Вы находитесь на странице: 1из 13

Identifikasi istilah

Sectio caesarea

Iud

I. Identifikasi Masalah
1. Apakah ada hubungan penggunaan KB dengan gejala di skenario?
2. Bagaimana mekanisme kerja IUD?
3. Apakah indikasi dan kontraindikasi IUD?
4. Mengapa tidak ada perubahan setelah berobat ke bidan?
5. Bagaimana interpretasi dari hasil pemeriksaan fisik serta mekanismenya?

II. Brain Storming


1. Apakah ada hubungan penggunaan KB IUD dengan gejala di skenario?
Ada, KB IUD merupakan faktor resiko penyebab Penyakit Radang Panggul yang memiliki gejala seperti
pada skenario yaitu keputihan patologis, nyeri perut bagian bawah, sering demam dan erosi serviks. IUD
dapat mengubah flora dan pH normal vagina sehingga memudahkan bakteri patogen berkembang secara
aktif dan dapat bergerak secara ascenden ke traktus genitalis bagian atas. Sehingga dapat menyebabkan
infeksi yang dapat mencakup endometrium, tuba fallopi, ovarium, dan peritoneum pelvis.

2. Bagaimana mekanisme kerja IUD?


1) Mengentalkan lendir di mulut rahim
2) Menghambat gerakan sperma di rahim sehingga tidak dapat menemui sel telur di tuba fallopii (tempat
terjadinya pembuahan)
3) Mencegah terjadinya penanaman sel telur apabila terlanjur dibuahi
4) Mekanisme kerja AKDR sampai saat ini belum diketahui secara pasti, ada yang berpendapat bahwa AKDR
sebagai benda asing yang menimbulkan reaksi radang setempat, dengan serbukan leukosit yang dapat
melarutkan blastokist atau sperma.
5) Sifat-sifat dari cairan uterus mengalami perubahan-perubahan pada pemakaian AKDR yang menyebabkan
blastokist tidak dapat hidup dalam uterus.
6) Produksi lokal prostaglandin yang meninggi, yang menyebabkan sering adanya kontraksi uterus pada
pemakaian AKDR yang dapat menghalangi nidasi.
7) Pergerakan ovum yang bertambah cepat dalam tuba fallopii.
8) AKDR yang mengeluarkan hormon akan mengentalkan lendir serviks sehingga menghalangi pergerakan
sperma untuk melewati kavum uteri.
9) Sebagai metode biasa (yang dipasang sebelum hubungan seksual terjadi) AKDR mengubah transportasi
tuba dalam rahim dan memepengaruhi sel telur dan sperma sehingga pembuahan tidak terjadi. Sebagai
kontrasepsi darurat (dipasang setelah hubungan suksual terjadi) dalam beberapa kasus mungkin memiliki
mekanisme yang lebih mungkin adalah dengan mencegah terjadinya implantasi atau penyerangan sel telur
yang telah dibuahi.
10) Dari penelitian-penelitian terakhir, didangka bahwa IUD juga mencegah spermatozoa membuahi sel telur
(mencegah fertilitas). Ini terbukti dari penelitian di Chili: a.Diambil ovum dari 14 wanita pemakai IUD
dan 20 wanita tanpa menggunakanan kontrasepsi. Semua wanita telah melakukan senggama sekitar waktu
ovulasi.; b.Ternyata ovum dari wanita akseptor IUD tidak ada yang menunjukkan tanda-tanda fertilitas
maupun perkembangan embrionik normal, sedangkan setengah jumlah ovum pada wanita ynag tidak
menggunakan kontrasepsi menunjukkan tanda-tanda fertilisasi dan perkembangan embrionik normal.;
c.Penelitian ini menunjukkan bahwa IUD antara lain bekerja dengan cara mencegah terjadinya fertilisasi.
11) Untuk IUD yang mengandung Cu: a.Antagonisme kationic yang spesifik terhadap Zn yang terdapat dalam
enzim carboniyc anhydrase yaitu salah satu enzim dalam traktus genitalia wanita, dimana Cu menghambat
reaksi carboniyc anhydrase sehingga tidak memungkinkan terjadinya implantasi dan juga mugkin
menghambat aktivasi alkali phosphatase.; b.Mengganggu pengambilan estrogen endogeneuse oleh
mukosa uterus.; c.Menganggu jumlah DNA dalm sel Endometrium.; d.Mengganggu metabolisme
glikogen.
12) Untuk IUD yang mengandung hormon progesteron. a.Gangguan proses pematangan proliferatif sekretoir
sehingga timbul penekenan terhadap endometrium dan terganggunya proses implantasi endometrium tetap
berada dalam fase decidual/progestational.; b.Lendir serviks yang menjadi lebih kental/tebal karena
pengaruh progestin
3. Apakah indikasi dan kontraindikasi IUD?
Indikasi:
 Usia reproduksi. Keadaan nulipara
 Menginginkan menggunakan kontrasepsi jangka panjang. *Perempuan menyusui yang
menginginkan kontrasepsi. *Setelah menyusui dan tidak ingin menyusui bayinya
 Setelah abortus dan tidak terlihat adanya infeksi *Perempuan dengan resiko renda IMS
 Tidak menghendaki metode hormonal *Tidak menyukai untuk mengingat-ingat minum pil setiap
hari *Tidak menghendaki kehamilan setelah 1-5 hari senggama

