Вы находитесь на странице: 1из 20

INTEGRATED MARKETING COMMUNICATION

ASSIGNMENT
Submitted in partial fulfilment of the requirements for INTEGRATED MARKETING COMMUNICATION course

Pelita Harapan Graduate Campus – Semanggi, Jakarta

By
Christian Ekasetia
01619170002

MASTER MANAGEMENT PROGRAM


GRADUATE PROGRAM
PELITA HARAPAN GRADUATE CAMPUS
JAKARTA
2018
PENERAPAN IMC DI INDONESIA DAN PERMASALAHANNYA

Studi Kasus: Bintangin VS Tolak Angin

I. Profil Perusahaan
PT Bintang Toedjoe adalah salah satu anak perusahaan dari PT Kalbe Farma, Tbk,
suatu perusahaan farmasi yang terkemuka di Indonesia. Beberapa produk Bintang
Toedjoe yang terkenal adalah minuman energi Extra Joss dan Irex dan Puyer Bintang
Toedjoe yang pernah terkenal pada dasawarsa 1970-an. PT Bintang Toedjoe didirikan
pada 29 April 1946 di Garut, Jawa Barat, oleh shinse Tan Jun She, Tjia Pu Tjien, dan
Hioe On Tjan. Nama Bintang Toedjoe sendiri dipilih berdasarkan jumlah anak
perempuan Tan, yakni 7 orang. Pada waktu itu, dengan alat-alat yang sederhana dan
mempekerjakan beberapa orang karyawan, PT Bintang Toedjoe berhasil memproduksi
obat-obatan yang dijual
bebasguna memenuhi
kebutuhan masyarakat akan
obat. Salah satu obat yang
diproduksi sejak berdirinya
adalah Puyer No. 16 (Obat
Sakit Kepala No. 16) yang sampai saat ini masih banyak dikonsumsi oleh masyarakat
Indonesia dan diekspor ke beberapa negara. Empat tahun sejak didirikan, PT Bintang
Toedjoe pindah dari Garut ke kawasan Krekot, Jakarta, dan pada tahun 1974 PT
Bintang Toedjoe kembali pindah ke kawasan Cempaka Putih, Jakarta.
Pada tahun 1970-an ini PT Bintang Toedjoe mulai memproduksi obat resep dokter.
Pada tahun 1985, PT Bintang Toedjoe dibeli oleh Kalbe Group dan berkembang dengan
pesat. Tahun 1990 produk-produk PT Bintang Toedjoe mulai diekspor ke
mancanegara. Sejalan dengan peningkatan produksinya, lokasi di kawasan Cempaka
Putih sudah tidak memadai lagi, sehingga pada tahun 1993 PT Bintang Toedjoe pindah
ke Kawasan Industri Pulogadung, menempati area seluas 12.000-meter persegi. Lalu
September 2002, Head Office pindah ke Pulomas, pabrik tetap di Pulogadung. Di area
yang ditempati sampai sekarang ini, selain pabrik juga terletak kantor pusat PT Bintang
Toedjoe. (Wikipedia, 2018)

Saat ini, dengan memperkerjakan lebih dari 1000 orang karyawan, PT Bintang Toedjoe
merupakan salah satu perusahaan farmasi terbesar di Indonesia yang tidak hanya
memproduksi obat-obatan, melainkan juga memproduksi suplemen makanan dan
fitofarmaka.

Produk terkenal yang diciptakan oleh PT Bintang Toedjoe adalah sebagai berikut:
 Bintang Toedjoe Masuk Angin (dahulu Bintangin)
 Bintang Toedjoe Panas Dalam
 Bintang Toedjoe Turun Panas
 Caxon Ion C
 Extra Joss
 E-Juss
 Femirex
 Juss Ginseng
 Komix
 Puyer 16 Bintang Tujuh
 Waisan
 Irex

II. Produk yang akan dibahas


Produk yang akan dibahas pada paper kali ini adalah Bintangin. Bintangin adalah salah
satu produk obat masuk angin yang diproduksi oleh perusahaan Bintang Toedjoe untuk
menyaingi produk
serupa yaitu Tolak
Angin yang diciptakan
oleh PT Sido Muncul.
Bintangin terbuat dari
bahan-bahan alami
dalam bentuk sirup kemasan sachet, untuk membantu meredakan masuk angin, perut
kembung, pegal-pegal, sakit kepala, mual, dan meriang. Kemasan tersedia dalam
bentuk sachet @ 15ml. Bintang Toedjoe Masuk Angin rasa mint yang melegakan
hidung dan jahe merah yang menghangatkan tenggorokan, memberikan rasa yang enak
untuk penderita masuk angin. Dari segi produk dapat dikatakan bahwa produk
Bintangin adalah “me product” dimana produk yang dibuat oleh PT Bintang Toedjoe
mirip dengan produk pesaing untuk mencegah pesaing itu memaksimalkan pangsa
pasarnya. Menciptakan “me too product” juga dianggap berisiko karena perusahaan
mungkin kurang memiliki pengetahuan atau keahlian yang diperlukan untuk
menciptakan produk yang kompetitif. (Farlex Financial Dictionary, 2012)

