Вы находитесь на странице: 1из 13

KETAHANAN NASIONAL SEBAGAI GEOSTRATEGI INDONESIA

Setiap bangsa dalam mempertahankan eksistensi dan mewujudkan cita-citanya


perlu memiliki pemahaman mengenai geopolitik dan geostrategi. Geopolitik bangsa
Indonesia diterjemahkan dalam konsep Wawasan Nusantara, sedangkan geostrategi
bangsa Indonesia dirumuskan dalam konsep Ketahanan Nasional.
Sesuai dengan bagan paradigma ketatanegaraan Negara Republik Indonesia, maka
Ketahanan Nasional (Tannas) merupakan salah satu konsepsi politik dari Negara
Republik Indonesia. Ketahanan Nasional dapat dikatakan sebagai konsep geostrateginya
bangsa Indonesia. Dengan kata lain, geostrategi bangsa Indonesia diwujudkan melalui
konsep Ketahanan Nasional.
Geostrategi adalah suatu cara atau pendekatan dalam memanfaatkan kondisi
lingkungan untuk mewujudkan cita-cita proklamasi dan tujuan Nasional. Ketahanan
Nasional sebagai geostrategi bangsa Indonesia memiliki pengertian bahwa konsep
ketahanan Nasional merupakan pendekatan yang digunakan bangsa Indonesia dalam
melaksanakan pembangunan dalam rangka mencapai cita-cita dan tujuan nasionalnya.
Ketahanan nasional sebagai suatu pendekatan merupakan salah satu pengertian dari
konsepsi ketahanan nasional itu sendiri.

PENGERTIAN
Ketahanan Nasional merupakan kondisi dinamis suatu bangsa berisi keuletan dan
ketangguhan yang mengandung kemampuan mengembangkan kekuatan nasional didalam
menghadapi dan mengatasi ATHG baik langsung, tidak langsung dari dalam maupun dari
luar yang membahayakan, Integrasi, idenditas kelangsungan hidup bangsa dan Negara
serta perjuangan mengejar tujuan Negara.
Secara skematis, rumusan konseptual ketahanan nasional dapat digambarkan
sebagai berikut.

Skema
Konsepsi
Ketahanan
Nasional

Dari
sejarah
tersebut
dapat disimpulkan bahwa konsep ketahanan nasional Indonesia berawal dari konsep
ketahanan nasional yang dikebangkan oleh kalangan militer. Pemikiran konseptual
ketahanan nasional ini mulai menjadi doktrin dasar nasional setelah dimasukan ke dalam
GBHN.

