Академический Документы
Профессиональный Документы
Культура Документы
Pendahuluan
Orang Bati 2). Seperti itu adalah persepsi Orang Maluku terhadap
Orang Bati sampai saat ini. Menguatnya fenomena Orang Bati di
Maluku karena sampai sekarang belum dijumpai informasi yang benar
mengenai mereka. Selama ini informasi yang berkembang mengenai
Orang Bati berupa ceritera lisan (penuturan) secara turun-temurun dari
orang tua-tua di Maluku. Sebagian besar Orang Maluku yang men-
diami negeri-negeri adat di Pulau Ambon, Saparua, Haruku, Nusa Laut,
Seram, Buru, Banda, Manipa, Kelang, Buano, Geser, dan lainnya ketika
menutur tentang Orang Bati menurut cara masing-masing sehingga
hakikatnya berbeda-beda.
Akibat cara penuturan orang luar (Orang Maluku) mengenai
Orang Bati berbeda-beda, sehingga menimbulkan perdebatan yang
tidak pernah berakhir mengenai eksistensi Orang Bati sebagai manusia
maupun sukubangsa sampai masa kini. Kondisi yang terjadi seperti ini
menyebabkan fenomena Orang Bati terus bertentangan (paradoks).
Pengalaman empirik ketika peneliti mulai menelusuri fenomena Orang
1) Makna kalimat di atas adalah, satu makan sayur, semua makan sayur, satu makan sagu
semua makan sagu. Siapa balik batu, maka batu akan tindis (gepe) dia. Kapata (bahasa
tanah) tersebut identik dengan suku-suku dari kelompok Patasiwa Putih di Pulau
Seram yaitu Sei hale hatu, hatu lisa pei. Sei lisa sou, sou lisa ei. Tua ua wari-waliu.
2)Dalam interaksi sosial, Orang Maluku menyebut Dong itu kan orang ilang-ilang
(mereka itu orang hilang-hilang), dong itu Alifuru Seram yang tinggal di negeri ilang-
ilang (mereka itu Alifuru Seram yang mendiami negeri hilang-hilang). Makna orang
dan negeri ilang-ilang yaitu, orang dan negeri itu ada, tetapi tidak kelihatan secara jelas
(tersamar) oleh pandangan mata orang lain. Anggapan umum Orang Maluku mengenai
Orang Bati seperti itu adalah mitos yang berkembang ratusan tahun sehingga nasib
Orang Bati terabaikan sampai masa kini.
1
Esuriun Orang Bati
Bati sejak tahun 1985 kemudian melakukan Studi Budaya Tutur Orang
Ambon-Maluku Tentang Orang Bati tahun 2005 dijumpai anggapan
umum yaitu; (1) Sebagian besar Orang Maluku yang mendiami negeri-
negeri adat di Ambon, Lease (Saparua, Haruku, dan Nusa Laut), Buru,
Seram, dan lainnya sering mengkaitkan kehidupan Orang Bati dan
dunia mereka dengan hal-hal yang bersifat mistis, misteri, sakral, dan
sebagainya ; (2) Nama Orang Bati dianggap pamali (tabu) 3) untuk di-
sebut-sebut secara sembarang; (3) Sebagian besar Orang Maluku ber-
anggapan bahwa Orang Bati adalah orang yang jahat karena sering me-
nyusahkan orang lain; (4) Nama Orang Bati sering disamakan dengan
Alifuru Seram 4) yang disteriotipkan (dianggap negatif) 5); (5) Orang Bati
dianggap bukan manusia maupun sukubangsa.
