Вы находитесь на странице: 1из 5

SINTESIS BIOPELUMAS DARI MINYAK BIJI KARET: PENGARUH RASIO

MOLAR ANTARA ETILEN GLIKOL DAN ASAM LEMAK SERTA WAKTU


REAKSI ESTERIFIKASI TERHADAP YIELD BIOPELUMAS
Fenny Lasma Hilde S1, Irdoni2, Edy Saputra3
Laboratorium Teknologi Bahan Alam dan Mineral
Jurusan Teknik Kimia, Fakultas Teknik, Universitas Riau
Kampus Binawidya jl. HR Subrantas Km 12,5 Pekanbaru 28293
fennysiagian1994@gmail.com

Abstract

Lubricants used to protect engine components from worn-out. Rubber seed oil is an
oil that can not be consumed cause toxicthus potentially used as raw material for
biolubricants. This research purposes to study the synthesis of biolubricants from rubber
seed oil to observe the effect of rasio mol between fatty acid and time of esterification
reaction to the yield of the product. The research was begun with the extraction of rubber
seed to get the oil. Then, the oil was degumming to purify the oil from the gum. Next, the oil
was hydrolysis to make fatty acid and glycerol. Furthermore, fatty acids will be esterified
with etylen glycol on a mole ratio of 3:1, 6:1 and 9:1, and time reaction for 2,3 and 4 hours,
stirring speed 180 rpm, and the reaction temperature is 150 oC. The yield raised with the
increase of fatty acid rasio mol and time of reaction. The highest yield is 79,772 % at 4
hours time of reaction with 9:1 rasio mol fatty acid and etylene glycol at stirring speed of 180
rpm. Flash point of the biolubricant is 387°C, pour point 7°C, density 0,9143 g/ml and
viscosity index amounted 162,329.

Keywords: biolubricants, esterification, etylen glycol, rubber seed oil, yield

1. Pendahuluan
Seiring dengan meningkatnya bermacam-macam jenis minyak tumbuhan
perkembangan teknologi dan pemakaian dan minyak hewani (Kuwier, 2010).
mesin pada industri dan otomotif, maka Minyak biji karet (Havea
dapat dipastikan pula bahwa kebutuhan brasiliensis) adalah tanaman yang tidak
pelumas akan semakin meningkat karena dapat dikonsumsi (non-edible oil) yang
pelumas merupakan salah satu komponen berpotensi sebagai bahan baku untuk
bahan penunjang untuk hampir semua pembuatan biodiesel dan juga biopelumas.
komponen mesin. Selain berfungsi untuk Minyak biji karet termasuk sebagai non-
mengurangi gaya gesek, pelumas juga edible oil atau merupakan minyak yang
berfungsi mendinginkan atau tidak dapat dikonsumsi karena adanya
mengendalikan panas yang keluar dari senyawa sianida (HCN) yang terkandung
mesin untuk memastikan mesin bekerja di dalamnya. Dengan demikian, minyak
dengan baik (Sukirno, 2010). biji karet (Havea brasiliensis) dianggap
Biopelumas terurai lebih dari 98% bisa memberikan alternatif pasokan yang
di dalam tanah, tidak seperti sebagian cukup sebagai bahan baku pembuatan
pelumas sintesis dan pelumas mineral yang biopelumas dengan biaya yang murah
hanya terurai 20% hingga 40%. Selain itu karena tidak bersaing dengan edible oil
minyak nabati yang digunakan pada mesin atau minyak yang dapat dikonsumsi atau
mengurangi hampir semua bentuk polusi digunakan sebagai bahan makanan. Selain
udara dibanding penggunaan minyak itu, kandungan minyak biji karet berkisar
bumi. Biopelumas dapat di hasilkan dari 40 – 50 %, sedangkan kelapa sawit sekitar
24%.