UNSUR-UNSUR KETAHANAN NASIONAL


1. Gatra dalam Ketahanan Nasional
Unsur, elemen atau faktor yang mempengaruhi kekuatan/ketahanan nasional suatu
Negara terdiri atas beberapa aspek. Para ahli memberikan pendapatnya mengenai unsur-
unsur kekuatan nasional suatu Negara.
1. Unsur kekuatan nasional menurut Hans J. Morgenthou
Unsur ketahanan nasional negara terbagi menjadi beberapa faktor, yaitu
a. Faktor tetap (stable factors) terdiri atas geografi dan sumber daya alam;
b. Faktor berubah (dynamic factors) terdiri atas kemampuan industri, militer,
demografi, karakter nasional, modal nasional, moral nasional, dan kualitas
diplomasi.
2. Unsur kekuatan nasional menurut James Lee Ray
Unsur kekuatan nasional negara terbagi menjadi dua faktor, yaitu
a. Tangible factors terdiri atas penduduk, kemampuan industry, dan militer.
b. Intangible factors terdiri atas karakter nasional, moral nasional, dan
kualitaS kepemimpinan.
3. Unsur kekuatan nasional menurut Palmer & Perkins
Unsur-unsur kekuatan nasional terdiri atas tanah, sumberdaya, penduduk, teknologi,
idiologi, moral, dan kepemimpinan.
4. Unsur kekuatan nasional menurut Parakhas Chandra
Unsur-unsur kekuatan nasional terdiri atas tiga, yaitu
a. Alamiah terdiri atas geografi, sumberdaya, dan penduduk;
b. Sosial terdiri atas perkembangan ekonomi, struktur politik, budaya dan
moral nasional;
c. Lain-lain: ide, inteligensi, dan diplomasi, kebijakan kepemimpinan.
5. Unsur kekuatan nasional menurut Alfred T. Mahan
Unsur-unsur kekuatan nasional terdiri atas letak geografi, wujud bumi, luas wilayah,
jumlah penduduk, watak nasional, dan sifat pemerintahan.
6. Unsur kekuatan nasional menurut Cline
Unsur-unsur kekuatan nasional terdiri atas sinergi antara potensi demografi dan geografi,
kemampuan ekonomi, militer, strategi nasional, dan kemauan nasional.
7. Unsur kekuatan nasional model Indonesia
Unsur-unsur kekuatan nasional di Indonesia diistilahkan dengan gatra dalam ketahanan
nasional Indonesia. Pemikiran tentang gatra dalam ketahanan nasional dirumuskan dan
dikembangkan oleh Lemhanas. Unsur-unsur kekuatan nasional Indonesia dikenal dengan
nama Astagatra yang terdiri atas Trigatra dan Pancagatra.
a. Trigatra adalah aspek alamiah (tangible) yang terdiri atas penduduk, sumber
daya alam, dan wilayah.
b. Pancagatra adalah aspek social (intangible) yang terdiri atas idiologi, politik,
ekonomi, sosial budaya dan pertahanan keamanan.
Bila dibandingkan perumusan unsur-unsur kekuatan nasional/ketahanan nasional
di atas, pada hakikatnya dapat dilihat adanya persamaan. Unsur-unsur demikian dianggap
mempengaruhi Negara dalam mengembangkan kekuatan nasionalnya untuk menjamin
kelangsungan hidup bangsa dan negara yang bersangkutan. Pertanyaan dasarnya adalah
dalam kondisi apa atau bagaimana unsur-unsur tersebut dapat dikatakan mendukung
kekuatan nasional suatu negara. Bila mana suatu unsur justru dapat melemahkan
kekuatan nasional suatu negara?
Pertanyaan demikian dapat diperinci dan diperjelas. Misalnya, penduduk yang
bagaimanakah yang mampu mendukung kekuatan nasional suatu negara, wilayah atau
geografi yang seperti apa dapat mengembangkan kekuatan sebuah bangsa, dan
seterusnya. Jawaban eksploratif atas pertanyaan tersebut sampai pada kesimpulan bahwa
pada hakikatnya ketahanan nasional adalah sebuah kondisi atau keadaan.
Dalam praktiknya kondisi ketahanan nasional dapat diketahui melalui pengamatan
atas sejumlah gatra dalam suatu kurun waktu tertentu. Hasil pengamatan yang mendalam
itu akan menggambarkan tingkat ketahanan nasional. Apakah ketahanan nasional
Indonesia kuat/meningkat atau lemah/menurun. Lemah atau turunnya tingkat ketahanan
nasional akan menurun kemampuan bangsa dalam menghadapi ancaman yang terjadi.
Apakah pengamatan tersebut kita lakukan pada sejumlah gatra yang ada pada tingkat
wilayah atau regional maka akan menghasilkan kondisi ketahanan regional.

2. Penjelasan Atas Tiap Gatra dalam Ketahanan Nasional


a. Unsur atau Gatra Penduduk
Penduduk suatu negara menentukan kekuatan atau ketahanan nasional negara
yang bersangkutan, faktor yang berkaitan dengan penduduk negara meliputi dua hal
berikut.
1) Aspek kualitas mencakup tingkat pendidikan, keterampilan, etos kerja, dan
kepribadian.
2) Aspek kualitas yang mencakup jumlah penduduk, pertumbuhan, persebaran;
perataan dan perimbangan penduduk di tiap wilayah negara. Terkait dengan
unsur penduduk adalah faktor moral nasional dan karakter nasional. Moral
nasional menunjukan pada dukungan rakyat secara penuh terhadap negaranya
kita menghadapi ancaman. Karakter nasional menunjukan pada ciri-ciri
khusus yang dimiliki suatu bangsa sehingga bias dibedakan dengan bangsa
lain. Moral dan karakter nasional mempengaruhi ketahanan suatu bangsa.