Walaupun semua persepsi Orang Maluku terhadap Orang Bati
diucapkan dengan irama bahasa yang santun, tetapi hakikatnya adalah
stigma 6) (anggapan negatif). Anggapan seperti ini oleh Sumner karena
terdapat sikap etnosentrisme, sedangkan Allport menyebut sebagai
prasangka (Feagin, 1993). Terdapat sikap antipati yang didasarkan pada
generalisasi yang keliru, dan menjadi rintangan dalam berkomunikasi
(Effendy, 1981; Jones, 1986; Liliweri, 2001). Anggapan negatif dari se-
bagian besar Orang Maluku terhadap Orang Bati seringkali diungkap-
kan melalui dialek lokal yaitu dong itu kan Alifuru Seram (mereka itu
3)Kebanyakan orang tua, mapun orang tua-tua yang mendiami negeri-negeri adat
tertentu di Pulau Ambon, Saparua, Nusa Laut, Seram Barat, dan Seram Selatan, sering
melarang warga mereka (terutama anak-anak) agar tidak boleh menyebut nama Bati
secara sembarangan, karena pamali (tabu) dan bisa menyebabkan mereka menjadi
sakit, disakiti, diculik, dan sebagainya. Larangan bagi anak-anak agar tidak boleh ke
luar dari rumah pada saat hari cerah tetapi tiba-tiba turun hujan (hujan-panas) karena
ada persepsi kuat dari masyarakat bahwa saat itu Orang Bati sedang berjalan, sehingga
orang yang berjumpa dengan Orang Bati bisa mengalami sakit yang sulit disembuhkan,
diculik untuk di bawa ke perkampungan Orang Bati dan sebagainya. Nama Orang Bati
seringkali membuat orang luar (Orang Maluku) menjadi takut sampai saat ini.
4)Seram atau Ceram dimaknai oleh sebagian besar Orang Maluku sebagai wilayah dan
manusia yang menyeramkan, menakutkan, dan lainnya yang identik. Makna Seram
dapat dilihat pada Bab IV.
5)Kehidupan manusia yang masih primitif, liar, kotor, meyeramkan, menakutkan, tidak
2
Pendahuluan
7)Pertentangan pendapat di kalangan Orang Maluku mengenai Orang Bati berada pada
2 (dua) kutub yang sangat berbeda yaitu, Orang Bati itu dianggap ada dan Orang Bati
tidak ada, Orang Bati itu adalah orang jahat dan orang baik, Orang Bati itu sering
menolong orang lain dan orang Bati sering menyusahkan orang lain, dan sebagainya.
3
Esuriun Orang Bati
8)Orang Seram dikenal oleh Orang Maluku sebagai orang-orang yang sangat kuat
memegang rahasia, maupun menyembunyikan rahasia terhadap orang luar. Orang
Seram di mata Orang Maluku dikenal sebagai orang yang memilih mati dengan rahasia.
9)Waktu itu orang tua-tua berceritera tentang peristiwa kehadiran orang ilang-ilang
(hilang-hilang) pada malam hari dalam wilayah petuanan Negeri Siri Sori Serani. Ada
warga yang berusaha mengejar orang tersebut, tetapi tidak berhasil ditangkap. Orang
yang dikejar kemudian bisa melarikan diri secara cepat kemudian menghilang ibarat
ditelan bumi. Peristiwa seperti ini kemudian nama Orang Bati mulai dituduh sebagai
pelaku. Setelah muncul nama Orang Bati maka secara diam-diam isu yang fenomenal
ini menjadi reda dan hilang dari pembicaraan orang tua-tua.
4
Pendahuluan
kuasaan) Negeri Siri Sori Serani. Saat itu peneliti sedang membersihkan
rumput yang terdapat di kintal 10) pada pagi hari. Diskusi serius dari
orang tua-tua dengan fokus kemunculan orang ilang-ilang (hilang-
hilang) ternyata tidak tuntas karena mereka kaitkan dengan nama
Orang Bati. Timbul pertanyaan dalam hati dan pikiran peneliti yaitu,
ada apa sebenarnya dengan orang ilang-ilang (hilang-hilang), mengapa
mereka menyebut nama Orang Bati di Seram. Orang tua-tua me-
ngatakan bahwa jang saloro sebab Seram masih gelap 11); (2) Secara tidak
sengaja pada bulan September 1976, peneliti berjumpa dengan orang
tua bernama bapak DaKe. Ia baru datang dari Seram. Penuturan bapak
DaKe pada peneliti tentang kehidupan Orang Seram, khususnya Orang
Bati ternyata berbeda dengan ceritera orang tua-tua sebelumnya.
