Вы находитесь на странице: 1из 26

MAKALAH

ASPEK HUKUM DALAM E-COMMERCE

Disusun oleh :

1. Amalia Sholichah NIM. 1542620029


2. Dheru Bagas Triwhansyah NIM. 1542620196

Kelas 3G D-IV Manajemen Pemasaran

PROGRAM STUDI D-IV MANAJEMEN PEMASARAN


JURUSAN ADMINISTRASI NIAGA
POLITEKNIK NEGERI MALANG
2018
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Perkembangan Ilmu teknologgi yang semakin canggih maka semakin
banyak hal – hal yang baru yang kita temui dalam kehidupan sehari – hari.
Diantaranya salah satu perkembangan TI, telekomunikasi dan komputer adalah
lahirnya model transaksi yang tidak perlu bertemu secara langsung atau face to
face. Transaksi cukup dilakukan dengan menggunakan media elektronik yaitu
media internet. Transaksi ini dikenal dengan nama elektronik commerce (e-
commerce). Dalam bidang perdagangan, internet mulai banyak dimanfaatkan
sebagai media aktivitas bisnis terutama karena kontribusinya terhadap efisiensi. Di
tengah globalisasi komunikasi yang semakin terpadu (global communication
network). Dengan semakin populernya Internet seakan telah membuat dunia
semakin menciut (shrinking the world) dan semakin memudarkan batas-batas
negara berikut kedaulatan dan tatanan masyarakatnya. Komputer sebagai alat
bantu manusia dengan didukung perkembangan teknologi informasi telah
membantu akses ke dalam jaringan jaringan publik (public network) dalam
melakukan pemindahan data dan informasi.

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang diatas maka dapat dirumuskan perumusan


masalah sebagai berikut :

1. Bagaimana aspek hukum UU ITE dalam e-commerce?

2. Bagaimana hukum perlindungan konsumen dalam e-commerce?

3. Bagaimana penerapan pajak dalam e-commerce?


1.3 Batasan Masalah

Berdasarkan uraian diatas maka penulis membatasi pembahasan dalam


makalah ini dalam lingkup aspek hukum dalam e-commerce di Indonesia.

1.4 Tujuan

Berdasarkan perumusan masalah diatas, maka dapat kita ketahui tujuan


makalah ini sebagai berikut :

1. Memahami aspek hukum UU ITE dalam e-commerce

2. Mengetahui hukum perlindungan konsumen dalam e-commerce

3. Mengetahui penerapan pajak dalam e-commerce


BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Aspek Hukum dalam E-Commerce

Soekanto (1998:9) Hukum merupakan kesatuan yang tidak terpisahkan dari


perkembangan masyarakat, artinya hukum merupakan kesatuan kaidah-kaidah
yang bertujuan untuk memenuhi kebutuhan manusia dalam segala tingkatan.
Pemahaman ini merupakan aliran dari sociological jurisprudence dengan tokohnya
Roscoe Pound, yaitu mempelajari secara timbal balik antara pengaruh hukum
terhadap masyarakat dan pengaruh masyarakat terhadap hukum.

Keberadaan hukum sebagai aturan (rule of law) berbanding lurus dengan


pemahaman hukum dan kesadaran hukum masyarakat terhadap sistem hukum yang
berlaku. Tidak ada ketentuan hukum yang efektif di masyarakat, jika informasi
hukum tersebut tidak pernah dikomunikasikan di masyarakat. Mengikuti pendapat
tentang sistem hukum nasional, maka keberadaan sistem informasi hukum dapat
ditempatkan sebagai komponen ke empat dalam sistem hukum nasional yang
selama ini dikenal ada tiga komponen, yaitu subtansi, struktur dan budaya hukum.
Secara teoritis ini akan mengurangi ketimpangan antara rule of law dengan social
behaviour

Hukum E-commerce di Indonesia secara signifikan, tidak mencover aspek


transaksi yang dilakukan secara online (internet). Akan tetapi ada beberapa hukum
yang bisa menjadi pegangan untuk melakukan transaksi secara online atau kegiatan
E-Commerce. Yaitu : Undang-Undang No. 8 Tahun 1997 tentang Dokumen
Perusahaan (UU Dokumen Perusahaan) telah menjangkau ke arah pembuktian data
elektronik. Dalam Bab I Ketentuan Umum, Pasal 1 ayat 2 tentang dokumen
perusahaan yg isinya “Dokumen perusahaan adalah data, catatan, dan atau
keterangan yang dibuat dan atau diterima oleh perusahaan dalam rangka
pelaksanaan kegiatannya, baik tertulis di atas kertas atau sarana lain maupun
terekam dalam bentuk corak apapun yang dapat dilihat, dibaca, atau didengar”.
2.2 Hukum UU ITE dalam E-Commerce

Sukandar (2017:127) Dalam kegiatan jual beli ecommerce dilakukan dengan


menggunakan sarana elektronik, sehingga untuk mengukur keabsahan jual beli
ecommerce secara hukum selain menggunakan KUHP tentang jual beli
konvensional juga menggunakan UU No. 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan
Transaksi Elektronik dari pelaksanaannya. Berdasarkan UU ITE perbuatan hukum
jual beli menggunakan sarana elektronik bisa diartikan sebagai transaksi elektronik.

Transaksi elektronik adalah perbuatan hukum yang dilakukan dengan


menggunakan komputer, jaringan komputer dan/ media elektronik lainnya (Pasal 1
Angka 2 UU ITE). Dalam pelaksanaannya, penyelenggaraan transaksi elektronik
dilakukan baik dalam lingkup publik maupun privat. Publik dalam hal ini dilakukan
oleh instansi penyelenggara negara untuk melayani kepentingan publik, sedangkan
dalam lingkup privat untuk pelayanan B2B, B2C, C2C, G2G dan G2B.