b. Unsur atau Gatra Wilayah


Wilayah turut pula menentukan kekuatan nasional negara. Hal yang terkait dengan
wilayah negara meliputi:
1) Bentuk wilayah negara dapat berupa negara pantai, negara kepulawan atau
negara kontinental;
2) Luas wilayah negara; ada negara dengan wilayah yang luas dan negara
dengan wilayah yang sempit (kecil);
3) Posisi geografis, astronomi dan geologis negara;
4) Daya dukung wilayah negara; ada wilayah yang habitable dan ada wilayah
yang unhabitable.
Dalam kaitannya dengan wilayah negara, pada masa sekarang ini perlu
dipertimbangkan adanya kemajuan teknologi, kemajuan informasi dan komunikasi. Suatu
wilayah yang pada awalnya sama sekali tidak mendukung kekuatan nasional, karena
penggunaan teknologi maka wilayah itu kemudian menjadi unsur kekuatan nasional
negara. Misalnya, wilayah kering dibuat saluran atau sungai buatan.
c. Unsur atau Gatra Sumber Daya Alam
Hal-hal yang berkaitan dengan unsur sumber daya alam sebagai elemen ketahanan
nasional, meliputi:
1) Potensi sumber daya alam wilayah yang bersangkutan mencakup sumber
daya alam hewani, nabati dan tambang;
2) Kemampuan mengeksplorasi sumber daya alam;
3) Pemanfaatan sumber daya alam dengan memperhitungkan masa depan dan
lingkungan hidup;
4) Kontrol sumber daya alam.
Dewasa ini, kemampuan melakukan kontrol atas sumber daya alam menjadi
semakin penting bagi ketahanan nasional dan kemajuan suatu negara. Banyak negara
yang kaya akan sumber daya alam seperti minyak di negara-negara Afrika, tetapi negara
tersebut tetaplah miskin. Negara-negara berkembang belum mampu melakukan kontrol
atas sumber daya alam yang berasal dari miliknya. Justru negara-negara yang tidak
memiliki sumber daya alam seperti Singapura dan Jepang bias maju oleh karena mampu
melakukan kendali atas jalur perdagangan sumber daya alam dunia.
d. Unsur atau gatra di Bidang Idiologi
Idiologi adalah seperangkat gagasan, ide, cita dari sebuah masyarakat tentang
kebaikan bersama yang dirumuskan dalam bentuk tujuan yang harus dicapai dan cara-
cara yang digunakan untuk mencapai tujuan itu. (Ramlan Surbakti, 1999) Idiologi itu
berisikan serangkaian nilai (norma) atau sistem dasar yang bersifat menyeluruh dan
mendalam yang dimiliki dan dipegang oleh suatu masyarakat atau bangsa sebagai
wawasan atau pandangan hidup mereka. Nilai yang terkandung didalam idiologi tersebut
diyakini oleh masyarakat sebagai nilai yang baik, adil dan benar sehingga berkeinginan
untuk melaksanakan segala tindakan berdsarkan nilai tersebut.
Idiologi mengandung ketahanan suatu bangsa oleh karena idiologi bagi suatu
bangsa memiliki dua fungsi pokok, yaitu
1. Sebagai tujuan atau cinta-cinta dari kelompok masyarakat yang
bersangkutan, artinya nilai-nilai yang terkandung dalam idiologi itu menjadi
cita-cita yang hendak dituju secara bersama;
2. Sebagai sarana pemersatu dari masyarakat yang bersangkutan, artinya
masyarakat yang banyak dan beragam itu bersedia menjadikan idiologi
sebagai milik bersama dan menjadikannya bersatu.
Sejarah dunia telah membuktikan bahwa idiologi dapat digunakan sebagai unsur
untuk membangun kekuatan nasional negara. Bagi bangsa Indonesia, Pancasia telah
ditetapkan sebagai idiologi nasional melalui kesepakatan. Pancasila adalah kesempatan
bangsa, rujuk bersama, common denominator yang mampu memperkuat persatuan
bangsa. Kesepakatan atas Pancasila menjadikan segenap elemen bangsa bersedia bersatu
di bawah negara Indonesia.
e. Unsur atau Gatra di Bidang Politik
Politik penyelenggaraan bernegara amat memengaruhi kekuatan nasional suatu
negara. Penyelenggara bernegara dapat ditinjau dari beberapa aspek, seperti
1) Sistem politik yang dipakai yaitu apakah sistem demokrasi atau nondemokrasi;
2) Sistem pemerintahan yang dijalankan apakah sistem presidensiil atau parlementer;
3) Bentuk pemerintah yang dipilih apakah republik atau kerajaan;
4) Suatu negara yang dibentuk apakah sebagai negara kesatuan atau negara serikat.
Pemilihan suatu bangsa atas politik penyelenggaraan bernegara tertentu saja
tergantung pada nilai-nilai dan aspirasi bangsa yang bersangkutan. Dalam realitasnya,
sebuah bangsa bias mengalami beberapa kali perubahan dan pergantian politik
penyelenggaraan bernegara. Misalnya negara Prancis dari bentuk kerajaan menjadi
republik. Indonesia pernah mengalami pergantian dari presidensiil ke parlementer dan
pernah berubah dalam bentuk negara srikat.