Setelah peneliti membandingkan penuturan orang tua-tua di Negeri
Siri Sori Serani dengan penuturan bapak DaKe mengenai kehidupan
Orang Bati ternyata hakikatnya tidak sama 12). Ungkapan bapak DaKe
pada peneliti bahwa informasi orang tua-tua mengenai kehidupan
Orang Seram, dan khususnya Orang Bati ibarat telepon tali hulaleng 13).
Artinya tanah pekarangan milik marga atau klen yang terdapat di sekitar rumah.
10)
Kintal biasanya ditanami dengan jenis tanaman umur pendek seperti cabe, terong,
sayur-sayuran, dan lainnya. Kintal milik marga yang tidak ditanami biasanya di-
manfaatkan oleh anak-anak kecil untuk tempat bermain.
11)Maknanya yaitu, tidak boleh pergi ke Pulau Seram sembarangan, sebab Pulau Seram
Bati itu ada. Negeri Orang Bati juga ada. Mereka adalah penduduk asli Pulau Seram.
Untuk mencari dan menemukan Orang Bati tidak mudah. Suatu waktu kamu akan
menemukan Orang Bati. Bapak DaKe mengatakan pada peneliti bahwa semua ceritera
orang luar mengenai Orang Bati belum tentu benar, bahkan ada indikasi kuat bahwa
ceritera mengenai Orang Bati tersebut tidak benar, karena pengalaman hidupnya
dengan Orang Seram, termasuk Orang Bati tidak seperti itu.
13)Makna tali hulaleng yaitu sumber ceritera yang disampaikan berindikasi tidak benar,
karena talinya ada tetapi tidak bisa mengantarkan bunyi ke telinga pendengar.
5
Esuriun Orang Bati
Dong (mereka) hanya bisa sinoli 14), atau istilah umum yang digunakan
Orang Ambon-Maluku yaitu kewel 15) karena tidak mengalami sendiri.
Berdasarkan informasi tersebut, peneliti makin percaya pada pe-
nuturan bapak DaKe karena ia memiliki pengalaman bergaul selama 39
tahun dengan Orang Seram. Ungkapan bapak DaKe yang menguatkan
pendirian peneliti saat itu adalah Orang Bati itu ada di mana-mana,
tetapi tidak mudah untuk bertemu dengan mereka. Ia mengatakan
pada peneliti, kalau umur panjang suatu waktu ia akan mengantarkan
peneliti ke Negeri Orang Bati di Seram. Dalam perkembangannya, niat
peneliti bersama bapak DaKe untuk datang ke Negeri Orang Bati tidak
dapat diwujudkan, karena bapak DaKe berpamitan untuk pergi ke
Ambon dan selanjutnya peneliti memperoleh informasi dari keluarga
di Ambon bahwa bapak DaKe telah meninggal dunia pada bulan
Oktober 1978 di Negeri Tuni-Pulau Ambon. Sebelum kami berpisah
pada tahun 1978, bapak DaKe pernah berpesan pada peneliti apabila
suatu waktu ia tidak dapat mengantarkan peneliti ke Negeri Orang Bati
di Seram, nanti cari teman dekatnya di Pulau Seram yang bernama
bapak Suriti, dan ia pasti bersedia membantu. Janji antara peneliti
dengan bapak DaKe dipegang kuat, kemudian peneliti berusaha men-
cari keberadaan bapak Suriti.
