Вы находитесь на странице: 1из 100

Kumpulan Materi Pilihan Kultum Bakda Tarawih Masjid al-Furqon Agraria Bantarsari Cilacap Ramadhan 1439 H

Materi hari ke-1 Pilihan pertama


Empat Keutamaan Puasa Ramadhan

Puasa dalam tinjauan berbagai aspek tidak ditemukan melainkan kebaikan demi kebaikan,
kemuliaan demi kemuliaan dan keajaiban demi keajaiban. Oleh karena itu sangat wajar jika mereka
yang berpuasa dengan benar sebagaimana Rasulullah berpuasa, benar-benar mereka akan
mendapatkan kemuliaan di sisi-Nya dengan anugerah agung dari-Nya, yakni ketaqwaan.

َ ُ‫ڪ ۡم َل َعلَّك ُۡمُتَتَّق‬


ُ‫ون‬ ُُ ‫ٱلصيَا ُم َك َما ُكتِبَ َعلَىٱلَّذِينَ ِمنقَ ۡب ِل‬ َ ‫يَـٰٓأَيُّ َهاٱلَّذ‬
ُ ‫ِين َءا َمنُواْ ُك ِتبَ َعلَ ۡي‬
ِ ‫ڪ ُم‬
“Wahai orang-orang yang beriman, diwajibkan atas kamu berpuasa sebagaimana diwajibkan atas
orang-orang sebelum kamu agar kamu bertakwa.” (QS. Al-Baqarah [2]: 183).

Ibarat sebuah titah seorang raja atau panglima, target dari pelaksanaan perintah ini sudah jelas goal
alias targetnya, yakni takwa. Oleh karena itu, segala macam aktivitas yang justru semakin
menjauhkan diri dari ketakqwaan sekalipun diri dalam keadaan lapar dan dahaga mesti dipahami
dan dijauhi.

Misalnya, menghabiskan puasa dengan banyak menonton televisi dengan beragam tayangan yang
menampilkan aurat, merangsang hasrat terhadap makanan dan menjauhkan diri dari mengingat
Allah, maka jelas ini adalah puasa yang tidak akan pernah sampai pada tujuan akhir.

Atau, nyaris dalam sebulan menghabiskan waktu sore hari hingga malam dengan kongkow-
kongkow di keramaian, hunting beragam makanan untuk ta’jil atau sekedar mondar-mandir dengan
motor untuk menunggu waktu Maghrib. Mungkin tidak salah, tetapi jika itu dilakukan setiap hari,
hingga tidak ada dzikir kepada Allah, maka ini adalah kerugian.

Oleh karena itu puasa tahun ini mesti kita pahami dengan sebaik-baiknya untuk kemudian
menancapkan komitmen dalam diri untuk benar-benar sampai pada ketakwaan. Di antaranya adalah
dengan memahami manfaat dari puasa Ramadhan itu sendiri.

Pertama, puasa merupakan kafarat dari sekian banyak kafarat.


“Fitnah seorang laki-laki yang disebabkan keluarganya, hartanya, dan tetangganya, akan ditebus
oleh kifarat dari sholat, puasa, dan sedekahnya.” (HR. Bukhari).

Kedua, puasa menghapus dosa-dosa yang telah lalu.


“Siapa saja yang berpuasa di bulan Ramadhan karena keimanan dan mengharapkan ridha Allah,
maka akan diampuni segala dosanya yang telah lalu.” (HR. Bukhari).

Ketiga, puasa menjadi syafaat di hari kiamat.


Puasa (Ramadhan) dan Al-Qur’an akan memberikan syafaat bagi seorang hamba pada hari kiamat.
Puasa akan berkata, “Wahai Rabb, aku mencegahnya makan dan minum di siang hari, maka
izinkanlah aku memberi syafaat kepadanya. Dan Al-Qur’an berkata, Wahai Rabb, aku
mencegahnya tidur di malam hari, maka izinkanlah aku memberi syafaat kepadanya.” (HR.
Ahmad).

Keempat, ada Surga khusus bagi orang-orang yang berpuasa.


“Sesunguhnya di surga ada sebuah pintu yang disebut ar-Royyan. Pada hari kiamat akan masuk
dari pintu itu orang-orang yang berpuasa dan pintu itu tidak akan dilalui oleh seorang pun selain
mereka. Dikatakan pada hari itu, ‘Mana orang-orang yang rajin berpuasa?’ Maka mereka pun
berdiri dan tidak ada seorang pun yang ikut masuk melainkan mereka. Setelah mereka masuk, pintu
itu pun dikunci, hingga tidak ada seorang pun yang masuk setelahnya.” (HR. Bukhari).

Kelima, Allah kabulkan doa orang yang berpuasa.


“Ada tiga doa yang tdak akan ditolak oleh Allah Ta’ala, yaitu dua orang yang berpuasa sampai ia
berbuka, doa seorang pemimpin yan gadil, dan doa orang-orang yang teraniaa. Allah akan
mengangkat doa-doa tersebut ke atas awan dan Dia akan membukakan pintu langit bagi doa

Halaman 1
Kumpulan Materi Pilihan Kultum Bakda Tarawih Masjid al-Furqon Agraria Bantarsari Cilacap Ramadhan 1439 H

tersebut. Allah akan berkata, “Demi keagungan-Ku, sungguh aku akan menolongmu walaupun
secara tidak langsung.” (HR. Tirmidzi).

Dengan memahami, menghayati dan menyelami empat hadits di atas, insya Allah kita tidak akan
menjalani puasa sebatas menahan lapar dan dahaga, tetapi sebaliknya, akan berusaha bersungguh-
sungguh mengisi Ramadhan dengan amalan-amalan penting yang diteladankan Rasulullah. Terlebih
puasa di antaranya akan menjadikan Allah mengabulkan doa, maka menjelang Maghrib bukanlah
waktu yang tepat untuk diisi dengan “keluyuran” melainkan memperbanyak doa hingga tiba waktu
berbuka puasa. Wallahu a’lam.
https://www.hidayatullah.com/ramadhan/mutiara-
ramadhan/read/2016/06/06/95975/empat-keutamaan-puasa-ramadhan.html

Materi hari ke-1 Pilihan kedua


Ramadhan Lebih Lengkap dengan Ibadah yang Berkualitas

Bulan Ramadhan adalah musim kebaikan karena berbagai bentuk ibadah ritual disyariatkan pada
bulan ini. Melalui ibadah tersebut hati orang beriman senantiasa dekat dengan Tuhannya, diproses
untuk menjalani tazkiyah (penyucian jiwa). Pintu kebaikan terbuka lebar untuk mengantarkan ke
pintu syurga, pintu kemaksiatan dipersempit agar dapat menjauhkan diri dari siksa neraka di akhirat
kelak.

Kebaikan dan amal shaleh begitu mudah dan ringan dilakukan pada bulan ini dibandingkan di luar
bulan Ramadhan. Semangat beribadah dan berbuat baik terus meningkat, disamping karena
terkondisi oleh suasana Ramadhan di mana kaum muslimin pada umumnya menjalankan ibadah
puasa dan shalat tarawih (qiyam Ramadhan), juga karena termotivasi dengan ganjaran kebaikan
yang berlipat ganda sebagaimana dijanjikan oleh Allah Subhanahu Wata’ala. dan Rasulullah
Shallallahu ‘alaihi Wassalam.

Pada bulan Ramadhan kita menyaksikan betapa kaum Muslimin sangat antusias menjalankan
ibadah, baik yang sifatnya fardhu seperti shalat lima waktu, puasa dan zakat maupun ibadah sunnah
seperti tarawih, tadarrus al Qur’an, i’tikaf, sadaqah, infaq, umrah dan sebagainya. Semua ini adalah
ibadah dan amal shaleh yang dianjurkan pada bulan Ramadhan. Namun yang perlu dipahami dan
diperhatikan bahwa ibadah dalam Islam tidak hanya mementingkan jumlah atau kuantitas semata,
tetapi justru kualitasnya yang perlu diutamakan. Allah Subhanahu Wata’ala. berfirman:
ُ ُ‫يزُا ْلغَف‬
ُ‫ور‬ ُ ‫ُو ُه َوُا ْل َع ِز‬
َ ً‫ع َمال‬ َ ‫ُوا ْل َح َياةَُ ِل َي ْبلُ َو ُك ْمُأَيُّ ُك ْمُُأَ ْح‬
َ ُ‫س ُن‬ َ َ‫قُا ْل َم ْوت‬
َ َ‫الَّذِيُ َخل‬
“Allah lah yang menciptakan mati dan hidup untuk menguji kalian, siapa di antara kalian yang
paling baik amalnya. Allah Maha Perkasa lagi Maha Pengampun.” (QS: Al-Mulk 67: 2)

Kata “ahsanu ‘amalan” yang berarti “yang paling baik amalnya” mengisyaratkan bahwa penilaian
terhadap ibadah yang dilakukan oleh setiap hamba ditentukan oleh kualitasnya. Ada dua hal yang
dapat dijadikan ukuran untuk menilai kualitas suatu ibadah yaitu aspek keikhlasan dan kesesuaian
dengan tuntunan Allah dan Rasul-Nya. Allah Azza wa Jalla berfirman:
َ َ‫ص َالة‬
ُ‫ُويُ ْؤتُوا‬ َّ ‫اءُويُ ِقي ُمواُال‬ َ ‫ينُلَهُُالد‬
َ َ‫ِينُ ُحنَف‬ َ ‫ُواَُّللاَُ ُم ْخ ِل ِص‬
َّ ‫َو َماُأ ُ ِم ُرواُ ِإ ََّّلُ ِل َي ْعبُد‬
ُ ‫ُوذَ ِلكَُُد‬
‫ِينُا ْل َق ِي َم ُِة‬ َ َ‫الزكَاة‬ َّ
“Padahal mereka hanya diperintah menyembah Allah, dengan ikhlas menaati-Nya semata-mata
karena (menjalankan) agama, dan juga agar melaksanakan salat dan menunaikan zakat, dan yang
demikian itulah agama yang lurus (benar).” (QS: Al-Bayyinah 98: 5)

Ikhlas artinya mentauhidkan dan memurnikan niat karena Allah Subahanahu wa Ta’ala dalam
ketaatan mendekatkan diri kepada-Nya tanpa mengharapkan apapun dari makhluk berupa pujian dan
sebagainya. Orang yang memiliki sifat ikhlas tidak akan menghiraukan penilaian manusia karena
mereka selalu mengharapkan penilaian dan perhatian Sang Khaliq. Ikhlas juga merupakan
kesesuaian antara amalan lahir dan bathin (hati) seorang hamba.

Halaman 2
Kumpulan Materi Pilihan Kultum Bakda Tarawih Masjid al-Furqon Agraria Bantarsari Cilacap Ramadhan 1439 H

Setelah keikhlasan, faktor berikutnya yang menentukan kualitas suatu ibadah adalah aspek
mutaba’ah, yaitu kesesuaian dengan tata cara yang dicontohkan oleh Rasulullah Shallallahu ‘alaihi
Wassalam. sebagaimana sabdanya:
“Barangsiapa yang mengerjakan amalan tanpa didasari perintah kami, maka ia tidak diterima.”
(HR. Bukhari dan Muslim)

Banyak orang yang rajin dan bersemangat melakukan ibadah ritual khususnya pada bulan
Ramadhan ini seperti shalat sunnah dengan jumlah puluhan rakaat, namun sering mereka tidak
mengindahkan tata cara shalat (kaifiyat) yang diajarkan oleh Rasulullah Shallallhu ‘alaihi Wassalam
seperti tuma’ninah, gerakan dan bacaan yang sempurna. Mereka umumnya beranggapan bahwa
yang penting dalam ibadah adalah keikhlasan, sedangkan kaifiyatnya apakah sesuai tuntunan
Rasulullah Shallallahu ‘alaihi Wassalam. tidak menjadi perhatian. Prinsip mereka bahwa Allah
Maha Mengetahui apa yang dilakukan oleh hamban-Nya.

Tidak sedikit dari kaum muslimin yang sangat antusias menjalankan berbagai ibadah yang
sebenarnya tidak jelas dasar syar’inya. Hanya bermodalkan tradisi dan kebiasaan masyarakat
setempat, atau mungkin atas dasar petuah seorang guru yang diambil dari kitab tertentu tanpa mau
tahu landasan dalilnya, haditsnya shahih atau lemah. Bahkan ketika ada orang lain yang melakukan
hal berbeda dengan tradisi mereka, justru dianggap ajaran baru yang sesat. Fenomena ini sering kita
saksikan di mana-mana, khususnya di kalangan orang awam, baik di tanah air maupun di negri jiran
Malaysia di mana penulis sedang menyelesaikan pendidikan.

Pada saat yang sama ada segolongan umat Islam yang sangat ketat dalam menyikapi aspek
mutaba’ah atau kesesuaian dengan sunnah. Bahkan dengan mudahnya memvonis bid’ah ketika
menemukan pelaksanaan ibadah yang tidak sesuai dengan apa yang mereka pahami karena dianggap
bertentangan dengan sunnah. Ada di antara mereka yang cenderung fanatik dengan fatwa ulama
tertentu dan tidak berkenan menerima perbedaan pendapat yang terjadi di kalangan ulama mu’tabar
ahlus sunnah sekalipun.

Boleh jadi ada di antara kaum muslimin yang tidak terlalu mempersoalkan aspek keikhlasan,
kekhusyu’an dan suasana hati. Yang penting bagi mereka tata cara pelaksanaannya sudah sesuai
dengan sunnah, seolah-olah sudah dijamin diterima di sisi Allah Subhanahu wa Ta’ala. Ibadah
seperti ini tentu terasa hambar dan kering karena hanya memperhatikan sisi kaifiyat-nya saja dan
mengabaikan aspek spritualnya.

Momen Ramadhan ini hendaknya kita maksimalkan untuk mendekatkan diri kepada Allah, baik
melalui ibadah wajib (fardhu) maupun sunnah (nawafil) dengan penuh kekhusyu’an, keikhlasan
semata-mata mengharap keridhaan-Nya. Kemudian terus mempelajari tuntunan Rasulullah
Shallallahu ‘alaihi Wassalam dalam beribadah agar dapat meneladaninya dengan baik sehingga
ibadah kita menjadi ahsanu amalan, yaitu amalan yang terbaik dan berkualitas yang diterima di sisi
Allah Subhanahu wa Ta’ala. Wallahu Ta’ala A’lam.
https://www.hidayatullah.com/ramadhan/mutiara-ramadhan/read/2012/08/09/61579/ramadhan-
lebih-lengkap-dengan-ibadah-yang-berkualitas.html

Materi hari ke-2 Pilihan pertama


Mengisi Ramadhan dengan ‘Imanan’ dan ‘Ihtisaban’

Dari Abu Hurairah, Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi Wassallam berkata,


ُ‫ُم ْنُذَ ْن ِب ِه‬
ِ ‫غ ِف َرُلَهُُ َماُُتَقَ َّد َم‬
ُ ُ‫سابًا‬
َ ِ‫احت‬ َ ً‫انُ ِإي َمان‬
ْ ‫اُو‬ َ ‫ض‬َ ‫ُر َم‬ َ ُ‫َم ْن‬
َ ‫صا َم‬
“Barangsiapa berpuasa Ramadhan atas dasar iman dan mengharap pahala dari Allah, maka
dosanya yang telah lalu akan diampuni.” (HR. Bukhari)

Disebutkan dalam kitab “Fathul Bari” kata “imanan” di atas bermakna meyakini puasa di bulan
Ramadhan adalah perintah Allah yang wajib untuk ditunaikan.

Halaman 3
Kumpulan Materi Pilihan Kultum Bakda Tarawih Masjid al-Furqon Agraria Bantarsari Cilacap Ramadhan 1439 H

Sedang kata “ihtisaban” tercatat dalam kitab penjelasan “Shahih al-Bukhari” tersebut masih satu
timbangan (sewazan) dengan kata “iftitahan” artinya pembuka. Jadi ihtisaban bermakna
perhitungan.

Untuk itu hendaknya semua yang dilakukan di bulan mulia tersebut sejatinya harus diniatkan dan
selalu dalam perencanaan meraih ridha dan ampunan Allah. Sedang mengharap ridha-Nya berarti
hanya mencari pahala dan balasan kebaikan dari Allah.

Diharapkan, setiap jenak yang berlalu, dari hitungan detik, menit, hari, dan pekan dalam bulan
Ramadhan dipenuhi keberkahan dan kemuliaan serta tidak berlalu dengan sia sia.

Dengan pemahaman di atas, ternyata tak mudah merealisasikan harapan tersebut. Ada saja gangguan
dan godaan dari nafsu, meski sebelumnya dinyatakan bahwa setan telah dibelenggu sepanjang bulan
Ramadhan.

Tanpa sadar, tetap saja ada waktu yang berlalu tanpa makna. Mulai dari dikarenakan hal sepele
hingga kesibukan dunia yang memang harus dijalani.

Tak jarang seorang Muslim menghabiskan waktu berjam-jam bersama kawannya hanya untuk
obrolan tanpa juntrung yang jelas. Ada yang cuma nongkrong, ngabuburit, main game online,
hingga chatting dan aktifitas media sosial lainnya.

Atau seorang remaja Muslimah yang asyik berdandan dan mengurusi pakaian. Melipat baju yang
hanya 5 lembar, ternyata sampai menghabiskan waktu 1 jam, misalnya.

Belum lagi serbuan nafsu makan dengan jajanan kuliner yang begitu menggoda sepanjang jalan.
Bisa dipastikan, jika nafsu makan tersebut tak mampu dikontrol dengan baik, maka semangat ibadah
dengan sendirinya turun secara drastis.

Alih-alih bisa bangun di sepertiga malam melaksanakan shalat tahajjud, terkadang mata tersebut tak
mampu kompromi untuk mengerjar taget tilawah al-Qur’an dalam sehari.

Dalam hal ini, Rasulullah Shallalahu alaihi wasallam (Saw) mengingatkan dalam sabdanya.
‫رغمُأنفُرجلُدخلُعليهُرمضانُثمُانسلخُقبلُأنُيغفرُله‬
“Celakalah bagi orang yang mendapati Ramadhan hingga bulan itu berlalu sedang ia belum
mendapatkan (jaminan) ampunan dari Allah.”

Disebutkan dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), kata celaka artinya mendapatkan
kesusahan, kesulitan dan kemalangan.

Secara logika sederhana, orang yag celaka di bulan Ramadhan akan sulit di Hari Akhirat jika tidak
mendapat ampunan di bulan Ramadhan. Nasibnya jadi malang dan disulitkan melalui proses
pengadilan di Hari Perhitungan kelak.

Terakhir, sejatinya, self control berupa “imanan” dan “ihtisaban” sudah cukup untuk menjadikan
seorang Muslim bersemangat dalam menjalani hari-hari yang diliputi keberkahan berlipat tersebut.

Ia bahkan meyakini, setiap helaan nafas yang berbalut keimanan adalah zikir yang mengundang
ridha Allah. Semoga kita semua diberi hidayah dan keistiqamahan menyelesaikam bulan Ramadhan
dengan semangat “imanan” dan “ihtisaban”.
https://www.hidayatullah.com/ramadhan/mutiara-ramadhan/read/2016/06/11/96261/mengisi-
ramadhan-dengan-imanan-dan-ihtisaban.html

Halaman 4
Kumpulan Materi Pilihan Kultum Bakda Tarawih Masjid al-Furqon Agraria Bantarsari Cilacap Ramadhan 1439 H

Materi hari ke-2 Pilihan kedua


Ramadan, Media Meraih Gelar Muttaqien

Menarik menyelami ayat al-Qur’an surat al-Baqarah ayat 183-186. Disamping menjadi dalil, illah,
historis serta teknis tentang detailnya pelaksanaan kewajiban puasa, Allah Subhanahu Wata’ala juga
menyelipkan adab berdoa agar doa para hamba makbul. Memang secara sekilas nampak tidak ada
kaitan dengan ayat sebelumnya namun jika kita selami lebih dalam justru itu adalah kode rahasia
yang mesti kita ketahui rahasia dibalik penempatan redaksi ayat puasa tersebut.

Berikut kutipan penggalan kalamullah yang terdapat dalam al-Baqarah secara berurutan.

Pertama:
ُ‫ُمنُقَ ْب ِل ُك ْمُلَعَلَّ ُك ْم‬ َ ‫علَىُالَّذ‬
ِ ‫ِين‬ ِ ‫علَ ْي ُك ُم‬
َ ِ‫ُالصيَا ُمُ َك َماُ ُكت‬
َ ُ‫ب‬ َ ‫يَاُأَيُّ َهاُالَّذ‬
َ ِ‫ِينُآ َمنُواُْ ُكت‬
َ ُ‫ب‬
َُ ُ‫تَتَّق‬
‫ون‬
“Hai orang-orang yang beriman, diwajibkan atas kamu berpuasa sebagaimana diwajibkan atas
orang-orang sebelum kamu agar kamu bertakwa.” (QS. al-Baqarah ayat: 183)

Kedua:
‫ٍُم َنُا ْل ُه َُد‬
ِ ‫ُوبَ ِينَات‬ ِ َّ‫ًىُللُن‬
َ ‫اس‬ ُ ‫ِيُأ ُ ِنز َلُفِي ِهُا ْلقُ ْر‬
ِ ‫آنُ ُهد‬ َ ‫انُالَّذ‬
َ ‫ض‬َ ‫ُر َم‬
َ ‫ش ْه ُر‬
َ
“….bulan yang di dalamnya diturunkan (permulaan) al-Quran sebagai petunjuk bagi manusia dan
penjelasan-penjelasan mengenai petunjuk itu dan pembeda (antara yang hak dan yang bathil….”
(QS. Al-Baqarah ayat 185).

Ketiga:
ْ َ‫َانُفَ ْلي‬
ُ‫ستَ ِجيبُواُْ ِلي‬ ِ ‫يبُ َدع َْوةَُالدَّاعُِإِذَاُ َدع‬ ٌ ‫سأَلَكَ ُ ِعبَادِيُعَنِيُفَ ِإنِيُقَ ِر‬
ُ ‫يبُأ ُ ِج‬ َ ُ‫َوإِذَا‬
َُ ‫شد‬
‫ُون‬ ُ ‫َو ْليُ ْؤ ِمنُواُْ ِبيُلَعَلَّ ُه ْمُيَ ْر‬
“Dan apabila hamba-hamba-Ku bertanya kepadamu tentang Aku, Maka (jawablah), bahwasanya
aku adalah dekat. aku mengabulkan permohonan orang yang berdoa apabila ia memohon kepada-
Ku, Maka hendaklah mereka itu memenuhi (segala perintah-Ku) dan hendaklah mereka beriman
kepada-Ku, agar mereka selalu berada dalam kebenaran.” (QS. Al-Baqarah ayat 186).

Trilogi ayat di atas sebenarnya mengarah kepada sebuah esensi dari bentuk watak atau karakter
alumni tarbiyah Ramadhan bukan hanya ketika berpuasa saja. Sebagaimana bunyi ujung dari ayat
terakhir “agar mereka selalu berada dalam kebenaran”.

Jadi, untuk menjadi orang benar yang dalam istilah qur’ani disebut “muttaqien” adalah hasil dari
keinginan jiwa yang merdeka, ikhlas dan lepas dari belenggu hawa nafsu dan syaitan. Dan terbebas
menjadikan serta menjalankan kandungan al-quran sebagai satu-satu pedoman hidup dalam segala
aspek kehidupan.

Kemudian para i’badillah (hamba-hamba Allah) tidak saja berusaha terus menurus tanpa pernah
berdoa kepada Allah agar senantiasa dijadikan oleh Allah sebagai orang yang baik dan benar yang
menjalankan titah dan perintahnya. Sebagaimana kata bijak mengatakan “Usaha tanpa do’a
sombong. Do’a tanpa usaha omong kosong”.

Tentunya dalam berdoa dan berusaha agar tidak berbuah omong kosong atau untuk meraih hasil
yang memuaskan jelas tidak serta merta, sin salabin atau abra kadabra namun mesti cukup syarat
dan masyrut-nya. Itu sangat jelas sekali sebagaimana Allah menjelaskan dalam ayat di atas
“bahwasanya aku adalah dekat. aku mengabulkan permohonan orang yang berdoa apabila ia
memohon kepada-Ku, Maka hendaklah mereka itu memenuhi (segala perintah-Ku) dan hendaklah
mereka beriman kepada-Ku”.

Jadi salah satu syarat diterimanya doa adalah; membuat permohonan, menjalankan perintah serta
menyakini akan adaNya Allah dalam arti yang luas.

Halaman 5
Kumpulan Materi Pilihan Kultum Bakda Tarawih Masjid al-Furqon Agraria Bantarsari Cilacap Ramadhan 1439 H

Jika tiga syarat tersebut sudah kita laksanakan maka jadilah antara kita dengan Allah tanpa jarak
sejengkal pun. Artinya, apapun yang kita minta bahkan yang tidak pernah kita minta sekalipun Allah
akan memberikan dengan jalan tanpa kita sangka.

Inilah maksud ayat Allah “Barangsiapa yang bertaqwa kepada Allah niscaya Dia akan
mengadakan baginya jalan ke luar. Dan memberinya rezeki dari arah yang tiada disangka-
sangkanya.” (QS. Al-Thalaq:2)

Alumni Harapan Madrasah Tarbiyah Ramadhan


Meraih “gelar muttaqien” adalah satu-satunya hikmah diwajibkan puasa baik kepada umat
terdahulu maupun sekarang. Sebagaimana firman Allah dalam surat al-Baqarah ayat: 183 di atas.

Dalam al-Qur’an kata taqwa terdapat 224 ayat dengan berbagai bentuk yang berbeda-beda
tergantung konteks ayat yang ada, akan tetapi inti dari semua ayat itu bermuara pada beberapa
pengertian, yaitu taqwa adalah orang yang beriman, taqwa adalah takut dan taqwa adalah beramal
shaleh.

Kemudian kata “taqwa” dalam bentuk apapun selalu tergolong kata dalam kata kerja. Jadi untuk
meraih gelar muttaqien dibutuhkan usaha yang terus menurus dan simultan tak pernah kenal lelah
dan istrihat. sebagaimana jawaban Imam Ahmad ketika ditanyakan kapan seorang mukmin
istirahat. Dengan tegas beliau menjawab “Ketika mukmin menginjak kakinya di surga”. Begitu
nasehat dahsyat sang Imam.

One month to one year


Ramadhan adalah satu bulan untuk satu tahun (Ramadan is a month for one year) maksudnya adalah
spirit puasa itu mampu kita aplikasikan dalam sebelas bulan yang lain. Menahan diri dari larangan
berbuat kesalahan yang melebarkan pintu neraka tidak berlaku saja di bulan puasa namun mesti
hidup sepanjang tahun.

Akhirnya kita berharap, mampu mengiqra’ pesan rabunna azzawajalla yang diturunkan ke langit
dunia pada Malam Lailatul Qadar. I’qra pertama adalah mampu membaca secara tekstual/harfiah,
I’qra kedua mampu menafsirkan sesuai ilmu usulud tafsiir dan I’qra tingkatan ketiga adalah mampu
menjadi furqan (pembeda) antara hak dan yang batil baik dalam konteks berfikir dan bertindak.
https://www.hidayatullah.com/ramadhan/mutiara-ramadhan/read/2013/07/13/5452/ramadan-media-
meraih-gelar-muttaqien.html

Materi hari ke-3 Pilihan pertama


Tujuh Kabar Gembira Ramadhan

Rasulullah Muhammad Shallallahu ‘Alaihi Wassalam pernah memberi kabar gembira kepada para
Sahabat radhiyallahu anhum tentang datangnya bulan Ramadhan. Beliau menggambarkan
Ramadhan sebagai “tamu” agung yang datang mengunjungi umatnya.

Abu Hurairah radhiyallahu anhu meriwayatkan sebuah hadits yang mengandung 7 kabar gembira
yang dibawa Ramadhan.

Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam bersabda:


ُ‫ُتفتحُفيه‬،‫ُفرضُهللاُعزُوجلُعليكمُصيامه‬.‫ُشهرُمبارك‬،‫أتاكمُرمضان‬
ُ‫ُهللُفيه‬،‫ُوتغلُفيهُمردةُالشياطين‬،‫ُوتغلقُفيهُأبوابُالجحيم‬،‫أبوابُالسماء‬
‫ُمنُحرمُخيرهاُفقدُحرم‬،‫ليلةُخيرُمنُألفُشهر‬
“Telah datang kepada kalian Ramadhan, bulan yang penuh berkah. Allah wajibkan kepada kalian
puasa di bulan ini. Di bulan ini, akan dibukakan pintu-pintu langit, dan ditutup pintu-pintu neraka,
serta setan-setan nakal akan dibelenggu. Demi Allah, di bulan ini terdapat satu malam yang lebih
baik dari pada 1000 bulan. Siapa yang terhalangi untuk mendulang banyak pahala di malam itu,
berarti dia terhalangi mendapatkan kebaikan.” (HR Ahmad dan Nasai).

Halaman 6
Kumpulan Materi Pilihan Kultum Bakda Tarawih Masjid al-Furqon Agraria Bantarsari Cilacap Ramadhan 1439 H

Kabar gembira pertama adalah berita datangnya Ramadhan. Sungguh menjadi kabar yang sangat
ditunggu-tunggu kaum Muslimin. Nabi menggambarkan Ramadhan sebagai tamu yang dirindukan
satu tahun lamanya, dan kini ia mendatangi kita.

Kabar selanjutnya adalah sifat Ramadhan yang penuh berkah, Syahrun Mubarak. Hal tersebut
nampak dari banyaknya pahala yang bisa diraih pada bulan ini dan tidak ada di bulan-bulan lainnya.
Sedekah, misalnya, Rasulullah Shallallahu ‘alaihi Wasallam mengabarkan bahwa sedekah terbaik
adalah sedekah yang dikeluarkan di bulan Ramadhan.

Kemudian, kabar ketiga adalah Rasulullah shallallahu alaihi wasallam mengajarkan syariat wajib
berpuasa Ramadhan, sebagai penguat dari apa yang telah Allah firmankan dalam al-Quran surat al-
Baqarah ayat 183. Ada dua kegembiraan bagi orang-orang yang berpuasa; kegembiraan saat berbuka
puasa dan kegembiraan saat bertemu dengan Rabbnya.

Kabar gembira selanjutnya adalah dibukanya pintu-pintu langit dan surga pada bulan penuh berkah
ini, ditutupnya pintu-pintu neraka dan dibelenggunya setan-setan.

Sungguh menjadi kabar gembira bagi umat Islam untuk lebih bersemangat berbuat kebaikan dan
bertaubat atas dosa-dosa yang telah dilakukan, karena peluang masuk surga dan terbebas dari siksa
neraka sangat besar di bulan Ramadhan. Sungguh terasa betapa besar rahmat Allah Taala untuk
hamba-hambanya.

Hadits ini ditutup dengan kabar paling membahagiakan berupa adanya satu malam yang nilai ibadah
pada malam tersebut dinilai lebih baik dari pada 1000 bulan. Itulah Lailatul Qadar yang hanya Allah
berikan untuk umat Nabi Muhammad dan hanya ada di bulan Ramadhan.

Maka tidak heran kalau Nabi tercinta mengingatkan umatnya agar bersungguh-sungguh mencari
malam tersebut, bahkan beliau menegaskan siapa yang lalai beribadah pada malam tersebut maka
sungguh dia telah diharamkan dari pahala yang besar dan kebaikan yang banyak.

Semoga kabar gembira dalam hadits di atas menambah semangat dan kesadaran kita akan
keagungan bulan suci Ramadhan, semakin menggerakkan kita untuk melaksanakan ibadah
Ramadhaniyah terbaik pada tahun ini.
https://www.hidayatullah.com/ramadhan/mutiara-ramadhan/read/2016/06/07/96030/tujuh-kabar-
gembira-ramadhan.html

Materi hari ke-3 Pilihan kedua


Ramadlan dan Madrasah Insan Adabi

Kekeliruan dan kerancuan dalam pemikiran sejatinya berpangkal dari problem hati dan jiwa. Iman
itu terletak dalam hati. Karena itu, problem kerancuan pemikiran sebetulnya adalah problem
keimanan. Oleh sebab itu, tazkiyatun nafs (pembersihan jiwa) dapat disebut juga proses tazkiyatu al-
fikr (pembersihan pemikiran) sekaligus pembersihan iman. Maka, langkah pertama dan utama untuk
mengislamkan pemikiran adalah dengan cara riyadlah al-nafs (melatih jiwa melawan hawa nafsu).
Imam al-Ghazali dalam kitab Ihya ‘Ulumuddin, disampaing mengkounter faham-faham yang keliru,
ia memberi solusi dengan riyadhah al-nafs. Misalnya mengkritik keyakinan-keyakinan materialistic
(madiyyah) yang masuk ke dalam hati harus. Sebab, hati dan pikiran itu mengontrol dan membentuk
perilaku. Beradab atau bi-adabnya perilaku dipengaruhi oleh bersih dan kotornya jiwa dan hati
seseorang.

Tazkiyatul Fikr
Maka setiap Muslim harus memanfaatkan waktu sebaik-baiknya untuk membersihkan pemikiran,
dari hal-hal yang merusak keimanan. Imam al-Syafi’i pernah mengatakan dalam salah satu syairnya:
“Jika anda tidak menyibukkan diri anda dengan kebenaran, maka ia (waktu) akan menyibukkan
anda dengan kebatilan”. Tazkiyatul fikr (pembersihan pemikiran) dilalui dengan proses penyadaran
diri yang disebut riyadlah.

Halaman 7
Kumpulan Materi Pilihan Kultum Bakda Tarawih Masjid al-Furqon Agraria Bantarsari Cilacap Ramadhan 1439 H

Ibnu Qayyim al-Jauziyyah mengatakan, ada empat aspek yang dilalui dalam proses penyadaran diri
ini. Yaitu, al-yaqdzah, al-’azm, al-fikrah dan al-bashirah. Empat rangkaian inilah yang mesti
menjadi unsur muhasabah. Al-yaqdzah, yaitu perasaan hati berupa penyesalan setelah ia bangun dari
’tidur’. Ini merupakan proses awal untuk membenahi perilaku yang telah dikerjakan. al-’azm, yaitu
niat kuat untuk melakukan perbaikan. Karena tekadnya telah bulat, maka segala hambatan dan
rintangan siap dihadapi.

Sedangkan al-fikrah, yaitu fokus pada tujuan perbaikan. Hati hanya tertuju kepada sesuatu yang
hendak dicari. Dan yang terakhir al-bashirah yaitu semacam cahaya dalam hati untuk melihat janji
dan ancaman, surga dan neraka. Tahapan muhasabah ini dapat dijadikan sebagai proses penyucian
jiwa dari unsur-unsur sekularisme dan materialisme.

Proses tersebut disebut juga jihad nafsu (mujahadah al-nafs). Di kalangan ahli tasawwuf, jihad nafsu
itu menjadi cara untuk membentuk jiwa bertakwa dan beradab – yaitu jiwa yang ingatannya tidak
pernah lepas dari Allah Swt dalam setiap aktifitasnya.

Imam al-Sya’rani pernah memberi nasihat, bahwa jihad nafsu itu fardhu ‘ain yang harus dilakukan
setiap hari. Ia mengatakan, mujahadah itu kewajiban yang tak terputus, sepanjang masa seorang
muslim wajib berjihad melawan hawa nafsunya. Sebab, nafsu secara terus-menerus menggoda
manusia agar meninggalkan syariat Allah Subhanahu wa ta’ala. Maqam (kedudukan tinggi seorang
hamba di sisi Allah Swt) tidak mungkin diraih tanpa jihad nafsu. Ia mengatakan: “Barang siapa
yang menyangka dirinya telah mencapai derajat tanpa mengerahkan usaha melawan nafsu dalam
beribadah, maka sungguh itu mustahil” (Tanbih al-Mughtarin, hal. 111).

Islam menyeru umatnya untuk mengendalikan syahwat sesuai dengan syariat Allah Swt. Syahwat
tidak dilampiaskan semau sendiri, tapi syahwat juga tidak dilarang untuk memenuhi syahwat dunia
dengan kadar tertentu dan sesuai dengan yang diperintah Allah Swt. Syahwat mata, telinga, perut,
seksual dan lain-lain boleh dipenuhi dengan batas dan aturan-aturan yang telah ditetapkan.
(Pendidikan Islam Membentuk Manusia Berkarakter dan Beradab, hal. 74). Pemenuhan dengan
batas tertentu ini merupakan kemurahan dan rahmah Allah terhadap hamba-Nya. Sedangkan
larangan untuk melampiaskan secara bebas dalam rangka agar manusia tidak seperti hewan yang
tanp aturan. Oleh sebab itu, pembersihan jiwa juga penjernihan pikiran.

Jiwa dan pikiran yang Islami, — yaitu yang bersih — selalu patuh dan tunduk kepada syariat Allah,
beradab, bermoral dan terbebas dari kekuasaan nafsu untuk membenci agama. Jiwa dan pikiran yang
patuh kepada-Nya terisi nilai-nilai suci, tiada nilai lain kecuali nilai Islam dan kebenaran. Ramadlan
sengaja menjadi tempat untuk mencetak jiwa-jiwa Islami, bukan jiwa yang sekular. Perbanyaknyah
ibadah, sering-seringlah mengikuti kajian ilmu. Sekali-kali jangan beri kesempatan nafsu untuk
menguasai jiwa selam bulan puasa. Jika seusai Ramadlan jiwa kita tetap sekular, maka kita gagal
beribadah puasa Ramadlan. Maka, siapkanlah diri sejak sekarang untuk memasuki ‘madrasah’
Ramadlan.

Tradisi Ilmu
Pembangunan insan adab, selain dengan pembersihan jiwa juga meningkatkan kualitas keilmuan.
Momen untuk mengembangkan dan memperbaiki budaya ilmu di bulan Ramadlan memiliki nuansa
tersendiri yang berbeda dengan bulan-bulan lainya. Bulan yang juga dijuluki Rihlah ruhaniyah ini
sungguh tepat menjadikannya sebagai Madrasah Ilmiyah. Para ulama’ memberi teladan mencari
ilmu yang baik, yakni bersih ruhani – menjauhi segala aktifitas maksiat. “Ilmu (hafalan) tidak
bersahabat dengan maksiat!” nasihat Imam al-Waqi’ kepada Imam as-Syafi’i.

Ilmu menempati derajat istimewa dalam Islam, dan Ramadlan adalah bulan teristimewa di antara
bulan-bulan lainnya. Oleh sebab itulah, mestinya tradisi mencari ilmu seharusnya lebih semarak di
bulan suci, karena inilah momen menjalankan dua kewajiban istimewa yang berimplikasi positif
untuk kebiasan-kebiasaan berbudaya ilmu setelah Ramadlan.

Tradisi-tradisi pengembangan ilmu tersebut di pesantren-pesantren tradisional Indonesia telah


membudaya dengan baik sejak dahulu. Di beberapa pesantren tradisional, ada tradisi khataman kitab

Halaman 8
Kumpulan Materi Pilihan Kultum Bakda Tarawih Masjid al-Furqon Agraria Bantarsari Cilacap Ramadhan 1439 H

selama bulan suci Ramadlan. Metodenya seperti yang lumrah berjalan di pesantren, yaitu sorogan.
Khataman kitab kuning itu diikuti oleh beberapa pelajar dari luar, bahkan dari luar pulau.

Tradisi tersebut perlu dikembangkan dan dibiasakan. Menjadikan aktivisa ilmu sebagai aktivitas
utama di bulan Ramadlan adalah sebuah kegiatan mulya dalam rangka membangun peradaban.
Peradaban Islam, sebagaimana yang telah peradaban Abbasiyah, Kordoba atau Ustmaniyah
terbangun dengan tradisi Ilmu. Hal itu misalnya bisa dilakukan dengan model-model yang lain,
daurah, pelatihan, workshop dan seminar. Kegiatan ilmu adalah aktifitas sangat tinggi nilainya di
sisi Allah SWT. Melalui ilmulah manusia dapat mengenal Allah dan memahami cara beribadah
kepada-Nya dengan benar.

Tradisi keilmuan ini perlu dibiasakan, mengingat tantangan terbesar muslim kontemporer menurut
Prof. Al-Attas adalah rusaknya Ilmu. Rusaknya konsep ilmu akan berkonsekuensi pada kerusakan
pemikiran dan metode memahami Islam. Apalagi, sebagaimana difatwakan oleh Imam al-Ghazali
dalam Ihya Ulumuddin, kerusakan umat diakibatkan oleh kejahatan intelektual muslim (ulama’).
https://www.hidayatullah.com/ramadhan/mutiara-ramadhan/read/2013/07/09/5395/ramadlan-dan-
madrasah-insan-adabi.html

Materi hari ke-4 Pilihan pertama


Waspadai Para Pencuri Ibadah Puasa

Mencuri? Siapa sih yang tidak pernah mendengar kata-kata itu disebut? Mencuri merupakan
pernyimpangan perilaku yang dialami seseorang yang menunjukkan kelemahan diri saat berhadapan
dengan dorongan hawa nafsunya.

Biasanya mencuri identik dengan mengambil hak milik orang lain yang bisa diindera. Mungkin
berupa uang, makanan, pakaian dan lain sebagainya. Namun ada satu macam jenis pencurian yang
jauh lebih jahat yaitu pencurian dalam perkara-perkara yang bersifat abstrak (ma’nawi) seperti
pencurian dalam ibadah. Sebagaimana Sabda Nabi Shalallahu ‘Alaihi Wassallam yang mengatakan;
ُ‫ف‬ َ ‫ُو َك ْي‬،
َ ِ‫َُّللا‬
َّ ‫سو َل‬ َ َ‫ُي‬:‫ص َالتِ ِه))ُقَالُوا‬
ُ ‫اُر‬ َ ُ‫ُم ْن‬
ِ ‫ق‬ ُ ‫س ِر‬ ْ َ‫س ِرقَةًُالَّذِيُي‬ َ ُ‫اس‬ِ َّ‫س َوأُُالن‬ ْ َ‫أ‬
َ ‫ُأَ ْوُقَا َل‬،))‫س ُجو َد َها‬
ُ‫ُ((َّلُيُ ِقي ُم‬: ُ ُ‫اُو ََّل‬
َ ‫ع َه‬
َ ‫ُركُو‬ َ ‫ص َالتِ ِه؟ُقَا َل‬
ُ ‫ُ((َّلُُيُتِ ُّم‬: َ ُ‫ُم ْن‬ ِ ‫ق‬ ُ ‫س ِر‬ْ َ‫ي‬
‫س ُجو ُِد‬ُّ ‫ُوال‬
َ ِ‫يُالركُوع‬ُّ ‫ص ْل َبهُُ ِف‬
ُ ))
“Seburuk-buruk pencuri adalah orang yang mencuri di dalam sholatnya.” Para sahabat bertanya,
“Bagaimana ia mencuri dalam sholatnya?” Beliau bersabda, “Ia tidak menyempurnakan ruku’nya
maupun sujudnya.” (HR. Ahmad)

Nah, orang yang mengerjakan sholat dengan begitu cepat gerakannya sehingga tidak
menyempurnakan ruku’ dan sujudnya ia sudah dianggap mencuri hak Allah di dalam sholatnya,
yaitu thuma’ninah. Tergesa-gesa dalam mengerjakan sholat dianggap mengurangi dan merusak
kesempurnaan shalat yang seharusnya diperhatikan dan dijaga, maka itu termasuk mencuri, mencuri
dalam pahala sholat. Jika sholat dikerjakan dengan sempurna maka ia akan diterima dan sempurna
pula pahalanya. Namun bila dikerjakan dengan cepat dan tergesa-gesa, maka cacatlah kesempurnaan
pahalanya.

Sama dengan kasus diatas, ada pula sekelompok manusia yang melaksanakan puasa Ramadhan
namun ia mencuri ibadah puasanya. Kenapa demikian? Karena ia melakukan puasa dengan penuh
kemalasan, kebodohan, lebih suka ‘nyantai’ daripada mengerjakan ibadah dan juga sebab-sebab
lainnya.

Ada orang yang mencuri ibadah puasanya karena ia menganggap puasa Ramadhan hanya sebagai
ritual kebiasaan dan bukan ibadah. Yang demikian biasanya karena ia tidak meniatkan puasanya
karena Allah dan tidak pula menunaikannya sebagaimana yang dimaksudkan oleh syari’at. Ia hanya
berpuasa semata-mata karena orang lain berpuasa.

Ada pula orang yang mencuri ibadah puasanya, karena ia berpuasa namun tidak mengerjakan sholat
lima waktu. Atau mengerjakan sebagian dari kewajiban sholat lima waktu. Kalau dipikir heran juga,
Halaman 9
Kumpulan Materi Pilihan Kultum Bakda Tarawih Masjid al-Furqon Agraria Bantarsari Cilacap Ramadhan 1439 H

bagaimana bisa sah puasanya kalau sholat yang merupakan pondasi Islam saja dia abaikan. Padahal ,
sholat adalah pilar Islam yang kedua sedangkan puasa adalah pilar yang keempat. Ibaratnya,
bagaimana mungkin meninggikan bangunan kalau bagian bawahnya keropos dan rapuh?

Ada pula orang yang mencuri ibadah puasanya, karena ia tiduuuuuuurr melulu sepanjang siang hari
Ramadhan. Sampai-sampai ia tidak merasakan hari-hari puasa kecuali tinggal setengah hari, ada
yang merasakan puasa Cuma sepertiga hari atau bahkan seperempat hari. Bahkan ada yang tidak
bangun kecuali untuk berbuka puasa. Lantas apa yang tersisa dari puasanya bagi pencuri-pencuri
puasa seperti ini.

Ada pula orang yang mencuri ibadah puasanya, dengan merusak ibadah puasanya dengan perkataan-
perkataan kotor dan menyakitkan. Puasa memang ia lakukan, namun berkata keji dan kotor masih
juga dia ucapkan. Tidak diragukan lagi, perilaku seperti ini merusak pahala ibadah puasa Ramadhan.
Bukankah Baginda Nabi Shalalallahu ‘Alaihi Wassallam pernah bersabda;
ُ،‫ُفإنهُليُوأناُأجزيُبه‬،‫ُك ُّلُعملُابنُآدمُلهُإَّلُالصوم‬:‫قالَُّللاُعزُوجل‬
َّ
ُ‫ُفإن‬،‫ُفإذاُكانُيومُصومُأحدكمُفالُيرفُثُوَّلُيفسقُوَّلُيصخب‬،‫والصيامُ ُجنة‬
ُ‫ُلَ ُخلوفُفم‬،‫ُوالذيُنفسُمحمدُبيده‬،‫ُإنيُصائم‬:‫ُفليقل‬،‫سابَّهُأحدُأوُقاتله‬
ُ‫ُإذاُأفطر‬:‫ُللصائمُفرحتانُيفرحهما‬،‫الصائمُأطيبُعندَُّللاُمنُريحُالمسك‬
َّ
‫ُوإذاُلقيُربهُفرحُبصومه‬،‫))فرحُبصومه‬
“Allah berfirman; Setiap amal anak Adam adalah untuknya kecuali puasa, karena ia adalah untuk-
Ku dan aku yang membalasnya. Puasa itu perisai, maka jika salah seorang dari kalian berpuasa
jangan berkata kotor, jangan pula melakukan tindakan dosa dan jangan marah. Kalau ada orang
yang mencelanya atau memeranginya, katakan ‘Aku berpuasa’.

Demi jiwa Muhammad yang berada dalam genggamannya, bau mulut orang yang berpuasa disisi
Allah itu lebih harum daripada bau kasturi. Dan bagi orang yang berpuasa ada dua kebahagiaan,
ia berbahagia ketika berbuka dan berbahagia ketika kelak bertemu dengan Rabb-nya.” (HR.
Bukhari)

Ada pula pencuri puasa yang mencuri dan merusak pahala puasa dan anehnya, orang yang berpuasa
tersebut dengan senang hati pahala dan kualitas ibadah puasanya dirusak oleh pencuri tersebut.
Pencuri tersebut berwujud media massa dan media hiburan seperti TV yang mempertontonkan film-
film dan sinetron-sinetron, infotaintmen dan iklan-iklan murahan yang banyak mengumbar aurat dan
mengajak ghibah sehingga bisa merusak pahala puasa.