Bangsa Indonesia sekarang ini telah berketetapan untuk mewujudkan negara
Indonesia yang bersusunan kesatuan, berbentuk republik dengan sistem pemerintahan
presidensiil. Adapun sistem politik yang dijalankan adalah sistem politik demokrasi
(Pasal 1 ayat (2) UUD 1945).
f. Unsur atau Gatra di Bidang Ekonomi
Ekonomi yang dijalankan oleh suatu negara merupakan kekuatan nasional negara
yang bersangkutan terlebih di era global sekarang ini. Bidang ekonomi berperan langsung
dalam upaya pemberian dan distribusi kebutuhan warga negara. Kemajuan pusat di
bidang ekonomi tertentu saja menjadikan negara yang bersangkutan tumbuh sebagai
kesatuan dunia. Contoh, Jepang dan Cina.
Setiap negara memiliki sistem ekonomi dalam rangka mendukung kekuatan
ekonomi bangsanya. Sistem ekonomi secara garis besar dikelompokan menjadi dua
macam yaitu sistem ekonomi liberal dan sistem ekonomi sosialis. Suatu negara dapat pula
mengembangkan sistem ekonomi yang dianggap sebagai cerminan dari nilai dan idiologi
bangsa yang bersangkutan. Contoh, bangsa Indonesia menyatakan sistem ekonomi
Pancasila yang bercorak kekeluargaan.
g. Unsur atau Gatra di Bidang Sosial Budaya
Unsur budaya di masyarakat juga menentukan kekuatan nasional suatu negara.
Hal-hal yang dialami sebuah bangsa yang homogen tentu saja akan berbeda dengan yang
dihadapi bangsa yang heterogen (plural) dari segi sosial budaya nasyarakatnya.
Contohnya, bangsa Indonesia yang heterogen berbeda dengan bangsa Israel atau bangsa
Jepang yang relatif homogen.
Pengembangan integrasi nasional menjadi hal yang amat penting sehingga dapat
memperkuat kekuatan nasionalnya. Integrasi bangsa dapat dilakukan dengan 2 (dua)
strategi kebijakan, yaitu “assimilationist policy” dan “bhinneka tunggal ika policy”
(Winarno, 2002). Strategi pertama dengan cara penghapusan sifat-sifat cultural utama
dari komunitas kecil yang berbeda menjadi sebuah kebudayaan nasional. Strategi kedua
dengan cara penciptaan kesetiaan nasional tanpa menghapuskan kebudayaan lokal, Tidak
dapat ditentukan strategi mana yang paling benar. Negara dapat pula melakukan
kombinasi dari keduanya. Kesalahan dalam strategi dapat mengantarkan bangsa yang
bersangkutan ke perpecahan bahkan perang saudara. Misal, perpecahan etnis di
Yugoslavia, pertentangan antara suku Huttu dan Tutsi di Rwanda, perang saudara antara
bangsa Sinhala dan Tamil di Sri Lanka.
h. Unsur atau Gatra di bidang Pertahanan Keamanan
Pertahanan keamanan suatu negara merupakan unsur pokok terutama dalam
menghadapi ancaman militer negara lain. Oleh karena itu, unsur utama pertahanan
keamanan berada di tangan tentara (militer). Pertahanan keamanan negara juga
merupakan salah satu fungsi pemerintahan negara.
Negara dapat melibatkan rahyatnya dalam upaya pertahanan negara sebagai
bentuk dari hak dan kewajiban warga negara dalam membela negara. Upaya melibatkan
rakyat menggunakan cara yang berbeda-beda sesuai dengan sistem dan politik pertahanan
yang dianut oleh negara. Politik pertahanan negara disesuaikan dengan nilai filosofis
bangsa, kepentingan nasional dan konteks zamannya.
Bangsa Indonesia dewasa ini menetapkan politik pertahanan sesuai dengan
Undang-undang Nomor 3 Tahun 2003 tentang Pertahanan Negara. Pertahanan negara
Indonesia bersifat semesta dengan menempatkan tentara sebagai komponen utama
pertahanan.
Ketahanan Nasional Indonesai dikelola berdasarkan unsur Astagrata yang
meliputi unsur-unsur (1) geografi, (2) kekayaan alam, (3) kependudukan, (4) idiologi, (5)
politik, (6) ekonomi, (7) sosial budaya, dan (8) pertahanan keamana. Unsur (1) geografi,
(2) kekayaan alam, (3) kependudukan disebut Trigatra. Unsur keamanan disebut
Pancagatra.
Kebutuhan Nasional adalah suatu pengertian holistik, dimana terdapat saling
hubungan antara gatra dalam keseluruhan kehidupan nasional (Astagrata). Kualitas
Pancasila dalam kehidupan nasional Indonesai tersebut terintegrasi dan dalam
integrasinya dengan Trigrata. Keadaaan kedelapan unsur tersebut mencerminkan kondisi
Ketahanan Nasional Indonesia, apabila ketahanan nasional kita kuat atau lemah.
Kelemahan disalahsatu gatra dapat mengakibatkan kelemahan di gatra lain dan
memengaruhi kondisi secara keseluruhan. Ketahanan Nasional Indonesia bahkan
merupakan suatu penjumlahan ketahanan segenap gatranya, melainkan suatu hasil
keterkaitan yang integrative dari kondisi dinamik kehidupan bangsa di seluruh aspek
kehidupan.