III. Fenomena yang akan dibahas


Fenomena yang akan dibahas dalam paper kali ini adalah kegagalan penerapan IMC
khususnya di dalam mengkomunikasikan merek produk obat masuk angin Bintangin
melalui iklan, promosi penjualan, dan pemasaran digital sehingga mengharuskan
Bintang Toedjoe melakukan re-branding obat masuk angin mereka menjadi Bintang
Toedjoe Masuk Angin untuk dapat diterima di pasaran dan bersaing dengan obat masuk
angin lainnya seperti Tolak Angin. Berbicara mengenai komunikasi merek tidak hanya
bicara mengenai periklanan, tetapi kita berbicara mengenai Integrated Marketing
Communication, berbicara bagaimana seorang pemasar harus mengharmonisasi
kegiatan-kegiatan bauran komunikasi seperti: advertising, sales promotion, personal
selling, public relation, online marketing, dan direct marketing bagaimana
mengintegrasikan bauran komunikasi tersebut sehingga tercapai tujuan dari strategi
komunikasi pemasaran yang direncanakan.
Menurut Belch dan Belch (2015), IMC adalah proses pengembangan dan implementasi
berbagai bentuk program komunikasi persuasif kepada pelanggan dan calon pelanggan
secara berkelanjutan. Proses IMC berawal dari pelanggan atau calon pelanggan,
kemudian berbalik pada perusahaan untuk menentukan dan mendefinisikan bentuk dan
metode yang perlu dikembangkan bagi program komunikasi yang persuasif. Istilah
‘terintegrasi’ menunjukkan keselarasan atau keterpaduan dalam hal tujuan, fokus, dan
arah strategis antar elemen bauran komunikasi pemasaran dengan unsur bauran
pemasaran.
IMC sendiri menekankan pada keharmonisan yang tercapai dalam pelaksanaan
program komunikasi pemasaran yang juga dikenal dengan bauran promosi (promotion
mix) yang terdiri atas:

a. Advertising (Periklanan)
Periklanan merupakan semua bentuk penyajian non-personal dan promosi ide, barang
atau jasa yang dibayar oleh suatu sponsor tertentu.

b. Sales Promotion (Promosi penjualan)


Promosi penjualan mencakup berbagai insentif jangka pendek untuk mendorong
keinginan mencoba atau membeli suatu barang atau jasa.
Beberapa contoh teknik sales promosi penjualan yaitu:
1. Coupons (kupon)
Kupon dapat dikirim, disertakan atau dilampirkan pada produk, atau diselipkan dalm
iklan di majalah dan koran. Agar efektif, kupon sebaiknya memberikan diskon 15%
sampai 20%
2. Price-off Deals
Memberikan potongan harga langsung di tempat pembelian, biasanya berkisar dari
10% -25%.
3. Premium and advertising specialties
Beberapa bentuk premi yaitu:
- Barang yang ditawarkan dengan biaya yang relatif lebih rendah atau gratis sebagai
insentif untuk membeli produk tertentu.
- Premi dengan paket menyertai produk di dalam atau pada kemasan.
- Premi berupa kemasan itu sendiri, misalnya berupa wadah yang dapat digunakan
kembali.
4. Sampling and trial offers (pemberian contoh produk dan penawaran gratis
untuk sejumlah produk atau jasa)
c. Public Relation (Hubungan masyarakat)
Hubungan masyarakat terdiri dari berbagai program untuk mempromosikan dan
melindungi citra perusahaan atau produk individualnya. Misalnya mengadakan event
sponsorship ketika perusahaan mensponsori suatu acara, seperti pertandingan balap
mobil, konser musik atau acara amal. Itu membuat merk sangat ditonjolkan pada acara
tersebut sehingga membuat kredibilitas merk meningkat.

d. Direct selling (penjualan secara langsung)


Misalnya dengan penggunaan surat, telepon, faksimili, dan alat penghubung non-
personal lainnya untuk berkomunikasi dengan pelanggan atau calon pelanggan.

e. Personal selling (penjualan secara pribadi atau tatap muka)


Misalnya dengan penggunaan sales promotion girl ataupun salesman untuk
berkomunikasi dengan pelanggan atau calon pelanggan.

