Вы находитесь на странице: 1из 13

Osteoporosis, “ the Silent Disease” (Penyakit Tersembunyi)

Pencegahan dan Tatalaksana Fraktur yang rentan pada suatu Program

Terstruktur

Tantangan Osteoporosis

Pada tahun 2001, The National Institutes of Health mendefinisikan osteoporosis sebagai

“kelainan skeletal yang ditandai dengan kelemahan kekuatan tulang yang menjadi

predisposisi seseorang terhadap peningkatan risiko fraktur.” Massa dan kepadatan

tulang tertinggi antara usia 18 dan 25 tahun, dan mulai menurun perlahan dan terus-

menerus setelahnya. Perkiraan terkini bahwa 200 juta orang diseluruh dunia terkena

osteoporosis, yang menyebabkan 8.9 juta fraktur setiap tahunnya. National

Osteoporosis Foundation telah memperkirakan bahwa 9.9 juta orang Amerika

mengalami osteoporosis. Osteoporosis disebut sebagai “the silent disease”, karena

perkembangannya sering tidak diketahui sampai fraktur tulang terjadi. Fator risiko

untuk fraktur tersebut meliputi indeks massa tubuh yang rendah, riwayat fraktur terkait

osteoporosis, menopause dini, merokok, defisiensi atau insufisiensi vitamin D, kelainan

endokrin lainnya, penggunaan glukokortikoid, minum alkohol berlebihan, imobilitas,

dan faktor lainnya.

Beban Fraktur

Sekitar 50% perempuan dan 25% laki-laki yang berusia diatas 50 tahun akan mengalami

fraktur yang rentan/rapuh dalam hidupnya. Fraktur panggul adalah tipe yang dikenal

paling luas, meskipun hanya meliputi sebagian kecil dari beban fraktur terkait

osteoporosis, yang juga dapat terjadi pada proksimal humerus, klavikula, radius distal,

tulang belakang, pelvis, panggul, lutut, dan pergelangan kaki. Terdapat lebih dari

1
300.000 rawat inap setiap tahunnya untuk fraktur panggul pada pasien berusia lebih dari

65 tahun di Amerika Serikat. Pada tahun 2040 jumlah tersebut dapat mencapai 550.000

dan pada tahun 2050 dapat mencapai lebih dari 21 juta fraktur panggul setiap tahunnya

diseluruh dunia. Perkiraan biaya dari perawatan fraktur panggul di Amerika Serikat

mulai dari 7,2 miliar dollar pada tahun 1984 sampai 20 miliar dollar pada tahun 1997,

dan dapat mencapai 62 milliar dollar pada tahun 2040.

Fraktur panggul dapat hanya sebagai bagian kecil dari semua fraktur yang terkait

osteoporosis, tetapi kelainan ini yang paling mudah untuk diteliti karena diperlukannya

tatalaksana pembedahan. Kewajiban rawat inap, operasi, dan pelayanan terkait membuat

populasi terkumpul untuk penelitian dan diawali dengan perbaikan kualitas. Fraktur

panggul juga memiliki efek yang merusak pada kualitas hidup dan kebebasan fungsi

pada sebagian besar fraktur lainnya. Rasio mortalitas satu tahun pada fraktur panggul

adalah 20-30%, dan 30-50% pasien dengan fraktur panggul kehilangan kemampuannya

untuk berjalan tanpa asisten atau hidup bergantungan.

Diagnosis dan Manajemen Osteoporosis

Disamping inisiatif nasional dan global untuk meningkatkan kewaspadaan dan deteksi,

diagnosis dan tatalaksana osteoporosis masih suram, dengan hanya 23% dari perempuan

berusia diatas 66 tahun dengan fraktur terkait osteoporosis mendapat pemeriksaan

densitas tulang atau tatalaksana untuk osteoporosis dalam waktu enam bulan sejak

fraktur. Diagnosis dan manajemen osteoporosis harus diberikan langsung oleh dokter.

Dengan anggapan tersebut, banyak dokter layanan primer ahli pada manajemen

osteoporosis, tetapi beberapa kekurangan ahli, atau dapat dengan mudah diliputi oleh

kebutuhan pasien dengan masalah kesehatan akut.