Selain juga pencuri bernama smartphone dengan koneksi internet yang jika tidak bijak
menggunakannya bisa menjerumuskan orang yang sedang berpuasa ke dalam kemaksiatan, ghibah,
update status dusta dan hal-hal sia-sia yang bisa mengurangi pahala dan nilai ibadah puasa.
https://www.hidayatullah.com/ramadhan/mutiara-ramadhan/read/2017/05/31/117698/waspadai-
para-pencuri-ibadah-puasa.html

Materi hari ke-4 Pilihan kedua


Keutamaan Puasa Ramadhan menurut Al Ghazali

Ketika Baginda Muhammad Saw bersabda, “Puasa itu setengahnya sabar,” (HR. Imam At-
Tirmidzy) dilanjutkan dengan sabda lainnya yang menegaskan, “Sabar itu setengahnya iman,” (HR.
Imam Al-Khathib dan Imam Abi Nu’aim); Berarti sesungguhnya hasil gabungan dua hadits di atas
adalah “Puasa itu seperempatnya iman.”

Selain sabagai mozaik iman yang berbobot, pahala puasa itu langsung dibalas oleh Allah, sehingga
balasan rukun Islam yang satu ini tidak ada yang tahu selain-Nya, disaat setiap ibadah kebajikan
biasa bisa Allah lipat gandakan pahalanya mulai dari 10 hingga 700 kali lipat.

Halaman 10
Kumpulan Materi Pilihan Kultum Bakda Tarawih Masjid al-Furqon Agraria Bantarsari Cilacap Ramadhan 1439 H

Bagaimana dengan pahala puasa? Sekali lagi, pahala puasa benar-benar melintas di luar batas
prediksi hitungan hisab ibadah biasa, sebab, “puasa itu hanya untuk-Ku dan Akulah yang kelak
membalasnya,” ujar hadits Qudsi muttafaq ‘alaih riwayat Sahabat Abu Hurairah (w. 59 H/602-679
M).

Dan karena puasa mampu melejetikan setengah potensi rasa kesabaran dalam diri kita, Allah pun
telah berfirman,
ُ‫ب‬
ٍ ‫سا‬ ِ ‫ونُأَ ْج َر ُهمُبِغَ ْي ِر‬
َ ‫ُح‬ َّ ‫إِنَّ َماُيُ َوفَّىُال‬
َ ‫صابِ ُر‬
“Sesungguhnya hanya orang-orang yang bersabarlah yang dicukupkan pahala mereka tanpa
batas.” (QS: Az-Zumar: 10)

َ ‫صا ِب ِر‬
ُ‫ين‬ َّ ‫إِ َّنَُّللاَُ َم َعُال‬
“Dan Allah senantiasa bersama mereka yang selalu besabar.” (QS: Al-Baqarah ayat 153 dan Al-
Anfal ayat 47).

Tanda Puasa
Cukuplah untuk mengetahui keutamaan puasa ketika Nabi sampai sudi bersumpah bahwa aroma
mulut seorang berpuasa itu lebih harum di sisi Allah ketimbang harumnya misik, dan bahkan Allah
telah memberikan fasilitas khusus bagi mereka yang rajin berpuasa; kelak mereka masuk surga dan
bersua dengan-Nya via pintu yang tak bisa dilintasi oleh selain mereka, pintu spesial ini bernama
“Ar-Rayyan.”

Tidak heran, Rasul pun pernah mewartakan kepada para Sahabatnya bahwa hanya bagi orang
berpuasalah diperoleh dua kebahagiaan; kebahagiaan saat berbuka puasanya, dan kebahagiaan disaat
bertemu Tuhannya.

Ketiga hadits tentang aroma mulut berpuasa, pintu spesial “Ar-Rayyan”, dan dua kebahagiaan orang
berpuasa ini semuanya hadits-hadist shahih riwayat Imam Bukhari dan Imam Muslim.

Allah Subhanahu Wata’ala berfirman;


ٍُ ُ‫مُمنُقُ َّر ِةُأَ ْعي‬
َ ُ‫نُ َج َزاءُبِ َماُكَانُواُ َي ْع َمل‬
ُ‫ون‬ ِ ‫سُ َّماُأ ُ ْخ ِف َيُلَ ُه‬
ٌ ‫فَ َالُتَ ْعلَ ُمُنَ ْف‬
“Tak seorangpun mengetahui berbagai nikmat yang menanti, yang indah dipandang, sebagai
balasan bagi mereka atas apa yang mereka amalkan.” (QS. As- Sajdah [32]: 17).

Ada yang manafsiri bahwa yang mereka amalkan adalah puasa. Dan memang layak pahala puasa
sedemikian benafitnya, sebab puasa -sebagaimana yang telah disinggung diatas- langsung disalurkan
ke haribaan Allah Subhanahu Wata’ala, berbeda dengan ibadah-ibadah lainnya.

Di sini layak juga dipertanyakan, apa yang membedakan ibadah puasa dengan yang lainnya, padahal
semua ibadah lainnya pun akan dikembalikan ke Allah Subhanahu Wata’ala?

Pertama, Al-Ghazali menjawab puasa itu sama halnya dengan masjidil Haram yang secara
langsung diberi gelar “Rumah -milik- Allah” (Baitullah), padahal toh semua permukaan bumi ini
sebenarnya milik-Nya pula.

Kedua, ada dua faktor nalar bermakna yang hanya dimiliki ibadah puasa;
a. Bahwa puasa itu sebuah sikap ketahanan diri dan pengabaian, di dalamnya ada rahasia (sirr) yang
tak terdapat di ibadah lainnya yang bisa terlihat. Seluruh amal ketaatan (lainnya) bisa tersaksikan
makhluk hidup ciptaan-Nya dan terlihat, tidak dengan puasa. Hanya Allah semata yang bisa
melihatnya. Itu karena, sekali lagi, puasa merupakan amal ibadah batin dengan memfungsikan
kesabaran yang menjernihkan.
b. Bahwa puasa itu pengekang musuh Allah, sebab jalur Setan (menggoda manusia) hanya melalui
syahwat. Sedang syahwat hanya bisa diperkuat dengan makan-minum. Oleh karena itu, Baginda
Muhammad Saw pernah mengingatkan kita, “Sesungguhnya Setan berjalan melalui aliran darah
Ibn Adam, maka persempitlah kalian jalur-jalurnya dengan lapar!” (HR. Muttafaq ‘alaih) Masih
mengenai puasa yang melemahkan syahwat dengan rasa lapar, suatu hari Rasulullah Saw

Halaman 11
Kumpulan Materi Pilihan Kultum Bakda Tarawih Masjid al-Furqon Agraria Bantarsari Cilacap Ramadhan 1439 H

berpetuah kepada Siti ‘Aisyah (w. 58 H/613-678 M), “Kebiasaanku telah mengetuk pintu surga.”
Istri tercinta pun bertanya, “Dengan apa, wahai Baginda Rasul?” “Dengan lapar,” jawab sang
rasul.

Jadi, ketika puasa khususnya mampu mengekang Setan, menyumbat jalur-jalurnya, dan
mempersempit lintasan-lintasannya, maka sunggah pantaslah ibadah ini Allah spesialkan dengan
menasbihkan puasa hanya untuk dan milik-Nya. Sebab hanya dengan mengekang musuh-Nya,
pembelaan terhadap (agama) Allah terwujud, dan hamba yang membela (agama) Allah pasti akan
ditolong-Nya. Allah berfirman, “Hai orang-orang yang beriman, jika kalian menolong (agama)
Allah, niscaya Dia menolong kalian dan meneguhkan kedudukan kalian.” (Q.S Muhammad: 7).

Jadi, permulaan itu dengan kesungguhan perjuangan dari diri seorang hamba, dan pasti akan dibalas
dengan sebuah petunjuk (hidayah) dari Allah ‘Azza wa Jalla. Oleh sebab itu, Allah berjanji, “Dan
orang-orang yang berjuang demi (mencari keridhaan) Kami, niscaya benar-benar akan Kami
tunjukkan kepada mereka jalan-jalan Kami.” (Q.S. Al-Ankabut : 69).
Allah Subhanahu Wata’ala juga pernah menegaskan;
ُ‫إِ َّنَُّللاََُّلَُيُغَيِ ُرُ َماُبِقَ ْو ٍمُ َحتَّىُيُغَيِ ُرواُْ َماُبِأ َ ْنفُس ِِه ْم‬
“Sesungguhnya Allah tidak akan mengubah nasib suatu kaum kecuali kaum itu sendiri yang
mengubah apa-apa yang pada diri mereka.” (QS. Ar-Ra’d:11)

Sedangkan perubahan (ke arah lebih buruk) hanya bisa terjadi dengan memperbanyak syahwat, di
sinilah ladang ketenteraman para setan dan tempat mereka berjaga. Selagi ladang syahwat ini makin
subur, maka godaan mereka takkan pernah terhenti. Dan selagi mereka selalu menggoda, maka
keagungan Allah Subhanahu Wata’ala takkan pernah tersibak di pelupuk mata hati seorang hamba,
ia terhijab dari menemui-Nya.

Rasulullah Subhanahu Wata’ala pernah menyayangkan hal ini dengan bersabda, “Andai saja para
setan itu tak mampu mengitari hati manusia, niscaya manusia pasti bisa mengamati kerajaan
langit.” (HR. Imam Ahmad bin Hanbal)

Maka dari semua uraian diatas, tampaklah dengan jelas bahwa puasa merupakan pintunya ibadah
menuju taman keimanan yang hakiki, sekaligus merupakan perisai seorang beriman agar senantiasa
bertakwa kepada Tuhannya dan mampu mengekang kekuatan syahwat hingga Setan pun tak lagi
mampu mengitari hati kita yang berpuasa. Dan diatas semuanya, hanya Allah semata yang tahu
seberapa besar agungnya pahala berpuasa.

Semoga kita bisa memuasakan batin kita, selain juga jasmaninya! Wallahu a’lam.
http://www.hidayatullah.com/ramadhan/mutiara-ramadhan/read/2014/06/30/24250/keutamaan-
puasa-ramadhan-menurut-al-ghazali.html

Materi hari ke-5 Pilihan pertama


Merenungi Berpuluh Tahun Puasa Ramadhan Kita

Di penghujung Ramadhan ini, mari sejenak kita merenung. Kita tentu telah berpuasa Ramadhan dari
tahun ke tahun.

Mungkin diantara kita ada yang telah menjalaninya berpuluh tahun sejak baligh. Pertanyaannya
kemudian, sudah di level apa nilai takwa yang telah kita peroleh.

Pertanyaan tersebut menjadi penting diajukan agar kita dapat menjawab secara jujur dengan harapan
Ramadhan kita tahun ini menjadi lebih berkualitas dari tahun sebelumnya.

Sebagaimana diserukan oleh Allah Ta’ala dalam Al-Qur’an surah Al-Baqarah ayat 183, pelaksana
ibadah puasa di bulan Ramadhan harus dilakukan oleh orang-orang beriman. Namun, dalam kajian
fiqih, berbeda. Perintah berpuasa wajib jika sudah baligh, sehat, mukim dan beragama Islam siapa
pun.

Halaman 12
Kumpulan Materi Pilihan Kultum Bakda Tarawih Masjid al-Furqon Agraria Bantarsari Cilacap Ramadhan 1439 H

Maka, tidak jarang kita temukan orang berpuasa akan tetapi tidak memberi bekas yang berarti
setelah menjalankan ibadah puasa. Perbedaaan mendasar perlakuaan seseorang terhadap Ramadhan
sangat ditentukan oleh kualitas ilmu dan imannya.

Semakin baik kualitas iman Islam seseorang, maka sejatinya akan semakin baik pula perlakukannya
terhadap bulan Suci Ramadhan. Dalam hal ini Imam Al-Ghazali dalam kitabnya Ihya Ulumuddin,
membagi tiga tingkatan orang berpuasa.

Pertama, puasa orang awam. Tingkatan pertama ini adalah level puasa kebanyakan orang lakukan.

Kedua, puasa orang khusus. Ini adalah tingkatan orang yang berpuasa karena memang rindu akan
pertemuan dengan Allah.

Dan, ketiga, level puasa orang-orang khusus. Tingkatan terakhir ini adalah tingkatan orang
bilkhusus yakni puasanya para wali dan nabi-nabi Allah.

Adapun janji Allah terhadap orang yang berpuasa adalah akan memperoleh takwa. Di mana takwa
yang dimaksudkan adalah sebuah predikat yang menunjukkan kemuliaan seseorang sebagaimana
pengertiannya yang tertuang dalam al-Qur’an surah Al-Hujurat ayat 13:
“Hai manusia, sesungguhnya Kami menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan seorang
perempuan dan menjadikan kamu berbangsa-bangsa dan bersuku-suku supaya kamu saling kenal-
mengenal. Sesungguhnya orang yang paling mulia di antarakamu di sisi Allah ialah orang yang
paling taqwa di antara kamu. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui lagi Maha Mengenal.”

Syaikh Assa’di Rahimahullah berkata:


“Allah menjadikan kalian berbeda bangsa dan suku (ada yang Arab dan ada yang non Arab)
supaya kalian saling mengenal dan mengetahui nasab satu dan lainnya. Namun kemuliaan diukur
dari takwa. Itulah yang paling mulia di antara kalian di sisi Allah, yang rajin melakukan ketaatan
dan menjauhi maksiat.

Standar kemuliaan (di sisi Allah) bukan dilihat dari ke kerabatan dan kaum, bukan pula dilihat dari
sisi nasab yang mulia. Allah pun Maha Mengetahui danMahaMengenal. Allah benar-benartahu
siapa yang bertakwa secara lahir dan batin, atau yang bertakwa secara lahiriyahsaja, namun
tidaksecarabatin. Allah pun akanmembalasnyasesuairealita yang ada.” (Taisir Al Karimir Rahman,
802)

Maka, predikat kemuliaan inilah yang bakal digapai bagi orang-orang yang berpuasa dengan
berusaha menjaganya dari sifat riya’, pekerjaan sisa-sia, gibah, dusta, dan maksiat lainnya. Serta
menguatkan puasannya dengan qiyamurramadhan (tarawih).

Sesunggugnya perintah puasa tidaklah berdiri sendiri tapi mesti dibarengi dengan munajat kepada
Allah di malam hari, di awal malam, di tengah malam atau pun di penghujung malam.

Lalu dia menghidupkan Qira’atul Qur’an, karena awal mula turunnya Al-Qur’an adalah di bulan
Ramadhan, maka mestinya di Ramadhan kali ini pun akan nuzul dalam jiwa kita bila cara
“membacanya” benar.

Kemudian pelaku puasa hendaknya membayar zakat dan berinfaq. Keduanya adalah wajib, maka
dengan menunaikan di bulan Ramadhan maka akan memudahkan meraih takwa karena di dalamnya
banyak keberkahan, pahala yang berlipat ganda dan doa para mustahiq.

Dan, tidak meninggalkan ibadah I’tikaf, dilakukan di supuluh hari terakhir dengan menetap di dalam
masjid untuk dzikir, doa dan tafakkur kepada Allah Ta’ala. Kata Nabi, di sepuluh terakhir
Ramadhan ada satu malam yang lebih baik dari 1000 bulan yakni malam lailatul qadr.

Jika dianalogikan, orang berpuasa itu adalah input dan seluruh rangkaian ibadah Ramadhan adalah
process serta takwa adalah output-nya, maka dapat disimpulkan bahwa untuk mencapai output yang
baik sangat ditentukan oleh input dan proses yang baik pula.

Halaman 13
Kumpulan Materi Pilihan Kultum Bakda Tarawih Masjid al-Furqon Agraria Bantarsari Cilacap Ramadhan 1439 H

Maka, menjadi hal yang sangat mendasar bahkan prasyarat utama adanya kualitas iman bagi
shoimin. Selanjutnya memproses diri dengan menjalankan semua bentuk ibadah dengan ketat dan
penuh semangat yang akan men-sibgoh dirinya selama Ramadhan.

Dengan demikian, output sebagai efek dari iman dan jihad (baca: mujahadah) akan tercapai dengan
sendirinya. Allahu ‘alam.
https://www.hidayatullah.com/ramadhan/mutiara-ramadhan/read/2015/07/09/73690/merenungi-
berpuluh-tahun-puasa-ramadhan-kita.html

Materi hari ke-5 Pilihan kedua


Jadikan Ramadhan Sebagai Bulan Kemenangan

Dalam salah satu peristiwa sejarah yang sangat monumental adalah sejarah terjadinya perang Badar.
Peristiwa tersebut terjadi persis di bulan suci Ramadhan. Perang Badar kerap disebut sebagai
Yaumul Furqan, “hari pemisah kebenaran dan kebatilan; keimanan dan kekufuran.”

Kala itu, jumlah pasukan Islam yang tidak seimbang bukan menjadi batu penghalang meraih
kemenangan gemilang. Jika ditilik lebih jauh, raihan kemenangan yang terjadi pada tanggal 17
Ramadhan tahun 2 Hijriah ini tidak hanya bertumpu pada kemampuan fisik dan persenjatan belaka.

Pihak musuh jauh lebih kuat, digdaya, dan jumlah pasukannnya lebih banyak dengan disuplai
persenjataan yang jauh lebih canggih. Namun, ada satu hal yang perlu kita sadari, di dada mereka
ada iman. Iman yang bersih dari pamrih dan penghargaan, tidak mengharap selain ridha Ilahi.

Sinergi antara iman dan keikhlasan hati yang bersih dari maksiat turut memberi andil besar bahwa
“Kam min Fi-atin Qalîlatin Ghalabat fi-atan katsîrah bi idznillâh. (Berapa banyak terjadi golongan
yang sedikit dapat mengalahkan golongan yang banyak dengan izin Allah).”

Pasukan tempur yang dipimpin langsung oleh Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi Wassallam hanya
diperkuat 300 orang sementara pihak tentara kafir 1000 orang. Tidak seimbang. Rasul dan para
sahabatnya berjibaku dengan tidak mengandalkan kekuatan jasmani sebagai satu-satunya pegangan,
namun rasa kebatinan mereka yang bangga dengan Islam dan imanlah yang akhirnya membawa
mereka pada kemenangan. Sekali lagi dengan izin Allah.

Sejarah menceritakan kisah yang berbeda untuk kita. Syahdan, saat Kaisar Byzantium, Heraklius
merasa penasaran dengan kekalahan bertubi-tubi yang dialami oleh pasukannya, segera ia
memanggil panglima perangnya. Ia bertanya, “Lebih banyak mana, pasukan kita dengan pasukan
Islam?”

“Di setiap negeri, pasukan kita jauh lebih banyak berlipat-lipat ganda ketimbang mereka, Tuan.”

“Lantas, kenapa kita selalu mengalami kekalahan di tiap perang dengan mereka? Apa sebabnya?”

Belum sempat sang panglima menjawab, seorang kakek tua datang menengahi dialog seraya
berucap, “Mereka berhasil meraih kemenangan sebab mereka bangun beribadah di waktu malam,
puasa di siang hari, mereka menepati janji yang telah dibuat, memerintahkan kebaikan dan
melarang kemunkaran, serta saling melayani sesamanya. Sebaliknya kita minum minuman keras,
berzina, memakan yang haram, melanggar janji, merampok, menzalimi, menyuruh berbuat jahat
dan membuat kerusakan di muka bumi.”

Pernyataan tanpa tedeng aling-aling dari seorang kakek tersebut, perlu direnungi oleh kita semua.
Mengapa justru hari ini, umat Islam di mana mereka berada, selalu terpinggirkan di berbagai bidang.
Kita kalah. Kita terkadang menjadi pecundang. Adakah sikap tentara romawi di atas malah
mewarnai hari-hari kita: mencuri, menzalimi, tidak menepati janji, menunggak minuman keras,
berzina?

Halaman 14
Kumpulan Materi Pilihan Kultum Bakda Tarawih Masjid al-Furqon Agraria Bantarsari Cilacap Ramadhan 1439 H

Adakah dari kita yang memotong dana BOS dengan dalih “biaya administrasi”? Memungut
pungutan liar atas nama negara atau gedung sekolah? Adakah dari kita yang lebih asyik-masyuk
dengan dentuman suara musik di diskotik yang memekakkan telinga dengan ditemani Narkoba? Ke
manakah orang yang bersimpuh sujud itu, berpuasa di siang hari, menepati janji-janjinya, berdiri
gagah dalam berdakwah dan mencegah hal yang munkar?

Ramadhan sudah selayaknya semakin memperkuat kesadaran kolektif kita akan kondisi kaum
Muslim yang sangat jauh dari gambaran ideal sebagaimana kaum Muslim terdahulu yang begitu
agung.

Ramadhan kali ini selayaknya juga semakin menambah keinginan dan semangat kita untuk
mewujudkan umat ini sebagai sebaik-baik umat yang telah dipilih Allah untuk menjadi saksi atas
seluruh manusia.

Abu Bakar Ash-Shiddiq pernah menulis surat kepada Khalid bin Walid usai berhasil menaklukkan
Byzamtium, Ibu Kota Romawi Timur, “Kalian orang-orang Islam tidak akan dapat dikalahkan
karena jumlah yang kecil. Tapi, kalian pasti dapat dikalahkan walapun jumlah kalian lebih banyak
melebihi jumlah musuh jika kalian terlibat dalam dosa.”

Jangan angkat jari telunjuk kita pada pihak lain, menyatakan bahwa mereka Kaum Kuffar adalah
biang problem selama kita masih terlibat pada kasus maksiat. Kemenangan itu hanya untuk kaum
yang insyaf. Selamat datang bulan perjuangan! Selamat datang bulan kemenangan!
https://www.hidayatullah.com/ramadhan/mutiara-ramadhan/read/2016/06/15/96502/jadikan-
ramadhan-sebagai-bulan-kemenangan.html

Materi hari ke-6 Pilihan pertama


Jaga Stamina dan Lestarikan Nilai Tarbiyah Ramadhan

Ramadhan dan Idul Fitri telah berlalu, semboga kita mampu menjadi pemenang dalam pertarungan
melawan hawa nafsu yang dibelenggu dan syetan yang diikat pada bulan Ramadhan.

Kita telah merasakan sedih berpisah dengan bulan yang penuh rahmat, maghfirah dan pembebasan
dari neraka. Banyak peluang-peluang strategis yang tidak mungkin datang berulang.

Potensi yang disimpan di dalam shoum dan qiyam Ramadhan, tidak mudah dan sederhana kita
pertahankan secara konsisten pada sebelas bulan berikutnya. Sebab, kita menyadari bahwa tidak
sederhana dan mudah melestarikan nilai tarbiyah Ramadhan seorang diri, sepi. Tanpa ada
kebersamaan dalam demontrasi ketaatan sebagaimana yang terjadi pada bulan mulia ini.

Kita kehilangan kultur mujahadah (riyadhah), ijtihad, dan kultur tajarrud (all out), tawajjuh,
tabattul, yang demikian berkesan di dalam jiwa. Pendidikan yang membuat kita untuk tidak hidup
nyaman dan aman, tetapi pendidikan yang mendorong struktur kepribadian kita untuk terus
berkembang secara seimbang dan utuh. Fakta historis mengajarkan bahwa pembangunan yang
hanya menonjolkan satu aspek dan meminggirkan aspek yang lain, adalah model pembangunan
yang timpang. Kita tidak ingin, pasca Ramadhan tidak memberikan kesan yang berarti.

Pada zaman jahiliyah klasik, ada seorang perempuan namanya Ra’ithah. Dia sehari-harinya bekerja
merintis dan memimpin sebuah perusahaan kain (konveksi). Membuat, memintal, dan menenun
kain. Kebetulan, semua karyawannya adalah karyawati.
Penenun identik dengan pendidik, yang membangun aktor peradaban (muddin, muqimuddin).
Awalnya, dia lalui pekerjaannya itu dengan sabar dan keteguhan hati. Melakukan kode etik profesi
dan kode etik komitmen. Dia fokus, berorientasi kualitas, bukan kuantitas.

Suatu ketika, datang kondisi berbeda. Pada pagi harinya ia serius menenun kain bersama karyawati
yang dipimpinnya, tetapi pada sore harinya kain yang sudah jadi itu diurai kembali selembar demi
selembar. Demikian pula besok, lusa dan hari-hari berikutnya. Sejak itu dia tidak mendapatkan apa-
apa. Dia tidak menyelesaikan pembuatan sehelai kain pun.

Halaman 15
Kumpulan Materi Pilihan Kultum Bakda Tarawih Masjid al-Furqon Agraria Bantarsari Cilacap Ramadhan 1439 H

Dalam sastra Arab dikenal


ُ‫ُاِذَاُ ُك ْنتَ ُتَ ْب ِن ْي ُِهُ َو ْاْلَ َخ ُرُيَ ْه ِد ُم‬،ُ‫انُ َك َمالَه‬
ُ َ‫َمتَىُيَ ْبلُ ُغُا ْلبُ ْني‬
“Kapankah kita membangun menuju kesempurnaannya, ketika kita rajin membangun pada satu sisi,
tetapi merusak pada aspek yang lain.”

Karena kasus inilah, maka Allah berfirman dalam Surat An Nahl (16) ayat 92.
ُ‫ونُأَ ْي َمانَ ُك ْمُ َد َخالًُ َب ْينَ ُك ْم‬
َ ُ‫اُمنُ َب ْعدُِقُ َّو ٍةُأَنكَاثاًُتَُت َّ ِخذ‬
ِ ‫غ ْزلَ َه‬ َ ُ ْ‫ضت‬
َ ‫َوَّلَُتَكُونُواُْكَالَّ ِتيُنَ َق‬
ِ َ‫ُونُأ ُ َّمةٌُ ِه َيُأَ ْرب‬
‫ىُم ْنُأ ُ َّم ٍُة‬ َ ‫أَنُتَك‬
“Dan janganlah kamu laksana seorang perempuan jahiliyah klasik yang mengurai kembali
tenunannya setelah menjadi kain yang sempurna.” (QS: An Nahl (16) ayat 92).

Taujih Ilahi diatas memberikan ibrah yang sangat penting bagi kita. Bahwa ada orang yang setelah
berbuat baik, kemudian ia rusak sendiri amalnya dari dalam. Bisa saja terjadi, kita semangat/ada
good will beribadah pada bulan Ramadhan.

Setelah bulan Syawal kita kehilangan stamina ruhiyah. Inilah yang kita khawatirkan. Kita tidak
istiqomah, tidak mudawamah dalam beramal. Demikianlah perumpamaan orang yang membangun,
kemudian dia sendiri yang merobohkannya. Orang-orang seperti itu tak ubahnya seperti perempuan
yang pernah ada pada zaman jahiliyah tadi. Setelah berhasil membuat kain, ia merobek-robek
kembali. Na’udzu billah min dzalik.

Amal yang terbaik adalah yang dilakukan secara berkesinambungan sekalipun sedikit (al-Hadits).
ُ ُ‫ُاْلَ ْع َما ِلُ ِإلَى‬
ُ‫هللاُِالَ َحا ٌّلُا ْل ُم ْرتَ ِح ُل‬ ْ ‫ب‬ ٌ ‫أَ َح‬
“Sebaik-baik amal bagi Allah adalah yang begitu selesai (sampai di tujuan) segera berangkat
lagi.” (HR. Tirmidzi).
https://www.hidayatullah.com/kajian/tazkiyatun-nafs/read/2014/08/14/27218/jaga-stamina-dan-
lestarikan-nilai-tarbiyah-ramadhan.html

Materi hari ke-6 Pilihan kedua


Hadirkan Rasa Malu di Bulan Ramadhan Ini

Ramadhan adalah bulan yang tepat sebagai tempat hamba Allah berintrospeksi. Muhasabah kualitas
hubungan dirinya secara vertikal kepada Allah dan horisontal kepada sesama manusia.

Puasa Ramadhan mendidik setiap hamba Allah agar memiliki rasa malu di hadapan Allah sebagai
manifestasi dari karakter muraqabatullah (pengawasan Allah yang melekat) yang menyebabkan dia
sanggup meninggalkan hal-hal yang dibolehkan karena untuk tujuan menghindari hal-hal yang
diharamkan oleh-Nya.

Tanpa rasa malu terhadap Allah yang cukup kuat, seseorang akan melakukan apa pun yang haram
karena sudah tidak peduli lagi dengan kriteria halal-haram yang digariskan oleh Allah.

Agaknya krisis demi krisis yang dialami bangsa kita saat ini berpangkal dari hilangnya rasa malu.
Rasulullah jauh hari menyatakan, “Jika kamu tak lagi punya rasa malu, kerjakanlah apa yang kamu
suka!”

Artinya segala bentuk kemunkaran yang kita saksikan mulai dari budaya permisif, seks bebas,
tawuran, perselingkuhan, tarian erotis, pesta miras, konsumsi narkoba, korupsi, illegal loging, jual
beli putusan hakim, kampanye kondomisasi remaja, suap dan success fee untuk memenangkan
tender/proyek, hingga uang pajak yang ditilap, akibat rasa malu yang terkikis dan menghilang dari
diri semua lapisan bangsa ini.

Apapun bisa dilakukan. Hukum bisa dibeli, moral dan norma agama bisa dilanggar, amanah dari
rakyat bisa dikhianati, gaji dan tunjangan yang besar tak lagi dirasa cukup, kehormatan dan harga
diri dijual. Itu semua karena bangsa kita mengalami defisit rasa malu. Tidak ada malu lagi kepada

Halaman 16
Kumpulan Materi Pilihan Kultum Bakda Tarawih Masjid al-Furqon Agraria Bantarsari Cilacap Ramadhan 1439 H

norma agama dan hukum, tidak malu terhadap rakyat, terlebih lagi lenyapnya rasa malu di hadapan
Allah ta’ala .

Wajar kalau Rasulullah menekankan arti rasa malu yang benar untuk membangun karakter diri dan
bangsa. Dari sahabat Abdillah ibnu Mas’ud, Rasulullah saw bersabda, “Malulah kalian kepada
Allah dengan rasa malu sebenarnya!” lalu para sahabat berkata, “Wahai Rasul sungguh kami masih
punya rasa malu Alhamdulillah”. Nabi bersabda, “Bukan itu yang aku maksudkan, namun rasa
malu kepada Allah yang benar adalah dengan cara engkau pelihara kepalamu dan semua yang
diserap, engkau pelihara perutmu dan semua yang masuk, ingatlah mati dan keadaanmu yang akan
jadi tulang belulang, lalu tinggalkan hiasan dunia untuk menjamin kesenangan akhirat! Jika telah
melakukan itu semua, baru orang tersebut telah merasa malu yang benar terhadap Allah.” (HR.
Ahmad, Tirmidzi dan al-Hakim)

Rasa malu bukan sekedar risih saat aurat kita dilihat oleh orang lain. Rasa malu yang benar menurut
nabi, harus direhabilitasi pangkal persoalannya.

Penyebab hilangnya rasa malu karena kita tidak sanggup memelihara penglihatan, penciuman,
pendengaran dan pengucapan kita. Mata, hidung, telinga dan lisan kita umbar untuk penuhi syahwat
picisan.

Begitu pula rasa malu lenyap, hingga timbul beragam kemunkaran, karena kita tak mampu
kendalikan perut yang tak pernah kenyang dan puas. Perut yang dikendalikan syahwat dan tak ada
rasa malu, bukan hanya memakan nasi dan lauk pauk secukupnya, tapi bisa menelan batu, pasir,
semen, besi dalam jumlah besar hingga banyak infrastruktur dan fasilitas publik yang cepat hancur
karena kualitas rendah. Pepatah bilang, satu ‘bajing’ cukup makan satu buah kelapa, tapi satu (maaf)
‘bajingan’ tak cukup makan sepuluh ribu pohon kelapa.

Itu semua akibat perut manusia yang tak pernah “dipuasakan” agar disapih dari cinta dunia (hubbu
dunya) atau mungkin tiap tahun puasa dan rayakan hari fitri tapi nilai shiyam dan fitrah tak pernah
tertancap dalam hatinya akibat budaya puasa-puasa an.

Akibat tidak ingat kematian dan resiko siksa (di kubur maupun akhirat), rasa malu akan sirna. Nabi
telah mewanti-wanti kita agar ingat mati, “Perbanyaklah oleh kalian mengingat sang pemutus
segala kelezatan dunia, yaitu kematian!”. Orang bijak (al-kayyis), menurut nabi, adalah orang yang
berhati-hati dan beramal untuk persiapan hidup setelah mati (man dana nafsahu wa ‘amila lima
ba’da almawt).

Sayangnya, banyak manusia yang terpedaya, rela mengorbankan kesenangan akhirat yang abadi dan
sempurna, dan menukarnya dengan kesenangan hidup duniawi yang fana dan palsu. Padahal, kata
nabi, harta hakiki seorang manusia cuma pakaian yang akan lusuh, makanan yang akan hancur,
sedekah yang akan ia petik pahalanya. Selebihnya musnah atau jadi hak milik ahli warisnya kelak
(HR. Muslim)

Semoga Allah kuatkan tekad kita untuk puasa sungguhan agar takwa mewujud dalam keseharian
kita sehingga keberkahan hidup pun akan muncul dari langit dan bumi.
Sebagaimana janji Allah dalam surah Al-A’raf: 96.
ِ ‫ُواْلَ ْر‬
ُ‫ض‬ َ ‫اء‬ ِ ‫علَ ْي ِهمُبَ َركَات‬
َّ ‫ٍُم َنُال‬
ِ ‫س َم‬ َ ْ‫َولَ ْوُأَ َّنُأَ ْه َلُا ْلقُ َرىُآ َمنُوا‬
َ ُ‫ُواتَّقَواُْلَفَتَ ْحنَا‬
َُ ُ‫سب‬
‫ون‬ ِ ‫َولَـ ِكنُ َكذَّبُواُْفَأ َ َخ ْذنَا ُهمُ ِب َماُكَانُواُْيَ ْك‬
“Jikalau sekiranya penduduk negeri-negeri beriman dan bertakwa, pastilah Kami akan
melimpahkan kepada mereka berkah dari langit dan bumi, tetapi mereka mendustakan (ayat-ayat
Kami) itu, maka Kami siksa mereka disebabkan perbuatannya.” [QS: al A’raf: 96]
https://www.hidayatullah.com/ramadhan/mutiara-ramadhan/read/2012/07/31/61229/hadirkan-rasa-
malu-di-bulan-ramadhan-ini.html

Materi hari ke-7 Pilihan pertama


Allah Kabulkan Do’a Orang yang Berpuasa

Halaman 17
Kumpulan Materi Pilihan Kultum Bakda Tarawih Masjid al-Furqon Agraria Bantarsari Cilacap Ramadhan 1439 H

Allah Ta’ala berfirman:


ْ ‫َانُفَ ْل َي‬
ُ‫ستَ ِجيبُواُ ِلي‬ ِ ‫يبُ َدع َْوةَُالدَّاعُِ ِإذَاُ َدع‬ ٌ ‫سأَلَكَ ُ ِع َبادِيُع َِنيُفَ ِإ ِنيُقَ ِر‬
ُ ‫يبُأ ُ ِج‬ َ ُ‫َو ِإذَا‬
َُ ‫شد‬
‫ُون‬ ُ ‫َو ْليُ ْؤ ِمنُواُ ِبيُلَ َعلَّ ُه ْمُ َي ْر‬
“Dan apabila hamba-hamba-Ku bertanya kepadamu tentang Aku, maka (jawablah), bahwasanya
Aku adalah dekat. Aku mengabulkan permohonan orang yang berdo’a apabila ia memohon kepada-
Ku, maka hendaklah mereka itu memenuhi (segala perintah) Ku dan hendaklah mereka beriman
kepada-Ku, agar mereka selalu berada dalam kebenaran.” (QS. Al-Baqoroh [2]: 186)

Asbabun Nuzul dan tafsir


Sebuah riwayat mengatakan, ayat ini turun untuk merespon pertanyaan dari sekelompok orang yang
bertanya tentang waktu yang lebih tepat untuk berdo’a. Pertanyaan ini muncul ketika turun ayat ke-
60 dari suroh Al-Mu’min.

Ayat ini menyebutkan bahwa Allah Ta’ala dekat dengan hamba-hamba-Nya yang beriman dan taat
kepada-Nya ketika mereka berdo’a, menganjurkan kepada mereka untuk berdo’a, serta berjanji
mengabulkan do’a-do’a yang mereka panjatkan.

Ayat di atas sesuai dengan sebuah hadits Qudsi berikut:


‫ُوُأَنَاُ َمعَهُُإِذَاُ َدعَانِي‬،‫ي‬ َ ُ‫أَنَاُ ِع ْندَُ َظ ِن‬
َ ‫ع ْبدِيُ ِب‬
“Aku menurut prasangka hamba-Ku mengenai diri-Ku, dan Aku selalu bersamanya jika dia berdoa
kepada-Ku.” (HR. Ahmad)

Berkenaan dengan ayat ini Ibnu Katsir dalam kitab tafsirnya menjelaskan bahwa Allah Ta’ala tidak
akan mengecewakan do’a orang yang memanjatkan do’a kepada-Nya dan tidak sesuatu pun yang
menyibukkan Dia, bahkan Dia Maha Mendengar do’a. Di dalam pengertian ini terkandung anjuran
untuk berdo’a, dan bahwa Allah Ta’ala tidak akan menyia-nyiakan do’a yang dipanjatkan kepada-
Nya.

Ayat di atas senada dengan ayat ke-60 dari suroh Ghofir/Al-Mu’min. Ketika menafsirkan ayat ini
Ibnu Katsir menyebutkan bahwa ini merupakan sebagian dari karunia dan kemurahan Allah Ta’ala.
Dia Ta’ala menganjurkan kepada hamba-hamba-Nya untuk berdo’a kepada-Nya dan Dia Ta’ala
menjamin akan mengabulkan do’a mereka.

Sabda Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi Wassallam berikut ini menegaskan hal tersebut.

ِ ‫سأَلُهُُ ِف‬
ُ‫يه َماُ َخ ْي ًُراُفَ َي ُر ُّد ُه َما‬ ُ ‫ستَ ْح ِييُأَ ْنُ َي ْب‬
ْ ‫س َطُا ْل َع ْبدُُ ِإلَ ْي ِهُ َي َد ْي ِهُ َي‬ ْ ‫َُّللاَُتَ َعالَىُلَ َي‬
َّ ‫ِإ َّن‬
ُِ ‫ َخائِبَتَ ْي‬.
‫ن‬
Sesungguhnya Allah Swt benar-benar malu bila ada seorang hamba mengangkat kedua tangannya
memohon suatu kebaikan kepada-Nya, lalu Allah menolak permohonannya dengan kedua tangan
yang hampa. (HR. Ahmad)

َ ُ‫ُو ََّلُقَ ِطيعَة‬


ُ‫ُإِ ََّّل‬،‫ُر ِح ٍم‬ َ ‫سُفِي َهاُإِثْ ٌم‬َ ‫ُو َج َّلُبِ َدع َْو ٍةُلَ ْي‬
َ ‫ُوَُّللاَُع ََّز‬
َّ ‫س ِل ٍمُيَُ ْدع‬ ْ ‫اُم ْنُ ُم‬ ِ ‫َم‬
ُُ‫ُو ِإ َّماُأَ ْنُ َيدخرهاُ َله‬،َ ُ‫ُيعجلُلَهُُ َدع َْوتَه‬ ِ ‫ُ ِإ َّماُأَ ْن‬:‫صا ٍل‬ َ ‫ُِخ‬ َّ ‫أَ ْع َطا ُه‬
ِ ‫َُّللاُُ ِب َهاُ ِإ ْحدَىُثَ َالث‬
َّ “ُ:‫ُقَا َل‬.‫ُ ِإذًاُنُ ْكثِ ُر‬:‫ُمثْلَ َها”ُقَالُوا‬
ُُ‫َّللا‬ ِ ‫وء‬
ِ ‫س‬ُّ ‫ُم َنُال‬ ِ ُ‫ع ْنه‬ َ ُ‫ف‬ َ ‫ُو ِإ َّماُأَ ْنُيَص ِْر‬، ْ ِ‫ف‬
َ ‫يُاْل ِخ َر ِة‬
‫“أَ ْكثَ ُُر‬
“Tiada seorang muslim pun yang memanjatkan suatu do’a kepada Allah yang di dalamnya tidak
mengandung permintaan yang berdosa dan tidak pula memutuskan silaturahmi, melainkan Allah
memberinya salah satu dari tiga perkara berikut, yaitu: permohonannya itu segera dikabulkan,
permohonannya itu disimpan oleh Allah untuknya dan kelak (akan diberikan kepadanya) di akhirat,
dan adakalanya (diberikan dalam bentuk) dipalingkannya dirinya dari suatu keburukan yang senilai
dengan permohonannya itu. Mereka (para sahabat) berkata, “Kalau begitu, kami akan

Halaman 18
Kumpulan Materi Pilihan Kultum Bakda Tarawih Masjid al-Furqon Agraria Bantarsari Cilacap Ramadhan 1439 H

memperbanyak doa.” Nabi Saw. menjawab, “Allah Maha Banyak (Mengabulkan Doa).” (HR.
Ahmad).

Beragam waktu mustajab


Ada beberapa syarat dan kondisi yang mesti dipenuhi agar do’a dikabulkan, salah satunya adalah
berdo’a di waktu-waktu mustajab. Sepanjang tahun ada begitu banyak waktu mustajab, ada yang
bersiklus harian, mingguan dan tahunan. Yang bersiklus harian seperti sepertiga malam terakhir,
antara adzan dan iqomah, ketika sujud dalam shalat, dan ketika selesai dari shalat lima waktu. Yang
mingguan seperti hari Jumat. Adapun yang tahunan seperti hari Arofah.

Di dalam bulan Ramadhan tentu terdapat waktu mustajab harian dan mingguan seperti tersebut di
atas. Selain itu Ramadhan memiliki waktu-waktu mustajab khusus dan istimewa seperti ketika
berpuasa hingga berbuka.

Ramadhan: Bulan Mustajab


Dengan demikian tidak berlebihan jika dikatakan bahwa Ramadhan adalah Bulan Do’a dan
sekaligus Bulan Mustajab, dimana setiap Mukmin dan Mukminah ketika berpuasa mendapatkan satu
keistimewaan, yakni memiliki waktu mustajab istimewa. Istimewa karena hanya sebulan dalam
setahun, berdurasi panjang yakni dari terbit fajar hingga terbenamnya matahari dan sebulan penuh.

Ini adalah kesempatan emas bagi mereka untuk meningkatkan kualitas dan kuantitas do’a, apapun
isi do’anya sepanjang yang dibenarkan agama, seperti memohon diterimanya semua ibadah dan
amal sholeh, memohon kebaikan dunia dan akhirat, memohon ampun untuk diri sendiri dan ayah
ibu, dan memohon kebaikan untuk saudara-saudaranya seiman.

Jika mereka memanfaatkan kesempatan emas ini – dan memenuhi syarat dan kondisi lainnya
terkabulnya do’a – maka do’a-do’a mereka tidak ditolak.

Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi Wassallam bersabda:


ِ ُ‫ُو َدع َْوةُُا ْل َم ْظل‬،
ُ‫وم‬ َ ‫صا ِئ ُمُحتىُيُ ْف ِط َر‬ َّ ‫ُوال‬، ِ ْ ‫ثَ َالثَةٌ ََُّلُت ُ َردُُّ َدع َْوت ُ ُه ْم‬
َ ‫ُاْل َما ُمُا ْل َعا ِد ُل‬:
ُ‫ُ“بعزتي‬:‫ُو َيقُو ُل‬، َ ‫اء‬ ِ ‫س َم‬
َّ ‫ابُال‬ُ ‫ُوت ُ ْفتَحُُلَ َهاُأَ ْب َو‬،
َ ‫ُونُا ْلغَ َم ِامُ َي ْو َمُا ْل ِق َيا َم ِة‬ َّ ‫َي ْرفَعُ َه‬
َ ‫اَُّللاُُد‬
‫“ْلنصرنكُولوُبعدُحين‬.
“Ada tiga macam orang yang do’anya tidak ditolak, yaitu imam yang adil, orang puasa hingga
berbuka, dan do’a orang yang teraniaya diangkat oleh Allah sampai di bawah awan di hari kiamat
nanti, dan dibukakan baginya semua pintu langit, dan Allah berfirman, “Demi kemuliaan-Ku, Aku
benar-benar akan menolongmu, sekalipun sesudahnya.” (HR. Ahmad, Turmudzi, Nasai dan Ibnu
Majah)

Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi Wassallam juga menyatakan bahwa di bulan Ramadhan Allah Ta’ala
mengabulkan do’a setiap Muslim.
ًُ‫س ِل ٍمُ َدع َْوة‬
ْ ‫و ِإ َّنُ ِل ُك ِلُ ُم‬,ُ
َ ‫ان‬َ ‫ض‬
َ ‫ُر َم‬
َ ‫ش ْه ِر‬ ِ ‫ُِإ َّن ُِلِلُِ ِفىُ ُك ِلُ َي ْو ٍمُ ِعتْقَا َء‬
َ ُ‫ُم َنُالنَّ ِارُ ِفى‬
ُ‫بُلَ ُه‬
ُ ‫ستَ ِج ْي‬ْ َ‫يَ ْدع ُْوُ ِب َهاُفَي‬
”Sesungguhnya Allah membebaskan beberapa orang dari api neraka pada setiap hari di bulan
Ramadhan, dan setiap muslim apabila dia memanjatkan do’a, akan dikabulkan.” (HR. Al-Bazaar)

Imam Nawawi rahimahullah dalam kitabnya Al-Majmu’ menyatakan bahwa disunahkan bagi orang
yang berpuasa untuk memperbanyak do’a demi urusan akhirat dan dunianya, juga boleh berdo’a
untuk hajat yang diinginkannya, serta jangan melupakan mendo’akan kebaikan untuk kaum
Muslimin secara umum.

Mengingat Ramadhan adalah Bulan Do’a dan Bulan Mustajab maka logis jika letak ayat yang
menyatakan Allah Ta’ala itu dekat, menganjurkan berdo’a, dan mengabulkan do’a tersebut berada
di antara ayat-ayat tentang Ramadhan, yakni QS. 2: 183 hingga 187. Ibnu Katsir dalam kitab
tafsirnya mengatakan bahwa penyisipan ayat yang mendorong untuk berdo’a ini ke dalam kelompok

Halaman 19
Kumpulan Materi Pilihan Kultum Bakda Tarawih Masjid al-Furqon Agraria Bantarsari Cilacap Ramadhan 1439 H

ayat tentang hukum-hukum puasa ini mengandung petunjuk agar bersungguh-sungguh dalam
berdo’a ketika berpuasa, dan bahkan ketika berbuka.

Raih hasilnya!
Ketika kita berpuasa hingga saat berbuka selama Ramadhan ini mari tingkatkan kualitas dan
kuantitas do’a kita kepada Allah Ta’ala. Insya Allah dengan demikian harapan-harapan kita bisa
terealisasi, apapun bentuknya dan entah kapan. Namun demikian yang terpenting adalah berkat
do’a-do’a tersebut semoga kesalehan individual dan juga kesalehan sosial kita meningkat
kualitasnya secara signifikan hari demi hari di Bulan Mustajab ini dan ketika Bulan Mustajab telah
usai. Aamiin. Wallahu a’lam bish-showab.
https://www.hidayatullah.com/ramadhan/mutiara-ramadhan/read/2017/06/05/117990/allah-
kabulkan-doa-orang-yang-berpuasa.html

Materi hari ke-7 Pilihan kedua


Apa Hajatmu, Mohonkanlah di Bulan Ramadhan!

Ramadhan tidak semata menyediakan banyak ampunan dan pahala, juga memberikan ruang bagi
siapa saja yang ingin mendapat pertolongan-Nya dengan segera berdoa kepada-Nya.

Ramadhan juga menjadi kesempatan emas setiap Muslim untuk lebih mengenal Allah, sehingga
tidak perlu bertumpu, berharap, bersandar kepada selain Allah.

Dalam Fawaidul Fawaid, Ibn Qayyim Al-Jauziyah menuliskan, “Apabila seorang hamba mampu
mengenal Allah beserta asma dan sifat-Nya, maka kehidupannya di dunia ini akan menjadi
tenteram. Ia akan merasakan kenikmatan yang tidak dapat dibandingkan kecuali dengna
kenikmatan surga di akhirat kelak. Sebab, ia selalu ridha kepada Rabbnya, sedngkan keridhaan
merupakan surga duniawi di tempat peristirahatan bagi orang-orang yang mengenal Allah.”

Seperti jamak dipahami bukankah sudah cukup banyak dari umat ini yang mengerti bahwa Allah
tidak akan tidak pernah mengabulkan permohonan (doa) hamba-hamba-Nya. Tetapi, kalau mau jujur
sudahkah kita benar-benar ikhlas, yakin dan penuh kekhusyukan dalam setiap berdoa kepada-Nya?

Mari kita belajar dari Nabi Ayyub alayhissalam, kala beliau mendapatkan ujian dan tidak berdoa
melaikan hanya kepada Allah Ta’ala.

