Вы находитесь на странице: 1из 11

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Penurunan Angka Free Fatty Acid (FFA) Dengan Proses Esterifikasi

Pada umumnya, minyak yang diperoleh dari tumbuhan memiliki kandungan

asam lemak bebas dalam kadar tertentu. Kandungan asam lemak bebas yang tinggi

dalam minyak dapat dikurangi dengan esterifikasi asam di mana minyak akan

direaksikan dengan alkohol dengan bantuan katalis asam. Dalam penelitian Khan

(2010), campuran antara minyak biiji karet kasar dan CPO (equivolume)

direaksikan dengan metanol dan asam sulfat sebagai katalisnya. Parameter-

parameter yang diperiksa melibatkan perbandingan antara alkohol dengan minyak,

temperatur, dan jumlah katalis. Kondisi optimum esterifikasi yang dapat mereduksi

kandungan asam lemak bebas adalah pada suhu 65 oC, ratio alkohol dan minyak

(mol) adalah 15 : 1 dan 0,5% mol H2SO4. Sedangkan lama reaksi berlangsung

adalah sekitar 3 jam. Asam lemak bebas yang direduksi mencapai hingga 0,6 %.

Temperatur diteliti memiliki pengaruh terbesar dalam reduksi asam lemak bebas

dan diikuti oleh perbandingan reaktan, sedangkan peningkatan jumlah katalis

memilki pengaruh nominal.

Penelitian juga dilakukan oleh Fitri Yuliana dkk (2014) yang meneliti

pengaruh katalis asam (H2SO4) dan suhu reaksi pada reaksi esterifikasi minyak biji

karet (Hevea Brasiliensis) menjadi Biodiesel. Hasil penelitian menunjukkan bahwa

semakin tinggi suhu reaksi esterifikasi presentase penurunan asam lemak semakin

besar. Berat katalis H2SO4 sebesar 0,5%-berat memberikan prosentasi penurunan

paling cepat (berturut-turut mencapai 1,57 dan 1,33% FFA dalam 120 menit reaksi
pada 55 oC dan 60 oC). Kondisi operasi yang memberikan yield crude FAME (Fatty

Acid Methyl Ester) terbesar adalah suhu reaksi esterifikasi 60 oC dan 0,5%-berat

katalis H2SO4.

Rahman dkk (2016) melakukan evaluasi kinerja katalis heterogen gamma

alumina tersulfatasi pada esterifikasi asam lemak bebas minyak biji karet. Hasil

penelitian menunjukkan bahwa semakin tinggi rasio methanol/minyak maka asam

lemak bebas sisa pada minyak akan semakin kecil. Konsentrasi katalis gamma

alumina tersulfatasi sebesar 1,67%-b/v memberikan persentasi penurunan ALB

paling cepat dan temperatur reaksi 60 oC memberikan sisa kadar asam lemak bebas

terkecil.

2.2 Proses Transesterifikasi Pembentukan Metil Ester

Pada proses pembentukan metil ester peneliti lebih banyak menggunakan

proses transesterifikasi. Dalam transesterifikasi minyak nabati, trigliserida bereaksi

dengan alkohol dengan adanya asam kuat atau basa kuat sebagai katalis

menghasilkan campuran fatty acid alkyl ester dan gliserol (Freedman et al., 1986).

Reaksi transesterifikasi merupakan reaksi kesetimbangan yang biasanya dilakukan

secara sederhana dengan mencampurkan reaktan-reaktan. Marash dkk (2001)

menyatakan penggunaan alkohol berlebih dimaksudkan agar kesetimbangan dapat

bergerak ke arah kanan.

Reaksi transesterifikasi berjalan sangat lambat sehingga diperlukan katalis

untuk mempercepat reaksi agar dapat digunakan secara komersial. Penggunaan

katalis hanya mempercepat terjadinya kesetimbangan tetapi tidak dapat menggeser

posisi kesetimbangan. Asam kuat dan basa kuat banyak digunakan sebagai katalis.
Selain itu untuk meningkatkan konversi reaksi, perlu diperhatikan beberapa aspek

seperti perubahan konsentrasi pereaksi maupun hasil reaksi, volume, tekanan dan

temperatur.

Perbandingan stoikhiometri antara metanol dan trigliserida berdasarkan

persamaan reaksi adalah 3:1. Feedman, et al (1984) mendapatkan kadar metil ester

hanya 80% pada reaksi transesterifikasi selama 60 menit pada temperatur 60oC

dengan perbandingan tersebut. Upaya menggeser kesetimbangan dilakukan dengan

penambahan konsentrasi pereaksi metanol menjadi 6:1 terhadap trigliserida.

Hasilnya menunjukkan kenaikan kadar metil ester mencapai sekitar 98%.

