Вы находитесь на странице: 1из 35

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Indonesia telah dikenal dunia sebagai negara kepulauan terbesar yang memiliki

kondisi konstelasi geografis yang sangat strategis. Indonesia terletak pada posisi

silang dunia yaitu diantara dua benua dan dua samudera, sehingga dengan posisi

tersebut menyebabkan laut di antara pulau-pulau menjadi alur laut yang sangat

penting artinya bagi lalu lintas pelayaran nasional maupun internasional.

Disamping itu Indonesia memiliki 17.499 pulau, dengan luas perairan laut

mencapai 5,9 juta km2 dan garis pantai sepanjang kurang lebih 81 ribu km2.

Kondisi tersebut menjadikan indonesia sebagai center of gravity kawan Asia

Pasifik.

Indonesia adalah Negara Kepulauan dengan luas daerah perairan laut

mencapai 5,9 juta km2. Kondisi yang demikian mengakibat Indonesia menjadi

Negara dengan kepulaun terbesar. Hal ini tentu menjadi keuntungan tersendiri

bagi rakyat Indonesia karena hasil sumberdaya alam di perairan menjadi salah

satu sumber mata pecaharian bagi mereka. Tak hanya itu, kekayaan sumber daya

alam yang ada di perairan adalah sebuah “aset leluhur” bagi bangsa. Semua yang

ada diperairan adalah sesuatu yang menguntungkan bagi bangsa ini. Misalnya,

jenis-jenis ikan yang dimiliki bangsa namun tidak dimiliki Negara lain, 70%

jenis terumbu karang dunia ada di pulau Papua. Tak heran jika Indonesia

dijadikan icon wisata dunia. Raja Ampat di Papua saat ini menjadi sorotan mata

dunia karena keindahan pantai yang luar biasa. Pantai Kuta di Bali yang sejak

1
dahulu sudah terkenal di kancah dunia menjadi pusat wisata terbesar di

Indonesia.

Tidak dapat dipungkiri hal itu menarik keinginan negara asing untuk masuk

ke perairan Indonesia. Salah satu keputusan terpenting bagi indonesia yaitu

pengakuan terhadap bentuk Negara kepulauan dengan pengaturan dan hak

kewajibanya. Pengakuan tersebut resmi diterima oleh 117 negara dalam sidang

terakhir di Montego Bay Jamaica tanggal 10 desember 1982 dan oleh Indonesia

ditindaklanjuti dengan diterbitkanya undang undang hukum laut. Maksud

saya memilih judul “Pertahanan dan Keamanan Daerah Maritim di Indonesia”

adalah untuk menjelaskan masih lemahnya pertahanan dan keamanan Negara

kita di daerah laut sehingga sangat mudah untuk direbut oleh Negara tetangga.

Lembaga pertahanan pun masih sangat minim di daerah perbatasan Indonesia.

Maka saya ingin melampirkan masalah perebutan daerah yang telah terjadi di

Negara kita. Dan saya pun memaparkan saran sebagai warga Indonesia yang

cinta akan tanah air.

Tujuan saya adalah ingin menelsisik masalah-masalah yang terjadi di perairan

Indonesia yang mengakibatkan wilayah Indonesia sendiri direbut dan dirampas

oleh negara lain.

B. Rumusan Masalah

1) Apa pengertian pertahanan keamanan?

2) Apa pengertian maritim?

3) Bagaimana batas maritim Indonesia dengan negara lain?

4) Bagaimana permasalahan yang dihadapi kawasan laut dan perbatasan laut?

5) Bagaimana cara mengurangi konflik maritim dengan negara lain ?

2
BAB II

PEMBAHASAN

1. Pengertian Pertahanan Keamanan

1.1 Pertahanan negara disebut juga pertahanan nasional adalah segala usaha

untuk mempertahankan kedaulatan negara, keutuhan wilayah

sebuah negara dan keselamatan segenap bangsa dari ancaman dan gangguan

terhadap keutuhan bangsa dan negara.

1.2 Pertahanan Negara adalah segala usaha untuk mempertahankan kedaulatan

negara, keutuhan wilayah NKRI, dan keselamatan segenap bangsa dari

ancaman dan gangguan terhadap keutuhan bangsa dan negara. Pertahanan

negara pada hakikatnya merupakan segala upaya pertahanan yang bersifat

semesta, yang penyelenggaraannya didasarkan pada kesadaran akan hak dan

kewajiban seluruh warga negara serta keyakinan akan kekuatan sendiri untuk

kelangsungan hidup bangsa dan Negara Indonesia yang merdeka dan

berdaulat (survival of the nation and survival of the state).

1.3 Pertahanan Keamanan Negara adalah pertahanan keamanan negara Republik

Indonesia sebagai salah satu fungsi pemerintahan negara, yang mencakup

upaya dalam bidang pertahanan yang ditujukan terhadap segala ancaman dari

luar negeri dan upaya dalam bidang keamanan yang ditujukan terhadap

ancaman dari dalam negeri. (Pasal 1 UU Angka 1 Nomor 20 Tahun 1982

Tentang Ketentuan-Ketentuan Pokok Pertahanan Keamanan Negara

Republik Indonesia).

3
2. Pengertian Maritim

2.1 Negara maritim adalah negara yg sebagian besar wilayahnya

merupakan perairan, maksudnya adalah negara yg luas. Daratanya

lebih kecil dari pada luas lautnya.

2.2 Negara maritim adalah aktualisasi wawasan nusantara untuk memberi gerak

pada pola pikir, pola sikap dan pola tindak bangsa Indonesia secara bulat

dalam aktualisasi wawasan nusantara.

2.3 Menurut para ahli, negara maritim adalah negara yang berada dalam

kawasan/teritorial yang sangat luas. Negara maritim adalah negara yang

mempunyai nilai kekuasaan laut yang luas serta tersimpan berbagai kekayaan

sumber daya alam di wilayah tersebut. Negara maritim adalah negara yang

banyak dikelilingi oleh wilayah laut dan perairan (Miffin). Negara maritim

adalah negara negara yang sebagian besar penduduknya bekerja di wilayah

perairan (Merman).

3. Batas maritim Indonesia dengan negara lain

Indonesia sebagai negara kepulauan memiliki perairan yang berbatasan

langsung dengan negara lain. Ada 10 negara tetangga yang perairannya berbatasan

langsung dengan wilayah Nusantara. Mereka adalah Malaysia, Singapura,

Thailand, India, Filipina, Vietnam, Papua New Guinea, Australia, Republik Palau

dan Timor Leste. Untuk menegakkan kedaulatan dan hukum di wilayah

yurisdiksi Indonesia diperlukan penetapan batas-batas maritim secara lengkap.

Penetapan batas ini dilakukan berdasarkan ketentuan Hukum Laut Internasional,

yang diatur dalam Konvensi PBB tentang Hukum Laut (UNCLOS 1982) yang

telah diratifikasi pemerintah Indonesia melalui UU No 17 tahun 1985.