Selain itu menurut Terence A. Shimp (2009) ada beberapa tahapan pengembangan IMC
yang efektif yaitu:
(1) Mengenali target/ sasaran,
(2) Menentukan tujuan komunikasi,
(3) Merancang pesan,
(4) Membuat keputusan atas bauran komunikasi pemasaran

Di lain pihak, Rayna Skolnik (1987) menyatakan bahwa agar dapat mencapai
kesusksesan dalam menerapkan IMC, perusahaan dapat melakukan langkah-angkah
sebagai berikut:
(1) Identifikasi kebutuhan dengan mengadakan riset
(2) Mengintegrasikan agensi-agensi di luar dengan perusahaan, atau lebih baik
menggunakan satu agensi untuk menangani seluruh elemen bauran komunikasi
(3) Mengedepankan kerjasama tim
(4) Selalu konsisten sehingga dapat menciptakan awareness, menekankan pesan yang
ingin disampaikan, dan turut membangun merek
(5) Melakukan meeting cross-functional secara regular
(6) Menyediakan pelatihan bagi karyawan
(7) Memonitor hasilnya melalui media
(8) Memikirkan kembali masalah kompensasi, karena program insentif seharusnya
sejalan dengan pencapaian tujuan organisasi bukan hanya tujuan individu maupun
departemen semata.

IV. Fenomena obat masuk angin di Indonesia

Penyakit masuk angin adalah penyakit yang sangat popular di Indonesia. Banyak yang
memandang sebelah mata dan menganggap sebagai penyakit yang tidak penting.
Tetapi, jangan anggap remeh masuk angin karena gejalanya membuat tubuh kita
menjadi tidak nyaman. Gejalanya bervariasi: mulai dari mual, keringat dingin, pusing,
badan lemas, sampai perut kembung dan meriang. Apa sebetulnya penyebab masuk
angin? Terlambat makan diyakini sebagai penyebab utama masuk angin, bisa juga
karena kelelahan, stres, atau beberapa faktor lain. Populernya penyakit masuk angin di
Indonesia, tak heran obat masuk angin pun tumbuh subur di Tanah Air.

Studi MARS Indonesia (Marketing & Research Indonesia) yang terangkum dalam
Indonesia Consumer Profile 2016
mengungkapkan bahwa penetrasi obat masuk
angin di Indonesia ternyata mencapai 44,1%.
Dari 7 kota yang diteliti, penetrasi obat masuk
angin tertinggi berada di Jakarta, yaitu mencapai
55,3%, disusul oleh Surabaya sebesar 42,9%.
Jika dilihat dari sisi kelompok usia, penyebaran
konsumsi obat masuk angin relatif merata,
namun tertinggi berada di kelompok usia 25-34
tahun yang mencapai 45,4%, disusul oleh
kelompok usia 35-55 tahun yaitu 45,1%.
Bagaimana jika dianalisa dari sisi status ekonomi sosial? Obat masuk angin ternyata
paling banyak dikonsumsi oleh masyarakat di SES D-E (Social Economic Status yang
memiliki tingkat pengeluaran dibawah 500 ribu rupiah sampai dengan 700 ribu rupiah
dalam 1 bulan), yaitu mencapai 67,5%. Bagaimana persaingan antar pemain di pasar
obat masuk angin? Jika melihat statistiknya, Jamu Tolak Angin Sido Muncul ternyata
mendapatkan awareness tertinggi dari masyarakat, yaitu mencapai 52,7%, di bawahnya
adalah Antangin JRG sebesar 40,8% dan Bintang Toedjoe Masuk Angin mencapai
1,5%. Boleh jadi tingginya awareness masyarakat terhadap obat masuk angin terjadi
karena besarnya belanja iklan para pabrikan obat masuk angin. Bagaimana dengan
pangsa pasar obat masuk angin? Kendati angkanya berbeda, posisinya rupanya tak
berbeda jauh dibandingkan dengan tingkat awareness-nya. Jamu Tolak Angin Sido
Muncul memiliki market share tertinggi yaitu sebesar 66,8%, disusul oleh Antangin
JRG sebesar 32,3% dan Bintang Toedjoe Masuk Angin yang mencapai 0,8%. Menurut
data fase I Top Brand Index 2018 untuk kategori obat masuk angin masih ditempati
oleh Tolak Angin dengan 53,5% disusul oleh Antangin 42,4% dan Bintang Toedjoe
Masuk Angin dengan 1%

Data Top Brand Index Kategori Obat Masuk Angin Tahun 2014 - 2018

2014 2015 2016 2017 2018


Merek
TBI TOP TBI TOP TBI TOP TBI TOP TBI TOP
Tolak TOP
43.8% 54.4% TOP 60.0% TOP 58.9% TOP 53.5% TOP
Angin
Antangin 46.4% TOP 42.3% TOP 37.4% TOP 37.6% TOP 42.4% TOP
Bintang
- - 0.9% - - - 1.9% - 1.0% -
Toedjoe