Jom FTEKNIK Volume 4 No.1 Februari 2017 1


Penelitian ini bertujuan untuk 3. Hasil dan Pembahasan
membuat biopelumas dengan melihat Hasil dan pembahasan dari penelitian
pengaruh waktu reaksi dan perbandingan ini adalah sebagai berikut; pada proses
molar antara asam lemak dari minyak biji pembuatan asam, persen asam lemak bebas
karet dan etilen glikol pada reaksi dari asam lemak yang dihasilkan
esterifikasi terhadap yield biopelumas. meningkat yaitu dari 3,434% menjadi
72,312%. Keberhasilan pada proses
2. Metode Penelitian esterifikasi ditunjukkan dengan
Bahan yang digunakan dalam menurunnya persen ALB dari 72,312%
penelitian ini adalah Biji Karet dari menjadi 0,233%. Berdasarkan hasil yang
perkebunan karet yang ada di Sei Pagar, diperoleh diketahui bahwa yield tertinggi
Riau. Pelarut yang digunakan dalam proses didapat dari kondisi operasi dengan rasio
sokletasi adalah n-heksana dari toko kimia mol 9:1 selama 4 jam, yaitu sebesar
Sari Laborta Pekanbaru. Katalis yang 79,772%. Yield biopelumas merupakan
digunakan dalam proses degunning adalah perbandingan berat dari biopelumas yang
asam fosfat sebanyak 0,3% w/w minyak dihasilkan dengan jumlah total bahan
sedangkan katalis yang digunakan pada baku. Perolehan yield biopelumas
proses pembentukan asam lemak adalah berbanding lurus dengan persen ALB dari
HCl pekat dengan konsentrasi 10 N biopelumas, hal ini disebabkan karena
dengan jumlah katalis sebanyak 1% w/w. jumlah ester yang terbentuk menjadi
Katalis yang digunakan pada proses semakin banyak. Yield terbesar didapatkan
esterifikasi adalah H2SO4 sebanyak 2% sebesar 79,772%. Hasil Fourier Transform
w/w asam lemak. Etilen glikol pada Infra Red (FTIR) menunjukkan bahwa
esterifikasi pada variasi rasio mol 3:1, 6:1, proses pembuatan biopelumas telah
dan 9:1. berhasil ditunjukkan dengan terbentuknya
Alat yang digunakan pada pada ester pada produk.
penelitian ini adalah reaktor leher empat,
stirrer dan rotor, oil bath, kondensor
Liebig, tachometer, termometer ,
piknometer, viskometer Oswald, Labu
ukur, erlenmeyer, corong pisah, pipet tetes
dan oven.
Prosedur penelitian ini adalah proses
sokletasi biji karet dengan metode
sokletasi menggunakan pelarut n-heksana.
Minyak biji karet kemudian di degumming
dengan asam fosfat 0,3% w/w minyak.
Gambar 1. Grafik Pengaruh Rasio Mol dan
Minyak biji karet dan air kemudian Waktu Terhadap Yield
dihidrolisis dengan rasio mol 1:12 selama Biopelumas
24 jam dengan suhu operasi 100-100oC
menghasilkan asam lemak. Asam lemak Karakteristik Sifat Fisika dan Kimia
yang terbentuk kemudian di esterifikasi Biopelumas yang dihasilkan
dengan etilen glikol dengan temperatur Perbandingan antara karakteristik
reaksi 150 oC dan kecepatan pengadukan bahan baku dan biopelumas yang
180 rpm dan dengan variasi waktu reaksi dihasilkan dapat dilihat pada tabel di
2 jam, 3 jam dan 4 jam serta rasio mol bawah ini:
terhadap etilen glikol 3:1, 6:1 dan 9:1
menghasilkan biopelumas sebagai produk.

Jom FTEKNIK Volume 4 No.1 Februari 2017 2


muncul pada panjang gelombang 1760-
Tabel 1 Karakteristik Bahan Baku 1735 cm-1. Grafik menunjukkan adanya
Densitas
Indeks Titik Titik
ALB
gugus C=O ester yang dapat dilihat pita
Jenis Visko- Tuang Nyala
(gr/ml)
sitas (oC) (oC)
(%) uluran pada panjang gelombang 1735,68
cm-1. Pita uluran C – O ester juga terdapat
pada panjang gelombang 1162,56 cm-1
Minyak
Karet
0,902 142,54 10 324 3,43 dengan intensitas 12,43 %T. Bukti lain
terbentuknya ester adalah gugus –OH pada
Asam panjang gelombang 3300-3100 cm-1 tidak
Lemak begitu terlihat. Hal ini menandakan bahwa
dari 0,924 156,18 8 319 73,31
Minyak etilen glikol habis bereaksi dengan asam
Karet lemak pada proses esterifikasi.

Tabel 2 Karakteristik Biopelumas yang


Dihasilkan
Waktu Densi- Indeks Titik Titik
Rasio
Reaksi tas Visko- Tuang Nyala ALB (%)
Mol
(jam) (gr/ml) sitas (oC) (oC)