4
Permasalahan batas laut merupakan hal mendasar yang seharusnya segera di

selesaikan dan disepakati oleh kedua negara. Bukan dengan saling menangkap

kapal atau saling klaim wilayah perairan. Sebagai Negara kepulauan, Indonesia

seharusnya lebih proaktif dalam penyelesaian batas laut dengan Negara tetangga,

dengan demikian adanya keinginan untuk menjadikan Indonesia sebagai Negara

Maritim yang kuat bisa terealisasi. Dari beberapa batas laut Indonesia dengan

Negara tetangga, ada Sembilan batas laut yang memiliki kerawanan konflik antar

negara. Indonesia Maritime Magazine mencoba untuk mengulas permasalahan

batas laut tersebut.

3.1 Indonesia-Malaysia

Garis batas laut wilayah antara Indonesia dengan Malaysia adalah garis

yang menghubungkan titik-titik koordinat yang ditetapkan berdasarkan

kesepakatan bersama di Kuala Lumpur, pada 17 Maret 1977.

Berdasarkan UU No 4 Prp tahun 1960, Indonesia telah menentukan titik

dasar batas wilayah lautnya sejauh 12 mil. Sebagai implementasi dari UU

tersebut, beberapa bagian perairan Indonesia yang jaraknya kurang dari 12

mil laut, menjadi laut wilayah Indonesia. Termasuk wilayah perairan yang

ada di Selat Malaka.

Pada Agustus 1969, Malaysia juga mengumumkan bahwa lebar laut

wilayahnya menjadi 12 mil laut, diukur dari garis dasar yang ditetapkan

menurut ketentuan-ketentuan konvensi Jenewa 1958 (mengenai Laut

Wilayah dan Contigous Zone). Sehingga timbul persoalan, yaitu letak garis

batas laut wilayah masing-masing negara di Selat Malaka (di bagian yang

sempit) atau kurang dari 24 mil laut.

5
Adapun batas Landas Kontinen antara Indonesia dan Malaysia

ditentukan berdasarkan garis lurus yang ditarik dari titik bersama ke titik

koordinat yang disepakati bersama pada 27 Oktober 1969. Atas

pertimbangan tersebut, dilaksanakan perundingan (Februari-Maret 1970)

yang menghasilkan perjanjian tentang penetapan garis Batas Laut Wilayah

kedua negara di Selat Malaka. Penentuan titik koordinat tersebut ditetapkan

berdasarkan Garis Pangkal masing-masing negara.

Dengan diberlakukannya Konvensi Hukum Laut Internasional 1982,

maka penentuan titik dasar dan garis pangkal dari tiap-tiap negara perlu

diratifikasi berdasarkan aturan badan internasional yang baru. Selama ini

penarikan batas Landas Kontinen Indonesia dengan Malaysia di Perairan

Selat Malaka berpedoman pada Konvensi Hukum Laut 1958.

MoU RI dengan Malaysia yang ditandatangani pada 27 Oktober 1969

yang menetapkan Pulau Jara dan Pulau Perak sebagai acuan titik dasar

dalam penarikan Garis Pangkal jelas jelas merugikan pihak Indonesia,

karena median line yang diambil dalam menentukan batas landas kontinen

kedua negara tersebut cenderung mengarah ke perairan Indonesia.

Tidak hanya itu, Indonesia juga belum ada kesepakatan dengan pihak

Malaysia tentang ZEE-nya. Penentuan ZEE ini sangat penting dalam upaya

pengelolaan sumberdaya perikanan masing-masing negara. Akibat belum

adanya kesepakatan ZEE antara Indonesia dengan Malaysia di Selat Malaka,

sering terjadi penangkapan nelayan oleh kedua belah pihak. Hal ini

disebabkan karena Malaysia menganggap batas Landas Kontinennya di

Selat Malaka, sekaligus merupakan batas laut dengan Indonesia. Hal ini

6
tidak benar, karena batas laut kedua negara harus ditentukan berdasarkan

perjanjian bilateral.

Berdasarkan kajian Dinas Hidro-Oseanografi TNI AL, batas laut

Indonesia dan Malaysia di Selat Malaka seharusnya berada di median line

antara garis pangkal kedua negara yang letaknya jauh di sebelah utara atau

timur laut batas Landas Kontinen. Berdasarkan ketentuan UNCLOS-82,

sebagai coastal state, Malaysia tidak diperbolehkan menggunakan Pulau

Jara dan Pulau Perak sebagai base line yang jarak antara kedua pulau

tersebut lebih dari 100 mil laut.

Jika ditinjau dari segi geografis, daerah yang memungkinkan rawan

sengketa perbatasan dalam pengelolaan sumber-sumber perikanan adalah di

bagian selatan Laut Andaman atau di bagian utara Selat Malaka. Beberapa

contoh persengketaa Indonesia-Malaysia, yaitu :

3.1.1 Indonesia Vs Malaysia-Fenomena Perbatasan Negara Berdaulat

Berbicara soal batas wilayah yang memisahkan satu negara

dengan negara lain merupakan permasalahan yang sangat konflek

sekali. Tidak jarang hampir disetiap negara sering terjadi konflik

antar negara lebih banyak terfokus pada persoalan perbatasan.

Pada peraturan dan perundangan-undangan Dewan Keamanan

PBB tentang pengaturan dan kesepakatan perbatasan wilayah negara

di dunia menyebutkan bahwa perbatasan adalah garis khayalan

yang memisahkan dua atau lebih wilayah politik atau yurisdiksi

seperti negara, negara bagian atau wilayah subnasional.

7
Perbatasan yang terdapat di daratan suatu wilayah biasanya

ditandai dengan tanda-tanda patok atau tugu yang sudah menjadi

kesepakatan bersama antara pemerintah negara-negara yang

memiliki batas satu daratan dengan bukti kesepakatan yang

ditandatangani bersama dibawah naungan Dewan Keamanan PBB

yang menangani tentang perbatasan suatu batas negara berdaulat.

Selain ditandai dengan patok atau tugu, perbatasan batas wilayah

negara berdaulat bisa juga ditandai dengan bentangan memanjang

bangunan berbentuk pagar batas yang tentunya berdasarkan

kesepakatan bersama pula.

Sementara itu yang masih sangat sulit untuk ditandai dan

dibuktikan dengan tanda yang akurat dan identik adalah soal tanda

batas perbatasan wilayah yang memisahkan satu negara dengan

negara lain yang berhubungan dilautan lepas dan batas wilayah

penerbangan. Disinilah yang sering kali terjadi konflik antar negara

dan warga perbatasan.

Di Indonesia sendiri soal perbatasan antar wilayah batas negara

dengan negara tetangga lainnya hingga sekarang masih belum

terselesaikan dengan tuntas. Pesoalan perbatasan di Indonesia

dengan negara-negara tetangganya sering kali terjadi kesalah

pahaman, dan hal itu sering terjadi pelanggaran yang banyak

dilanggar oleh negara-negara tetangga, seperti batas wilayah

perbatasan antara Indonesia Malaysia, Indonesia Singapura,

8
Indonesia Philipina, Indonesia Papuanugini, Indonesia Timor Leste,

dan Indonesia Australia.

Pelanggaran perbatasan batas suatu negara sering terjadi

dilakukan oleh tingkah laku politik berkepentingan oleh salah satu

negara perbatasan yang melibatkan warga masyarakat di perbatasan,

militer dan perubahan peta perbatasan yang sepihak oleh negara

yang menginginkan suatu perluasan wilayah yang banyak memiliki

kandungan sumber alam.