Langkah peneliti untuk memasuki Pulau Seram dengan tujuan
mencari bapak Suriti mulai dilakukan pertama kali pada 15 Oktober
1985 dengan cara menemui tokoh masyarakat di Negeri Amahai,
Kampung Hatumari, Kampung Yalahatan di Negeri Negeri Tamilou.
Lokasi tersebut dijadikan sebagai tujuan karena berdasarkan penuturan
bapak DaKe sewaktu masih hidup yaitu ia sering datang ke tempat-
tempat tersebut. Selain itu juga masyarakat di daerah ini masih me-
14)Makna sinoli yaitu campur aduk. Sinoli adalah sejenis makanan khas Orang Maluku
yang terbuat dari sari sagu yang dicampur dengan gula aren, kelapa, dan garam yang
dicampur sampai merata kemudian dimasak pada tungku api sehingga bisa dikonsumsi.
Sinoli adalah makanan yang dicampur, diaduk, tetapi enak untuk dimakan. Jadi cerita
orang yang dimaknai sebagai sinoli karena ceritera tersebut campur aduk tetapi enak di
dengar.
15)Penuturan yang dilakukan belum tentu benar karena tidak sesuai dengan kenyataan
6
Pendahuluan
miliki hubungan basudara atau gandong yang disapa bongso 16) dengan
peneliti. Sesuai tradisi dan adat-istiadat dalam relasi orang gandong
(bongso) tidak boleh membohongi basudara sendiri, karena itu adalah
pamali (tabu). Setelah peneliti menemui tokoh masyarakat di lokasi
tersebut mereka mengakui bahwa bapak DaKe sering berada di sini,
tetapi sudah lama tidak melihatnya.
Sebagian besar warga di lokasi tujuan sama sekali tidak me-
ngetahui kalau bapak DaKe telah meninggal dunia. Ada warga yang
menyarankan pada peneliti agar menanyakan informasi tersebut pada
tokoh masyarakat di Negeri Tehoru, Hatumete, Moso, Lapa, Laimu,
Werinama, Kairatu, Hunitetu, Buria, Besi, Wahai, Hote, Banggoi,
Geser, dan lainnya karena bapak DaKe sering datang ke tempat-tempat
tersebut. Usaha mencari bapak Suriti pernah mengalami hambatan
karena kondisi wilayah Pulau Seram saat itu masih sulit sarana trans-
portasi, komunikasi, dan lainnya. Hambatan lainnya yaitu konflik
sosial di Maluku yang berlangsung cukup lama sejak tahun 1999 sampai
dengan 2004. Langkah peneliti untuk mencari bapak Suriti baru
dilakukan kembali pada tanggal 14 Januari 2006 dengan lokasi tujuan
yaitu Negeri Tamilou di Seram Tengah bagian selatan.
Pada saat peneliti tiba di lokasi tersebut, tokoh masyarakat di
Negeri Tamilou memberi informasi lisan agar peneliti bisa mencari
bapak Suriti ke wilayah Hote-Banggoi yang terletak di perbatasan
Kabupaten Seram Bagian Timur dan Kabupaten Maluku Tengah.
Informasi tersebut kembali menguatkan tekad peneliti untuk mencari
bapak Suriti. Bulan Mei 2006 peneliti datang ke wilayah Hote-Banggoi.
Setelah tiga hari peneliti menelusuri wilayah pedalaman Hote-Banggoi
di Pulau Seram, ternyata peneliti belum memperoleh informasi me-
ngenai keberadaan bapak Suriti. Pada hari ke empat peneliti telah
berada di antara Sungai (Alsul) 17) Bobi dan Sungai (Alsul) Manis. Cuaca
Sapaan yang digunakan oleh masyarakat adat dari Negeri Tamilou di Pulau Seram,
16)
Hutumuri di Pulau Ambon, dan Siri Sori di Pulau Saparua sebagai Orang gandong yang
disapa bongso karena asal-usul leluhur dari satu kandungan (rahim) ibu yang sama.