Dari data diatas terlihat bahwa market share terbesar ada di tangan Tolak Angin
besutan PT Sido Muncul dan Antangin JRG besutan PT. Deltomed. Mengapa Bintang
Toedjoe Masuk Angin berada di posisi terakhir dan selalu memiliki agregat angka
terkecil? Hal ini dimungkinkan karena Bintang Toedjoe Masuk Angin baru masuk ke
pasar obat masuk angin Indonesia di tahun 2012 sedangkan Tolak Angin dan Antangin
secara berurutan sudah sejak tahun 2000 dan 2003. Kebanyakan produk Indonesia yang
memiliki brand history lama dan sampai sekarang masih teringat di benak orang
Indonesia, pasti produk tersebut laku di pasaran apalagi Tolak Angin telah menjadi
fenomena tesendiri di Indonesia karena di tahun 2000 telah berhasil mengangkat derajat
dari jamu yang selalu dikaitkan obat tradisional menjadi obat modern berbentuk pil dan
cairan yang sekarang sudah diekspor ke luar negeri. Contoh produk di Indonesia
dengan brand history yang lama selain Tolak Angin adalah Aqua, Indomie, Segitiga
Biru dll.

Kemapanan dari Tolak Angin inilah yang ingin didobrak oleh Bintangin dan juga ingin
mendapat keuntungan dari pertumbuhan pasar obat masuk angin di Indonesia.
(https://swa.co.id/swa/trends/marketing/hangatnya-pasar-obat-masuk-angin). Masalah
bermula dari hal ini (mendobrak eksistensi Tolak Angin) dikarenakan STP
(segmentation, targeting, positioning) Bintangin sama persis dengan Tolak Angin.
Dengan harga relatif sama, produk sama, bahkan desain packaging dan warnanya juga
mirip (me too product) harus ada diferensiasi yang mencolok baik itu dari segi iklan,
komposisi obat, media promosi yang dipakai, ataupun endorser yang dipakai. Berdasar
analisis pribadi sebenarnya masalah utama daripada Bintangin ini adalah brand DNA
yang kurang jelas, ingin seperti Tolak Angin yang sedang menyasar konsumen
menengah keatas tetapi pada proses pemasaran malah menyasar ke konsumen
menengah kebawah dan lebih banyak menggunakan taktik promosi penjualan daripada
yang lain. Bintangin menurut saya telah salah dari semula ketika ingin masuk ke dalam
pasar obat angin karena selama peluncuran produknya, Bintangin hanya masuk pada
tataran peningkatan jumlah penjualan atau sales promosi, tidak menyeimbangkan
dengan IMC yang lain seperti yang disebutkan di bagian sebelumnya (Iklan, sales
promosi, hubungan masyarakat, penjualan langsung, penjualan secara digital, dan
penjualan secara tatap muka) dan juga memakai iklan yang mengandung pesan negatif.
Sementara dalam hal membangun atau menciptakan image, Bintangin juga kurang jeli
dalam mengenali karakter konsumen. Apalagi dalam melakukan positioning
produknya, Bintangin gagal memahami insight target konsumen akan produk obat
Tolak Angin yang belum bisa dipenuhi oleh Tolak Angin sendiri.

Selama ini Bintangin gagal dalam menaikkan image produknya sehingga dalam
memasuki pasar yang telah dirajai oleh produk lama, yakni Tolak Angin, bukannya
menjatuhkan produk kompetitor malah menjatuhkan dirinya sendiri sebagai produknya
orang bodoh.

V. Permasalahan Bintangin VS Tolak Angin

Permasalahan pertama adalah dari segi iklan. Iklan menurut Rangkuti (2009,178)
merupakan penyajian informasi nonpersonal mengenai produk, perusahaan yang
dilakukan dengan bayaran tertentu. Sedangkan menurut Wells, Burnet &Moriarty
(2003, 10) iklan merupakan bentuk kompleks dari komunikasi yang bertujuan
mengaktualisasikan strategi-strategi yang mengarahkan pada berbagai dampak di
pikiran, perasaan dan perilaku audiens. Iklan bukan saja memperkenalkan produk
kepada audien tetapi iklan berperan dalam membentuk brand image (citra
merek). Untuk membuat pesan iklan tidaklah sembarangan, karena di dalam iklan
perlu mengandung informasi berikut (Madjadikara, 2004),

a. Brand, merupakan penjelasan apakah merek tersebut adalah merek baru atau merek
yang telah lama ada di pasar

b. Product knowledge, Penjelasan singkat tentang fitur yang terkandung dalam produk

c. Diferensiasi, merupakan keunggulan yang membedakannya dengan kompetitor.

d. Target Audience, yaitu segmentasi yang dimaksud oleh suatu produk yang akan
diiklankan. Kelompok mana yang akan menjadi target market suatu produk tersebut.

