Вы находитесь на странице: 1из 22

Referat

Labiopalatoschizis

Pembimbing :
dr. Tri Joko, Sp. B

Disusun Oleh :
Billy Gerson
112016218

Kepaniteraan Klinik Ilmu Bedah


Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Krida Wacana
RS Mardi Rahayu
Kudus
5 Maret 2017 – 12 Mei 2018

1
BAB I

PENDAHULUAN

Labiopalatoshizis adalah Suatu kelainan kongenital dimana keadaan terbukanya bibir


dan langit –langit rongga mulut dapat melalui palatum durum maupun palatum mole, hal ini
disebabkan bibir dan langit-langit tidak dapat tumbuh dengan sempurna pada masa
kehamilanPembedahan pada palato dilakukan pada waktu 6 bulan dan 2 tahun, tergantung pada
derajat kecacatan. Awal fasilitas penutupan adalah untuk perkembangan bicara.
Bibir sumbing dengan atau tanpa celah pada langit-langit, merupakan kelainan
kongenital yang paling umum pada kepala dan leher di dunia. Penelitian epidemiologi untuk
pencegahan terjadinya bibir sumbing masih sedikit namun teknik bedah untuk mengobatinya
banyak dilakukan.Sumbing memiliki frekuensi yang berbeda-beda pada berbagai budaya dan
ras sertanegara. Diperkirakan 45% dari populasi adalah non-Kaukasia.Fogh Andersen di
Denmark melaporkan kasus bibir sumbing dan celah langit-langit 1,47/1000 kelahiran hidup.
Hasil yang hampir sama juga dilaporkan oleh Woolf dan Broadbent di Amerika Serikat serta
Wilson untuk daerah Inggris. Neel menemukan insiden 2,1/1000 penduduk di Jepang.
Penyebabnya terjadinya bibir sumbing ialah multifaktorial, seperti genetik, nutrisi,
lingkungan, bahkan sosial ekonomi. Jumlah penderita bibir sumbing di Indonesia bertambah
3.000-6.000 setiap tahun atau 1 bayi setiap 1.000 kelahiran. Namun, jumlah total penderita
bibir sumbing di Indonesia belum diketahui secara pasti. Penderita bibir sumbing dapat
diperbaiki dengan jalan operasi, namun memerlukan biaya yang besar, sedangkan kesempatan
penderita yang menjalani operasi setiap tahunnya hanya sekitar 1.500 orang, angka ini masih
jauh dari idealnya sehingga tindakan-tindakan pencegahan sebaiknya lebih diutamakan.

2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A.Definisi
Labiopalatoshizis atau cleft lip dan cleft palate adalah Suatu kelainan kongenital dimana
keadaan terbukanya bibir dan langit –langit rongga mulut dapat melalui palatum durum
maupun palatum mole, hal ini disebabkan bibir dan langit-langit tidak dapat tumbuh dengan
sempurna pada masa kehamilan..

B.Etiologi

Ada beberapa etiologi yang dapat menyebabkan terjadinya kelainan Labio palatoschizis, antara
lain:
1. Faktor Genetik
Merupakan penyebab beberapa palatoschizis, tetapi tidak dapat ditentukan dengan pasti karena
berkaitan dengan gen kedua orang tua. Diseluruh dunia ditemukan hampir 25 – 30 % penderita
labio palatoscizhis terjadi karena faktor herediter. Faktor dominan dan resesif dalam gen
merupakan manifestasi genetik yang menyebabkan terjadinya labio palatoschizis. Faktor
genetik yang menyebabkan celah bibir dan palatum merupakan manifestasi yang kurang
potensial dalam penyatuan beberapa bagian kontak.

3
2. Insufisiensi zat untuk tumbuh kembang organ selama masa embrional, baik kualitas maupun
kuantitas (Gangguan sirkulasi foto maternal).
Zat –zat yang berpengaruh adalah:
- Asam folat
- Vitamin C
- Zn
Apabila pada kehamilan, ibu kurang mengkonsumsi asam folat, vitamin C dan Zn dapat
berpengaruh pada janin. Karena zat - zat tersebut dibutuhkan dalam tumbuh kembang organ
selama masa embrional. Selain itu gangguan sirkulasi foto maternal juga berpengaruh terhadap
tumbuh kembang organ selama masa embrional.

3. Pengaruh obat teratogenik.Yang termasuk obat teratogenik adalah:

1.Obat – obatan yang dapat menyebabkan kelainan kongenital terutama labio palatoschizis.
Obat – obatan itu antara lain :
 Talidomid, diazepam (obat – obat penenang)
 Aspirin (Obat – obat analgetika)
 Kosmetika yang mengandung merkuri & timah hitam (cream pemutih). Sehingga
penggunaan obat pada ibu hamil harus dengan pengawasan dokter.