Penelitian sebelumnya yang dikemukakan oleh Tanaka, et al (US Patent

4,303,590) adalah pembuatan alkil ester asam lemak dari minyak atau lemak dan

alkohol rendah, yang menghasilkan produk berkualitas tinggi yang mengandung

sejumlah kecil impurities berwarna. Metode penelitian yang dilakukan adalah

prinsip transesterifikasi dua tahap. Produk yang dihasilkan dari transesterifikasi

tahap pertama dipisahkan dari produk samping yang berupa gliserol, kemudian

dimasukkan ke dalam transesterifikasi tahap dua. Hasilnya dicuci dengan air untuk

memindahkan impurities ke dalam air. Penambahan metanol (2,8-10,2 berbanding

1 terhadap minyak) dan katalis alkali (0,3-1,5%) dilakukan pada tahap satu dan dua

dengan waktu reaksi total 35-180 menit dan temperatur 60-70oC untuk

menghasilkan produk dengan kadar ester 98-99,5%. Peneletian ini menyediakan

pembuatan alkil ester asam lemak dari minyak jarak pagar dan metanol, yang

menghasilkan produk berkualitas tinggi dengan kandungan metil ester mencapai

99%, menggunakan transesterifikasi dua tahap dengan beberapa perubahan.


Dalam penelitian lainnya yang dilakukan oleh Samart et al (2010), dipelajari

pengaruh waktu terhadap reaksi transesterifikasi minyak kacang kedelai, dengan

melangsungkan reaksi pada waktu yang berbeda, yakni 6, 8, dan 10 jam, dan

melaporkan bahwa waktu optimum adalah 8 jam dengan persen konversi sebesar

95,2%. Minyak nabati yang sama juga telah diteliti oleh Sun et al. (2014), dengan

memvariasikan waktu reaksi antara 0,5 sampai 4 jam dan melaporkan waktu

optimum adalah 4 jam dengan persen konversi sebesar 94,3%. Darnokol D. dkk

menyimpulkan bahwa waktu reaksi berbanding lurus dengan konsentrasi metil ester

yang dihasilkan. Beberapa penelitian juga telah dilakukan dengan minyak nabati

yang lain, dan melaporkan waktu reaksi yang bervariasi, antara lain minyak kelapa

1,5 jam (Padil dkk., 2010), minyak kelapa sawit 1 jam (Jitputti et al., 2006), minyak

jarak pagar 2,5 jam (Zhu et al.,2006), dan minyak biji kapas 8 jam (Chen et al.,

2007).

Selain waktu, pengadukan juga merupakan faktor yang mempengaruhi

efektifitas suatu reaksi kimia. Karena perlakukan ini akan menambah frekuensi

tumbukan antara molekul zat pereaksi dengan zat yang bereaksi sehingga

mempercepat reaksi dan reaksi terjadi sempurna. Hayyan et al. (2011) mempelajari

pengaruh pengadukan pada biodiesel minyak kelapa sawit dengan variasi

pengadukan antara 200 sampai 800 rpm, dan melaporkan pengadukan terbaik pada

400 rpm dengan persen konversi 94,78%.

Faktor berikutnya yang mempengaruhi reaksi transesterifikasi adalah katalis.

Katalis pada reaksi kimia berfungsi untuk mempercepat reaksi. Katalisator juga

berfungsi untuk mengurangi energi aktivasi pada suatu reaksi sehingga pada suhu
tertentu kecepatan reaksi menjadi semakin meningkat. Pada reaksi transesterifikasi

yang telah dilakukan biasanya menggunakan katalis dengan variasi antara 1% berat

sampai 10% berat campuran peraksi (Mc Ketta, 1978). Pada reaksi transesterifikasi

terdapat dua jenis katalis yang dapat digunakan adalah katalis homogen dan

heterogen. Beberapa katalis homogen yang sering digunakan dalam reaksi

transesterifikasi adalah katalis asam atau basa seperti H2SO4 seperti pada penelitian

Al-Widyan and Al-Shyouk (2002) dan Hayyan, et al(2011), HCl pada penelitian

Su (2013), NaOH pada penelitian Rodriguez-Guerrero, et al (2013) dan Haryanto

(2002) dan KOH pada penelitian Prakoso (2004) dan Baroutian,et al (2010).

Penggunaan katalis homogen ini memiliki beberapa kelemahan seperti bersifat

korosif, sulit dipisahkan dari produk, mencemari lingkungan, dan tidak dapat

digunakan kembali.