َ ‫ٲح ِم‬
ُ‫ين‬ َّ ‫ض ُّر َوأَنتَأ َ ُۡر َح ُم‬
ِ ‫ٱلر‬ َّ ‫َوأَيُّوبَ ِإ ُۡذ َنادَى َربَّ ۤهۥُأَنِى َم‬
ُّ ‫سنِىَٱل‬
“Dan (ingatlah kisah) Ayyub, ketika dia berdoa kepada Rabbnya. (‘Ya Rabbku), sungguh, aku telah
ditimpa penyakit, padahal Engkau Rabb Yang Maha Penyayang dari semua yang penyayang.” (QS.
Al-Anbiya [21]: 83).

Menurut Ibn Qayyim Al-Jauziyah, doa Nabi Ayyub alayhissalam itu mengandung lima (5) hal
penting di hadapan Alalh, yakni, hakikat tauhid, ungkapan kefakiran dan kebutuhan seorang hamba
kpeada Rabbnya, perasaan cinta hamba di balik sikap lembutnya kepada-Nya, pengakuan terhadap
kasih sayang-Nya, serta bahwa Dialah yang Maha Penyayang di antara semua penyayang.

Jadi, tidak perlu sedih, bingung, apalagi putus asa dalam menjalani kehidupan yang meskipun boleh
jadi seperti diri dalam keadaan menderita, tersiksa dan tidak ada yang peduli. Kembalilah kepada
Allah. Pertanyaannya kapan waktu yang tepat untuk berdoa selama Ramadhan?

Pertama, saat sahur.


ْ َ ‫ْلخ ُر َيقُولُ َم ْن َي ْدعُو ِنىفَأ‬
ُ‫ستَ ِج‬ ِ ‫احينَ َي ْب َقىثُلُثُاللَّ ْي ِال‬
ِ ‫اءال ُّد ْن َي‬ ِ ‫س َم‬ َّ ‫ارك ََوتَ َعالَى ُكلَّلَ ْيلَ ٍة ِإلَىال‬
َ ‫َي ْن ِزلُ َربُّنَاتَ َب‬
ُ‫ستَ ْغ ِف ُرنِىفَأ َ ْغ ِف َر َل ُه‬
ْ َ‫سأَلُنِىفَأُع ِْط َي ُه َم ْني‬ ْ َ‫يبَلَ ُه َم ْني‬
“Rabb kita tabaraka wa ta’ala turun ke langit dunia ketika tersisa sepertiga malam terakhir. Lantas
Allah berfirman, “Siapa saja yang berdo’a kepada-Ku, maka akan Aku kabulkan. Siapa yang

Halaman 20
Kumpulan Materi Pilihan Kultum Bakda Tarawih Masjid al-Furqon Agraria Bantarsari Cilacap Ramadhan 1439 H

meminta kepada-Ku, maka Aku beri. Siapa yang meminta ampunan kepada-Ku, maka akan Aku
ampuni.” (HR. Bukhari).

Jadi, manfaatkanlah waktu tersebut untuk banyak berdoa. Jangan diisi dengan yang tidak berfaedah,
apalagi sekedar dengan sahur sembari nonton banyolan di televisi yang kurang edukatif dan tidak
simetris dengan makna, hakikat dan tujuan puasa.

Kedua, saat siang hari, selama berpuasa


ِ ُ‫اْل َُما ُما ْلعَا ِدلُ َو َدع َْوةُا ْل َم ْظل‬
ُ‫وم‬ َّ ‫ثَالَثَةٌَّلَت ُ َر ُّد َدع َْوت ُ ُه ُمال‬
ِ ‫صائِ ُم َحتَّىيُ ْف ِط َر َو‬
“Tiga orang yang do’anya tidak tertolak: orang yang berpuasa sampai ia berbuka, pemimpin yang
adil, dan do’a orang yang dizalimi.” (HR. Ahmad).

Ketiga, saat berbuka puasa


ِ ُ‫حينَيُ ْف ِط ُر َو َدع َْوةُا ْل َم ْظل‬
ُ‫وم‬ ِ ‫ثَالَثَةٌَّلَت ُ َر ُّد َدع َْوت ُ ُه ُم‬
َّ ‫اْل َما ُما ْل َعا ِدلُ َوال‬
ُِ ‫صا ِئ ُم‬
“Ada tiga orang yang do’anya tidak ditolak : (1) Pemimpin yang adil, (2) Orang yang berpuasa
ketika dia berbuka, (3) Do’a orang yang terzalimi.” (HR. Tirmidzi).

Mohonkanlah segala hajat di waktu-waktu tersebut. Makanya, sore hari lebih baik siapkan diri
dengan banyak dzikir, tilawah dan berdoa. Bukan malah keluyuran dengan alasan ngabuburit.
Sebab, saat jelang berbuka dan saat berbuka adalah saat dimana doa dikabulkan. Jika fisik dan hati
kita sibuk dari berbagai tempat, bisa dipastikan doa bisa dilantunkan, namun kesungguhan hati tidak
akan bisa dihadirkan.

Tentu, masih ada waktu lain yang mustajab untuk berdoa, seperti kala sujud, dan waktu-waktu lain
yang bisa dilakukan di luar Ramadhan. Semoga Allah menjadikan kita hamba yang tidak meminta,
memohon dan berharap, kecuali hanya kepada-Nya. Aamiin. Wallahu a’lam.
https://www.hidayatullah.com/ramadhan/mutiara-ramadhan/read/2016/06/16/96543/apa-hajatmu-
mohonkanlah-di-bulan-ramadhan.html

Materi hari ke-8 Pilihan pertama


Ramadhan untuk Selamanya

Sebagai nama bulan, Ramadhan memang hanya ada satu. Namun, untuk kesadaran nilai, Ramadhan
akan senantiasa relevan spiritnya untuk ditularkan pada bulan-bulan lainnya. Bukankah amalan
seperti puasa, shalat malam, sedekah, iktikaf dan membaca al-Qur`an –dalam porsi tertentu- juga
dipraktikkan pada bulan-bulan yang lain? Terlebih, jika puasa di bulan Ramadhan adalah sarana
membentuk insan takwa, maka semakin mengukuhkan bahwa nilai-nilai di dalamnya tak kan pernah
lekang sepanjang hayat.

Terkait masalah ini, ada cerita menarik yang menunjukkan bahwa Ramadhan menjadi kesadaran
nilai untuk bulan-bulan lainnya.

Suatu hari, Muhammad bin Abi al-Faraj hendak mencari pelayan untuk membantunya menyiapkan
makanan pada bulan Ramadhan. Untuk memenuhi keinginannya, ia beranjak ke pasar. Sesampainya
di lokasi, ia menemukan seorang budak wanita yang berkulit kuning, berbadan kurus, dan berkulit
kering. Lantarahn kasihan melihat kondisinya, akhirnya pilihan pun jatuh kepada budak wanita ini.
Kemudian, dibawalah ia ke rumah Muhammad.

Sesampainya di rumah, Muhammad memberi instruksi, “Bawalah keranjang belanja ini, ikutlah
bersamaku ke pasar untuk menyiapkan kebutuhan Ramadhan.” Rupanya perintah Ibnu Abu Al-
Faraj membuat budak wanita ini heran sembari berkomentar, “Wahai tuanku! Dulu aku bersama
tuan yang semua harinya adalah Ramadhan.”

Jawaban dahsyat ini membuat Muhammad memberi penilaian khusus bahwa perempuan ini adalah
bagian dari wanita salehah.

Halaman 21
Kumpulan Materi Pilihan Kultum Bakda Tarawih Masjid al-Furqon Agraria Bantarsari Cilacap Ramadhan 1439 H

Perkiraannya terbukti. Selama bersama Muhammad di bulan Ramadhan, wanita tersebut


menghidupkan malam-malamnya untuk qiyâmul lail (shalat malam) sepanjang 30 hari. Saat malam
Idul Fitri tiba, Muhammad mengajaknya, “Ayo ikut aku pergi ke pasar untuk membeli kebutuhan
Idul Fitri.” Ia menjawab dengan pertanyaan balik, “Memang kebutuhan apa yang hendak kita beli
untuk Idul Fitri? Kebutuhan orang awam atau orang khusus (istimewa)?”.

Mendengar pertanyaan demikian, Muhammad mempersilakannya memberi penjelasan satu persatu


mengenai kebutuhan dua tipikal tersebut. “Tuanku,” jawabnya dengan mantap, “kebutuhan orang
awam pada umumnya adalah makanan seperti lazimnya terjadi pada Idul Fitri. Adapun kebutuhan
orang istimewa pada Idul Fitri ialah menjauh dari orang, ia lebih memilih untuk menyendiri,
meluangkan waktu untuk berkhidmat kepada Allah Subhanahu Wata’ala dengan ketaatan serta
merendahkan diri sebagai hamba-Nya.”

Seketika itu juga Muhammad pun menimpali, “Aku ingin memenuhi kebutuhan makan.” Hamba
sahaya cerdas ini berbalik tanya, “Makanan apa yang Anda maksud? Makanan jasad atau makanan
hati?” Seperti semula, Muhammad memintanya agar menjelaskan karakteristik masing-masing
makanan.

“Adapun makanan jasad,” jawabnya, “adalah kebutuhan makanan pokok yang biasa dibutuhkan
orang pada umumnya. Sedangkan makanan hati adalah dengan meninggalkan dosa, memperbaiki
kesalahan, bersenang-senang menikmati, menyaksikan yang dicintai, rida dengan hasil yang
diperoleh,” selain itu menurut hamba yang cerdas ini, “kebutuhan-kebutuhan hati adalah khusyuk
dan takwa, meninggalkan kesombongan dan propaganda, serta kembali kepada Allah Subhanahu
Wata’ala, bertawakal kepada-Nya dalam hal rahasia ataupun ketika berbisik-bisik dengan orang,
kemudian shalat dalam keadaan khusyuk dan tunduk. Ketika shalat belum usai, ajal tiba
menjemputnya, ia pun mati dalam rahmat Allah.” (Hâni al-Hâj, Alfu Qhishshah wa Qishshah min
Qashashi al-Shâlihîn wa al-Shâlihât wa Nawâdiru al-Zâhidîn wa al-Zâhidât, 452).

Kisah singkat dari hamba sahaya cerdas ini stidaknya memberikan beberapa pelajaran berharga.

Pertama, Ramadhan sebagai kesadaran nilai yang bisa diterapkan pada bulan-bulan lainnya.
Dengan demikian, ibadah tidak menunggu Ramadhan dan ia tidak sekadar menjadi tradisi tahunan.

Kedua, nilai utama manusia adalah takwa bukan status dan rupa.

Ketiga, konsisten beramal shaleh baik di dalam maupun di luar bulan Ramadhan.

Keempat, sebagaimana Ramadhan, Idul Fitri juga mengandung kesadaran nilai yang bukan sekadar
memuaskan kebutuhan fisik tapi lebih tinggi dari itu adalah kebutuhan spiritual yang mendekatkan
hamba kepada Allah.

Kelima, orang yang sukses menggapai fitri adalah mereka yang bisa memuaskan kebutuhan hati.
Wallâhu a’lam.
https://www.hidayatullah.com/ramadhan/mutiara-ramadhan/read/2017/05/29/117558/ramadhan-
untuk-selamanya.html

Materi hari ke-8 Pilihan kedua


Berpuasa Tapi Tak Meraih Ampunan

Merinding mengingati sebuah hadis. Ramadhan kian dekat, tapi diri ini serasa masih jauh dari taat.
Padahal inilah kesempatan terbaik untuk meraih ampunan Allah Ta’ala. Sedemikian besar peluang
ampunan yang Allah Ta’ala berikan kepada kita sampai-sampai malaikat mendo’akan keburukan
bagi yang menjumpai Ramadhan, tapi keluar darinya dalam keadaan belum mendapatkan ampunan
Allah Ta’ala. Ini sekaligus menunjukkan bahwa tidak setiap yang tampak berpuasa akan mendapat
ampunan. Boleh jadi ia merasa berpuasa, padahal hanya sekedar mengubah jadwal makan dan
minum semata. Ia menahan diri dari lapar dan dahaga, tapi ucapannya sia-sia, melalaikan atau
bahkan jelas-jelas mengandung kemunkaran.
Halaman 22
Kumpulan Materi Pilihan Kultum Bakda Tarawih Masjid al-Furqon Agraria Bantarsari Cilacap Ramadhan 1439 H

Termasuk yang manakah kita? Apakah kita termasuk orang-orang yang beruntung sehingga keluar
dari bulan Ramadhan dalam keadaan diampuni dosa-dosa kita? Ataukah kita termasuk yang merugi
dan bahkan mendapat do’a keburukan dari Jibril?

Ingatlah sejenak hadis ini:


ُ ‫ض‬
ُ‫ان‬ َ ‫ُر َم‬َ ‫علَ ْي ِه‬
َ ُ‫ُر ُج ٍلُ َد َخ َل‬ َ ‫ف‬ ُ ‫ُو َر ِغ َمُأَ ْن‬
َ ‫علَ َّى‬ َ ُ‫ُر ُج ٍلُذُ ِك ْرتُ ُ ِع ْن َدهُُفَلَ ْمُي‬
َ ُ‫ص ِل‬ َ ‫ف‬ ُ ‫َر ِغ َمُأَ ْن‬
ُُ‫ُر ُج ٍلُأَد َْركَ ُ ِع ْن َدهُُأَبَ َواهُُُا ْل ِكبَ َرُفَلَ ْمُيُد ِْخالَه‬
َ ‫ف‬ ُ ‫ُو َر ِغ َمُُأَ ْن‬
َ ُ‫سلَ َخُقَ ْب َلُأَ ْنُيُ ْغفَ َرُلَه‬َ ‫ث ُ َّمُا ْن‬
‫ا ْل َجنَّ َُة‬
“Sungguh sangat terhina dan rendah seseorang yang disebutkanku, lalu dia tidak bershalawat
atasku. Sungguh sangat terhina dan rendah seseorang yang datang kepadanya Ramadhan kemudian
bulan tersebut berlalu sebelum diampuni untuknya (dosa-dosanya). Sungguh sangat terhina dan
rendah seseorang yang mendapati kedua orangtuanya lalu keduanya tidak memasukkannya ke
dalam surga.” (HR. Tirmidzi).

Sesudah itu, marilah kita mengingat sejenak hadis berikut ini. Semoga Allah Ta’ala berikan hidayah
seraya bertanya pada diri sendiri, sudah adakah kepantasan pada diri kita untuk memperoleh
ampunan-Nya yang sempurna? Sementara ibadah kita masih ala kadarnya. Sungguh, ‘Idul Fithri
bukan penanda terhapusnya semua dosa. Bagaimana kita akan terbebas dari dosa jika puasa kita
hanya menahan diri dari lapar dan dahaga? Maka, sekali lagi, mari kita bertanya pada diri sendiri.

Mari kita renungi sejenak:


Dari Ka’ab bin Ujrah radhiyallahu ‘anhu berkata, Rasulullah saw. bersabda:

“Mendekatlah kalian ke mimbar!”

Lalu kami pun mendekati mimbar itu. Ketika Rasulullah menaiki tangga mimbar yang pertama,
beliau berkata, “Amin.”

Ketika beliau menaiki tangga yang kedua, beliau pun berkata, “Amin.”

Ketika beliau menaiki tangga yang ketiga, beliau pun berkata, “Amin.”

Setelah Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wassallam turun dari mimbar, kami pun berkata, “Ya
Rasulullah, sungguh kami telah mendengar dari engkau pada hari ini, sesuatu yang belum pernah
kami dengar sebelumnya.”

Rasulullah saw. bersabda, “Ketika aku menaiki tangga pertama, Jibril muncul di hadapanku dan
berkata, “Celakalah orang yang mendapati bulan Ramadhan yang penuh berkah, tetapi tidak
memperoleh keampunan.”

Maka aku berkata, “Amin”

Ketika aku menaiki tangga yang kedua, Jibril berkata, “Celakalah orang yang apabila namamu
disebutkan, dia tidak bersalawat ke atasmu.” Aku pun berkata, “Amin.”

Ketika aku melangkah ke tangga ketiga, Jibril berkata, “Celakalah orang yang mendapati ibu
bapaknya yang telah tua, atau salah satu dari keduanya, tetapi keduanya tidak menyebabkan orang
itu masuk surga.”

Aku pun berkata, “Amin.” (HR. Al-Hakim).

Kira-kira, termasuk yang manakah kita? Semoga kita dapat saling mengingatkan. Semoga pula
tidaklah kita mati kecuali dalam keadaan sebagai muslim. Benar-benar muslim.
https://www.hidayatullah.com/kolom/meminang-surga/read/2015/06/08/71474/berpuasa-tapi-tak-
meraih-ampunan.html

Halaman 23
Kumpulan Materi Pilihan Kultum Bakda Tarawih Masjid al-Furqon Agraria Bantarsari Cilacap Ramadhan 1439 H

Materi hari ke-9 Pilihan pertama


Teladan Salaf dalam Berinteraksi dengan Ramadhan

Merupakan sebuah kelaziman jika momen Ramadhan bisa merubah secara drastis intensitas dan
kuantitas ibadah kebanyakan orang Islam. Fenomena ini bisa dilihat dari ramainya shalat berjama`ah
di masjid, semaraknya khataman al-Qur`an, semakin meningkatnya sedekah, demikian juga amal-
amal lainnya. Tentu –secara hukum- tidak ada yang salah dengan hal ini.

Hanya saja, selama ini cara kita berinteraksi dengan Ramadhan, sudahkah sesuai dengan teladan
para salaf?

Ibnu Rajab Al-Hanbali pernah menceritakan bagaimana persepsi sebagian ulama salaf mengenai
Ramadhan, “Puasalah –selama- di dunia! Jadikan (waktu) hari rayamu adalah kematian. Seluruh –
waktu- di dunia adalah bulan puasa(Ramadhan) bagi orang yang bertakwa. Mereka berpuasa di
dalamnya dari berbagai syahwat serta hal yang haram. Ketika maut datang menjemput, maka
berakhirlah masa puasa mereka, lalu mereka mengawali hari raya idul fitri mereka.” (Lathâif al-
Ma`ârif, 147).

Kata-kata tersebut sungguh melecut kesadaran kalbu. Bila pada umumnya orang menganggap bahwa
puasa Ramadhan dan Idul Fithri adalah ibadah tahunan, justru ulama salaf menganggap lebih
esensial bahwa kehidupan di dunia ini pada dasarnya berpuasa. Dalam arti, menahan diri dari
berbagai syahwat, maksiat, dan segala yang haram. Masa berbuka, masa hari rayanya adalah setelah
ajal tiba menuju kehidupan yang lebih hakiki.

Kalau persepsi salaf itu dijadikan sebagai cermin, maka kira-kira Ramdhan kita sekarang ini sudah
sejauh mana kualitasnya? Masing-masing individu tentu bisa mengukurnya. Yang menjadi persoalan
kemudian ialah: bagaimana kita meneladani jejak para salaf dalam berinteraksi dengan Ramadhan,
sehingga bisa memanfaatkannya secara maksimal?

Pertama, memperbaiki persepsi tentang Ramadhan. Memang benar Ramadhan adalah momentum
yang sangat tepat untuk mengerahkan segenap tenaga untuk beramal. Akan tetapi, menjadi persepsi
yang salah kaprah jika Ramadhan hanya dijadikan momentum tahunan saja. Mereka para salaf –
sebagaimana riwayat tadi- tidak pernah membeda-bedakan antara bulan Ramadhan dengan bulan
yang lainnya, dalam arti: tetap beramal secara maksimal baik di dalam maupun di luar Ramadhan.

Sebagai contoh kecil, kalau kita jeli membaca perintah puasa di bulan Ramadhan, dalam Surah Al-
Baqarah: 183, maka harus diingat bahwa goal terakhirnya adalah:
َ ُ‫]لَعَلَّ ُك ْمُتَتَّق‬
{ 183ُ:‫ونُ}ُ[البقرة‬
Yaitu, “Agar kalian bertakwa.” Nah, takwa ini, tentu saja senantiasa terus diupayakan sepanjang
hayat. Maka, Ramadhan justru dijadikan momentum untuk menularkan kebaikan-kebaikan yang
dilakukan di dalamnya kepada bulan-bulan lainnya.

Abu Bakar Jabir Al-Jazairi menceritakan: Ada seorang budak perempuan yang dijual oleh salaf.
Waktu itu, tuan barunya lagi sibuk menyiapkan makanan, minuman dan lain sebagainya untuk
menyambut Ramadhan.

Budak itu pun berkomentar, “Kalian tidak puasa, melainkan saat Ramadhan. Dulu, aku bersama
tuan yang semua waktunya adalah Ramdhan. Kembalikanlah aku kepadanya!” (Nidâu al-Rayyân,
163).

Bagi mereka, Ramadhan adalah sepanjang usia, sehingga tidak ada bulan lain yang sia-sia.

Kedua, jadikanlah ini seolah-olah sebagai Ramadhan terakhirmu. Tidak ada satu pun yang tahu
bahwa akan menjumpai Ramadhan selanjutnya. Jika kesadaran ini tumbuh, maka tidak akan
membeda-bedakan amal baik di dalam maupun di luar bulan Ramadhan. Kalau setiap orang tahu
bahwa ajal sudah dekat, pasti akan berusaha beramal semaksimal mungkin.

Halaman 24
Kumpulan Materi Pilihan Kultum Bakda Tarawih Masjid al-Furqon Agraria Bantarsari Cilacap Ramadhan 1439 H

Kesadaran akan datangnya ajal ini, sangat efektif dalam meningkatkan kepekaan seseorang dalam
beramal. Dalam al-Qur`an kita bisa melihat bagaimana kematian bisa menjadi pelecut kesadaran:
ُٰٓ ِ‫بُلَ ُۡو ََُّٰٓلُأَ َّخ ۡرتَن‬
ُ‫ي‬ ِ ‫ُر‬ َُ ِ‫اُر َز ُۡق َنكُمُ ِمنُقَ ۡب ُِلُأَنُيَ ۡأت‬
َ ‫يُأَ َح َُد ُك ُُمُ ۡٱل َم ۡوتُُُفَيَقُو َل‬ َ ‫ُمنُ َّم‬ِ ْ‫َوأَن ِفقُوا‬
١٠ُ‫ين‬ َُ ‫ص ِل ِح‬
َّ ‫نُٱل‬ َُ ‫َّقُ َوأَكُنُ ِم‬
َُ ‫صد‬ َّ َ ‫ىُأَ َجلُُقَ ِريبُُفَأ‬ُٰٓ َ‫إِل‬
“Dan belanjakanlah sebagian dari apa yang telah Kami berikan kepadamu sebelum datang
kematian kepada salah seorang di antara kamu; lalu ia berkata: “Ya Rabb-ku, mengapa Engkau
tidak menangguhkan (kematian)ku sampai waktu yang dekat, yang menyebabkan aku dapat
bersedekah dan aku termasuk orang-orang yang saleh?.”QS. Al-Munafiqun[63]: 10).

Jika ini dikaitkan dengan Ramadhan, kira-kira bahasanya demikian, “Jika ini Ramadhan terakhirku,
maka aku akan berusaha semaksimal mungkin beramal dan menjadi bagian penting dari orang-
orang yang shalih.” Intinya, mengingat ajal atau kematian bisa menjadi sarana efektif agar kita
selalu sadar beramal –sebagaimana para salaf- baik di dalam maupun di luar bulan Ramadhan.

Tidak berlebihan jika Nabi Muhammad Shalallahu ‘Alaihi Wassallam sering mengingatkan:
ِ ‫أَ ْكثِ ُرواُ ِذ ْك َرُ َهاذ ِِمُاللَّذَّا‬
ُ‫ت‬
“Perbanyaklah mengingat yang bisa memutus kelezatan.” (HR. Tirmidzi).

Maksudnya adalah memperbanyak mengingat kematian. Para salaf menjadikan kematian sebagai
pemicu kesadaran agar konsisten beramal di sepanjang tahun.

Ketiga, memperlakukan Ramadhan dan segenap ibadah di dalamnya dalam bingkai ihsan.
Sebagaimana sabda nabi ketika ditanya tentang ihsan, beliau menjawab:
َُ‫ُفَ ِإ ْنُلَ ْمُتَك ُْنُتَ َُراهُُفَ ِإنَّهُُيَ َراك‬،ُ‫ََُّللاَُ َكأَنَّكَ ُتَ َراه‬ ُْ َ‫أ‬
َّ ‫نُتَ ْعبُد‬
“Engkau beribadah kepada Allah seakan-akan melihatNya. Sedangkan jika kamu tidak bisa
melihatNya, maka sungguh Dia melihatmu.” (HR. Bukhari dan Muslim).

Artinya, ketika kita menjalani Ramadhan, yang dijadikan acuan adalah pengawasan Allah.
Pengawasan Allah itu ada di sepanjang bulan. Orang memperlakukan Ramadhan dengan kesadaran
ihsan, maka akan berusaha maksimal, intens beribadah, selalu merasa diawasi Allah sepanjang
waktu. Sehingga nilai-nilai Ramadhan bisa tetap terlaksana di bulan lainnya.

Sebagai penutup, dapat disimpulkan, cara agar kita bisa meneladani salaf dalam memperlakukan
Ramadhan adalah: memperbaiki persepsi tentang Ramadhan, menjadikan kematian sebagai pelecut
kesadaran di bulan Ramadhan, serta memperlakukan Ramadhan dalam bingkai ihsan. Wallâhu
a`lam.
https://www.hidayatullah.com/ramadhan/mutiara-ramadhan/read/2016/06/23/96889/teladan-salaf-
dalam-berinteraksi-dengan-ramadhan.html

Materi hari ke-9 Pilihan kedua


Dua Mahar Terbaik di Bulan Ramadhan

Hingga saat ini umat Islam sedang merayakan hari-hari terbaiknya bersama bulan Ramadhan.

Sebuah bulan dalam penanggalan Hijriyah yang ditetapkan sebagai bulan penuh ampunan, sarat
berkah dan pahala yang dilipatgandakan.

Dalam bulan Ramadhan juga terdapat malam yang lebih baik dari seribu bulan.

Layaknya kado pernikahan, seorang beriman bisa memanfaatkan bulan Ramadhan untuk
menyiapkan dua mahar terbaik sekaligus.

Halaman 25
Kumpulan Materi Pilihan Kultum Bakda Tarawih Masjid al-Furqon Agraria Bantarsari Cilacap Ramadhan 1439 H

Yaitu menghiasi Ramadhan di siang hari dengan berpuasa dan amal shaleh lainnya serta
menghidupkan malam dengan shalat malam (shalat Tahajud).

Disadari, meski Allah menjanjikan keutamaan dan derajat terpuji, rupanya tak semua kaum
Muslimin punya kesadaran dan kesempatan untuk melaksanakan shalat malam tersebut.

Allah berfirman;
َ َ‫سىُأَنُيَُْبعَثَك‬
ً‫ُربُّكَ ُ َمقَاماًُ َّم ْح ُمودُا‬ َ ُ َ‫َو ِم َنُاللَّ ْي ِلُفَتَ َُه َّجدُْ ِب ِهُنَافِلَةًُلَّك‬
َ ‫ع‬
“Dan pada sebahagian malam, lakukanlah shalat Tahajud (sebagai suatu ibadah) tambahan
bagimu, mudah-mudahan Rabb-mu mengangkatmu ke tempat yang terpuji”. (QS. Al-Isra [17]: 79).

Disebutkan, tempat yang terpuji adalah suatu tempat yang prestisius. Tempat yang hanya bisa
dicapai oleh orang yang senantiasa bangun shaat Tahajud atau shalat malam.

Di saat kebanyakan orang menikmati kenyamanan tidur, orang tersebut bangun atas kesadaran iman
dan takwa.

Jika dijalani secara ikhlas, semata karena Allah Subhanahu wa Ta’ala (Swt) niscaya terjalin
kemesraan antara hamba dengan Rabb-nya.

Dengan doa-doa yang dipanjatkan, luruh semua beban kesempitan dunia yang menghimpit dada
manusia beriman selama ini.

Dengan untaian doa yang dilandasi kepasrahan dan harapan tersebut, menguatkan keyakinan, bahwa
tanpa rahmat dan bantuan Allah, seluruh urusan hidup menjadi susah dijalani manusia.

Sebab kekuatan ruhani dan kelapangan jiwa manusia hanya bisa disadap melalui ibadah shalat
malam atau tahajjud.

Terlebih ketika orang itu ingin memenangkan pertarungan ideologi dan benturan peradaban saat ini.

Untuk itu selayaknya seorang Muslim memanfaatkan secara maksimal waktu di malam hari sebagai
upaya meraih mahar terbaik di bulan Ramadhan.

Kedua, menjalankan puasa di bulan Ramadhan. Perintah puasa adalah seruan bagi orang-orang yang
beriman agar menuju taraf Taqwa.
Allah berfirman:
ُ‫ُمنُقَ ْب ِل ُك ْمُلَ َعلَّ ُك ْم‬ َ ‫علَىُالَّذ‬
ِ ‫ِين‬ ِ ‫علَ ْي ُك ُم‬
َ ‫ُالص َيا ُمُ َك َماُ ُك ِت‬
َُ ُ‫ب‬ َ ‫َياُأَيُّ َهاُالَّذ‬
َ ‫ِينُآ َمنُواُْ ُك ِت‬
َ ُ‫ب‬
َُ ُ‫تَتَّق‬
‫ون‬
“Hai orang-orang yang beriman, diwajibkan atas kamu berpuasa sebagaimana diwajibkan atas
orang-orang sebelum kamu agar kamu bertaqwa.” (QS. Al-Baqarah [2]: 183).

Bagi orang beriman, esensi dari berpuasa adalah meraih nilai ketakwaan sebagaimana ibadah dan
syariat lainnya.
Abu Malik Kamal bin as-Sayyid Salim menyebutkan dalam kitabnya Shahih Fiqh Sunnah,
setidaknya ada dua keutamaan berpuasa.

Pertama, puasa merupakan bentuk ketaatan yang terbesar untuk mendekatkan diri kepada Allah
Swt. Seorang mukmin memperoleh pahala yang tiada batasnya atas puasa yang dilakukannya.

Dengannya dosa-dosa yang lalu diampuni, Allah, tubuhnya dijauhkan dari api neraka, jaminan
memasuki surga dari pintu Ar-Rayyan, khusus disiapkan bagi orang-orang berpuasa.

Serta kelapangan hati ketika berbuka puasa dan kegembiraan jiwa saat berjumpa dengan Rabb Sang
Pencipta.

Halaman 26
Kumpulan Materi Pilihan Kultum Bakda Tarawih Masjid al-Furqon Agraria Bantarsari Cilacap Ramadhan 1439 H

Kedua, puasa menjadi pusat pembinaan akhlak terbesar. Puasa juga menjadi jihad melawan hawa
nafsu dan berbagai gangguan setan.

Dengannya manusia diantar senantiasa bersabar dari hal-hal yang diharamkan atasnya. Bersabar
menghadapi kesulitan, mengajarkan disiplin dan menaati peraturan, serta menumbuhkan kasih
sayang, empati, dan tolong menolong yang mempererat ukhuwah sesama kaum muslimin.

Semoga setiap orang beriman senantiasa diberi kekuatan untuk menyiapkan dan meraih dua mahar
terbaik tersebut selama bulan Ramadhan.
https://www.hidayatullah.com/ramadhan/mutiara-ramadhan/read/2016/06/14/96445/dua-mahar-
terbaik-di-bulan-ramadhan.html

Materi hari ke-10 Pilihan pertama


Jadikan Rumah Tangga Kita sebagai “Baiti Jannati”

Dalam kehidupan setiap manusia ada detik-detik yang sangat berkesan di hati, tidak mudah dihapus
dari ingatan sepanjang hayat. Di antaranya adalah aqad nikah. Oleh karena itu Nabi kita Muhammad
Shalallaahu ‘Alaihi Wasallam (‫)صلى ُهللا ُعليه ُو ُسلم‬, selalu membaca khutbah hajah pada suasana
seperti ini. Bahkan suasana aqad nikah ini diperkenankan untuk diisi dengan suasana yang semarak,
seperti memukul rebana atau diperdengarkan nasyid-nasyid (nyanyian) yang menggema. “Mahasuci
Allah yang telah menciptakan pasangan-pasangan.”

Memang mengucapkan ijab qabul sangat ringan di lidah, namun pada hakikatnya sangat berat dalam
timbangan. Ucapan ijab qabul adalah ikrar, janji setia antara suami dan istri untuk membangun
rumah tangga (usrah). Begitu pentingnya istilah ini sehingga Allah menggunakan istilah `miitsaqan
gholiidhan’ artinya perjanjian yang kuat, kokoh dan teguh.

Dalam al-Qur’an ada tiga katagori yang menerangkan istilah tersebut. Pertama, perjanjian antara
Allah dengan Rasul. Kedua, perjanjian Allah dengan satu ummat. Dan ketiga, perjanjian antara
seorang suami dengan istri. Adanya istilah dalam ketiga perjanjian tersebut menunjukkan bahwa
aqad nikah adalah ikrar yang sakral dan suci.

Oleh karena itu Rasulullah Shalallaahu ‘Alaihi Wasallam (‫ )صلىُهللاُعليهُوُسلم‬berpesan kepada para
suami: “Takutlah kepada Allah dalam persoalan wanita. Karena susungguhnya mereka itu adalah
orang-orang yang berada di bawah kekuasaan kamu, dan kamu ambil mereka itu dengan amanah
Allah dan kamu dihalalkan menggauli mereka berdasarkan kalimat Allah.”
Dari hadits tersebut dijelaskan bahwa pernikahan bukan sekadar memenuhi dorongan (kebutuhan)
biologis, tetapi melaksanakan amanah Allah yang akan dipertanggungjawabkan kelak di akhir
zaman.

Hak dan kewajiban suami-istri


Agar sukses dalam memikul amanah tersebut, suami istri mempunyai hak dan kawajiban yang harus
dilaksanakan secara seimbang. Setiap suami mempunyai hak yang harus dipenuhi oleh istri, sebab
itu kewajiban istri. Dan setiap istri mempunyai hak, dan hak ini harus dipenuhi oleh suami dan itu
kewajiban suami.

Menjadi suami yang baik memiliki posisi tersendiri (khusus) di hadapan Allah. Sehingga perbuatan
yang kecil, remeh lagi sepele yang diberikan kepada istrinya dengan tulus ikhlas, akan diganjar oleh
Allah. “Sesungguhnya seorang suami bila memberi minum air kepada istrinya diberi pahala.”

Kalau hanya seteguk air saja yang diberikan kepada istri dijamin oleh Allah dengan pahala, maka
bisa dibayangkan bagaimana besarnya pahala atas pemberian-pemberian lainnya yang jauh lebih
berharga daripada air.

Oleh karena itu jadilah suami teladan. Jangan sekali-kali menjadi suami yang mudah menyia-
nyiakan istri. “Cukuplah berdosa bagi seorang yang menyia-nyiakan istrinya,” sabda Rasulullah
Shalallaahu ‘Alaihi Wasallam (‫)صلىُهللاُعليهُوُسلم‬.

Halaman 27
Kumpulan Materi Pilihan Kultum Bakda Tarawih Masjid al-Furqon Agraria Bantarsari Cilacap Ramadhan 1439 H

Bahkan tingkat keshalihan seseorang sangat ditentukan oleh sejauh mana sikapnya terhadap istrinya.
Kalau sikapnya terhadap istri baik, maka ia adalah seorang pria yang baik. Sebaliknya, jika
perlakuan terhadap istrinya buruk maka ia adalah pria yang buruk. “Hendaklah engkau beri makan
istri itu bila engkau makan dan engkau beri pakaian kepadanya bilamana engkau berpakaian, dan
janganlah sekali-kali memukul muka dan jangan pula memburukkan dia dan jangan sekali-kali
berpisah darinya kecuali dalam rumah.” (al-Hadits).

“Sebaik-baik kamu (suami ) adalah yang paling baik kepada istrinya dan aku adalah yang paling
baik kepada istriku,” demikian sabda Rasulullah Shalallaahu ‘Alaihi Wasallam (‫)صلىُهللاُعليهُوُسلم‬.

Sebaliknya, juga istri harus berupaya menjadi istri teladan, yang mampu tampil sebagai pendidik,
istri, sekaligus ibu.

Pernah Rasulullah Shalallaahu ‘Alaihi Wasallam (‫)صلىُهللاُعليهُوُسلم‬bertanya kepada seorang wanita


tentang sikapnya terhadap suaminya. Wanita tersebut menjawab, “Segala sesuatu yang sanggup aku
kerjakan bagi suamiku, aku lakukan, kecuali apa-apa yang tidak sanggup aku lakukan.”

Mendengar jawaban tersebut Rasulullah Shalallaahu ‘Alaihi Wasallam (‫)صلىُهللاُعليهُوُسلم‬bersabda,


“Masukmu ke dalam surga atau neraka itu bergantung sikapmu terhadap suamimu.”

Ketaatan seorang istri kepada suami dalam rangka taat kepada Allah dan Rasul-Nya adalah jalan
menuju surga di dunia dan akhirat. “Bilamana seorang wanita melakukan shalat lima waktu dan
berpuasa pada bulan Ramadhan serta menjaga kehormatan dan mentaati suaminya, maka dia
berhak masuk surga dari pintu manapun yang engkau kehendaki.” [HR. Ibnu Hibban dari Abu
Hurairah radhiyallahu ‘anhu]

Demikian pentingnya unsur ketaatan istri kepada suami sehingga Rasulullah Shalallaahu ‘Alaihi
Wasallam (‫ )صلىُهللاُعليهُوُسلم‬bersabda, “Sekiranya aku menyuruh seorang untuk sujud kepada orang
lain. Maka aku akan menyuruh wanita bersujud kepada suaminya karena besarnya hak suami
terhadap mereka.”

Bahkan Rasulullah menjelaskan bahwa derajat wanita sangat ditentukan oleh perlakuannya terhadap
suaminya. “Sebaik-baik wanita adalah yang menyenangkan hatimu jika engkau memandangnya dan
mentaatimu jika engkau memerintahkan kepadanya, dan jika engkau bepergian dia menjaga
kehormatan dirinya serta dia menjaga harta dan milikmu.”

Tentu, ajaran mulia seperti ini tak akan masuk pada hati para pendengki dan yang hatinya masih
dipenuhi sakwa sangka kepada pencipta alam semesta, Allah Azza Wa Jalla. Tanpa iman, ajaran
mulia seperti ini hanya akan dianggap “penindasan atau diskriminasi jender.

Sakinah, mawaddah, dan rahmah


Rumah tangga dalam Islam adalah `tempat berteduh’, tempat terwujudnya suasana sakinah
(tenteram) yang disempurnakan dalam mawaddah (cinta) dan rahmah (kasih-sayang). Sebagaimana
yang disabdakan Rasululah Shalallaahu ‘Alaihi Wasallam (‫`)صلى ُهللا ُعليه ُو ُسلم‬baitii jannatii’,
rumahku adalah surgaku.

Suasana sakinah, mawaddah, dan rahmah inilah yang sangat dibutuhkan oleh setiap bayi yang lahir
sebagai buah dari perkawinannya.

Anak yang dibesarkan dalam usrah yang tenteram, diliputi oleh rasa kasih sayang, pasti akan
menjadi anak yang tumbuh normal, dewasa, dan matan kepribadiannya.

Sebaliknya bayi yang lahir dari kegelisahan, kebencian, dan kekejaman dalam rumah tangga kelak
akan menjadi anak-anak yang membalas dendam kepada masyarakat di mana dia hidup. Akan fatal
akibatnya apabila seorang ibu sibuk di luar rumah dan melupakan tugas memberikan sentuhan kasih
sayang secara optimal kepada anaknya.

Halaman 28
Kumpulan Materi Pilihan Kultum Bakda Tarawih Masjid al-Furqon Agraria Bantarsari Cilacap Ramadhan 1439 H

Anak yang merasakan sentuhan kasih sayang sejak dini akan mudah beradaptasi dengan
lingkungannya. Sebaliknya, anak yang kehilangan kasih sayang sejak kecil akan menjadi anak yang
rendah diri, minder, dan sulit menyayangi orang lain. Ia akan protes melihat kenyataan hidup yang
dihadapi.

Oleh karena itu, menjadi tugas kita, utamanya para ibu untuk kembali ke rumah. Rawatlah anak-
anakmu dengan penuh kasih sayang dan tanamkanlah nilai-nilai keislaman kepada putra-putri Anda.
Bentengilah mereka dari hal-hal yang dapat merusak masa depan mereka.

Begitupun kepada kaum bapak. Janganlah kesibukan Anda mencari nafkah di luar rumah lantas
melupakan tanggung jawab sebagai pemimpin keluarga. Sebab Allah mentakdirkan kaum lelaki
sebagai pemimpin keluarga.

ِ ْ‫ضُ َو ِب َماُأَنفَقُوا‬
ُ‫ُم ْن‬ ُ ٍ ‫علَىُ َب ْع‬ َ ‫ض َلَُّللاُُ َب ْع‬
َ ُ‫ض ُه ْم‬ َّ َ‫ساءُ ِب َماُف‬
َ ‫ىُالن‬
ِ ‫ع َل‬ َ ‫الر َجا ُلُقَ َّوا ُم‬
َ ُ‫ون‬ ِ
ُ ‫بُ ِب َماُ َح ِف َظ‬
ُ‫َُّللا‬ َّ ‫أَ ْم َوا ِل ِه ْمُفَال‬
ِ ‫صا ِل َحاتُ ُقَانِتَاتٌ ُ َحافِ َظاتٌ ُِل ْل َغ ْي‬
“Kaum laki-laki itu adalah pemimpin bagi kaum wanita, oleh karena Allah telah melebihkan
sebahagian mereka (laki-laki) atas sebahagian yang lain (wanita), dan karena mereka (laki-laki)
telah menafkahkan sebagian dari harta mereka. Sebab itu maka wanita yang shaleh, ialah yang
ta’at kepada Allah lagi memelihara diri ketika suaminya tidak ada, oleh karena Allah telah
memelihara (mereka).” [QS. An Nisa’:34].

Ayat di atas menunjukkan kepada kita semua, betapa berat tanggungjawab kaum pria. Selain
mencarikan nafkah, melindungi, mengontrol, mengawasi pendidikan (akhlaq) anak istri di rumah,
agar mereka senantiasa mematuhi perintah Allah dan terbebas dari siksa api neraka. Tugas utama
pemimpin keluarga yang kelak akan dipertanggungjawabkan di akherat adalah menjaga keluarganya
dari api neraka).

ُ‫علَ ْي َها‬ َ ‫ُوا ْل ِح َج‬


َ ُُ‫ارة‬ َ ‫اس‬ُ َّ‫ُوقُو ُد َهاُالن‬َ ً ‫ُوأَ ْه ِلي ُك ْمُنَارا‬ َ ُ‫ِينُآ َمنُواُقُواُأَنف‬
َ ‫س ُك ْم‬ َ ‫يَاُأَيُّ َهاُالَّذ‬
‫ون‬ َ ‫َُّللاَُ َماُأَ َم َر ُه ْم‬
َ ُ‫ُويَ ْفعَل‬
َُ ‫ونُ َماُيُ ْؤ َم ُر‬ َّ ‫ون‬ َ ‫ص‬ َ ‫شدَاد‬
ُ ‫ٌَُّلُيَ ْع‬ ِ ُ‫ظ‬ٌ ‫َم َالئِكَةٌُ ِغ َال‬
“Hai orang-orang yang beriman, peliharalah dirimu dan keluargamu dari api neraka yang bahan
bakarnya adalah manusia dan batu; penjaganya malaikat-malaikat yang kasar, keras, dan tidak
mendurhakai Allah terhadap apa yang diperintahkan-Nya kepada mereka dan selalu mengerjakan
apa yang diperintahkan.” [QS. At Tahrim: 6]

Semoga Alla Subhanahu Wata’ala menjadikan rumah dan keluarga kita menjadi kita “baiti jannati”,
rumah-rumah ibarat surga, yang dikelilingi kasih dan sayang, suami-istri dan anak-anak yang sholeh
dan sholehah dan senantiasa mengagungkan “asma” Allah. Tak kalah penting, mudah-mudahan
semua keturunan kita terhindar dari api neraka dan agar keharmonisan tetap terjaga selamanya.
https://www.hidayatullah.com/kajian/gaya-hidup-
muslim/read/2012/01/24/4115/jadikan-rumah-tangga-kita-sebagai-baiti-jannati.html

Materi hari ke-10 Pilihan kedua


Kunci-Kunci Rumah Tangga yang Berkah

Siapa tidak ingin hidup bahagia dalam berumahtangga? Rasanya tak satu pun manusia menghendaki
yang sebaliknya. Semua ingin bahagia, semua ingin keluarga sakinah, keluarga yang penuh berkah.

Tetapi, bagaimana mewujudkan keberkahan dalam rumah tangga, ini yang setiap pasangan mesti
benar-benar meneguhkan tekad untuk mewujudkannya.

Dan, sebagaimana sifat agama Islam yang sempurna dan bisa diamalkan, mewujudkan rumah tangga
yang berkah juga tidak sulit. Berikut beberapa kunci-kuncinya.

Pertama, memastikan setiap nikmat kian mendekatkan diri kepada Allah Ta’ala.

Halaman 29
Kumpulan Materi Pilihan Kultum Bakda Tarawih Masjid al-Furqon Agraria Bantarsari Cilacap Ramadhan 1439 H

Ibn Hazm memberikan patokan. “Setiap nikmat yang tidak digunakan untuk mendekatkan diri pada
Allah hanyalah musibah.”

Hal ini banyak contohnya. Seperti televisi misalnya, ketika pasangan sepakat membeli televisi,
pertanyannya sederhana saja, apakah televisi itu dibeli untuk edukasi atau sekedar hiburan.

Jika belum dikaruniai anak, mungkin tidak terlalu repot. Tetapi, kala ada anak, apakah sudah siap
menjadikan anak teredukasi dengan adanya televisi di rumah.

Jika ternyata televisi membuat anak kehilangan gairah belajar, bahkan mungkin diri sendiri lalai dari
sisi waktu dan menurun produktivitas dari segala sisi, jelas memiliki televisi bukan hal yang penting
untuk dipertahankan.

Termasuk memiliki benda-benda lainnya, seperti gadget, motor hingga mobil. Kadangkala ada
rumah tangga yang hari-hari seperti stress karena sibuk memikirkan cicilan yang harus dilunasi.
Akibatnya, nikmat yang semestinya membawa kesyukuran justru mengakibatkan keriuhan rumah
tangga yang tidak perlu.

Kedua, memastikan apakah rumah senantiasa diramaikan dengan bacaan Al-Qur’an.

Dalam konteks ini ada dua hal mendasar.

Pertama memang membaca Al-Qur’an. Kedua, menjadikan yang belum bisa membaca Al-Qur’an
bisa dan senang membaca Al-Qur’an.

Tentu saja seorang suami wajib memastikan seluruh anggota keluarganya bisa baca Al-Qur’an dan
mendorong agar gemar membacanya. Sebab, membaca Al-Qur’an di rumah tidak saja
mendatangkan pahala dan ketentraman hati, tetapi sekaligus memastikan rumah aman dari gangguan
setan.

Dari Abu Hurairah radhiAllahu’anhu bahwa Rasulullah shalallahu’alaihiwasalam bersabda,


“Janganlah kalian menjadikan rumah-rumah kalian pekuburan, sesungguhnya setan lari dari
rumah yang dibacakan di dalamnya surat Al-Baqarah.” (HR. Muslim).

Ketiga, memastikan dzikir di dalam rumah senantiasa diamalkan.


Mungkin telah jamak dialami umat Islam yang kala di rumah tiba-tiba hati menjadi gelisah, dada
terasa sempit karena muncul hal tiba-tiba dan tidak sesuai harapan.

Dalam situasi apapun, hendaknya pasangan suami istri senantiasa dzikir kepada Allah, sehingga
lahir ketentraman hati.

ُ ُ‫ُوتَ ْط َمُِئ ُّنُقُلُوبُ ُهمُ ِب ِذ ْك ِرَُّللاُِأَ َُّلَُ ِب ِذ ْك ِرَُّللاُِتَ ْط َمئِ ُّنُا ْلقُل‬
ُ‫وب‬ َ ‫الَّذ‬
َ ْ‫ِينُآ َمنُوا‬
“(yaitu) orang-orang yang beriman dan hati mereka manjadi tenteram dengan mengingat Allah.
Ingatlah, hanya dengan mengingati Allah-lah hati menjadi tenteram.” (QS. Ar-Rad’u [13]: 28).

Kemudian, lebih lanjut Rasulullah menjelaskan bahwa dzikir menjadikan rumah kita hidup dan
bersinar.