Sesuai UU ITE sebuah transaksi elektronik dapat memberikan akibat hukum


kepada pihak yang melakukannnya, yaitu menimbulkan hak dan kewajiban diantara
mereka. Informasi elektronik dan dokumen elektronik beserta hasil cetaknya
sebagai konten utama dari transaksi elektronik, merupakan alat hukum yang sah
dalam UU ITE. Alat bukti tersebut merupakan perluasan dari hukum acara yang
berlaku di Indonesia.

Syarat sah perjanjian jual beli secara umum ditentukan dalam KUHP, khusunya
Pasal 1320 diantaranya :

a. Kecakapan para pihak


b. Kata sepakat
c. Suatu hal tertentu
d. Sebab yang halal

Pengalihan Bentuk Dokumen dan Legalisasi Pasal 12 ayat 1 dan Pasal 15 ayat
1 dan 2 yang isinya berturut-turut. Dokumen perusahaan dapat dialihkan ke dalam
mikrofilm atau media lainnya.
Dokumen perusahaan yang telah dimuat dalam mikrofilm atau media lainnya
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12 ayat (1) dan atau hasil cetaknya merupakan
alat bukti yang sah.

Apabila dianggap perlu dalam hal tertentu dan untuk keperluan tertentu dapat
dilakukan legalisasi terhadap hasil cetak dokumen perusahaan yang telah dimuat
dalam mikrofilm atau media lainnya.

Jadi kita dapat menyimpulkan bahwa Undang-undang di atas berisi tentang


pernyataan bahwa dokumen perusahaan (data/bukti transaksi jual beli) adalah sah
dengan syarat dapat dilihat, dibaca atau didengar dengan baik. Dan data dalam
bentuk media elektronik (dsebutkan mikrofilm atau media lain) seperti video,
dokumen elektronik, email dan lain sebgainya yang dapat dikatakan sebagai
dokumen merupakan alat bukti yang sah.

Pasal 1233 KUHP


Pasal 1233 KUHP, yang isinya sebagai berikut :
Perikatan, lahir karena suatu persetujuan atau karena undang-undang.
Berarti dengan pasal ini perjanjian dalam bentuk apapun diperbolehkan dalam
hukum perdata Indonesia. Dapat sering kita jumpai ketika kita menggunakan
fasilitas gratisan seperti e-mail ada Term of Use-nya terus ada Privacy Policy-nya
dan lain sebagainya.

Pasal 1338 KUHP


Pasal 1338 KUHP, yang isinya mengarah kepada hukum di Indonesia menganut
asas kebebasan berkontrak. Asas ini memberikan kebebasan kepada para pihak
yang sepakat untuk membentuk suatu perjanjuan untuk menentukan sendiri bentuk
serta isi suatu perjanjian. Jadi pelaku kegiatan e-commerce dapat menentukan
sendiri hubungan hukum di antara mereka.
2.2.1 Undang-Undang Internet dan Transaksi Elektronik (UU-ITE) yang
berperan dalam e-commerce
Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 Tentang Internet & Transaksi
 Pasal 2
Undang-Undang ini berlaku untuk setiap Orang yang melakukan perbuatan hukum
sebagaimana diatur dalam Undang-Undang ini, baik yang berada di wilayah hukum
Indonesia maupun di luar wilayah hukum Indonesia, yang memiliki akibat hukum
di wilayah hukum Indonesia dan/atau di luar wilayah hukum Indonesia dan
merugikan kepentingan Indonesia.

 Pasal 9
Pelaku usaha yang menawarkan produk melalui Sistem Elektronik harus
menyediakan informasi yang lengkap dan benar berkaitan dengan syarat kontrak,
produsen, dan produk yang ditawarkan.

 Pasal 10
Setiap pelaku usaha yang menyelenggarakan Transaksi Elektronik dapat
disertifikasi oleh Lembaga Sertifikasi Keandalan. Ketentuan mengenai
pembentukan Lembaga Sertifikasi Keandalan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
diatur dengan Peraturan Pemerintah.

 Pasal 18
Transaksi Elektronik yang dituangkan ke dalam Kontrak Elektronik mengikat
para pihak. Para pihak memiliki kewenangan untuk memilih hukum yang berlaku
bagi Transaksi Elektronik internasional yang dibuatnya. Jika para pihak tidak
melakukan pilihan hukum dalam Transaksi Elektronik internasional, hukum yang
berlaku didasarkan pada asa Hukum Perdata Internasional. Para pihak memiliki
kewenangan untuk menetapkan forum pengadilan, arbitrase, atau lembaga
penyelesaian sengketa alternatif lainnya yang berwenang menangani sengketa
yang mungkin timbul dari Transaksi Elektronik internasional yang dibuatnya. Jika
para pihak tidak melakukan pilihan forum sebagaimana dimaksud pada ayat (4),
penetapan kewenangan pengadilan, arbitrase, atau lembaga penyelesaian sengketa
alternatif lainnya yang berwenang menangani sengketa yang mungkin timbul dari
transaksi tersebut, didasarkan pada asas Hukum Perdata Internasional.

 Pasal 20
Kecuali ditentukan lain oleh para pihak, Transaksi Elektronik terjadi pada saat
penawaran transaksi yang dikirim Pengirim telah diterima dan disetujui Penerima.
Persetujuan atas penawaran Transaksi Elektronik sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) harus dilakukan dengan pernyataan penerimaan secara elektronik.