17)Sungai atau Alsul adalah bahasa lokal (Minakyesu atau Minakesi) yang digunakan
Orang Bati. Sungai dalam bahasa lokal dari orang-orang yang berada di perbatasan
Kabupaten Maluku Tengah dan Seram Bagian Timur menyebutnya wai.
7
Esuriun Orang Bati
8
Pendahuluan
18)Makna dari kata ke atas yaitu ke Negeri Orang Bati, atau Tana (Tanah) Bati untuk
bertemu dengan Orang Bati.
19)Ketika bapak HaHe atau Tete Haya memberikan jawaban tersebut, peneliti mulai
hati dan pikiran peneliti saat itu. Tetapi niat peneliti untuk datang ke Negeri Orang
Bati sudah bulat, sehingga rintangan sulit apapun pasti peneliti berusaha menghadapi
dan mengatasinya karena sudah menjadi tekad peneliti untuk menemukan Orang Bati.
21)Proses tersebut dimaknai oleh peneliti sebagai inisiasi, dan dijalani selama dua tahun
yaitu dari bulan Juli 2006 sampai dengan bulan Agustus 2008.
9
Esuriun Orang Bati
10
Pendahuluan
22)Kian Darat artinya sungai yang terdapat gundukan pasir. Lokasi kediaman Orang
Bati yang berada pada wilayah adat Weurartafela memiliki pemerintahan di Negeri
Kian Darat.
23)Mengawali rapat adat pertama tanggal 15 Agustus 2008 di Tana (Tanah) Bati, Kapitan
Tana Bati mengatakan bahwa maforu tata anak esuriun damul nai wanu tana (Nusa Ina
panggil pulang anak cucu Alifuru). Maknanya yaitu Nusa Ina (Pulau Ibu) atau Seram
telah memanggil pulang anak cucu Alifuru untuk membangun, karena membangun
Maluku dan mengabaikan Seram tidak ada artinya. Seram memiliki sejarah yang sangat
penting bagi Orang Maluku, karena ale deng beta dari sana. Tetapi selama ini Seram
menjadi terlupakan, bahkan terabaikan.
11
Esuriun Orang Bati
24)Roina Kakal adalah Bahasa Minakyesu atau Minakesi yang digunakan Orang Bati
untuk menyapa saudara mereka sebagai orang satu asal, dan memiliki makna yang
identik dengan sapaan orang basudara. Basudara artinya orang yang memiliki hubung-
an darah (genealogis). Sapaan ini dijumpai pada Orang Maluku yang memiliki relasi
dalam Pela, Gandong di Maluku Tengah dan Ambon, Ain nin ain di Kei, Duan Lola di
Maluku Barat Daya, Wari atau Waliu di Seram Selatan, Laham di Seram Utara, dan
lainnya pada lingkungan masyarakat adat di Maluku.
25)Alifuru terdiri dari dua kata yaitu Alif yang artinya Awal dan Uru yang artinya
manusia. Makna dari Alifuru yaitu Manusia Awal. Dalam kosmologi Orang Seram,
Alifuru adalah Manusia Awal yang diciptakan oleh Mahakuasa Pencipta Alam Semesta
dan Manusia yaitu seorang perempuan (Ibu atau Ina) di Pulau Seram atau Nusa Ina
(Pulau Ibu). Namun dalam interaksi sosial dikalangan Orang Maluku, sebutan Alifuru
seringkali dimaknai sebagai stigma (anggapan negatif) sebagai orang atau manusia yang
menakutkan, menyeramkan, jahat, dan lainnya yang identik dengan itu. Stigma
Alifuru yang dikemukakan orang luar terhadap Orang Seram sebenarnya merupakan
strategi untuk melindungi Pulau Seram atau Nusa Ina (Pulau Ibu) sebagai “Pulau Suci
Berkelimpahan” agar orang luar merasa takut untuk masuk ke wilayah Pulau Seram
atau Ceram secara leluasa untuk melakukan penaklukan terhadap suku dan wilayah
karena Seram atau Ceram disteriotipkan sebagai wilayah dan manusia yang me-
nyeramkan, menakutkan.