“Perumpamaan rumah yang dijadikan sebagai tempat mengingat Allah dan rumah yang tidak
dijadikan sebagai tempat mengingat Allah adalah bagaikan perbedaan antara orang yang hidup
dan mati.” (HR. Muslim).

Keempat, jadikan rumah sebagai basis konsolidasi pencegahan diri dan keluarga dari api neraka.
ُ‫علَ ْي َها‬ َ ‫ُوا ْل ِح َج‬
َ ُُ‫ارة‬ َ ‫اس‬ُ َّ‫ُوقُو ُد َهاُالن‬ َ ً ‫ُوأَ ْه ِلي ُك ْمُنَارا‬ َ ُ‫ِينُآ َمنُواُقُواُأَنف‬
َ ‫س ُك ْم‬ َ ‫يَاُأَيُّ َهاُالَّذ‬
‫ون‬ َ ‫َُّللاَُ َماُأَ َم َر ُه ْم‬
َ ُ‫ُو َي ْف َعل‬
َُ ‫ونُ َماُيُ ْؤ َم ُر‬ َّ ‫ون‬ َ ‫ص‬ َ ‫شدَاد‬
ُ ‫ٌَُّلُ َي ْع‬ ٌ ‫َم َال ِئكَةٌُ ِغ َال‬
ِ ُ‫ظ‬

Halaman 30
Kumpulan Materi Pilihan Kultum Bakda Tarawih Masjid al-Furqon Agraria Bantarsari Cilacap Ramadhan 1439 H

“Wahai orang-orang yang beriman! peliharalah dirimu dan keluargamu dari api neraka yang
bahan bakarnya adalah manusia dan batu; penjaganya malaikat-malaikat yang kasar dan keras,
yang tidak durhaka kepada Allah terhadap apa yang Dia perintahkan kepada mereka dan selalu
mengerjakan apa yang diperintahkan.” (Q.S. At-Tahrim: 6).

Artinya, jangan sampai rumah menjadi sarana diskusi dan komunikasi suami-istri dan anak dalam
hal yang mengundang murka Allah Ta’ala.

Kelima, terus-menerus memacu diri hidup dengan tuntunan syariah.


Jika suami pebisnis, pedagang, maka hendaknya mengerti hukum halal haram. Sebab, pedagang
yang jujur tempatnya surga, dan pedagang yang curang, tempatnya neraka. Dengan demikian, harta
yang masuk ke dalam rumah adalah harta yang secara syariah bisa dipasitkan kehalalalannya. Bukan
yang meragukan.

Jika suami atau istri seorang penegak hukum, pastikan tidak mengambil harta dan benda berupa
apapun melalui jalan yang tidak sesuai ketentuan. Hal ini mungkin bisa menambah aset secara
material dan finansial, tetapi itu mengikis kebahagiaan hidup rumah tangga, termasuk keberkahan
hidup seluruh keluarga.

Oleh karena itu, setiap keluarga harus mendekatkan diri kepada Allah sesuai profesi yang
ditekuninya dengan mengacu pada aturan-aturan syariah yang telah Allah dan Rasul-Nya tetapkan.
Sebab, tanpa keseuaian dengan syariah, sebanyak apapun harta, ujungnya tetap membahayakan
kehidupan dunia-akhirat kita sendiri.

Di sinilah kita memahami hikmah mengapa di dalam Islam, belajar agama itu (yufaqqihu fiddin) tak
pernah kenal batas usia. Status perintahnya wajib hingga ajal menjemput.

Sebab, orang yang cerdas dalam pandangan Islam hanyalah orang yang hidup dengan menahan
hawa nafsu dan mempersiapkan hidup setelah mati.

Tentu masih ada langkah lainnya, seperti menjalin silaturrahim, tak pernah lalai untuk bersedekah,
membantu sesama dan aktif dalam beragam program amar ma’ruf nahi munkar. Jika ini semua bisa
diupayakan dalam keseharian rumah tangga kita, insya Allah keberkahan hidup akan sangat terasa,
dimana kian hari rasa hati kian tentram tunduk dan taat kepada ketentuan Ilahi. Wallahu a’lam.
https://www.hidayatullah.com/kajian/gaya-hidup-muslim/read/2017/04/12/114786/kunci-kunci-
rumah-tangga-yang-berkah.html

Materi hari ke-11 Pilihan pertama


Bangga Sebagai Seorang Muslim

Di antara nikmat yang tidak terhitung bagi kita semua adalah ni’matul wujud atau nikmat
kehidupan. Bahwa kita dijadikan salah satu makhluk-Nya yang dimuliakan yang hidup di alam raya
ini. Kehidupan ini memberikan kepada kita hak-hak yang luar biasa banyaknya setelah Allah swt
memberikan eksistensi/keberadaan diri kita dalam kehidupan.

Karunia kedua, ni’matul insan, fakta bahwa kita adalah manusia yang ditetapkan sebagai makhluk
yang memiliki kelebihan, keunggulan dalam struktur jasmani dan ruhani dibanding makhluk-
makhluk lainnya.

Karunia ketiga, ni’matul ‘aql atau karunia akal. Allah swt memberi kepada kita kemampuan
membaca dan menulis, kemampuan untuk menjelaskan, kekuatan untuk memahami ayat-ayat-Nya
yang tersurat dan tersirat, diantara ayat-ayat-Nya yang tidak tertulis adalah fenomena di alam raya
ini.

Lebih dari pada itu, ada karunia yang jauh lebih besar. Yakni, ni’matul hidayah ilal Islam (karunia
petunjuk menjadi seorang Muslim). Inilah nikmat yang paling mulia dan paling berharga.

Dan ini tidak Allah berikan kepada semua manusia, melainkan hanya kepada kita.
Halaman 31
Kumpulan Materi Pilihan Kultum Bakda Tarawih Masjid al-Furqon Agraria Bantarsari Cilacap Ramadhan 1439 H

“Sesungguhnya kenikmatan beragama hanya Aku berikan kepada hamba yang Aku pilih dari
hamba-hamba-KU yang shalih.” (al Hadits).

Karena itu nikmat ini haruslah kita syukuri. Inilah jalan satu-satunya yang Allah berikan kepada kita
agar kita mendapat kebaikan/kemuliaan di dunia dan di akhirat.

“Jika kamu mensyukuri nikmat-Ku, pasti akan Aku tambah. Tapi jika kamu mengingkari nikmat-Ku,
ketahuilah bahwa adzab-Ku pasti pedih .” (QS. Ibrahim (14) : 7)

Mensyukuri nikmat hidayah Islam itu dengan beberapa cara.


Pertama, syukuri nikmat ini dengan menumbuhkan perasaan bahwa kita bangga dan mulia dengan
beragama Islam. Kita harus merasa bangga, percaya diri bahwa kita adalah orang Islam. Katakan
kepada semua orang dengan penuh kebanggaan, ”Saya adalah orang Islam. Saya adalah umat
tauhid. Saya adalah umat al-Qur’an. Saya adalah umat Muhammad saw.”

Dahulu para sahabat sangat bangga menjadi Muslim. Mereka mengatakan, ”Ayahku adalah Islam.
Tiada lagi selain Islam. Apabila orang bangga dengan suku, bangsa, kelompok, marga,
perkumpulan, paham mereka, tapi aku bangga nasabku adalah Islam.

Suatu ketika Salman Al-Farisi radhiyallahu anhu ditanya, ”Keturunan siapa Kamu ?” Salman yang
membanggakan keislamannya, tidak mengatakan dirinya keturunan Persia, tapi ia mengatakan
dengan lantang, ”Saya putera Islam.” inilah sebabnya Rasulullah saw mendeklarasikan bahwa,
”Salman adalah bagian dari keluarga kami, bagian dari keluarga Muhammad saw.”

َ َ‫اُوبَ ْينَ ُك ْمُأََّلَُّنَ ْعبُدَُإَِّلََُّّللا‬


ُ َ‫ُوَّلَُنُش ِْرك‬ َ َ‫س َواءُبَ ْينَن‬ ِ ‫قُلُْيَاُأَ ْه َلُا ْل ِكتَا‬
َ ٍُ‫بُتَ َعالَ ْواُْإِلَىُ َكلَ َمة‬
ْ ‫ُونَُّللاُِفَ ِإنُتَ َولَّ ْواُْفَقُولُواُْا‬
ُْ‫ش َهدُوا‬ ِ ‫ُمنُد‬ ِ ً ‫ضنَاُ َب ْعضاًُأَ ْر َبابا‬
ُ ‫ُوَّلَُ َيت َّ ِخذَُ َب ْع‬
َ ً ‫ش ْيئا‬
َ ُ‫ِب ِه‬
َُ ‫س ِل ُم‬
‫ون‬ ْ ‫ِبأَنَّاُ ُم‬
“Katakanlah, Hai Ahli kitab marilah kepada suatu kalimat (ketetapan) yang tidak ada perselisihan
antara kami dan kamu bahwa tidak kita sembah kecuali Allah dan tidak kita persekutukan Dia
dengan suatupun dan tidak (pula) sebagian kita menjadikan sebagian yang lain sebagai tuhan
selain daripada Allah. Jika mereka berpaling maka katakanlah, bahwa kami adalah orang-orang
yang menyerahkan diri (kepada Allah).” (QS. Ali Imran (3) : 64).

Maka tatkala ia merasakan keingkaran dari mereka (Bani Israil) berkatalah dia, Siapakah yang
menjadi penolong-penolongku untuk (menegakkan agama) Allah? para hawariyyin (sahabat-sahabat
setia) menjawab: Kamilah penolong-penolong (agama) Allah. “Kami beriman kepada Allah, dan
saksikanlah bahwa sesungguhnya kami adalah orang-orang yang menyerahkan diri.” (QS. Ali
Imran (3) : 52).
Kita harus bangga bahwa kita adalah Muslim. Karena faktanya bahwa Islam itu diturunkan sebagai
misi di mana Muhammad saw sebagai Rasulnya, juga diturunkan ke muka bumi dengan tujuan
menyebarkan kasih sayang. Karena itu kita haruslah bangga, karena kitalah yang dinanti-
nanti/dirindukan oleh umat manusia. Kita rahmat bagi alam semesta ini. Kita bagaikan air yang
dirindukan oleh orang yang haus dahaga. Kita adalah makanan yang sedang dimimpikan oleh orang
yang lapar. Kita adalah thabib yang ditunggu-tunggu para pasien.

Fakta lain, kita harus bangga menjadi Muslim, adalah bahwa kita mempunyai kitab suci. Al-Qur’an
sendiri telah menjamin bahwa kitab ini tidak mungkin ternodai. Tidak satu huruf atau titik pun yang
akan merubah kesucian al-Qur’an yang sudah pasti di pelihara oleh Allah. Karena itu kebenaran al-
Qur’an akan tetap abadi. Al-Qur’an yang ada di Indonesia adalah al-Qur’an yang ada dan dibaca
oleh saudara-saudara kita di muka bumi lain. Al-Qur’an yang dicetak di Indonesia, Arab Saudi,
Mesir adalah al-Qur’an yang dicetak di seluruh dunia. Oleh karena itu, kita mempunyai alasan yang
sangat kuat bahwa kitalah pihak yang paling berhak menyampaikan kebenaran dari Allah kepada
seluruh umat manusia.

Menjadi rahmat

Halaman 32
Kumpulan Materi Pilihan Kultum Bakda Tarawih Masjid al-Furqon Agraria Bantarsari Cilacap Ramadhan 1439 H

Kita adalah rahmat untuk seluruh umat manusia. Rahmat bagi yang jauh dan dekat. Rahmat dalam
keadaan damai dan keadaan perang. Rahmat untuk Muslimin dan Muslimat. Rahmat untuk manusia
dan binatang. Rahmat untuk Muslim dan non-Muslim. Rahmat untuk lingkungan sosial kita. Al-
Quran sendiri yang terdiri dari 114 surat, semuanya diawali dengan bismillahirrahmanirrahim
kecuali surat at Taubah. Ini menunjukkan bahwa sifat yang menonjol, dan melekat pada diri Allah
SWT adalah Ar Rahman dan Ar Rahim. Rahmat-Nya agung, Rahmat-Nya selalu mengalir,
membasahi seluruh alam. Panutan kita Rasulullah saw dalam peri hidupnya memiliki sikap kasih
sayang. Demikianlah Allah swt memuliakan kita dengan Al-Qur’an dan Rasul-Nya.

Cobalah perhatikan, pernah dalam suatu pertempuran Rasulullah saw menyaksikan ada seorang
perempuan yang ikut terbunuh. Lalu beliau mengatakan kepada para sahabatnya, ”Tidak mungkin
perempuan ini ikut berperang sehingga ia tidak layak di bunuh.” Demikian rahmat Islam dalam
peperangan. Rasulullah saw melarang umatnya untuk membunuh perempuan, anak-anak, orang tua,
para pendeta, merusak tempat ibadah, memotong pohon. Perang adalah perkara yang sangat dibenci
dalam Islam meskipun perang itu sebagai kenyataan yang dipaksakan dalam kehidupan. Itulah
sebabnya Islam menjelaskan bahwa kita adalah rahmat untuk manusia sekalipun kita berperang.

Tidak ada manusia yang mencintai perang. Tidak ada manusia yang senang dengan pertumpahan
darah. Oleh karena itu, ketika Rasulullah saw ada kesempatan untuk membunuh lawan-lawannya
dalam peristiwa Fathu Makkah (pembebasan kota Makkah), tapi itu tidak pernah dilakukan oleh
beliau. Ketika seluruh orang Quraisy berkumpul di sekeliling masjidil Haram sebagai pihak yang
kalah, Rasulullah saw bertanya kepada mereka, ”Apa yang kalian duga yang akan saya lakukan
kepada kalian?” orang-orang Quraisy itu tertunduk dengan mengatakan, ”Kami menduga engkau
pasti akan melakukan sesuatu yang baik bagi kami karena engkau adalah saudara kami yang mulia
(akhun karim),” Kemudian Rasulullah saw mengatakan kepada mereka, ”idzhabu faantum thulaqa’.
laa yatsriba ‘alaikumul yaum. (Hari ini tidak ada dendam. Hari ini kalian bebas semuanya. Pergilah
semuanya, kalian bebas.

Lihatlah bagaimana Rasulullah memperlihatkan kasih sayang, ketulusan dan kecintaannya.


Bandingkan dengan karikatur yang digambarkan oleh orang-orang Denmark tentang Rasulullah
dengan kartun yang menggambarkan Rasulullah dikelilingi perempuan sambil menghunus pedang.
Itu sangat berlawanan (kontradiktif) dengan kemuliaan dan kasih sayang Rasulullah saw. Karena
ternyata fakta sejarah menunjukkan Rasulullah saw justru mampu memunculkan rasa kasih sayang
hingga dalam situasi beliau mampu melakukan apa saja terhadap musuh-musuhnya.

Bila kewajiban kita adalah mensyukuri nikmat Islam, maka kita harus bangga dengan Islam, dan itu
artinya kita harus istiqamah dan konsisten serta konsekwen dengan ajaran Islam. Tidak cukup
dengan kata-kata bahwa kita adalah Muslim, tapi kita harus mengamalkan apa yang diajarkan oleh
Islam. Islam harus mewarnai kehidupan kita, dalam cara berpikir, bersikap, merasa, dan dalam
seluruh gaya hidup kita semuanya. Islam sebagai pengarah tunggal dalam segala aspek kehidupan
kita. Aspek ideologi, politik, sosial, ekonomi, kebudayaan dan pertahanan keamanan.

Jika kehidupan ini tidak ditemani oleh Islam akan membuat pemburunya kecewa dan akan terjadi
penyesalan sepanjang hayat.

Marilah kita jadikan Islam sebagai darah daging kita dan jati diri kita. Di sinilah rahasia kemuliaan,
kejayaan dan kemenangan kita secara mikro dan makro. Tunjukkan keislaman kita dengan bentuk
apa saja; kepribadian, perilaku, pekerjaan dan hubungan. Di mana saja dan kapan saja. Sebab, jika
orang Islam tak bangga dengan Islam-nya, di situlah salah satu indikasi awal kemunduran Islam
terjadi. Wallahu a’lam.
https://www.hidayatullah.com/kajian/tazkiyatun-nafs/read/2011/05/16/1450/bangga-sebagai-
seorang-muslim.html

Materi hari ke-11 Pilihan kedua


Beginilah Seharusnya Seorang Muslim

Tidak sedikit di antara banyak orang yang menghalkan segara cara dalam hidup. Demi uang, karir
dan jabatan, orang rela menukar akidahnya.
Halaman 33
Kumpulan Materi Pilihan Kultum Bakda Tarawih Masjid al-Furqon Agraria Bantarsari Cilacap Ramadhan 1439 H

ْ ‫ اْ ِْل‬berasal dari bahasa Arab


Secara etimologis Islam ‫سالَم‬

aslama – yuslimu – islāman. Dalam kamus Lisān al-‘Arab disebutkan, Islām mempunyai arti
semantik sebagai berikut: tunduk dan patuh (khadha‘a – khudhū‘ wa istaslama – istislām), berserah
diri, menyerahkan, memasrahkan (sallama – taslīm), mengikuti (atba‘a – itbā‘), salima yang artinya
selamat.

Dari kata aslama itulah terbentuk kata Islam. Pemeluknya disebut Muslim. Orang yang memeluk
Islam berarti menyerahkan diri kepada Allah dan siap patuh pada ajaran-Nya .

Sebagaimana firman Allah Subhanahu Wata’ala:


َ ‫علَ ْي ِه ْم‬
َُ‫ُوَّل‬ ٌ ‫ُوَّلَُ َخ ْو‬
َ ُ‫ف‬ َ ‫ِنُفَلَهُُأَ ْج ُرهُُ ِعند‬
َ ‫َُر ِب ِه‬ َ ‫سلَ َم‬
َ ِ‫ُو ْج َههُ ُِلِل‬
ٌ ‫ُو ُه َوُ ُم ْحس‬ ْ َ‫بَلَىُ َم ْنُأ‬
َُ ُ‫ُه ْمُيَ ْح َزن‬
‫ون‬
“Bahkan, barangsiapa menyerahkan diri (aslama) kepada Allah, sedang ia berbuat kebaikan, maka
baginya pahala di sisi Tuhannya dan tidak ada kekhawatiran terhadap mereka dan tidak pula
bersedih hati.” (QS: al-Baqarah [2]:112).

Idealnya, seorang Muslim totalitas dalam ber-Islam. Semua pikiran, hati bahkan praktik hidupnya
‘diserahkan’ (sesuai yang diinginkan pemilik langit dan bumi). Itulah namanya menyerahkan diri.

‘”Sekarang saya telah menyerah kepada-Nya. Menyerah dengan sepenuh hati. Artinya, segala
perintah dan hukum-Nya aku taati; suruhan-Nya aku kerjakan, larangan-Nya aku hentikan, dengan
segenap kerelaan. Inilah Islam!” tulis Buya Hamka dalam bukunya Kesepaduan Iman dan Amal
Saleh.

Buya Hamka pun menambahkan, “Iman dan Islam, percaya dan menyerah, adalah dua kalimat
yang tidak tercerai selama-lamanya. Tidaklah cukup percaya saja padahal tidak menyerah.
Tidaklah sempurna menyerah kalau tidak percaya.” (halaman: 1-2).

Suatu hari ada seorang pemuda menemui Nabi, lantas berkata, “Wahai Rasulullah izinkan aku
berzina,” demikian kalimat pemuda itu yang membuat para sahabat marah.

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam menjawab. “Mendekatlah.”

“Apakah engkau suka jika hal itu dilakukan kepada ibumu?” tanya Rasulullah.

“Tidak, demi Allah wahai Rasulullah. Semoga Allah menjadikanku sebagai tebusanmu”

“Demikian juga orang lain, mereka tidak ingin hal itu menimpa ibu-ibu mereka.”
“Apakah engkau suka jika hal itu dilakukan kepada putrimu?” Rasulullah melanjutkan sabdanya.

“Tidak, demi Allah wahai Rasulullah”

“Demikian juga orang lain, mereka tidak ingin hal itu menimpa putri-putri mereka.”

“Apakah engkau suka jika hal itu dilakukan kepada bibi-bibimu, saudari ayahmu?”

“Tidak, demi Allah wahai Rasulullah”

“Demikian juga orang lain, mereka tidak ingin hal itu menimpa bibi-bibi mereka.”

“Apakah engkau suka jika hal itu dilakukan kepada bibi-bibimu, saudari ibumu?”

“Tidak, demi Allah wahai Rasulullah”

“Demikian juga orang lain, mereka tidak ingin hal itu menimpa bibi-bibi mereka.”

Halaman 34
Kumpulan Materi Pilihan Kultum Bakda Tarawih Masjid al-Furqon Agraria Bantarsari Cilacap Ramadhan 1439 H

Setelah pemuda tersebut menyadari bahwa tak ada seorang pun yang rela ibu, putri dan kerabatnya
dizinai sebagaimana dirinya sendiri juga tidak rela jika hal itu terjadi pada ibu, putri dan kerabatnya,
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam lantas meletakkan tangan beliau kepada pemuda itu sambil
mendoakannya:
“Ya Allah… ampunilah dosanya, sucikanlah hatinya, dan jagalah kemaluannya.”

“Setelah itu,” kata Abu Umamah yang menceritakan kisah pemuda tersebut, “Pemuda tersebut
tidak pernah melirik apapun.” Perbuatan zina menjadi hal yang paling dibencinya.

Demikianlah sikap seorang Muslim, hanya mencari apa yang Allah ridhai, baik dengan melakukan
perintah-Nya atau pun menjauhi segala larangan-Nya.

Sungguh sebuah kemunafikan jika lisan mengatakan iman kepada Allah namun perilaku jauh dari
nilai-nilai Islam bahkan tidak peduli dengan permasalahan yang menimpa umat Islam.

Buya Hamka menambahkan, “Mengaku diri seorang Islam padahal tidak mengerjakan sholat lima
waktu. Cobalah pikirkan, benarkah pengakuan itu? Mengaku seorang Islam padahal enggan
mengeluarkan zakat? Apa sebab? Apakah lantaran merasa bahwa harta itu bukan pemberian Allah?
Mengaku diri seorang Islam padahal enggan melakukan puasa bulan Ramadhan. Apakah sebabnya?
Bukankah ini lantaran pengakuan itu belum bulat? Lain di mulut, lain di hati?”

Padahal dengan menjadi Muslim yang sejati atau dalam kata yang lain benar-benar menjadi Islam,
pertolongan Allah akan selalu datang menyertai setiap usaha kehidupannya.

ٌ ‫يُع َِز‬
ُ‫يز‬ ٌّ ‫َُّللاَُلَقَ ِو‬
َّ ‫إِ َّن‬
ِ ‫ُوأَ َم ُرواُ ِباُْل َم ْع ُر‬
ُ‫وف‬ َ َ‫اُالزكَاة‬ َّ ‫ضُأَقَا ُمواُال‬
َ َ‫ص َالة‬
َّ ‫ُوآتَ ُو‬ ِ ‫يُاْلَ ْر‬
ْ ‫ِينُ ِإنُ َّم َّكنَّا ُه ْمُ ِف‬ َ ‫الَّذ‬
‫ور‬ ْ ُ‫ُو ِ َّلِلُِعَاقِبَة‬
ُِ ‫ُاْل ُ ُم‬ َ ‫َونَ َه ْواُع َِنُا ْل ُمنك َِر‬
“Sesungguhnya Allah pasti menolong orang yang menolong (agama)-Nya. Sesungguhnya Allah
benar-benar Maha Kuat lagi Maha Perkasa. (yaitu) orang-orang yang jika kami teguhkan
kedudukan mereka di muka bumi niscaya mereka mendirikan shalat, menunaikan zakat, menyuruh
berbuat ma’ruf dan mencegah dari perbuatan yang munkar; dan kepada Allah-lah kembali segala
urusan.” (QS. Al-Hajj: [22] :40-41).

Semoga Allah berikan kekuatan kepada kita untuk benar-benar menjadi Muslim yang sejati, yang
dalam perkara apapun selalu mengingat penilaian Allah, jika halal kita kerjakan, jika haram kita
jauhi. Karena tidak akan pernah ada kebahagiaan dengan memilih jalan yang menyalahi aturan-Nya.

Terhadap perintah-Nya, seperti sholat, zakat, puasa, haji dan beragam amal kebajian lainnya, kita
upayakan dengan semampu diri. Dan, terhadap larangan-Nya, kita jauhi sejauh-jauhnya. Insya Allah
kebahagiaan akan menyapa hidup kita, tidak saja di dunia, tetapi juga di akhirat. Allahu a’lam.
https://www.hidayatullah.com/kajian/gaya-hidup-muslim/read/2018/04/14/140498/beginilah-
seharusnya-seorang-muslim.html

Materi hari ke-12 Pilihan pertama


Akhlak Nabi Muhammad kepada Anak-anak

Akal manusia yang mana yang tidak tunduk dan takjub dengan ajaran Islam yang paripurna,
terhadap anak-anak pun ada ajaran yang dianjurkan dan telah diteladankan dengan kemudahan untuk
mengikutinya. Subhanallah, betapa beruntungnya orang-orang yang beriman.

Ketika bangsa Indonesia mencanangkan tentang betapa pentingnya mencerdaskan kehidupan


bangsa, Nabi Muhammad Shallallahu Alayhi Wasallam telah memberikan anutan dan bukti secara
konkret bagaimana mencerdaskan generasi bangsa itu. Apalagi jika bukan melalui akhlakul karimah.
Anas bin Malik Radhiyallahu Anhu, ia berkata;

Halaman 35
Kumpulan Materi Pilihan Kultum Bakda Tarawih Masjid al-Furqon Agraria Bantarsari Cilacap Ramadhan 1439 H

ُ‫َانُ ِظئْ ًرا‬ َ ‫فُا ْلقَ ْي ِن‬


َُ ‫ُوك‬ َ ُ‫علَىُأَ ِبي‬
ٍ ‫س ْي‬ َ ُ‫سلَّ َم‬
َ ‫ُو‬ َ ‫علَ ْي ِه‬ َّ َّ‫صل‬
َ ُُ‫ىَُّللا‬ َ ُِ‫َُّللا‬َّ ‫سو ِل‬ ُ ‫ُر‬ َ ‫َد َخ ْلنَاُ َم َع‬
ُُ‫سلَّ َمُ ِإ ْب َرا ِهي َمُفَقَبَّلَه‬
َ ‫ُو‬ َ ‫علَ ْي ِه‬ َّ َّ‫صل‬
َ ُُ‫ىَُّللا‬ َ ُِ‫َُّللا‬
َّ ‫سو ُل‬ ُ ‫ُر‬ َ َ‫س َالمُفَأ َ َخذ‬ َّ ‫علَ ْي ِهُال‬ َ ُ‫ِ ِْل ْب َرا ِهي َم‬
ُِ‫َُّللا‬
َّ ‫سو ِل‬ َ ُ ْ‫س ِهُفَ َجعَلَت‬
َ َ‫ع ْين‬
ُ ‫اُر‬ ِ ‫ُوإِ ْب َرا ِهي ُمُيَ ُجودُُ ِبنَ ْف‬ َ َ‫علَ ْي ِهُبَ ْعدَُذَ ِلك‬ َ ُ‫ش َّمهُُث ُ َّمُ َد َخ ْلنَا‬
َ ‫َو‬
ُُ‫ع ْنه‬ َ ُُ‫َُّللا‬
َّ ‫ُر ِض َي‬ َ ‫ف‬ ٍ ‫ُُالر ْح َم ِنُ ْب ُنُع َْو‬ َّ ‫ع ْبد‬ َ ُُ‫انُفَقَا َلُلَه‬ ِ َ‫سلَّ َمُتَ ْذ ِرف‬ َ ‫ُو‬ َ ‫علَ ْي ِه‬ َُّ َّ‫صل‬
َ ُُ‫ىَُّللا‬ َ
ُ‫صلَّى‬ َ ُ‫اُر ْح َمةٌُث ُ َّمُأَتْ َب َع َهاُ ِبأ ُ ْخ َرىُفَقَا َل‬ َ ‫فُ ِإنَّ َه‬ ٍ ‫َُّللاُِفَقَا َلُ َياُا ْب َنُع َْو‬ َّ ‫سو َل‬ ُ ‫اُر‬ َ ‫َوأَ ْنتَ ُ َي‬
ُ‫اُو ِإنَّا‬
َ َ‫ىُربُّن‬ َ ‫ض‬ َ ‫ُو ََّلُنَقُو ُلُ ِإ ََّّلُ َماُيَ ْر‬ َ ‫بُ َي ْح َز ُن‬ َ ‫ُوا ْلقَ ْل‬
َ ‫سلَّ َمُ ِإ َّنُا ْل َعُْي َنُتَ ْد َم ُع‬ َ ‫ُو‬ َ ‫علَ ْي ِه‬
َ ُُ‫َّللا‬
َّ
َُ ُ‫ِب ِف َراقِكَ ُيَاُإِ ْب َرا ِهي ُمُ َل َم ْح ُزون‬
‫ون‬
“Kami bersama Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam mendatangi Abu Saif Al Qaiyn yang
(isterinya) telah mengasuh dan menyusui Ibrahim ‘alaihissalam (putra Nabi shallallahu ‘alaihi
wasallam). Lalu Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam mengambil Ibrahim dan menciumnya.
Kemudian setelah itu pada kesempatan yang lain kami mengunjunginya sedangkan Ibrahim telah
meninggal. Hal ini menyebabkan kedua mata Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam berlinang air
mata. Lalu berkatalah ‘Abdurrahman bin ‘Auf radhiallahu ‘anhu kepada beliau, Mengapa Anda
menangis, wahai Rasulullah?” Beliau menjawab, “Wahai Ibnu ‘Auf, sesungguhnya (tangisan) ini
adalah rahmat (kasih sayang),” lalu beliau kembali menangis. Setelah itu beliau shallallahu ‘alaihi
wasallam bersabda, Sungguh kedua mata telah mencucurkan air mata, hati telah bersedih, hanya
saja kami tidaklah mengatakan kecuali apa yang diridhai oleh Rabb kami. Dan kami dengan
perpisahan ini wahai Ibrahim betul-betul bersedih.” (HR. Al-Bukhari no. 1303)

Hadits yang dituturkan oleh Anas bin Malik itu menyiratkan betapa tingginya rasa cinta Rasulullah
Shallallahu Alayhi Wasallam terhadap anak-anak.

Dengan kata lain, andaikata putra beliau Ibrahim hidup, Rasulullah pasti akan memuliakan dan
menyayanginya sepenuh hati, hingga tumbuh rasa aman dan nyaman sang putra dengan sikap dan
perilaku beliau sebagai seorang ayah dan siap mengemban amanah kehidupan sebagai Muslim yang
jujur, tangguh dan visioner.

Rasa Kasih Sayang


Subhanallah, mencium anak dalam Islam bukan dilihat sebagai urusan kecil, meski tidak sedikit
yang menyepelekannya. Ternyata, Rasulullah Rasulullah Shallallahu Alayhi Wasallam melihat
perkara biasa dan mau mencium anak-anak.

ُ‫ُفَ َما‬،ُ‫ان‬ َ َ‫ُالص ْبي‬


ِ ‫ون‬َ ُ‫ُتُقَ ِبل‬:ُ‫َجا َءُأَع َْرا ِبىُإِلَىُالنَّ ِبىُصلىُهللاُعليهُوسلمُفَقَا َل‬
ُ َ‫ُم ْنُقَ ْل ِبك‬ َّ ‫ُفَقَا َلُالنَّ ِبىُصلىُهللاُعليهُوسلمُأَ َوأَ ْم ِلكُ ُلَكَ ُأَ ْنُنَ َزع‬،ُ‫نُقَ ِبلُ ُه ْم‬
ِ ُ‫ََُّللا‬
‫الر ْح َم َُة‬
َّ
“Datang seorang Arab Badui kepada Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam lalu berkata, “Apakah
kalian mencium anak-anak laki-laki?, kami tidak mencium mereka”. Maka Nabi shallallahu ‘alaihi
wa sallam berkata, “Aku tidak bisa berbuat apa-apa kalau Allah mencabut rasa rahmat/sayang dari
hatimu.” (HR: Al-Bukhari no 5998 dan Muslim no 2317)

Mencium anak adalah manivestasi dari iman dalam bentuk kasih sayang. Jadi, siapa yang tidak
pernah menciumm anak-anaknya, hampir bisa dipastikan, ia tidak pernah merasakan kehadiran rasa
yang mulia tersebut di dalam hatinya.

Itulah mengapa, belakangan banyak ditemukan bahwa pada setiap perilaku menyimpang anak, baik
dalam bentuk kenakalan dan ‘kejahatan’ lebih sering disebabkan oleh kurang atau bahkan tiadanya
kasih sayang dari orangtua. Jawaban Rasulullah bahwa, “Aku tidak kuasa berbuat apa-apa kalau
sampai Allah mencabut rasa kasih sayang dari hatimu” menunjukkan betapa perkara mencium anak
adalah perkara pangkal yang jika absen dari diri seorang ayah (lebih-lebih seorang ibu) pasti akan
menimbulkan bahaya yang tidak ringan.

Abu Hurairah Radhiyallahu Anhu berkata;

Halaman 36
Kumpulan Materi Pilihan Kultum Bakda Tarawih Masjid al-Furqon Agraria Bantarsari Cilacap Ramadhan 1439 H

ُ‫ُو ِع ْن َد ُهُاْل ْق َرعُُ ْب ُنُ َحا ِب ٍس‬،ُ


َ ‫ع ِل ٍى‬ َ ‫قَبَّ َلُالنَّ ِبىُصلىُهللاُعليهُوسلمُا ْل َح‬
َ ُ‫س َنُ ْب َن‬
ُ،ُ‫ُم ْن ُه ْمُأَ َحدًا‬
ِ ُ‫ُم َنُا ْل َولَدُِ َماُقَبَّ ْلت‬
ِ ً‫عش ََرة‬ َ ُ‫ُ ِإ َّنُ ِلى‬:ُُ‫ُفَقَا َلُاْل ْق َرع‬،ُ‫سا‬
ً ‫يم ُّىُ َجا ِل‬ ِ ‫الت َّ ِم‬
‫ُ َم ْنَُّلُيَ ْر َح ُمَُّلُيُ ْر َح ُُم‬:ُ‫ُث ُ َّمُقَا َل‬،‫َُّللاُِصلىُهللاُعليهُوسلم‬ َّ ‫سو ُل‬ ُ ‫ُر‬َ ‫فَنَ َظ َرُإِلَ ْي ِه‬
“Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam mencium Al-Hasan bin ‘Ali, dan di sisi Nabi ada Al-Aqra’ bin
Haabis At-Tamimiy yang sedang duduk. Maka Al-Aqro’ berkata, “Aku punya 10 orang anak, tidak
seorangpun dari mereka yang pernah kucium”. Maka Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallampun
melihat kepada Al-‘Aqro’ lalu beliau berkata, “Barangsiapa yang tidak merahmati/menyayangi
maka ia tidak akan dirahmati.” (HR Al-Bukhari no 5997 dan Muslim no 2318)

Anas Bin Malik radhiallahu anhu berkata :


«ُ:‫ُقَا َل‬،»‫سلَّ َُم‬ َ ‫ُو‬ َ ‫علَ ْي ِه‬َ ُُ‫صلَّىُهللا‬ َ ُِ‫سو ِلُهللا‬ َ ‫ُم ْن‬
ُ ‫ُر‬ ِ ‫َانُأَ ْر َح َمُ ِبا ْل ِعيَا ِل‬
َ ‫اُرأَيْتُ ُأَ َحدًاُك‬ َ ‫َم‬
ُ‫ُونَ ْح ُنُ َمعَهُُفَيَ ْد ُخ ُل‬ َ ‫ق‬ َ ‫ُفَك‬،‫ستَ ْر ِضعًاُلَ ُهُُفِيُع ََوا ِليُا ْل َمدِينَ ِة‬
ُ ‫َانُيَ ْن َط ِل‬ َ ‫«ك‬
ْ ‫َانُإِ ْب َرا ِهي ُمُ ُم‬
‫ُث ُ َّمُ َي ْر ِج ُُع‬،ُ‫ُفَ َيأْ ُخذُ ُهُفَيُقَ ِبلُه‬،‫ُظئْ ُر ُهُقَ ْينًا‬
ِ ‫َان‬َ ‫ُوك‬، َ َ‫»ا ْل َبيْت‬
َ ‫ُو ِإنَّهُُلَيُ َّد َخ ُن‬
“Aku tidak pernah melihat seorangpun yang lebih sayang kepada anak-anak dari pada Rasulullah
shallallahu ‘alaihi wa sallam. Putra Nabi (yang bernama) Ibrahim memiliki ibu susuan di daerah
Awaali di Kota Madinah. Maka Nabipun berangkat (ke rumah ibu susuan tersebut) dan kami
bersama beliau. lalu beliau masuk ke dalam rumah yang ternyata dalam keadaan penuh asap.
Suami Ibu susuan Ibrahim adalah seorang pandai besi. Nabipun mengambil Ibrahim lalu
menciumnya, lalu beliau kembali.” (HR Muslim no 2316)

Oleh karena itu, membangun bangsa tidak bisa mengabaikan bagaimana setiap diri memperhatikan
bangunan kasih sayang terhadap keluarga. Jika setiap ayah berakhlak sebagaimana Nabi Shallallahu
Alayhi Wasallam terhadap anak-anak, insha Allah keberkahan negeri ini akan terpelihara. Semoga.
https://www.hidayatullah.com/kajian/gaya-hidup-muslim/read/2015/10/05/80069/akhlak-nabi-
muhammad-kepada-anak-anak.html

Materi hari ke-12 Pilihan kedua


Akhlak Nabi Terhadap Non Muslim

Jika ada ajaran yang manivestasi seluruh konsepnya telah diteladankan, itulah Islam. Dengan kata
lain, menjadi Muslim tidak perlu repot-repot kesana-kemari, cukup lihat sosok Nabi Muhammad
Shallallahu Alayhi Wasallam dari berbagai sisi kehidupannya, maka sungguh Islam telah
ditegakkan.

Pernah suatu waktu seseorang bertanya kepada Aisyah Radhiyallahu Anha perihal bagaimana Nabi
dalam kesehariannya, Aisyah pun menjawab: َُ‫كَانَ ُ ُخلُقُهُُا ْلقُ ْرآن‬
“Akhlak beliau (Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam) adalah Al-Qur’an”
Kemudian Aisyah Radhiyallahu ‘anha membacakan ayat.

ٍ ُ‫َوإِنَّكَ ُلَعَلَىُ ُخل‬


ُ‫قُع َِظ ٍيم‬
“Dan sesungguhnya kamu benar-benar berbudi pekerti yang agung.” (QS: Al-Qalam [73]: 4).

Pada ayat lainnya, Allah juga menjelaskan perihal akhlak Nabi.


َ ‫ُوا ْليَ ْو َمُاْْلَ ِخ َر‬
ُ‫ُوذَك ََر‬ َ ‫سنَةٌ ُِل َمنُك‬
َ َ‫َانُيَ ْر ُجواُهللا‬ ْ ُ ‫سو ِلُهللاُِأ‬
َ ‫س َوةٌُ َح‬ َ ِ‫َانُلَ ُك ْمُف‬
ُ ‫يُر‬ َ ‫لَّقَدُْك‬
ً ِ‫هللاَُ َكث‬
‫يرا‬
“Sesungguhnya telah ada pada (diri) Rasulullah itu suri teladan yang baik bagimu, (yaitu) bagi
orang yang mengharap (rahnat) Allah dan (kedatangan) hari kiamat, dan dia banyak menyebut
Allah.” (QS. Al-Ahzab [33]: 21).

Dengan demikian teranglah bagi umat Islam bahwa untuk menjadi Muslim yang benar, akhlak Nabi
mesti menjadi panduan dalam berperilaku sehari-hari. Lantas bagaimanakah akhlak Nabi terhadap
non Muslim?

Halaman 37
Kumpulan Materi Pilihan Kultum Bakda Tarawih Masjid al-Furqon Agraria Bantarsari Cilacap Ramadhan 1439 H

Pertama, menolong non Muslim yang lemah

Adalah termasuk kisah yang amat masyhur, bahwa Nabi adalah yang paling perhatian terhadap
kondisi pengemis tua dari bangsa Yahudi yang menetap di salah satu sudut pasar di Madinah.

Setiap hari, Nabi datang menyuapi pengemis tersebut, yang selain faktor usia, ia juga sudah tidak
bisa melihat (tunanetra). Dan, setiap Nabi datang menyuapi, pengemis Yahudi itu selalu menyebut-
nyebut Muhammad sebagai orang yang jahat, mesti dijauhi dan sebagainya.

Hingga pada akhirnya, Yahudi tua itu terkejut, ketika tangan yang biasa menyuapinya selama ini
berbeda pada suatu hari. Ya, tangan itu adalah tangan Abu Bakar Ash-Shiddiq yang senantiasa ingin
mengikuti Nabi dalam segala hal.

Saat itulah, Yahudi mendapatkan berita bahwa tangan yang selama ini menyuapinya telah tiada, dan
tangan itu adalah tangan Nabi Muhammad Shallallahu Alayhi Wasallam.

Kedua, tidak membalas kejahilannya


Ketika masih di Makkah, setiap hendak ke Ka’bah, dalam perjalannanya, Nabi selalu mendapat
perlakuan jahil (buruk) dari seorang Yahudi yang itu dilakukan hampir setiap kali Nabi melintas.

Terhadap perlakuan buruk itu, Nabi tidak membalas, beliau tetap tidak menghiraukannya. Hingga
tiba suatu hari, dimana mestinya beliau mendapat perlakuan buruk (diludahi seorang Yahudi)
ternyata saat itu tidak. Bukannya senang, Nabi pun mencari tahu kemana gerangan si Yahudi.

Setelah mendapat kabar bahwa Yahudi sakit, Nabi pun menjenguknya. Dan, luar biasa kaget si
Yahudi, bahwa Nabi Muhammad, orang yang selama ini diperlakukan buruk, justru menjadi yang
pertama menjenguknya kala ia sakit.

Ketiga, memberikan perlindungan dan pemahaman Islam jika meminta

Allah Ta’ala memerintahkan Nabi untuk memberikan perlindungan kepada orang kafir yang
meminta perlindungan kepada beliau.
ُُ‫س َم َعُ َكالَ َمَُّللاُِث ُ َّمُأَ ْب ِل ْغهُُ َمأ ْ َمنَه‬
ْ َ‫اركَ ُفَأ َ ِج ْرهُُ َحتَّىُي‬
َ ‫ستَ َج‬ َ ‫ٌُم َنُا ْل ُمش ِْر ِك‬
ْ ‫ينُا‬ ِ ‫َوإِ ْنُأَ َحد‬
َُ ‫ذَ ِلكَ ُبِأَنَّ ُه ْمُقَ ْو ٌمَُّلَُّيَ ْعلَ ُم‬
‫ون‬
“Dan jika seorang diantara orang-orang musyrikin itu meminta perlindungan kepadamu, maka
lindungilah ia supaya ia sempat mendengar firman Allah, kemudian antarkanlah ia ketempat yang
aman baginya. Demikian itu disebabkan mereka kaum yang tidak mengetahui.” (QS: At-Taubah
[9]: 6).
Memaparkan ayat tersebut Ibn Katsir menulis bahwa ayat tersebut menjadi acuan Nabi dalam
memperlakukan orang kafir atau musyrik yang ingin mendapatkan perlindungan, entah statusnya
sebagai orang yang ingin bertanya ataupun sebagai utusan dari orang-orang kafir.

Hal itulah yang dilakukan serombongan kafir Quraisy yang terdiri dari ‘Urwah bin Mas’ud, Mukriz
bin Hafsh, Suhail bin ‘Amr dan lain-lain. Satu persatu dari orang-orang musyrik itu menghadap
Nabi memaparkan permasalahannya, sehingga mereka mengetahui bagaimana kaum Muslimin
mengagungkan Nabi.

“Sebuah pemandangan mengagumkan yang tidak mereka jumpai pada diri raja-raja di masa itu.
Mereka pulang kepada kaumnya dengan membawa berita tersebut. Peristiwa ini dan peristiwa
semisalnya merupakan faktor terbesar masuknya sebagian besar mereka ke dalam agama Islam,”
tulis Ibn Katsir.

Dan, seperti terdorongnya orang kafir masuk Islam tersebut, begitulah yang terjadi pada kategori
pertama dan kedua dalam bahasan akhlak Nabi terhadap orang kafir. Akhlak Nabi adalah dakwah
sejati, yang penerapannya bisa menggugah hati mendapat hidayah Ilahi.

Halaman 38
Kumpulan Materi Pilihan Kultum Bakda Tarawih Masjid al-Furqon Agraria Bantarsari Cilacap Ramadhan 1439 H

Nabi bersabda, “Tiada sesuatu yang lebih berat dalam timbangan (amal) seorang mukmin pada
hari Kiamat melebihi akhlak baik. Sesungguhnya, Allah membenci perkataan keji lagi jorok.” (HR.
Tirmidzi).

Dengan demikian, tenang dan santunlah kepada siapapun, termasuk kepada orang kafir. Kecuali
orang kafir yang sudah mengancam jiwa dan bermaksud buruk terhadap agama kita, maka bersikap
tegas terhadapnya adalah respon yang paling tepat untuk diberikan. Wallahu a’lam.
https://www.hidayatullah.com/kajian/gaya-hidup-muslim/read/2015/09/28/79462/akhlak-nabi-
terhadap-non-muslim.html

Materi hari ke-13 Pilihan pertama


“Lahir”, dan Kembali ke Masjid

Amal seseorang harus bisa seperti rintik-rintik hujan. Ia susul-menyusul. Dilakukan dengan
mudawamah (terus-menerus), sambung-menyambung dan istiqomah. Jika selesai satu urusan,
mengangkat urusan berikutnya. Tidak ada kamus pensiun beramal bagi seorang muslim.

Firman Allah Subhanahu Wata’ala bukan mendiskriditkan kaum wanita. Ini hanya sekedar
peristiwa, ilustrasi, bahwa pernah ada seorang perempuan yang melakukan perbuatan sia-sia itu.
Tentu, pelajaran ini bersifat umum dan bukan hanya persoalan membuat kain. Tetapi, berkaitan
dengan persoalan dalam kehidupan secara keseluruhan.

Disamping itu, kita sekarang dalam suasana syawalan. Tentu kita merasakan merdeka dari dominasi
dan hegemoni hawa nafsu, syahwat. Syetan juga diikat. Pintu neraka dikunci rapat-rapat. Pintu
surga di buka lebar-lebar. Wajar, kita merasakan suasana suka cita.Tetapi, yang perlu digaris atasi
disini bahwa bukanlah orang yang berhari raya itu yang berpakaian baru, hanyalah orang yang
berlebaran itu apabila ketaatannya meningkat dan dari perbuatan maksiat semakin menjauh.

Sehingga setelah hari raya kita memiliki cadangan ruhani untuk melawan sikap ketergesa-gesaan,
mengelola tantangan, menikmati penderitaan, menghalau kesulitan, menunda kenikmatan sesaat,
menuju kenikmatan yang bersifat permanen/abadi. Kenikmatan apa pun tidak sebanding dengan
kelezatan spiritual. Manisnya ruku’, sujud, beriman kepada Allah Subhanahu Wata’ala.

ٍُ ُ‫مُمنُقُ َّر ِةُأَ ْعي‬


َ ُ‫نُ َج َزاءُبِ َماُكَانُواُ َي ْع َمل‬
ُ‫ون‬ ِ ‫سُ َّماُأ ُ ْخ ِف َيُلَ ُه‬
ٌ ‫فَ َالُتَ ْعلَ ُمُنَ ْف‬
“Tidak seorangpun mengetahui berbagai nikmat yang menanti, yang indah dipandang sebagai
balasan bagi mereka, atas apa yang mereka kerjakan.” (QS. As Sajdah [32] : 17).

Setelah Ramadhan kita diibaratkan bayi yang baru dilahirkan dari rahim ibu kita.