PEMBELAAN NEGARA
Terdapat hubungan antara ketahanan nasional suatu negara dengan pembelaan
negara. Kegiatan pembelaan negara pada dasarnya merupakan usaha dari warga negara
untuk mewujudkan ketahanan nasional.
Bela negara biasanya selalu dikaitkan dengan militer atau militerisme, seolah-olah
kewajiban dan tanggung jawab untuk membela negara hanya terletak pada Tentara
Nasional Indonesia. Padahal berdsarkan Pasal 27 dan 30 UUD 1945, masalah bela negara
dan pertahanan negara merupakan hak dan kewajiban setiap warga negara Republik
Indonesai. Bela negara adalah upaya setiap warga negara untuk mempertahankan
Republik Indonesia terhadap ancaman, baik dari luar maupun dalam negeri.
Dimasa demokrasi dan kebutahuan sekarang ini, tentu timbul pertanyaan apakah
bela negara masih relevan dan dibutuhkan? Seperti apakah pembelaan negara yang harus
dilakukan warga negara dewasa ini?

ASAS MAWAS KE DALAM DAN MAWAS KE LUAR


Sistem kehidupan nasional merupakan perpaduan segenap aspek kehidupan bangsa
yang saling berinteraksi. Di samping itu, sistem kehidupan nasional juga berinteraksi
dengan lingkunagan sekelilingnya. Dalam proses interaksi tersebut dapat timbul berbagai
dampak, baik yang bersifat positif maupun negatif. Untuk itu diperlukan sikap mawas
kedalam maupun ke luar.
a. Mawas ke Dalam
Mawas ke dalam bertujuan menumbuhkan hakikat, sifat, dan kondisi kehidupan
nasional itu sendiri berdasarkan nilai-nilai kemandirian yang propesiaonal untuk
meningkatkan kualitas derajat kemandirian bangsa ulet dan tangguh. Hal ini tidak berarti
bahwa Ketahanan Nasional mengandung sikap isolasi atau nasionalisme sempit.
b. Mawas keluar
Mawas keluar bertujuan untuk dapat mengantisipasi dan berperan serta mengatasi
dampak lingkungan strategis luar negeri dan menerima kenyataan adanya interaksi dan
ketergantungan dengan dunia internasional. Kehidupan nasional harus mampu
mengembangkan kekuatan nasional untuk memberikan dampak ke luar dalam bentuk
daya tangkal dan daya tawar. Interaksi dengan pihak lain diutamakan dalam bentuk
kerjasama yang saling menguntungkan.

ASAS KEKELUARGAAN
Asas kekeluargaan mengandung keadilan, kearifan, kebersamaan, kesamaan,
gotong royong, tenggang rasa dan tanggung jawab dalam kehidupan bermasyarakat,
berbangsa dan bernegara. Asas ini mengakui adanya perbedaan. Perbedaan tersebut harus
dikembangkan secara serasi dalam hubungan kemitraan agar tidak berkembang menjadi
konflik yang bersifat saling menghancurkan.