2
Evaluasi pasien harus dimulai dengan anamnesis dan pemeriksaan fisik yang detail,

diikuti dengan pemeriksaan densitas tulang dan/atau pemeriksaan FRAX (lihat

dibawah), dengan pertimbangan terapi farmakologis lebih lanjut. Selain itu, penting

untuk menyarankan olahraga, makan makanan yang mengandung kalsium dan vitamin

D, pencegahan jatuh, gaya hidup (meliputi konsumsi tembakau dan alkohol), dan juga

potensi penyebab sekunder osteoporosis.

Densitas Mineral Tulang dan Prediksi Fraktur

The U.S. Preventive Services Task Force memberikan panduan untuk pemeriksaan

densitas mineral tulang. (Tabel 1, halaman selanjutnya).

Tabel I. Faktor-Faktor Pemeriksaan Densitas Mineral Tulang


 Perempuan berusia 65+ dan laki-laki berusia 70+ tanpa memperhatikan faktor

risiko
 Perempuan pasca-menopause lebih muda, perempuan dalam masa transisi

menopause, dan laki-laki berusia 50-69 tahun dengan faktor risiko klinis untuk

fraktur osteoporotik
 Dewasa yang mengalami fraktur pada usia 50 tahun atau lebih
 Dewasa dengan kondisi seperti reumathoid arthritis, atau yang mengkonsumsi

obat-obatan terkait dengan massa tulang yang rendah atau kehilangan tulang,

seperti glukokortikoid >5 mg/hari selama >3 bulan

Dual-energy X-Ray Absorptioetry (DXA) dikembangkan pada tahun 1980an dan telah

menjadi andalan untuk pemeriksaan densitas mineral tulang. X-ray tulang belakang,

panggul, dan terkadang pergelangan tangan dilakukan, dan densitas tulang pada setiap

area dibandingkan baik dengan populasi acuan yang disesuaikan dengan umur, jenis

kelamin, dan ras (Z score), atau dengan individu muda dan sehat disesuaikan dengan

jenis kelamin (T score). The World Health Organization (WHO) telah mendefinisikan

empat kategori densitas tulang. (Tabel 2).

3
Tabel 2. Kategori WHO untuk Densitas Tulang

Normal Skor T 1.0 dan lebih


Osteopenia Skor T antara -1.0 dan -2.5
Osteoporosis Skor T sama dengan atau kurang dari -2.5
Osteoporosis Berat Skor T sama dengan atau kurang dari -2.5

dengan satu atau lebih fraktur

Peralatan FRAX WHO adalah model prediksi fraktur yang dikembangkan baru-baru ini

dengan mengikuti 60.000 pasien yang mengalami lebih dari 5000 fraktur. Model

memprediksi risiko absolut dari fraktur osteoporosis mayor (panggul, tulang belakang,

lengan, dan humerus), bersamaan dengan 10 tahun risiko fraktur panggul. (Tabel 3).

Tabel 3. Faktor Risiko Fraktur FRAX WHO

 Usia
 Jenis kelamin
 Merokok
 Konsumsi alkohol

 3 atau lebih minuman per hari


 Riwayat orang tua fraktur panggul
 Reumathoid arthritis
 Fraktur osteoporotik sebelumnya
 Densitas tulang leher femur (dari DXA)
 Glukokortikoid oral

 Prednisone > 5 mg/hari selama > 3 bulan


 Penyebab sekunder osteoporosis

 Diabetes insulin-dependent

 Osteogenesis imperfecta

 Hipotiroidisme jangka panjang, tidak diterapi

 Hipogonadisme atau menopause premature

 Malnutrisi kronis atau malabsorpsi

 Penyakit hati kronis

4
Banyak obat “pelindung tulang”, termasuk bisphosphonates, telah menunjukan sangat

efektif dalam mengurangi perkembangan osteoporosis. Obat ini dapat ditoleransi

dengan baik oleh sebagian besar pasien, tetapi efek samping yang jarang dan beberapa

komplikasi drastis yang sangat jarang membuat ketakutan yang tidak diperlukan

terhadap pengobatan ini diantara publik. Bawasannya, tiga laporan berbeda dari U.S.

Food and Dru Administration dari tahun 2005 sampai 2010 terhadap efek samping yang

sangat jarang menyebabkan penurunan yang besar pada penggunaan bisphosphonate.