2.kontrasepsi hormonal
Pada ibu hamil yang masih mengkonsumsi kontrasepsi hormonal, terutama untuk hormon
estrogen yang berlebihan akan menyebabkan terjadinya hipertensi sehingga berpengaruh pada
janin, karena akan terjadi gangguan sirkulasi fotomaternal.

3. Faktor lingkungan. Beberapa faktor lingkungan yang dapat menyebabkan Labio


palatoschizis, yaitu:
a.Zat kimia (rokok dan alkohol)
Pada ibu hamil yang masih mengkonsumsi rokok dan alkohol dapat berakibat terjadi kelainan
kongenital karena zat toksik yang terkandung pada rokok dan alkohol yang dapat mengganggu
pertumbuhan organ selama masa embrional.

4
b.Gangguan metabolik
Untuk ibu hamil yang mempunyai penyakit diabetes sangat rentan terjadi kelainan
kongenital, karena dapat menyebabkan gangguan sirkulasi fetomaternal. Kadar gula dalam
darah yang tinggi dapat berpengaruh pada tumbuh kembang organ selama masa embrional.

c. Penyinaran radioaktif
Untuk ibu hamil pada trimester pertama tidak dianjurkan terapi penyinaran radioaktif,
karena radiasi dari terapi tersebut dapat mengganggu proses tumbuh kembang organ selama
masa embrional.

4. Infeksi, khususnya virus (toxoplasma) dan klamidial . Ibu hamil yang terinfeksi virus
(toxoplasma) berpengaruh pada janin sehingga dapat berpengaruh terjadinya kelainan
kongenital terutama labio palatoschizis.
Dari beberapa faktor tersebut diatas dapat meningkatkan terjadinya Labio palatoshizis, tetapi
tergantung dari frekuensi dari frekuensi pemakaian, lama pemakaian, dan wktu pemakaian.

C.Anatomi Mulut

5
Batas- batas mulut :

Atas : palatum durum dan molle

Bawah : mandibula, lidah dan struktur lain pada mulut

Lateral ; pipi

Depan : bibir

Belakang : lubang menuju faring

Palatum durum dibentuk oleh sebagian maksila di bagian depan dan os palatinum dibagian
belakang. Tulang dilapisi oleh periosteum dan membrana mukosa.

Palatum molle,dibentuk oleh otot dan jaringan ikat yang dilapisi membrana
mukosa,bersambungan dengan palatum durum dibagian depan.Sedangkan gusi merupakan
bagian mulut yang merupakan tempat melekatnya gigi dan syaraf-syaraf.

PERKEMBANGAN EMBRIOLOGI

Untuk dapat memahami terjadinya labio atau palatoschisis,kita harus tahu


perkembangan embriologi normal yang terjadi pada pembentukan wajah,khususnya disekitar
bibir dan langit-langit.

Perkembangan Wajah:

Pada minggu ke 4 dimana panjang embrio 3,5mm,terbentuknya 5 buah primordia sekeliling


mulut primitif atau stomadeum,pada akhir minggu ke 8 muka telah terbentuk lengkap.Lima
buah prosessus yang terbentuk pada wajah adalah :

a.Prosessus frontalis,yang tumbuh dari arah kepala kebawah .prosessus ini merupakan
batas atas stomadeum,pada perkembangan selanjutnya dalam minggu ke 5 dan 6 pada
prosessus ini terbentuk duah buah nasal placoda terbentuk tapak kuda terbuka kearah
stomadeum,kedua plakoda ini dinamakan prosessus nasomedialis dan ateralis yang
kemudian akan membentuk bagian-bagian hidung,bibir atas,gusi dan bagian anterior
palatum,sebelah depan foramen incisivus

b.Sepasang prosessus maksilaris yang merupakan batas superolateral stomadeum.

6
c.Sepasang prosessus mandibularis yang merupakan batasbawahstomadeum,keduanya
berfungsi digaris tengah pada minggu ke 4 dan selanjutnya berkembang menjadi pipi
bagian bawah,bibir bawah,mandibula,gusi dan gigi geligi.