Di Indonesia sendiri hal tersebut diatas sering terjadi semacam

itu, dan biasanya selalu dimulai dengan provokasi ganda yang

dilakukan oleh negara tetangganya. Baik dengan cara penyerobotan

batas wilayah perbatasan dengan invansi militer, penghilangan tanda

bukti batas perbatasan, pembangunan ilegal sebuah bangunan atau

kawasan yang dibangun melebihi batas negara yang telah disepakati,

atau juga adanya perubahan peta perbatasan yang sepihak yang

dilakukan oleh negara bersangkutan (salah satu negara tetangga yang

berkeinginan untuk memperluas wilayah teritorialnya dengan

melakukan perubahan peta internasional soal tanda batas garis

perbatasan wilayah negara secara ilegal dan sepihak).

3.1.2 Malaysia Pelanggar Perbatasan Indonesia Terbayak

Ditahun 2008-2009, pelanggaran perbatasan nagara Indonesia

dengan negara tetangganya sering banyak dilanggar oleh Malaysia.

Ini terbukti dengan adanya pelanggaran perbatasan wilayah negara

9
masih terus dilakukan oleh negara tetangga. Malaysia yang paling

sering melakukan pelanggaran batas wilayah RI.

Hal itu terungkap pada rapat kerja (raker) Komisi I dengan

menteri-menteri di jajaran Politik, Hukum dan Keamanan

(Polhukam), di Jakarta, Senin (2 Maret 2009). Menko polhukam

Widodo AS (pada masa kepemimpinan Presiden Susilo Bambang

Yudhoyono periode I) itu memaparkan tentang berbagai

pelanggaran terhadap wilayah RI yang terjadi dalam kurun waktu

Januari hingga Desember 2008.

Dari catatan Kementrian Polhukam, Provinsi Kalimantan Timur

adalah wilayah RI yang paling sering mengalami pelanggaran

wilayah oleh negara lain. Untuk pelanggaran wilayah perbatasan

perairan Indonesia, di perairan Kalimantan Timur dan seputar Laut

Sulawesi telah terjadi 21 kali pelanggaran oleh Kapal Perang

Malaysia dan enam kali oleh Kapal Polisi Maritim Malaysia.

Sementara di perairan lainnya sebanyak tiga kali, ucapnya.

Dalam raker yang juga dihadiri Menteri Pertahanan, Kepala BIN,

Jaksa Agung, Panglima TNI dan Kapolri itu, Widodo

mengungkapkan, pelanggaran wilayah perbatasan udara paling

banyak terjadi juga di wilayah Kalimantan Timur.

Selama 2008, terjadi 16 kali pelanggaran wilayah udara di

Kaltim, sebutnya. wilayah lain yang juga mengalami pelanggaran

kedaulatan udara antara lain tiga kali di Papua, dua kali di wilayah

Selat Malaka dan tujuh kali di wilayah-wilayah lain di Indonesia.

10
Sementara untuk pelanggaran wilayah darat, diantaranya berupa

pemindahan patok-patok batas wilayah di Kalimantan Barat.

Pemindahan patok batas terjadi di Sektor Tengah, Utara Gunung

Mumbau, Taman Nasional Betung Kerihun, Kecamatan Putu Sibau,

serta Kabupaten Kapuas Hulu, kata Widodo. Selain itu, mantan

Panglima TNI ini melanjutkan, pelanggaran wilayah perbatasan darat

juga dilakukan oleh para pelintas batas yang tidak memiliki

dokumen yang sah.

Pada raker yang dipimpin Ketua Komisi I DPR Theo L

Sambuaga itu, Widodo juga menjelaskan perihal berbagai tindakan

atas pelanggaran kedaulatan wilayah RI. Untuk pelanggaran wilayah

darat, Departeman Luar Negeri RI telah mengirimkan sejumlah nota

protes ke negara pelanggar. Kasus pelanggaran wilayah darat juga

dibawa ke forum Genera Border Committe (GBC) Indonesia-

Malaysia maupun Joint Border Committe (JBC) Indonesia-Papua

Nugini. Dan untuk pelanggaran wilayah perairan dan udara nasional,

telah direspon dengan pengusiran langsung oleh satuan operasional

TNI, serta pengiriman nota protes oleh Deplu, tutur Widodo. (berita

hankam).

3.1.3 Militer Diraja Malaysia Memasuki Wilayah Perairan Indonesia Di

Ambalat

11
Ditahun 2010, tepatnya di bulan Agustus 2010 yaitu sebanyak tiga

orang petugas dari KKP ditangkap oleh polisi perairan Malaysia

setelah menangkap tujuh nalayan Malaysia yang ketahuan

menangkap ikan di wilayah perairan Indonesia. Tiga orang petugas

dari KKP kemudian ditahan di Malaysia dan mereka dibebaskan

dengan cara dibarter dengan tujuh nelayan Malaysia. Dalam

peristiwa ini spontan mendapat banyak protes dari waga negara

Indonesia, dan termasuk protes keras dikeluarkan oleh pemerintah

Republik Indonesia terhadap pemerintahan Malaysia.

Menteri Kelautan dan Perikanan Indonesia Fadel Muhammad

mengatakan Malaysia meremehkan Indonesia dengan

memperlakukan tiga petugas dari kementeriannya yang ditangkap

polisi air Malaysia kurang layak.

Sementara itu, Kepala Biro Humas Kementerian Pertahanan

Brigjen I Wayan Midhio mengatakan, pejabat di Kementerian

Pertahanan bergaul banyak dengan pejabat di Kementerian

Pertahanan maupun militer dari Malaysia.

Untuk menjaga pertahanan di wilayah perbatasan, Kementerian

Pertahanan melakukan kerja sama pertahanan dengan Malaysia

maupun dengan Singapura.

Insiden di Bintan, Kepulauan Riau yang melibatkan nelayan

Malaysia, tiga petugas Dinas Kelautan dan Perikanan serta

12
pemerintah Indonesia dan Malaysia sebenarnya menunjukkan

lemahnya pertahanan laut Indonesia.

Menurut Fadel, keamanan di laut Indonesia ditangani pasukan

dari Kementerian Kelautan dan Perikanan, Badan Koordinasi

Keamanan Laut, kepolisian, TNI Angkatan Laut, dan petugas dari

bea cukai., Fadel berharap ditangani Kementerian Politik, Hukum

dan Keamanan. Juru Bicara Kementerian Pertahanan I Wayan

Midhio mengakui perlu ada kesepakatan untuk mengatur keamanan

laut.

3.1.4 Kasus Mengenai Pertahanan dan Keamanan (Sengketa Sipadan dan

Ligitan)

Belum terlupakan dibenak kita sebagai bangsa indonesia tentang

betapa mirisnya ketika salah satu kepulauan terbaik kita direbut yang

notabennya adalah negara tetangga kita sendiri. Kasus ini bahkan

sampai di angkat dan di tangani oleh PBB. Persengketaan antara

Indonesia dengan Malaysia, mencuat pada tahun 1967 ketika dalam

pertemuan teknis hukum laut antara kedua negara, masing-masing

negara ternyata memasukkan pulau Sipadan dan pulau Ligitan ke

dalam batas-batas wilayahnya. Kedua negara lalu sepakat agar

Sipadan dan Ligitan dinyatakan dalam keadaan status status quo

akan tetapi ternyata pengertian ini berbeda. Pihak Malaysia

membangun resor parawisata baru yang dikelola pihak swasta

Malaysia karena Malaysia memahami status quo sebagai tetap

berada di bawah Malaysia sampai persengketaan selesai, sedangkan

13
pihak Indonesia mengartikan bahwa dalam status ini berarti status

kedua pulau tadi tidak boleh ditempati/diduduki sampai persoalan

atas kepemilikan dua pulau ini selesai.