Pada 22.000 pasien dengan fraktur panggul, penggunaan pengobatan bisphosphonate

menurun dari yang sudah suram 15% pada tahun 2004 sampai tidak terukur 3% pada

tahun 2013. Hidup akan terselamatkan dan/atau membaik dengan penggunaan yang

bijaksana dari pengobatan pelindung tulang yang tepat akan jauh mengurangi potensi

risiko dari efek samping yang jarang tersebut. Diskusi yang mendetail terhadap pilihan

farmakologi yang berbeda diluar cakupan artikel ini.

Ahli reumatologi dan ahli endrokinologi di LGH telah mengikuti pelatihan khusus

dalam memahami, mendiagnosis, dan menangani kompleksitas osteoporosis dan terapi

terhadap konsekuensinya.

Pandangan terhadap Program Fraktur Geriatri di LGH

Studi mengenai manajemen fraktur panggul telah menunjukan bahwa pendekatan

struktur dengan standardisasi dan pengaturan pelayanan dapat menurunkan lama rawat

inap dan beban biaya pelayanan, dan dapat memperbaiki hasil fungsional setelah keluar

rumah sakit. Dengan keterangan masalah sosial dan personal mengenai fraktur panggul,

selama dua dekade terakhir telah terjadi peningkatan pada jumlah program fraktur

komprehensif yang membutuhkan hasil optimis.

5
Pada tahun 2009 Gerald W Rothaker Jr., M.D., sekembalinya dari pertemuan tahunan

dari Pennsylvania Orthopedic Society dengan pandangan untuk Geriatric Fracture

Program (GFP) di Lancaster General Hospital berdedikasi untuk memperbaiki

perawatan pasien lanjut usia degan fraktur panggul atau femur. Beliau di inspirasi oleh

program model yang dikembangkan oleh perusahaan sintetik implant ortopedis, tetapi

beliaulah visioner yang mengembangkan GFP dan membawanya ke hasil yang

diperoleh di LGH.

Program dimulai pada September tahun 2009 dengan pertemuan bulanan melibatkan

representatif dari tim spektrum luas yang membantu perawatan pasien ini. Diskusi awal

yang melibatkan dokter, penyedia layanan level menengah, dan perawat dari

kegawatdaruratan, ahli ortopedis, kedokteran internal, kardiologi, anesthesia, ahli

geriatrik, dan reumatologi. Terdapat juga representatif dari farmasi, pelayanan bedah,

pekerjaan sosial, nutrisi, terapi fisik, rawat inap, manajemen data, dan pemasaran.

Melody Dilman, R. N., adalah koordinator program orthopedic di LGH pada saat itu

dan juga merupakan permulaan instrumental dan perkembangan program. Stacey

Youcis, yang pada saat itu merupakan wakil presiden operasi, berpartisipasi,

mendukung, dan menyediakan dukungan institusional untuk LGH. Richard W. Reese

M. D., direktor medis di pusat Orthopedic LGH dan ahli reumatologi senior dokter

spesialis arthritis dan reumatologi LGH, telah terlibat dengan GFP sejak awal. Sebagai

pemenang lokal dari kesadaran osteoporosis, beliau melanjutkan untuk membantu GFP

fokus pada pencegahan fraktur primer dan sekunder.

Tim awal yang terdiri dari individu berdedikasi menemukan tantangan yang kompleks

yang menunda perawatan optimal pada pasien yang rapuh ini. Untuk mengidentifikasi

dan bekerja melalui tantangan ini, tim dengan sangat baik mengamati cara berjalan

6
pasien dengan fraktur panggul dari mereka memasuki ruangan hingga ke unit

kegawatdaruratan sampai mereka keluar dari rumah sakit. Tim kemudian membuat

perlengkapan pemesanan dan protokol penatalaksanaan yang memperbaiki efisiensi

pada setiap tahapan. Tidak mengejutkan, meskipun tujuan primernya untuk

memperbaiki perawatan pasien ini, hal tersebut menjadi tampak dengan cepat bahwa

terdapat keuntungan sekunder dalam menurunkan lamanya rawat inap dan biaya

perawatan.