Teori Perkembangan bibir atas adalah seperti berikut:

1.teori fusi prosessus : Prosessus maksilaris berkembang kearah depan dan garis
tengah,dibawah prosessus nasolateralis menuju dan mendekati prosessus nasomedialis yang
tumbuh lebih cepat kebawah.prosessus nasomedialis kiri dan kanan akan bertemu digaris
tengah pada saat bertemu penonjolan yang mirip jari-jari tangan akan berfusi masing-masing
lapisan epitelnya yang kemudian pecah sehingga lapisan mesoderm dibawahnya akan berfusi
membentuk bibir atas yang normal.fusi ini akan terjadi pada akhir minggu ke 6 samapai awal
minggu ke 7.

suatu hipotesa terjadinya sumbing yaitu karena kegagalan fusi antara prosessus maksilaris
dengan prosessus nasomedialis yang lebih lanjut dijelaskan secar skematis oleh Patten:

a. Pertama terjadi pendekatan masing – masing prosessus


b. Setelah prosessus bertemu terjadi regresi lapisan epitel
c. Mesoderm saling bertemu dan mengadakan fusi.

Teori terjadinya labio atau palatoschisis adalah sebagai berikut :

a.Labioschisis : Perkembangan abnormal dari prosessus nasomedialis dan maksilaris

b.palatoschisis : Kegagalan fusi antara 2 prosessus palatina

D.Patofisiologi

Sekitar separuh dari semua kasus cleft melibatkan bibir atas dan langit-langit
sekaligus.Celah dapat hanya terjadi pada satu sisi (unilateral) atau pada kedua sisi (bilateral)
bibir.Cleft lip dan cleft palate terbentuk saat bayi masih dalam kandungan.Proses terbentuknya
kelainan ini sudah dimulai sejak minggu-minggu awal kehamilan ibu.
Saat usia kehamilan ibu mencapai 6 minggu, bibir atas dan langit-langit ronggamulut
bayi dalam kandungan akan mulai terbentuk dari jaringan yang berada di keduasisi dari lidah
dan akan bersatu di tengah-tengah. Bila jaringan-jaringan ini gagalbersatu, maka akan
terbentuk celah pada bibir atas atau langit-langit rongga mulut.Sebenarnya penyebab mengapa

7
jaringan-jaringan tersebut tidak menyatu dengan baik belum diketahui dengan pasti. Akan
tetapi faktor penyebab yang diperkirakan adalah kombinasi antara faktor genetik dan faktor
lingkungan seperti obat-obatan, penyakit atauinfeksi yang diderita ibu saat mengandung,
konsumsi minuman beralkohol ataumerokok saat masa kehamilan.Resiko terkena akan
semakin tinggi pada anak-anak yang memiliki saudara kandungatau orang tua yang juga
menderita kelainan ini, dan dapat diturunkan baik lewat ayah maupun ibu. Cleft lip dan cleft
palate juga dapat merupakan bagian dari sindroma penyakit tertentu. Kekurangan asam folat
juga dapat memicu terjadinya kelainan ini.Kelainan sumbing selain mengenai bibir juga bisa
mengenai langit-langit dan gusi.Berbeda pada kelainan bibir yg terlihat jelas secara estetik,
kelainan sumbing langit2dan gusi lebih berefek kepada fungsi mulut seperti menelan, makan,
minum, dan bicara.Pada kondisi normal, langit2 menutup rongga antara mulut dan hidung.
Pada bayi yanglangit-langitnya sumbing barrier ini tidak ada sehingga pada saat menelan bayi
bisa tersedak.
Kemampuan menghisap bayi juga lemah, sehingga bayi mudah capek pada
saatmenghisap, keadaan ini menyebabkan intake minum/makanan yg masuk menjadi
kurangdan jelas berefek terhadap pertumbuhan dan perkembangannya selain juga
mudahterkena infeksi saluran nafas atas karena terbukanya palatum tidak ada batas
antarahidung dan mulut, bahkan infeksi bisa menyebar sampai ke telinga.
Patofisiologinya antara lain:
a.Kegagalan penyatuan atau perkembangan jaringan lunak dan atau tulang selama faseembrio
pada trimester I.
b.Terbelahnya bibir dan atau hidung karena kegagalan proses nosal medial danmaksilaris untuk
menyatu terjadi selama kehamilan 6-8 minggu.
c.Palatoskisis adalah adanya celah pada garis tengah palato yang disebabkan olehkegagalan
penyatuan susunan palato pada masa kehamilan 7-12 minggu.
d. penggabungan komplit garis tengah atas bibir antara 7-8 minggu masa kehamilan

E.Klasifikasi.

1. Labioschisis Berdasarkan lengkap atau tidaknya celah yang terbentuk:


Komplit
Inkomplet

8
2. Berdasarkan lokasi/jumlah kelainan :

a.Unilateral Incomplete Apabila celah sumbing terjadi hanya di salah satu sisi
bibir dan tidak memanjang hingga ke hidung.
b.Unilateral complete Apabila celah sumbing terjadi hanya di salah satu bibir
dan memanjang hingga kehidung.
c.Bilateral complete Apabila celah sumbing terjadi di kedua sisi bibir dan
memanjang hingga ke hidung.