Kontraindikasi:

 Diketahui atau dicurigai hamil


 Alergi terhadap tembaga
 Memiliki IMS yang aktif atau baru terjadi tiga bulan terakhir
 Perdarahan vaginal abnormal yang belum didiagnosis
 Rongga uterus mengalami distorsi hebat sehingga pemasangan atau penempelan sulit dilakukan
 Penyakit trofoblas ganas
 TBC pelvis
4. Mengapa tidak ada perubahan setelah berobat ke bidan?
Kemungkinan pengobatan tidak adekuat, hanya melakukan pengobatan simptomatis tanpa menghilangkan
faktor penyebab atau faktor resiko lainnya, terutama IUD yang menjadi faktor resiko utama pada kasus di
skenario.
5. Bagaimana interpretasi dari hasil pemeriksaan fisik serta mekanismenya?

1) Cairan putih kekuningan mengindikasikan keputihan patologis akibat adanya mikroorganisme patogen
yang berkembang aktif.
2) Nyeri perut kanan bawah dapat diakibatkan peradangan pada organ dalam panggul, dapat berkisar dari
hanya serviks, sampai mencakup daerah yang lebih luas, yang meliputi endometrium, miometrium,
salping/tuba fallopi dan peritoneum pelvis.
3) Keluhan demam intermitten dapat diakibatkan peradangan berulang
4) Erosi serviks menunjukkan servisitis sebagai tanda adanya infeksi mikroorganisme dan
memungkinkan adanya proses asenden mikroorganisme ke traktus genitalis atas.
5) Perdarahan (+), dapat berasal dari luka serviks yang mengalami erosi

III. Rangkuman Permasalahan


KEPUTIHAN PATOLOGIS DENGAN NYERI PERUT BAWAH

PELVIC INFLAMATORY DISEASE


TUBA OVARIAN ABSCESS SALPINGITIS OOPHORITIS ENDOMETRITIS

ANAMNESIS, PEMERIKSAAN FISIK DAN PENUNJANG


DIAGNOSA KERJA PENATALAKSANAAN & KIE

IV. Learning Issue


Dari rangkuman permasalah yang dibahas, kelompok SGD 5 menarik learning issue yang akan
dibahas pada sesi 2 pada tanggal 29 Novemer 2017 adalah sbb:
1. Apa saja diagnosis banding pasien di skenario?
2. Apakah diagnosis kerja pasien di skenario?
3. Bagaimanakah penatalaksanaan dan KIE pasien di skenario?