2 0,9215 161,84 10 321 1,435


3:1 3 0,9128 161,78 8 328 0,945
4 0,9188 161,48 9 337 0,610
2 0,9164 162,01 9 345 1,189
6:1 3 0,9168 162,15 9 348 1,017
4 0,9125 161,91 8 356 0,749
2 0,9021 162,41 8 367 1,110
9:1 3 0,9102 162,66 8 379 1,069
4 0,9143 162,32 7 387 0,233 Gambar 2. Grafik FTIR Biopelumas
dengan Variabel Rasio Mol 9:1
Hasil analisa sifat fisika dan sifat dan Waktu 4 Jam
kimia biopelumas menunjukkan bahwa
proses yang dilakukan telah berhasil, hal
ini dapat dilihat dari adanya peningkatan Perbandingan Karakteristik
indeks viskositas dan titik nyala serta Biopelumas dengan Pelumas Komersial
menurunnya titik tuang. Keberhasilan pada Jenis pelumas yang dihasilkan pada
proses pembuatan asam ditunjukkan penelitian ini adalah ISO VG 68 karena
dengan meningkatnya persen ALB dari nilai viskositas biopelumas dengan rasio
asam lemak yang dihasilkan yaitu dari mol 9:1 dan waktu 4 jam pada suhu 40 oC
3,434% menjadi 72,312%. Keberhasilan adalah sebesar 63,4 cSt.
pada proses esterifikasi ditunjukkan Tabel 3. Perbandingan Karakteristik
dengan menurunnya persen ALB dari Biopelumas dengan Pelumas Komersial
Parameter
72,312% menjadi 0,233%. Jenis Pelumas Densitas Indeks
Titik
tuang
Titik
nyala
(gr/ml) viskositas
(oC) (oC)
Biopelumas 0,9043 162,329 7 387
Hasil Uji Fourier Transform Infra Red GC LUBE M 68* 0,9675 107 -39 258
MASRI RG 68* 0,8774 100 -9 226
(FTIR) Produk Biopelumas TURBOLUBE 68* 0,8799 107 -18 230

Gambar 2 menunjukkan hasil SEBANA P 68* 0,8782 99 -9 255

Fourier Transform Infra-Red (FTIR)


biopelumas dengan rasio mol 9:1 dan Densitas dari biopelumas yang
waktu 4 jam. Menurut Pavia, dkk., [1996], dihasilkan tidak jauh berbeda dari densitas
perbedaan antara gugus C=O asam dan pelumas komersial. Indeks viskositas
C=O ester adalah gugus C=O asam biopelumas lebih tinggi dari indeks
muncul pada panjang gelombang 1730- viskositas pelumas komersial, hal ini
1700 cm-1 sedangkan gugus C=O ester menunjukkan bahwa biopelumas yang
dihasilkan memiliki karakteristik yang

Jom FTEKNIK Volume 4 No.1 Februari 2017 3


lebih baik, karena semakin tinggi indeks dipakai pada daerah yang bersuhu dingin
viskositas, maka semakin sedikit karena akan menyebabkan kebekuan
perubahan kekentalan pada mesin sehingga mengganggu mesin beroperasi.
[Sukirno, 2010]. Titik nyala dari
biopelumas lebih tinggi dari pelumas Pengaruh Rasio Mol dan Waktu Reaksi
komersial, ini menunjukkan bahwa terhadap Titik Nyala Biopelumas
biopelumas yang dihasilkan bisa Titik nyala (flash point) adalah suhu
digunakan untuk mesin yang beroperasi dimana minyak menyala ketika diberi api
pada suhu tinggi. Titik tuang dari dalam keadaan standar. Penentuan titik
biopelumas lebih tinggi dari pelumas nyala dalam spesifikasi minyak pelumas
komersial, hal ini menunjukkan bahwa bertujuan untuk menghindari terjadinya
biopelumas ini tidak bisa digunakan untuk kebakaran didalam mesin.
daerah yang beriklim rendah karena Titik nyala biopelumas yang
nantinya akan mengganggu kinerja pada dihasilkan sebesar 320 0C dimana produk
mesin ketika mesin dimatikan. biopelumas pada penelitian ini memiliki
titik nyala yang lebih besar yaitu rata-rata
sebesar 352 0C yang dapat dikatakan
Pengaruh Rasio Mol dan Waktu Reaksi
bahwa pembuatan biopelumas telah
terhadap Indeks Viskositas Biopelumas
berhasil dan lebih baikkarena telah
Viskositas adalah suatu sifat yang
meningkankan titik nyala biopelumas.
menentukan besarnya daya tahan terhadap
Titik nyala biopelumas yang
gaya geser atau dapat didefinisikan sebagai
didapatkan jauh lebih tinggi daripada titik
ketahanan terhadap aliran.
nyala pelumas komersial yang titik
Indeks viskositas tertinggi
nyalanya dibawah 260 0C dengan
biopelumas pada penelitian ini adalah
viskositas yang sama. Hal ini terjadi
sebesar 162,329 lebih tinggi dari indeks
karena bahan dasar pembentukan
viskositas pelumas komersial. Hal ini
biopelumas yaitu minyak biji karet
menunjukkan bahwa pada temperatur
memiliki titik nyala yang tinggi. Titik
tinggi biopelumas tidak relatif tinggi dan
nyala yang tinggi pada biopelumas
pada suhu tinggi biopelumas tidak relatif
menunjukkan bahwa biopelumas yang
rendah.
dihasilkan dapat digunakan pada mesin
yang beroperasi pada temperatur tinggi.
Pengaruh Rasio Mol dan Waktu Reaksi
terhadap Titik Tuang Biopelumas Kesimpulan
Titik tuang atau pour point adalah Berdasarkan hasil penelitian
temperatur terendah dimana minyak bisa sintesis biopelumas dari minyak biji karet
mengalir dalam kondisi tertentu ketika diperoleh kesimpulan bahwa penambahan
didinginkan tanpa gangguan pada batasan rasio mol dan waktu reaksi berpengaruh
yang telah ditentukan. Penentuan titik menaikkan yield biopelumas, titik nyala
tuang dalam spesifikasi minyak pelumas dan menurunkan kadar asam lemak bebas
bertujuan untuk menghindari terjadinya (ALB) biopelumas.
pembekuan minyak pelumas pada Biopelumas yang dihasilkan
keadaan dingin. memiliki yield sebesar 79,772%, titik
Pada penelitian ini didapat titik beku tuang sebesar 7 oC , titik nyala sebesar 387
biopelumas berkisar dari suhu 7 – 10 oC o
C, densitas sebesar 0,9143 gr/ml, ALB
dan titik tuang terendah didapat pada sebesar 0,233 % dan indeks viskositas
biopelumas dengan rasio mol 9:1 waktu 4 sebesar 162,329.Titik nyala dari bio-
jam yaitu sebesar 7 oC. Sedangkan pelumas yang dihasilkan lebih tinggi dari
pelumas komersial memiliki titik kurang titik nyala pelumas komersial yaitu 302 oC.
dari -8 oC. Titik tuang yang tinggi
menyebabkan biopelumas tidak dapat