 Pasal 21
Pengirim atau Penerima dapat melakukan Transaksi Elektronik sendiri, melalui
pihak yang dikuasakan olehnya , atau melalui Agen Elektronik. Pihak yang
bertanggung jawab atas segala akibat hukum dalam pelaksanaan Transaksi
Elektronik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur sebagai berikut:

Jika dilakukan sendiri, segala akibat hukum dalam pelaksanaan Transaksi


Elektronik menjadi tanggung jawab para pihak yang berinteraksi , jika dilakukan
melalui pemberian kuasa, segala akibat dalam pelaksanaan Transaksi Elektronik
menjadi tanggung jawab pemberi kuasa.

Jika dilakukan melalui Agen Elektronik, segala akibat hukum dalam pelaksanaan
Transaksi Elektronik menjadi tanggung jawab penyelenggara Agen Elektronik.

Jika kerugian Transaksi Elektronik disebabkan gagal beroperasinya Agen


Elektronik akibat tindakan pihak ketiga secara langsung terhadap Sistem
Elektronik, segala akibat hukum menjadi tanggung jawab penyelenggara Agen
Elektronik .

Jika kerugian Transaksi Elektronik disebabkan gagal beroperasinya Agen


Elektronik akibat kelalaian pihak pengguna jasa layanan, segala akibat hukum
menjadi tanggung jawab pengguna jasa layanan.
Ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) tidak berlaku dalam hal dapat
dibuktikan terjadinya keadaan memaksa, kesalahan, dan/atau kelalaian pihak
pengguna Sistem Elektronik.

 Pasal 22
Penyelenggara Agen Elektronik tertentu harus menyediakan fitur pada Agen
Elektronik yang dioperasikannya yang memungkinkan penggunanya melakukan
perubahan informasi yang masih dalam proses transaksi.
Ketentuan lebih lanjut mengenai penyelenggara Agen Elektronik tertentu
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan Peraturan Pemerintah.

 Pasal 23
Setiap Orang dengan sengaja dan tanpa hak atau melawan hukum mengakses
Komputer dan/atau Sistem Elektronik milik Orang lain dengan cara apapun.

Setiap Orang dengan sengaja dan tanpa hak atau melawan hukum mengakses
Komputer dan/atau Sistem Elektronik dengan cara apa pun dengan tujuan untuk
memperoleh Informasi Elektronik dan / atau Dokumen Elektronik .

Setiap Orang dengan sengaja dan tanpa hak atau melawan hukum mengakses
Komputer dan/atau Sistem Elektronik dengan cara apa pun dengan melanggar,
menerobos, melampaui, atau menjebol sistem pengamanan.

 Pasal 46
Setiap Orang yang memenuhi unsur sebagaimana dimaksud dalam Pasal 30 ayat
(1) dipidana dengan pidana penjara paling lama 6 (enam) tahun dan/atau denda
paling banyak Rp 600.000.000,00( enam ratus juta rupiah).

Setiap Orang yang memenuhi unsur sebagaimana dimaksud dalam Pasal 30 ayat
(2) dipidana dengan pidana penjara paling lama 7 (tujuh) tahun dan/atau denda
paling banyak Rp700.000.000,00( tujuh ratus juta rupiah).

Setiap Orang yang memenuhi unsur sebagaimana dimaksud dalam Pasal 30 ayat
(3) dipidana dengan pidana penjara paling lama 8 (delapan) tahun dan/atau denda
paling banyak Rp800.000.000,00 (delapan ratus juta rupiah).
Selain mengacu kepada Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 Tentang Internet
& Transaksi Elektronika di atas, ada beberapa peraturan atau perundangan yang
mengikat dan dapat dijadikan sebagai payung hukum dalam kegiatan bisnis e-
commerce, diantaranya adalah :

 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana


 Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana
 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata
 Kitab Undang-Undang Hukum Acara Perdata
 Kitab Undang-Undang Hukum Dagang
 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1997 Tentang Dokumen Perusahaan
 Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2000 Tentang Rahasia Dagang
 Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 Tentang Perseroan Terbatas
 Undang-Undang Nomor 36 tahun 1999 Tentang Telekomunikasi
 Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 Tentang Larangan Praktik Monopoli
dan Persaingan Usaha Tidak Sehat.
 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen.
 Peraturan Pemerintah RI Nomor 48 Tahun 1998 Tentang Pendirian
Perusahaan Perseroan dibidang Perbankan.

2.3 Hukum Perlindungan Konsumen

Jonathan Sarwono dan K. Prihartono. 2014. Perdagangan online: cara bisnis di


internet. Jakarta: Elex Media Komputindo.

Dengan berkembangnya ecommerce maka kecurangan dan penipuan di internet


semakin menjadi-jadi. Oleh karena itu konsumen perlu dilindungi

Ada beberapa permasalahan terhadap konsumen, akibat tidak jelasnya hubungan


hukum dalam transaksi e-commerce :
1. Mengenai penggunaan klausul baku, kebanyakan transaksi di cyberspace ini,
konsumen tidak memiliki pilihan lain selain tinggal meng-click icon yang
menandakan persetujuannya atas apa yang dikemukakan produsen di website-nya,
tanpa adanya posisi yang cukup fair bagi konsumen untuk menentukan isi klausul.
2. Bagaimana penyelesaian sengketa yang timbul. Para pihak dapat saja berada pada
yurisdiksi peradilan di negara yang berbeda. Untuk itu, diperlukan pula suatu sistem
dan mekanisme penyelesaian sengketa khusus untuk transaksitransaksi e-
commerce yang efektif dan murah.
3. Hal lainnya adalah masalah keamanan dan kerahasiaan data si konsumen. Hal ini
berkaitan juga dengan privasi dari kalangan konsumen.

Di Indonesia, perlindungan hak-hak konsumen dalam e-commerce masih rentan.