Iklan sebagai pembentuk citra merek tentunya memerlukan strategi khusus sehingga
produk dikenali dan diminati oleh audiens. Menurut David Aaker (dalam Sutherland &
Alice K, 2005), Sebuah strategi merek yang konsisten dan ditopang oleh sebuah simbol
yang kuat mampu menghasilkan keuntungan besar dalam melaksanakan program
komunikasi

Di awal kemunculannya, Bintangin berusaha menggebrak pasar produk jamu Tolak


Angin melalui iklan menyerang (attack ads) dengan tagline, “mau minum obat masuk
angin aja kok mesti pintar”.(https://www.youtube.com/watch?v=Qa377waE_B0)
Pesan tersebut ditujukan untuk menciptakan awareness konsumen akan keberadaan
produk baru di kategori obat masuk angin. Keinginan Bintangin dengan inti pesan,
“Tidak perlu pintar untuk minum obat anti masuk angin” pada pada awalnya memang
bertujuan untuk menyerang dan menjatuhkan Tolak Angin (black campaign) dengan
tagline iklannya, “Orang Pintar minum Tolak Angin”. Namun pada kenyataannya,
target konsumen justru menganggap bahwa usaha Bintangin ini malah mengarahkan
mereka pada iklan Tolak Angin yang telah dibuat sebelumnya. Bukannya berhasil,
Bintangin justru meneguhkan peran Tolak Angin sebagai jamunya orang pintar. Yang
menarik, dengan adanya iklan Bintangin, konsumen sasaran justru kembali teringat
oleh tagline yang sudah lebih dulu diusung oleh Tolak Angin. Kalimat ‘Orang pintar
minum Tolak Angin’ seolah diiklankan kembali oleh pihak yang notabene adalah
kompetitor. Selain itu, iklan Tolak Angin dengan
tagline “Orang Pintar Minum Tolak Angin” yang
telah lebih dulu muncul, sangat kuat tertanam di
benak konsumen. Tagline tersebut memberikan
persepsi pada konsumen bahwa orang yang
minum tolak angin adalah orang pintar, dan
kalaupun tidak pintar, setidaknya dengan minum
Tolak Angin mereka merasa sudah pintar dan
pada akhirnya Bintangin harus melakukan re-
branding nama mereka menjadi Bintang Toedjoe Masuk Angin dengan harapan
mendapat pasar konsumen dengan nama besar Bintang Toedjoe.

Permasalahan kedua adalah dari segi promosi penjualan (sales promotion). Bintangin
terlalu agresif dalam melakukan promosi penjualan seperti menawarkan langsung
Bintangin ke warung-warung ataupun bagi-bagi gratis Bintangin (sampling and offer
trials), membuka booth dan hal itu mereka lakukan secara terus menerus dengan
harapan

brand awareness dan kemauan membeli masyarakat muncul. Mereka tidak


memperhatikan IMC lain seperti hubungan pemasaran (public relation) dengan
membuat official website ataupun membuat event sponsorship dimana Tolak Angin
pernah melakukannya di salah satu channel TV (mensponsori acara KARNAVAL
SCTV) ataupun acara basket (NBL Indonesia). Seperti dijelaskan di paragraf
sebelumnya promosi penjualan hanya insentif jangka pendek untuk mendorong
keinginan mencoba atau membeli
suatu barang atau jasa yang sebenarnya
dan tidak harus terus menerus
dilakukan. Tingkat adaptasi (level of
adaptation) akan terjadi pada
konsumen jika promosi penjualan
dilakukan terlalu sering. Konsumen akan
terbiasa dengan promosi penjualan
sehingga respon kegiatan promosi
penjualan akan cenderung sama dengan
respon terhadap kegiatan yang bukan
promosi penjualan. Pelanggan yang datang
bisa saja hanya ingin mencari harg a murah
atau promo diskon. Sedangkan ketika
Bintangin menjual dengan harga normal di kemudian hari, pelanggan-pelanggan ini
akan beranggapan bahwa harga Bintangin sudah terlalu mahal. Tidak menutup
kemungkinan pula jika pelanggan yang Bintangin miliki hanya akan melakukan
pembelian ketika Bintangin memberikan harga diskon (Belch,2015:536-537). Jadi jika
Bintangin benar-benar ingin memiliki pelanggan berkualitas, jangan membuat program
promo diskon yang terlalu sering. Karena cara ini selain menurunkan keuntungan juga
tidak menjamin kualitas pelanggan Bintangin. Jika Bintangin ingin memberikan
diskon, berikanlah diskon Anda kepada pelanggan yang tepat atau kepada pelanggan
loyal yang Bintangin miliki.