Katalis heterogen merupakan katalis yang mempunyai fasa yang tidak sama

dengan reaktan dan produk. Beberapa katalis heterogen yang sering digunakan

adalah oksida logam seperti CaO pada penelitian Watcharathamrongkul et al

(2010), MgO pada penelitian Nurjannah (2014) dan peneletian Wang and Yang

(2007), dan SrO pada penelitian Liu et al (2007) dan lain-lain. Keuntungan

menggunakan katalis ini adalah mempunyai aktivitas yang tinggi kondisi reaksi

yang ringan, masa hidup katalis yang panjang, biaya katalis yang rendah, tidak

korosif, dan dapat dengan mudah dipisahkan dari produk. Banyaknya katalis yang

digunakan pada reaksi transesterifikasi juga mempengaruhi jumlah metil ester yang

dihasilkan. Dalam penelitian sebelumnya, Demirbas (2007) telah mempelajari

pengaruh penggunaan katalis CaO yang digunakan pada metil ester minyak biji
bunga matahari dengan variasi adalah 0,3; 0,6; 1,0; 3,0; dan 5,0% berat dengan

waktu reaksi yang sama, dan melaporkan bahwa reaksi optimum pada persen berat

katalis sebesar 5%. Selain Demirbas, Granados et al. (2007) juga melakukan

penelitian yang sama dan mendapatkan hasil bahwa banyaknya metil ester yang

dihasilkan pada reaksi transesterifikasi meningkat dengan jumlah katalis yang

digunakan. Selain itu, pengaruh penambahan katalis juga dipelajari oleh Wang and

Yang (2007) menggunakan minyak kacang kedelai dengan variasi katalis CaO

adalah 1, 2, 4, 8, dan 12%, dan melaporkan reaksi optimum didapat pada nisbah

katalis 8% dengan persen konversi sebesar 90%.

Selanjutnya, faktor yang mempengaruhi reaksi transesterifikasi adalah suhu.

Semakin tinggi suhu yang digunakan maka semakin cepat reaksi dan semakin

banyak persen konversi yang dihasilkan. Menurut Brackman et al (1984)

temperatur transesterifikasi terjadi mengikuti suhu didih metanol (60-70 oC),

sedangkan Korus Roger et al (2003) menyatakan bahwa temperatur yang lebih

tinggi menyebabkan berkurangnya waktu yang dibutuhkan untuk mencapai

konversi maksimum dan bahwa kecepatan pengadukan mempengaruhi kecepatan

tercapainya fasa homogen antara minyak dengan alkohol. Dalam penelitian

sebelumnya, Liu et al (2008) mempelajari pengaruh suhu pada minyak kacang

kedelai menggunakan katalis CaO dengan variasi 50-80 oC, dan melaporkan reaksi

optimum pada suhu 65 oC dengan persen konversi hingga 95%. Penelitian juga

dilakukan Hayyan et al. (2011) untuk mempelajari pengaruh suhu transeterifikasi

minyak kelapa sawit menggunakan katalis asam sulfat (H2SO4) dengan variasi suhu

antara 40-80oC dan melaporkan reaksi optimum pada suhu 60oC dengan persen
konversi sebesar 93,87%. Selain itu, pengaruh suhu juga telah diteliti pada minyak

nabati lainnya, seperti minyak jarak pagar pada suhu 70 oC dengan persen konversi

93% (Zhu et al., 2006), minyak biji bunga matahari pada suhu 60 oC dengan persen

konversi 94% (Granados et al., 2007), dan minyak kelapa pada suhu 70 oC dengan

persen konversi 100% (Syani, 2014).

2.3 Karakterisasi Metil Ester dengan Gas Chromathography-Mass

Spectroscopy (GC-MS)

Produk dari proses transesterifikasi berupa metil atau ester asam lemak yang

tergantung pada jenis alkohol yang digunakan pada proses reaksi. Untuk

mengetahui komposisi produk tersebut perlu dilakukan analisis menggunakan

kromatografi gas spektrometri massa (GC-MS), dengan memanfaatkan volatilitas

ester yang tinggi sehingga dapat diubah menjadi gas dengan mudah dalam

perangkat GC-MS. Pada dasarnya perangkat GC-MS merupakan gabungan antara

perangkat kromatografi gas yang berfungsi untuk memisahkan komponen yang ada

dalam satu sampel dan perangkat spektrometri massa yang berfungsi sebagai

detektor. Kromatografi didasarkan pada perbedaan kepolaran dan massa molekul

sampel yang diuapkan. spektroskopi massa adalah suatu metode untuk

mendapatkan berat molekul dengan cara mencari perbandingan massa terhadap

muatan dari ion yang muatannya diketahui dengan mengukur jari-jari orbit

melingkarnya dalam medan magnetik seragam.


Skema kromatografi gas-spektrometri massa sederhana untuk pemisahan sampel

ditunjukkan pada Gambar 2.1.

Gambar 2.1 Skema Gas Chromathography-Mass Spectroscopy (GC-MS)

Berdasarkan skema kerja gambar 2.1 , sampel yang berupa cairan akan

diinjeksikan ke dalam injektor yang selanjutnya akan diuapkan. Sampel tersebut

kemudian akan diangkut oleh gas pembawa untuk masuk ke dalam kolom.