Undang-undang Perlindungan konsumen yang berlaku sejak tahun 2000 memang
telah mengatur hak dan kewajiban bagi produsen dan konsumen, namun kurang
tepat untuk diterapkan dalam e-commerce. Untuk itu perlu dibuat peraturan hukum
mengenai cyberlaw termasuk didalamnya tentang e-commerce agar hak-hak
konsumen sebagai pengguna internet khususnya dalam melakukan transaksi e-
commerce dapat terjamin.

E-Commerce telah memenuhi syarat syah perjanjian (1320 KUH Perdata), namun
masih ada celah hukum yakni pada syarat “kesepakatan” rentan adanya unsur
penipuan dan “kecakapan” ini sulit diketahui, dan untuk pembuktiannya
menggunakan alat bukti berupa “print out” dengan mendasarkan pada 1866 KUH
Perdata, 164 HIR jo pasal 15 UU N0. 8 / 1997 tentang Dokumen Perusahaan

Sebelum Cyberlaw terwujud, maka peraturan perundangan lain yang terkait dengan
internet / e-commerce dapat digunakan untuk mengantisipasi persoalan-persoalan
hukum yang timbul. Ada beberapa peraturan perundangan yang terkait antara lain:

1. UU larangan parktek monopoli dan persaingan usaha tidak sehat No.5/ 1999 UU,
2. Perlindungan Konsumen No. 8/ 1999,
3. UU Telekomunikasi No. 36/ 1999,
4. UU Hak Cipta No.12/ 1997,
5. UU Merek No. 15/ 2001,
6. UU Dokumen Perusahaan No. 8/ 1997 (pasal 15) jo Peraturan Pemerintah
No.88/1999 tentang Tata Cara Pengalihan Dokumen Perusahaan, SEMA
No.39/TU/88/102/Pid,
7. RUU Pemanfaatan Tehnologi Informasi (RUU PTI).
(Ramanda, 2013)

2.4 Hukum Perlindungan Konsumen


Perlindungan konsumen adalah perangkat yang diciptakan untuk melindungi dan
terpenuhinya hak sebagai contoh para penjual diwajibkan menunjukka tanda harga
sebagai tanda pemberitahuan kepada konsumen.

2.4.1 Dasar hukum yang menjadikan seorang konsumen dapat mengajukan


perlindungan.
Dasar hukum yang menjadikan seorang konsumen dapat mengajukan
perlindungan adalah sebagai berikut :
 Undang Undang Dasar 1945 Pasal 5 ayat (1), pasal 21 ayat (1), Pasal 21 ayat (1),
Pasal 27 , dan Pasal 33.
 Undang Undang No. 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen (Lembaran
Negara Republik Indonesia tahun 1999 No. 42 Tambahan lembaran Negara
Republik Indonesia No. 3821.
 Undang Undang No. 5 tahun 1999 Tentang Larangan Praktek Monopoli dan
Persaingan Usaha Usaha Tidak Sehat.
 Undang Undang No. 30 Tahun 1999 Tentang Arbritase dan Alternatif Penyelesian
Sengketa.
 Peraturan Pemerintah No. 58 Tahun 2001 tentang Pembinaan Pengawasan dan
Penyelenggaraan Perlindungan Konsumen.
 Surat Edaran Dirjen Perdagangan Dalam Negeri No. 235/DJPDN/VII/2001
Tentang Penangan pengaduan konsumen yang ditujukan kepada Seluruh dinas
Indag Prop/Kab/Kota.
 Surat Edaran Direktur Jenderal Perdagangan Dalam Negeri No. 795
/DJPDN/SE/12/2005 tentang Pedoman Pelayanan Pengaduan Konsumen.
2.4.2 Menurut Undang- undang no.8 tahun 1999 tentang Perlindungan
Konsumen
Menurut Undang- undang no.8 tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen:
Pasal 1 butir 1,2 dan 3:
1. Perlindungan Konsumen adalah segala upaya yang menjamin adanya kepastian
hukum untuk memberi perlindungan kepada konsumen.
2. Konsumen adalah setiap orang pemakai barang dan atau jasa yang tersedia dalam
masyarakat, baik bagi kepentingan diri sendiri, keluarga, orang lain maupun
makhluk hidup lain dan tidak untuk diperdagangkan
3. Pelaku usaha adalah setiap orang perseorangan taua badan usaha, baik yang
berbentuk badan hukum maupun buka badan hukum yang didirikan dan
berkedudukan atau melakukan kegiatan dalam wilayah hukum negara Republik
Indonesia, baik sendiri maupun bersama- sama melalui perjanjian
menyelenggaraka kegiatan usaha dalam berbagai bidang ekonomi.

2.4.3 Tujuan Perlindungan Konsumen


Dalam UU Perlindungan Konsumen Pasal 3, disebutkan bahwa tujuan perlindungan
konsumen adalah sebagai berikut.
1. Meningkatkan kesadaran, kemampuan dan kemandirian konsumen untuk
melindungi diri;
2. Mengangkat harkat dan martabat konsumen dengan cara menghindarkannya dari
ekses negatif pemakaian barang dan / atau jasa;
3. Meningkatkan pemberdayaan konsumen dalam memilih, menentukan, dan
menuntut hak-haknya sebagai konsumen;
4. Menciptakan sistem perlindungan konsumen yang mengandung unsur kepastian
hukum dan keterbukaan informasi serta akses untuk mendapatkan informasi;
5. Menumbuhkan kesadaran pelaku usaha mengenai pentingnya perlindungan
konsumen sehingga tumbuh sikap yang jujur dan bertanggung jawab dalam
berusaha;
6. Meningkatkan kualitas barang dan/atau jasa yang, menjamin kelangsungan usaha
produksi barang dan/atau jasa, kesehatan, kenyamanan, keamanan, dan
keselamatan konsumen.