Permasalahan ketiga adalah dari segi re-branding mereka yang menurut saya kurang
berhasil. Menurut Muzellec (2006) rebranding adalah strategi pemasaran di mana
nama baru, istilah, simbol, desain, atau kombinasinya diciptakan untuk merek yang
mapan dengan maksud mengembangkan identitas baru yang berbeda di benak
konsumen, investor, pesaing, dan pemangku kepentingan lainnya. Perubahan semacam
ini biasanya bertujuan untuk memposisikan merek / perusahaan, kadang-kadang untuk
menjauhkan diri dari konotasi negatif
dari merek sebelumnya, atau untuk
memindahkan pasar merek; mereka
juga dapat mengomunikasikan pesan
baru yang diinginkan dewan direktur
baru untuk berkomunikasi.

Bintangin akhirnya melakukan re-branding dengan nama Bintang Toedjoe Masuk


Angin di tahun 2012, perubahan warna dari hijau menjadi kuning dan ada tulisan
“Bejo” di sebelah kanan bungkus dan juga dengan merubah tagline. Semestinya setelah
melakukan re-branding, produk baru tersebut semestinya bisa mendapat brand
awareness yang diterima dengan baik di masyarakat tetapi tagline yang diberikan
adalah “Orang Bejo Minum Bintang Toedjoe Masuk Angin” yang sebelumnya diiringi
dengan kata-kata oleh Butet Kartaredjasa “Saya ini beruntung alias bejo. Orang malas
kalah sama orang pintar. Orang pintar kalah sama orang bejo. Meski bejo harus kerja,
bisa-bisa masuk angin loh. Masuk angin minum Bintang Toedjoe Masuk Angin. Aroma
terapinya langsung hangat, angin langsung minggat. Istriku senang, lha bejoku gueede.
Orang bejo lebih untung dari orang pinter.”

Secara tidak langsung lagi-lagi Bintang Toedjoe Masuk Angin menantang Tolak Angin
dengan menyinggung “orang pintar” melawan “orang bejo”. Seperti yang dijelaskan
oleh Muzellec rebranding dilakukan untuk
mengembangkan identitas baru dan salah satu faktor
dari rebranding adalah menjauhkan produk baru dari
konotasi negatif dari merek sebelumnya, tetapi yang
dilakukan Bintang Toedjoe Masuk Angin masih saja
dengan attack ads yang dibilang tidak berhasil sama
sekali. Memang dalam beriklan strategi iklan dengan
menyerang dan memberi pesan negatif ini adalah hal
yang biasa tetapi sebagian besar efeknya hanya
sementara(http://adage.com/article/adage-
encyclopedia/negative-advertising/98793/) dan juga patut diingat bahwa dalam
marketing terdapat istilah “The first impression is the last impression” yang berarti
jika konsumen melihat produk anda jelek atau menjelekan produk lain pada pandangan
pertama maka seterusnya akan produk anda akan di cap negatif walaupun produk anda
diubah karakternya. Lebih jauh lagi berbicara tentang brand Bintang Toedjoe Masuk
Angin dengan “kebejoannya”, ada beberapa hal yang rasanya masih belum pas dalam
development-nya. Cerita yang di bangun belum membuat brand ini mempunyai
perbedaan yang jelas (differentiation). Mereka mencoba melakukan own-able story
melalui kata-kata “bejo” dan hasilnya banyak orang yang ingat terhadap kata-kata ini
tetapi sayangnya mereka cenderung tidak ingat nama produknya. Dari kacamata brand,
nama memegang peranan penting dalam sebuah produk baru. Nama Bintang Toedjoe
Masuk Angin termasuk nama yang panjang sehingga recall terhadap merek ini menjadi
rendah, banyak yang ingat dengan nama Bintang Toedjoe yang memang sudah hadir
sebagai salah satu merek kuat di Indonesia karena Komix dan Extra Joss, tetapi
sayangnya hal ini belum berlaku untuk obat masuk angin Bintang Toedjoe Masuk
Angin.