9
Klasifikasi yang diusulkan oleh Veau dibagi dalam 4 golongan yaitu :
• Golongan I : Celah pada langit-langit lunak (gambar 1).
• Golongan II : Celah pada langit-langit lunak dan keras dibelakang foramen insisivum
(gambar 2).

• Golongan III : Celah pada langit-langit lunak dan keras mengenai tulang alveolar dan
bibir pada satu sisi (gambar 3).
• Golongan IV : Celah pada langit-langit lunak dan keras mengenai tulang alveolar dan
bibir pada dua sisi (gambar 4).

10
Gambar 1. A. Celah pada langit-langit lunak saja. B. Celah pada langit-langit lunak dan
keras. C. Celah yangmeliputi langit-langit dan lunak keras juga alveolar pada satu sisi. D.
Celah yang meliputi langit lunak dan keras juga alveolar dan bibir pada dua sisi. (Young &
Greg.

F.MANIFESTASI KLINIS

Manifestasi klinis dari kelainan labioschisis antara lain

A.Masalah asupan makanan


Asupan makanan merupakan masalah pertama yang terjadi pada bayi penderita labioschisis.
Adanya labioschisis memberikan kesulitan pada bayi untuk melakukan hisapan pada payudara
ibu atau dot. Tekanan lembut pada pipi bayi dengan labioschisis mungkin dapat meningkatkan
kemampuan hisapan oral. Keadaan tambaha nyang ditemukan adalah reflex hisap dan reflek
menelan pada bayi dengan labioschisis tidak sebaik bayi normal, dan bayi dapat menghisap
lebih banyak udara pada saat menyusui.

B.Masalah Dental
Anak yang lahir dengan labioschisis mungkin mempunyai masalah tertentu yang berhubungan
dengan kehilangan, malformasi, dan malposisi dari gigi geligi pada arean dari celah bibir yang
terbentuk

11
C.Infeksi telinga
Anak dengan labio-palatoschisis lebih mudah untuk menderita infeksi telinga karena
terdapatnya abnormalitas perkembangan dari otot-otot yang mengontrol pembukaan dan
penutupan tuba eustachius.

D.Gangguan berbicara
Pada bayi dengan labio-palatoschisis biasanya juga memiliki abnormalitas pada
perkembangan otot-otot yang mengurus palatum mole. Saat palatum mole tidak dapat menutup
ruang/ rongga nasal pada saat bicara, maka didapatkan suaradengan kualitas nada yang lebih
tinggi (hypernasal quality of speech). Meskipun telahdilakukan reparasi palatum, kemampuan
otot-otot tersebut diatas untuk menutup ruang/rongga nasal pada saat bicara mungkin tidak
dapat kembali sepenuhnya normal.Anak mungkin mempunyai kesulitan untuk menproduksi
suara/ kata "p, b, d, t, h, k, g, s,sh,and ch", dan terapi bicara (speech therapy) biasanya sangat
membantu.

E.Distorsi nasal sehingga bisa menyebabkan gangguan pernafasan.


Pada Labio skisis

 Distorsi pada hidung

 Tampak sebagian atau keduanya

 Adanya celah pada bibir

Pada Palato skisis


 Tampak ada celah pada tekak (unla), palato lunak, keras dan faramen incisive.

 Ada rongga pada hidung.

 Distorsi hidung

 Teraba ada celah atau terbukanya langit-langit saat diperiksadengan jari

 Kesukaran dalam menghisap/makan.

G.Komplikasi
 Gangguan bicara dan pendengaran
 Terjadinya otitis media berulang,

12
 Infeksi telinga
 Gangguan pendengaran
 Aspirasi
 Distress pernafasan
 Resiko infeksi saluran nafas
 Pertumbuhan dan perkembangan terhambat serta kekurangan gizi.

H.Pemeriksaan Diagnostik

1.Anamnesa
2.pemeriksaan fisik
3 .Pemeriksaan Laboratorium
4.pemeriksaan tambahan
1)Foto Rontgen
2)MRI untuk evaluasi abnormal.