Program pada Fraktur Geriatri

Evaluasi awal

Pasien dengan fraktur panggul biasanya memiliki tampilan yang khas, dengan paha

yang memendek atau rotasi eksternal. Berikan kepercayaan pemeriksaan fisik awal

kepada dokter emergensi medicine yang berpengalaman, penatalaksanaan tepat waktu

pada fraktur panggul dimulai pada saat itu, bahkan sebelum pemeriksaan konfirmasi

imaging. Untuk mengeliminasi tertundanya setiap langkah, dibuat perlengkapan

permintaan unit kegawatdaruratan untuk semua pemeriksaan imaging dan laboratorium

yang sesuai, manajemen nyeri, dan konsultasi. Sebagian besar pasien ini dimasukan ke

dalam pelayanan orthopedic dengan konsultasi penyakit dalam sebelum pembedahan.

Dokter orthopedic dan dokter penyakit dalam menyetujui untuk mempercepat

evaluasinya dengan tujuan mengurangi waktu pasien yang mengalami fraktur panggul

di dalam unit gawat darurat.

Reversal/pembalikan Antikoagulan

Kebanyakan pasien dengan fratur panggul mengalami antikoagulasi secara kronis.

Berbagai antikoagulan memerlukan regimen antikoagulan “reversal” yang berbeda, dan

dapat menunda pembedahan. Meskipun warfarin, adalah antikoagulan jangka panjang

7
yang paling sering, dapat dengan aman dan efektif dibalik dengan vitamin K oral atau

intravena, salah satu temuan awal GFP bahwa dokter lambat atau ragu untuk memesan

pengobatan ini. Sebagai hasilnya, permintaan bersyarat untuk administrasi vitamin K

yang tepat bergantung pada hasil awal PT/INR yang dicantumkan kedalam

perlengkapan permintaan rawat inap orthopedic. Rutinitas ini menghindari kebutuhan

produk koagulasi darah atau menunggu normalisasi pasif pada profil koagulasi.

Pemilihan Waktu dan Penundaan Pembedahan

Perbaikan komunikasi antara perawat rawat inap dan koordinator orthopedic dalam

ruang operasi memfasilitasi transportasi fisik pasien ke ruang operasi dan membantu

klarifikasi hasil pemeriksaan pre-operatif yang tertunda atau yang telah lengkap.

Meskipun, terkadang pasien akan langsung datang dari unit gawat darurat ke area

pelayanan pre-operatif. Dimana hanya 54% dari pasien fraktur panggul menjalani

operasi dalam waktu 24 jam sejak kedatangan di unit gawat darurat pada tahun 2009,

jumlah tersebut telah meningkat menjadi 73% pada tahun 2014. Karena perbaikan pada

manajemen pasien preoperatif dan pascaoperatif, rata-rata lama rawat inap untuk pasien

fraktur panggul di LGH menurun menjadi 36%: dari 6.7 hari pada tahun 2009 menjadi

4.3 hari pada tahun 2014.

Ekokardiogram Preoperatif

GFP menemukan hubungan kuat antara permintaan ekokardiogram preoperatif dan

penundaan pembedahan selama 66 jam. Dengan dukungan literatur terbaru kebutuhan

melakukan pembedahan pada pasien fraktur panggul secepat mungkin untuk alasan

medis, tim kolaborasi yang berdedikasi dari kardiologi, anestesi, medicine dan

orthopedis membuat algoritme yang ketat untuk memutuskan dengan tepat pasien yang

harus dilakukan ekokardiogram preoperatif. Dengan menerapkan algoritma ini

8
membawa kegunaan ekokardiogram preoperatif turun dari 19% pada tahun 2009

menjadi 9% pada tahun 2012 tanpa peningkatan komplikasi, termasuk mortalitas dalam

rumah sakit.

Transfusi Darah

Transfusi darah telah menunjukan peningkatan risiko infeksi perioperatif, lamanya

rawat inap, dan biaya keseluruhan perawatan. Berbagai studi dari protokol transfusi

yang berbeda telah menunjukan bahwa kriteria yang lebih ketat untuk transfusi darah

tidak meningkatkan komplikasi. Protokol transfusi yang ketat (hemoglobin 7 mg/dL

batas absolut; 8 mg/dL untuk pasien dengan angina unstable, infark miokard, atau syok

kardiogenik) yang diadopsi berdasarkan rekomendasi dari American Academy of

Orthopedic Surgeons Clinical Practice Guidelines. Rasio transfusi di LGH pada pasien

fraktur panggul terus menurun dari 55% pada tahun 2010 menjadi 25% pada tahun 2016

tanpa peningkatan rawat inap kembali akibat anemia.