1. Apakah diagnosis kerja pasien di skenario?


Berdasarkan hasil temuan sementara di dalam skenario, kelompok SGD 5 memilih diagnosa kerja
PID (Pelvic Inflamatory Disease) khususnya Tuba Ovarian Abscess.
a. Definisi
Pelvic Inflammatory Disease (PID) atau Penyakit Radang Panggul (PRP) adalah penyakit infeksi pada alat
reproduksi wanita bagian atas (endometrium, tuba fallopi, ovarium, atau peritoneum pelvis). PID terjadi ketika
bakteri atau organisme memasuki leher rahim dan menyebar penyakit radang panggul (PID) disebabkan oleh
infeksi yang dimulai pada vagina dan menyebar ke atas, ke uterus, tuba falopi dan panggul.
b. Etiologi
Penyakit radang panggul sebagian besar (90%) terjadi karena infeksi asenden, selebihnya dapat terjadi
karena tindakan medis, atau penyebaran limfogen atau hematogen.
PID ini paling sering disebabkan secara primer oleh penularan secara seksual. Sedangkan yang lainnya
dapat terjadi secara sekunder oleh tindakan medis seperti kuretase dan penggunaan IUD. Mikroorganisme
penyebabnya sangat beragam, tersering adalah N.gonnorhoeae, Mycoplasma genitalium, C.trachomatis.
Sedang yang lainnya adalah Peptostreptococcus.sp, M. hominis, Clostridia.sp, E. coli, Bacteroides fragilis,
Streptococcus grup B, dan Campylobacter.sp. Pada keadaan kronis mungkin disebabkan oleh Mycobacterium
tuberculosis dan Actinomyces.sp.
c. Patofisiologi
Terjadinya radang panggul dipengaruhi beberapa factor yang memegang peranan, yaitu :
1. Tergangunya barier fisiologik.
Secara fisiologik penyebaran kuman ke atas ke dalam genetalia interna, akan mengalami hambatan :
a) Di ostium uteri eksternum.
b) Di kornu tuba.
c) Pada waktu haid, akibat adanya deskuamasi endometrium maka kuman-kuman pada endometrium
turut terbuang.

Pada ostium uteri eksternum, penyebaran asenden kuman-kuman dihambat secara : mekanik, biokemik
dan imunologik.
Pada keadaan tertentu barier fisiologik ini dapat terganggu, misalnya pada saat persalinan, abortus,
instrumentasi pada kanalis servikalis dan insersi alat kontrasepsi dalam rahim (AKDR).

2. Adanya organisme yang berperan sebagai vektor.


Trikomonas vaginalis dapat menembus barier fisiologik dan bergerak sampai tuba falopii. Kuman-
kuman sebagai penyebab infeksi dapat melekat pada trikomonas vaginalis yang berfungsi sebagai vektor
dan terbawa sampai tuba Falopii dan menimbulkan peradangan ditempat tersebut. Sepermatozoa juga
terbukti berperan sebagai vector untuk kuman-kuman N.gonore, Ureaplasma ureoltik, C.trakomatis dan
banyak kuman-kuman aerobik dan anaerobik lainnya.
3. Aktivitas seksual.
Pada waktu koitus, bila wanita orgasme, maka akan terjadi kontraksi uterus yang dapat menarik
spermatozoa dan kuman-kuman memasuki kanilis servikalis.
4. Peristiwa haid.
Radang panggul akibat N. gonore mempunyai hubungan dengan siklus haid. Peristiwa haid yang siklik,
berperan penting dalam terjadinya radang panggul gonore.
Periode yang paling rawan terjadinya radang panggul adalah pada minggu pertama setelah haid. Cairan
haid dan jaringan nekrotik merupakan media yang sangat baik untuk tumbuhannya kuman-kuman N.
gonore. Pada saat itu penderita akan mengalami gejala-gejala salpingitis akut disertai panas badan. Oleh
karena itu gejala ini sering juga disebut sebagai “ Febrile Menses ”.

d. Gejala Klinis
Pemeriksaan fisik
1) Suhu tinggi disertai takikardi.
2) Nyeri suprasimfisis terasa lebih menonjol dari pada nyeri dikuadran atas abdomen.
3) Bila sudah terjadi iritasi peritoneum, maka akan terjadi “rebound tenderness”, nyeri tekan, dan kekakuan
otot perut sebelah bawah.
4) Tergantung dari berat dan lamanya keradangan, radang panggul dapat pula disertai gejala ileus paralitik.
5) Dapat disertai metroragi, menoragi.