Brand Bintang Toedjoe Tolak Angin


Varian Jahe Merah Madu
No 12 sachet @15 ml 12 sachet @15 ml
Harga 22.000 29.000
Bahan
1 Minyak Adas 25mg 10%
2 Kayu Ules - 10%
3 Daun Cengkeh - 10%
4 Jahe 50mg 10%
5 Jahe Merah 25mg -
6 Daun Mint 5mg 10%
7 Madu 7500mg 70%
8 Cabe Jawa 12,5mg -
Sumber: Penelitian Pribadi (2018)
Dari data di atas sebenarnya Bintang Toedjoe Masuk Angin memiliki kelebihan di
harga, komposisi, dan distribusi karena mereka mengejar penjualan target dengan harga
yang berada dibawah kompetitor, komposisi yang lebih bervariasi dan distribusi yang
langsung menawarkan ke toko-toko dan warung, brand awareness bagi masyarakat
akan lebih cepat terbentuk dengan hal ini tetapi kelebihan itu tertutupi dengan tagline
dan iklan yang dianggap masyarakat Indonesia menjelek-jelekan produk dan terlalu
panjang untuk diingat dan patut diingat sampai kapan akan melakukan promosi
penjualan seperti ini.
Permasalahan ke empat adalah endorser atau artis yang dipilih untuk menjadi
“Face of the Product”. Tolak Angin sebagai pasar yang ingin digoyang oleh Bintang
Toedjoe Masuk Angin memilih endorser yang merupakan public figure yang berhasil
di bidang masing-masing dan artis papan atas seperti Dahlan Iskan, Sophia Latjuba,
Rhenald Khasali, dll. Tolak Angin memakai endorser yang disebutkan karena sesuai
dengan STP yang sedang dituju yaitu kelas menengah keatas. Bintang Toedjoe Masuk
Angin yang ingin menyamai Tolak Angin malah memakai endorser berupa sosok
figure yang sedang booming dan fenomenal di masyarakat contohnya Cesar maupun
Cita Citata. Masalah yang akan timbul adalah Target Audience dari Bintang Toedjoe
Masuk Angin menjadi membingungkan apakah ingin kelas menengah keatas atau
menengah ke bawah. Selain itu booming dan fenomenal hanyalah peristiwa sementara
yang pasti akan hilang dalam jangka waktu tertentu. ("Advertising That Sells", 2006).

Permasalahan yang ke lima adalah dari segi pemasaran digital (online marketing).
Bintang Toedjoe Masuk Angin selama ini tidak memiliki situs resmi semisal corporate
website, Instagram, ataupun Facebook untuk mempromosikan produknya padahal di
tahun-tahun sekarang ini baik dari kelas bawah, menengah, maupun ke atas memiliki
media sosial (paling tidak mempunyai Facebook). Begitu juga dengan kompetitor dari
Bintang Toedjoe Masuk Angin pasti memiliki situs resmi. Bintang Toedjoe Masuk
Angin sebenarnya mempunyai halaman Facebook maupun microsite sendiri tetapi
sudah tidak aktif sejak tahun 2015 (microsite nya pun sekarang dilelang) padahal situs
yang mereka punya adalah web 3.0 (situs yang interaktif) bukan web 2.0 (WWW).
Menurut Belch dan Belch (2015) keuntungan memakai online marketing ataupun
pemasaran digital adalah: hemat biaya, membantu meningkatkan penjualan, menjadi
lebih mudah menentukan target pasar, memudahkan bersaing dengan kompetitor

VI. Solusi
Sebagai pendatang baru, Bintang Toedjoe Masuk Angin seharusnya melakukan analisis
yang mendalam sebelum menentukan positioning sebagai produk baru dan melawan
produk kompetitor yang sudah sangat kuat. Beberapa hal yang harus diperhatikan
Bintang Toedjoe Masuk Angin sebagai produk baru, yaitu:
1. Kenali betul kondisi pasar (kompetitor, persaingan, konsumen)
Selama ini Bintang Toedjoe Masuk Angin kurang jeli bahwa target konsumen
menginginkan dirinya dianggap sebagai orang pintar, sehingga strategi iklan yang
dilakukan Bintang Toedjoe Masuk Angin tidak tepat karena seolah menjadi antithesis
bahwa dirinya adalah bukan produknya orang pintar sehingga langsung diasosiasikan
oleh target konsumen sebagai produknya orang bodoh yang kemudian berubah menjadi
produk orang yang hanya beruntung terus. Dengan mengkonsumsi Bintang Toedjoe
Masuk Angin, konsumen justru merasa takut dirinya dianggap sebagai orang bodoh
atau orang beruntung saja dan tidak mungkin selamanya orang akan beruntung terus/
“bejo” terus. (Bintang 7 Mencoba Ke’bejo’annya, Kompasiana 24 Juni 2015)

2. Jangan sampai menggunakan atribut pesaing,


Bintang Toedjoe Tolak Angin telah salah dalam menyampaikan iklan dengan
menggunakan istilah yang telah lebih dulu digunakan Tolak Angin, yakni “orang
pintar” sehingga bukannya menyerang produk kompetitor justru menguatkan produk
Tolak Angin sebagai jamunya orang pintar. Contoh produk sukses dengan tidak
menggunakan atribut pesaing adalah Teh Pucuk Harum yang sekarang ini mulai
mendapat market share di kategori minuman teh yang dipegang lama oleh Teh Botol
Sosro.