2.5 Prinsip Dan Asas-Asas Hukum Perlindungan Konsumen


2.5.1 Prinsip- Prinsip Hukum Perlindungan Konsumen
1. Let The Buyer Beware
 Pelaku Usaha kedudukannya seimbang dengan konsumen sehingga tidak perlu
proteksi.
 Konsumen diminta untuk berhati hati dan bertanggung jawab sendiri.
 Konsumen tidak mendapatkan akses informasi karena pelaku usaha tidak terbuka.

2. The due Care Theory


 Pelaku usaha mempunyai kewajiban untuk berhati hati dalam memasyarakatkan
produk, baik barang maupun jasa. Selama berhati hati ia tidak dapat dipersalahkan.
 Pasal 1865 Kuhperdata secara tegas menyatakan, barangsiapa yang mengendalikan
mempunyai suatu hak atau untuk meneguhkan haknya atau membantah hak orang
lain, atau menunjuk pada suatu peristirwa, maka ia diwajibkan membuktikan
adanya hak atau peristirwa tersebut.
 Kelemahan beban berat konsumen dalam membuktikan.

3. The Privity of Contract

 Prinsip ini menyatakan, pelaku usaha mempunyai kewajiban untuk melindungi


konsumen, tetapi hal itu baru dapat dilakukan jika diantara mereka telah terjalin
suatu hubungan kontraktual. Pelaku usaha tidak dapat disalahkan atas hal hal
diluar yang diperjanjikan.
 Fenomena kontrak kontrak standar yang bantak beredar di masyarakat merupakan
petunjuk yang jelas betapa tidak berdayanya konsumen menghadapi dominasi
pelaku usaha.
4. Kontrak bukan Syarat
Prinsip ini tidak mungkin lagi dipertahankan, jadi kontrak bukan lagi merupakan
syarat untuk menetapkan eksistensi suatu huungan hukum.

2.6 Asas Perlindungan Konsumen


Berdasarkan UU Perlindungan Konsumen pasal 2, ada lima asas perlindungan
konsumen.
1. Asas manfaat
Maksud asas ini adalah untuk mengamanatkan bahwa segala upaya dalam
penyelenggaraan perlindungan konsumen harus memberikan manfaat sebesar-
besarnya bagi kepentingankonsumen dan pelau usaha secara keseluruhan.
2. Asas keadilan
Asas ini dimaksudkan agar partisipasi seluruh rakyat bias diwujudkan secara
maksimal dan memberikan kesempatan kepada konsumen dan pelaku usaha untuk
memperoleh haknyadan melaksanakan kewajibannya secara adil.

3. Asas keseimbangan
Asas ini dimaksudkan untuk memberikan keseimbangan antara kepentingan
konsumen, pelaku usaha, dan pemerintah dalam arti material maupun spiritual.
4. Asas keamanan dan keselamatan konsumen
Asas ini dimaksudkan untuk memberikan jaminan atas keamanan dan keselamatan
kepada konsumen dalam penggunaan, pemakaian, dan pemanfaatan barang/jasa
yang dikonsumsi atau digunakan.
5. Asas kepastian hukum
Asas ini dimaksudkan agar baik pelaku usaha maupun konsumen menaati hukum
dan memperoleh keadilan dalam penyelenggaraan perlindungan konsumen, serta
Negara menjamin kepastian hukum.
2.7 Sanksi-sanksi
2.7.1 Sanksi Perdata
Ganti rugi dalam bentuk :
 Pengembalian uang
 Penggantian barang
 Perawatsan keehatan, dan/atau
 Pemberian santunan
 Ganti rugi diberikan dalam tenggang waktu 7 hari setelah tanggal transaksi

2.7.2 Sanksi Administrasi


Maksimal Rp. 200.000.000 (dua ratus juta rupiah), melalui BPSK jika melanggar
Pasal 19 ayat (2) dan (3), 20, 25

2.7.3 Sanksi Pidana


 Penjara, 5 tahun, atau denda Rp. 2.000.000.000 (dua milyar rupiah) (Pasal 8, 9,
10, 13 ayat (2), 15, 17 ayat (1) huruf a, b, c, dan e dan Pasal 18
 Penjara, 2 tahun, atau denda Rp.500.000.000 (lima ratus juta rupiah) (Pasal 11,
12, 13 ayat (1), 14, 16 dan 17 ayat (1) huruf d dan f
 Ketentuan pidana lain (di luar Undang-undang No. 8 Tahun. 1999 tentang
Perlindungan Konsumen) jika konsumen luka berat, sakit berat, cacat tetap atau
kematian
 Hukuman tambahan , antara lain :
 Pengumuman keputusan Hakim
 Pencabuttan izin usaha;
 Dilarang memperdagangkan barang dan jasa ;
 Wajib menarik dari peredaran barang dan jasa;
 Hasil Pengawasan disebarluaskan kepada masyarakat .
(Nur Sya’adah, 2014)
2.4 Pajak dalam E-Commerce

Sakti (2014:163) Terdapat dua hal yang perlu menjadi kerangka perpajakan
dalam e-commerce. Pertama, perlu adanya pengkajian aspek hukum dalam e-
commerce. Terutama mencermati peraturan yang ada sekarang apakah dapat
diterapkan dalam e-commerce. Kedua adalah menyiapkan mekanisme untuk
melakukan pengawasan terhadap kepatuhan perpajakan terkait kegiatan bisnis yang
diadakan secara online. Tingkat kepatuhan yang rendah terjadi karena
ketidaktahuan aspek perpajakan dan juga karena memang sengaja untuk tidak patuh
dikarenakan tidak adanya pengawasan.