Pemeriksaan ginekologik
1) Pembengkakan dan nyeri pada labia didaerah kelenjar Bartholini.
2) Bila ditemukan flour albus purulen, umumnya akibat kuman N. gonore. Sering kali juga disertai
perdarahan-perdarahan ringan diluar haid, akibat endometritis akuta.
3) Nyeri daerah parametrium, dan diperberat bila dilakukan gerakan-gerakan pada servik.
4) Bila sudah terbentuk abses, maka akan teraba masa pada adneksa disertai dengan suhu meningkat. Bila
abses pecah, akan terjadi gejala-gejala pelvioperitonitis atau peritonitis generalisata, tenesmus pada
rectum disertai diare.
5) Pus ini akan teraba sebagai suatu massa dengan bentuk tidak jelas, terasa tebal dan sering disangka suatu
subserous mioma.
6) Pemeriksaan inspekulo memberikan gambaran : keradangan akut serviks, bersama dengan keluarnya
cairan purulen.
7) Pecahnya abses tubo ovarial secara massif, memberikan gambaran yang khas. Rasa nyeri mendadak pada
perut bawah, terutama terasa pada tempat rupture. Dalam waktu singkat seluruh abdomen akan terasa
nyeri karena timbulnya gejala perioritas generalisata. Bila jumlah cairan purulen yang mengalir keluar
banyak akan terjadi syok. Gejala pertama timbulnya syok ialah mual dan muntah-muntah, distensi
abdomen disertai tanda-tanda ileus paralitik. Segera setelah pecahanya abses, suhu akan menuru atau
subnormal, dan beberapa waktu kemudian suhu meningkat tinggi lagi. Syok terjadi akibat rangsangan
peritoneum dan penyebaran endotoksin.
8) Anemi sering dijumpai pada abses pelvic yang sudah berlangsung beberapa minggu.
e. Diagnosa
PID sulit untuk mendiagnosis karena gejalanya sering halus dan ringan. Banyak episode PID tidak
terdeteksi karena wanita atau penyedia layanan kesehatan dia gagal untuk mengenali implikasi dari gejala-
gejala ringan atau spesifik. Karena tidak ada tes yang tepat untuk PID, diagnosis biasanya berdasarkan temuan
klinis. Jika gejala seperti sakit perut bagian bawah hadir, penyedia layanan kesehatan harus melakukan
pemeriksaan fisik untuk menentukan sifat dan lokasi rasa sakit dan memeriksa demam, cairan vagina atau
leher rahim normal, dan untuk bukti infeksi gonorrheal atau klamidia. Jika temuan menunjukkan PID,
pengobatan diperlukan. Penyedia layanan kesehatan juga dapat memerintahkan tes untuk mengidentifikasi
organisme penyebab infeksi (misalnya, infeksi klamidia atau gonorrheal) atau untuk membedakan antara PID
dan masalah lain dengan gejala yang sama.
Sebuah USG panggul adalah prosedur membantu untuk mendiagnosa PID. USG dapat melihat daerah
panggul untuk melihat apakah saluran tuba yang diperbesar atau apakah abses hadir. Dalam beberapa kasus,
laparoskopi mungkin diperlukan untuk mengkonfirmasikan diagnosis. laparoskopi adalah prosedur
pembedahan di mana suatu tabung, tipis kaku dengan ujung menyala dan kamera (laparoskop) dimasukkan
melalui sayatan kecil di perut. Prosedur ini memungkinkan dokter untuk melihat organ panggul internal dan
untuk mengambil spesimen untuk penelitian laboratorium, jika diperlukan.
Diagnosis radang panggul berdasarkan kriteria dari “Infectious Disease Society for Obstetrics & Gynecology”,
USA. 1983, ialah :
a. Ketiga gejala klinik dibawah ini harus ada :
1) Nyeri tekan pada abdomen, dengan atau tanpa rebound.
2) Nyeri bila servik uteri digerakkan.
3) Nyeri pada adneksa.
b. Bersamaan dengan satu atau lebih tanda-tanda dibawah ini :
1) Negatif gram diplokok pada secret endoserviks.
2) Suhu diatas 38º C.
3) Lekositosis lebih dari 10.000 per mm³.
4) Adanya pus dalam kavum peritonei yang didapat dengan kuldosentesis maupun laparaskopi.
5) Adanya abses pelvic dengan pemeriksaan bimanual maupun USG.
Berdasarkan rekomendasi “Infectious Disease Society for Obstetrics & Gynecology”, USA, Hager membagi
derajat radang panggul menjadi :
 Derajat I: Radang panggul tanpa penyulit (terbatas pada tuba dan ovarium ), dengan atau tanpa pelvio
– peritonitis.
 Derajat II: Radang panggul dengan penyulit (didapatkan masa radang, atau abses pada kedua tuba
ovarium) dengan atau tanpa pelvio – peritonitis.
 Derajat III: Radang panggul dengan penyebaran diluar organ-organ pelvik, misal adanya abses tubo
ovarial.
f. Penatalaksanaan
Berdasar derajat radang panggul, maka pengobatan dibagi menjadi:
1. Pengobatan rawat jalan.
Pengobatan rawat inap dilakukan kepada penderita radang panggul derajat I.
Obat yang diberikan ialah:
 Antibiotik: sesuai dengan Buku Pedoman Penggunaan Antibiotik.