Unit Perawatan dan Delirium

Siasat logistik mayor adalah untuk menyatukan semua pasien dengan fraktur panggul

dalam satu unit perawatan (4 North). Staf perawatan menjadi terbiasa dengan nuansa

populasi yang rentan ini, terutama dengan tujuan untuk mengenali dampak yang sulit

dipisahkan namun penting dimana delirium dapat terjadi pada pasien fraktur panggul.

Delirium, didefinisikan sebagai kebingungan sementara dan disorientasi, berbeda

dengan demensia, telah dilaporkan insiden pada pasien fraktur panggul sebesar 35-65%

secara nasional. Hal tersebut dapat menyebabkan tambahan rawat inap 7 hari dan

peningkatan pembiayaan. The Confusion Assessment Method merupakan alat

pemeriksaan delirium yang telah diverifikasi yang diadopsi untuk skrining delirium,

9
bersama dengan pengembangan perlengkapan permintaan yang terstandarisasi untuk

terapi untuk mengurangi durasi delirium. Pekerjaan yang sebenarnya dalam area ini

adalah pencegahan delirium, dan staf perawatan secara meningkat melibatkan anggota

keluarga untuk membantu mengenali tanda-tanda bahaya dan untuk mencegah atau

mendeteksi delirium lebih awal. Rasio delirium pada pasien fraktur panggul di LGH

telah menurun dari 21% pada tahun 2011 menjadi 9.7% pada tahun 2016. Staf

perawatan dari 4 North telah mengajari unit perawatan lain mengenai dampak,

pencegahan, deteksi, dan terapi delirium.

Manajemen Nyeri

Manajemen nyeri adalah tantangan yang unik pada pasien fraktur panggul karena

beberapa alasan: a) fraktur panggul terjadi mendadak sehingga baik pasien maupun

keluarga tidak memiliki kesempatan untuk bersiap; b) jadwal dan rencana dengan cepat

terganggu; c) pasien mungkin merasa bahwa dirinya menjadi penambah masalah dalam

keluarganya atau orang yang dicintainya, yang melingkupi penderitaan fisik dan

psikologis pasien. Pasien usia lanjut sering tidak mengatakan nyeri, baik dari

peningkatan yang nyata pada ambang nyeri, gangguan kognitif, atau permasalahan

personal. Nyeri yang tidak terkontrol suatu saat dapat menyebabkan delirium,

peningkatan lama rawat inap, dan keengganan untuk mengikuti terapi. Disisi lain,

pasien usia lanjut sering mengalami peningkatan sensitivitas terhadap narkotika, yang

suatu saat dapat menginduksi delirium.

Walaupun biayanya mahal, acetaminophen intravena dapat mengurangi lamanya rawat

inap, skor nyeri, dan penggunaan narkotika, dan dapat meningkatkan partisipasi terapi,

semua hal tersebut meningkatkan angka keluar rumah sakit. Acetaminophen IV yang

terjadwal kemudian dikenalkan ke dalam perlengkapan permintaan preoperatif dan

10
pascaoperatif dan permintaan narkotika sangat dikurangi kecuali tingkat nyeri

memerlukan narkotika. Laporan terhadap manajemen nyeri telah menjadi tantangan

untuk dokumen, dengan metodologi terbaru menunjukan efektivitas sekitar 50-60%

untuk mencapai tingkat manajemen nyeri yang diharapkan.

Terapi Fisik

Keikutsertaan dalam terapi merupakan komponen kunci dalam manajemen pasca

operatif fraktur panggul. Keuntungan segera dari mobilisasi dari tempat tidur adalah

menurunkan kejadian atelectasis (yang dapat menyebabkan pneumonia), menurunkan

risiko kerentanan kulit dari nekrosis akibat tekanan, dan mempermudah perawatan

personal. Status penyangga tubuh dapat memberikan efek yang dalam pada mobilisasi

keseluruhan, karena sebagian besar pasien fraktur panggul tidak dapat memenuhi

penyangga tubuh yang terbatas. Sementara karakteristik frakturnya dan terapi

selanjutnya berbeda terhadap masing-masing pasien, tujuan setelah operasi adalah untuk

mencapai penyangga tubuh sesuai toleransi. Fokus jangka panjang dari terapi pasca

operatif adalah pada gaya berjalan, keseimbangan, dan kekuatan - dengan maksud

mencegah jatuh di masa mendatang.