SIFAT KETAHANAN INDONESIA


Ketahanan Nasional mempunyai sifat yang terbentuk dari nilai-nilai yang
terkandung dalam landsan dan asas-asasnya, yaitu:
1. Mandiri
Ketahanan nasional percaya pada kemampuan dan kekuatan sendiri serta pada
keuletan dan ketangguhan, yang mengandung prinsip tidak mudah menyerah, dengan
tumpuan pada idenditas, integrasi dan kepribadian bangsa. Kemandirian (independency)
ini merupakan persyaratan untuk menjalin kerjasama yang saling menguntungkan dalam
perkembangan global (interdependent)
2. Dinamis
Ketahanan Nasional tidaklah tetap. Ia dapat meningkat atau menurun, tergantung
pada situasi dan kondisi bangsa, negara, sertas lingkungan strategisnya. Hal ini sesuai
dengan hakikat bahwa segala sesuatu di dunia ini senantiasa berubah dan perubahan itu
senantiasa berubah pula. Karena itu, upaya peningkatan Ketahanan Nasional harus
senantiasa diorientasikan ke masa depan dan dinamikanya diarahkan untuk pencapaian
kondisi kehidupan nasional yang lebih baik.
3. Wibawa
Keberhasilan pembinaan Ketahanan Nasional Indonesia secara berlanjut dan
berkesinambungan akan meningkat kemampuan dan kekuatan bangsa. Makin tinggi
tingkat ketahanan Nasional Indonesia, makin tinggi pula nilai kewibawaaan dan tingkat
daya tangkal yang dimiliki oleh bangsa dan negara Indonesia.
4. Konsultasi dan Kerjasama
Konsepsi Ketahanan Nasional Indonesia tidak mengutamakan sikap konfrontatif
dan antagonistis, tidak mengandalkan kekuasaan dan kekuatan fisik semata, tetapi lebih
mengutamakan sikap konsultatif. Kerjasama, serta saling menghargai dengan
mengandalkan kekuatan moral dan kepribadian bangsa.
HAK ASASI MANUSIA
1. Pengertian Hak Asasi Manusia
Musthafa Keal (2002) menyatakan hak asasi manusia merupakan hak-hak dasar
yang dibawa manusia sejak lahir yang melekat pada esensinya sebagai anugerah Allah
SWT. Pendapat lain yang senada menyatakan bahahwa hak asasi manusia adalah hak-hak
dasar yang dibawa sejak lahir dan melekat dengan potensinya sebagai mahluk dan wakil
Tuhan. Rumusan “sejak lahir” sekarang ini dipertanyakan, sebab bunyi yang ada dalam
kandungan sudah memiliki hak untuk hidup. Oleh karena itu, rumusan yang lebih sesuai
adalah hak dasar yang melekat pada manusia sejak ia hidup.
Kesadaran akan hak asasi manusia didasarkan pada pengakuan bahwa semua
manusia sebagai mahluk Tuhan memiliki derajat dan martabat yang sama. Dengan
pengakuan akan prinsip dasar tersebut, setiap manusia memiliki hak dasar yang disebut
hak asasi manusia. Jadi kesadaran akan adanya hak asasi manusia tumbuh dari
pengetahuan manusia sendiri bahwa mereka adalah sama dan sederajat.
Pengakuan terhadap HAM memiliki dua landasan, sebagai berikut.
1) Landsan yang langsung dan pertama, yakni kodrat manusia. Kodrat manusia
adalah sama derajat dan martabatnya. Semua manusia adalah sederajat tanpa
membedakan ras, agama, suku, bangsa dan sebagainya.
2) Landasan yang kedua dan yang lebih dalam: Tuhan menciptakan manusia.
Semua manusia adalah mahluk dari pencipta yang sama yaitu Tuhan Yang
Maha Esa. Karena itu dihadapan Tuhan manusia adalah sama kecuali nanti
pada amalnya.
Istilah hak asasi manusia bermula dari Barat yang dikenal dengan right of man
untuk menggantikan natural right. Karena istilah right of man tidak mencakup right of
women maka oleh Eleanor Roosevelt diganti dengan istilah human right yang lebih
universal dan netral.
Istilah natural right berasal dari konsep John Locke mengenai hak-hak alamiah
manusia. John Locke menggambarkan bahwa kehidupan manusia yang asli sebelum
bernegara (state of nature) memiliki hak-hak dasar perorangan yang alami. Hak-hak
alamiah itu merupakan hak untuk hidup, hak kemerdekaan dan hak milik. Setelah
bernegara, hak-hak dasar itu tidak lenyap tetapi justru harus dijamin dalam kehidupan
bernegara.
2. Macam Hak Asasi Manusia
Berdasarkan pada undang-undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi
Manusia, dinyatakan bahwa hak asasi manusia adalah seperangkat hak yang melekat pada
hakikat dan keberadaan manusia sebagai mahluk Tuhan Yang Maha Esa dan merupakan
anugarah-Nya yang wajib dihormati, dijungjung tinggi, dan dilindungi oleh negara
hukum, pemerintah dan setiap orang demi kehormatan serta perlindungan harkat dan
martabat manusia.
a. Hak asasi manusia menurut Piagam PBB tentang Deklarasi Universal of
Human Rights 1948, meliputi
a. Hak berpikir dan mengeluarkan pendapat,
b. Hak memiliki sesuatu,
c. Hak mendapatkan pendidikan dan pengajaran,
d. Hak menganut aliran kepercayaan atau agama,
e. Hak untuk hidup,
f. Hak untuk kemerdekaan hidup,
g. Hak memperoleh nama baik,
h. Hak untuk memperoleh pekerjaan dan
i. Hak untuk mendapatkan perlindungan hukum.
b. Hak asasi manusia menurut Undang-undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang
Hak Asasi Manusia, meliputi:
a. Hak untuk hidup,
b. Hak berkeluarga,
c. Hak mengembangkan diri,
d. Hak keadilan,
e. Hak kemerdekaan,
f. Hak berkomunikasi,
g. Hak keamanan,
h. Hak kesejahtraan dan
i. Hak perlindungan