Pada tahun 1976, Traktat Persahabatan dan Kerja Sama di Asia

Tenggara atau TAC (Treaty of Amity and Cooperation in Southeast

Asia) dalam KTT pertama ASEAN di pulau Bali ini antara lain

menyebutkan bahwa akan membentuk Dewan Tinggi ASEAN untuk

menyelesaikan perselisihan yang terjadi di antara sesama anggota

ASEAN akan tetapi pihak Malaysia menolak beralasan karena

terlibat pula sengketa dengan Singapura untuk klaim pulau Batu

Puteh, sengketa kepemilikan Sabah dengan Filipina serta sengketa

kepulauan Spratley di Laut Cina Selatan dengan Brunei Darussalam,

Filipina, Vietnam, Cina, dan Taiwan. Pihak Malaysia pada tahun

1991 lalu menempatkan sepasukan polisi hutan (setara Brimob)

melakukan pengusiran semua warga negara Indonesia serta meminta

pihak Indonesia untuk mencabut klaim atas kedua pulau.

Sikap pihak Indonesia yang ingin membawa masalah ini melalui

Dewan Tinggi ASEAN dan selalu menolak membawa masalah ini ke

ICJ kemudian melunak. Dalam kunjungannya ke Kuala Lumpur

pada tanggal 7 Oktober 1996, Presiden Soeharto akhirnya

menyetujui usulan PM Mahathir tersebut yang pernah diusulkan pula

oleh Mensesneg Moerdiono dan Wakil PM Anwar Ibrahim,

dibuatkan kesepakatan "Final and Binding", pada tanggal 31 Mei

1997, kedua negara menandatangani persetujuan tersebut. Indonesia

14
meratifikasi pada tanggal 29 Desember 1997 dengan Keppres Nomor

49 Tahun 1997 demikian pula Malaysia meratifikasi pada 19

November 1997.

Pada tahun 1998 masalah sengketa Sipadan dan Ligitan dibawa

ke ICJ, kemudian pada hari Selasa 17 Desember 2002 ICJ

mengeluarkan keputusan tentang kasus sengketa kedaulatan Pulau

Sipadan-Ligatan antara Indonesia dengan Malaysia. Hasilnya, dalam

voting di lembaga itu, Malaysia dimenangkan oleh 16 hakim,

sementara hanya 1 orang yang berpihak kepada Indonesia. Dari 17

hakim itu, 15 merupakan hakim tetap dari MI, sementara satu hakim

merupakan pilihan Malaysia dan satu lagi dipilih oleh Indonesia.

Kemenangan Malaysia, oleh karena berdasarkan pertimbangan

effectivity (tanpa memutuskan pada pertanyaan dari perairan

teritorial dan batas-batas maritim), yaitu pemerintah Inggris

(penjajah Malaysia) telah melakukan tindakan administratif secara

nyata berupa penerbitan ordonansi perlindungan satwa burung,

pungutan pajak terhadap pengumpulan telur penyu sejak tahun 1930,

dan operasi mercu suar sejak 1960-an. Sementara itu, kegiatan

pariwisata yang dilakukan Malaysia tidak menjadi pertimbangan,

serta penolakan berdasarkan chain of title (rangkaian kepemilikan

dari Sultan Sulu) akan tetapi gagal dalam menentukan batas di

perbatasan laut antara Malaysia dan Indonesia di selat Makassar.

3.1.5 Isu-Isu kontemporer

15
Ada beberapa isu-isu kontemporer yang menjadi perhatian kita

semua, khususnya pada masa-mas terakhir. Isu yang pertama dalah

masalah luasnya wilayah maritime atau laut yang menjadi tanggung

jawab pengamanan. Seperti yang telah kita ketahui bersama, Negara

Indonesia sudah diberikan statussebagai Negara kepulauan atau

ARCHIPELAGE COUNTRY. Sehingga hingga berdasarkan unclose

1982 , mempunyai hak hak yang diatur dalam dokumen tersebut,

indonesia sendiri sudah meratifikasi konvensi dengan Undang

Undang nomor 17 tahun 1985, yang artinya indonesia telah

mengakui menjadikannya sebagai referensi dalam ms laut

menentukan batas wilayah Indonesia. Untuk wilayah laut, Indonesia

mempunyai batas laut territorial diukur sejauh 12 mil laut dari titik

dasar (base points) yang diambil dari pulau-pulau atau diantara

pulau-pulau, sudah otomatis menjadi wilayah Negara dan disebut

perairan pedalaman. Disamping itu, Indonesia diberikan hak

berdaulat di wilayah-wilayah zona tambahan, landas kontinen, dan

zona ekonomi ekslusif. Zona tambahan adalah jalur laut sampai

selebar maksimal 24 mil laut diukur dari garis dasar laut territorial.

Landas kontinen adalah dasar laut dan tanah di bawahnya di luar laut

territorial, yang merupakan kelanjutan alamiah wilayah daratan

dibawah laut dari garis dasar laut territorial jika diluar 200 mil laut

masih terdapat daerah dasar laut yang merupakan kelanjutan alamiah

dari wilayah daratan. Sedangkan zona ekonomi eksluksif (ZEE)

adalah jalur laut di luar dan berbatasan dengan laut wilayah

16
indonesia yang meliputi dasar laut, tanah dibawahnya dan air di

atasanya dengan batas terluar 200 mil laut diukur dari garis pangkal

laut territorial.

Dengan ketentuan-ketentuan tersebut diatas, maka Indonesia

mempunai wilayah laut yang maha luas, serta dapat dimanfaatkan

untuk sebesar-besarnya kesejahteraan rakyat Indonesia, meskipun

juga menjadi tugas yang sangat berat untuk mempertahankanya.

Jumlah pulau pulau yang masuk dalam wilayah indonesia adalah

sebanyak 17.506 buah dan 2/3 wilayah indonesia adalah lautan.

Maka memang pantas bahwa indonesia disebut juga sebagai Negara

maritim.

Isu yang kedua yang akan disampaikan disini adalah

menyangkut permasalahan delimitasi atau over claim diwilayah laut.

Terdapat beberapa permasalahan yang belum dapat diselesaikan,

namum dalam tulisan ini akan disampaikan dua permasalahan yang

sangat menonjol tentang hal ini, yakni permasalahan di wilayah laut

di natuna dan di ambalat. Di wiayah perairan laut cina selatan,

pemerintah cina telah menarik garis klaim yang masuk dalam

wilayahnya, dengan apa yang disebut “nine doted line”, yaitu gari

batas berbentuk “U” termasuk kepulauan paracel dan kepulauan

spratley, yang dipublikasikan oleh pemerintah cina secara diam diam

sejak februari 1948 . Dan akhirnya pada 7 Mei 2009, pemerintah

cina mendaftarkan klaimnya secara resmi kepada PBB. Setelah itu,

beberapa negara, yaitu Filipina, Malaysia, brunei, Vietnam, dan

17
Taiwan yang juga mengklaim kepulaua paracel dan spratley,

melancarakan protes terhadap klaim tersebut. Kementeria luar negeri

indonesia telah mengadakan pertemuan kelompok ahli(PKA)

bertemakan “perkembangan di laut cina selatan dan pada tanggal 30

november 2010. Para ahli tersebut sepakat bahwa dilihat dari segi

hokum internasional, peta laut cina selatan yang dibuat oleh cina

tersebut , dikenal sebagai “nine doted line” adalah bertentangan

daengan ketentuan UNCLOS 1982. Pemerintah indonesia, meskioun

tidak mengklaim wilayah kepulauan paracel dan kepulauan spratley

juga melancarkan protes, karena garis tersebut juga masuk dalam

wilayah ZEE dan landas kontinen RI di wilayah kepulauan natuna.