ُ‫ُوقَا َمهُُإِ ْي َمانًا‬ َ ُ‫سنَ ْنتُ ُقِيَا َمهُُفَ َم ْن‬


َ ُ‫صا َمه‬ َ ‫ُو‬ َ ‫ان‬َ ‫ض‬ َ ‫ُر َم‬ َ ‫ُصيَا َم‬ ِ ‫ض‬ َ ‫ُو َج َّلُفَ َر‬
َ ‫إِ َّنُهللاَُع َِز‬
ُ‫ُولَ َدتْهُُأ ُ ُّم ُه‬ ُِ ‫َُم َنُالذُّنُ ْو‬
َ ‫بُ َك َي ْو ِم‬ ِ ‫سابًاُ َخ َرج‬َ ‫اح ِت‬
ْ ‫َو‬
“Sesungguhnya Allah mewajibkan puasa (shoum) Ramadhan dan aku menyunnahkan shalat
Tarawih pada malamnya (qiyam). Barangsiapa berpuasa dan shalat Tarawih karena iman dan
ikhlas semata-mata karena Allah Subhanahu Wata’ala, maka sesungguhnya dia keluar dari dosa-
dosa sebagaimana dia dulu keluar dari perut ibunya.” (HR. Ahmad)

Alangkah gembiranya menjadi manusia yang suci. Manusia yang steril dari kontaminasi dosa
kepada Allah Subhanahu Wata’ala dan dosa terhadap sesama manusia. Berkaitan dengan dosa
kepada-Nya kita lebur dengan shoum dan qiyam Ramadhan. Dosa dengan sesama manusia kita
saling memaafkan pada hari raya ‘idul fitri.

Namun, semua bayi dalam keadaan menangis kecuali bayi ibunda Maryam. Kata ahli sastra Mesir,
Syauqi.
ْ َ‫اسُ َح ُولَكَ ُي‬
ُُ ُ‫ض َحك ُْو َن‬
‫س ُر ْو ًرا‬ َ ً‫َُولَ َدتْكَ ُأ ُ ُّمكَ ُبَا ِكي‬
ُ َّ‫اُوالن‬
Halaman 39
Kumpulan Materi Pilihan Kultum Bakda Tarawih Masjid al-Furqon Agraria Bantarsari Cilacap Ramadhan 1439 H

“Ibumu melahirkanmu dalam keadaan menangis, sedangkan orang-orang sekelilingmu dalam


keadaan gembira (mendapatkan anggota keluarga baru yang diharpakan dapat membantu
melaksanakan tugas kehidupan).”

Menangis karena tidak mudah dan sederhana dalam menghadapi carut-marut kehidupan ini.
Kehidupan ini mengalami pasang surut, fluktuatif (naik turun). Kadang muncul, dan kadang
tenggelam.

Mana ada bayi yang lahir dalam keadaan tersenyum? Mana ada bayi yang dilahirkan dalam keadaan
tertawa? Dan mana ada bayi yang baru dilahirkan berwajah yang berseri-seri?

Bayi lahir dalam keadaan menangis karena khawatir kesuciannya nanti ternoda. Takut jika bayi
nanti dijerumuskan dan diculik orang lain.

Kita harus meninggalkan bayi dalam keadaan prihatin dan takut. Kita khawatir anak kita nanti
menghadapi masa yang menjadikan kehidupan mereka hina, terpuruk dalam lumpur kebinasaan.
Menjadi mangsa perdaban jahiliyah yang biadab.
َُ‫علَ ْي ِه ْمُفَ ْليَتَّقُواَُّللا‬ ِ ً‫ُم ْنُ َخ ْل ِف ِه ْمُذُ ِريَّة‬
َ ُْ‫ُضعَافاًُ َخافُوا‬ ِ ْ‫ِينُلَ ْوُتَ َر ُُكوا‬
َ ‫شُالَّذ‬ َ ‫َو ْليَ ْخ‬
َ ًُ‫َو ْليَقُولُواُْقَ ْوَّل‬
ً ‫سدِيدُا‬
“Dan hendaklah takut kepada Allah orang-orang yang seandainya meninggalkan dibelakang
mereka anak-anak yang lemah, yang mereka khawatir terhadap (kesejahteraan) mereka. oleh sebab
itu hendaklah mereka bertakwa kepada Allah dan hendaklah mereka mengucapkan Perkataan yang
benar.” (QS. An Nisa [4] : 9)

Bayangkan bapak/ibu sekalian, jika bayi yang baru lahir tidak dipelihara dengan baik. Apakah
mungkin menjadi manusia yang baik! Bayi yang baru lahir itu bila tidak dijaga ekstra ketat, mustahil
bisa menyelamatkan dirinya. Ia akan habis digigit nyamuk, serangga, dan kalajengking. Ia akan
menjadi mangsa yang lezat bagi bintang buas dan berbisa. Sehingga bayi yang semula lucu, sedap
dipandang mata, setelah dewasa menjadi fitnah, bahkan musuh bagi orang tuanya. Keberadaannya
menjadi keprihatinan orang banyak.

Berbeda dengan makhluk Allah Subhanahu Wata’ala yang lain, begitu lahir langsung berdiri. Bisa
cepat mandiri. Anak ayam baru menetas dari telur, beberapa saat kemudian dapat membedakan butir
beras dan butiran pasir. Tetapi, manusia tidak demikian. Bayi manusia membutuhkan pemeliharaan
dan pendampingan dalam jangka waktu yang lama (mulazamah wal hadhanah).

Memilihara pisik bayi yang sehat memerlukan perjuangan yang hebat dan berat. Tetapi, jika tidak
dirawat akan mudah terjangkiti penyakit. Lebih-lebih menjaga fitrah sucinya. Fitrah bayi akan
tumbuh dan berkembang dengan Islam. Jika pada bulan Ramadhan, memelihara fitrah didukung
oleh lingkungan internal dan sosial yang kondusif. Sebaliknya, lepas dari Ramadhan, kita akan
berjuang dengan sepi, sendiri. Dan ini memerlukan perjuangan, mujahadah dan riyadhah yang tidak
ringan.

Bayi lahir memerlukan pendidikan yang dijamin dapat memelihara pisik, ruhani, perasaan, dan
potensi yang melekat dalam dirinya. Pendidikan yang mengembangkan kepribadian manusia secara
seimbang dan utuh. Dikotomi pendidikan, bukan warisan dari peradaban Islam. Untuk merawat
bayi, agar tumbuh berkembang kepribadiannya, sejak dini biasakanlah senang pergi ke “masjid”,
sebaik-baik tempat, dan kembali menyemai bimbingan ruhani.
https://www.hidayatullah.com/kajian/tazkiyatun-nafs/read/2014/08/25/27977/lahir-dan-kembali-ke-
masjid.html

Materi hari ke-13 Pilihan kedua


Tali Terakhir Bernama Shalat

Dari Abu Umamah Al Bahili, ia berkata, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

Halaman 40
Kumpulan Materi Pilihan Kultum Bakda Tarawih Masjid al-Furqon Agraria Bantarsari Cilacap Ramadhan 1439 H

ُ‫اسُ ِبالَّ ِتى‬


ُ َّ‫ثُالن‬
َ َّ‫شب‬ َ َ‫سالَ ِمُع ُْر َوةًُع ُْر َوةًُفَ ُكلَّ َماُا ْنتَق‬
َ َ‫ضتْ ُع ُْر َوةٌُت‬ ِ ‫ض َّنُع َُر‬
ْ ‫ىُاْل‬ َ َ‫لَيُ ْنق‬
ُ‫صالَ ُة‬
َّ ‫آخ ُر ُه َّنُال‬ َ ‫اُوأَ َّولُ ُه َّنُنَ ْقضاًُا ْل ُح ْك ُم‬
ِ ‫ُو‬ َ ‫تَ ِلي َه‬
“Tali ikatan Islam akan putus seutas demi seutas. Setiap kali terputus, manusia bergantung pada
tali berikutnya. Yang paling awal terputus adalah hukumnya, dan yang terakhir adalah shalat.”
(HR. Ahmad 5: 251)

Hadits ini jelas menyatakan bahwa ketika tali Islam yang pertama sudah putus dalam diri seseorang,
yaitu ia tidak berhukum pada hukum Islam, ia masih bisa disebut Islam. Di sini Nabi tidak
mengatakan bahwa ketika tali pertama putus, maka kafirlah ia. Bahkan masih ada tali-tali yang lain
hingga yang terakhir adalah shalatnya.

Dari Zaid bin Tsabit, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,


ُ‫صالَ ُة‬ ِ َ‫ُآخ ُرُ َماُ َيُْبق‬
َّ ‫ىُم ْنُ ِد ْي ِن ِه ْمُال‬ ِ ‫ُو‬َ ُ‫اسُاْلَ َمانَة‬ ِ ‫أَ َّو ُلُ َماُ َي ْرفَ ُع‬
ِ َّ‫ُم َنُالن‬
“Yang pertama kali diangkat dari diri seseorang adalah amanat dan yang terakhir tersisa adalah
shalat.” (HR. Al Hakim At Tirmidzi).

Jika dikaji lebih lanjut tentang syariat Islam; yaitu shalat, zakat, puasa, naik dan naik haji. Maka
syariat shallat-lah yang tidak memiliki celah untuk bisa ditinggalkan atau tidak dilaksanakan.

Zakat, jika tidak mampu maka gugur kewajibannya, bahkan dalam keadaan tertentu dia menjadi
mustahik.

Berikut kami kutip pendapat yang diambil oleh jumhur ulama.

Orang yang wajib membayar zakat fitrah adalah mereka yang memiliki kelebihan makanan di luar
kebutuhannya ketika hari raya, sekalipun dia tidak memiliki kelebihan harta lainnya. Ini adalah
pendapat mayoritas ulama, diantaranya Az-Zuhri, As-Sya’bi, Ibnu Sirrin, Ibnul Mubarok, Imam As-
Syafii, Imam Ahmad dan yang lainnya. (Ma’alim As-Sunan karya Al-Khithabi, 2/49).

Selanjutnya Al-Khithabi mengutip keterangan Imam As-Syafii, yang menjelaskan;


“Apabila makanan seseorang melebihi kebutuhan dirinya dan keluarganya, seukuran untuk
membayar zakat fitrah, maka dia wajib mengeluarkan zakatnya.” (dalam Ma’alim As-Sunan karya
Al-Khithabi, 2/49).

Namun jika seandainya, syarat atau kelebihan makanan betul-betul tidak ada, maka kewajiban ini
bisa gugur.

Puasa, jika sedang safar atau sakit maka diganti dengan hari lain, atau jika tidak sanggup
(menggantinya dengan puasa) maka rukhsyah berikutnya yang Allah berikan adalah membayar
fidyah (memeberi makan kepada fakir miskin)

“..Maka barangsiapa di antara kamu ada yang sakit atau dalam perjalanan (lalu dia berbuka),
maka (wajiblah baginya berpuasa) sebanyak hari yang ditinggalkan itu pada hari-hari yang lain.
Dan wajib bagi orang-orang yang berat menjalankannya (jika mereka tidak berpuasa) membayar
fidyah, (yaitu), memberi makan seorang miskin” (Al-Baqarah:184)

Haji, syari’at haji merupakan rukun Islam yang ke-5. Maka kesempurnaan Iman akan terasa jika
sudah pernah menjadi tamu Allah di rumah-Nya (Baitullah). Tentunya syarat dan rukun harus
terpenuhi sehingga ia ibadah haji yang ia lakukan menjadi haji mabrur.

Namun kewajiban haji hanya bisa dilaksanakan oleh mereka yang memiliki kemampuan, berarti
yang tidak mampu melakukannya baik secara materi maupun hal lain yang dipersyaratkan sesuai
syariat Islam maka dia tidaklah berdosa.

ً‫ال‬ َ ‫ستَ َط ْعتَ ِإلَ ْي ِه‬


ُ ‫سبِ ْي‬ ْ ‫َوتَ ُح َّجا ْل َب ْيتَ ِإنِا‬
Halaman 41
Kumpulan Materi Pilihan Kultum Bakda Tarawih Masjid al-Furqon Agraria Bantarsari Cilacap Ramadhan 1439 H

“Islam adalah engkau bersaksi bahwa tidak ada Ilah (Tuhan yang disembah) selain Allah, dan
bahwa Nabi Muhammad adalah utusan Allah, engkau mendirikan shalat, menunaikan zakat, puasa
Ramadhan dan pergi haji jika mampu“ (HR. Muslim)

Hadits diatas sangat populer, terdapat dalam kitab Hadits Arbai’n Imam Nawai.

Dari penjelasan diatas jika kita perhatikan satu persatu, Puasa dapat diganti dengang ibadah selain
puasa (fidyah), Zakat bisa gugur jika tidak ada kelebihan, kewajiban haji hanya yang memiliki
kemampuan.

Tapi tidak untuk shalat, kaya, miskin, sakit, tetap melekat kewajiban untuk dilaksanakan. Tidak kuat
berdiri maka bisa duduk, tidak kuat duduk, dengan cara berbaring, dan terakhir dengan hati, ini
menunjukkan tidak ada peluang untuk meninggalkan shalat, dan shalat tidak dapat tergantikan
dengan ibadah yang lain.Sehingga saat utas demi utas tali Allah cabut maka yang terkahir tempat
bergantung adalah shalatnya.
‫ف ِإنلمتستطعفعلى َجنب‬،ً‫ف ِإنلمتستطعفقاعدا‬،ً‫ص ِلقائما‬
َ
“Shalatlah sambil berdiri, jika kamu tidak mampu sambil duduk, dan jika kamu tidak mampu,
sambil berbaring miring.” (HR. Bukhari 1117).

Maka tunggu apalagi jangan pernah kita tinggalkan shalat terutama shalat berjamaah bagi kamu
lelaki.
https://www.hidayatullah.com/kajian/oase-iman/read/2016/05/16/94896/tali-terakhir-bernama-
shalat.html

Materi hari ke-14 Pilihan pertama


Antara Ilmu dan Iman

Ramainya media belakangan ini soal isu sistem pendidikan sekolah menjadi tanda, pendidikan
masih perlu diperbaiki dan problematiknya perlu segera dicari solusi. Dari sekian problema
pendidikan itu, sesungguhnya terdapat isu fundamental yang harus ditangani. Kesalahan memahami
ilmu berdampak cukup serius terhadap kekeliruan penerapan pendidikan. Di antara kesalah fahaman
yang masih dijumpai di sederet pendidik dan pelaku pendidikan adalah tidak mengkaitkan ilmu
dengan iman.

Pemahaman ‘bercerainya’ antara iman dan ilmu pengetahuan boleh dikata sudah ‘lumrah’ di
kalangan pendidik. Di lembaga Islam saja masih terdapat kebingungan pendidik mengaitkan
pelajaran ilmu pengetahuan alam dengan iman.

Ilmu dalam Islam menempati posisi sangat penting. Salah satunya al-Qur’an menyebut kata ‘ilm dan
deravisanya sebanyak 750 kali. Sehingga orang berilmu menempati posisi mulya. Allah Subhanahu
Wata’ala berfirman;

“Allah akan meninggikan orang-orang yang beriman di antara kamu dan orang-orang yang diberi
ilmu pengetahuan beberapa derajat, dan Allah Subhanahu Wata’ala Maha Mengetahui apa yang
kamu kerjakan.” (QS. Al-Mujadalah: 11).

Dalam satu hadis dijelaskan, mencari ilmu juga mendapatkan tempat yang mulya; “Barang siapa
yang mencari ilmu maka ia di jalan Allah Subhanahu Wata’ala sampai ia pulang.” (HR. Tirmidzi).

Wahyu pertama yang diturunkan Allah Subhanahu Wata’ala kepada Nabi Muhammad Saw
berkaitan dengan perintah membaca (iqra’). Tetapi, sejak awal, sudah diingatkan bahwa proses
membaca tidak boleh dipisahkan dari ingat kepada Allah Subhanahu Wata’ala . Harus dilakukan
dengan mengingat nama Allah Subhanahu Wata’ala (Iqra’ bismi rabbikalladzi khalaq). Konsepsi
Ilmu dalam Islam tidak memisahkan antara iman dan ilmu pengetahuan. Tidak memisahkan unsur
dunia dan unsur akhirat. Karena pada hakikatnya ilmu pengetahuan dipelajari bermuara pada satu
tujuan penting, mengenal Allah Subhanahu Wata’ala , beribadah kepada-Nya dan kebahagiaan di
akhirat.

Halaman 42
Kumpulan Materi Pilihan Kultum Bakda Tarawih Masjid al-Furqon Agraria Bantarsari Cilacap Ramadhan 1439 H

Syed Muhammad Naquib al-Attas mengatakan, “Mengawali akidah (yang disusun oleh al-Nasafi)
dengan pernyataan yang jelas tentang ilmu pengetahuan adalah sesuatu yang sangat penting, sebab
Islam adalah agama yang berdasarkan ilmu pengetahuan. Penyangkalan terhadap kemungkinan
dan objektifitas ilmu pengetahuan akan mengakibatkan hancurnya dasar yang tidak hanya menjadi
akar bagi agama, tetapi juga bagi semua jenis sains.” (Jurnal Islamia No. 5 Thn II April-Juni 2005,
hal. 52).

Rasulullah Shaallahu ‘Alaihi Wassallam bersabda, “Barangsiapa yang bertambah ilmunya tapi
tidak bertambah petunjuknya, maka tidak akan bertambah kecuali dia akan makin jauh dari Allah
Subhanahu Wata’ala. ” (HR. al-Dailami).

Maksudnya, orang yang bertambah ‘informasi pengetahuannya’, namun tidak bertambah imannya,
maka orang tersebut dijauhkan dari petunjuk Allah Subhanahu Wata’ala .
Karena itu, yang dinamakan al-din(agama Islam) adalah gabungan antara iman, Islam, ilmu
pengetahuan, dan amal sholeh merupakan bagian yang tak terpisahkan (Wan Mohd Nor Wan Daud,
Tantangan Pemikiran Umat,hal.55).

Karena itu, ilmu dalam Islam berdimensi duniawi dan ukhrawi. Ilmu itu merangkum keyakinan dan
kepercayaan yang benar (iman). Karena itu, jika seseorang itu pandai, menyimpan informasi banyak
dalam pikiran, akan tetapi jika ia tidak mengenal hakikat diri, tidak mengamalkan ilmunya, tidak
beriman dan tidak berakhlak, maka tidak bisa disebut orang berilmu.

Ilmu pengetahuan dalam Islam, semuanya harus menjadikan akidah sebagai asas dasarnya. Belajar
ilmu kedokteran, ekonomi, biologi, sosiologi dan lain-lain harus menjadikan syariat sebagai basis,
dan mengorientasikan tujuan dasarnya untuk mencapai ridha Allah Subhanahu Wata’ala Subhanahu
Wata’ala , bukan sekedar demi tuntutan duniawi.

Kita telah mengenal macam ilmu fardhu ain dan fardhu kifayah. Ada baiknya dua macam golongan
ilmu ini kita pelajari lagi, lebih-lebih untuk pendidik. Karena, dengan menerapkan dua macam ilmu
ini secara betul, maka Insya Allah, kita tidak lagi menceraikan ilmu dan pengetahuan.

Namun secara mendasar dapat dimulai dengan seperti ini; pertama-tama di dalam pendidikan dasar
dan menengah, pengajaran ilmu fardhu ‘ain diperkuat. Formatnya, materi-materi porsi dan praktik
pengajarannya akidah diperkuat. Karena bidang ini termasuk yang wajib bagi individu-individu
Muslim mengetahuinya.

Adapaun ilmu-ilmu seperti matematika, IPA, IPS, bahasa, dan lain-lain yang termasuk fardhu
kifayah disajikan dengan menjadikan tauhid sebagai basis dan dasarnya. Di sekolah menengah
misalnya, kurikulum akidah akhlak, fikih, biologi, fisika dan lain-lain landasannya adalah
pengetahuan tentang i’tiqad Islam. Sangat mungkin mengajar biologi atau fisika dengan diramu
materi-materi tarbiyah ruhiyahplus akidah Islam.

Dengan desain seperti ini bukan tidak mungkin kelak akan lahir, dokter yang fakih, fisikawan yang
mufassir, atau ulama’ yang matematikawan. Profil ideal ini ada dalam sosok Fakhruddin al-Razi,
generasi ulama’ yang cendekiawan pasca Imam al-Ghazali.

Di tangan al-Razi, ilmu pengetahuan dalam dunia Islam menemukan fase gemilangnya — setelah
sekian lama membeku. Fase itu tidak mustahil terwujud di era modern, itu jika seluruh insan
pendidikan Islam menyadari pentingnya relasi antara iman dan ilmu pengetahuan. Jadi, sebaiknya
perdebatan insan pendidikan tidak lagi fokus pada cara menyajikan pelajaran; full day apa half day.
Karena ada masalah cukup serius yang dilupakan; yaitu konsep pendidikan dan konsep ilmu itu
yang sedang dirusak.
https://www.hidayatullah.com/artikel/tsaqafah/read/2016/08/16/99448/antara-ilmu-dan-iman.html

Materi hari ke-14 Pilihan kedua


Berkarya dan Beramal: Rahasia ‘Hidup’ Sepanjang Masa

Halaman 43
Kumpulan Materi Pilihan Kultum Bakda Tarawih Masjid al-Furqon Agraria Bantarsari Cilacap Ramadhan 1439 H

“Gajah mati meninggalkan gading, harimau mati meninggalkan belang, ” demikian sebuah pepata
masyhur mengatakan. Pribahasa yang mencoba menjelaskan betapa mahluk dan seseorang akan
dikenang semasa ketika mereka hidup. Kematian tidak serta merta menghapus eksistensi mereka di
muka bumi ini, masuknya jasad di liang lahat setelah itu ia akan dikenal orang atas amal
perbuatannya.

Pelajaran yang bisa kita petik dari pribahasa ini, kalau makhluk semacam gajah dan harimau saja
mampu mewariskan jejak sepeninggalnya mereka, lalu, bagaimana dengan kita manusia yang
notabene jauh lebih mulia dengan dua binatang tersebut?
***

Kalau yang dijadika barometer lamanya hidup di dunia adalah umur, maka sungguh sangat singkat
kehidupan di dunia ini. Untuk manusia di akhir zaman, paling lama umur mereka berkisar 100
hingga 120 tahunan. Itu pun hanya segelintir orang. Pada umumnya, manusia saat ini berumur 60-75
tahunan. Jadi relatif sangat singkat, terlebih kalau kita bandingkan dengan umat-umat terdahulu
(sebelum Nabi Muhammad), yang hidupnya mencapai ratusan bahkan ribuan tahun lamanya.

Namun ada cara yang alegan bagaimana mengebadikan ‘kehidupan’ kita di dunia ini, sekali pun
jasad telah ditelan bumi. Caranya adalah berkarya (beramal). Hanya dengan cara demikian, kita bisa
hidup “abadi”. Abadi bukan berarti hidup selama-lamanya tanpa menjumpai kematian. Tapi “abadi”
dikenal karena amal baik kita semasa hidup.

Hal ini lah yang dilakukan oleh orang-orang besar terdahulu. Mereka tetap dikenang hingga hari ini,
karena mereka mampu mengukir karya (amal) yang fenomenal serta menumental, sehingga usaha
mereka tetap dirasakan bahkan dikembangkan oleh generasi-gerasi selanjutnya.

Contoh paling nyata adalah ulama empat madzhab (Imam Hanafi, Imam Maliki, Imam Syafi’i dan
Imam Ahmad bin Hambal), betapa mereka telah mampu mengabadikan ‘kehidupan’ mereka di
dunia ini dengan karya (beramal)-karya (beramal) kitab yang mereka karang.

Sekali pun mereka telah meninggal ratusan tahun yang silam, namun hingga hari ini, ratusan juta
umat Islam di dunia masih mengkaji dan mendalami kitab-kitab yang mereka karang, termasuk di
Indonesia.

Panglima Thariq bin Ziyad yang mempu menyi’arkan Islam hingga ke negeri Matador, Spanyol.
Panglima AL-Fatih yang mampu mendobrak benteng kokoh konstantinopel, Turki, dan Panglima
Shalahuddin Al-Ayyubi, yang mampu merebut Yerussalem, Paletina, dari pasukan Salib, adalah di
antara tokoh-tokoh yang tidak akan pernah mati ditelan masa, dikarena begitu besarnya karya (amal)
mereka bagi umat ini.

Bahkan, mereka akan selalu menjadi inspirator/motivator bagi kaum selanjutnya untuk melakukan
kebaikkan-kebaikkan sebagaimana yang telah mereka lakukan.

Jadi, hanya dengan cara demikian lah, amal nyata, kita bisa melanggengkan keeksistensian kita di
muka bumi ini, sekali pun jasad telah di liang lahat. Dan yang perlu menjadi catatan, yang dimaksud
dengan karya (beramal) di sini adalah yang bernuansa positif, bukan sebaliknya.

Investasi Akhirat
Selain mampu mengabadikan keeksistensian kita, sebuah amal juga bisa menjadi investasi masa
depan kita di akhirat kelak. Dalam salah satu sabdanya, Rasulullah Muhammad Shallahu ‘Alaihi Wa
Sallam menjelaskan, bahwa kitika ada bani adam, manusia, meninggal dunia, maka terputus lah
segala hal yang berkaitan dengan dunia ini, kecuali tiga perkara.

Pertama adalah ilmu yang bermanfaat. Kedua adalah shadaqah jariyah. Dan ketiga, anak yang
sholeh/sholehah yang selalu mendo’akan kedua orangtuanya.

Yang jelas amal kita di muka bumi ini, bisa saja menduduki posisi sebagai shadaqah jariyah, karena
banyaknya orang mengambil manfaat dari apa yang kita ciptakan.

Halaman 44
Kumpulan Materi Pilihan Kultum Bakda Tarawih Masjid al-Furqon Agraria Bantarsari Cilacap Ramadhan 1439 H

Sering kita dengar obrolan atau bahkan dalam sering pula kita dapati orang-orang non Muslim,
orang yang tidak beribadah, tidak shalat bisa kaya-raya, berlaku baik pada orang, dan memiliki etos
kerja tinggi serta bisa berlaku dermawan kepada tetangga. Sehingga mereka dipuji karena kebaikan-
kebaikan itu.

“Mereka tidak shalat, tapi mereka bisa kaya dan membantu banyak orang. Kita tiap hari shalat,
tetapi tidak bisa beramal, “ begitu kata orang melihat kasus seperti ini. Apakah benar demikian?
Jelas tidak.

Allah Subhanahu Wata’ala menjelaskan dengan rinci sekali masalah ini. Allah tidak membeda-
bedakan pemberian harta kepada orang Muslim atau kafir sekalipun. Allah hanya memberi kepada
yang IA mau. Terserah siapa, itu hak Allah semata. Tak perduli dia atheis sekalipun.

Hanya saja, kata Allah, harta yang diberikan kepada orang-orang kafir, semuanya tidak dinilai alias
sia-siapa. Berapapun amal dan jumalah mereka keluarkan sebagai bantua. Sebab yang mereka
lakukan itu bukan dikarenakan Allah Subhanahu Wata’ala. Dalam ayat ke-39 surat An-Nur, Allah
menyatakan bahwa amal-amal baik orang kafir itu laksana fatamorgana di tanah datar yang disangka
air oleh orang-orang yang dahaga, tetapi bila didatanginya air itu, dia tidak mendapatinya sesuatu
apapun.

ُ‫آنُ َماءُ َحتَّىُإِذَاُ َجاءهُُلَ ْم‬ ُ ‫ظ ْم‬َّ ‫سبُهُُال‬ َ ‫بُ ِب ِقيعَةٍُيَ ْح‬ َ ‫ِينُ َكفَ ُرواُأَ ْع َمالُ ُه ْمُ َك‬
ٍ ‫س َرا‬ َ ‫َوالَّذ‬
ُِ ‫سا‬
‫ب‬ َ ‫س ِري ُعُا ْل ِح‬َ ُُ‫َّللا‬
َُّ ‫ُو‬ َ ُ‫سابَه‬
َ ‫ُح‬ِ ُ‫ََُّللاَُ ِعن َدهُُفَ َوفَّاه‬
َّ ‫ُو َو َجد‬ َ ً ‫ش ْيئا‬
َ ُُ‫يَ ِج ْده‬
“Dan orang-orang kafir amal-amal mereka adalah laksana fatamorgana di tanah yang datar, yang
disangka air oleh orang-orang yang dahaga, tetapi bila didatanginya air itu dia tidak mendapatinya
sesuatu apapun. dan didapatinya (ketetapan) Allah disisinya, lalu Allah memberikan kepadanya
perhitungan amal-amal dengan cukup dan Allah adalah sangat cepat perhitungan-Nya.” (QS An-
Nur: 39)

Dalam surat lain Allah berfirman;


ُ‫سُا ْل ِم َها ُد‬ َ ‫ِينُ َكفَ ُرواُفِيُا ْلبِ َالدُِ َمُتَاعٌُقَ ِلي ٌلُث ُ َّمُ َمأ ْ َوا ُه ْمُ َج َهنَّ ُم‬
َ ْ‫ُوبُِئ‬ َ ‫بُالَّذ‬
ُ ُّ‫ََّلُيَغُ َّرنَّكَ ُتَقَل‬
“Janganlah sekali-kali kamu terperdaya oleh kebebasan orang-orang kafir bergerak di dalam
negeri.Itu hanyalah kesenangan sementara, Kemudian tempat tinggal mereka ialah jahannam; dan
Jahannam itu adalah tempat yang seburuk-buruknya.” (QS. Ali Imran : 196-197)

Jadi sesungguhnya, semua yang telah diberikan Allah kepada orang-orang kafir hanyalah semu.
Sedang yang dihuting adalah amal kaum Muslim yang disarakan kepada Allah Subhanahu Wata’ala.

Pondasinya Ikhlas
Sekali pun demikian, yang perlu kita waspadai adalah menjaga niat. Kita harus ikhlas dalam
berkarya (beramal). Artinya, setiap ramal yang kita, bukan untuk mendapatkan pujian atau
sanjungan, lebih-lebih materi dari orang lain. Namun semata-mata hanya mengharap ridha Allah
semata.

Ketika kita tidak mampu menjaga hati sedemikian rupa, maka sungguh kecelakaan lah bagi kita,
karena Allah tidak akan pernah menerima amal hamba-Nya yang diniatkan untuk memperoleh ridha
manusia, bukan ridha-Nya.

Katakanlah,
َ ‫بُا ْل َعالَ ِم‬
ُ‫ين‬ ِ ‫ُر‬
َُ ِ‫يُلِل‬
ِ ‫ُو َم َما ِت‬
َ ‫اي‬
َ ‫يُو َم ْح َي‬ ُ ُ‫يُون‬
َ ‫س ِك‬ َ ُ‫قُلُْ ِإ َّن‬
َ ‫صالَ ِت‬
“Sesungguhnya shalatku, ibadahku, hidupku, dan matiku hanyalah untuk Allah, Tuhan semesta
alam.” (QS: al-Anfal [6]: 162).

Dijelaskan dalam salah satu sabda Rosulullah, bahwa ada beberapa orang di akhirat kelak akan
dicap oleh Allah sebagai pendusta sejati, dikarenakan niat mereka yang salah dalam melakukan
suatu amalan.

Halaman 45
Kumpulan Materi Pilihan Kultum Bakda Tarawih Masjid al-Furqon Agraria Bantarsari Cilacap Ramadhan 1439 H

Mereka adalah para ulama yang mengajarkan ilmu pada suatu kaum, namun dalam hatinya
bercongkol niat, bahwa dia melakukan hal tersebut agar dipuji oleh manusia sebagai pribadi yang
fakih, alim, ahli agama, dan sebaginya.

Selanjutnya, yaitu mereka yang masa hidupnya menggunakan waktunya untuk berperang melawan
musuh-musuh Allah. Sayang sekali sayang, dorongan yang menggerakkannya melakukan hal yang
paling mulia dalam urusan agama tersebut, bukan ingin mencari cinta Allah, namun lebih kepada
kehausan akan gelar pahlawan di mata manusia.

Walhadil niat dan ikhlas (iman) adalah pondasi dari amal dan karya akhir kita. Jika fondasi tersebut
kokoh, maka bangunan-pun akan tegak kuat menjulang, sebaliknya kalau fondasinya lemah atau
rapuh, maka bangunan pun akan runtuh.Wallahu a’lam.
https://www.hidayatullah.com/kajian/gaya-hidup-muslim/read/2011/12/27/4084/berkarya-dan-
beramal-rahasia-hidup-sepanjang-masa.html

Materi hari ke-15 Pilihan pertama


Bahagiakan Orangtuamu, Meski Ia Telah Tiada

Kehadiran kita, terlepas dari apapun yang menjadi catatan kecewa dan amarah dalam perjalanan
hidup di bawah pengasuhan orangtua, sungguh keduanya adalah orang yang berharap kita menjadi
insan yang beriman dan karena itu, Islam mewajibkan setiap anak untuk berbakti kepada keduanya.

Karena kesabaran seorang ibu, setiap kita bisa menjadi manusia. Karena dedikasi seorang ayah,
setiap kita bisa menjadi orang berarti dalam kehidupan. Tanpa keduanya, entah seperti apa nasib
yang akan kita alami.

Kadangkala, kalau kita mengingat masa kecil, tanpa tahu kelelahan dari keduanya, kita sebagai anak
meronta-ronta agar diberikan apa yang menjadi keinginannya. Orangtua tentu saja tidak tega, karena
itu mereka tak pernah berhenti berkorban untuk kebaikan anak-anaknya.

Wajar jika kemudian, Allah Ta’ala memerintahkan setiap anak untuk bersyukur, berbakti dan tentu
saja mendoakan kedua orangtuanya.

ُ‫صالُهُُفُِيُعَا َم ْي ِنُأَ ِن‬


َ ِ‫ُوف‬ َ َ‫عل‬
َ ‫ىُو ْه ٍن‬ َ ُ‫انُ ِب َوا ِل َد ْي ِهُ َح َملَتْهُُأ ُ ُّمه‬
َ ًُ‫ُو ْهنا‬ َ ‫س‬ ِ ْ َ‫ص ْين‬
َ ‫اُاْلن‬ َّ ‫َو َو‬
ُُ ‫يُو ِل َوا ِل َد ْيكَ ُإِلَ َّيُا ْل َم ِص‬
‫ير‬ َ ‫شك ُْرُ ِل‬ْ ‫ا‬
“Dan Kami perintahkan kepada manusia (berbuat baik) kepada dua orang ibu- bapanya; ibunya
telah mengandungnya dalam keadaan lemah yang bertambah- tambah, dan menyapihnya dalam
dua tahun. Bersyukurlah kepadaKu dan kepada dua orang ibu bapakmu, hanya kepada-Kulah
kembalimu.” (QS. Luqman [31]: 14).

Namun, waktu yang terus berputar, menjadikan banyak anak saat ini terpisah dari kehidupan
orangtuanya. Ada yang harus meninggalkan kedua orangtuanya karena sekolah, kuliah, bekerja, atau
bahkan berdakwah, sehingga berbakti setiap hari adalah hal yang tidak mungkin dilakukan.

Dalam kondisi seperti ini, maka doa adalah satu-satunya senjata yang bisa diandalkan setiap anak
untuk terus bisa berbakti kepada kedua orangtuanya. Memohon kepada Allah kebaikan bagi
keduanya, hingga mereka berkenan memberikan ridhanya untuk kebaikan hidup kita sebagai putra
dan putri dari keduanya.

Hal ini karena posisi orangtua di dalam Islam sangatlah tinggi, bahkan begitu pentingnya ridha
orangtua, Nabi Muhammad pun memberikan penegasan soal ini.

“Keridhaan Allah itu tergantung pada keridhaan orangtua dan kemurkaan Allah tergantung pada
kemurkaan orangtua.” (HR Tabrani)

Halaman 46
Kumpulan Materi Pilihan Kultum Bakda Tarawih Masjid al-Furqon Agraria Bantarsari Cilacap Ramadhan 1439 H

Oleh karena itu, berbuat baik, berbakti kepada orangtua atau birrul walidayn banyak sekali
bentuknya, dan bagi yang jauh dari kedua orangtua pun ada kesempatan untuk tetap bisa birrul
walidayn.

Jika kini, Allah telah memberikan kelapangan rezeki, maka berusahalah berbakti dengan memenuhi
keinginannya, yang bisa untuk diwujudkan.

“Dari Muhammad bin Sirin berkata : Pada zaman Ustman bin Affan radhiyallahu ‘anhu harga
pohon kurma pada saat itu mencapai 1.000 dirham. Saat itu Usamah bin Zaid melubangi pohon
kurma yang di belinya dan mengeluarkan jantung pohon kurma-nya (empol- bahasa Jawa) dan di
berikan kepada ibunya sebagai makanan. Kemudian Muhammad bin Sirin berkata ; Wahai Usamah
apa yang membuatmu melakukan hal ini ? Sedangkan engkau tahu bahwa harga kurma ini senilai
1.000 dirham! Usamah bin Zaid berkata: Sesungguhnya ibuku meminta jantung pohon kurma
kepadaku. Dan tidaklah ibuku meminta sesuatu yang aku kuat untuk membelinya kecuali aku akan
memberikannya.” (HR. Hakim).

Demikian sebuah contoh bagaimana berbakti kepada orangtua. Lantas bagaimana jika diri tergolong
belum mampu untuk membahagiakan orangtua seperti Usamah bin Zaid, maka doa adalah senjata
pamungkas. Dan, untuk ini, Al-Qur’an telah memberikan doa yang mesti diucapkan.

“Wahai Tuhanku, kasihilah mereka keduanya, sebagaimana mereka berdua telah mendidik aku
waktu kecil.” (QS. Al-Isra [17]: 24).

Lantas, bagaimana jika orangtua telah tiada?


Dari Ibnu Umar radhiyallahu ‘anhu ada seorang menemui Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam lalu
berkata, “Sesungguhnya aku melakukan sebuah dosa yang sangat besar. Adakah cara taubat yang
bisa ku lakukan?” Nabi bertanya, “Apakah engkau masih memiliki ibu.” “Tidak” jawabnya. Nabi
bertanya lagi, “Apakah engkau memiliki bibi dari pihak ibu.” “Ya,” jawabnya. Nabi bersabda,
“Berbaktilah kepada bibimu.” (HR. Tirmidzi).

Dari Abu Usaid Malik bin Rabi’ah As-Sa’idi, ia berkata,


َُ‫س ِل َمة‬
َ ُ‫ُم ْنُ َب ِنى‬
ِ ‫ُر ُج ٌل‬ َ ‫ُ ِإذَاُ َجا َء ُه‬-‫صلىُهللاُعليهُوسلم‬-ُِ‫َُّللا‬ َّ ‫سو ِل‬ ُ ‫َُر‬َ ‫َب ْينَاُنَ ْح ُنُ ِع ْند‬
ُ‫ىُش َْى ٌءُأَبَ ُّر ُه َماُ ِب ِهُبَ ْعدَُ َم ُْوتِ ِه َماُقَا َلُ«ُنَ َع ِم‬ َّ ‫ُم ْنُ ِب ِرُأَبَ َو‬
ِ ‫َُّللاُِ َهلُْبَ ِق َى‬
َّ ‫سو َل‬ َ َ‫فَقَا َلُي‬
ُ ‫اُر‬
َّ ُ‫اُو ِصلَة‬
ُ‫ُالر ِح ِمُالَّتِى‬ َ ‫اُم ْنُبَ ْع ِد ِه َم‬ِ ‫ع ْه ِد ِه َم‬ َ ُُ‫اُوإِ ْنفَاذ‬َ ‫ارُلَ ُه َم‬
ُ َ‫ستِ ْغف‬ َ ‫علَ ْي ِه َم‬
ْ ‫اُوا َِّل‬ َ ُُ‫صالَة‬
َّ ‫ال‬
‫صدِي ِق ِه َما‬ َ ‫ص ُلُإَِّلَُّبِ ِه َم‬
َ ُ‫اُوإِ ْك َرا ُم‬ َ ‫» َّلَُتُو‬.
“Suatu saat kami pernah berada di sisi Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam. Ketika itu ada
datang seseorang dari Bani Salimah, ia berkata, “Wahai Rasulullah, apakah masih ada bentuk
berbakti kepada kedua orang tuaku ketika mereka telah meninggal dunia?” Nabi shallallahu ‘alaihi
wa sallam menjawab, “Iya (masih tetap ada bentuk berbakti pada keduanya, pen.). (Bentuknya
adalah) mendo’akan keduanya, meminta ampun untuk keduanya, memenuhi janji mereka setelah
meninggal dunia, menjalin hubungan silaturahim (kekerabatan) dengan keluarga kedua orang tua
yang tidak pernah terjalin dan memuliakan teman dekat keduanya.” (HR. Abu Daud no. 5142 dan
Ibnu Majah no. 3664).

Terhadap yang menuntut ilmu, berbakti kepada orangtua bisa diwujudkan dengan benar-benar
menjaga etos belajar, sehingga tidak ada waktu, energi, dan biaya yang terbuang percuma.

Sekalipun orangtua tidak melihat bagaimana kehidupan kita kala belajar di tanah rantau, tapi
ingatlah Allah melihat, dan bayangkanlah, betapa kecewanya kedua orangtua bila mengetahui
ternyata anaknya yang sekolah atau kuliah dari kampung halamannya, ternyata tidak benar-benar
belajar dengan baik.

Jadi, meningkatkan motivasi belajar dengan target mendapatkan hasil terbaik secara keseluruhan
merupakan bakti penting seorang anak kepada orangtuanya yang jauh di kampung halaman.

Halaman 47
Kumpulan Materi Pilihan Kultum Bakda Tarawih Masjid al-Furqon Agraria Bantarsari Cilacap Ramadhan 1439 H

Jika kita tahu dampak durhaka kepada orangtua, hendaknya jangan membuat keduanya marah, sedih
dan kecewa dengan tingkah laku kita sebagai anaknya. Itulah mengapa, setiap orangtua
diperintahkan untuk mendidik putra-putrinya menjadi anak yang sholeh dan sholehah. Jika, perilaku
kita sebagai anaknya tidak sholeh dan sholehah, maka itu akan membebani kedua orangtua, baik di
dunia maupun di akhirat.

“Semua dosa akan ditangguhkan Allah Subhanahu Wata’ala sampai nanti hari kiamat, kecuali
durhaka kepada kedua orangtua, maka sesungguhnya Allah Subhanahu Wata’ala akan
menyegerakan balasan kepada pelakunya di dunia sebelum meninggal.” (HR. Hakim)

Dengan demikian, dalam kondisi apapun kita sebagai anak dari orangtua kita, kaya, miskin, belajar,
bekerja atau pun berdakwah, jangan pernah melewatkan doa untuk keduanya.

Semoga Allah masukkan kita sebagai anak-anak yang sholeh dan sholehah, sehingga mendapatkan
ridha-Nya, karena ridha kedua orangtua kita semua. Aamiin.
https://www.hidayatullah.com/kajian/gaya-hidup-muslim/read/2017/11/08/127491/bahagiakan-
orangtuamu-meski-ia-telah-tiada.html

Materi hari ke-15 Pilihan kedua


Bakti kepada Orangtua dengan Berbaik kepada Para Sahabatnya

‫الطبراني‬-ُ َ‫قُأَ ِب ْيك‬ ْ ‫ُم َنُا ْل ِب ِر‬:‫قالُرسولُهللاُصلىُهللاُعليهُوسلم‬


َ ُ‫ُأنُتَ ِص َل‬
َ ‫ص ُِد ْي‬ ِ
Artinya: Rasulullah Shallallahu Alaihi Wasallam bersabda, “Termasuk dari kebaikan, engkau
menjaga hubungan dengan sahabat ayahmu”. (Ath Thabarani, dihasankan oleh Imam As Suyuthi)

Al Munawi menyatakan bahwa menjaga hubungan dan melakukan kebaikan dengan para sahabat
orang tua dilakukan baik ketika orang tua masih hidup atau sudah wafat. (Faidh Al Qadir, 6/6)

Berkenaan dengan hal ini apa yang dilakukan para sahabat menjadi suri tauladan bagi kita semua,
dimana suatu saat Ibnu Umar menemui seorang badui dan beliau lantas memberinya seekor keledai
dan surban. Para sahabat Ibnu Umar pun heran karena menurut mereka orang itu cukup dengan satu
atau dua dirham dan mereka pun bertanya mengenai hal itu. Ibnu Umar pun menjawab,
bahwasannya beliau pernah mendengar Rasulullah Shallallahu Alaihi Wasallam bersabda,
“Sesungguhnya yang paling mulia diantara menjaga hubungan adalah menjaga hubungan kepada
laki-laki sahabat ayahnya setelah ia wafat”. (Syu’ab Al Iman, 200/6)
https://www.hidayatullah.com/kajian/lentera-hidup/read/2015/11/06/82816/berbakti-kepada-
orangtua-dengan-berbaik-kepada-para-sahabatnya.html

Materi hari ke-16 Pilihan pertama


Cara Nabi Memanfaatkan Waktu Muda

Pada saat pemuda Mekah pada umumnya tenggelam dalam gaya hidup foya-foya, bersenda gurau,
bermalas-malasan, menghabiskan waktu mudanya dengan sia-sia, taklid buta kepada nenek moyang
menyembah berhala, lantas apa yang dilakukan oleh Muhammad Shalallahu ‘Alaihi Wassallam di
usia yang sangat potensial tersebut?

Sebelum menjelaskan lebih jauh, standar usia muda yang digunakan di sini adalah standar syabâb
dalam Bahasa Arab. Dari usia baligh hingga empat puluh tahun, masih dalam kategori pemuda (Ats-
Tsaalibi, Fiqh al-Lughah, 77). Dengan standar ini, akan dieksplorasi lebih dalam masa muda nabi
agar bisa diteladani oleh pemuda muslim di era digital ini.

Paling tidak, ada beberapa hal yang dilakukan Nabi Muhammad Shalallahu ‘Alaihi Wassallam pada
usia mudanya.

Halaman 48
Kumpulan Materi Pilihan Kultum Bakda Tarawih Masjid al-Furqon Agraria Bantarsari Cilacap Ramadhan 1439 H

Pertama, etos kerja yang tinggi. Berbeda dengan pemuda pada umumnya yang kebanyakan
bergantung dengan kemapanan orangtuanya, Muhammad Shalallahu ‘Alaihi Wassallam memilih
untuk memanfaatkan masa mudanya untuk bekerja.

Setidaknya, ada dua pekerjaan yang dijalaninya sampai beliau menikah dengan Khadijah, yaitu:
menggembala kambing dan berniaga. Mengenai penggembalaan kambing ini, Abu Hurairah RA
meriwayatkan sabda nabi:
«ُ ُ‫ُ ُك ْنت‬،‫ُ«نَعَ ْم‬:‫ُوأَ ْنتَ ؟ُفَقَا َل‬: ْ َ‫ُفَقَا َلُأ‬،ُ»‫ُرعَىُالغَنَ َُم‬
َ ُ‫ص َحابُه‬ َ ‫َُّللاُُنَبِيًّاُإِ ََّّل‬
َّ ‫ث‬ َ َ‫َماُبَع‬
َ‫علَىُقَ َر ِاري َط ُِْلَ ْه ِلُ َمك َُّة‬ َ ُ‫»أَ ْرعَا َها‬
“Tidaklah Allah mengutus seorang nabi, melainkan (sebelumnya berprofesi) sebagai penggembala
kambing.” Mendengar jawaban nabi, sahabat merespon, “Apa Anda juga?” “Ya. Dulu aku
menggembala kambing penduduk mekah dengan upah sejumlah uang.” (HR. Bukhari)

Dari profesi ini, di samping memiliki mata pencaharian pribadi dan belajar mandiri sejak dini, beliau
juga mendapat pengalam luar biasa dalam bidang leadership (kepemimpinan).

Tidak mengherankan jika Al-Hafidz Ibnu Hajar al-`Asqalani dalam Fath al-Bari menyebutkan:
Hikmah diilhaminya para nabi menggembala kambing sebelum diutus menjadi nabi karena (supaya
mereka pengalaman sebelum mengurus umat), (Fath al-Bâri, 7/99).

Adapun profesi bisnis, sudah dijalani beliau sejak usia 12 tahun. Dalam catatan sejarah, beliau
pernah diajak pamannya safari dagang internasional ke Negeri Syam (Khudhari, Ain al-Yaqîn, 12).
Di samping itu, pada usia 25 tahun, beliau menjalankan bisnis internasional milik Khadijah ke
Negeri Syam yang kemudian membuat majikannya ini jatuh hati kepada beliau.

Pengalaman berdagang di luar negeri ini, bukan saja menghasilkan materi, tapi juga pengalaman lain
yang sangat berarti. Safari niaga ini memberi pengalaman geografis bagi beliau. Di samping itu,
mengetahui karakter, adat istiadat masyarakat internasional. Ketika menjadi nabi, pengalaman ini
dimanfaatkan sebaik-baiknya untuk kepentingan dakwah Islam.

Kedua, tidak terbawa arus tren negatif pemuda . Sebagai pemuda, sebenarnya Muhammad
Shalallahu ‘Alaihi Wassallam pun juga menginginkan seperti pemuda-pemuda pada umumnya.
Hanya saja, setiap kali ingin mengikuti tren, oleh Allah Subhanahu Wata’ala dijaga sehingga urung
melakukannya.