3. Mencari USP (Unique Selling Point) produk


USP produk Bintang Toedjoe Masuk Angin tidak begitu kuat untuk menandingi Tolak
Angin yang telah menjadi raja di pasar produk jamu tolak angin sehingga konsumen
tidak mendapatkan hal yang berbeda pada diri Bintang Toedjoe Masuk Angin.
USP produk dari Bintang Toedjoe Masuk Angin yaitu adanya aromatherapy, jahe
merah, cabe Jawa, praktis dibawa kemana-mana dan ampuh, tetapi hal tersebut belum
cukup untuk membedakan Bintang Toedjoe Masuk Angin dengan Tolak Angin karena
hampir semua obat masuk angin memiliki karakter ataupun komposisi tersebut.
4. Diferensiasi produk
Bicara sisi diferensiasi produk, jika memang secara functional benefit sama persis
dengan kompetitor, seharusnya masih bisa dicari diferensiasi dari faktor lainnya,
misalkan secara emotional differentiation, communication differentiation, ataupun
channel differentiation. Hal ini penting untuk dilakukan oleh produk me-too (produk
yang memilik karakterisitik sama dengan produk lain) agar cerita brand yang dibangun
mempunyai keunikan tersendiri dan mempunyai story angle yang berbeda dibanding
kompetitor. Bintang Toedjoe Masuk Angin sudah mencoba melakukannya dengan
cerita “bejo” hanya saja cerita tentang “bejo” ini rasanya masih bisa dikembangkan
dengan pendekatan lain untuk memperjelas diferensiasi produk secara emosional
maupun komunikasi dan juga memakai endorser yang tepat untuk target yang tepat
pula. Contohnya adalah iklan rokok Sampoerna dengan “geng hijaunya”. Sebagai
contoh dari analisis pribadi, emotional differentiation dari Bintang Toedjoe Masuk
Angin ini adalah down to earth (membumi), friendly (ramah), and humble (murah hati)
jadi seharusnya membuat iklan yang menunjukkan keramah tamahan dengan sedikit
adat Jawa daripada memakai iklan yang berisi negative framing. Untuk endorser bisa
dipakai public figure yang mempunyai adat kejawaan ataupun humoris seperti Butet
Kartaredjasa, Bayu Skak, Londokampung. Begitu pula dengan STP yang dituju,
menurut saya lebih baik Bintang Toedjoe Masuk Angin lebih bermain di kelas
menengah kebawah dibandingkan melawan Tolak Angin yang sedang bermain di kelas
menengah keatas karena dari sisi harga pun pasti lebih efektif untuk kelas menengah
kebawah.
5. Mulai dari Bottom-Up
Bintang Toedjoe Masuk Angin sebaiknya memulai dari nol. Maksudnya adalah
mengikuti alur Tolak Angin dari awal mula mereka penetrasi pasar sampai sekarang
ini. Mengawali dengan penetrasi pasar kelas menengah ke bawah (SES C-E) dengan
meluncurkan promosi dari iklan, promosi penjualan, hubungan masyarakat, dan
penjualan secara bersamaan yang tentunya tidak dengan iklan yang berisi pesan negatif.
Hal ini dilakukan untuk mengeluarkan brand awareness produk “baik” di masyarakat
terlebih dahulu lalu merangkak naik dengan mengganti endorser dan dengan
promotional mix yang baru lalu masuk ke dalam pasar kelas menengah ke atas (SES
A-B). Seperti pernyataan di awal paper bahwa produk dengan brand history yang lama
biasanya akan sukses di kemudian hari. Tolak Angin membuat fenomena di awal
penetrasi pasar karena mengangkat derajat jamu yang merupakan obat tradisional
menjadi obat modern berbentuk cair dan kapsul dan sekarang dapat diminum di luar
negeri.

6. Memulai kembali memakai digital marketing (Owned media, dan Earned Media)
Bintang Toedjoe Masuk Angin dapat mengaktifkan kembali Facebook mereka
(https://www.facebook.com/KoncoBejo) ataupun microsite mereka (masbejo.com)
dengan halaman yang lebih fresh dan up to date dan juga membuat official website dan
official Instagram agar biaya promosi dapat ditekan dan mempermudah mendapatkan
target pasar daripada harus selalu ada booth ataupun sales promotion girl (SPG) ketika
ingin mempromosikan produk. Di era digital saat ini, konsumen banyak menghabiskan
waktunya di media digital dan media sosial. Berdasarkan survey, 132.7 juta orang di
Indonesia merupakan active internet user, di mana Youtube, Facebook dan Instagram
merupakan 3 media sosial platform terfavorit pada tahun 2017 (Wearesocial, 2017).

Вам также может понравиться