Permasalahan penting berikutnya adalah masalah gangguan

maupun ancaman terhadap rakyat Indonesia yang mencari nafkah di

wilayah maritime. Ada beberapa contoh yang dapat dikemukakan

disini. Pada tahun 2001, sekelompak nelayan dari Sumatera Utara

mencari ikan di perairan perbatasa antara Indonesia dan Malaydisa di

Selat Malaka. Karena dianggap melanggar wilayah ZEE Malaysia,

mereka ditembaki secara membabi buta oleh aparat laut Malaysia,

yang mengakibatkan seorang dari mereka tewas, dan lainya seumlah

39 orang ditahan pihak Malaysia.

Isu berikutnya yang juga penting adalah illegal, unregulated and

unreported (IUU) fishing, yang masih sangat banyak terjadi

diwilayah perairan indonesia. Jumlah kapal ikan asing yang berlalu

lalang di indonesia ditaksir lebih dari seribu setiap tahunnya. Praktik

18
IUU fishing telah merugikan ekonomi Negara Indonesia secara

nyata, diperkirakan kerugian negara ditaksir sebesar Rp 80 triliun

setiap tahunya, dengan rincian rp 30 triliun dari kehilangan sumber

daya ikan dan Rp 50 triliun dari kehilangan penerimaan Negara

bukan pajak (PNBP)

Menurut Fadel Muhammad, IUU fishing telah melemahkan

pengelolaan sumbr daya perikanan di perairan indonesia dan

menyababkan beberapa sumber daya perikanan di beberapa wilayah

pengelolaan perikanan (WPP) Indonesia over fishing. Isu

kontemporer terakhir yang perlu disampaikan di sini adalah yang

menyangkut kecelakaan pelayaran di laut. Isu ini menjadi hal penting

bagi para pelaku keamanan mariitm karena angkanya masih cukup

tinggi. Sebagai contoh, jumlah kecelakaan atau musibah pelayaran

yang teradi di wilayahperairan indonesia dalam periode 2006-2010

mencapai 678 kejadian. Dari jumlah tersebut, kecelakaan tenggelam

mencapai 36,43 perse, kapal kandan 32,89 persen, terbakar atau

meledak 16,67 persen dan tubrukan 14,01 persen. Sementara jumlah

korban yang ditimbulkan mencapai 1080 orang, dengan korban

tewas sebesar 85,65 persen atau sebanyak 925 orang, dan luka-luka

sebanyak 14,35 persen atau sebanyak 155 orang.

3.2 Indonesia-Singapura

Penentuan titik-titik koordinat pada Batas Laut Wilayah Indonesia dan

Singapura didasarkan pada prinsip sama jarak (equidistance) antara dua

pulau yang berdekatan. Pengesahan titik-titik koordinat tersebut didasarkan

19
pada kesepakatan kedua pemerintah. Titik-titik koordinat itu terletak di Selat

Singapura. Isi pokok perjanjiannya adalah garis Batas Laut Wilayah

Indonesia dan laut wilayah Singapura di Selat Singapura yang sempit (lebar

lautannya kurang dari 15 mil laut) adalah garis terdiri dari garis-garis lurus

yang ditarik dari titik koordinat.

Namun, di kedua sisi barat dan timur Batas Laut Wilayah Indonesia dan

Singapura masih terdapat area yang belum mempunyai perjanjian

perbatasan. Di mana wilayah itu merupakan wilayah perbatasan tiga negara,

yakni Indonesia, Singapura dan Malaysia. Pada sisi barat di perairan sebelah

utara pulau Karimun Besar terdapat wilayah berbatasan dengan Singapura

yang jaraknya hanya 18 mil laut. Sementara di wilayah lainnya, di sisi timur

perairan sebelah utara pulau Bintan terdapat wilayah yang sama yang

jaraknya 28,8 mil laut. Kedua wilayah ini belum mempunyai perjanjian

batas laut.

Permasalahan muncul setelah Singapura dengan gencar melakukan

reklamasi pantai di wilayahnya. Sehingga terjadi perubahan garis pantai ke

arah laut (ke arah perairan Indonesia) yang cukup besar. Bahkan dengan

reklamasi, Singapura telah menggabungkan beberapa pulaunya menjadi

daratan yang luas. Untuk itu batas wilayah perairan Indonesia – Singapura

yang belum ditetapkan harus segera diselesaikan, karena bisa

mengakibatkan masalah di masa mendatang. Singapura akan mengklaim

batas lautnya berdasarkan Garis Pangkal terbaru, dengan alasan Garis

Pangkal lama sudah tidak dapat diidentifikasi.

20
Namun dengan melalui perundingan yang menguras energi kedua

negara, akhirnya menyepakati perjanjian batas laut kedua negara yang mulai

berlaku pada 30 Agustus 2010. Batas laut yang ditentukan adalah Pulau

Nipa dan Pulau Tuas, sepanjang 12,1 kilometer. Perundingan ini telah

berlangsung sejak tahun 2005, dan kedua tim negosiasi telah berunding

selama delapan kali. Dengan demikian permasalahan berbatasan laut

Indonesia dan Singapura pada titik tersebut tidak lagi menjadi polemik yang

bisa menimbulkan konflik, namun demikian masih ada beberapa titik

perbatasan yang belum disepakati dan masih terbuka peluang terjadinya

konflik kedua negara.

3.3 Indonesia-Thailand

Garis Batas Landas Kontinen Indonesia dan Thailand adalah garis lurus

yang ditarik dari titik pertemuan ke arah Tenggara. Hal itu disepakati dalam

perjanjian antara pemerintah Indonesia dengan Thailand tentang penetapan

Garis Batas Dasar Laut di Laut Andaman pada 11 Desember 1973.

Titik koordinat batas Landas Kontinen Indonesia-Thailand ditarik dari

titik bersama yang ditetapkan sebelum berlakunya Konvensi Hukum Laut

PBB 1982. Karena itu, sudah selayaknya perjanjian penetapan titik-titik

koordinat di atas ditinjau kembali.

Apalagi Thailand telah mengumumkan Zona Ekonomi Eksklusif

dengan Royal Proclamation pada 23 Februari 1981, yang isinya; “The

exclusive Economy Zone of Kingdom of Thailand is an area beyond and

adjacent to the territorial sea whose breadth extends to two hundred nautical

miles measured from the baselines use for measuring the breadth of the

21
Territorial Sea”. Pada prinsipnya Proklamasi ZEE tersebut tidak

menyebutkan tentang penetapan batas antar negara.