Hak asasi manusia meliputi beberapa bidang, sebagai berikut.


a. Hak asasi pribadi (personal Rights), missal, hak kemerdekaan, hak menyatakan
pendapat, hak memeluk agama.
b. Hak asasi politik (political Rights), yaitu hak untuk diakui sebagai warga negara.
Misalnya, memilih dan dipilih, hak berserikat, hak berkumpul.
c. Hak asasi ekonomi (Property Rights) missal, hak memiliki sesuatu, hak mengadakan
perjanjian, hak bekerja, hak mendapatkan hidup layak.
d. Hak asasi social dan kebudayaan (Social and Cultural Rights), misalnya, mendapatkan
pendidikan, hak mendapatkan santunan, hak pensiun, hak mengembangkan kebudayaan,
hak berekspresi.
e. Hak untuk mendapat perlakuan yang sama dalam hukum dan pemerintah (rights of
Legal Equality).
f. Hak untuk mendapat perlakuan yang sama dan tata cara peradilan dan perlindungan
(Proceural Rights).

Pada abad ke XX memualai dicetuskan beberapa hak asasi dengan dirumuskan


oleh Fran Klin D. Roosevelt yang dikenal The Four Freedom yaitu sebagai berikut:
1. The Freedom of Speech
2. The Freedoom of Religion
3. The Freedom of Feor
4. The Freedom of Waut

SEJARAH PERKEMBANGAN HAK ASASI MANUSIA


Sejarah Pengakuan Hak Asasi Manusia
Latar belakang sejarah hak asasi manusia, pada hakikatnya, muncul karena
inisiatif manusia terhadap harga diri dan martabatnya, sebagai akibat tindakan sewenang-
wenang dari penguasa, penjajahan, perbudakan, ketidak adilan dan kelazaliman (tirani)
Perkembangan pengakuan hak asasi manusia ini berjalan secara perlahan dan
beraneka ragam. Perkembangannya dapat kita lihat berikut ini
1) Perjuangan Nabi Musa dalam membebaskan umat Yahudi dan perbudakan (Tahun 6000
sebelum masehi)
2) Hukum Hammurabi di Babylonia yang member jaminan keadilan bagi warga negara
(Tahun 2000 sebelum Masehi)
3) Socrates (469-399 SM), Plato (429-347 SM), dan Aristoteles (384-322 SM) sebagai
filsuf Yunani peletak dasar diakuinya hak asasi masusia. Mereka mengajarkan untuk
mengkritik pemerintah yang tidak berdsarkan keadilan, cita-cita dan kebijaksanaan.
4) Perjuangan Nabi Muhammmad saw. Untuk membebaskan para bayi wanita dan wanita
dari penindasan bangsa Quraisy (Tahun 600 Masehi).

HAK ASASI MANUSIA DI INDONESIA


Pengakuan Bangsa Indonesai Akan Hak Asasi Manusia
Pengakuan akan hak asasi manusia di Indonesia telah tercantum dalam UUD 1945
yang sebenarnya lebih dahulu ada dibandingkan dengan Deklaraasi Universal PBB yang
lahir pada 10 Desember 1945. Pengakuan akan hak asasi manusia dalam Undang-undang
Dasar 1945 dan peraturan perundang-undangan lainnya adalah sebagai berikut.
a. Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945 Alinea Pertama
Hak asasi manusia sebenarnya sudah tercantum dalam Pembukaan UUD 1945.
Oleh kerena itu, bias dikatakan bahwa negara Indonesia sendiri sejak masa berdirinya,
tidak bias lepas dari Hak Asasi Manusia itu sendiri. Hal ini dapat dilihat pada alinea
pertama berbunyi “…Bahwa sesungguhnya kemerdekaan itu adalah hak segala bangsa
….” Berdasarkan hal ini, bangsa Indonesia mengakui adanya hak untuk merdeka atau
bebas.
b. Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945 Alinea Keempat
Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945 alinea empat berbunyi, “kemudian
daripada itu, untuk membentuk suatu Pemerintahan Negara Indonesia yang melindungi
segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia dan untuk memajukan
kesejahtraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa, dan ikut melaksanakan ketertiban
dunia berdasarkan kemerdekaan, perdamayan abadi, dan keadilan sosial, maka disusunlah
kemerdekaan kebangsaan itu dalam suatu Undang-Undang Dasar Negara Republik
Indonesia yang terbentuk dalam suatu Negara Republik Indonesia yang berkedaulatan
rakyat dengan berdasarkan kepada Ketuhanan Yang Maha Esa, Kemanusiaan yang adil
dan beradab, Persatuan Indonesia dan kerahyatan yang dipimpin oleh hikmat
kebijaksanaan dalam permusyawaratan/perwakilan serta denagan mewujudkan suatu
keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia”.
Sila kedua pancasila, kemanusiaan yang adil dan beradab merupakan landasan
idiil akan pengakuan dan jaminan hak asasi manusia di Indonesia.