Berikut ini merupakan data yang disarikan dari majalah tentang perkembangan
ecommerce :

a. Jumlah transaksi di toko online pada tahun 2011 mencapai 1.6 Triliun
dengan jumlah pengunjung 600ribu per bulan.
b. Dari sekitar 55 juta pengguna internet, 57% diantaranya menggunakan
bisnis online.
c. Jual beli online tumbuh 100% pada tahun 2011 dengan jumlah 12.5 juta
pengguna yang melakukan transaksi ecommerce.

E-Commerce telah mengubah berbisnis dengan berbagai cara. E-commerce


menjadi magnet bagi masyarakat, sehingga banyak mengubah cara berbisnis dari
perdagangan konvensional ke e-commerce. Meskipun demikian, Dirjen Pajak harus
berhati-hati dan bijaksana dalam membuat perpajakan dama e-commerce. Pajak
merupakan instrument fiskal bagi pemerintahan, tidak hanya sebagai sumber
penerimaan negara namun pajak juga dapat menjadi wujud bela negara dari sector
keuangan.

Pajak e-commerce online retail menjadi salah satu dari empat model bisnis
yang dikenakan pajak e-commerce. Hal ini sesuai dengan Surat Edaran Direktur
Jenderal Pajak Nomor SE/62/PJ/2013 tentang Penegasan Ketentuan Perpajakan
Atas Transaksi e-Commerce.
Terbitnya Paket Kebijakan Ekonomi Jilid XIV oleh pemerintah yang di
antaranya memuat kebijakan pajak e-commerce, menegaskan ketentuan atas objek
pajak start up e-commerce. Untuk mengakomodasi kebutuhan pelaku bisnis e-
commerce dan start up, maka OnlinePajak menjadi satu-satunya aplikasi pajak
yang dapat menyediakan API pajak e-commerce. Berikut ini pemaparan
selengkapnya.

2.4.1 PAJAK E-COMMERCE ONLINE RETAIL

Pemerintah menegaskan tidak ada perbedaan perlakuan perpajakan antara


transaksi e-commerce dan transaksi perdagangan dan/atau jasa lainnya.
Berdasarkan proses bisnis dan revenue model, maka transaksi e-commerce terbagi
atas empat model bisnis e-commerce, yaitu online marketplace, classified
ads, daily deals dan online retail.

Online Retail adalah kegiatan menjual barang dan/atau jasa yang


dilakukan oleh penyelenggara Online Retail kepada pembeli di situs Online
Retail

I. Pajak Penghasilan (PPh) e-Commerce Online Retail

Berikut ini adalah ketentuan atas objek pajak, subjek pajak, dasar hukum,
tarif, pemotongan/pemungutan Pajak Penghasilan e-Commerce Online Retail :

Objek Pajak

Penghasilan dari penjualan barang dan/atau penyediaan jasa merupakan


objek PPh. Apabila penghasilan dari penjualan barang dan/atau penyediaan jasa
merupakan objek pemotongan/pemungutan PPh, maka wajib untuk dilakukan
pemotongan/pemungutan PPh.

Subjek Pajak

Orang pribadi atau badan yang memperoleh penghasilan dari penjualan


barang dan/atau penyediaan jasa. Penjual barang atau penyedia jasa dalam contoh
proses bisnis Online Retailadalah Penyelenggara Online Retail.
Dasar hukum

Pasal 4 ayat (1) dan ayat (2), Pasal 15, Pasal 17, Pasal 21, Pasal 22, Pasal
23, dan Pasal 26 Undang-Undang PPh.

Tarif

Untuk pihak Penyelenggara Online Retail (sekaligus Merchant) sebagai


penjual barang atau penyedia jasa yang penghasilannya tidak dikenai pajak yang
bersifat final, tarif PPh Pasal 17 diterapkan atas Penghasilan Kena Pajak (PKP)
yang dihitung dari:

1. Penghasilan bruto dari penjualan yang dikurangi dengan biaya-biaya untuk


mendapatkan, menagih, dan memelihara penghasilan serta untuk Wajib Pajak
Orang Pribadi dikurangi dengan Penghasilan Tidak Kena Pajak (PTKP); atau

2. Penghasilan neto dengan menggunakan norma penghitungan sebagaimana


dimaksud dalam Pasal 14 Undang-Undang PPh dan untuk Wajib Pajak orang
pribadi dikurangi dengan Penghasilan Tidak Kena Pajak (PTKP).

Pemotongan/Pemungutan PPh

Apabila pembeli barang atau pengguna jasa adalah Wajib Pajak Orang
Pribadi atau Badan yang ditunjuk sebagai pemotong/pemungut PPh, maka
pembeli barang atau pengguna jasa tersebut wajib melakukan
pemotongan/pemungutan PPh dengan tarif dan tata cara sesuai dengan ketentuan
yang berlaku.

II. Pajak Pertambahan Nilai (PPN) e-Commerce Online Retail

Berikut ini adalah ketentuan atas objek pajak, subjek pajak, dasar hukum,
tarif, pemotongan/pemungutan Pajak Perambahan Nilai (PPN) e-Commerce
Online Retail :
Objek Pajak

Penyerahan yang dilakukan oleh Penyelenggara Online Retail kepada


Pembeli BKP dan/atau JKP, yang dapat berupa:

penyerahan BKP dan/atau penyerahan JKP di dalam Daerah Pabean; dan/atau

ekspor BKP Berwujud, ekspor BKP Tidak Berwujud, dan/atau ekspor JKP.

DPP

Harga jual, penggantian,dan/atau nilai ekspor, termasuk semua biaya yang


diminta atau seharusnya diminta oleh Penyelenggara Online Retail karena
penyerahan BKP dan/atau JKP (contohnya harga barang dan/atau jasa, biaya
pengiriman, asuransi, dan lain-lain), tidak termasuk PPN yang dipungut dan
potongan harga yang dicantumkan dalam Faktur Pajak.