Suatu hari, pasca menggembala kambing, beliau sudah berjanji dengan teman sesama penggembala
untuk menyaksikan hiburan. Namun, rupanya Allah Subhanahu Wata’ala menidurkannya sehingga
baru bangun pada keesokan hari. Setiap kali hendak melakukannya, kejadian itu terulang, sehingga
beliau tidak mengulanginya lagi.

Ketiga dan keempat, pengalaman militer dan diplomatik. Pada usia dua puluh tahun, kalau sekarang
masa-masa anak kuliahan, beliau sudah mendapatkan pengalaman militer dan diplomatik.

Ahmad As-Suhaili dalam Raudhah al-Anfi (1421: II/149) menyebutkan bahwa ketika meletus
Perang Fijar antara Suku Kinanah bersama Qurays melawan Qais, beliau membantu paman-
pamannya menyiapkan anak panah untuk melawan Suku Qais.

Perang ini kemudian berakhir dengan kesepakatan damai yang kemudian dalam sejarah diabadikan
dengan istilah Hilf al-Fudhul (Perjanjian Fudhul). Rumah Abdullah bin Jadan menjadi saksi bisu
perdamaian luhur ini.

Nabi Muhammad Shalallahu ‘Alaihi Wassallam mengalami pengalam diplomatik yang luar biasa
ketika menghadiri perjanjian ini, sampai-sampai beliau berkomentar saat mengenang kembali
peristiwa ini:
ُُ‫س َال ِم َُْلَ َجُْبت‬ ِ ْ ‫ُح ْلفًاُلَ ْوُ ُد ِعيتُ ُ ِب ِهُ ِف‬
ْ ‫يُاْل‬ َ ‫َُِّللاُِ ْب ِنُ ُج ْدع‬
ِ ‫َان‬ َ ُ‫لَقَدُْش َِه ْدتُ ُ ِفيُد َِار‬
َّ ‫ع ْبد‬

Halaman 49
Kumpulan Materi Pilihan Kultum Bakda Tarawih Masjid al-Furqon Agraria Bantarsari Cilacap Ramadhan 1439 H

“Sesungguhnya aku telah menyaksikan di rumah Abdullah bin Jad’an satu perjanjian; seandainya
aku diajak melakukannya dalam Islam, tentu aku kabulkan. (Ibnu Katsir, al-Bidâyah wa al-Nihâyah,
II/355)

Kelima, memiliki kepedulian sosial yang tinggi sekaligus rajin bertafakkur instospeksi diri. Beliau
yang terlahir sebagai anak yatim, dan terbiasa hidup mandiri sejak mudanya, membuat kepekaan
sosialnya tertanam dengan baik. Sebagai bukti riil, saat terjadi polemik mengenai peletakan Hajar
Aswad pasca renovasi Ka’bah, diusianya yang baru 35 tahun, beliau mampu menjadi problem solver
(pemecah solusi) bagi permasalahan yang hampir menimbulkan konflik berdarah ini. Tak
mengherankan jika kesuksesannya ini membuat beliau dijuluki al-amin (yang tepercaya).

Pada usia 38-40, saat Ramadhan beliau terbiasa menyendiri bertafakkur di Gua Hira. Menariknya,
saat beliau diangkat jadi nabi (di usia 40), dan pulang dalam kondisi ketakutan, Khadijah
menenangkannya, Sesungguhnya, kamu telah menyambung tali persaudaraan, berbicara jujur,
memikul beban orang lain, suka mengusahakan sesuatu yang tak ada, menjamu tamu dan sentiasa
membela faktor-faktor kebenaran. (HR. Bukhari dan Muslim).

Sesungguhnya orang yang sejak mudanya memiliki etos kerja tinggi, banyak pengalaman, dan
peduli sosial, tidak akan dicampakkan oleh Allah Subhanahu Wata’ala.

Dari pembahasan ini, ada beberapa hal yang dilakukan nabi dalam memanfaatkan masa mudanya:
memiliki etos kerja tinggi (misalnya: dengan menggembala kambing dan berbisnis); tidak terbawa
arus pemuda pada umumnya; memperbanyak pengalaman berharga (seperti: militer dan diplomatik);
serta peduli sosial, rajin instrospeksi diri dan selalu mendekat pada Sang Khaliq. Wallahu a’lam.
https://www.hidayatullah.com/kajian/gaya-hidup-muslim/read/2017/10/30/126790/cara-nabi-
memanfaatkan-waktu-muda.html

Materi hari ke-16 Pilihan kedua


Lima Prinsip Generasi Muda Merebut Dunia

Salah satu masalah krusial problem generasi muda saat ini problem identitas dan jati diri. Di saat
teknologi informasi melewati batas-batas ruang, tidak sedikit generasi muda terombang-ambing
dengan arus hedonis dan permisif.

Sudah banyak contoh pergaulan kekinian anak muda yang kebablasan. Mereka lebih bangga dengan
idola kekinian seperti artis –artis sinetron. Pemuda tak lagi semangat, karena banyak dari mereka
loyo dengan dunia kebaperannya.

Karena sedikitnya pemudia pembawa perubahan, kini justru muncul gelombang gerakan Barisan
Emak-Emak Militan (BEM). Karena para Emak tak kuasa menaruh harapan di tangan mereka.

Pergaulan yang menyesatkan bukan sepenuhnya salah mereka. Kehidupan hedonis-permisif dan
sekuleris inilah yang menjadi akar dari cabang-cabang permasalahan yang menimpa generasi muda
kita. Bahkan pendidikan karakterpun tak mampu mengembalikan jati diri pemuda sebagai agent of
change. Akibat kehidupan hedonis, pemuda hanya tahu apa dan bagaimana untuk bersenang-senang,
tak peduli baik buruk, tak peduli halal haram.

Akibat kehidupan permisif, segala hal kekinian dan modern selalu jadi percontohan seolah itu hal
wajib yang harus diikuti boleh dinikmati, dan boleh diapresiasi. Karena kehidupan sekuleris,
identitas hakiki pemuda banyak tergadaikan dengan gempuran budaya Barat yang sudah
menghancurkan anak negeri ini.

Yang Muda yang Didamba


Patut kita renungkan bagaimana contoh pemuda teladan di masa kejayaan Islam seperti Muhammad
Al Fatih. Di usianya yang masih belia 14 tahun, beliau sudah hafal al-Qur’an dan menguasai 6
bahasa dunia.

Halaman 50
Kumpulan Materi Pilihan Kultum Bakda Tarawih Masjid al-Furqon Agraria Bantarsari Cilacap Ramadhan 1439 H

Di usia 21 tahun beliau menggantikan ayahnya sebagai kepala negara di kesultanan Turki Ustmani.
Selain itu beliau juga ahli taktik militer, rajin ibadah, bahkan tak pernah meninggalkan sholat malam
dan rawatibnya.

Berkat prestasi itulah, Allah Subhanahu Wata’ala berikan kemenangan beliau dalam menaklukkan
Konstantinopel yang kala itu bentengnya tidak bisa ditembus selama 750 tahun lamanya. Kekuasaan
Byzantium yang adigdaya saat itu takluk di tangan seorang Muhammad Al Fatih.

Sebagai generasi muda Muslim, kewajiban kita untuk mengembalikan identitas hakiki anak-anak
muda kita. Agar tidak menjadi generasi muda mudah terombang-ambing dengan arus budaya Barat
dan pemikiran yang merusak jiwa raga, maka perlu sekiranya melakukan langkah berikut:

Pertama, memiliki visi yang jelas


Sebagai pemuda harus jelas jati dirinya. Kita sebagai apa dan harus bersikap bagaimana. Sehingga
tujuan hidup dan cita-cita itu menjadi terang dan gamblang.

Sebagai pemuda muslim, tentu tidak akan lepas dari visi dasar kita sebagai hamba Allah Subhanahu
Wata’ala, yaitu beribadah kepada Allah serta tunduk dan taat kepada Allah. “Sesungguhnya Allah
tidak akan mengubah nasib suatu kaum kecuali kaum itu sendiri yang mengubah apa-apa yang
pada diri mereka”(QS. Ar-ra’du: 11)

Kedua, peduli sesama


Pantang bagi seorang pemuda untuk bersikap apatis dan cuek dengan kondisi sekitarnya. Karena
pemuda adalah agent of change, maka harus tertanam dalam kesadaran kita bahwa kita adalah agen
perubahan. Mengubah kondisi yang buruk menjadi kondisi yang lebih baik. “Sesungguhnya Allah
akan menolong seorang hamba-Nya selama hamba itu menolong orang yang lain“. (Hadits
Muslim)

Ketiga, bekerjasama dalam Kebaikan


Mengubah kondisi perlu untuk bahu-membahu dan bersama-sama dalam memperjuangkan
kebaikan. Sebagaiman sabda Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi Wassallam: “Mukmin dengan Mukmin
yang lain itu seperti satu bangunan; satu sama lain SALING MENGUATKAN.” (Muttafaq ‘alaih).

Keempat, pembelajar
Sebagai pemuda, harus senantiasa menjadi pembelajar. Terus belajar untuk meningkatkan kualitas
diri, meningkatkan kualitas diri sebagai pemuda tentunya, dengan bekal ilmu yang mumpuni agar
peran sebagai agent of change dapat terealisasi dengan baik.

Bukankah masa depan itu ada di tangan pemuda? Maka wajib bagi setiap pemuda muslim untuk
mengkaji dan mempelajari Islam dengan sungguh-sungguh, untuk diamalkan dalam kehidupan.

Kelima, sampaikan Kebenaran walau pahit


Pemuda adalah pribadi yang idealis, produktif, dan berani. Di sinilah cara untuk menghilangkan
keloyoan pemuda dengan melantangkan setiap kedzaliman yang terjadi lalu menyampaikan
kebenaran itu dengan berani, tidak takut dengan celaan orang yang mencelanya. “Oleh sebab itu,
Sampaikan peringatan karena peringatan itu bermanfaat. Orang yang takut (kepada Allah) akan
mendapat pelajaran. Orang-orang yang celaka (kafir) akan menjauhinya” (QS al-A’la [87]: 9-11).

Masa depan ini Indonesia ini ada di pundak kita. Bangkitlah wahai pemuda Muslim untuk melawan
setiap bentuk ketidakadilan dan kedzaliman yang terjadi di negeri ini.

Sudah saatnya pemuda ambil peran, jangan menjadi ‘sampah masyarakat’ sebagaimana ungkapan
Arab mengatakan wujuduhu ka ‘adamihi (keberadaannya, sama dengan ketiadaannya). Sungguh
sia-sia.

Yuk! Kita rebut Indonesia dengan prestasi dan karya-karya kita agar membawa Islam ke pentas
dunia.

Halaman 51
Kumpulan Materi Pilihan Kultum Bakda Tarawih Masjid al-Furqon Agraria Bantarsari Cilacap Ramadhan 1439 H

https://www.hidayatullah.com/artikel/mimbar/read/2017/10/23/126242/lima-prinsip-generasi-muda-
merebut-dunia.html

Materi hari ke-17 Pilihan pertama


3 Manfaat Hidup dalam Naungan Al-Qur’an

Di antara nama lain bulan Ramadhan adalah Syahrul Qur’an (Bulan Al-Qur’an). Hal ini bukan
semata karena Al-Qur’an diturunkan pertama kali pada Ramadhan, tetapi juga meningatkan umat
Islam agar menjadikan Ramadhan sebagai bulan dimana intentsitas dan kulitas interaksi dengan Al-
Qur’an senantiasa diperhatikan.

Dalam Fi Zhilalil Qur’an, Sayyid Quthb menjelaskan bahwa hidup di bawah naungan Al-Qur’an
adalah kenikmatan yang tidak dapat dirasakan, melainkan oleh orang yang menghayatinya,
kenikmatan yang dapat mengangkat derajat manusia, memberikan berkah dan membersihkan
kehidupan ini dari segala bentuk kekotoran.

Ramadhan, adalah momentum emas untuk melakukan tadarus dan tadabbur Al-Qur’an. Oleh karena
itu kita perlu benar-benar memperhatikan interaksi diri dan keluarga dengan Al-Qur’an. Sebab, Al-
Qur’an memberikan banyak manfaat dalam kehidupan diri dan keluarga.

Pertama, kehidupan menjadi terarah


Dengan setiap hari membaca Al-Qur’an, maka kehidupan diri dan keluarga akan kian terarah, dari
membaca Al-Qur’an kita akan mengetahui mana yang haq dan bathil, benar dan salah. Dan,
kemampuan membedakan hal tersebut adalah hal mendasar yang harus dimiliki oleh setiap Muslim.

Dengan demikian, diri tidak akan mudah tertipu. Menduga banyak harta sebagai capaian
kebahagiaan, lantas korupsi. Mengira kebahagiaan dengan menyingkirkan orang lain, lantas hasad,
dengki dan sehari-hari diliputi kebingungan bagaimana membuat celaka orang lain.

Lebih dari itu, hidup dalam bimbingan Al-Qur’an akan mendorong diri memiliki akhlak,, adab, dan
sopan santun dalam kehidupan, sehingga perilakunya benar-benar dijaga agar jangan sampai dirinya
menjadi pelaku kezaliman.

Dalam bahasa lebih umumnya, orang yang hidup dalam naungan Al-Qur’an akan terarah hidupnya
dan mendapatkan petunjuk dan pembeda dari Allah Ta’ala.

Pada akhirnya, hidupnya akan terangkat derajatnya, teratur hidupnya, mulika kepribadiannya dan
insya Allah akan sampai pada kebahagiaan hakiki dunia-akhirat.

Kedua, memiliki kemampuan untuk mengatasi berbagai persoalan hidup


Jamak dipahami bahwa hidup ini adalah medan persoalan. Tidak seorang pun yang hidup di dunia
ini melewati 24 jam sepanjang tahun tanpa permasalahan.

Orang yang tidak menjadikan Al-Qur’an sebagai naungan akan menghadapi kebingungan dalam
menghadapi persoalan hidup, hingga mengalami kekalutan, dan terdorong untuk melakukan
tindakan-tindakan yang di luar kendali sampai akhirnya semua mengarah pada kerugian diri dan
orng lain, lebih buruk lagi kerugian yang bukan saja di dunia, tetapi juga di akhirat.

Sebaliknya, dengan menjadikan Al-Qur’an sebagai naungan dalam kehidupan, hatinya akan diliputi
ketenangan meski kala menghadapi beragam kesulitan dan permaslaahan hidup. Karena ia yakin
dengan janji Allah.

ُ‫ِبُُ َو َمنُيَتَ َوك َُّۡل‬


ُ ‫ثُ ََُّلُيَ ۡحتَس‬ ُُ ‫نُ َح ۡي‬ُۡ ‫)ُ َويَ ۡر ُز ۡق ُهُُ ِم‬٢(ُ‫خ َر ً۬ ًجا‬ ُۡ ‫ج َعلُلَّ ُهُۥُُ َم‬ُۡ َ‫ٱلِلَُي‬
َُّ ُ‫ق‬ُِ َّ ‫ُُۚ َو َمنُيَت‬
٣(ُ‫َى ً۬ ٍُءُقَ ۡد ً۬ ًرا‬ َُّ ُ‫ٱلِلَُبَـ ِل ُغُأَ ُۡم ِرِۦهُُقَ ُۡدُ َجعَُ َل‬
ُۡ ‫ٱلِلُُ ِلك ُِلُش‬ ُۡ ‫ٱلِلُِفَ ُه َوُ َح‬
َُّ ُ‫سبُ ُهُۥُُۤإِ َّن‬ َُّ ُ‫علَى‬ َ )
“Barangsiapa bertakwa kepada Allah, niscaya Dia akan membukakan jalan keluar baginya, dan
Dia memberinya rezeki dari arah yang tak disangka-sangkanya. Dan, barangsiapa bertakwa
Halaman 52
Kumpulan Materi Pilihan Kultum Bakda Tarawih Masjid al-Furqon Agraria Bantarsari Cilacap Ramadhan 1439 H

kepada Allah, niscaya Dia menjadikan kemudahan baginya dalam urusannya.” (QS. Ath-Thalaq
[65]: 2 – 3).

Pada saat yang lama, Al-Qur’an adalah obat dan rahmat, sehingga mustahil orang yang hidupnya
dalam naungan Al-Qur’an akan dilanda kebingungan apalagi kekalutan.
ً۬
ًُ ً۬ ‫س‬
ُ‫ارا‬ َ ‫ينُ ِإ ََّّلُ َخ‬
َُ ‫ظـ ِل ِم‬ َ ِ‫شفَُا ٰٓ ً۬ ٌُءُ َو َر ۡح َم ُةٌُ ِل ۡل ُم ۡؤ ِمن‬
َّ ‫ينُُۙ َُو ََُّلُيَ ِزي ُُدُٱل‬ ُِ ‫َونُنَ ِز ُُلُ ِم َنُ ۡٱلقُ ۡر َء‬
ِ ُ‫انُ َماُ ُه َو‬
٨٢()
“Dan Kami turunkan dari Al Quran suatu yang menjadi penawar dan rahmat bagi orang-orang
yang beriman dan Al Quran itu tidaklah menambah kepada orang-orang yang zalim selain
kerugian.” (QS. Al-Israa [17]: 82).

Ketiga, hidup menjadi kian bersih


Bersih dari noda-noda batin, yang menjadikan cara berpikir gelap dan gemar melakukan kesalahan
demi kesalahan, sehingga tidak lagi sadar bahwa diri telah bergelimang dosa.

Al-Qur’an mendorong diri untuk selalu melakukan proses pembersihan diri (tazkiyatun nafs),
sehingga perilaku buruk seperti riya, hadad, iri hati, sombong terhadap orang lain bisa disingkirkan.

Dirinya sadar bahwa perbuatan atau amal yang kotor mengakibat peradaban manusia menjadi sangat
rendah, bahkan lebih buruk dari kehidupan binatang ternak. Secara fisi, kekotoran manusia mewujud
dalam tingkah laku telah mengakibatkan malapetaka yang tidak ringan.

Perhatikanlah bagaimana perzinahan, homo seksual, dan lesbi mendatangkan penyakit AIDS,
termasuk aborsi yang semakin meningkat tajam, dimana tak satu pun induk binatang membunuh
janin apalagi anaknya sendiri.

Di dalam naungan Al-Qur’an, hidup akan menjadi bersih, jiwa terdorong untuk mengutamakan
keikhlasan, prasangka baik, tawadhu, jujur, tawakkal dan bergantung hanya kepada Allah.

Pikirannya pun menjadi jernih, sehingga yang di kepalanya adalah bagaimana menghasilkan
manfaat bagi seluas-luas kehidupan umat manusia dengan dasar iman. Prinsipnya hati yang bersih
akan terus mendorong seseorang gemar melakukan amal-amal sholeh.

Semoga di bulan Ramadhan 1439 H ini, kita dapat merasakan nikmatnya hidup di dalam naungan
Al-Qur’an. Sebuah kehidupan yang sangat luar biasa akan memastikan diri dan keluarga kita dalam
ridha dan jannah-Nya. Aamiin.
https://www.hidayatullah.com/ramadhan/mutiara-ramadhan/read/2017/06/02/117805/3-manfaat-
hidup-dalam-naungan-al-quran.html

Materi hari ke-17 Pilihan kedua


Begini Akrabnya Ulama dengan Al-Qur’an Saat Ramadhan, Lha Kita?

Bulan Ramadhan disebut juga sebagai bulan Al-Qur’an. Hal ini tidak lain, karena pada bulan inilah
Al-Qur’an diturunkan. Penjelasan ini Allah sendiri yang menjabarkan melalui firman-Nya;

ِ َ‫َىُوا ْلفُ ْرق‬


ُ‫ان‬ َ ‫ٍُم َنُا ْل ُهد‬ ِ ‫ُو َب ِينَات‬ َ ‫اس‬ ِ َّ‫ًىُللن‬
ِ ‫آنُ ُهد‬ ُ ‫ِيُأ ُ ِنز َلُ ِفي ِهُا ْلقُ ْر‬ َ ‫انُالَّذ‬ َ ‫ض‬ َ ‫ُر َم‬ َ ‫ش ْه ُر‬
َ
ُ‫ُم ْنُُأَيَّ ٍام‬
ِ ٌ‫سفَ ٍرُفَ ِع َّدة‬
َ ُ‫علَى‬ َ ُ‫َانُ َم ِريضاًُأَ ْو‬ َ ‫ُو َمنُك‬ َ ُ‫ص ْمه‬ ُ َ‫ش ْه َرُفَ ْلي‬َّ ‫َُمن ُك ُمُال‬ ِ ‫فَ َمنُش َِهد‬
ُ‫عُلَى‬ َ َُ‫ُو ِلتُك َِب ُرواَُّْللا‬َ َ‫ُو ِلت ُ ْك ِملُواُْا ْل ِع َّدة‬ ْ ُ‫ُوَّلَُيُ ِريدُُ ِب ُك ُمُا ْلع‬
َ ‫س َر‬ ْ ُ‫أ ُ َخ َرُيُ ِريدَُُّللاُُ ِب ُك ُمُا ْلي‬
َ ‫س َر‬
َُ ‫شك ُُر‬
‫ون‬ ْ َ‫ُولَعَلَّ ُك ْمُت‬َ ‫َماُ َهدَا ُك ْم‬
“Bulan Ramadhan, bulan yang di dalamnya diturunkan (permulaan) al-Qur-an sebagai petunjuk
bagi manusia dan penjelasan-penjelasan mengenai petunjuk itu dan pembeda (antara yang haq dan
yang bathil)…” (QS: al-Baqarah [2]: 185).

Halaman 53
Kumpulan Materi Pilihan Kultum Bakda Tarawih Masjid al-Furqon Agraria Bantarsari Cilacap Ramadhan 1439 H

Di bulan puasa, membaca al-Qur’an menjadi amalan/ibadah yang sangat dianjurkan untuk
ditingkatkan, selain ibadah-ibadah yang lain, tentunya.

Hal ini juga diteladankan oleh Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi Wassallam. Dari Abu Hurairah
radhiyallahu ‘anhu, ia berkata, “Jibril itu (saling) belajar Al-Qur’an dengan Nabi shallallahu
‘alaihi wa sallam setiap tahun sekali (khatam). Ketika di tahun beliau akan meninggal dunia dua
kali khatam. Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam biasa pula beri’tikaf setiap tahunnya selama
sepuluh hari. Namun di tahun saat beliau akan meninggal dunia, beliau beri’tikaf selama dua puluh
hari.” (HR. Bukhari).

Nampaknya, spirit ini pula yang menjadi pemicu para ulama mengonsentrasikan diri mereka untuk
membaca al-Qur’an pada bulan nan penuh kemuliaan ini. Bahkan ada di antara mereka ‘rela’
meliburkan taklim demi lebih bisa memperbanyak bacaan al-Qur’an.

Mereka selalu membaca Al-Qur’an baik di dalam shalat maupun di luar shalat.

Karena begitu intensnya mereka membaca al-Qur’an, maka didapati; di antara ulama Salafus Shalih
mampu mengkhatamkan Al-Qur’an dalam shalat Tarawih setiap tiga malam sekali. Sebagian lain
setiap tujuh malam sekali. Sementara sebagian lainnya lagi mengkhatamkannya setiap sepuluh
malam sekali.

Misal; Utsman bin Affan mengkhatamkan Al-Qur’an setiap hari pada bulan Ramadhan, Imam Asy-
Syafi’i dapat mengkhatamkan Al-Qur’an sebanyak enam puluh kali di luar shalat dalam bulan
Ramadhan.

Sementara Al-Aswad mengkhatamkannya setiap dua hari sekali. Adapun Qatadah selalu
mengkhatamkannya setiap tujuh hari sekali di luar Ramadhan, sedangkan pada bulan Ramadhan
beliau mengkhatamkannya setiap tiga hari sekali. Dan pada sepuluh terakhir bulan Ramadhan beliau
mengkhatamkannya setiap malam.

Pada bulan Ramadhan Imam Az-Zuhri menutup majelis-majelis hadits dan majlis-majlis ilmu yang
biasa diisinya. Beliau mengkhususkan diri membaca Al-Qur’an dari mushhaf. Demikian pula Imam
Ats-Tsauri, beliau meninggalkan ibadah-ibadah lain dan mengkhususkan diri untuk membaca Al-
Qur’an.

Bagaimana Dengan Kita?


Siapa pun tentu sepakat bahwa nama-nama ulama tersebut di atas adalah mereka fakih, alim, lagi
sangat rajin ibadah di keseharian mereka. Namun lihatlah, betapa berlipatnya semangat ibadah
mereka dalam bulan Ramadhan, terutama membaca al-Qur’an.

Dengan demikian, kita, yang kualitas keilmuuan dan ibadahnya jauh dari mereka, berusaha
sedemikian rupa dalam bertaqorrub kepada Allah. Bermesra-mesralah sesering mungkin dengan al-
Qur’an.

Canangkan berapa kali hatam yang akan diwujudkan pada Ramadhan tahun ini? 3 kalikah? 5, 6,
bahkan mungkin sampai puluhan kali, sebagaimana Imam Syafi’i, hingga tembuh 60 kalian lebih.

Rencanakan dan berusahalah untuk mewujudkannya. Bukankah gagal merencanakan berarti telah
merencanakan kegagalan?

Dan sungguh bila kita mampu merealisakan program-program baca al-Qur’an telah kita rancang,
maka peluang untuk memperboleh kebaikan nan berlipat ganda dari ibadah al-Qur’an akan sangat
berlimpah ruah.

Logikanya sederhana saja; Bukankah setiap huruf yang kita baca dalam Al-Qur’an bernilai satu
pahala di bulan luar Ramadhan?

Halaman 54
Kumpulan Materi Pilihan Kultum Bakda Tarawih Masjid al-Furqon Agraria Bantarsari Cilacap Ramadhan 1439 H

Sebagimana Rasulullah bersabda, “Barangsiapa yang membaca satu hurup dari kitab Allah, maka
akan mendapatkan hasanat dan setiap hasanat mempunyai pahala berlipat 10 kali. Saya tidak
berkata Alif, Lam, Mim itu satu huruf akan tetapi Alif satu huruf, Lam satu huruf dan Mim satu
huruf.” ( HR. Trimidzi ).

Lalu bagaimana perolehan pahala di bula Ramadhan yang dijanjikan memiliki kelipatan yang
banyak bagi setiap yang melakukannya?

“Setiap amalan kebaikan yang dilakukan oleh manusia akan dilipatgandakan dengan sepuluh
kebaikan yang semisal hingga tujuh ratus kali lipat. Allah Ta’ala berfirman (yang artinya),
“Kecuali amalan puasa. Amalan puasa tersebut adalah untuk-Ku. Aku sendiri yang akan
membalasnya. Disebabkan dia telah meninggalkan syahwat dan makanan karena-Ku. Bagi orang
yang berpuasa akan mendapatkan dua kebahagiaan yaitu kebahagiaan ketika dia berbuka dan
kebahagiaan ketika berjumpa dengan Rabbnya. Sungguh bau mulut orang yang berpuasa lebih
harum di sisi Allah daripada bau minyak kasturi.” (HR. Bukhari dan Muslim).

Belum lagi kalau pada 10 malam terakhir, dan itu berpeluang meendapatkan malam lailutu al-
qidar,’di mana kebaikannya jauh lebih berharga dari 1000 bulan?

Berapa kebaikan dari per huruf yang kita baca dari al-Qur’an, bila kita bersua dengan malam itu?

Subhanallah, banyak sekali!

Mari kita manfaatkan Ramadhan dengan cara tidak sia-sia. Lupakan TV, bawa mushaf al-Quran
saku kemana-saja agar mudah dibaca, mari kita semangati diri untuk lebih sering lagi ber-tilawatu
al-Qur’an pada bulan puasa kali ini.
https://www.hidayatullah.com/kajian/oase-iman/read/2016/05/26/95385/begini-akrabnya-ulama-
dengan-al-quran-saat-ramadhan-lha-kita.html

Materi hari ke-18 Pilihan pertama


Enam Langkah Meraih Syafaat Al-Quran

ADA sebuah doa yang sangat populer. Doa biasanya dibaca ketika kita selesai mengaji Al-Quran.
Anak-anak Kaum Muslim sangat hafal doanya. Bunyinya, “Allahummarhamnaa bil Qur`aan
waj`alhu lanaa imaama wa nuuraa wa hudaa wa rahmah, Allaahumma Dzakkirnaa minhu maa
nasiinaa wa `allimnaa minhu maa jahilnaa warzuqnaa tilaawatahu aanaa`allaili wa athroofan
nahaar waj`alhu lanaa hujjatan, yaa Rabbal `Aalamiin.”

Doa tersebut berisi permohonan kepada Allah agar kita mendapat rahmat melalui Al-Quran, diberi
ilmu, bimbingan, cahaya iman, dengan Al-Qur`an. Di ujung doa ini terdapat permintaan agar Al-
Qur`an menjadi saksi yang meringankan kita di hadapan Allah, “Waj`alhu lanaa hujjatan.”

Al-Quran sebagai Kalam Allah bisa memberi pertolongan, atas izinNya, dalam bentuk syafaat. Ia
bisa menjadi perantara untuk menolong kita ketika mempertanggungjawabkan amal kita di hadapan
Allah Subhanahu Wata’ala. Langkah-langkah apa saja untuk kita bisa meraih syafaat Al-Quran,
seperti doa yang kita haturkan ke hadirat Allah?

Setidaknya, ada enam langkah yang harus kita wujudkan. Keenam langkah ini menjadi bukti
interaksi yang baik dengan Al-Quran dalam kehidupan sehari-hari sebagai seorang muslim yang
baik. Pertama, Senantiasa Membaca Al-Quran. Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wassallam telah
bersabda :
َ ُ‫اقرأواُا ْلقُ ْرآنُفَ ِإنَّهُُيَأْتِيُيَ ْومُا ْل ِقيَا َمة‬
ْ َ‫ش ِفيعًاُ ُْل‬
‫ص َحابهُُرواهُمسلم‬
“Bacalah Al-Quran, kelak ia akan datang di Hari Kiamat memberi syafaat kepada para
pembacanya.” (HR. Muslim).

Halaman 55
Kumpulan Materi Pilihan Kultum Bakda Tarawih Masjid al-Furqon Agraria Bantarsari Cilacap Ramadhan 1439 H

Langkah pertama, mau atau tidak, harus dilalui oleh setiap muslim. Seorang muslim wajib untuk
bisa membaca Kalam Allah sesuai kaidah Ilmu Tajwid dengan langgam yang benar, tidak
menyimpang dan tidak pula mengada-ada.

Membaca Al-Quran merupakan aktifitas yang harus menjadi kebutuhan rohani demi meningkatkan
mutu dan kualitas spiritual. Di era teknologi seperti sekarang ini, kita dapat dengan mudah membaca
Al-Quran lewat telepon genggam yang kita genggam ke mana saja. Di bus, pesawat, kereta, di mana
saja, kita dapat membacanya.

Maka, sangat disayangkan apabila seorang muslim tidak bisa membaca Al-Quran. Sangat
disayangkan pula, jika seorang muslim yang sudah pandai membaca Al-Quran namun tidak
membiasakan dirinya dan keluarganya untuk istiqamah membacanya setiap hari.

Sebagai orangtua Muslim, mereka memiliki tanggungjawab besar untuk memastikan bahwa anak-
anaknya bisa dan terbiasa membaca Al-Quran. Beruntung jika mereka sampai pada tingkatan
menghafalnya. Kalau pun orang tua belum sanggup mengajarkan secara langsung, titipkanlah
mereka untuk belajar membacanya di TPQ atau Madrasah Diniyah. Kelak anak-anak yang tumbuh
dalam bimbingan Al-Quran, Insya Allah, akan menjadi keturunan yang membanggakan, generasi
emas, pejuang Islam yang tangguh, karena di hati mereka ada Al-Quran yang membimbing,
menyinari, dan menjadi sebab turunnya rahmat Allah kepada mereka.

Dua, adalah Senantiasa Mendengar Bacaan Al-Quran. Selain bisa membaca, mendengarkan
lantunan ayat-ayat suci Al-Quran juga menjadi jembatan meraih syafaatnya. Kita bisa
mendengarkan secara langsung lewat radio, televisi, atau Mp3 murottal yang biasa diputar di
masjid-masjid menjelang waktu shalat.

Suara lantunan Al-Quran bukan polusi udara. Sungguh sebuah tuduhan tanpa dasar yang
mengatakan bahwa suara kaset ngaji adalah polusi udara, seperti yang terlontar dari mulut seorang
pejabat di suatu negeri. Yang benar adalah justru suara musik di diskotik, cafe, dan panggung-
panggung musik lah, polusi udara yang sesungguhnya, mengotori kalbu dan menyeret kepada hal-
hal yang negatif.

Mendengar lantunan ayat-ayat suci Al-Quran akan membuat hati dan jiwa pendengarnya tenteram
dan damai. Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wassallam bersabda :
ُ‫منُقرأُالقرآنُكتبُهللاُلهُبكلُحرفُعشرُحسناتُومنُسمعُالقرآنُكتبُهللا‬
‫لهُبكلُحرفُحسنةُوحشرُفيُجملةُمنُيقرأُويرقىُرواهُالديلمي‬
“Siapa yang membaca Al-Quran, Allah akan mencatat baginya, sepuluh pahala kebaikan di tiap
hurufnya dan siapa yang mendengarkan bacaan Al-Quran, Allah akan catat untuknya, satu
kebaikan di tiap hurufnya, serta ia akan dibangkitkan dalam golongan orang yang membaca dan
naik derajatnya.” (HR. Ad-Dailami)

Ketiga, Mengkaji dan Mempelajari Ayat-ayat Al-Quran. Al-Quran tidak cukup hanya dibaca dan
didengarkan. Lebih dari itu, kita harus menjadikannya sebagai sumber inspirasi di berbagai bidang
kehidupan. Untuk bisa sampai ke arah tersebut, langkah yang harus kita tempuh adalah mengkaji
hikmah-hikmah yang ada di dalamnya.

Berbagai penemun ilmiah dan fakta-fakta yang mencengankan ada dalam Al-Quran. Tinggal sejauh
mana kemauan kita dalam mempelajarinya. Rasulullah SAW bersabda tentang orang yang mengkaji
dan mempelajari ayat-ayat Allah :
ْ َ‫اُْل‬
‫ص َحا ِب ِهُرواهُابنُحبان‬ َُ ُ‫ُفَ ِإنَّهُُيَأْتِيُيَ ْو َمُا ْل ِقيَا َم ِة‬،‫آن‬
ِ ً‫شافِع‬ َ ‫تَعَلَّ ُمواُا ْلقُ ْر‬
“Pelajarilah Al-Quran oleh kalian, sebab kelak di Hari Kiamat ia akan datang memberi syafaat
kepada para pengkajinya.” (HR. Ibnu Hibban)

Keempat, Mengamalkan Hukum-hukum Al-Quran. Keadilan hukum merupakan dambaan setiap


insan. Al-Quran turun dengan tujuan, salah satunya, memberikan rasa aman dan perlindungan bagi
segenap jiwa manusia, dalam bentuk penegakan hukum untuk memutuskan suatu perkara. Ketika

Halaman 56
Kumpulan Materi Pilihan Kultum Bakda Tarawih Masjid al-Furqon Agraria Bantarsari Cilacap Ramadhan 1439 H

suatu produk hukum berlandaskan nilai-nilai yang terkandung dalam Al-Quran itu diterapkan, akan
memberikan keadilan bagi seluruh anggota masyarakat. Tidak ada lagi istilah, “hukum tajam ke
bawah, tumpul ke atas.”

Sebagai contoh, hukum tentang larangan mengonsumi minuman keras. Dalam Al-Quran dijelaskan
bahwa minuman keras itu merupakan perbuatan yang banyak mengandung bahaya, mempengaruhi
akal dan jiwa seseorang. Dampaknya mencakup banyak aspek, meliputi : kerusakan pada diri orang
yang mengonsuminya, keluarganya bahkan suatu negara.
Jika larangan mengonsumsi minuman keras ini diterapkan secara sungguh-sungguh, maka akan
memgurangi kejahatan yang terjadi di tengah masyarakat, akibat dampak Miras. Siapa yang
mengamalkan hukum-hukum Al-Quran, ia akan mendapat syafaatnya, seperti yang disabdakan oleh
Nabi Muhammad Shallallahu ‘Alaihi Wassallam:
َ ‫آنُيَقُو ُمُ ِب ِهُأَنَا َءُاللَّ ْي ِل‬
َ ُ‫ُوالنَّ َه ِارُيُ ِح ُّلُ َح َاللَه‬
َّ ‫ُويُ َح ِر ُمُ َح َرا َمهُُ َح َّر َم‬
ُُ‫َُّللا‬ َ ‫َم ْنُقَ َرأَُا ْلقُ ْر‬
َ ‫سفَ َر ِةُا ْل ِك َر ِامُا ْلبَ َر َر ِةُ َحتَّىُإِذَاُك‬
ُ‫َانُيَ ْو ُم‬ َّ ‫يقُال‬ َ ِ‫ُرف‬َ ُ‫ُو َجعَلَه‬,ُ
َ ‫علَىُالنَّ ِار‬ َ ُ‫لَ ْح َمه‬
َ ُُ‫ُو َد َمه‬
‫آنُلَهُُ ُح َّجةًُرواهُالطبراني‬ ُ ‫َانُا ْلقُ ْر‬
َ ‫ا ْل ِق َيا َم ِةُك‬
“Siapa yang membaca Al-Quran, dimana ia membacanya pada waktu shalat di tengah malam dan
siang hari, ia menghalalkan halalnya dan mengharamkan haramnya, maka Allah haramkan daging
dan darahnya terkena api neraka, dan akan menjadikannya teman pendamping para malaikat yang
mulia dan baik, serta pada Hari Kiamat nanti Al-Quran akan menjadi hujjah (pembela) untuknya.”
(HR. Thabrani)

Lima, Mengajarkan Al-Quran kepada Orang lain. Sudah menjadi kewajiban bagi setiap orang yang
diberi ilmu oleh Allah untuk mengamalkan apa yang sudah ia peroleh, walau pun satu ayat.
Termasuk mengajarkan Al-Quran dalam beragam bentuk seperti mengajarkan cara membaca yang
baik dan benar, menguraikan makna dan kandungan ayat, atau menghimpun tafsir Al-Quran sebagai
upaya mendekatkan umat kepada pemahaman terhadap Al-Quran yang baik, tidak menyimpang,
tidak salah jalan, salah tafsir yang bisa menimbulkan keresahan kepada umat Islam.

Mengajarkan Al-Quran sesuai dengan bimbingan para ulama yang ahli di bidangnya, akan membuat
umat semakin cinta terhadap Al-Quran dan mau mengamalkannya. Memahamkan umat tentang Al-
Quran bisa menjadi amunisi argumentasi yang kuat dalam menghadapi penafsiran ala pendukung
pemahaman Pluralisme, Liberal, Sekular (SePILIS), yang banyak memperalat ayat-ayat Suci untuk
tujuan yang menyesatkan. Rasulullah Shallallhu ‘Alaihi Wassallam bersabda :
ُ‫منُتعلمُالقرآنُوعلمهُوأخذُبماُفيهُكانُلهُشفيعاُودليالُإلىُالجنةُرواهُابن‬
‫عساكر‬
“Siapa yang mempelajari Al-Quran, mengajarkan, dan mengamalkan isinya, maka ia akan menjadi
pemberi syafaat dan petunjuk jalan menuju surga.” (HR. Ibnu Asakir).

Keenam, Mengamalkan dengan Landasan Ikhlas Mencari Ridha Allah Subhanahu Wata’ala. Di saat
kita mengamalkan Al-Quran, landasannya adalah semata-mata mengharap ridha Allah, bukan untuk
mendapat pujian dan hadiah. Pengamalan Al-Quran dengan ikhlas akan membuat seseorang bisa
meraih syafaat Al-Quran. Rasulullah SAW bersabda:
َُ ‫ُفَ ِإ َّنُا ْلقُ ْر‬،‫ونُ ِب ِهُال ُّد ْنيَا‬
ُ‫آن‬ َ ُ‫سأَل‬ ْ َ‫سلُواُ ِب ِهُا ْل َجنَّةَُقَ ْب َلُأَ ْنُيَتَعَلَّ َمُقَ ْو ٌمُي‬
َ ‫ُو‬ َ ‫تَعَلَّ ُمواُا ْلقُ ْر‬
َ ‫آن‬
ُ‫ُو َج َّلُرواه‬ َ ‫ُلِلُِع ََّز‬ َ ‫ستَأ ْ ِك ُلُبِ ِه‬
َّ ِ ُ ‫ُو َر ُج ٌلُيَ ْق َرأ‬، ْ َ‫ُو َر ُج ٌلُي‬، َ ‫ُر ُج ٌلُيُبَا ِهيُبِ ِه‬: َ ٌ‫يَُتَعَلَّ ُمهُُثَ َالثَة‬
‫البيهقي‬
“Pelajarilah Al-Quran dan mintalah surga dengannya, sebelum muncul satu kaum yang
mempelajari Al-Quran untuk tujuan duniawi. Sesungguhnya ada tiga kelompok yang mempelajari
Al-Quran: (1) Seseorang yang mempelajarinya untuk membanggakan diri, (2) Seseorang yang
mencari makan darinya, dan (3) seseorang yang membaca karena Allah Subhanahu Wata’ala.”
(HR. Baihaqi)

Itulah keenam langkah untuk bisa mewujudkan doa kita, “waj`alhu lanaa hujjatan” kesaksian yang
meringankan dari Al-Quran. Seperti halnya kesaksian dalam suatu pengadilan, ada saksi yang

Halaman 57
Kumpulan Materi Pilihan Kultum Bakda Tarawih Masjid al-Furqon Agraria Bantarsari Cilacap Ramadhan 1439 H

memberatkan dan ada pula saksi yang meringankan. Tentunya kita tidak ingin menjadi sosok yang
mendapat kesaksian yang tidak kita harapkan. Kita berharap semoga kita, keluarga, dan saudara-
sadaura kita Kaum Muslimin, mendapat syafaat Al-Quran melalui keenam langkah di atas :
membaca, mendengarkan, mengkaji, melaksanakan hukum-hukum Al-Quran, mengajarkan dan
melaksanakannya dengan ikhlas.

Ramadhan sebagai Syahrul Quran harus memberi warna Qurani di sebelas bulan setelahnya. Kita isi
hari-hari di sisa usia kita dengan Al-Quran. Bersama Al-Quran, Insya Allah, kita meraih kemuliaan
di dunia dan akhirat.
https://www.hidayatullah.com/ramadhan/mutiara-ramadhan/read/2015/07/09/73763/enam-langkah-
meraih-syafaat-al-quran.html

Materi hari ke-18 Pilihan kedua


Sembilan Amalan Menggoda 10 hari terakhir Ramadhan

Sepuluh hari terakhir di bulan Ramadhan adalah masa-masa emas untuk mendulang pahala dan
ampunan Allah Ta’ala. Dalam sepuluh hari terakhir bulan Ramadhan-lah ada perintah untuk lebih
bersungguh-sungguh dalam mendekatkan diri kepada Allah Ta’ala. Dalam sepuluh hari terakhir
bulan Ramadhan pula ada perintah mencari lailatul qadar.

Berikut ini beberapa amalan yang semestinya kita kerjakan dalam sepuluh hari terakhir bulan
Ramadhan, untuk menggapai ampunan Allah Ta’ala dan meraih lailatul qadar.

Pertama, menjaga shalat lima waktu secara berjama’ah di masjid


َ َ‫ُف‬،‫ص َال ِةُا ْل َم ْكتُوبَ ِة‬
«ُ‫ص َّال َها‬ َّ ‫ُث ُ َّمُ َمشَىُإِلَىُال‬،‫ضو َء‬ُ ‫سبَ َغُا ْل ُو‬ ْ َ ‫ص َال ِةُفَأ‬
َّ ‫ضأَُ ِلل‬
َّ ‫َم ْنُتَ َو‬
ُ‫غفَ َرُهللاُُلَهُُذُنُو َب ُه‬ ْ ‫ع ِةُأَ ْوُ ِفيُا ْل َم‬
َ ُِ‫س ِجد‬ َ ‫اسُأَ ْوُ َم َعُا ْل َج َما‬ ِ َّ‫» َم َعُالن‬
“Barangsiapa berwudhu dengan sempurna untuk melaksanakan shalat, kemudian ia berjalan kaki
menuju shalat wajib, sehingga ia melaksanakan shalat wajib tersebut bersama masyarakat, atau
berjama’ah, atau di masjid, niscaya Allah akan mengampuni dosa-dosanya.” (HR. Muslim no. 232)

Kedua, melaksanakan shaum Ramadhan


«‫ُم ْنُذَ ْن ِب ُِه‬
ِ ‫غ ِف َرُلَهُُ َماُتَقَ َّد َم‬
ُ ُ،‫سابًا‬
َ ‫اح ِت‬ َ ً‫ُ ِإي َمان‬،‫ان‬
ْ ‫اُو‬ َ ‫ض‬َ ‫ُر َم‬ َ ُ‫» َُم ْن‬
َ ‫صا َم‬
“Barangsiapa melakukan puasa Ramadhan karena keimanan dan mengharapkan pahala di sisi
Allah, niscaya dosa-dosanya yang telah lalu akan diampuni.” (HR. Bukhari no. 38 dan Muslim no.
760)

Ketiga, melaksanakan shalat tarawih dan witir


«‫ُم ْنُذَ ْن ِب ُِه‬
ِ ‫غ ِف َرُلَهُُ َماُُتَقَ َّد َم‬
ُ ُ،‫سابًا‬
َ ‫اح ِت‬ َ ً‫انُ ِإي َمان‬
ْ ‫اُو‬ َ ‫ض‬ َ ‫» َم ْنُقَا َم‬
َ ‫ُر َم‬
“Barangsiapa melakukan shalat malam Ramadhan (tarawih dan witir) karena keimanan dan
mengharapkan pahala di sisi Allah, niscaya dosa-dosanya yang telah lalu akan diampuni.” (HR.
Bukhari no. 37 dan Muslim no. 759)

Keempat, diutamakan melaksanakan shalat tarawih dan witir secara berjama’ah di masjid
sampai selesai bersama dengan imam.
Jika kita memiliki “kebiasaan buruk” shalat tarawih di masjid hanya beberapa raka’at saja bersama
imam, lalu berhenti dan tidak mengikuti shalat imam, hanya karena kita sibuk ngobrol, sibuk main
HP, atau bahkan berniat akan shalat witir sendiri nanti malam di rumah; maka sebaiknya kita
merubah hal itu. Sangat dianjurkan untuk shalat tarawih dan witir bersama dengan imam di masjid,
sehingga selesai dan salam bersama imam, berdasar hadits shahih:
َ ُ‫ُالر ُج َلُ ِإذَا‬
ُ‫صلَّىُ َم َع‬ َّ ‫سلَّ َمُ«ُِإ َّن‬ َ ‫علَ ْي ِه‬
َ ‫ُو‬ َ ُُ‫صلَّىُهللا‬ َ ُِ‫َُّللا‬
َّ ‫سو ُل‬ َ ‫ُقَا َل‬:‫ُقَا َل‬،‫ع َْنُأَ ِبيُذَ ٍر‬
ُ ‫ُر‬
‫ِبُلَهُُقِيَا ُمُلَ ْيلَ ٍُة‬
َ ‫فُ ُحس‬ َ ‫»اْل َم ِامُ َحتَّىُيَ ْن‬
َ ‫ص ِر‬ ِْ
“Dari Abu Dzar radhiyallahu ‘anhu berkata: Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa salam bersabda:
“Jika seseorang melakukan shalat [tarawih dan witir] bersama imam sampai selesai, niscaya

Halaman 58
Kumpulan Materi Pilihan Kultum Bakda Tarawih Masjid al-Furqon Agraria Bantarsari Cilacap Ramadhan 1439 H

dicatat baginya pahala shalat semalam suntuk.” (HR. Abu Daud no. 1375, Tirmidzi no. 806, An-
Nasai no. 1364)

Kelima, bersungguh-sungguh dalam mengisi waktu malam dan siang dengan memperbanyak
ibadah.
Terlebih pada waktu malam, diutamakan untuk memperbanyak shalat sunah, membaca al-Qur’an,
doa, dzikir, istighfar, dan amal kebajikan lainnya. Diutamakan pula tidak melakukan hubungan
suami-istri dan lebih mengutamakan ibadah mahdhah kepada Allah Ta’ala. Hendaknya seorang
kepala rumah tangga mengajak serta istri dan anak-anaknya untuk memperbanyak ibadah kepada
Allah Ta’ala.