G.PENATALAKSANAAN

Terapi atau tindakan pada labiopalatoschisis adalah dengan tindakan bedah,operasi ini
berguna untuk memperbaiki bentuk bibir,pada kasus – kasus pada usia manapun,tetapi pada
bayi – bayi semuanya dilakukan pada usia dini,umumnya diusia 3 bulan dengan
memperhatikan rumus Rule Of Ten sebagai berikut:
1.Berat Badan sekurang-kurangnya 10 pon (4,5kg)
2.umurnya sekurang-kurangnta 10 minggu
3.kadar Hb > 10gr%
4.jumlah lekosit <10.000/mm3
Mengunakan cara millard
Pada palatoplasty,Pembedahan pada palato dilakukan pada waktu 6 bulan dan 2 tahun disaat
anak mulai belajar bicara, tergantung pada derajat kecacatan. Awal fasilitas penutupan adalah
untuk perkembangan bicara.
Operasi untuk labioplasty bertujuan untuk penampilan bentuk anatomik serta fungsi yang
mendekati normal,untuk mencapai tujuan tadi perlu diperhatikan beberapa patokan yaitu:
1.memperbaiki cuping hidung agar bentuk dan letaknya simetris
2.memberi bentuk dasar hidung yang baik
3.memperbaiki bentuk dan posisi columella

13
4.memperbaiki bentuk dan fungsi bibir atas
5.mengisap dan makan tanpa terjadi regurgitasi nasal
6.pertumbuhan gigi yang baik
7.pembicaraan yang normal
8.pendengaran yang normal

Terapi Non-bedah

LabioPalatoschisis merupakan suatu masalah pembedahan, sehingga tidak ada terapi medis
khusus untuk keadaan ini. Akan tetapi, komplikasi dari labiopalatoschisis yakni permasalahan
dari intake makanan, obstruksi jalan nafas, dan otitis media membutuhkan penanganan medis
terlebih dahulu sebelum diperbaiki.

Perawatan Umum Pada Cleft Palatum Pada periode neonatal beberapa hal yang ditekankan
dalam pengobatan pada bayi dengan cleft palate yakni:

a. Intake makanan

Intake makanan pada anak-anak dengan cleft palate biasanya mengalami kesulitan karena
ketidakmampuan untuk menghisap, meskipun bayi tersebut dapat melakukan gerakan
menghisap. Kemampuan menelan seharusnya tidak berpengaruh, nutrisi yang adekuat
mungkin bisa diberikan bila susu dan makanan lunak jika lewat bagian posterior dari cavum
oris. pada bayi yang masih disusui, sebaiknya susu diberikan melalui alat lain/ dot khusus yang
tidak perlu dihisap oleh bayi, dimana ketika dibalik susu dapat memancar keluar sendiri dengan
jumlah yang optimal artinya tidak terlalu besar sehingga membuat pasien menjadi tersedak atau
terlalu kecil sehingga membuat asupan nutrisi menjadi tidak cukup. Botol susu dibuatkan
lubang yang besar sehingga susu dapat mengalir ke dalam bagian belakang mulut dan
mencegah regurgitasi ke hidung. Pada usia 1-2 minggu dapat dipasangkan obturator untuk
menutup celah pada palatum, agar dapat menghisap susu, atau dengan sendok dengan posisi
setengah duduk untuk mencegah susu melewati langit-langit yang terbelah atau memakai dot
lubang kearah bawah ataupun dengan memakai dot yang memiliki selang yang panjang untuk
mencegah aspirasi. (5)

14
b. Pemeliharaan jalan nafas

Pernafasan dapat menjadi masalah anak dengan cleft, terutama jika dagu dengan retroposisi
(dagu pendek, mikrognatik, rahang rendah (undershot jaw), fungsi muskulus genioglossus
hilang dan lidah jatuh kebelakang, sehingga menyebabkan obstruksi parsial atau total saat
inspirasi (The Pierre Robin Sindrom)

c. Gangguan telinga tengah

Otitis media merupakan komplikasi yang biasa terjadi pada cleft palate dan sering terjadi pada
anak-anak yang tidak dioperasi, sehingga otitis supuratif rekuren sering menjadi masalah.
Komplikasi primer dari efusi telinga tengah yang menetap adalah hilangnya pendengaran.
Masalah ini harus mendapat perhatian yang serius sehingga komplikasi hilangnya pendengaran
tidak terjadi, terutama pada anak yang mempunyai resiko mengalami gangguan bicara karena
cleft palatum.

