran atau pengelolaan limbah dikatakan
mempunyai arete, jika dapat bekerja dengan semestinya dalam mencegah atau
menanggulangi pencemaran (rupanya di sini tidak hanya manusia yang butuh etika,
melainkan juga sarana atau alat?), bahkan juga norma hukum lingkungan dikatakan
mempunyai keutamaan, jika dapat berfungsi dengan baik dalam penegakkannya. Jadi baik
atau buruknya lingkungan hidup kita tergantung pada mutu manusia atau kualitas pribadi
yang unggul. Yang terutama paling ditekankan oleh Aristoteles itu adalah manusia bukan
sekedar alat atau bahkan ajaran moral. Bagaimana ini semua dapat dicapai, menurut
Aristoteles orang harus mewujudkan kemungkinan-kemungkinan manusia yang positif,
termasuk membuat sarana menjadi berfungsi secara baik.
Etika keutamaan tersebut juga menuntut dimensi yang lain. Selain praksis
keutamaan dengan mewujudkan yang paling baik bagi lingkungan hidup, juga dibutuhkan
rasionalitas manusia dan dimensi spritual. Yang dimaksud adalah bahwa orang perlu
menjamin fungsi manusiawi pengelolaan lingkungan hidup menurut kehendak-Nya, sebab
Dialah Pencipta yang memelihara, bukan perusak (Pierre Leroy, 1966: 13-14).
b. Etika Kewajiban
Etika ini disebut etika peraturan atau etika normatif (K. Bertens, 2000: 17), yaitu
etika yang mengacu kepada kewajiban moral yang mengikat manusia secara mutlak. Baik
buruknya perilaku atau benar dan salahnya tindakan secara moral diukur (dinilai) dari
sesuai tidaknya dengan prinsip moral yang wajib dipatuhi tanpa syarat. Fokus perhatian
etika ini diletakkan pada ajaran atau prinsip-prinsip moral tindakan (J. Sudarminta, Basis,
1991:163). Maka, etika ini berhubungan dengan pertanyaan: “apa yang harus atau wajib
dilakukan, yang boleh dan tidak boleh dilakukan”. Karena itu pengetahuan atau pengenalan
akan ajaran-ajaran moral penting untuk etika ini. Sifatnya lalu menjadi praktis, dapat
diharapkan bagi suatu perilaku atau untuk persoalan-persoalan konkret (etika terapan/
applied ethics). Sekedar contoh untuk bidang lingkungan hidup: “jangan mencemari
sungai, laut, dll”; buanglah sampah pada tempatnya; peliharalah lingkungan hidup; tidak
boleh membuang limbah melebihi ketentuan BML,” dan seterusnya.
Menurut Imanuel Kant, tokoh utama etika ini, tindakan seseorang adalah baik
menurut ajaran moral, bukan karena tindakan itu dilakukan untuk mencapai tujuan tertentu,
melainkan demi memenuhi kewajiban semata-mata tanpa maksud yang lain. Namun yang
sulit adalah usaha untuk mengetahui motivasi apa yang mendorong orang melakukan
kewajibannya itu. Boleh jadi, orang melakukannya supaya mendapat hadiah atau sekedar
takut akan hukuman, bukan karena ia punya keunggulan perilaku untuk itu, oleh Kohlberg
disebut prakonvensional (Bertens: 2000: 81).
a. Pertama, etika lingkungan hidup sebaiknya etika keutamaan atau kewajiban? Etika
keutamaan itu perlu karena yang kita butuhkan adalah manusia-manusia yang punya
keunggulan perilaku. Sementara itu etika kewajiban, dalam arti pelaksanaan kewajiban
moral, tidak bisa diabaikan begitu saja. Idealnya ialah, bahwa pelaksanaan keutamaan
manusia Indonesia, bukan hanya demi kewajiban semata-mata, apalagi sesuai kewajiban.
Rumusan-rumusan moral itu di satu pihak memang penting, namun di lain pihak yang
lebih penting lagi ialah bahwa orang mengikutinya karena keunggulan perilaku.
b. Kedua, bila etika lingkungan hidup adalah etika normatif plus etika terapan, maka ada
faktor lain yang mesti ikut dipertimbangkan, yaitu sikap awal orang terhadap lingkungan
hidup, informasi, termasuk kerja sama multidisipliner dan norma-norma moral lingkungan
hidup yang sudah diterima masyarakat (ingat akan berbagai) kearifan lingkungan hidup
dalam masyarakat kita, yang dapat dikatakan sebagai “moral lingkungan hidup” (Bertens,
2000:295-300). Dari sini pula muncul pertanyaan apakah perlu disusun semacam kode etik
pengelolaan lingkungan hidup?
c. Ketiga, etika lingkungan hidup tidak bertujuan menciptakan apa yang disebut sebagai eco-
fascism (fasis lingkungan, pinjam istilah Ton Dietz, 1996). Artinya, dengan dan atas nama
etika seolah-olah lingkungan hidup adalah demi lingkungan hidup itu sendiri. Dengan
risiko apapun lingkungan hidup perlu dilindungi. Dari segi etika yang bertujuan
melindungi lingkungan dari semua malapetaka bikinan manusia, hal itu tentu saja baik.