ُ‫ُ« ِإذَا‬،‫سلَّ َم‬ َ ‫علَ ْي ِه‬


َ ‫ُو‬ َ ُُ‫صلَّىُهللا‬ َ ُِ‫سو ُلُهللا‬ ُ ‫ُر‬ َ ‫ُك‬: ْ‫ُقَالَت‬،‫ع ْن َها‬
َ ‫َان‬ َ ُُ‫ُر ِض َيُهللا‬ َ َ‫ع َْنُعَا ِئشَة‬
‫شدَُّا ْل ِمئْ َز َُر‬ َ ُ‫ُوأَ ْيقَ َظُأَ ْهلَه‬،
َ ‫ُو َجدَُّ َو‬، َ ‫ُأَ ْحيَاُاللَّ ْي َل‬،‫» َد َخ َلُا ْلعَش ُْر‬
“Dari Aisyah radhiyallahu ‘anha berkata: “Kebiasaan Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa salam jika
telah datang sepuluh hari terakhir bulan Ramadhan adalah beliau menghidupkan waktu malam
[dengan ibadah], membangunkan keluarga [istri-istrinya], bersungguh-sungguh dalam beribadah
dan mengencangkan sarungnya.” (HR. Bukhari no. 2024 dan Muslim no. 1174)

Keenam, memperbanyak sedekah dan infak


َ ‫ُوك‬،
ُ‫َان‬ َ ‫اس‬ ُ ِ َّ‫سلَّ َمُأَ ْج َودَُالن‬ َ ‫علَ ْي ِه‬
َ ‫ُو‬ َ ُُ‫صلَّىُهللا‬َ ُِ‫َُّللا‬
َّ ‫سو ُل‬ ُ ‫ُر‬َ ‫َان‬َ ‫ُ«ك‬:‫ُقَا َل‬،‫اس‬ ٍ َّ‫عب‬
َ ُ‫ع َِنُا ْب ِن‬
ِ ‫َانُ َي ْلقَا ُهُ ِفيُ ُك ِلُلَ ْيلَة‬
ُ‫ٍُم ْن‬ َ ‫ُوك‬، ِ ‫ينُ َي ْلقَا ُه‬
َ ‫ُج ْب ِري ُل‬ َ ‫ُح‬ِ ‫ان‬َ ‫ض‬َ ‫يُر َم‬
َ ‫ُونُ ِف‬ ُ ‫أَ ْج َودُُ َماُ َيك‬
ِ ‫سلَّ َمُأَ ْج َودُُ ِبال َخ ْي ِر‬
ُ‫ُم َن‬ َ ‫علَ ْي ِه‬
َ ‫ُو‬ َ ُُ‫صلَّىُهللا‬َ ُِ‫َُّللا‬
َّ ‫سو ُل‬ ُ ‫ُفَلَ َر‬،‫آن‬
َ ‫سهُُالقُ ْر‬ ُ ‫انُفَيُد َِار‬
َ ‫ض‬ َ ‫َر َم‬
‫سلَ ُِة‬
َ ‫»الريحُِال ُم ْر‬ِ
“Dari Ibnu Abbas radhiyallahu ‘anhuma berkata: “Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa salam adalah
orang yang paling dermawan dan saat beliau paling dermawana adalah di bulan Ramadhan ketika
malaikat Jibril menemui beliau. Malaikat Jibril senantiasa menemui beliau pada setiap malam
dalam bulan Ramadhan untuk saling mempelajari al-Qur’an. Pada saat itu Rasulullah lebih
dermawan dalam melakukan amal kebajikan melebihi (cepat dan luasnya) hembusan angin.” (HR.
Bukhari no. 6 dan Muslim no. 2308)

Ketujuh, I’tikaf
Disunahkan melakukan i’tikaf selama sepuluh hari terakhir bulan Ramadhan bagi orang yang
memiliki kemampuan dan tidak memiliki halangan.

ُ ‫َانُيَ ْعتَ ِك‬


ُ‫ف‬ َ ‫ُك‬،‫سلَّ َم‬
َ ‫ُو‬ َ ‫علَ ْي ِه‬
َ ُُ‫صلَّىُهللا‬ َ ُ‫ُ«أَ َّنُالنَّبِ َّي‬:،‫ع ْن َها‬
َ ُُ‫َُّللا‬
َّ ‫ُر ِض َي‬ َ َ‫ع َْنُعَائِشَة‬
ِ ُ‫َفُأَ ْز َوا ُجه‬
‫ُم ْنُبَ ْع ِد ُِه‬ َّ ‫انُ َحتَّىُتَ َوفَّا ُه‬
َ ‫ُث ُ َّمُا ْعتَك‬،ُ‫َُّللا‬ َ ‫ض‬ َ ‫ُم ْن‬
َ ‫ُر َم‬ ُِ ‫»ال َعش َْرُاْلَ َو‬
ِ ‫اخ َر‬
“Dari Aisyah radhiyallahu ‘anha berkata: “Nabi Shallallahu ‘alaihi wa salam selalu melakukan
i’tikaf pada sepuluh hari terakhir bulan Ramadhan sampai Allah mewafatkan beliau, kemudian
para istri beliau melakukan i’tikaf sepeninggal beliau.” (HR. Bukhari no. 2026 dan Muslim no.
1172)

Kedelapan, ribath dan jihad di jalan Allah Ta’ala


Bulan Ramadhan adalah bulan ribath dan jihad. Banyak peperangan besar dalam sejarah Islam
terjadi di bulan suci Ramadhan. Berjaga-jaga di medan perang dan berperang untuk menegakkan
syariat Allah dan membela keselamatan nyawa kaum muslimin di bumi jihad Palestina, Suriah, Iraq,
Afghanistan, Somalia, Mali, Chechnya dan Rohingnya pada bulan suci Ramadhan merupakan
amalan yang sangat dianjurkan.

Hadits shahih telah menjelaskan keutamaan sehari berperang di jalan Allah dalam kondisi berpuasa:
ُ‫سلَّ َم‬
َُ ‫ُو‬َ ‫علَ ْي ِه‬َ ُُ‫صلَّىُهللا‬ َ ُ:‫ُقَا َل‬،ُ‫ع ْنه‬
َ ُ‫س ِم ْعتُ ُالنَّ ِب َّي‬ َ ُُ‫َُّللا‬ َ ِ ‫س ِعيدٍُال ُخد ِْري‬
َّ ‫ُر ِض َي‬ َ ُ‫ع َْنُأَ ِبي‬
‫ينُ َخ ِريفًا‬ َ ُ‫ُو ْج َههُُع َِنُالنَّ ِار‬
َ ‫س ْب ِع‬ َ ُ‫ََُّللا‬
َّ ‫ُبَعَّد‬،ِ‫َُّللا‬
َّ ‫سبِي ِل‬ َ ُ‫ُ« َم ْن‬:‫»يَقُو ُل‬
َ ُ‫صا َمُيَ ْو ًماُفِي‬
Halaman 59
Kumpulan Materi Pilihan Kultum Bakda Tarawih Masjid al-Furqon Agraria Bantarsari Cilacap Ramadhan 1439 H

“Dari Abu Sa’id al-Khudri radhiyallahu ‘anhu berkata: Aku telah mendengar Rasulullah
Shallallahu ‘alaihi wa salam bersabda: “Barangsiapa berpuasa sehari di jalan Allah [yaitu dalam
kondisi berjihad] niscaya Allah akan menjauhkan wajahnya [yaitu dirinya] dari neraka sejauh 70
musim gugur [yaitu 70 tahun].” (HR. Bukhari 2840 dan Muslim no. 1153)

Hadits di atas disebutkan oleh imam Bukhari dalam kitab Shahih Bukharinya, pada kitab Jihad was
Siyar, bab fadhlu shaum fi sabilillah. Para ulama hadits lainnya juga menempatkan hadits ini dalam
pembahasan jihad fi sabilillah. Artinya, makna fi sabilillah dalam hadits tersebut adalah berperang
semata-mata untuk menegakkan syariat Allah dan membela kaum muslimin yang tertindas. Wallahu
a’lam bish-shawab.

Hal yang menguatkan hal itu adalah hadits tersebut diriwayatkan dari jalur sahabat Abu Hurairah
radhiyallahu ‘anhu dengan lafal:
ُُ‫ََُّللا‬
َّ ‫عد‬ َ ‫َُّللاُِ ِإَّلُۚ َبا‬
َّ ‫س ِبي ِل‬ ُ ‫َُّللاُِفَ َي‬
َ ُ‫صو ُمُ َي ْو ًماُ ِفي‬ َّ ‫س ِبي ِل‬َ ُ‫طُ ِفي‬ ُ ‫اُم ْنُ ُم َرا ِبطٍ ُيُ َرا ِب‬
ِ ‫َم‬
‫ينُ َخ ِريفًا‬ َ ُ‫َو ْج َههُُع َِنُالنَّ ِار‬
َ ‫س ْب ِع‬
“Tidak ada seorang murabith pun yang berjaga-jaga di jalan Allah lalu ia berpuasa sehari di jalan
Allah kecuali Allah akan menjauhkan wajahnya [yaitu dirinya] dari neraka sejauh 70 musim gugur
[yaitu 70 tahun].” (HR. Abu Thahir adz-Dzuhli dalam Al-Fawaid. Fathul Bari Syarh Shahih al-
Bukhari, 6/48)

Imam An-Nawawi berkata: “Hadits ini dibawa pada pengertian apabila puasa tidak
membahayakan dirinya, tidak membuatnya meninggalkan suatu kewajiban, tidak membuat
peperangannya melemah dan tidak melemahkannya dari tugas-tugas lainnya dalam
peperangannya.” (An-Nawawi, Syarh Shahih Muslim, 8/33)

Imam Ibnu Daqiqil ‘Ied berkata: “Sabda beliau di jalan Allah, menurut ‘urf (kebiasaan) mayoritas
penggunaan istilah ini adalah untuk perkara jihad.” (Ibnu Daqiqil ‘Ied, Ihkam al-Ahkam Syarh
Umdat al-Ahkam, 2/37)

Imam Ibnul Jauzi al-Hambali berkata: “Jika disebutkan lafal jihad begitu saja [tanpa ada kata lain
yang mengiringinya] maka maknanya adalah jihad.” (Ibnu Hajar al-Asqalani, Fathul Bari Syarhu
Shahih al-Bukhari, 6/48)

Hadits-hadits shahih juga telah menjelaskan keutamaan ribath di jalan Allah.

ُ ‫ُربَا‬:
ُ‫طُيَ ْو ٍمُ ِفي‬ ِ ‫سلَّ َمُيَقُو ُل‬ َ ‫علَ ْي ِه‬
َ ‫ُو‬ َ ُُ‫صلَّىُهللا‬ َ ُِ‫سو َلُهللا‬ ُ ‫ُر‬ َُ ُ‫س ِم ْعت‬َ ُ:‫ُقَا َل‬،‫ان‬ َ ‫س ْل َم‬
َ ُ‫ع َْن‬
ُ ‫ُو َم ْنُ َماتَ ُفِي ِه‬،
ُ‫ُوقِ َي‬ َ ‫ام ِه‬ِ َ‫ُوقِي‬
َ ‫ش ْه ٍر‬ َ ُ‫ُصيَ ِام‬ ِ ‫ُم ْن‬، ِ ‫ُ َخ ْي ٌر‬:‫ُو ُربَّ َماُقَا َل‬، َ ‫ض ُل‬ َ ‫سبِي ِلُهللاُِأَ ْف‬
َ
‫ع َملُهُُ ِإلَىُ َي ْو ِمُال ِق َيا َم ُِة‬ َ ‫ِفتْنَةَُالقَ ْب ِر‬
َ ُُ‫ُونُ ِم َيُ َله‬،
“Dari Salman al-Farisi radhiyallahu ‘anhu berkata: Aku telah mendengar Rasulullah Shallallahu
‘alaihi wa salam bersabda: “Berjaga-jaga [di medan perang] selama sehari-semalam itu lebih
utama daripada puasa selama satu bulan penuh dan shalat malam selama sebulan penuh, dan jika
ia mati saat menjalankan tugas jaga tersebut niscaya ia akan aman dari [siksaan] dua malaikat
kubur dan amal yang biasa ia kerjakan akan terus mengalir pahalanya sampai hari kiamat.” (HR.
Muslim no. 1913 dan Tirmidzi no. 1665, dengan lafal Tirmidzi)

ُ‫علَ ْي ِه‬
َ ُُ‫صلَّىُهللا‬
َ ُِ‫َُّللا‬
َّ ‫سو َل‬ ُ ‫ُر‬ َ ُ‫س ِم ْعت‬َ ُ:‫ع ْنهُُيَقُو ُل‬ َ ُُ‫َُّللا‬
َّ ‫ُر ِض َي‬،
َ ‫ان‬ َ َّ‫عف‬ َ ‫عثْ َم‬
َ ُ‫انُ ْب َن‬ ُ ُ‫ع َْن‬
ُ‫ُم َن‬
ِ ُ‫س َواه‬ ِ ‫ُم ْنُأَ ْل‬
ِ ُ‫فُيَ ْو ٍمُفِي َما‬ ِ ‫َُّللاُِ َخ ْي ٌر‬
َّ ‫س ِبي ِل‬ ُ ‫ُ« ِربَا‬:‫سلَّ َمُيَقُو ُل‬
َ ُ‫طُيَ ْو ٍمُفِي‬ َ ‫َو‬
‫»ا ْل َمنَ ِاز ُِل‬
Dari Utsman bin Affan radhiyallahu ‘anhu berkata: Aku telah mendengar Rasulullah Shallallahu
‘alaihi wa salam bersabda: “Berjaga-jaga satu hari di [medan perang] di jalan Allah itu lebih baik
dari 1000 hari di tempat selainnya.” (HR. Tirmidzi no. 1667, An-Nasai no. 3169, hadits hasan)

Sahabat Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu berkata:

Halaman 60
Kumpulan Materi Pilihan Kultum Bakda Tarawih Masjid al-Furqon Agraria Bantarsari Cilacap Ramadhan 1439 H

ُ‫ُم ْنُأَ ْنُأَقُو َمُلَ ْيلَةَُا ْلقَد ِْرُ ِع ْندَُا ْل َح َج ِر‬ ُّ ‫َُّللاُِأَ َح‬
ِ ‫بُإلَ َّي‬ َ ُ‫َْلَ ْنُأ ُ َرا ِب َطُلَ ْيلَةًُ ِفي‬
َّ ‫س ِبي ِل‬
ْ َ‫ْاْل‬
‫س َو ُِد‬
“Berjaga-jaga di medan perang di jalan Allah selama semalam adalah lebih aku sukai daripada
saya melakukan shalat tarawih dan witir pada malam lailatul qadar di sisi Hajar Aswad.” (Ibnu
Taimiyah, Majmu’ Fatawa, 28/6)

Kesembilan, umrah di bulan Ramadhan


Keutamaan umrah di bulan suci Ramadhan dijelaskan dalam hadits shahih:
«ً‫ُفَ ِإ َّنُع ُْم َرةًُفِي ِهُُتَ ْع ِد ُلُ َح َّج ُة‬،‫انُفَا ْعتَ ِم ِري‬
ُ ‫ض‬ َ ‫»فَ ِإذَاُ َجا َء‬
َ ‫ُر َم‬
“Jika datang bulan Ramadhan, maka lakukanlah olehmu umrah, sebab umrah pada bulan tersebut
setara [pahalanya] dengan [pahala] haji.” (HR. Bukhari no. 1782 dan Muslim no. 1256)

«‫انُتَ ْق ِضيُ َح َّجةًُأَ ْوُ َح َّجةًُ َُم ِعي‬


َ ‫ض‬ َ ِ‫»فَ ِإ َّنُع ُْم َرةًُف‬
َ ‫يُر َم‬
“Sesungguhnya [pahala] umrah di bulan suci Ramadhan itu setara dengan pahala haji atau haji
bersamaku.” (HR. Bukhari no. 1863 dan Muslim no. 1256)

Hukum umrah menurut kesepakatan ulama adalah sunnah. Ketika dalam satu waktu yang sama
seorang muslim dihadapkan kepada dua pilihan, melaksanakan amalan wajib dan amalan sunnah,
maka amalan wajib harus didahulukan atas amalan sunnah. Terlebih jika meninggalkan amalan
wajib tersebut mengakibatkan bencana besar terhadap agama, nyawa, harta, kehormatan dan akal
kaum muslimin.

Umrah di bulan Ramadhan, betatapun besar pahalanya, adalah amalan sunnah. Pada saat yang sama
umat Islam memiliki amalan lain yang sifatnya wajib, yaitu membantu jutaan kaum muslimin di
Suriah dan Rohingnya yang terancam keselamatan nyawa dan akidahnya. Jutaan muslim Suriah
dikepung dan dibombardir oleh pasukan rezim Nushairiyah yang Syiah. Kaum muslimin Suriah
kekurangan makanan, obat-obatan, senjata dan amunisi. Mereka berada di antara dua bahaya; mati
karena kelaparan atau mati karena dibantai oleh pasukan Nushairiyah.

Banyak dalil dari Al-Qur’an dan as-sunnah yang memerintahkan kita untuk membantu dan
menyelamatkan saudara-saudara kita yang tertindas, kelaparan dan terancam keselamatan nyawa
dan akidah mereka. Allah Ta’ala berfirman:
َ ‫علَىُا ْل ِب ِر‬
‫ُوالت َّ ْق َوى‬ َ ُ‫اونُوا‬
َ َ‫َوتَع‬
“Dan tolong-menolonglah kalian dalam amal kebajikan dan ketakwaan.” (QS. Al-Maidah [5]: 2)

ُ‫علَىُ َطعَ ِام‬ َ 2(ُ‫)ُفَذَ ِلكَ ُالَّذِيُيَ ُدعُُّا ْليَتِي َم‬1(ُ‫ين‬


ُّ ‫)ُو ََّلُيَ ُح‬
َ ُ‫ض‬ ُ ‫أَ َرأَيْتَ ُالَّذِيُيُ َك ِذ‬
ِ ‫بُ ِبال ِد‬
3(ُ‫ين‬
ِ ‫س ِك‬ ْ ‫)ا ْل ِم‬
“Tahukah engkau orang yang mendustakan hari pembalasan (hari kiamat)? Itulah orang yang
menghardik anak yatim dan tidak menganjurkan untuk memberi makan orang miskin.” (QS. Al-
Ma’un [107]: 1-3)

Hadits-hadits shahih memerintahkan kita untuk memperhatikan kesengsaraan sesama kaum


muslimin.

ُ”ُ:‫سلَّ َم‬ َ ‫علَ ْي ِه‬


َ ‫ُو‬ َ ُُ‫صلَّىُهللا‬
َ ُِ‫َُّللا‬
َّ ‫سو ُل‬ ُ ‫ُر‬َ ‫ُقَا َل‬:‫ُقَا َل‬،ُ‫ع ْنه‬َ ُُ‫َُّللا‬
َّ ‫ىُر ِض َي‬
َ ‫س‬ َ ‫ع َْنُأَ ِبيُ ُمو‬
َُ ‫ُوعُودُواُال َم ِر‬،
‫يض‬ َ ‫ُوأَ ْط ِع ُمواُال َجائِ َع‬،
َُ ‫ير‬ َ ‫س‬ِ َ‫ُاْل‬:‫ُيَ ْعنِي‬،‫“ فُكُّواُالعَانِ َي‬
Dari Abu Musa al-Asy’ari radhiyallahu ‘anhu berkata: Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa salam
bersabda: “Bebaskanlah muslim yang tertawan musuh, berilah makanan orang yang lapar dan
tengoklah orang yang sakit!” (HR. Bukhari no. 3046).

Halaman 61
Kumpulan Materi Pilihan Kultum Bakda Tarawih Masjid al-Furqon Agraria Bantarsari Cilacap Ramadhan 1439 H

Inilah di antara amal-amal shalih yang seharusnya menjadi konsentrasi kita pada sepuluh hari
terakhir dari bulan suci Ramadhan. Semoga Allah mengaruniakan ampunan, lailatul qadar dan ridha-
Nya kepada kita. Wallahu a’lam bish-shawab.
https://www.hidayatullah.com/ramadhan/mutiara-ramadhan/read/2013/08/01/5755/sembilan-
amalan-menggoda-10-hari-terakhir-ramadhan.html

Materi hari ke-19 Pilihan pertama


Enam Kegiatan Prioritas Selama Masa Akhir Ramadhan

Ada ungkapan, “Api kecil bisa semakin besar ditempat yang mudah terbakar. Kemudian ia akan
padam jika tidak ada yg ia bakar.” Sama dengan semangat diri dalam menjalani Ramadhan.
Semangat itu akan semakin hidup jika memang diniatkan, diprogramkan dan dilaksanakan. Dan,
semangat itu akan mati pada saat memang tidak ada niat, tidak ada program dan memang tidak ada
komitmen menjadi lebih baik.

Lantas apa saja yang harus dilakukan selama menjelang akhir Ramadhan ini?

Pertama, memperbanyak membaca Al-Qur’an.


Jika mau kita pikirkan, amalan yang paling mudah untuk dilakukan selama Ramadhan, namun
mendatangkan balasan besar, maka itu adalah membaca Al-Qur’an.

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:


َُّ‫س ْونَهُُبَ ْينَ ُه ْمُإَِّل‬ َ ‫ُويَتَد‬
ُ ‫َار‬ َ ِ‫ابُهللا‬ ِ ‫اُاجتَ َم َعُقَ ْو ٌمُفِيُبَ ْيت‬
َ َ‫ٍُم ْنُبُيُ ْوتُِهللاُِيَتْلُ ْو َنُ ِكت‬ ْ ‫َم‬
َ ُ‫ُو َحفَّتْ ُه ُمُاُْل َمالَ ِئكَة‬
ُ‫ُوذَك ََر ُه ُمُهللاُُ ِف ْي َم ْن‬ َُ ُ‫ُالر ْح َمة‬
َّ ‫ش َيتْ ُه ُم‬ َ ُ‫س ِك ْي َنة‬
َ ‫ُو‬
ِ ‫غ‬ َّ ‫علَ ْي ِه ُمُال‬
َ ُ ْ‫نَ َزلَت‬
‫ِع ْن َد ُُه‬
“Tidaklah berkumpul sebuah kaum di salah satu rumah Allah, mereka membaca kitab Allah dan
mempelajarinya, kecuali akan turun ketentraman kepada mereka, diliputi oleh rahmat, dikelilingi
oleh para malaikat dan Allah akan menyebut mereka ke hadapan makhluk di sisi-Nya.” (HR.
Muslim)

Dalam hadits lain disebutkan;


“Siapa yang membaca satu huruf dari Al Quran maka baginya satu kebaikan dengan bacaan
tersebut, satu kebaikan dilipatkan menjadi 10 kebaikan semisalnya dan aku tidak mengatakan “alif
lam mim” satu huruf akan tetapi Alif satu huruf, Laam satu huruf dan Miim satu huruf.” ( HR.
Tirmidzi ).

Membaca Al-Qur’an ini bisa diprogramkan sebelum dan setelah bangun tidur, pagi atau dan sore
hari. Dengan kata lain bisa kapan saja. Yang membuat kita tidak bisa membaca Al-Qur’an adalah
karena memang tidak ada niat, tidak ada program, sehingga bagaimana kita akan berkomitmen
membaca firman Allah Ta’ala yang suci itu.

Padahal, Rasulullah kala tiba Ramadhan tidak pernah melaluinya melainkan dengan menghatamkan
membaca Al-Qur’an.

َ ‫فَعر‬،ً‫سلَّ َما ْلقُ ْرآنَ ُكلَّ َعامٍ َم َّرة‬


‫ض َعلَ ْي ِه َم َّرتَ ْي ِن ِفيا ْل َعا‬ َ ‫صلَّىاللَّ ُه َع َل ْي ِه َو‬
َ ‫ض َعلَىالنَّ ِب ِي‬
ُ ‫أنجبريلكاني ْعر‬
‫ضفيه‬ َ ‫ِمالَّذِيقُ ِب‬
“Dahulu Jibril mendatangi dan mengajarkan Al-Qur’an kepada Nabi shalallahu ‘alayhi wa sallam
setiap tahun sekali (pada bulan ramadhan). Pada tahun wafatnya Rasulullah shalallahu ‘alayi
wasallam Jibril mendatangi dan mengajarkan Al-Qur’an kepada beliau sebanyak dua kali (untuk
mengokohkan dan memantapkannya).” ( HR. Bukhari ).

Kedua, bersungguh-sungguh dan menjaga kualitas puasa


Maksudnya adalah senantiasa menjaga diri dari hal-hal yang bisa merusak nilai-nilai puasa, seperti
mendengarkan lagu-lagu dan nyanyian yang melalaikan, melenakan dan hanya mendoorng nafsu

Halaman 62
Kumpulan Materi Pilihan Kultum Bakda Tarawih Masjid al-Furqon Agraria Bantarsari Cilacap Ramadhan 1439 H

dan khayalan menguasai diri. Termasuk menjauhkan diri dari menonton film-film yang membuat
mata bermaksiat, acara gosip selebritis dan menghabiskan waktu berjam-jam untuk mengikuti
program tayangan sinetron.

Dari Ummul Mu’minin Aisyah radhiyallahu ‘anha– berkata;


ِ ‫ُيَ ْجتَ ِهدُُفِىُا ْلعَش ِْرُاْل َ َو‬-‫صلىُهللاُعليهُوسلم‬-ُِ‫َُّللا‬
ُُ‫اخ ِرُ َماَُّلَُيَ ْجتَ ِهد‬ َّ ‫سو ُل‬ ُ ‫ُر‬ َ ‫ك‬
َ ‫َان‬
َ ُ‫ ِفى‬.
‫غ ْي ِر ُِه‬
“Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam sangat bersungguh-sungguh pada sepuluh hari terakhir
dari bulan Ramadhan, melebihi kesungguhan beliau di waktu yang lainnya.” (HR. Muslim)
Selain itu juga mesti menjaga lisan dari berkata-kata yang tidak berguna.

“Barang siapa yang tidak meninggalkan ucapan dan perbuatan buruk, maka Allah tiada butuh
(terhadap puasanya) yang hanya meninggalkan makan dan minum.” (HR. Bukhari, Abu Dawud,
Tirmidzi dan Ahmad).

Ketiga, kurangi tidur


Sebagian orang beranggapan bahwa tidur bisa mengurangi ‘siksaan’ rasa lapar. Maka tidak heran,
jika tidak sedikit orang mengisi Ramadhan dengan banyak tidur. Memang benar tidur pun di bulan
Ramadhan dihitung ibadah. Tetapi jika berlebihan jelas ini justru termasuk perilaku tanpa adab
terhadap bulan yang Allah limpahkan kemuliaan.

Oleh karena itu, hal yang tidak kalah penting untuk diatur dalam Ramadhan adalah soal kapan diri
kita harus tidur, sehingga tidak melalaikan kewajiban yang lain, seperti sholat berjama’ah lima
waktu, dan justru semakin tidak disiplin selama berpuasa.

Keempat, perbanyak bersedekah


Diceritakan oleh Ibnu Abbas radhiallahu’anhuma:
ُ‫ُوكانُأجودُماُيكونُفي‬،ُ‫كانُرسولُهللاُصلىُهللاُعليهُوسلمُأجودُالناس‬
ُ‫ُوكانُيلقاهُفيُكلُليلةُمنُرمضانُفيُدارسه‬،ُ‫رمضانُحينُيلقاهُجبريل‬
‫سلة‬
َ ‫ُفالرسولُهللاُصلىُهللاُعليهُوسلمُأجودُُبالخيرُمنُالريحُالمر‬،ُ‫القرآن‬
“Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam adalah orang yang paling dermawan. Dan beliau lebih
dermawan lagi di bulan Ramadhan saat beliau bertemu Jibril. Jibril menemuinya setiap malam
untuk mengajarkan Al Qur’an. Dan kedermawanan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam
melebihi angin yang berhembus.” (HR. Bukhari, no.6)

Sedekah ini tentu tidak mesti dalam bentuk uang, makanan pun jadi. Bahkan andaikata hanya punya
beberapa kurma, maka itu pun sedekah. Dengan demikian, jangan lupa untuk mengagendakan diri
bersedekah selama Ramadhan sesuai dengan kemampuan kepada orang terdekat dalam hidup kita.

Kelima, tancap gas ketaatan di 10 hari terakhir Ramadhan


ُ،‫سلَّ َم‬
َ ‫صلَّىالل ُهعَلَ ْي ِه َو‬ َ ‫لله‬ ُ ‫س‬
ِ ‫وَّل‬ ُ ‫ُكَانَ َر‬: ْ‫قَالَت‬،‫ع ْنعَائِشَةَ َر ِضيَالل ُهعَ ْن َها‬ َ
‫شدَّا ْل ُِمئْ َز َُر‬ َ ُ‫وأَ ْي َق َظأ َ ْهلَه‬،
َ ‫و َجد ََّو‬، َ ‫أَ ْحيَااللَّ ْي َل‬،‫»«إِذَا َد َخ َال ْلعَش ُْر‬
Dari Aisyah radhiyallahu ‘anha berkata: “Kebiasaan Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa salam jika
telah datang sepuluh hari terakhir bulan Ramadhan adalah beliau menghidupkan waktu malam
[dengan ibadah], membangunkan keluarga [istri-istrinya], bersungguh-sungguh dalam beribadah
dan mengencangkan sarungnya.” (HR. Bukhari).

Enam, hindari Mall, perbanyak ke Masjid


Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam biasa beri’tikaf pada setiap Ramadhan selama 10 hari dan
pada akhir hayat, beliau melakukan i’tikaf selama 20 hari. (HR. Bukhari)

Dari Ibnu Hajar Al Asqolani dalam kitab beliau Bulughul Marom, yaitu hadits no. 699 tentang
permasalahan i’tikaf.

Halaman 63
Kumpulan Materi Pilihan Kultum Bakda Tarawih Masjid al-Furqon Agraria Bantarsari Cilacap Ramadhan 1439 H

َ ‫ُأَ َّنُاَلنَّ ِب َّيُ–ُصلىُهللاُعليهُوسلمُ–ُك‬-: ْ‫ع ْن َهاُقَالَت‬


ُ‫َان‬ َّ َ ‫ُر ِض َي‬
َ ُُ‫َُّللا‬ َ َ‫ع َْنُعَا ِئشَة‬
ِ ُ‫َفُأَ ْز َوا ُجه‬
ُ‫ُم ْنُبَ ْع ِد ِه‬ َّ َ ‫ُ َحتَّىُتَ َوفَّا ُه‬,‫ان‬
َ ‫ُث ُ َّمُا ْعتَك‬,ُ‫َُّللا‬ َ ‫ض‬ َ ‫ُم ْن‬
َ ‫ُر َم‬ ِ ‫اخ َر‬ ِ ‫فُُاَ ْل َعش َْرُاَ ْْلَ َو‬ُ ‫يَ ْعتَ ِك‬
‫علَ ْي ُِه‬
َ ُ‫ق‬ ٌ َ‫–ُ ُمتَّف‬
“Dari ‘Aisyah radhiyallahu ‘anha, ia berkata bahwasanya Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam biasa
beri’tikaf di sepuluh hari terakhir dari bulan Ramadhan hingga beliau diwafatkan oleh Allah. Lalu
istri-istri beliau beri’tikaf setelah beliau wafat.” (HR. Bukhari no. 2026 dan Muslim no. 1172).
https://www.hidayatullah.com/ramadhan/mutiara-ramadhan/read/2016/06/24/96954/enam-kegiatan-
prioritas-selama-masa-akhir-ramadhan.html

Materi hari ke-19 Pilihan kedua


Menjaga Sensitifitas Ibadah dengan Beri’tikaf

Dalam Islam, seseorang bisa beri’tikaf di masjid kapan saja, namun dalam konteks bulan Ramadhan,
Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi Wassallam senantiasa beri’tikaf di 10 hari terakhir. Aisyah ra.
meriwayatkan, “Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi Wassallam selalu beri’tikaf pada 10 hari terakhir
bulan Ramadhan.” (HR. Bukhari dan Muslim).

I’tikaf dilaksanakan dengan niat beribadah guna mendekatkan diri kepada Allah Shalallahu ‘Alaihi
Wassallam. Kesepakatan (ijma’) menyebutkan, ia adalah ibadah yang disyariatkan dan disunnahkan.

Imam Ahmad berkata, “Sepengetahuanku, tidak ada seorang pun dari ulama yang mengatakan
i’tikaf bukan sunnah.”

Sementara Ibnu Qayyim berkata, “i’tikaf disyariatkan dengan tujuan agar hati beri’tikaf dan
bersimpuh dihadapan Allah, berkhalwat dengan-Nya, serta memutuskan hubungan sementara
dengan sesama makhluk dan berkonsentrasi sepenuhnya kepada Allah Subhanahu Wata’ala

Hal inilah yang kemudian dilakoni oleh Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi Wassallam, istri-istri, para
sahabat dan para ulama dalam menghidupkan dan semakin meningkatkan ibadah di penghujung
Ramadhan.

Ironisnya, perlakuan tersebut sangat jauh berbeda dengan perlakuan mayoritas umat Islam dalam
menghidupkan ibadah di penghujung Ramadhan saat ini. Kualitas ibadah terpelihara hanya di 10
hari pertamasaja. Mesjid-mesjid ramai dipenuhi oleh Jama’ah. Tilawah Al-Qur’an masih terjaga.
Infak-infak mudah terderma. Namun, ketika memasuki 10 hari kedua, amalan-amalan tersebut mulai
mengendur, hingga kemudian makin menyusut ketika memasuki 10 terakhir bulan Ramadhan.

Hal tersebut mengindikasikan bahwasanya ibadah-ibadah di penghujung Ramadhan kehilangan


sensitifitasnya. perhatian tidak terfokus kepada peningkatan ibadah melainkan teralihkan kepada
persiapan menyambut hari raya Iedul Fitri, berbelanja,membuat kue, mudik, dan lain sebagainya.

Tentunya hal ini patut kita prihatinkan, sebab begitu jauhnya kita dari tuntunan Rasulullah
Shalallahu ‘Alaihi Wassallam Oleh karena itu, untuk menghindarinya maka hendaklah kita
beri’tikaf sesuai dengan tuntunan yang diajarkan oleh Rasulullah Saw. Sebagi sarana untuk menjaga
sensitifitas ibadah yang sudah terbentuk sejak awal Ramadhan.

Terlebih lagi dengan turunnya lailatul qadardi 10 malam terakhir, yaitu malam yang lebih baik dari
1.000 bulan. Hal ini jugalah yang kemudian menjadi penyebab Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi
Wassallam, para sahabatnya, dan orang-orang shalih yang mengikutinya justru semakin
meningkatkan ibadahnya di 10 hari terakhir Ramadhan yang dijalaninya dengan beri’tikaf.

Sebab mereka meyakini begitu banyak kemuliaan-kemuliaan yang diberikan Allah Subhanahu
Wata’ala di penghujung Ramadhan termasuk kemuliaan mendapatkan lailatu qadar. Mereka
memusatkan perhatian dan menghidupkan malam dalam rangka bertaqarrub kepada Allah Swt
dengan melaksanakan shalat wajib dan shalat-shalat sunnah, berdzikir, mambaca dan tadabbur Al-
Qur’an, serta berdoa kepada Allah Subhanahu Wata’ala.

Halaman 64
Kumpulan Materi Pilihan Kultum Bakda Tarawih Masjid al-Furqon Agraria Bantarsari Cilacap Ramadhan 1439 H

Disebutkan dalam beberapa riwayat, bahwasanya para salafusshalih tidak tidur di malam hari sebab
menghabiskan waktunya dengan membaca Al-Qur’an. Kebanyakan dari mereka mengkhatamkan
Al-Qur’an di malam hari.

Utsman bin ‘Affan, misalnya, mengkhatamkan bacaan Al-Qur’an setiap hari di bulan Ramadhan.
Imam Syafi’i bahkan mengkhatamkan Al-Qur’an 60 kali selama bulan Ramadhan, di luar yang ia
baca dalam shalat Tarawih. Sementara Aisyah, istri Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi Wassallam, biasa
membacaAl-Qur’an pada waktu subuh, dan apabila matahari telah terbit ia pun tidur.

Sebenarnya, tradisi tersebut juga telah diteladani oleh kaum muslimin saat ini. Akan tetapi belum
merata di berbagai daerah. Hanya daerah tertentu saja. Di Yaman misalnya. Dari seorang syaikhoh
yang pernah menjalani i’tikah di Yaman, menuturkan bahwasanya peserta i’tikah di Yaman tidak
tidur sejak habis tarawih. Mereka menghidupkan malam dengan berdzikir, membaca dan
mentadabburi Al-Qur’an serta mendirikan shalat malam. Nanti ketika masuk waktu syuruq, barulah
mereka tidur sejenak. Masya Allah . . .

Ketahuilah, bagi seorang Muslim pada bulan Ramadhan berkumpul dua jihad atas dirinya; jihad di
waktu siang dalam rangka berpuasa, serta jihad di waktu malam dalam rangka shalat dan membaca
Al-Qur’an. Barangsiapa yang mengumpulkan jihad ini, serta menunaikan keduanya seraya bersabar,
maka pahalanya akan dipenuhi tanpa batas.

Oleh karena itu, marilah kita jadikan orang-orang shalih tersebut sebagi teladan, dalam upaya
menjaga sensitifitas ibadah di penghujung Ramadhan dengan ganjaran pahala tanpa batas. Semoga
kita bisa belajar dari semangat orang-orang shalih dalam menjadikan Ramadhan puncak
penghambaan dan pengokohan takwa. Wallahu a’lam bishawwab.
https://www.hidayatullah.com/ramadhan/mutiara-ramadhan/read/2016/06/29/97238/menjaga-
sensitifitas-ibadah-dengan-beritikaf.html

Materi hari ke-20 Pilihan pertama


Jangan Sia-siakan 10 Hari Terakhir Ramadhan

Nyaris selalu berulang setiap tahun, tentang berbagai ‘kesibukan’ kaum Muslimin menjelang
lebaran. Mari kita baca sebagian. Banyak berita di media cetak maupun elektronik “Tiket Kereta Api
H-3 Lebaran Habis”. Artinya, ketika berita itu keluar, lebaran masih lama dan bahkan kita belum
masuki bulan Ramadhan.

Berita-berita di atas mengonfirmasikan bahwa aktivitas mudik untuk berhari-raya di kampung


halaman masih dilakukan banyak orang karena dinilai sebagai tradisi yang baik.

Mudik? Adakah yang perlu kita kritisi? Boleh jadi, ada beberapa hal yang perlu menjadi bahan
introspeksi kita bersama. Antara lain, pertama, sebagian dari pemudik itu membatalkan puasanya
dengan dalih sedang menjadi musafir. Maka, sebagian dari mereka-pun merasa seperti tak bersalah
saat secara demonstratif makan-minum di tempat-tempat terbuka. Padahal, pemandangan seperti ini,
bisa menjadi iklan yang tak bagus tentang (umat) Islam.

Kedua, karena begitu banyak orang yang mudik di waktu (hampir) bersamaan, terjadilah situasi
yang bisa tak menyenangkan. Misal, bertumpuknya banyak kendaraan di jalan kerap menimbulkan
kemacetan yang parah. Lalu, tak sedikit yang tak bisa menahan diri: saling serobot dengan berbagai
efek sampingnya, seperti berkata-kata kasar, dan lain-lain. Tentu saja, hal-hal seperti ini sama sekali
bukan iklan yang menarik tentang (umat) Islam.

Kebiasaan lain adalah menyiapkan hal-hal yang dianggap bertalian langsung dengan Idul Fitri.
Misal, menyiapkan baju baru, perabot rumah baru, kue-kue, atau pernik-pernik lain yang serupa
dengan itu. Maka, terutama di sepuluh hari terakhir Ramadhan, pasar-pasar (yang tradisional
ataupun yang modern) penuh sesak. Sementara, masjid semakin jauh berkurang pemakmurnya.
Sangat Berharga

Halaman 65
Kumpulan Materi Pilihan Kultum Bakda Tarawih Masjid al-Furqon Agraria Bantarsari Cilacap Ramadhan 1439 H

Aisyah RA berkata: “Nabi SAW apabila memasuki sepuluh malam terakhir (Ramadhan), maka
beliau mengencangkan kainnya (tidak menggauli istrinya), menghidupkan malamnya dan
membangunkan keluarganya.” (HR Bukhari).

Adapun yang istimewa di sepuluh hari terakhir Ramadhan adalah adanya Lailatul Qadr. Pada malam
tersebut, Allah menurunkan untuk kali pertama Al-Qur’an kepada Rasulullah SAW. Setelah itu, Al-
Qur’an diturunkan secara bertahap, selama kurang lebih 23 tahun, yaitu 13 tahun di Mekkah dan 10
tahun di Madinah.

Peristiwa turun kali pertama Al-Qur’an itu diabadikan Allah dalam firman-Nya:
َ َ‫إِنَّاُأ‬
ُ‫نز ْلنَاهُُفِيُلَ ْيلَ ِةُا ْلقَد ِْر‬
“Sesungguhnya Kami telah menurunkannya (al-Qur’an) pada malam kemuliaan.” (QS Al-Qadr
[97]: 1).

Apa keutamaan Lailatul Qadr?


‫ش ْهر‬
َ ُ‫ف‬ ِ ‫لَ ْيلَةُُا ْلقَد ِْرُ َخ ْي ٌر‬
ِ ‫ُم ْنُأَ ْل‬
“Malam kemuliaan itu lebih baik dari seribu bulan.” (QS Al-Qadr [97]: 3). Maksudnya, beribadah
di malam itu dengan segenap ketaatan (seperti shalat, membaca al-Qur’an, dzikir, dan doa) bernilai
lebih baik jika dibandingkan dengan beribadah selama seribu bulan. Dari Anas RA, bahwa
Rasulullah SAW bersabda: “Sesungguhnya bulan ini (Ramadhan) telah datang kepadamu. Di
dalamnya terdapat satu malam yang nilai keutamaannya lebih baik daripada seribu bulan. Barang-
siapa yang mengabaikannya, maka ia terabaikan dari segala kebaikan. Tidak ada yang
mengabaikannya kecuali orang yang diabaikan.” (HR Ibnu Majah).

Pada Lailatul Qadr para malaikat turun ke bumi membawa kebaikan, keberkahan, dan rahmat.
“Pada malam itu turun malaikat-malaikat dan malaikat Jibril dengan izin Tuhannya untuk
mengatur segala urusan” (QS Al-Qadr [97]: 4).

Lailatul Qadr adalah malam kesejahteraan dan keselamatan. “Malam itu (penuh) kesejahteraan
sampai terbit fajar” (QS Al-Qadr [97]: 5). Pada malam itu, hamba Allah yang shalih dan
menjumpai Lailatul Qadr, akan diampuni dosa-dosanya lantaran ketaatannya kepada Allah. Dari
Abu Hurairah RA, bahwa Rasulullah SAW bersabda: “Barang-siapa beribadah pada malam
Lailatul Qadr karena keimanan dan mengharapkan pahala, maka diampuni dosa-dosanya yang
telah lalu” (HR Bukhari dan Muslim).

Bagaimana mendapatkannya? Berdasarkan HR Bukhari dan Muslim, carilah Lailatul Qadr itu pada
salah satu dari malam ganjil sepuluh hari terakhir Ramadhan.

Apa tanda-tanda kehadiran Lailatul Qadr? Antara lain, bahwa berdasar HR Muslim malam itu cerah,
tidak terasa dingin dan juga tidak terasa panas. Matahari di pagi harinya terlihat merah dan redup
atau tidak terlalu terang seperti biasanya.

Jangan Abaikan!
Adakah resep untuk mendapatkan Lailatul Qadr? Adakah kiat menjumpai malam yang lebih baik
dari seribu bulan itu? Untuk mendapatkannya, memang tak ada pilihan lain kecuali kita harus terus-
menerus beramal-shalih secara istiqomah di sepanjang hari, di sepanjang malam, di sepanjang bulan
Ramadhan dan terutama di sepuluh malam yang terakhir.

Oleh karena itu, adanya sunnah untuk beri’tikaf di masjid pada sepuluh hari terakhir di bulan
Ramadhan, harus kita manfaatkan dengan sebaik-baiknya. Sebab, di antara manfaat yang bisa kita
peroleh adalah lebih memberi peluang untuk menjumpai Lailatul Qadr.

Jadi, jangan abaikan Lailatul Qadr, misalnya, karena kita terbuai oleh aktivitas mudik yang
melelahkan!
https://www.hidayatullah.com/artikel/opini/read/2011/08/22/3925/jangan-sia-siakan-10-hari-
terakhir-ramadhan.html

Halaman 66
Kumpulan Materi Pilihan Kultum Bakda Tarawih Masjid al-Furqon Agraria Bantarsari Cilacap Ramadhan 1439 H

Materi hari ke-20 Pilihan kedua


Merindui Lailatul Qadar

Pagi ini matahari masih bersinar seperti biasa. Langit bersaput mendung dan sinar matahari bakda
syuruq terang menyilaukan. Ada harapan bahwa Lailatul Qadr belum terlewat untuk kita kejar di
hari-hari yang akan datang.

Mari kita ingat sejenak sabda Nabi shallaLlahu alaihi wa sallam:


ُ‫ُتصبحُالشمسُصبيحتها‬,‫ُوَّلُباردة‬,‫ُطلقةوَُّلُحارة‬,‫ليلةُلقدرُليلةُسمحة‬
‫ضعيفةُحمراء‬
“Lailatul Qadar adalah malam yang indah, cerah, tidak panas dan tidak juga dingin, (dan)
keesokan harinya sinar mataharinya melemah kemerah-merahan.” (HR. Ath-Thayalisi, Ibnu
Khuzaimah dan Al-Bazzaar).

Inilah suasana pagi yang malamnya merupakan Lailatul Qadr. Matahari bersinar, cerah, tetapi
sinarnya melemah kemerah-merahan. Sementara malamnya tidak panas, meskipun bertepatan
dengan musim panas, dan tidak pula dingin menggigil meskipun di musim dingin.

Rasulullah shallaLlahu alaihi wa sallam juga mengabarkan kepada kita tanda yang menguatkan:
‫صبيحةُليلةُلقدرُتطلعُالشمسَُّلُشعاعُلهاُكأنهاُطستُحتىُترتفع‬
“Pagi hari malam Lailatul Qadar, matahari terbit tidak menyilaukan, seperti bejana hingga
meninggi.” (HR. Muslim).

Inilah tanda-tanda yang tampak sesudah Lailatul Qadar berlalu. Maka ketika pagi ini kita belum
mendapati tanda-tandanya, berarti ada harapan besar untuk meraihnya di hari-hari yang akan datang.

Rasulullah shallaLlahu alaihi wa sallam bersabda:


ِ ‫س ْواُلَ ْيلَةَُا ْلقَد ِْرُفِ ْيُاُْل ِوتْ ِر‬
ُ‫ُم ْنُا ْلعَش ِْر‬ ُ ‫ُا ْلتَ ِم‬:ُ‫تَ َح َّر ْواُوفيُرواية‬
“Carilah malam Lailatul Qadar di (malam ganjil) pada 10 hari terakhir bulan Ramadhan” (HR.
Bukhari dan Muslim).

Inilah malam yang penuh kemuliaan. Sangat beruntung mereka yang mendapatkan Lailatul Qadar.
Rasulullah shallaLlahu ‘alaihi wa sallam bersabda.
ُ‫ُم ْنُذَ ْنبِ ِه‬
ِ ‫غ ِف َرُُلَهُُ َماُتَقَ َّد َم‬
ُ ُ‫سابًا‬
َ ِ‫احت‬ َ ً‫َم ْنُقَا َمُلَ ْيلَةَُا ْلقَد ِْرُإَ ْي َُمان‬
ْ ‫اُو‬
“Barangsiapa berdiri (shalat) pada malam Lailatul Qadar dengan penuh keimanan dan mengharap
pahala dari Allah, maka diampuni dosa-dosanya yang telah lalu.” (HR. Bukhari dan Muslim).

Ada ampunan, ada maaf. Seandainya kita mendapati Lailatul Qadar, mengenali tanda-tandanya, kita
dianjurkan memperbanyak do’a untuk memohon permaafan dari Allah Ta’ala. Rasulullah
shallaLlahu alaihi wa sallam menasehatkan do’a:
ُ ‫بُا ْلعَ ْف َُوُفَاع‬
‫ْفُعَنِي‬ َ ُ َ‫اللَّ ُه َّمُ ِإنَّك‬
ُّ ‫عفُ ٌّوُت ُ ِح‬
“Ya Allah Engkau Maha Pemaaf dan mencintai orang yang meminta maaf, maka maafkanlah aku.”
(HR. Tirmidzi dan Ibnu Majah).