Tehnik pembedahan

Pada labioschisis yang paling sering digunakan adalah tehnik millard

Teknik Millard

membuat dua flap yang berlawanan dimana pada sisi medial dirotasi ke bawah dari kolumella
untuk menurunkan titik puncak ke posisi normal dan sisi lateraldimasukkan ke arah garis
tengah untuk menutupi defek pada dasar kolumela. Keuntungan dariteknik rotasi Millard
adalah jaringan parut yang terbentuk pada jalur anatomi normal dari collum philtral dan
ambang hidung

Operasi celah bibir dua sisi dapat dilakukan untuk celah yang ditulis lokasinya dengancara otto
kriens sebagai CLP/LAHSHAL atau CLP/la---al atau kombinasi lain. Sering padacheiloraphy
bilateral ditemukan keadaan premaksilanya yang sangat menonjol, ini menyulitkan ahli bedah
karena otot-otot bibir tidak bisa secara langsung dipertemukan atau bila dipaksakanakan terjadi
ketegangan dan berakibat jahitan lepas beberapa hari kemudian

15
Terapi pembedahan pada palatoschisis bukanlah merupakan suatu kasus emergensi, dilakukan
pada usia antara 12-18 bulan. Pada usia tersebut akan memberikan hasil fungsi bicara yang
optimal karena memberi kesempatan jaringan pasca operasi sampai matang pada proses
penyembuhan luka sehingga sebelum penderita mulai bicara dengan demikian soft
palatedapatberfungsidenganbaik.

Ada beberapa teknik dasar pembedahan yang bisa digunakan untuk memperbaiki celah
palatum,yaitu:
1. Teknik von Langenbeck

Teknik ini pertama kali diperkenalkan oleh von Langenbeck yang merupakan teknik operasi
tertua yang masih digunakan sampai saat ini. Teknik ini menggunakan teknik flap bipedikel
mukoperiosteal pada palatum durum dan palatum molle. Untuk memperbaiki kelainan yang
ada, dasar flap ini disebelah anterior dan posterior diperluas ke medial untuk menutup celah
palatum.

2. Teknik V-Y push-back

Teknik V-Y push-back mencakup dua flap unipedikel dengan satu atau dua flap palatum
unipedikel dengan dasarnya disebelah anterior. Flap anterior dimajukan dan diputar ke medial
sedangkan flap posterior dipindahkan ke belakang dengan teknik V to Y akan menambah
panjangpalatumyangdiperbaiki.

3. Teknik double opposing Z-plasty

Teknik ini diperkenalkan oleh Furlow untuk memperpanjang palatum molle dan membuat
suatu fungsi dari m.levator.

4. Teknik Schweckendiek

Teknik ini diperkenalkan oleh Schweckendiek pada tahun 1950, pada teknik ini, palatum molle
ditutup (pada umur 4 bulan) dan di ikuti dengan penutupan palatum durum ketika si anak
mendekati usia 18 bulan.

16
5. Teknik palatoplasty two-flap

Diperkenalkan oleh Bardach dan Salyer (1984). Teknik ini mencakup pembuatan dua flap
pedikel dengan dasarnya di posterior yang meluas sampai keseluruh bagian alveolar. Flap ini
kemudian diputar dan dimajukan ke medial untuk memperbaiki kelainan yang ada.

Speech terapi mulai diperlukan setelah operasi palatoplasty yakni pada usia 2-4 tahun untuk
melatih bicara benar dan miminimalkan timbulnya suara sengau karena setelah operasi suara
sengau masih dapat terjadi suara sengau karena anak sudah terbiasa melafalkan suara yang
salah, sudah ada mekanisme kompensasi memposisikan lidah pada posisi yang salah. Bila
setelah palatoplasty dan speech terapi masih didapatkan suara sengau maka dilakukan
pharyngoplasty untuk memperkecil suara nasal (nasal escape) biasanya dilakukan pada usia 4-
6 tahun. Pada usia anak 8-9 tahun ahli ortodonti memperbaiki lengkung alveolus sebagai
persiapan tindakan alveolar bone graft dan usia 9-10 tahun spesialis bedah plastic melakukan
operasi bone graft pada celah tulang alveolus seiring pertumbuhan gigi caninus.16
Perawatan setelah dilakukan operasi, segera setelah sadar penderita diperbolehkan minum dan
makanan cair sampai tiga minggu dan selanjutnya dianjurkan makan makanan biasa. Jaga
hygiene oral bila anak sudah mengerti. Bila anak yang masih kecil, biasakan setelah makan
makanan cair dilanjutkan dengan minum air putih. Berikan antibiotik selama tiga hari. Pada
orangtua pasien juga bisa diberikan edukasi berupa, posisi tidur pasien harusnya
dimiringkan/tengkurap untuk mencegah aspirasi bila terjadi perdarahan, tidak boleh
makan/minum yang terlalu panas ataupun terlalu dingin yang akan menyebabkan vasodilatasi
dan tidak boleh menghisap /menyedot selama satu bulan post operasi untuk menghindari
jebolnya daerah post operasi.