3.4 Indonesia-Hindia

Garis Batas Landas Kontinen Indonesia dan India adalah garis lurus

yang ditarik dari titik pertemuan menuju arah barat daya yang berada di

Laut Andaman. Hal itu berdasarkan persetujuan pada 14 Januari 1977 di

New Delhi, tentang perjanjian garis batas Landas Kontinen kedua negara.

Namun, pada beberapa wilayah batas laut kedua negara masih belum ada

kesepakatan.

3.5 Indonesia-Australia

Perjanjian Indonesia dengan Australia mengenai garis batas yang

terletak antara perbatasan Indonesia- Papua New Guinea ditanda tangani di

Jakarta, pada 12 Februari 1973. Kemudian disahkan dalam UU No 6 tahun

1973, tepatnya pada 8 Desember 1973). Adapun persetujuan antara

Indonesia dengan Australia tentang penetapan batas-batas Dasar Laut,

ditanda tangani paada 7 Nopember 1974. Pertama, isinya menetapkan lima

daerah operasional nelayan tradisional Indonesia di zona perikanan

Australia, yaitu Ashmore reef (Pulau Pasir); Cartier Reef (Pulau Ban); Scott

Reef (Pulau Datu); Saringapatan Reef, dan Browse.

Kedua, nelayan tradisional Indonesia di perkenankan mengambil air

tawar di East Islet dan Middle Islet, bagian dari Pulau Pasir (Ashmore Reef).

Ketiga, nelayan Indonesia dilarang melakukan penangkapan ikan dan

merusak lingkungan di luar kelima pulau tersebut.

22
Sementara persetujuan Indonesia dengan Australia, tentang pengaturan

Administrative perbatasan antara Indonesia-Papua New Gunea; ditanda

tangani di Port Moresby, pada 13 November 1973. Hal tersebut telah

disahkan melalui Keppres No. 27 tahun 1974, dan mulai diberlakukan pada

29 April 1974. Atas perkembangan baru di atas, kedua negara sepakat untuk

meningkatkan efektivitas pelaksanaan MOU 1974.

3.6 Indonesia-Vietnam

Pada 12 November 1982, Republik Sosialis Vietnam mengeluarkan

sebuah Statement yang disebut “Statement on the Territorial Sea Base

Line”. Vietnam memuat sistem penarikan garis pangkal lurus yang radikal.

Mereka ingin memasukkan pulau Phu Quoc masuk ke dalam wilayahnya

yang berada kira-kira 80 mil laut dari garis batas darat antara Kamboja dan

Vietnam.

Sistem penarikan garis pangkal tersebut dilakukan menggunakan 9

turning point. Di mana dua garis itu panjangnya melebihi 80 mil pantai,

sedangkan tiga garis lain panjangnya melebihi 50 mil laut. Sehingga,

perairan yang dikelilinginya mencapai total luas 27.000 mil.

Sebelumnya, pada 1977 Vietnam menyatakan memiliki ZEE seluas 200

mil laut, diukur dari garis pangkal lurus yang digunakan untuk mengukur

lebar Laut Wilayah. Hal ini tidak sejalan dengan Konvensi Hukum Laut

1982, karena Vietnam berusaha memasukkan pulau-pulau yang jaraknya

sangat jauh dari titik pangkal. Kondisi tersebut menimbulkan tumpang

tindih dengan Zona Ekonomi Eksklusif Indonesia di sebelah utara Pulau

Natuna.

23
3.7 Indonesia-Filipina

Berdasarkan dokumen perjanjian batas-batas maritim Indonesia dan

Filipina sudah beberapa kali melakukan perundingan, khususnya mengenai

garis batas maritim di laut Sulawesi dan sebelah selatan Mindanao (sejak

1973). Namun sampai sekarang belum ada kesepakatan karena salah satu

pulau milik Indonesia (Pulau Miangas) yang terletak dekat Filippina,

diklaim miliknya. Hal itu didasarkan atas ketentuan konstitusi Filipina yang

masih mengacu pada treaty of paris 1898. Sementara Indonesia berpegang

pada wawasan nusantara (the archipelagic principles) sesuai dengan

ketentuan Konvensi PBB tentang hukum laut (UNCLOS 1982).

3.8 Indonesia-Republik Palau

Republik Palau berada di sebelah Timur Laut Indonesia. Secara

geografis negara itu terletak di 060. 51” LU dan 1350.50” BT. Mereka

adalah negara kepulauan dengan luas daratan ± 500 km2.

Berdasarkan konstitusi 1979, Republik Palau memiliki yuridiksi dan

kedaulatan pada perairan pedalaman dan Laut Teritorial-nya hingga 200 mil

laut. Diukur dari garis pangkal lurus kepulauan yang mengelilingi

kepulauan.

Pulau memiliki Zona Perikanan yang diperluas (Extended Fishery

Zone) hingga berbatasan dengan Zona Perikanan Eksklusif, yang lebarnya

200 mil laut diukur dari garis pangkal. Hal itu menyebabkan tumpang tindih

antara ZEE Indonesia dengan Zona Perikanan yang diperluas Republik

Palau. Sehingga, perlu dilakukan perundingan antara kedua negara agar

terjadi kesepakatan mengenai garis batas ZEE.

24
3.9 Indonesia-Timor Leste

Berdirinya negara Timor Leste sebagai negara merdeka, menyebabkan

terbentuknya perbatasan baru antara Indonesia dengan negara tersebut.

Perundingan penentuan batas darat dan laut antara RI dan Timor Leste telah

dilakukan dan masih berlangsung sampai sekarang.

First Meeting Joint Border Committee Indonesia-Timor Leste

dilaksanakan pada 18-19 Desember 2002 di Jakarta. Pada tahap ini

disepakati penentuan batas darat berupa deliniasi dan demarkasi, yang

dilanjutkan dengan perundingan penentuan batas maritim. Kemudian

perundingan Joint Border Committee kedua diselenggarakan di Dilli, pada

Juli 2003.

4. Permasalahan yang dihadapi kawasan laut dan perbatasan laut

4.1 Belum Disepakatinya Garis-Garis Batas Dengan Negara Tetangga

Secara Menyeluruh

Beberapa segmen garis batas di laut belum disepakati secara

menyeluruh oleh negara-negara yang berbatasan dengan wilayah NKRI.

Permasalahan yang sering muncul di perbatasan laut adalah klaim negara

tetangga terhadap kawasan laut menyebabkan kerugian bagi negara secara

ekonomi dan lingkungan. Namun secara umum, titik koordinat batas

negara di laut pada umumnya sudah disepakati. Pada Batas Zona Ekonomi

Ekskluisf (ZEE) dan Batas Laut Teritorial (BLT), sebagian besar belum

disepakati bersama negara-negara tetangga. Belum jelas dan tegasnya

batas laut antara Indonesia dan beberapa negara negara tertentu serta

ketidaktahuan masyarakat, khususnya nelayan, terhadap batas negara di

25
laut menyebabkan terjadinya pelanggaran batas oleh para nelayan

Indonesia maupun nelayan asing.

4.2 Terbatasnya jumlah aparat serta sarana dan prasarana

Masalah-masalah pelanggaran hukum, penciptaan ketertiban dan

penegakan hukum di perbatasan perlu diantisipasi dan ditangani secara

seksama. Luasnya wilayah, serta minimnya prasarana dan sarana telah

menyebabkan belum optimalnya aktivitas aparat keamanan dan kepolisian.