12
Pendahuluan
13
Esuriun Orang Bati
26)Artinya
pemimpin perang pada setiap kelompok marga atau suku, adalah istilah khas
Alifuru Seram, dan sebutan Kapitan bukan istilah yang diadopsi dari luar. Penamaan
tersebut diketahui melalui Esuriun Orang Bati yang dilakukan oleh keturunan Alifuru
Seram yaitu Alifuru Bati atau Orang Bati setelah berakhirnya evolusi daratan Seram
(daratan Seram Timur mulai kering). Artinya Esuriun Orang Bati telah dilakukan jauh
sebelum kedatangan bangsa-bangsa lain ke wilayah Maluku.
27)Esuriun terdiri dari 2 (dua) kata yaitu Esu = Hutan, dan Riun = Ribuan. Esuriun
artinya kisah ribuan manusia (Alifuru) yang turun dari hutan dan gunung (madudu
atamae yeisa tua ukara) pada masa lampau untuk menjaga dan melindungi hak milik
untuk bertahan hidup (property protection for survival strategy) seperti manusia,
tanah, hutan, gunung, pohon, adat, budaya, identitas, dan sebagainya.
14
Pendahuluan
15
Esuriun Orang Bati
16
Pendahuluan
terbatas. Akibat isolasi geografi, kondisi alam yang tidak ramah, dan
menguatnya stigma (anggapan negatif) menyebabkan Orang Bati men-
jadi terasing dengan dunia luar sampai saat ini.
Esuriun Orang Bati memiliki multi fungsi dan peran untuk ber-
tahan hidup (survive) dan mewujudkan eksistensi Orang Bati. Strategi
menguasai wilayah kekuasaan atau watas nakuasa sebagai ruang hidup
melalui kisah nyata turunnya Alifuru Bati atau Orang Bati dari hutan
dan gunung (madudu atamae yeisa tua ukara) untuk mewujudkan
eksistensi Orang Bati sebagai manusia maupun suku-bangsa telah me-
nempatkan manusia sebagai pagar (sirerun) dengan batas yaitu bahasa,
adat-istiadat, identitas, dan lainnya yang sama dalam satu konsep yaitu
Esuriun Orang Bati. Strategi yang digunakan melalui Esuriun Orang
Bati ternyata memberi ruang yang leluasa untuk berkomunikasi
dengan bahasa lokal (bahasa Minakyesu atau Minakesi) yang sama ber-
arti di situlah adalah batas wilayah kekuasaan (watas nakuasa) Orang
Bati. Strategi menentukan batas wilayah adat dengan cara menempat-
kan manusia dan adat sebagai benteng berarti merupakan strategi
melindungi hak milik yaitu manusia, tanah, idntitas, dan lainnya yang
dilakukan secara damai. Strategi ini tidak menimbulkan kekerasan pada
orang lain karena pengalaman hidup yang dijalani oleh kelompok sosial
Patasiwa dan Patalima sering bermusuhan. Kelompok Patasiwa dan
Patalima di Tana (Tanah) Bati dapat menyatu sebagai roina kakal
sebagai orang satu asal yaitu keturunan Alifuru atau Alifuru Ina.
Terintegrasinya kelompok sosial Patasiwa dan Patalima di Tana
(Tanah) Bati melalui adat Esuriun Orang Bati yang berlangsung secara
kultural dimaksudkan untuk mewujudkan integrasi eksistensial se-
hingga jati diri (identitas) Orang Bati sebagai manusia maupun suku-
bangsa (kelompok etnik) di Seram-Maluku diakui oleh orang luar.