KOMPLIKASI

Anak dengan palatoschisis berpotensi untuk menderita flu, otitis media, tuli, gangguan bicara,
dan kelainan pertumbuhan gigi. Selain itu dapat menyebabkan gangguan psikososial. 8
Komplikasi post operatif yang biasa timbul yakni:

a. Obstruksi jalan nafas

Seperti disebutkan sebelumnya, obstruksi jalan nafas post operatif merupakan komplikasi yang
paling penting pada periode segera setelah dilakukan operasi. Keadaan ini timbul sebagai hasil

17
dari prolaps dari lidah ke orofaring saat pasien masih ditidurkan oleh ahli anastesi. Penempatan
Intraoperatif dari traksi sutura lidah membantu dalam menangani kondisi ini. Obstruksi jalan
nafas bisa juga menjadi masalah yang berlarut-larut karena perubahan pada dinamika jalan
nafas, terutama pada anak-anak dengan madibula yang kecil. Pada beberapa instansi,
pembuatan dan pemliharaan dari trakeotomi perlu sampai perbaikan palatum telah sempurna.

b. Perdarahan

Perdarahan intraoperatif merupakan komplikasi yang potensil terjadi. Karena kayanya darah
yang diberikan pada paltum, Intraoperative hemorrhage is a potential complication. Because
of the rich blood supply to the palate, perdarahan yang berarti mengharukan untuk
dilakukannya transfuse. Hal ini bisa berbahaya pada bayi, yakni pada meraka yang total volume
darahnya rendah. Penilaian preoperative dari jumlah hemoglobin dan hitung trombosit sangat
penting. Injeksi epinefrin sebelum di lakukan insisi dan penggunaa intraoperatif dari
oxymetazoline hydrochloride capat mengurangi kehilangan darah yang bisa terjadi. Untuk
menjaga dari kehilangan darah post operatif, area palatum yang mengandung mucosa
seharusnya diberikan avitene atau agen hemostatik lainnya.

c. Fistel palatum

Fistel palatum bisa timbul sebagai komplikasi pada periode segera setelah dilakukan operasi,
atau hal tersebut dapat menjadi permasalahan yang tertunda. Suatu fistel pada palatum dapat
timbul dimanapun sepanjang sisi cleft. Insidennya telah dilapornya cukup tinggi yakni
sebanyak 34%, dan berat-ringannya cleft telah dikemukanan bahwa hal tersebut berhubungan
dengan resiko timbulnya fistula. Fistel cleft palate post operatif bisa ditangani dengan dua cara.
Pada pasien yang tanpa disertai dengan gejala, prosthesis gigi bisa digunakan untuk menutup
defek yang ada dengan hasil yang baik. Pasien dengan gejala diharuskan untuk terapi
pembedahan. Sedikitnya supply darah, terutama supply ke anterior merupakan alasan utama
gagalnya penutupan dari fistula. Oleh karena itu, penutupan fistula anterior maupun posterior
yang persisten seharusnya di coba tidak lebih dari 6-12 bulan setelah operasi, ketika supply
darah telah memiliki kesempatan untuk mengstabilkan dirinya. Saat ini, banyak centre
menunggu sampai pasien menjadi lebih tua (paling tidak 10 tahun) sebelum mencoba untuk
memperbaiki fistula. Jika metode penutupan sederhana gagal, flap jaringan seperti flap lidah
anterior bisa dibutuhkan untuk melakukan penutupan.

18
d. Midface abnormalities

Penanganan Cleft palate pada beberapa instansi telah fokus pada intervensi pembedahan
terlebih dahulu. Salah satu efek negatifnya adalah retriksi dari pertumbuhan maksilla pada
beberapa persen pasien. Palatum yang diperbaiki pada usia dini bisa menyebabkan
berkurangnya demensi anterior dan posteriornya, yakni penyempitan batang gigi, atau
tingginya yang abnormal. Kontrofersi yang cukup besar ada pada topik ini karena penyebab
dari hipoplasia, apakah hal tersebut merupakan perbaikan ataupun efek dari cleft tersebut pada
pertumbuhan primer dan sekunder pada wajah, ini tidak jelas. Sebanyak 25% pasien dengan
cleft palate unilateral yang telah dilakukan perbaikan bisa membutuhkan bedah orthognathic.
LeFort I osteotomies dapat digunakan untuk memperbaiki hipoplasia midface yang
menghasilkan suatu maloklusi dan deformitas dagu.3

e. Wound expansion

Wound expansion juga merupakan akibat dari ketegangan yang berlebih. Bila hal ini terjadi,
anak dibiarkan berkembang hingga tahap akhir dari rekonstruksi langitan, dimana pada saat
tersebut perbaikan jaringan parut dapat dilakukan tanpa membutuhkan anestesi yang terpisah.