Pertahanan dan keamanan negara di kawasan perbatasan saat ini perlu

ditangani melalui penyediaan jumlah personil aparat keamanan dan

kepolisian serta prasarana dan sarana pertahanan dan keamanan yang

memadai.

4.3 Terjadinya kegiatan-kegiatan ilegal dan pelanggaran hukum

Sebagai konsekuensi terbatasnya prasarana, sarana dan sumberdaya

manusia di bidang pertahanan dan keamanan, misalnya aparat kepolisian

dan TNI-AL beserta kapal patrolinya, telah menyebabkan lemahnya

pengawasan di sepanjang garis perbatasan di darat maupun perairan di

sekitar pulau-pulau terluar. Disamping itu, lemahnya penegakan hukum

akibat adanya kolusi antara aparat dengan para pelanggar hukum,

menyebabkan semakin maraknya pelanggaran hukum di kawasan

perbatasan. Sebagai contoh, di kawasan perbatasan laut, sering terjadi

pembajakan dan perompakan, penyelundupan senjata, penyelundupan

manusia (seperti tenaga kerja, bayi, dan wanita), maupun pencurian ikan.

26
4.4 Terbatasnya jumlah sarana dan prasarana perbatasan (PLB, PPLB,

dan fasilitas CIQS)

Keberadaan Pos Lintas Batas (PLB) dan Pos Pemeriksaan Lintas Batas

(PPLB) besert afasilitas Bea Cukai, Imigrasi, Karantina, dan Keamanan

(CIQS) sebagai gerbang yang mengatur arus keluar masuk orang dan

barang di kawasan perbatasan sangat penting. Sebagai pintu gerbang

negara, sarana dan prasarana ini diharapkan dapat mengatur hubungan

sosial dan ekonomi antara masyarakat Indonesia dengan masyarakat di

wilayah negara tetangganya. Di samping itu adanya sarana dan prasarana

perbatasan akan mengurangi keluar-masuknya barang-barang illegal.

Namundemian, jumlah sarana dan prasarana PLB, PPLB, dan CIQS di

kawasan perbatasan masih minim.

Dari berbagai dimensi tersebut diatas apabila disinergikan secara baik maka

akan dapat menciptakan suatu kekuatan laut yang tangguh (sea power), dimana

parameternya mengarah pada tiga elemen operasional yaitu unsur kekuatan

militer (fighting instruments), penggerak roda perekonomian di laut (merchant

shipping) dan pangkalan atau pelabuhan (bases).

Konsep negara maritim, adalah negara yang mampu memanfaatkan dan

menjaga wilayah lautnya. Namun disayangkan bahwa sebagai negara kepulauan

terbesar di dunia, Indonesia belum mampu memanfaatkan potensi sumber daya

laut tersebut secara maksimal. Diperlukan konsep dan strategi untuk membangun

Indonesia menjadi sebuah negara maritim yang tangguh dan berdaulat. Konsep

negara maritim tidak lepas dari pertahanan kekuatan. Jika pertahanan kuat maka

kedaulatan negarapun akan terlindungi dari ancaman luar. TNI angkatan laut

27
merupakan salah satu alat negara yang memiliki tugas terkait dengan keamanan

wilayah laut sesuai amanat undang -undang.

5. Solusi Permasalahan

Mengingat kasus-kasus perbatasan Indonesia yang begitu marak, maka berikut

beberapa solusi yang dapat ditempuh pemerintah dalam mengurangi konflik

perbatasan maritim:

5.1 Segera menuntaskan berbagai perbatasan maritim dan darat dengan Negara

tetangga, baik melalui persetujuan bilateral, maupun trilateral, ataupun

dengan mendepositkan koordinat-koordinat titik-titik dan garis-garis

pangkal perairan kepulauan Indonesia ke PBB (sudah dideposit)

5.2 Menyempurnakan ketentuan-ketentuan Indonesia tentang ALKI, terutama

tentang ALKI Timur-Barat

5.3 Menyelesaikan dan menyempurnakan berbagai ketentuan perundang-

undangan Indonesia di wbidang kewilayahan dan kewenangannya di laut,

termasuk batas-batas maritim, sepertipenentuan perairan pedalaman

Indonesia, pemahaman garis-garis pangkal lurus nusantara Indonesia yang

telah didaftarkan di PBB, penentuan batas terluar continental margin

Indonesia, serta membela kepentingan-kepentingan Indonesia di laut bebas

dan di dasar laut internasional

5.4 Meningkatkan kemampuan Indonesia di bidang penegakan hokum,

pertahanan, penelitian ilmiah kelautan, ilmu pengetahuan dan teknologi

guna dapat memanfaatkan kekayaan alam di laut dan melindungi

lingkungan laut demi kepentingan perkembangan dan pembangunan

Indonesia

28
5.5 Perbaikan kehidupan masyarakat khususnya di daerah perbatasan, serta

perbaikan dan peningkatan kemampuan alat-alat Negara, dan

menghilangkan korupsi dan penyelewengan

5.6 Sosialisasi yang luas di kalangan masyarakat perbatasan, baik darat maupun

laut, tentang batas-batas Negara dan perlunya masyarakat menghormati

batas-batas tersebut serta membantu aparat Negara mengamankan daerah

perbatasan, yang disamping penting untuk Negara secara keseluruhan, juga

penting bagi masyarakat perbatasan sendiri.

5.7 Menghormati dan mengatur lintasbatas antar etnik di daerah perbatasan

sehingga lebih berpotensi kerja sama daripada berpotensi konflik.

5.8 Aparat pemerintah, baik pusat maupun daerah, perlu memahami berbagai

ketentuan hukum internasional mengenai kewilayahan dan kewenangan,

termasuk kelautan dan berbagai perjanjian perbatasan serta kerja sama

bilateral, regional, maupun internasional, yang berkaitan dengan

pengamanan perbatasan, baik di darat, laut termasuk dasar laut, maupun di

udara, dan lebih meningkatkan pemahaman dan penanganan masalah

perbatasan yang lebih terpadu antar berbagai instansi terkait baik vertical,

maupun horizontal.

5.9 Memanfaatkan dan memberdayakan kemampuan pelaut dan nelayan-

nelayan Indonesia untuk membantu alat-alat Negara dalam mengamankan

dan menegakkan hokum di wilayah dan kawasan laut serta udara Indonesia

melalui suatu system informasi yang terpadu

5.10 Menjamin penggunaan laut bagi kuat sendiri dan mencegah penggunaan

laut oleh lawan

29
5.11 Memutus GPLlawan serta mencegah dan meniadakan berbagai bentuk

ancaman aspek laut

5..12 Ops Laut sehari-hari dan Ops Siaga Purla dengan didukung kuat oleh TNI

AU

30
BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan

Peningkatan kerja sama dengan negar tetangga dalam menentukan batas

Negara,dapat dilakukan pertama dengan mengusahakan dan merundingkan batas-

batas Negara secara jelas. Sepanjang perbatasan laut, mengingat sudah ada

perjanjian-perjanjian di zaman colonial, maka usaha uang perlu dilakukan adalah

melakukan survei memetakan, dan menetapkan batas-batas dengan patok-patok

perbatasan yang jelas di daaerah perbatasan laut melalui perundinagn dan

kerjasama dengan Negara-negara tetangga yang bersangkutan.