Jom FTEKNIK Volume 4 No.1 Februari 2017 4


DAFTAR PUSTAKA
Arbain, N.H., & Salimon, J. (2010). Pavia, D.L., Lampman, G.M., & Kriz, G.S.
Synthesis and Characterization of (1996). Introduction to
Ester Trimethylolpropane Based Spectroscopy, edisi kedua,
Jatropha Curcas Oil as Biolubricant Washington: W.B. Saunders.
Base Stock, Journal of Science and Sukirno. (2010). Kuliah Teknologi
Technology, 87, 47-58. Pelumas 3. Departemen Teknik
Bilal, S., Dabo, I.A., Nuhu, M., Kasim, Kimia Fakultas Teknik Universitas
S.A., Almustapha, I.A., & Yamusa, Indonesia
Y.A. (2013). Production of Susanto, B,H., Nasikin, M., & Sukirno.
Biolubricant from Jatropha Curcas (2008). Sintesis Pelumas Dasar Bio
Seed Oil. Journal of Chemical Melalui Esterifikasi Asam Oleat
Engineering and Material Science, Menggunakan Katalis Asam
4, 72-79. Heteropoli/Zeolit. Prosiding
Honary, A.T. (2008). Performance of Seminar Nasional Rekayasa Kimia
Biofuels and Biolubricants. Seminar Dan Proses. Fakultas Teknik,
Biobase Industry Outlook National Universitas Indonesia.
Ag-Based Lubricants Center. Tanjung, A.R., Ayuningrum, I., &
Universitas Northerm Iowa. Manurung, R. (2013). Pengaruh
Kamalakar, K., Rajak, A. K., & Prasad, waktu Polimerisasi pada proses
R.B.N. (2013). Rubber Seed Oil- pembuatan Polyester dari asam
Based Biolubricant Base Stocks: A lemak sawit destilat (ALSD). Jurnal
Potential Source For Hydraulic Oils. Teknik Kimia USU. 5, 1-6.
Industrial Crops and Products, 51,
249-257.
Kuweir, Y.S. (2010). Pembuatan Pelumas
Bio Berbasis Minyak Kelapa Sawit
Melalui Reaksi Pembukaan Cincin
Efame Menggunakan Resin Penukar
Kation. Skripsi Sarjana. Fakultas
Teknik, Universitas Indonesia.
PERTAMINA. (2013). Panduan Pelumas
Pertamina. Jakarta Pusat –
Indonesia.

Jom FTEKNIK Volume 4 No.1 Februari 2017 5

Вам также может понравиться