Komponen- komponen dalam sampel selanjutnya akan dipisahkan berdasarkan

partisi diantara fase gerak (gas pembawa) dan fase diam (kolom). Hasilnya berupa

molekul gas yang kemudian diionisasikan pada spektrometer massa sehingga

sampel mengalami fragmentasi yang berupa ion-ion positif. Ion ini akan memiliki

rasio yang spesifik antara massa dan muatannya (m/z).

Pada penelitian Syani (2014) biodiesel yang dihasilkan dari minyak kelapa

dengan katalis zeolit dikarakterisasi menggunakan GC-MS yang menghasilkan

kromatogram.
Kromatogram ditunjukkan pada gambar berikut,

Gambar 2.2 Kromatogram Biodiesel dari Minyak Kelapa (Syani, 2014)

Berdasarkan kromatogram pada Gambar 2.2, terdapat sepuluh puncak yang

menunjukkan adanya sepuluh senyawa yang terdapat dalam metil ester yang

dihasilkan. Puncak-puncak tersebut menjelaskan bahwa reaksi transesterifikasi

minyak kelapa sepenuhnya mengubah asam lemak menjadi metil ester asam lemak.

Komponen yang terdapat pada hasil transesterifikasi adalah metil heksanoat, metil

oktanoat, metil laurat, metil miristat, metil palmitat, metil linoleat, metil-9-

oktadekanoat, metil stearat dan etil laurat.

2.4 Isolasi Metil Laurat

Metil laurat merupakan salah satu metil ester rantai menengah yang diperoleh

dari minyak nabati. Minyak nabati tersebut direaksikan dengan alkohol dan dibantu

dengan penambahan katalis. Metil laurat dapat diisolasi dengan memisahkannya

dari metil ester lainnya menggunakan distilasi fraksionasi. Dalam penelitian

Syamsudin dkk (2015) telah diproduksi metil laurat dari minyak kelapa murni

melalui transesterifikasi dan metode penyulingan (fraksinasi). Hasil fraksinasi metil

ester asam lemak menghasilkan 6 fraksi yakni 3 fraksi (fraksi I, II dan VI) yang
mengandung metil laurat lebih rendah dari VCO asli (Virgin Coconut Oil), dan 3

fraksi (pecahan fraksi III, IV dan V) yang mengandung metil laurat diatas minyak

VCO (Virgin Coconut Oil) di atas 70%. Kemudian dilakukan fraksinasi kembali

untuk menggabungkan fraksi III sampai V yang mengandung 93% metil laurat yang

jika didistilasi dapat mencapai 99% hasil methyl laurate. Selain itu, dilakukan juga

penentuan kondisi optimum melalui penerapan pengadukan metanolisis

pengadukan agonis dan waktu reaksi fraksi massa ester metil ester asam lemak

terbentuk. Pengadukan agitasi dan efek waktu reaksi pada metanol ester metil asam

lemak produk dengan kondisi optimum ditemukan pada pengadukan agitasi 500

rpm dan waktu reaksi 50 menit. Dalam kondisi ini fraksi massa ester metil asam

lemak mencapai 100%. Metil ester yang diperoleh pada setiap perlakuan

dipisahkan, dicuci dan disaring, yang kemudian dicirikan oleh GC, kemudian metil

ester dianalisis GC dan GC-MS dipisahkan dengan metode distilasi untuk

mendapatkan metil laurat.

Penelitian lain yang dilakukan oleh Sitompul et al (2015) yang memproduksi

metil laurat dari krim kelapa melalui fraksinasi metil ester. Minyak kelapa

diproduksi dengan cara basah sehingga diperoleh krim kelapa. Ester dibuat dengan

mereaksikan minyak kelapa dan metanol menggunakan katalis KOH homogen

dalam reaktor batch, diikuti oleh fraksinasi metil ester asam lemak (FAME) pada

berbagai tekanan rendah yang menggunakan penyulingan vakum batch diferensial.

Kemudian data eksperimen dibandingkan dengan simulasi distilasi batch yang

menggunakan model Raoult sederhana dan model Raoult yang dimodifikasi dari

kesetimbangan fasa. Koefisien aktivitas (γi) ditentukan oleh optimalisasi untuk


menyempurnakan model. Model Rault yang dimodifikasi dengan koefisien

aktivitas memberikan hasil yang lebih baik dengan data eksperimen, yang

memberikan nilai γi antara 0,56-0,73. Untuk suhu mendidih tertentu, tekanan

operasi yang lebih rendah menghasilkan kemurnian C-10 dan C-12 FAME yang

lebih tinggi untuk masing-masing sulingan.

Вам также может понравиться