- Ampisilin 3.5 g/sekali p.o/ sehari selama 1 hari dan Probenesid 1 g sekali p.o/sehari selama 1
hari. Dilanjutkan Ampisilin 4 x 500 mg/hari selama 7-10 hari, atau
- Amoksilin 3 g p.o sekali/hari selama 1 hari dan Probenesid 1 g p.o sekali sehari selama 1 hari.
Dilanjutkan Amoxilin 3 x 500 mg/hari p.o selama 7 hari, atau
- Tiamfenikol 3,5 g/sekali sehari p.o selama 1 hari. Dilanjutkan 4 x 500 mg/hari p.o selama 7-10
hari, atau
- Tetrasiklin 4 x 500 mg/hari p.o selam 7-10 hari, atau
- Doksisiklin 2 x 100 mg/hari p.o selama 7-10 hari, atau
- Eritromisin 4 x 500 mg/hari p.o selama 7-10 hari.
 Analgesik dan antipiretik.
- Parasetamol 3 x 500 mg/hari atau
- Metampiron 3 x 500 mg/hari.
1. Pengobatan rawat inap
Pengobatan rawat inap dilakukan kepada penderita radang panggul derajat II dan III.
Obat yang diberikan ialah:
 Antibiotik: sesuai dengan Buku Pedoman Penggunaan Antibiotik.
- Ampisilin 1g im/iv 4 x sehari selama 5-7 hari dan Gentamisin 1,5 mg – 2,5 mg/kg BB im/iv,
2 x sehari slama 5-7 hari dan Metronidazol 1 g rek. Sup, 2 x sehari selama 5-7 hari atau,
- Sefalosporin generasi III 1 gr/iv, 2-3 x sehari selama 5-7 hari dan Metronidazol 1 g rek. Sup
2 x sehari selama 5-7 hari.
 Analgesik dan antipiretik.
2. ATO yang pecah, merupakan kasus darurat: dilakukan laporatomi pasang drain kultur nanah
 Setelah dilakukan laparatomi, diberikan sefalosporin generasi III dan metronidazol 2 x 1 gr selama
7 hari (1 minggu)
Temuan pada skenario yang mengarah pada Tuba Ovarian Abscess yaitu:
- Sering demam (intermitten), akibat peradangan berulang
- Riwayat penggunaan IUD, sebagai predisposisi PID
- Riwayat keputihan patologis, akibat inflamasi karena perubahan lingkungan normal vagina
- Erosi serviks (tanda kemungkinan penyebaran infeksi secara ascenden)
- Nyeri abdomen bawah (regio illiaca dextra), tanda kemungkinan inflamasi pada perangkat tuba fallopi dan
atau ovarium,
- Endometritis dapat disingkirkan karena ukuran uterus normal
2. Bagaimanakah penatalaksanaan pasien di skenario?
Penatalaksanaan pasien di skenario mengikuti penatalaksanaan sesuai diagnosa kerja yaitu PID derajat II
dengan Tuba Ovarian Abscess utuh dengan gejala. Pasien harus di rawat inap dengan tatalaksana sebagai
berikut:
 Masuk rumah sakit, tirah baring posisi “semi fowler”, observasi ketat tanda vital dan produksi urine, perksa
lingkar abdomen, jika perlu pasang infuse P2 - Antibiotika massif (bila mungkin gol beta lactar) minimal
48-72 jam.
 Antibiotik: sesuai dengan Buku Pedoman Penggunaan Antibiotik.
- Ampisilin 1g im/iv 4 x sehari selama 5-7 hari dan Gentamisin 1,5 mg – 2,5 mg/kg BB im/iv, 2 x sehari
slama 5-7 hari dan Metronidazol 1 g rek. Sup, 2 x sehari selama 5-7 hari atau,
- Sefalosporin generasi III 1 gr/iv, 2-3 x sehari selama 5-7 hari dan Metronidazol 1 g rek. Sup 2 x sehari
selama 5-7 hari.
 Analgesik dan antipiretik.
 Pengawasan ketat mengenai keberhasilan terapi
 Jika perlu dilanjutkan laparatomi, SO unilateral, atau pengangkatan seluruh organ genetalia interna.
 2 hari setelah penggunaan antibiotik, IUD harus segera dilepas, untuk menghindari faktor resiko.
3.1. Kesimpulan
Jadi, dari hasil diskusi kelompok SGD, menyimpulkan bahwa pasien di skenario mengalam Pelvic
Inflammatory Disease (PID) yang disebabkan oleh faktor resiko yaitu penggunaan IUD. Untuk mengetahui
mikroorganisme penyebab harus dilakukan pemeriksaan kultur atau histopatologi. Pasien dapat ditatalaksana
menggunakan pedoman dari CDC dengan penggunaan antibiotik sebagai lini pertama, serta melakukan
pelepasan IUD.
Bagian Obstetri dan Genekologi, 1981. Genekologi. Bandung: fakultas Kedokteran Universitas Padjadjaran
Bandung
Medical Fox. 2015. Oophoritis. Diakses dari https://medicalfoxx.com/oophoritis.html
Moore S, Suzanne. 2017. Pelvic Inflammatory Disease. Diakses dari
https://emedicine.medscape.com/article/256448-overview
Centers for Disease Control and Prevention. 2017. Pelvic Inflammatory Disease. Diakses dari
https://www.cdc.gov/std/pid/stdfact-pid.htm
Royal College of Obstetricians and Gynaecologists (RCOG). Management of acute pelvic inflammatory
disease. London (UK): Royal College of Obstetricians and Gynaecologists (RCOG)
World Health Organization. Sexually transmitted infections. Diakses
dari http://www.who.int/mediacentre/factsheets/fs110/en/
DIAGNOSA BANDING DEFINISI ETIOLOGI TANDA DAN GEJALA