Dalam beberapa tahun terakhir, 80% pasien fraktur panggul di LGH telah beranjak dari

tempat tidur sehari setelah pembedahan. Untuk mendorong mobilisasi dini, inisiatif

terbaru telah menganjurkan mereka untuk duduk dipinggir tempat tidur pada waktu

malam hari setelah operasi.

Nutrisi

Status nutrisi pada kebanyakan pasien fraktur panggul kurang dari ideal, yang dapat

berkontribusi terhadap tingkat osteoporosis atau bahkan kejadian yang mempercepat

fraktur. Gangguan kognitif, keadaan gigi yang buruk, kurangnya nafsu makan, delirium

11
dan demensia dapat memberikan dampak negatif pada nutrisi pasca operatif. Intake

kalori yang adekuat dan kontrol glukosa darah yang tepat adalah sangat penting untuk

penyembuhan luka yang baik, yang berkebalikan dengan infeksi luka pasca operatif.

Ahli gizi dan perawat bersama-sama mempelopori sebuah inisiatif melalui GFP yang

disebut PRONS-Promoting Recovery through Oral Nutritional Supplements. Melalui

teknik kreatif, suplemen oral telah menjadi standar baik dalam diet maupun pengobatan,

terkadang mewakili mayoritas intake kalori. Keberhasilan program ini telah

disampaikan pada pertemuan perawatan nasional terbaru, dan sekarang diterapkan di

LGH.

Perawatan Pasca-Akut dan Pencegahan

Tempat rawat jalan pasien fraktur panggul di LGH bervariasi selama beberapa tahun

belakangan, dengan 70% mendatangi Skilled Nursing Facilities (SNF), 23% ke

rehabilitasi rawat inap, dan 6% hidup mandiri. Belakangan ini, GFP di LGH telah

menjadi bagian dari inisiatif kolaborasi untuk memperbaiki perawatan pasien fraktur

panggul setelah pasien keluar rumah sakit. LGH telah bekerjasama dengan 10 area SNF

untuk membangun Hip Fracture Clinical Plan yang meliputi pendekatan

terstandardisasi untuk manajemen luka, kunjungan follow-up dokter, manajemen

pengobatan, nutrisi, terapi, dan kontrol nyeri. Salah satu tujuan adalah untuk

mengurangi lama rawat inap di SNF dengan usaha menurunkan pembiayaan secara

keseluruhan pada perawatan pasca-akut. Laporan terbaru menunjukan bahwa hanya

27% biaya fraktur panggul berhubungan dengan rawat inap pasien akut, sementara

sisanya datang dari menangani pasien tersebut setelah keluar rumah sakit. Dengan

pertumbuhan masalah pada populasi yang menua dan biaya perawatan kesehatan terkait,

memperbaiki efisiensi perawatan akan menjadi pusat perhatian.

12
Meskipun risiko fraktur non-panggul jelas meningkat dengan usia, puncak insidennya

lebih awal. Fraktur lengan, misalnya, puncaknya pada dekade ke-enam, dimana fraktur

panggul cenderung terjadi pada dekade ke-delapan. Diagnosis dan terapi osteoporosis

yang tepat setelah terjadi peringatan oleh dampak kecil fraktur dapat memberikan

pencegahan sekunder terhadap fraktur tambahan – secara potensial mencegah fraktur

panggul yang mengancam lainnya. GFP di LGH saat ini bekerja dengan wakil dari

departemen radiologi untuk mendapatkan surat automatis yang dibuat berdasarkan hasil

semua X-ray yang dilakukan pada sistem LGH. Hal ini memberikan potensi untuk

menjangkau sejumlah besar pasien yang mungkin tidak mendapat edukasi mengenai

osteoporosis.

Terapi osteoporosis pada pasien geriatrik dengan fraktur panggul masih menjadi

tantangan untuk GFP. Karena pasien tersebar diberbagai jaringan perawatan pasca-akut,

banyak dengan dokter layanan primer baru, dan karena penggunaan sumber daya saat

ini fokus pada pemulihan dan rehabilitasi, diagnosis dan terapi osteoporosis sering

diabaikan. Area ini akan tetap menjadi area aktif terhadap perkembangan untuk GFP

dimasa mendatang.

13

Вам также может понравиться