Sepanjang yang bersangkutan dengan batas laut, maka batas-batas tersebut,

sepanjang ada kaitannya dengan Negara-negara tetangga, juga harus ditetapkan

berdasarkan persetujuan dengan Negara-negara tetangga, khususnya batas-batas

Laut Wilayah, Zona Tambahan, Zonan Ekonomi Ekslusif (ZEE), dan Landas

Kontinen. Batas-batas maritim Indonesia ke laut bebas dapat dilakukan sendiri

oleh Indonesia dengan memperhatikan ketentuan Hukum Internasional dan

ketentuan Hukum Laut Internasional.

Pengawasan wilayah Indonesia, baik darat, laut maupun udara serta dasar

laut, adalah kewenangan Indonesia sendiri. Demikian pla halnnya denagn

pengawasan kegiatan-kegiatan, baik nasional maupun internasional, di Zona

Berdekatan, ZEE, dan Landas Konitnen adalah wewenang Indonesia sendiri.

Walaupun demikian, pengawasan atas daerah-daerah perbatsan memang

memerlukan kerja sama dan koordinasi dengan nengara-negara agar pengawasan

yang dilakukan oleh Indonesia dapat memperoleeh hasil maksimal. Dalam

31
beberapa hal, pengawasan tersebut dapat dilakukan melalui kerja sama

coordinated patrol, joint patrol, joint exercise, exchanghe of intelligence, dan

dalam hal-hal tertentu mlah juga bisa melalui kesepakatan tentang hot pursuit.

Pengembangan kerja sama ekonomi lintas batas, saling mengunjungi antara

penduduk perbatasan, serta hubungna social budaya lainnya harrus tetap

terpelihara dan diawasi melalui kerja sama lintas batas antar Negara tetangga, baik

yang menyangkut bidang imigrasi, bea cukai, maupun keamanan dan pertahanan.

Sudah banyak kegiatan yang dilakukan untuk menentukan perbatasan

maritim Indonesia, tetapi belum ada kesepakatan menyeluruh tentang batas-batas

maritim Negara di laut.

Penentuan perbatasan ZEE dengan Negara tetangga ASEAN tidak

mempelihatkan perkembangan berarti. Persetujuan Indonesia-Australia mengenai

batas ZEE di Laut Arafura , Laut Timur, dan samudra Hindia tahun 1997 sampai

sekarang belum diratikasi oleh Indonesia dan Australia karena alasan yang tidak

jelas. Barangkali persetujuan ini memerlukan revisi di tempat tertentu.

Usaha-usaha penegkan hukum dan kedaulatan di wilayah Indonesia,

khususnya wilayah laut dan udara yang semakin bertambah luas masih sangat

memprihatinkan antara lain karena sangat minimnya anggaran belanja pertahanan

dan keamanan hukum, masih lemahnya koordinasi dan kerja sama antara

pemerintah dengan pembela hukum, masih maraknya kasus korupsi yang

mengambil dana untuk perbaikan ketahanan Negara Indonesia ini.

Usaha-usaha menyempurnakan system pemanfaatan kelautan dan perundang-

undangan yang menyangkut kelautan tetap berlanjut, walapun belum

32
memperlihatkan hasil yang tuntas, konservasi dan pengolahan kekayaan alam,

hubunagn pusat-daerah dan lain-lain.

Usaha-usaha meningkatkan kerja sama pengamanan dan penegakan hukum di

daerah perbatasan dengan Negara-negara tetangga memperlihatkan kemajuan-

kemajuan tertentu.

Usaha mengamankan pulau-pulau terluar Indonesia lebih banyak ditujukan

kepada usaha-usaha “simblolis” seperti pemberian nama, daripada usaha-usaha

yang sungguh-sungguh memabangun daerah dan pulau-pulau perbatsan dan

memasukkan mereka ke dalam mainstream kehidupan ekonomi politik Indonesia

secara keseluruhan.

B. Saran

Dengan kondisi keterbatasan dan kekurangan dalam ketahanan dan keamanan

maritim di Indonesia tentu pemerintah perlu segera bertindak. Oleh karena itu

kami menyarankan pemerintah melakukan beberapa hal:

1. Pemerintah perlu yakin bahwa TNI sebagai bagian dari komunitas pertahanan

negara, harus selalu berada dalam kondisi kesiapsiagaan yang tinggi agar dapat

melaksanakan tugas pokok terutama dalam mempertahankan daerah maritim

Indonesia yang sangat melimpah keanekaragaman dan kekayaan lautnya.

Sehingga anggaran pertahanan perlu diprioritaskan, dengan tetap

mengedepankan pola kontrol, efektifitas, dan efisiensi untuk meningkatkan

kualitas persenjataan dalam mempertahankan keamanan dan ketahanan

Indonesia.

33
2. Menghimbau pemerintah agar melakukan amandemen terhadap beberapa

Undang-Undang yang mengandung kelemahan mendasar yang merugikan

perekonomian nasional.

3. Meningkatkan SDM prajurit- prajurit militeragar secara perorangan atau

satuan, mampu mensosialisasikan pemahaman tentang sistem pertahanan

negaradan membangun kesadaran rakyat terhadap ancaman yang dihadapi

Negara.

4. Meningkatkan SDM Komando Kewilayahan agar mampu melaksanakan

pemberdayaan wilayah untuk mencegah munculnya aksi yang melemahkan

ketahanan nasional dan membantu meningkatkan ketahanan ekonomi dan

social budaya masyarakat dalam mendukung ketahanan nasional.

5. Membuat Undang-Undang atau sanksi yang tegas tentang perlindungan

wilayah maritime.

6. Membangun kerjasama antarnegara dalam dunia internasional dalam menjaga

pertahanan dan keamanan daerah maritime masing-masing Negara.

34
DAFTAR PUSTAKA

Gunawan, Dadang. 2012. Tantangan Kontemporer Keamanan Indonesia. Edisi 3.

Jakarta.

http://hukum.unsrat.ac.id/uu/uu_3_02.html.[Online] diakses tanggal 1 Juni 2017.

http://id.wikipedia.org/wiki/KRI_Fatahillah_%28361%29.[Online] diakses tanggal 1

Juni 2017.

http://www.kompas.com/keamanan-negara-ri/kasus-ambalat.html.[Online] diakses

tanggal 1 Juni 2017.

http://www.tugaskuliah.info/2010/03/makalah-ketahanan-nasional

pendidikan.html.[Online] diakses tanggal 1 Juni 2017.

http://www.sjdih.depkeu.go.id/fullText/2004/34TAHUN2004UU.html.[Online]

diakses tanggal 1 Juni 2017.

Muhji, H. achmad, et alle. 2007. Pendidikan Kewarganegaraan. Gunadarma:Jakarta.

Sianturi, Dohar. 2013. Keamanan Maritim. Edisi 3. Jakarta.

UU RI No 3 tahun 2002 Tentang Pertahanan Negara.

UU RI No 34 tahun 2004 Tentang Tentara Negara Indonesia.

Zubaidi, H. Achmad, dkk. 2002. Pendidikan Kewarganegaraan. Yogyakarta:

Paradigma.

35

Вам также может понравиться