Вы находитесь на странице: 1из 2

PRESS RELEASE : BIDAN BERDUKA

by dadanarifin

22 Februari 2016

Duka yang berkepanjangan! Belum selesai dengan berita meninggalnya bidan Anik, kita
terpukul kembali dengan kabar meninggalnya bidan Dwi Endah yang membuat kita
terhenyak. Bidan Dwi Endah seorang bidan PTT sejak akhir tahun 2014 yang lalu di Papua,
meninggal dalam menjalankan tugas mulianya. Ada ibu hamil partus lama di kampung kenzi.
Bidan Dwi Endah harus merujuk pasien ke Ibu Kota Distrik Bofuwer, Papua dan tiba sekitar
Pk 17.00 wit. Namun, karena keterbatasan fasilitas kesehatan di Distrik tersebut, Bidan Dwi
Endah didampingi Bidan Distrik Bofuwer Bidan Mahyayah Renwarin, bersama-sama
merujuk pasien ke kota sekitar Pk 18.00 wit dengan menggunakan perahu Long Boat. Sekitar
pk 20.00 wit terjadi tabrakan Long Boat masyarakat, korban jatuh ke laut dan sempat
dilakukan evakuasi namun cuaca gelap. Beberapa saat kemudian korban sudah terapung
disamping perahu dengan kondisi tidak sadar diri. Dalam perjalanan ke kampung Tanggaromi
dilakukan pertolongan seadanya oleh teman bidan dan perawat yang ada bersama korban di
perahu. Karena jarak yang jauh ke kota, korban tiba di RS sekitar Pk 02.00 wit dalam kondisi
meninggal. Jarak Bofuwer-Kaimana ±120 km, dan ditempuh selama 4 jam dengan
menggunakan Long Boat. Dan Bidan Mahyaya Renwarin, kawan sejawat bidan Dwi Endah,
saat ini masih dirawat di RSU Kaimana dengan cedera kaki patah.

Cerita pejuangan bidan lainnya, Bidan Anik Setya Indah, namanya yang tidak asing bagi
masyarakat Desa Darit, Kecamatan Manyuke, Kebupaten Landak, Kalimantan Barat, adalah
bidan yang ulet, gigih, berdedikasi tinggi, serta berkomitmen tinggi dalam menjalankan
perannya sebagai seorang bidan. Bahkan dalam kondisi dirinya yang tengah hamil 8 bulan,
tidak membuatnya berhenti untuk memberikan pengabdian kepada masyarakat, khususnya 2
orang ibu yang memerlukan pertolongannya untuk bersalin. Saat itu, Bidan Anik, yang
seharusnya sudah memasuki masa cuti kehamilan, bahkan beberapa teman dan suaminya pun
telah menyarankan untuk segera cuti dan beristirahat. Tetapi jiwa pengabdian bidan Anik
tidak dapat dibendung, ia tahu bahwa keberadaannya saat itu masih dibutuhkan, terlebih lagi
oleh 2 orang ibu yang akan segera bersalin. Tepatnya 19 November, bidan Anik berhasil
membantu persalinan kedua ibu dengan selamat, sehat baik ibu dan bayi. Pada tanggal 20
November bidan Anik mengeluh nyeri hebat pada perutnya dan mengalami perdarahan.
Bidan Anik kemudian di bawa oleh suami ke RS terdekat (RS Kabupaten Landak), dan hasil
pemeriksaan bahwa janin telah meninggal didalam kandungan karena plasenta lepas dari
dinding rahim (solusio placenta). Tidak lama kemudian mengalami perdarahan dan segera
dilakukan operasi SC oleh dokter. Namun karena kehilangan darah yang banyak bidan Anik
perlu transfusi darah. Sedangkan untuk mendapatkan darah harus ke RS di Pontianak yang
berjarak 4-5 jam. Namun belum sempat dirujuk, nyawa bidan Anik tidak dapat tertolong.
Bidan Anik meninggal dunia pada 20 November 2015, tepat setelah beliau menunaikan
pegabdiannya kepada 2 ibu yang melahirkan bayi sehat.

November 2015 adalah keadaan yang sangat kelabu, seluruh bidan Indonesia pun berduka.
Ketua Umum Ikatan Bidan Indonesia (IBI), Dr. Emi Nurjasmi, M.Kes, mengungkapkan duka
yang sedalam-dalamnya atas meninggalnya 2 rekan sejawat dan 1 cedera. Keadaan ini
tentunya sangat merugikan negeri ini. 2 bidan yang seharusnya menjadi garda terdepat di
masyarakat yang tentunya berkontribusi terhadap pelayanan kesehatan masyarakat di
Indonesia kini telah tiada, dan 1 bidan yang cedera menjadi non aktif di masyarakat. Ini
terbukti bahwa pemerintah belum memberikan perhatian sepenuhnya kepada profesi bidan
dan masyarakat. Kematian bidan Anik adalah salah satu kasus yang dapat dicegah, namun
karena fasilitas yang tidak memadai maka nyawa bidan Anik tidak dapat tertolong. Serta
akses yang sangat buruk dalam sistem rujukan, yang akhirnya mencelakai bidan Dwi Endah
dan Mahyaya Renwarin yang bertugas untuk menolong pasien dalam proses rujukan.

Ketua umum IBI, menyatakan bahwa dipenghujung 2016 ini merupakan hari-hari kelabu, dan
BIDAN BERDUKA. Tragedi 3 bidan di timur Indonesia, merupakan bentuk kurangnya
perlindungan bidan oleh pemerintah. Oleh karena itu, pemerintah perlu segera membentuk
UU untuk melindungi bidan dan masyarakat. Beliau juga bertekad, bahwa 3 pahlawan ini
tidak akan sia-sia. Beliau mengatakan bahwa, dibalik tragedi 3 rekan bidan tersebut terdapat
banyak pesan-pesan yang tersirat untuk bidan (tenaga kesehatan), masyarakat, dan
pemerintah. Dan atas nama organisasi IBI, Dr. Emi menyatakan untuk terus berjuang demi
perlindungan bidan dan masyarakat. Sudah waktunya pemerintah untuk peduli terhadap bidan
dan masyarakat

Вам также может понравиться