Dasar hukum

Pasal 1, Pasal 4 ayat (1), Pasal 11 ayat (1) dan ayat (2), dan Pasal 13
Undang-Undang PPN; dan

Pasal 6, Pasal 9, Pasal 10, Pasal 11, dan Pasal 17 Peraturan Pemerintah
Nomor 1 Tahun 2012.

Saat PPN terutang

Saat penyerahan BKP dan/atau JKP untuk transaksi cash on delivery; atau
Saat pembayaran diterima oleh Penyelenggara Online Retail atas pembelian BKP
dan/atau JKP untuk transaksi non-cash on delivery.

Saat Pembuatan

Sama dengan saat PPN terutang

Faktur Pajak

Faktur pajak dibuat oleh Penyelenggara Online Retail kepada pembeli.


2.4.2 PAJAK E-COMMERCE UNTUK START-UP E-COMMERCE

Melalui Paket Kebijakan Ekonomi Jilid XIV yang diterbitkan pada 10


November 2016, pemerintah memberikan insentif kepada pelaku start-up
ecommerce berupa keringanan pajak, yaitu:

Pengurangan pajak bagi investor lokal yang berinvestasi pada perusahaan start
up.

Penyederhanaan izin prosedur perpajakan bagi start up ecommerce yang


beromzet di bawah Rp 4.8 miliar per tahun melalui pelaksanaan PP No. 44 Tahun
2013 tentang pajak penghasilan atas penghasilan dari usaha yang diterima atau
diperoleh wajib pajak yang memiliki peredaran bruto tertentu, sehingga start up
ecommerce tersebut dikenakan pajak final sebesar 1%.

Memberikan persamaan perlakuan perpajakan antara pengusaha


ecommerce asing dengan domestik. Pelaku usaha asing yang menyediakan
layanan dan/atau konten di Indonesia wajib untuk memenuhi seluruh ketentuan
perpajakan.

OnlinePajak menyediakan API (Application Program Interface) pajak


ecommerce untuk kebutuhan integrasi aplikasi Anda dalam hitung, setor dan lapor
pajak online dan mudah di satu aplikasi terpadu.
BAB III

3.1 Kesimpulan

Kehadiran TI yang berupa internet membuat sector perdagangan di dalam


dan di luar negeri semakin maju pesat. Hal ini dibuktikan dengan kehadiran
transaksi e-commmerce dan akan memperlancar system produktivitas dan
pendistribusian barang / jasa dalam memenuhi berbagai kebutuhan konsumen.
Dalam transaksi e-commerce ini banyak permasalahan hukum yang berkembang,
sehingga pengaturan hukum yang jelas dan tegas terhadap masalah transaksi e-
commerce sangat dibutuhkan sebagai jaminan perlindungan hukum bagi para
pihak. Harapan yang dikehendaki, dengan pengaturan hukum maka pemanfaatan
TI akan semakin optimal, terutama untuk kebutuhan transakasi e-commerce itu
sendiri.Oleh karena itu dengan adanya Asosiasi E-commerce Indonesia
(idEA) ini dharapkan dapat membantu semua pihak dalam pemecahan masalah
yang ada terkait dengan transaksi e-commerce itu sendiri.Lahirnya sebuah
teknologi diharapkan akan membuahkan hasil yang lebih baik dalam dunia
transaksi .Pengawasan semua pihak tentunya juga diharapkan dapat membantu
keamanan transaksi e-commerce . Masyarakat awam yang kurang memahami
akan bisnis e-commerce dihapkan tidak menjadi korban penipuan oleh kalangan –
kalangan tertentu.

3.2 Saran

Pemerintah dalam hal ini diharapkan cepat tanggap dalam pengambilan


keputusan hukum mengenai transaksi e-commerce sehingga perkembangan TI
ini akan dapat memproduksi hasil – hasil yang optimal.Palaku – pelaku e-
commerce khususnya jangan merusak kepercayaan yang diberikan oleh
konsumen.
STUDI KASUS

Batalkan Transaksi, Lazada Langgar UU Perlindungan Konsumen

Ridho Syukro / YUD Minggu, 3 Januari 2016 | 16:13 WIB

Jakarta - Direktur Jenderal Standardisasi dan Perlindungan Konsumen


Kementerian Perdagangan Widodo mengatakan Achmad Supardi telah menjadi
korban dari situs ecommerce Lazada. Ia mengatakan Achmad Supardi sebagai
korban bisa melaporkan kasus ini kepada Kementerian Perdagangan.

Widodo menjelaskan situs Lazada telah melanggar Undang Undang Perlindungan


Konsumen Nomor 8 Tahun 1999.

Ada 3 pasal yang dilanggar Lazada yaitu Pasal 9, Pasal 10 dan Pasal 16.

Isi dari pasal 9 adalah pelaku usaha dilarang menawarkan, memproduksikan atau
mengiklankan suatu barang dan jasa secara tidak benar, atau seolah olah barang
tersebut telah memenuhi potongan harga, harga khusus, standar mutu, barang
tersebut dalam keadaan baik, barang dan jasa tersebut telah mendapatkan sponsor
atau persetujuan, menggunakan kata kata berlebihan seperti, aman, murah serta
menawarkan sesuatu yang belum pasti.

Isi dari pasal 10 adalah pelaku usaha dalam menawarkan barang atau jasa yang
ditujukan untuk diperdagangkan dilarang menawarkan, mempromosikan, atau
membuat pernyataan tidak benar atau menyesatkan mengenai harga atau tarif,
kegunaan suatu barang, tawaran potongan harga dan hadiah yang menarik.