f. Wound infection

Wound infection merupakan komplikasi yang cukup jarang terjadi karena wajah memiliki
pasokan darah yang cukup besar. Hal ini dapat terjadi akibat kontaminasi pascaoperasi, trauma
yang tak disengaja dari anak yang aktif dimana sensasi pada bibirnya dapat berkurang
pascaoperasi, dan inflamasi lokal yang dapat terjadi akibat simpul yang terbenam.

g. Malposisi Premaksilar

Malposisi Premaksilar seperti kemiringan atau retrusion, yang dapat terjadi setelah operasi.

h. Whistle deformity

Whistle deformity merupakan defisiensi vermilion dan mungkin berhubungan dengan retraksi
sepanjang garis koreksi bibir. Hal ini dapat dihindari dengan penggunaan total dari segmen
lateral otot orbikularis.

19
i. Abnormalitas atau asimetri tebal bibir

Hal ini dapat dihindari dengan pengukuran intraoperatif yang tepat dari jarak anatomis yang
penting lengkung

H.Prognosis
Kelainan labiopalatoschisis merupakan kelainan bawaan yang dapat
dimodifikasi/ disembuhkan. Kebanyakan anak yang lahir dengan kondisi ini melakukan
operasi saat usia masih dini, dan hal ini sangat memperbaiki penampilan wajah secara
signifikan.Dengan adanya teknik pembedahan yang makin berkembang, 80% anak dengan
labiopalatoschisis yang telah ditatalaksana mempunyai perkembangan kemampuan bicara yang
baik. Terapi bicara yang berkesinambungan menunjukkan hasil peningkatan yang baik pada
masalah-masalah berbicara pada anak labiopalatoschisis.

20
BAB III

KESIMPULAN

Labiopalatoshizis adalah Suatu kelainan kongenital dimana keadaan terbukanya bibir dan
langit –langit rongga mulut dapat melalui palatum durum maupun palatum mole, hal ini
disebabkan bibir dan langit-langit tidak dapat tumbuh dengan sempurna pada masa
kehamilan.bibir sumbing dengan atau tanpa celah pada langit-langit, merupakan kelainan
kongenital yang paling umum pada kepala dan leher di dunia. Penelitian epidemiologi untuk
pencegahan terjadinya bibir sumbing masih sedikit namun teknik bedah untuk mengobatinya
banyak dilakukan.Sumbing memiliki frekuensi yang berbeda-beda pada berbagai budaya dan
ras sertanegara. Diperkirakan 45% dari populasi adalah non-Kaukasia.Fogh Andersen di
Denmark melaporkan kasus bibir sumbing dan celah langit-langit 1,47/1000 kelahiran hidup.
Hasil yang hampir sama juga dilaporkan oleh Woolf dan Broadbent di Amerika Serikat serta
Wilson untuk daerah Inggris. Neel menemukan insiden 2,1/1000 penduduk di Jepang.
Penyebabnya terjadinya bibir sumbing ialah multifaktorial, seperti genetik, nutrisi, lingkungan,
bahkan sosial ekonomi. Jumlah penderita bibir sumbing di Indonesia bertambah 3.000-6.000
setiap tahun atau 1 bayi setiap 1.000 kelahiran. Namun, jumlah total penderita bibir sumbing
di Indonesia belum diketahui secara pasti.

21
DAFTAR PUSTAKA

1. Converse JM, hogan VM, McCarthy JG.Cleft Lip And Palate, Introduction.Dalam:
Reconstructive Plastic Surgery, ed. 11, vol. 4. Philadelphia: WBSaunders
2. Nelson. 2003. Ilmu Kesehatan Anak bagian 2. Jakarta; Fajar Interpratama
3. Mansjoer A, Triyanti K, Savitri R, et al. Sumbing Bibir dan Langitan. Dalam :Kapita
Selekta. Jilid 2. Jakarta: Media Aesculapius.FK UI. 2009.
4. Sjamsuhidajat R, De Jong W. Buku Ajar Ilmu Bedah. Jilid 2. Jakarta :EGC.2005
5. Hidayat, Aziz Alimul A. (2008). Pengantar ilmu keperawatan anak. Jakarta: Salemba
Medika.

6. Bisono. Operasi sumbing: petunjuk praktis. Jakarta: EGC.2003.h.54-7.

22

Вам также может понравиться