c. Batang Tubuh Undang-Undang Dasar 1945


Rumusan hal tersebut mencakup hak dalam bidang politik, ekonomi, sosial dan
budaya yang tersebar dari pasal 27 sampai dengan Pasal 34 UUD 1945. Namun rumusan-
rumusan dalam konstitusi itu amat terbatas jumlahnya dan dirumuskan secara singkat dan
dalam garis besarnya saja.
Sampai pada berakhirnya era Orde Baru Tahun 1998, pengakuan akan hak asasi
manusia di Indonesia tidak banyak mengalami perkembangan dan tetap berlandasakan
pada rumusan yang ada dalam UUD 1945, yaitu tertuang pada hak dan kewajiban warga
negara. Rumusan baru tentang hak asasi manusia tertuang dalam Pasal 28 A-J UUD 1945
hasil amandemen pertama Tahun 1999.
d. Ketetapan MPR
Ketetapan MPR mengenai hak asasi manusia Indonesia tentang dalam ketetapan
MPR No. XVII/MPR/1998 tentang Hak Asasi Manusia. Berdasarkan hal itu, kemudian
keluarlah Undang-undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia sebagai
undang-undang yang sangat penting kaitannya dalam proses jalannya Hak Asasi Manusia
di Indonesia. Selain itu juga Undang-undang Nomor 26 Tahun 2000 tentang Pengadilan
Hak Asasi Manusia.
Macam-macam hak asasi manusia yang tercantum dalam ketetapan tersebut
adalah
a. Hak untuk hidup,
b. Hak berkeluarha dan melanjutkan keturunan,
c. Hak keadilan,
d. Hak kemerdekaan,
e. Hak atas kebebasan informasi,
f. Hak Keamanan,
g. Hak Kesejahtraan,
h. Kewajiban,
i. Perlindungan dan pemajuan.
HAK ASASI MANUSIA (UUD 1945) sebagai berikit:
1. Berkewajuban menghargai hak orang lain dan pihak lain serta tunduk kepada
pembatasan yang ditetapkan Undang-undang (Pasal 28)
2. Perlindungan, pemajuan, penegakan dan pemenuhan HAM adalah tanggung jawab
negara terutama Pemerintah (Pasal 28 I)
3. Untuk kehidupan serta mempertahankan hidup dan kehidupan (Pasal 28 A)
4. Membentuk keluarga dan melanjutkan keturunan hak anak atas kelangsungan hidup,
tumbuh dan berkembang serta perlindungan dari kekerasan dan diskriminasi (Pasal 28 B)
5. Mengembangkan diri, mendapatkan pendidikan memperoleh manfaat dari IPTEK, seni
dan budaya memajuakan diri secara kolektif (Pasal 28 C)
6. Pengakuan yang sama didepan hukum, hak untuk bekerja dan kesempatan yang sama
dalam pemerintahan, berhak atas status kewarganegaraan (Pasal 28 D)
7. Kebebasan memeluk agama, meyakini kepercayaan, memilih kewarganegaraan,
memilih tempat tinggal kebebasan berserikat berkumpul dan berpendapat (Pasal 28 E)
8. Berkomunikasi memperoleh mencari, memilih, menyimpan, mengolah, dan
menyampaikan informasi (Pasal 28 F)
9. Perlindungan diri pribadi, keluarga, kehormatan, martabat, harta benda, rasa aman serta
rasa bebas dari penyiksaan.
Hidup sejahtra lahir batin, memperoleh pelayanan kesehatan, mendapatkan kemudahan
dan perlakuan khusus untuk memperoleh kesempatan dan manfaat guna menycapai
persamaan dan keadilan.

Вам также может понравиться