Dalam interaksi sosial di Maluku, tampak bahwa nama Orang Bati
sering digunakan oleh orang luar sebagai wacana dan mekanisme
untuk meredam konflik maupun pertikaian antar kelompok (Patasiwa
dan Patalima) yang seringkali terlibat konflik dan pertikaian. Kondisi
yang sering melanda kelompok sosial Patasiwa dan Patalima di Maluku
oleh Colley (1961 : 120) yaitu mereka sering bermusuhan karena
17
Esuriun Orang Bati
18
Pendahuluan
Orang Bati dalam wilayah adat Weurartafela yaitu berkedudukan di Negeri Kian
28)
Darat. Ada juga Orang Bati yang mendiami wilayah adat Kelbarin yang berkedudukan
di Negeri Waru, dan Kwairumaratu yang berkedudukan di Negeri Kelimuri. Mereka
memiliki hubungan genealogis (hubungan darah) atau basudara (roina kakal) dengan
Orang Bati, tetapi tidak menyebut diri secara langsung dengan nama Orang Bati.
19
Esuriun Orang Bati
temukan bahwa stigma yang ditujukan pada Orang Bati tidak saja ber-
dampak negatif, tetapi stigma juga memiliki dampak positif. Dampak
negatif dari stigma (anggapan negatif) yang ditujukan pada Orang Bati
sehingga nasib mereka terabaikan karena belum ada pengakuan
eksistensi Orang Bati sebagai manusia maupun sukubangsa oleh masya-
rakat. Dampak positif dari stigma pada Orang Bati yaitu wilayah atau
ruang hidup menjadi terlindungi dari serbuan orang luar untuk masuk
melakukan eksploitasi sumber daya, sehingga lingkungan untuk ber-
tahan hidup (survive) tetap lestari.
Orang Bati dianggap sebagai manusia atau orang ilang-ilang
(hilang-hilang), orang atau manusia terbang-terbang, orang atau
manusia jahat adalah salah karena itu adalah mitos yang harus diakhiri.
Akibat berkembangnya mitos tersebut maka kehidupan Orang Bati
menjadi terabaikan karena belum ada pengakuan masyarakat maupun
pihak terkait seperti pemerintah (negara) yang meragukan eksistensi
Orang Bati sebagai manusia maupun sukubangsa. Menguatnya anggap-
an negatif (stigma) terhadap Orang Bati selama ini karena belum di-
temukan informasi ilmiah yang benar mengenai kehidupan Orang Bati
yang sesungguhnya. Melalui studi ini diketahui bahwa telah terjadi
kesalahan orang luar ketika melakukan interpretasi maupun interaksi
sehingga Orang Bati dinamakan sebagai orang atau manusia ilang-ilang
(hilang-hilang), orang atau manusia terbang-terbang, orang atau
manusia jahat, orang atau manusia misteri, dan sebagainya. Sebenarnya
yang misteri adalah ceritera (penuturan) orang luar (Orang Maluku)
yang sama sekali tidak mengerti, mengetahui, dan memahami tentang
konsep "Bati" dan "Batti" dalam kehidupan Alifuru Seram.
Untuk itu perlu ditegaskan bahwa sebutan "Orang Bati" adalah
penduduk yang mendiami Pulau Seram Bagian Timur. Orang Bati me-
miliki eksistensi sebagai manusia maupun sukubangsa atau kelompok
etnik (ethnic group) karena mereka memiliki kebudayaan, teritorial,
peradaban, pemerintah, dan lainnya. Sebutan "Orang Batti" adalah
“Manusia Batti” yang memiliki kaitan dengan sistem kepercayaan
(religi) Alifuru Seram. Manusia Batti adalah leluhur (Tata Nusu Si)
yang menjadi basis tumbuhnya ideologi Batti. Tampak bahwa dalam
20
Pendahuluan
21
Esuriun Orang Bati
22