Namun buruk secara etis, bila akibatnya membuat manusia tidak dapat menggunakan
lingkungan hidup itu lagi karena serba dilarang. Etika lingkungan tidak hanya mengijinkan
suatu perbuatan yang secara moral baik, melainkan juga melarang setiap akibat buruknya
terhadap manusia.
d. Keempat, ciri-ciri etika lingkungan hidup yang perlu diperhatikan adalah sikap dasar
menguasai secara berpartisipasi, menggunakan sambil memlihara, belajar menghormati
lingkungan hidup dan kehidupan, kebebasan dan tanggung jawab berdasarkan hati nurani
yang bersih, baik untuk generasi sekarang maupun bagi generasi yang akan datang. Yang
juga penting adalah soal oreintasi dalam pembangunan, yakni tidak hanya bersifat
homosentri, yang sering tidak memperhitungkan ecological externalities, melainkan juga
ekosentris. Pembangunan tidak hanya mementingkan manusia, melainkan kesatuan antara
manusia dengan keseluruhan ekosistem atau kosmos.
Nilai-nilai etika lingkungan sangat mudah dipahami oleh segenap lapisan masyarakat,
melalui penerapan konsep lingkungan hidup melalui pendidikan formal yang terintegrasi dengan
mata pelajaran lain misalnya PPKn, Pendidikan Agama, Pendidikan Biologi, Pendidikan Geografi
serta mata pelajaran lainnya yang relevan. Kementerian Pendidikan Nasional melalui Biro
Perencanaan ke Luar Negeri merupakan institusi pemerintah yang sangat apresiasi dalam menjaga
kualitas lingkungan hidup, melalui peningkatan sumber daya manusia. Hal ini dilakukan agar
tercipta intelektual-intelektual muda yang lebih bermartabat, bersaing dan berdaya guna dalam
menyongsong era globalisasi transformasi, menuju Indonesia yang lebih baik, adil dan makmur.
Pasal 67
Setiap orang berkewajiban memelihara kelestarian fungsi lingkungan hidup serta mengendalikan
pencemaran dan/atau kerusakan lingkungan hidup.
Pasal 68
c. Menaati ketentuan tentang baku mutu lingkungan hidup dan/atau kriteria baku kerusakan
lingkungan hidup.
Pasal 69
c. Memasukkan limbah yang berasal dari luar wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia
ke media lingkungan hidup Negara Kesatuan Republik Indonesia;
Pada bab XII dibahas tentang pengawasan dan sanksi administratif. Pada bagian pertama
dibahas tentang pengawasannya. Kemudian pada bagian kedua dibahas tentang sanksi
administratif yaitu:
Pasal 76
a. Teguran tertulis;
b. Paksaan pemerintah;
Pasal 77
Menteri dapat menerapkan sanksi administrative terhadap penanggung jawab usaha dan/atau
kegiatan jika Pemerintah menganggap pemerintah daerah secara sengaja tidak menerapkan sanksi
administratif terhadap pelanggaran yang serius di bidang perlindungan dan pengelolaan
lingkungan hidup.
Pasal 78
Pasal 79
Pengenaan sanksi administratif berupa pembekuan atau pencabutan izin lingkungan sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 76 ayat (2) huruf c dan huruf d dilakukan apabila penanggung jawab usaha
dan/atau kegiatan tidak melaksanakan paksaan pemerintah.
Pasal 80
(1) Paksaan pemerintah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 76 ayat (2) huruf b berupa:
d. Pembongkaran;
(2) Pengenaan paksaan pemerintah dapat dijatuhkan tanpa didahului teguran apabila
pelanggaran yang dilakukan menimbulkan:
b. Dampak yang lebih besar dan lebih luas jika tidak segera dihentikan pencemaran
dan/atau perusakannya; dan/atau
c. Kerugian yang lebih besar bagi lingkungan hidup jika tidak segera dihentikan
pencemaran dan/atau perusakannya.
Pasal 81
Setiap penanggung jawab usaha dan/atau kegiatan yang tidak melaksanakan paksaan pemerintah
dapat dikenai denda atas setiap keterlambatan pelaksanaan sanksi paksaan pemerintah.
Pasal 82
(1) Menteri, gubernur, atau bupati/walikota berwenang untuk memaksa penanggung jawab
usaha dan/atau kegiatan untuk melakukan pemulihan lingkungan hidup pencemaran
dan/atau perusakan lingkungan hidup yang dilakukannya.
(2) Menteri, gubernur, atau bupati/walikota berwenang atau dapat menunjuk pihak ketiga
untuk melakukan pemulihan lingkungan hidup akibat pencemaran dan/atau perusakan
lingkungan hidup yang dilakukannya atas beban biaya penanggung jawab usaha dan/atau
kegiatan.
Pasal 83
Ketentuan lebih lanjut mengenai sanksi administratif diatur dalam Peraturan Pemerintah.
Daftar pustaka
https://www.google.co.id/