Dan isi pasal 16 adalah pelaku usaha dalam menawarkan barang atau jasa melalui
pesanan dilarang untuk tidak menepati pesanan atau kesepakatan waktu
penyelesaian dan tidak menepati janji.

"Konsumen mempunyai haknya dan dilindungi," ujar Widodo kepada Investor


Daily, di Jakarta, Minggu (3/1).
Widodo mengatakan konsumen adalah setiap orang pemakai barang dan jasa yang
tersedia dalam masyarakat baik bagi kepentingan diri sendiri, keluarga atau orang
lain.

Sementara perlindungan konsumen adalah segala upaya yang menjamin adanya


kepastian hukum untuk memberikan perlindungan kepada konsumen.

"Indonesia adalah negara hukum dan jika ada yang melanggar ada sanksinya," ujar
dia.

Ia mengatakan berdasarkan UU perlindungan konsumen, Lazada sudah melanggar


pasal 9, pasal 10 dan pasal 16 dan dikenakan sanksi sesuai pasal 62 dan 63.

Sanksinya berupa pelaku usaha yang melanggar ketentuan sebagaimana yang


dimaksud pasal 9 dan pasal 10, maka dipidana dengan pidana penjara paling lama
lima tahun atau pidana denda paling banyak Rp 2 miliar.

Pelaku usaha yang melanggar ketentuan sebagaimana yang dimaksud pasal 16,
dipidana penjara paling lama dua tahun atau denda paling banyak Rp 500 juta.

Sementara Pasal 63 berbunyi, pelaku usaha bisa dicabut izin usahanya.

Seperti diketahui, Achmad Supardi merupakan korban yang dirugikan Lazada,


Achmad Supardi membuat pengakuan bahwa Lazada sudah membatalkan secara
sepihak transaksi yang sudah dibayar lunas konsumen dan mengembalikan dana
konsumen tersebut dalam bentuk voucher belanja yang hanya bisa dibelanjakan di
Lazada.

Achmad membeli 1 unit sepeda motor honda vario dan 3 unit sepeda motor Honda
Revo pada 12 Desember 2015 di Lazada, 3 unit Honda Revo dibeli dengan harga
masing masing Rp 500 ribu dengan total Rp 1.500.000, sementara Honda Revo
dibeli dengan harga Rp 2.700.000 untuk pembelian cash on the road, harga pada
situs Lazada adalah harga sepeda motor secara cash on the road bukan kredit, dan
angka tersebut bukan angka uang muka, dan Achmad mengira harga murah bagian
dari promosi gila gilaan Hari Belanja Online Nasional (Harbolnas), dan ia sudah
melakukan pembayaran transfer melalui ATM BCA, transaksi sah dan dikonfirmasi
Lazada.

Pada 14 Desember 2015, Achmad kembali membuka situs Lazada dengan tampilan
sama namun sudah ada bagian tambahan bahwa harga motor sudah merupakan
harga kredit, di tanggal yang sama, ia ditelepon pihak Honda Angsana yang
merupakan tenant sepeda motor Lazada, staf Angsana menanyakan apakah sepeda
motor dibeli secara kredit, Achmad menjelaskan sepeda motor dibeli secara cash
on the road, pihak Angsana menelepon hingga dua kali.

Dua hari kemudian, Achmad mengecek status transaksi di Lazada dan ia terkejut
karena transaksi yang dikonfirmasi dan tinggal menunggu pengiriman ternyata
berubah menjadi ditolak dan ditutup oleh Lazada. Secara sepihak Lazada
memproses refund dengan memberikan voucher belanja sesuai jumlah uang yang
dibelanjakan untuk membeli 4 unit sepeda motor dan mengganti dana dengan 2
voucher sebesar Rp 4,2 juta.

Achmad mengaku kecewa, karena voucher tidak bisa diuangkan, sebagai konsumen
ia meminta Lazada meminta maaf, dan sebagai perusahaan besar tidak selayaknya
memperlakukan konsumen dengan tidak terhormat.

Sumber: Investor Daily


DAFTAR ISI

Sakti, Nufransa Wira. 2014. Buku Pintar Pajak E-commerce dari Mendaftar
Sampai Membayar. Jakarta: PT. Visimedia

Soekanto, Soerjono dkk. 1998. Pendekatan Sosiologi Terhadap Hukum. Jakarta:


Bina Aksara.

Sukandar, Dadang. 2017. Panduan membuat kontrak bisnis. Jakarta: PT. Visimedia
Pustaka

Fitri Nasution, Tri. 2013. Undang-Undang ITE (Informasi Dan Transaksi


Elektronik). Makalah Dalam
http://Makalahkomputerfitri.Blogspot.Co.Id/2013/06/Makalah-Uu-
Ite.html. Diakses Pada Tanggal 04 Mei 2017 Pukul 14.00 WIB.

Nur Sya’adah, Arika. 2014. Perlindungan Konsumen. Makalah Dalam


http://arikathemousleemah.blogspot.co.id/2014/04/makalah-
perlindungan-konsumen.html. Diakses pada tanggal 28 Mei 2018
Ramanda, Anatasiam dan Bayu Yoga Pradhana. 2013. Sekilas Aspek Hukum
Dalam E-Commerce. Makalah Dalam
http://anaramanda.blogspot.co.id/2013/07/makalah-sekilas-aspek-hukum-
dalam-e.html. Diakses pada tanggal 28 Mei 2018
http://www.beritasatu.com/iptek/337594-batalkan-transaksi-lazada-langgar-uu-
perlindungan-konsumen.html. Diakses pada tanggal 28 Mei 2018

Вам также может понравиться