TUBA-OVARIAN Pembengkakan tuba-ovarium Bakteri aerob dan anaerob, Nyeri (88%), demam
ABSCESS yang ditandai dengan radang seperti Escherichia coli, (35%), massa adneksa
bernanah, baik satu tuba- Hemolytic streptococci and (35%), diare (24%),
ovarium, maupun keduanya. Gonococci, Bacteroides species mual dan muntah
dan Peptococcus, Hemophilus (18%), haid tidak teratur
influenzae, Salmonella, (12%).
actinomyces, dan Staphylococcus VT: nyeri goyang
aureus. Sekitar 92% penyebab portio, nyeri kiri dan
TOA adalah Streptococci kanan uterus atau salah
satunya, penebalan tuba
(tuba normal tidak
teraba).
Lab: leukopeni-
leukositosis, pyuria
tanpa bakteriuria, LED
naik, CRP naik.
SALPINGITIS Inflamasi tuba fallopi Mycoplasma, staphylococcus, Demam, metroragi,
steptococus, gonorrhea, menoragi, keputihan,
Chlamydia, tuberculosis, disuria, sering kencing,
kerokan, laparatomi, pemasangan nyeri abdomen.
IUD, appendiksitis. VT: sekret purulen,
nyeri goyang seviks,
nyeri adneksa nyeri.
Lab: Leukositosis, LED
naik, CRP naik
OOPHORITIS Inflamasi tunggal atau Mycoplasma, staphylococcus, Nyeri abdomen,
sepasang ovarium. steptococus gonore, Chlamydia, menoragi, dispareunia,
IUD, laparatomi, appendiksitis. sering kencing, disuria,
demam
VT: Nyeri adneksa,
sekret purulen,
Lab: Leukositosis, LED
naik, CRP naik

ENDOMETRITIS Inflamasi endometrium Campylobacter foetus, Brucella Nyeri abdomen, demam,


sp., Vibrio sp. dan Trichomonas VT: uterus membesar,
foetus, Corynebacterium nyeri perabaan, lembek,
pyogenes, Eschericia coli dan flour purulent.
Fusobacterium necrophorum Lab: Leukositosis, LED
gonorhoe, tuberculosis, tindakan naik, CRP naik
medis (IUD, abortus)

Вам также может понравиться