Kapan do’a ini kita baca? Di malam Lailatul Qadar. Tetapi baik juga dibaca di malam-malam yang
lain.
https://www.hidayatullah.com/kolom/meminang-surga/read/2015/07/10/73812/merindui-lailatul-
qadar.html

Materi hari ke-21 Pilihan pertama


Ini yang Diteladankan Nabi di Akhir Ramadhan

Halaman 67
Kumpulan Materi Pilihan Kultum Bakda Tarawih Masjid al-Furqon Agraria Bantarsari Cilacap Ramadhan 1439 H

Ibnu Umar Radhiyallahu anhu berkata, ”Rasulullah Shallallahu alayhi wasallam selalu melakukan
i’tikaf di sepuluh hari terakhir bulan Ramadhan.” (HR. Bukhari Muslim).

Secara bahasa, menurut Imam Nawawi di dalam Riyadhus Sholihin, i’tikaf berarti menahan,
sedangkan secara istilah syariat berarti tinggal di masjid untuk beribadah dalam jangka waktu
tertentu.

Hadits di atas, menurut Imam Nawawi menjelaskan secara gamblang bahwa umat Muslim
diperintahkan melakukan i’tikaf di sepuluh hari terakhir bulan Ramadhan, sebagaimana dicontohkan
Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi Wassallam.

“Kegiatan ini baik untuk menjernihkan hati, menyibukkan diri secara utuh untuk ketaatan, meniru
perilaku malaikat, dan sebagai upaya mendapatkan Lailatul Qadar,” urai Imam Nawawi lebih
lanjut.

Kemudian, Aisyah Radhiyallahu anha juga menjelaskan apa yang dilakukan Nabi pada 10 hari
terakhir Ramadhan.
ُ‫كانُرسولُهللاُصلىُهللاُعليهُوسلمُإذاُدخلُالعشرُ–ُأيُالعشرُاْلخيرُمن‬
‫ُمتفقُعليه‬.ُ‫ُوأيقظُأهله‬،‫ُوأحياُليله‬،‫رمضانُ–ُشدُمئزره‬
“Adalah Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam apabila memasuki 10 terakhir Ramadhan, beliau
mengencangkan tali sarungnya (yakni meningkat amaliah ibadah beliau), menghidupkan malam-
malamnya, dan membangunkan istri-istrinya.” (HR. Bukhari Mulim).

Demikianlah Rasulullah meneladankan bagaimana mengisi 10 hari terakhir Ramadhan. Berusaha


semaksimal mungkin fokus dalam ibadah dan memutus sementara waktu dengan segala urusan
keduniawian. Terlebih dalam rentang 10 haari terakhir Ramadhan itu ada yang namanya Lailatul
Qadar, satu malam yang nilainya setara dengan 1000 bulan alias 83 tahun, bahkan pada hakikatnya,
jauh lebih baik dari angka tersebut.

Dalam kata yang lain, 10 hari terakhir mesti menjadi puncak usaha umat Islam dalam ibadah, yang
awalnya sebatas hatam Al-Qur’an, sekarang bagaimana hatam dan paham maknanya. Pendek kata,
meningkat ibadah, meningkat pencerahan di dalam diri. Itulah mengapa 10 hari terakhir Ramadhan
disunnahkan i’tikaf, agar proses menuju tangga taqwa kian mudah untuk digapai.

Sebab, 10 hari terakhir Ramadhan adalah momentum perpisahan, dimana segala perilaku yang
positif di dalam diri mesti tetap terjaga di luar Ramadhan, dan segala amal sholeh yang dilakukan di
bulan Ramadhan, terus menjadi bagian tak terpisahkan dari kehidupan diri dan keluarga sepanjang
hayat.

Tantangan terberatnya adalah bagaimana menjadikan Ramadhan tetap hidup dalam rentang waktu
11 bulan ke depan, terutama setelah beberapa hari lepas dari Ramadhan, saat lebaran dan
selanjutnya.

Oleh karena itu, 10 hari terakhir Ramadhan inilah penentu, karena momentum tersebut adalah
puncak dari tarbiyah diri, puncak dari jihad, puncak dari mujahadah, yang tentu saja harus benar-
benar dapat difokuskan dan dipertahankan. Inilah momentum pembebasan yang harus benar-benar
diraih dalam bulan Ramadhan.

Lantas apa saja yang harus dilakukan selama 10 hari terakhir Ramadhan, terutama bagi yang
melakukan i’tikaf?

Pada hakikatnya sangat banyak yang bisa dilakukan. Namun garis besarnya bisa dilihat beberapa
yang populer, seperti memperbanyak membaca Al-Qur’an (tentu secara kualitatif dan kuantitatif).
Kemudian memperbanyak istighfar, memperbanyak sholawat atas Nabi Muhammad. Mensucikan
diri dengan membayar zakat fitrah. Dan, menjauhi sifat dusta.

Halaman 68
Kumpulan Materi Pilihan Kultum Bakda Tarawih Masjid al-Furqon Agraria Bantarsari Cilacap Ramadhan 1439 H

Rasulullah bersabda, “Barangsiapa yang tidak meninggalkan perkataan dusta malah


mengamalkannya, maka Allah tidak butuh dari rasa lapar dan haus yang dia tahan.” (HR.
Bukhari). Berkata dusta di sini, termasuk fitnah.

Kemudian, meninggalkan perkataan yang sia-sia (lagwu) dan rofats (kata-kata negatif alias jorok).

Memperbanyak sholat sunnah, terutama saat malam tiba, bisa sholat Tarawih dan sholat Witir, serta
qiyamul lail. Semua amalan itu akan lebih mudah terlaksana jika diri menjalani ibadah i’tikaf.

Sebab, i’tikaf merupakan amalah sunnah yang bsersifat preventif, sehingga seorang Muslim
terhindar dari perbuatan-perbuatan yang tidak bermanfaat di waktu-waktu luan yang dimilikinya,
khususnya di bulan Ramadhan.

Lantas bagaimana jika kemudian karena hal-hal tertentu seorang Muslim tidak bisa melakukan
i’tikaf di 10 hari terakhir Ramadhan?

Tentu saja tidak berdosa. Karena pada hakikatnya, hukum perintah i’tikaf ini adalah sunnah. Dan,
beruntunglah orang-orang yang bisa mengamalkannya, karena ada niat dan usaha kuat untuk benar-
benar mengikuti apa yang diteladankan oleh Rasulullah.

Namun demikian, tidak beri’tikaf bukan berarti ibadah diperlonggar. Tetap harus diperkuat dan
diperbanyak. Perbanyaklah dan sibukkanlah diri dengan beragam ketaatan, seperti berdo’a, dzikir,
dan membaca Al Qur’an.

Bahkan, ada peluang yang bisa dilakukan secara sungguh-sungguh, terutama bagi mereka yang
sibuk berniaga atau aktivitas apapun yang tidak memungkinkannya untuk beri’tikaf, yakni
memperbanyak sedekah.

Memperbanyak sedekah dan infak


َ ‫ُوك‬،
ُ‫َان‬ َ ‫اس‬ ِ َّ‫سلَّ َمُأَ ْج َودَُالن‬ َ ‫علَ ْي ِه‬
َ ‫ُو‬ َ ُُ‫صلَّىُهللا‬َ ُِ‫َُّللا‬
َّ ‫سو ُل‬ ُ ‫ُر‬َ ‫َان‬َ ‫ُ«ك‬:‫ُقَا َل‬،‫اس‬ ٍ َّ‫عب‬
َ ُ‫َنُا ْب ِن‬ُِ ‫ع‬
ِ ‫َانُ َي ْلقَا ُهُ ِفيُ ُك ِلُلَ ْيلَة‬
ُ‫ٍُم ْن‬ َ ‫ُوك‬، ِ ‫ينُ َي ْلقَا ُه‬
َ ‫ُج ْب ِري ُل‬ َ ‫ُح‬ِ ‫ان‬َ ‫ض‬َ ‫يُر َم‬
َ ‫ُونُ ِف‬ ُ ‫أَ ْج َودُُ َماُ َيك‬
ِ ‫سلَّ َمُأَ ْج َودُُ ِبال َخ ْي ِر‬
ُ‫ُم َن‬ َ ‫علَ ْي ِه‬
َ ‫ُو‬ َ ُُ‫صلَّىُهللا‬َ ُِ‫َّللا‬
َّ ُ‫سو ُُل‬ ُ ‫ُفَلَ َر‬،‫آن‬
َ ‫سهُُالقُ ْر‬ ُ ‫انُفَيُد َِار‬
َ ‫ض‬ َ ‫َر َم‬
‫سلَ ُِة‬
َ ‫»الريحُِال ُم ْر‬ِ
Dari Ibnu Abbas radhiyallahu ‘anhuma berkata, “Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa salam adalah
orang yang paling dermawan dan saat beliau paling dermawana adalah di bulan Ramadhan ketika
malaikat Jibril menemui beliau. Malaikat Jibril senantiasa menemui beliau pada setiap malam
dalam bulan Ramadhan untuk saling mempelajari al-Qur’an. Pada saat itu Rasulullah lebih
dermawan dalam melakukan amal kebajikan melebihi (cepat dan luasnya) hembusan angin.” (HR.
Bukhari).

Artinya, banyak amal ibadah lain yang bisa dilakukan dan dikuatkan. Baik, bagi yang tidak
beri’tikaf, lebih-lebih yang beri’tikaf. Semoga Allah memudahkan kita untuk mengisi hari-hari kita
di bulan Ramadhan dengan amalan sholih yang ikhlas dan sesuai dengan petunjuk Nabi shallallahu
‘alaihi wa sallam. Dan, bagi yang belum atau tidak bisa beri’tikaf, semoga amal ibadah dan
ketaatannya kepada Allah Ta’ala juga tetap terjaga. Wallahu a’lam.
https://www.hidayatullah.com/kajian/gaya-hidup-muslim/read/2017/06/19/118866/ini-yang-
diteladankan-nabi-di-akhir-ramadhan.html

Halaman 69
Kumpulan Materi Pilihan Kultum Bakda Tarawih Masjid al-Furqon Agraria Bantarsari Cilacap Ramadhan 1439 H

Materi hari ke-21 Pilihan kedua


Ciri Muslim itu Gemar Beramal Sholeh

Satu ciri Muslim sejati yang Allah ulang-ulang di dalam kitab-Nya adalah mau beramal sholeh.
Sebagaimana makna iman yang umum dipahami, yakni membenarkan dengan hati, lisan dan
mengaktualisasikannya di dalam perbuatan.

Nabi Muhammad Shallallahu Alayhi Wasallam beserta para sahabatnya sangat gemar melakukan
yang namanya amal sholeh. Dan, sebagai pengikutnya sudah semestinya kita juga mengikuti apa
yang telah ditauladankan Nabi dan sahabat-sahabatnya.

Namun, sebelum kita membahas amal seperti apa yang terkategori amal sholeh, satu pertanyaan
penting yang mesti dijawab adalah, seberapa pentingnya amal sholeh dalam kehidupan seorang
Muslim?

Prof. Dr. Ali Muhammad Shalabi dalam bukunya “Shirah Amirul Mukminin Ali bin Abi Tholib”
mengutip salah satu khutbah suami dari Siti Fatimah Az-Zahrah itu.

“Sesungguhnya, dunia ini telah memalingkan punggungnya dan memaklumkan perpisahannya,


sementara akhirat (kematian) telah muncul ke depan dan memaklumkan kedekatannya. Sekarang
adalah hari persiapan, sedang besok adalah hari perlombaan. Tempat yang dituju ialah surga
sedang tempat kembali adalah neraka. Tak adakah seorang yang akan bertaubat atas kesalahannya
sebelum kematiannya? Atau, tak adakah seseorang yang hendak berbuat kebajikan sebelum hari
ujian?
Ingatlah, Anda berada di hari-hari harapan dan di baliknya berdiri kematian. Barangsiapa beramal
(sholeh) dalam hari-hari harapannya sebelum datang kematiannya, amalnya akan bermanfaat
baginya dan kematiannya tidak akan merugikannya. Tetapi, orang-orang yang tidak beramal
(sholeh) dalam masa harapannya sebelum datang ajalnya, amalnya adalah sia-sia dan kematiannya
adalah suatu kemudaratan baginya.”

Pemahaman seperti itulah yang tumbuh dan berkembang dalam diri Nabi dan para sahabat, hingga
menjadi karakter dan sistem kesadaran yang mengakar, sehingga orientasi hidupnya memang satu,
akhirat dan untuk itu amal sholeh tak bisa dipisahkan dalam kehidupan mereka sehari-hari.

Ruang Lingkup
Dimana amal sholeh dilaksanakan, di sana iman ditegakkan. Oleh karena itu, ruang lingkup amal
sholeh sangatlah luas.

Rasulullah Shallallahu Alayhi Wasallam bersabda;


َ ُ‫س ْبع‬
ُ‫ون‬ َ ‫ُو‬َ ‫ض ٌع‬ ْ ِ‫انُب‬ ِ ْ ‫سلَّ َم‬
ُ ‫ُاْلي َم‬ َ ‫علَ ْي ِه‬
َ ‫ُو‬ َّ َّ‫صل‬
َ ُُ‫ىَُّللا‬ َ ُِ‫َُّللا‬
َّ ‫سو ُل‬ ُ ‫ُر‬ َ ‫ع َْنُأَبِيُ ُه َر ْي َرةَُقَا َلُقَا َل‬
ٌُ‫ش ْع َبة‬
ُ ُ‫ُوا ْل َح َيا ُء‬
َ ‫يق‬ َّ ‫ُاْلَذَىُع َْنُال‬
ِ ‫ط ِر‬ ْ ُ‫ضعُ َهاُ ِإ َما َطة‬ َ ‫ُوأَ ْو‬ َّ ‫اَُّلُ ِإلَهَُ ِإ ََّّل‬
َ ُ‫َُّللا‬ َ ‫ضلُ َه‬َ ‫ش ْع َبةًُأَ ْف‬
ُ
ِ ْ ‫ِم ْن‬
ُِ ‫ُاْلي َم‬
‫ان‬
“Keimanan itu memiliki tujuh puluh sekian cabang, sebaik-baiknya adalah ucapan La ilaaha
illallah, dan yang paling sederhana adalah mengyingkirkan bahaya dari jalan. Malu merupakan
salah satu cabang dari keimanan.” (HR. Muslim).

Pantas jika kemudian, Sayyidina Ali bin Abi Thalib mengungkapkan bahwa, “Nilai diri seseorang
terletak pada kebaikan (amal sholeh) yang dilakukan.”

Dengan kata lain, amatlah banyak kebaikan (amal sholeh) yang bisa dilakukan. Misalnya, seorang
ayah yang berangkat pagi, pulang malam untuk menafkahi keluarga dengan cara halal, itu amal
sholeh.

Demikian pula, jika seorang ayah tadi dalam kesehariannya, ke kantor dan pulang ke rumah
menggunakan sepeda motor, lalu berhati-hati dan mengikuti rambu-rambu lintas yang ada, sehingga
dirinya tidak menjadi sebab terganggunya pengendara lain, maka sungguh dia telah beramal sholeh.

Halaman 70
Kumpulan Materi Pilihan Kultum Bakda Tarawih Masjid al-Furqon Agraria Bantarsari Cilacap Ramadhan 1439 H

Begitu pula jika, sang ayah tadi banyak memberikan kesempatan pengendara lain untuk mendahului
atau lewat di depannya kala ada persimpangan, sungguh ia telah memudahkan orang lain, dan insha
Allah itu juga amal sholeh.

Subhanallah, andaikata seorang Muslim tidak bisa kemana-mana, lalu ia tersenyum kepada anggota
keluarga, tetangga atau siapapun yang sempat ia lihat dalam waktu itu, baginya juga pahala. Karena
tersenyum kepada sesama adalah bagian dari iman dan itu adalah amal sholeh.

Rasulullah bersabda;
ُ‫َُّلَُتَ ْح ِق َر َّن‬:ُ‫ُقا َلُليُالنبيُصلىُهللاُعليهُوُسلم‬:ُ‫أبيُذرُرضيُهللاُعنهُقال‬
ٍُ ‫قُأَ َخاكَ ُ ِب َو ْجهٍُ َط ْل‬
‫ق‬ َ ‫ُأنُتَ ْل‬ ْ ً ‫ش ْيئا‬
ْ ‫ُولو‬ َ ُ‫وف‬ َ
ِ ‫))منُالم ْع ُر‬.
“Dari Abi Dzar radhiallahu anhu, Rasulullah bersabda: “Janganlah kamu meremehkan kebaikan
sekecil apapun, sekalipun engkau bertemu saudaramu dengan wajah yang berseri.” (HR. Shohih
Muslim: 6637.)
ُ‫يُ َح ِلي ٌم‬
ٌُّ ‫غ ِن‬ َُّ ‫ص َدقَةٍُ َيتْ َبعُ َهاُُأَذًىُُۗ َو‬
َ ُُ‫َّللا‬ ِ ‫ُو َم ْغ ِف َرةٌُ َخ ْي ٌر‬
َ ُ‫ُم ْن‬ ٌ ‫قَ ْو ٌلُ َم ْع ُر‬
َ ‫وف‬
“Perkataan yang baik dan pemberian maaf lebih baik dari sedekah yang diiringi dengan sesuatu
yang menyakitkan (perasaan si penerima). Allah Maha Kaya lagi Maha Penyantun.” [QS: Al-
Baqarah; 263]

Dan, sungguh amal sholeh lainnya masih sangat banyak dengan beragam bentuk amalan. Mulai dari
sedekah, menuntut ilmu, mengajarkan ilmu, membantu urusan kaum Muslimin, mendirikan masjid,
memperbaiki jalan yang rusak, mendirikan rumah sakit, hingga menegakkan hukum secara adil.

Dari sini dapat kita pahami bahwa jalan ke surga-Nya, itu mudah dan bisa kita lakukan kapan saja
dalam wujud kebaikan apapun. Dan, terpenting, amal sholeh itu akan menguatkan keimanan di
dalam hati.

ُ‫يُمنُتَ ْح ِت ِه ُم‬
ِ ‫ُربُّ ُه ْمُ ِب ِإي َما ِن ِه ْمُتَ ْج ِر‬
َ ‫ِيه ْم‬ َّ ‫ُوع َِملُواُْال‬
ِ ‫صا ِل َحاتُِ َي ْهد‬ َ ‫ِإ َّنُالَّذ‬
َ ْ‫ِينُآ َمنُوا‬
ُ ‫اْلَ ْن َه‬
ُِ ‫ارُ ِفيُ َجنَّاتُِالنَّ ِع‬
‫يم‬
“Sesungguhnya orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal-amal sholeh, mereka diberi
petunjuk oleh Tuhan mereka karena keimanannya, di bawah mereka mengalir sungai- sungai di
dalam syurga yang penuh kenikmatan.” (QS. Yunus [10]: 9).

Menurut Ibn Katsir, ayat tersebut adalah kabar gembira bagi orang-orang yang bahagia, yakni
mereka yang beriman kepada Allah Ta’ala, membenarkan para Rasul, melaksanakan apa yang
diperintahkan, lalu mereka pun melakukan amal sholeh, bahwa sesungguhnya Allah akan memberi
petunjuk kepada mereka karena keimanan mereka.

Semoga Allah menguatkan hati kita untuk senantiasa mengisi hari-hari kita di dunia ini, selamanya
untuk terus beramal sholeh. Aamiin.
https://www.hidayatullah.com/kajian/gaya-hidup-muslim/read/2015/10/12/80666/ciri-muslim-itu-
gemar-beramal-sholeh.html

Materi hari ke-22 Pilihan pertama


Dua Komitmen Menjadi Muslim

Tidak ada kesyukuran terbesar yang mesti diupayakan oleh setiap Muslim dan Muslimah selain
daripada perkenan Allah Ta’ala memberikan hidayah kepada kita semua. Ini adalah nikmat yang
tiada tara di muka bumi ini.

Hal ini karena sifat hidayah yang memang menjadi hak prerogratif Allah Ta’ala, sehingga meski ada
orang memiliki kecerdasan luar biasa, jika Allah tidak mengizinkan iman di hatinya, tidak akan
sampai hidayah dalam kehidupannya.

Halaman 71
Kumpulan Materi Pilihan Kultum Bakda Tarawih Masjid al-Furqon Agraria Bantarsari Cilacap Ramadhan 1439 H

َ ‫علَىُالَّذ‬
ُ‫ِينَُّلَُ َي ْع ِقلُو َن‬ َ ُ‫س‬
َ ‫ُالر ْج‬
ِ ‫ج َع ُل‬ َ ِ‫َانُ ِلنَ ْف ٍسُأَنُت ُ ْؤ ِم َنُ ِإَّلَُّ ِب ِإ ْذ ِنَُّللا‬
ُْ ‫ُو َي‬ َ ‫َو َماُك‬
“Dan tidak ada seorangpun akan beriman kecuali dengan izin Allah; dan Allah menimpakan
kemurkaan kepada orang-orang yang tidak mempergunakan akalnya.” (QS. Yunus [10]: 100).

Oleh karena itu, kita mesti benar-benar menjaga iman di dalam hati kita dengan sebaik-baiknya.
Selanjutnya mesti memahami dengan komprehensif, bahwa hanya Islam jalan menggapai
kebahagiaan.

ُ‫سالَ ُم‬
ْ ‫ُاْل‬ َ ‫ِإ َّنُالد‬
ِ ِ‫ِينُ ِعندََُّللا‬
“Sesungguhnya agama (yang diridhai) di sisi Allah hanyalah Islam.” (QS. Ali Imran [3]: 19).

ُ‫ين‬ ِ ‫ُم َنُا ْل َخا‬


َ ‫س ِر‬ ِ ‫يُاْلخ َر ِة‬
ِ ِ ‫سالَ ِمُدِيناًُ ُفَلَنُيُ ْقبَ َل‬
ِ‫ُم ْنهُُ َُو ُه َوُف‬ ْ ‫ُاْل‬ َ ُ‫َو َمنُيَ ْبتَ ِغ‬
ِ ‫غ ْي َر‬
“Barangsiapa mencari agama selain agama Islam, maka sekali-kali tidaklah akan diterima (agama
itu) darinya, dan dia di akhirat termasuk orang-orang yang rugi.” (QS. Ali Imran [3]: 85).

Dengan demikian, sangat jelas sikap yang mesti kita ambil dalam masalah keimanan ini. Lantas
bagaimana menyikapi beragam kejadian yang belakangan ini kian deras memojokkan umat Islam?

Pertama tidak mengambil teman setia, apalagi pemimpin dari golongan selain Muslim.

ِ ‫ينُأَ ْو ِل َي‬
‫اءُمنُد ُُْو ِنُا ْل ُم ْؤ ِم ِني‬ َ ‫ونُا ْلكَا ِف ِر‬
َ ُ‫َّلَُّ َيت َّ ِخذُِا ْل ُم ْؤ ِمن‬
“Janganlah orang-orang Mukmin mengambil orang-orang kafir menjadi wali (teman akrab;
pemimpin; pelindung; penolong) dengan meninggalkan orang-orang mukmin.” (QS. Ali Imran [3]:
28).

Kemudian, dalam ayat yang lain Allah Ta’ala menegaskan.


ٍ ‫ض ُه ْمُأَ ْو ِل َياءُ َب ْع‬
ُ‫ض‬ ُ ‫ارىُأَ ْو ِل َياءُ َب ْع‬ َ ‫ص‬ َ ‫ِينُآ َمنُواَُّْلَُتَت َّ ِخذُواُْا ْل َي ُهود‬
َ َّ‫َُوالن‬ َ ‫َياُأَيُّ َهاُالَّذ‬
َّ ‫َُّللاََُّلَُيَ ْهدِيُا ْلقَ ْو َمُال‬
َُ ‫ظا ِل ِم‬
‫ين‬ ِ ُ‫مُمن ُك ْمُ َف ِإنَّه‬
ُ ‫ُم ْن ُه ْمُ ِإ َّن‬ ِ ‫َو َمنُيَتَ َولَّ ُه‬
“Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu mengambil orang-orang Yahudi dan Nasrani
menjadi pemimpin-pemimpin(mu); sebahagian mereka adalah pemimpin bagi sebahagian yang lain.
Barangsiapa diantara kamu mengambil mereka menjadi pemimpin, maka sesungguhnya orang itu
termasuk golongan mereka. Sesungguhnya Allah tidak memberi petunjuk kepada orang-orang yang
zalim.” (QS. Al-Maidah [5]: 51).

Dalam buku “Fiqh Jihad” Yusuf Qardhawi menjelaskan bahwa orang-orang kafir, terutama Yahudi
dan Nasrani sering memusuhi kaum Muslim, sehingga banyak dari kaum munafik mencoba
mendekati mereka dan bersekutu daripada membela agama, umat, dan kelompok Islam. Siapapun
akan melihat kelompok ini sangat berbahaya terhadap keutuhan dan kesatuan umat.

Hal ini tidak lain karena kaum munafik adalah kaum yang oportunis dan curang, yang telah
mengkhianati kelompoknya dan justru membela musuh mereka, bersumpah dengan bermuka dua
dan menunjukkan kebohongan.

Namun demikian, selama orang-orang kafir itu bisa toleran, mengutamakan kehidupan damai dan
bisa dipegang janji-janjinya bersama kaum Muslimin, maka bermua’amalah dalam urusan dunia
tidaklah dilarang. Dan, Allah memerintahkan kita untuk berbuat adil kepada siapapun, termasuk
orang-orang kafir.
ُ‫ُمُمنُ ِد َي ِار ُك ْمُأَن‬
ِ ‫ُولَ ْمُيُ ْخ ِر ُجوك‬ ِ ‫ِينُلَ ْمُيُقَا ِتلُو ُك ْمُ ِفيُالد‬
َ ‫ِين‬ َ ‫َُّللاُُع َِنُالَّذ‬
َّ ‫ََُّلُ َي ْن َها ُك ُم‬
َُ ‫بُا ْل ُم ْقس ِِط‬
‫ين‬ ُ ‫س‬
َّ ‫طواُ ِإ َل ْي ِه ْمُ ِإ َّن‬
ُّ ‫َُّللاَُيُ ِح‬ ِ ‫ُوت ُ ْق‬
َ ‫تَبَ ُّرو ُه ْم‬
“Allah tidak melarang kamu untuk berbuat baik dan berlaku adil terhadap orang-orang yang tidak
memerangimu karena agama dan tidak (pula) mengusir kamu dari negerimu. Sesungguhnya Allah
menyukai orang-orang yang berlaku adil.” (QS. Al-Mumtahanah [60]: 8).

Halaman 72
Kumpulan Materi Pilihan Kultum Bakda Tarawih Masjid al-Furqon Agraria Bantarsari Cilacap Ramadhan 1439 H

Kedua, berkasih sayang terhadap sesama Muslim


Dalam sebuah hadits, Rasulullah bersabda, “Barangsiapa menemui sesama Muslim dengan
menampakkan perkara yang disukainya karena ingin membahagiakannya, niscaya Allah akan
memberinya kebahagiaan kepadanya pada Hari Kiamat.” (HR. Thabrani).

Kemudian hadits yang lain menyatakan, “Di antara hal-hal yang mendatangkan ampunan adalah
engkau membuat senang saudaramu sesama Muslim.” (HR. Thabrani).

Dalam hal kasih sayang dan kepedulian terhadap seesama Muslim ini ada kisah menarik yang
dialami oleh Syeikh Sariy As-Saqaty (wafat 254 H/ 867 M) seperti termaktub dalam buku “Islam
Agama Kasih Sayang” karya Abdillah Mubarak Nurin.

Suatu hari Syeikh Sariy As-Saqathy mendapat kabar bahwa sedang terjadi kebakaran di pasar
Baghdad. Syeikh Sariy pun bergegas memastikan berita tersebut, mengingat beliau juga memiliki
toko di dalam pasar.

Takdir Allah, toko Syeikh Sariy tidak terbakar, sedangkan toko di sekelilingnya hangus terbakar.
Menyaksikan hal tersebut Syeikh Sariy spontan berkata, “Alhamdulillah.”

Namun tidak lama kemudian, Syeikh Sariy menyadari bahwa banyak tetangga dan kawan-kawan
lainnya yang kehilangan. Seketika itu beliau menyadari kelalaian akan ucapan “Alhamdulillah”
tersebut.

Dari kejadian tersebut, Syeikh Sariy As-Saqathy menyesalinya dengan beristighfar selama tiga
puluh tahun, memohon ampun kepada Allah atas ucapan Alhamdulillah sekali kala itu. Beliau
berkata, “Aku menyesali sikapku yang hanya mementingkan diri sendiri dan melupakan orang lain.”

Mungkin sang Syeikh merasa tidak mendapat keuntungan dari apa yang Allah janjikan dengan
sikapnya tersebut, sebagaimana ditegaskan oleh Rasulullah Shallallahu alayhi wasallam.

Dari Abu Hurairah Radhiyallahu anhu, Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Barangsiapa
yang melapangkan satu kesusahan dunia dari seorang Mukmin, maka Allâh melapangkan darinya
satu kesusahan di hari Kiamat.

Barangsiapa memudahkan (urusan) orang yang kesulitan (dalam masalah hutang), maka Allâh
Azza wa Jalla memudahkan baginya (dari kesulitan) di dunia dan akhirat. Barangsiapa menutupi
(aib) seorang Muslim, maka Allâh akan menutup (aib)nya di dunia dan akhirat. Allâh senantiasa
menolong seorang hamba selama hamba tersebut menolong saudaranya.

“Barangsiapa menempuh jalan untuk menuntut ilmu, maka Allâh akan mudahkan baginya jalan
menuju Surga. Tidaklah suatu kaum berkumpul di salah satu rumah Allâh (masjid) untuk membaca
Kitabullah dan mempelajarinya di antara mereka, melainkan ketenteraman akan turun atas mereka,
rahmat meliputi mereka, Malaikat mengelilingi mereka, dan Allâh menyanjung mereka di tengah
para Malaikat yang berada di sisi-Nya. Barangsiapa yang diperlambat oleh amalnya (dalam
meraih derajat yang tinggi-red), maka garis keturunannya tidak bisa mempercepatnya.” (HR.
Muslim).

Oleh karena itu, komitmen yang harus terus dibangun dalam kehidupan sehari-hari bersama saudara
seiman adalah saling menolong dalam iman, taqwa dan kebaikan.

َُ‫ُواتَّقُواَُّْللاَُإِ َّنَُّللا‬
َ ‫ان‬ َ ‫ىُاْلثْ ِم‬
ِ ‫ُوا ْلعُد َْو‬ ِ َ‫عل‬َ ُْ‫اونُوا‬
َ َ‫ىُوَّلَُتَع‬ َ ‫علَىُا ْل ِبر‬
َ ‫ُوالت َّ ْق َو‬ َ ُْ‫اونُوا‬ َ َ‫َوتَع‬
ُِ ‫شدِيدُُا ْل ِعقَا‬
‫ب‬ َ
“Dan tolong-menolonglah kamu dalam (mengerjakan) kebajikan dan taqwa, dan jangan tolong-
menolong dalam berbuat dosa dan pelanggaran. Dan bertakwalah kamu kepada Allah,
sesungguhnya Allah amat berat siksa-Nya.” (QS. Al-Maidah [5]: 2).

Halaman 73
Kumpulan Materi Pilihan Kultum Bakda Tarawih Masjid al-Furqon Agraria Bantarsari Cilacap Ramadhan 1439 H

Jadi, mari tanggalkan ego demi kebaikan ke-Islam-an kita semua dengan bersama-sama, bahu-
membahu saling menguatkan iman, taqwa dan kebaikan. Wallahu a’lam.
https://www.hidayatullah.com/kajian/gaya-hidup-muslim/read/2017/01/17/109837/dua-komitmen-
menjadi-muslim.html

Materi hari ke-22 Pilihan kedua


Hiasi Diri Dengan Budi Pekerti Islami

Dari status sosial, pemuda itu bukan lah dari golongan kolomerat, atau tokoh dari kaumnya. Dia tak
ubahnya pemuda biasa, yang tidak memiliki sesuatu yang pantas dibanggakan dari segi materi. Masa
kecilnya, ia lalui sebagai tukang pengembala kambing. Dan sejak di dalam kandungan, dia telah
ditinggal mati bapaknya. Ketika menginjak usia anak-anak, giliran sang-bunda yang pergi
meninggalkannya. Jadi, sejak berusia dini, dia telah memegang status yatim piatu.

Sekali pun demikian, ketika anak tersebut beranjak dewasa, ia sangat dikagumi oleh masyarakat
sekitar. Dia sangat dipercaya oleh kaumnya, sebagai sosok yang amanah. Tidak sedikit orang, yang
menitipkan barang-barang berharga ke padanya. Bahkan, terhadap perkara yang nyaris
menumpahkan darah antar mereka (kaumnya), mereka percayakan kepada pemuda tersebut untuk
menengahinya.

Karena begitu percayanya mereka ke pada pemuda ini, gelar sebagai orang yang amanah ‘al-Amiin’
pun mereka sematkan ke padanya. Ini lah satu-satunya gelar yang paling mulia yang pernah
direngguh oleh salah satu anak Adam, dan tidak pernah disandang oleh orang-orang sebelumnya
atau pun sesudahnya.

Siapakah pemuda tersebut?, beliau tidak lain adalah Muhammad Shalallaahu ‘Alaihi Wasallam (ُ‫صلى‬
‫)هللاُعليهُوُسلم‬. Lalu, pertanyaan selanjutnya, rahasia apakah yang membuat posisi beliau begitu agung
di hadapan kaumnya?

Modalnya Akhlak
Akhlak merupakan modal utama Nabi Muhammad menarik perhatian kaumnya. Akhlak yang beliau
tunjukkan, bukan lah lahir dari tindakkan yang diada-adakan agar orang lain menilai bahwa beliau
sosok yang luhur budi pekertinya, namun, akhlak tersebut benar-benar menjadi karakter hidupnya.

Di mana pun dia berada, beliau tetap menjunjung tinggi akhlak mulia ini. Sikap jujur, amanah, yang
menjadi simbol kenyamanan seseorang dalam bergaul, benar-benar telah terpatri dalam dirinya.
Sebab itu, dalam segala hal, sikap macam ini selalu beliau kedepankan, termasuk dalam dunia
bisnis.

Dalam berbisnis, beliau tidak hanya mengejar keuntungan. Akan tetapi lebih dari itu, beliau
menanamkan nilai-nilai kejujuran. Ketika didapatkan kecacatan pada barang yang dijualnya, maka
dengan lapang dada, beliau akan mnjelaskannya dengan jujur tentang aib yang tesembunyi dalam
barangnya tersebut. Terbukti dengan digenggamnya gelar ‘al-Amiin’ dari kaumnya, termasuk
terpincutnya Khadijah, yang notabene ‘bos’ beliau dalam berbisnis, untuk melamarnya menjadi
bakal suami, adalah di antara bukti keberkahan tersebut.

Jadi, Khadijah menyukai Muhammad, bukan semata beliau pemuda yang tampan, gagah, golongan
bangsawan, atau sebagainya. Namun, lebih karena Muhammad memiliki budi pekerti yang luhur,
sebagaimana yang diberitakan oleh salah satu budaknya, yang mendampingi Muhammad dalam ber-
tijarah.

Hiasan Paling Mulia Lagi Murah


Akhlak bagi manusia bagaikan hiasan. Siapapun yang ‘mengenakan’nya pasti akan disenangi dan
disegani oleh orang lain. Untuk menjadi pribadi yang terhormat dan bermartabat, sejatinya tidak
membutuhkan modal besar. Dengan berperilaku luhur, berbuat baik pada orang lain, maka orang
lain pun akan berbuat demikian.

Halaman 74
Kumpulan Materi Pilihan Kultum Bakda Tarawih Masjid al-Furqon Agraria Bantarsari Cilacap Ramadhan 1439 H

Dalam pribahasa Arab dikatakan “Laisa al-jamaalu bi atswaabin tuzaiyunaa inna al-jamaala
jamaalu al-ilmi wa al-adabi”. Artinya, bukanlah kebaikkan/ketampanan itu terletak pada baju-baju
yang menghiasi kita. akan tetapi kebaikkan itu terletak pada ilmu dan budi pekerti.

Terhadap permasalahan ini ada sutu kisah tentang prilaku umar yang menolak mengganti
pakaiaannya yang telah lusuh dengan yang lebih baik, agar lebih bermartabat dengan memimpin-
pemimpin yang lain.

Kisahnya, pada suatu hari Umar akan mengadakan jamuan dengan salah satu raja. Karena yang akan
dijamu adalah raja, ada beberapa orang mengusulkan agar Umar berkenan untuk mengganti
pakaiannya yang lebih baik dari apa dikenakannya, guna membangun kewibawaan di hadapan raja
tersebut. Dengan tegas kemudian Umar menolak gagasan itu, seraya berujar, “Cukuplah dengan
Islam aku menjadi mulia.”

Ya, hanya dengan ber-akhlaku al-islamiyah lah kita akan hidup mulia. Dan kemuliaan yang digapai
dengan demikian adalah kemuliaan sejati, yang tidak akan pernah usang dimakan waktu, atau
dikarenakan turun jabatan. Semakin kita berakhlak mulia, maka sepakin kuat lah pesona kita di
hadapan orang-orang di sekitar kita. “Kullu syai’in idza katsuraa rakhushaa illaa al-adabi” (Setiap
sesuatu apa bila jumlahnya melimpah akan menjadi murah harganya, kecuali budi pekerti).

Lalu kenapa acuannya adalah akhlak Islami?, hal itu tidak lain karena Islam telah menepatkan
posisinya sebagai agama yang mulia dan tidak ada yang mampu mengalahkan kemuliaannya. Selain
itu, Akhlak yang diajarkan Islam sudah sangat sempurna. Ia tidak hanya mengatur tentang tata-cara
bergaul dengan Tuhan dan sesama manusia, bahkan dengan makhluk-makhluk hidup yang lain pun,
binatang-binatang/tumbuhan-tumbuhan telah diatur sedemikian rupa.

Dalam salah satu sabdanya, Rosulullah menjelaskan, bahwa tidak lah dia diutus di muka bumi ini,
kecuali untuk menyempurnakan akhlak. (Wamaa bu’itstu liutammimaa makaarima al-akhlaaki).

Dalam al-Quran, Allah memuji akhlaq yang dibawa Muhammad sebagai budi pekerti agung.

ٍ ُ‫َوإِنَّكَ ُلَعَلىُ ُخل‬


ُ‫قُع َِظ ٍيم‬
“Dan sesungguhnya kamu benar-benar berbudi pekerti yang agung.” (QS; Al-Qalam:4)

Dari Anas ra berkata: Aku telah berkhidmah kepada Nabi saw selama sepuluh tahun, maka belia
tidak pernah mengatakan kata “cih” kepadaku, beliau tidak pernah mengatakan “mengapa kamu
melakukan ini” terhadap apa yang aku telah perbuat, dan mengecam dengan mengatakan: “Kenapa
engkau meninggalkan ini”, terhadap apa yang aku tinggalkan.” (Sunan Tirmidzi: no: 2015)

Berakhlak yang baik harus meliputi berbagai aspek kehidupan seorang Muslim baik dalam
perkataan, perbuatan dan ibadahnya kepada Tuhannya dan muamalahnya dengan sesama makhluk.

Firman Allah Ta’ala:


َ ‫ش ْي َط‬
َ ‫انُك‬
ُ‫َان‬ ُ ‫نز‬
َّ ‫غُبَ ْينَ ُه ْمُإِ َّنُال‬ َ ‫ش ْي َط‬
َ َ‫انُي‬ َ ‫لُل ِعبَادِيُيَقُولُواُْالَّتِيُ ِه َيُأَ ْح‬
َّ ‫س ُنُإِ َّنُال‬ ِ ُ‫َوق‬
‫عدُواًُ ُّم ِبين‬
َ ُ‫ان‬
ِ ‫س‬ َ ‫إل ْن‬
ِ ‫ِل‬
“Dan Katakanlah kepada hamha-hamba-Ku: “Hendaklah mereka mengucapkan perkataan yang
lebih baik (benar). Sesungguhnya syaitan itu menimbulkan perselisihan di antara mereka.
Sesungguhnya syaitan itu adalah musuh yang nyata bagi manusia.” (QS: al-Isra’:53)

Hadits dan ayat ini menunjukkan, bahwa masalah akhlak adalah masalah ushul/pokok yang memang
harus diindahkan oleh setiap orang yang mengaku sebagai Muslim. Di mana pun kita berada, dan
dengan siapa pun kita bergaul, Islam telah mengajarkan kita untuk senantiasa bermu’amalah dan
mengedepankan sikap yang baik.

Yakin lah, dengan ber-akhlaku al-karimah wa al-islamiyah, kita akan menjadi pribadi-pribadi yang
mulia, yang dihormati, dimuliakan kedudukkannya oleh orang-orang lain. Kenapa demikian?

Halaman 75
Kumpulan Materi Pilihan Kultum Bakda Tarawih Masjid al-Furqon Agraria Bantarsari Cilacap Ramadhan 1439 H

Jawabnya adalah karena “Al-Adabu asaasun al-najaahi” (Adab adalah pondasi kesuksesan).
Wallahu ‘alam bish-shawaab.
https://www.hidayatullah.com/kajian/gaya-hidup-muslim/read/2012/01/04/4094/hiasi-diri-dengan-
budi-pekerti-islami.html

Materi hari ke-23 Pilihan pertama


Merasakan Manisnya Iman itu dengan Amal

Iman bukanlah sesuatu yang dapat dirasakan kehadirannya, peningkatannya, hanya dengan
memahami ilmu agama secara teoritis semata. Tanpa amal tanpa pengorbanan.

Iman di dalam Islam sebagaimana juga dibuktikan dalam sejarah adalah perkara yang manisnya bisa
dirasakan ketika jiwa raga seseorang menceburkan dirinya di dalam segala bentuk aktivitas ataupun
pekerjaan yang menyangkut hajat hidup umat Islam dan demi tegaknya peradaban Islam.

Mengapa dahulu para sahabat Nabi sangat antusias dalam jihad? Karena dalam jihad ada manisnya
iman yang tak bisa dirasakan melainkan dengan mencicipi dan lebih jauh menikmatinya. Sebagian
ulama larut dengan aktivitas mengajarkan ilmu dan bersedekah setiap hari. Mengapa mereka terus
melakukannya? Karena manisnya iman nyata mereka rasakan.

Oleh karena itu penting dipahami, bahwa untuk meningkatkan iman dan taqwa adalah dengan
langsung menjalankan segala macam bentuk amalan bahkan perjuangan dan pengorbanan bagi
tegaknya iman dan peradaban Islam.

Ustadz Abdullah Said di dalam bukunya Kuliah Syahadat mengatakan bahwa mencari pengalaman
melalui keterlibatan langsunglah satu-satunya cara paling efektif untuk merasakan sendiri halawatul
Iman (manisnya iman) atau kenikmatan beriman. Bagaimana mungkin umat bisa menikmati kalau
belum pernah mengalami, akan sangat berbeda bobot keyakinan yang diperoleh lewat berita
dibandingkan dengan yang dirasakan secara langsung. (halaman: 144).

Beliau melanjutkan “Selama hal tersebut hanya berupa teori yang tak beda dengan berita, selama
bentuknya sekadar informasi dan indoktrinasi semata, tidak dengan menunjukan langsung di
lapangan agar mereka dapat mengalami sendiri pahit getirnya mempertahankan syahadat, suka
dukanya mengembangkan syahadat, sampai-sampai kepada titik klimaksnya sebagai fase-fase
penentuan uji cobanya, terlalu sulit kita harapkan kualitas (iman) yang baik itu.”

Itulah mengapa di dalam Islam banyak sekali perintah yang mesti dilakukan oleh umat Islam di
mana sebagian besar di antaranya hanya dapat dilakukan oleh mereka yang benar-benar meyakini
ajaran Islam, sehingga mereka inilah orang yang dapat merasakan keindahan sekaligus mampu
merepresentasikan keindahan ajaran Islam.

Sebagai contoh, bukti empirik yang paling dekat dengan kehidupan kita hari ini adalah Aksi Bela
Islam III 212 yang dilakukan oleh jutaan kaum muslimin di ibukota Jakarta.

Mereka yang merasakan guyuran hujan saat sholat Jumat,dan semangat mendengarkan khutbah,
beserta saling terima dan lempar senyum kepada sesama kaum Muslimin akan merasakan sebuah
getaran iman yang luar biasa, yang tak mudah untuk dipaparkan secara lisan apalagi tulisan, dan
tidak mungkin bisa dirasakan secara utuh manisnya perasaan kala itu, sejuk dan damainya jiwa saat
itu, kecuali oleh mereka yang hadir merasakan secara langsung betapa hebatnya Aksi 212 itu.

Lebih jauh bisa kita lihat dalam kehidupan Nabi Muhammad Shallallahu Alaihi Wa Sallam dari
berbagai sisi.

Dari sisi ibadah beliau mampu menghidupkan malam-malam dengan sholat, dari sisi kepedulian
beliau menjadi orang yang sangat gelisah apabila di dalam rumah masih ada harta yang belum
disedekahkan. Dari sisi kepemimpinan beliau adalah orang yang paling mengkhawatirkan nasib
umatnya sampai-sampai menjelang wafatnya beliau masih mengatakan, “ummati, ummati, ummati.”

Halaman 76
Kumpulan Materi Pilihan Kultum Bakda Tarawih Masjid al-Furqon Agraria Bantarsari Cilacap Ramadhan 1439 H

Di sisi lain kita juga dapat menemukan heroisme para sahabat dalam mencari keridhaan Allah
subhanahu wa ta’ala, mereka yang memiliki harta dengan mengorbankan untuk agama, mereka yang
memiliki tekad belajar rela melakukan apapun demi mendapatkan ilmu dari sisi Rasulullah, dan
mereka yang memiliki keterampilan memimpin pasukan, senantiasa menghabiskan umur dan
tenaganya untuk memenangkan agama Allah.

Ini semua menunjukkan kepada kita bahwa jika benar-benar ingin merasakan manisnya Iman di
dalam hati, maka tidak ada cara lain kecuali menguatkan niat, memantapkan tekad untuk terjun
langsung melakukan hal-hal yang strategis lagi dibutuhkan untuk kemaslahatan umat Islam.

Tanpa itu maka boleh jadi kita hanya akan menjadi seorang Muslim yang belum pernah benar-benar
merasakan manisnya iman dan pada saat yang sama kita hanya menjadi pribadi yang merasa puas
dan cukup menjadi Muslim yang hanya menjalankan ibadah-ibadah ritual, namun abai dalam
menjalankan fungsi diri sebagai pemimpin, khalifah Allah di muka bumi ini.

Seperti ditegaskan oleh Iqbal dalam bukunya “Rekonstruksi Pemikiran Religius di dalam Islam”
bahwa Al-Quran adalah sebuah kitab yang menekankan ‘perbuatan’ daripada ‘pemikiran,’ ini
menunjukkan bahwa Islam adalah agama yang keindahannya hanya bisa ditampilkan manakah
umatnya benar-benar siap untuk menjadi garda yang terdepan dalam mengamalkan ajaran Islam.
https://www.hidayatullah.com/kajian/gaya-hidup-
muslim/read/2018/03/01/136788/merasakan-manisnya-iman-itu-dengan-amal.html

Materi hari ke-23 Pilihan kedua


Tekadkan Hati Melakukan Kebaikan

Rasanya nyaris semua orang terpelajar memahami bahwa untuk sukses, baik menjadi guru,
pengusaha, trainer, atau profesi lainnya, rencana adalah bagian penting setelah hadirnya niat atau
keinginan untuk sukses.

Namun demikian, terhadap hal iman, banyak yang biasa-biasa saja menyikapinya, sebagian besar
juga tidak sedikit yang mengabaikannya.

Padahal, iman adalah perkara azasi, yang tidak ada perkara maha penting dalam hidup ini selain
perkara iman.

Ketika ditanya apakah ada rencana untuk meningkatkan iman, hampir semua tidak memiliki
jawaban jelas. Padahal, untuk hal tersebut, Imam Bukhari memberikan rumus, bagaimana
meningkatkan iman dan mampu bertahan dalam keimanan itu, melalui 57 hadits yang beliau tulis di
dalam bab iman.

Di sana termaktub apa yang harus dilakukan jika ingin menguatkan dan menyempurnakan iman
alias rumus meningkatkan keimanan. Dan, tentu saja, semua harus masuk dalam daftar rencana
hidup harian sepanjang hayat.

Beberapa di antaranya adalah berniat untuk tidak berkata atau bertindak melainkan kebaikan.

“Orang Islam itu adalah orang yang orang-orang Islam lain selamat dari lidah dan tangannya; dan
orang yang berhijrah (muhajir) adalah orang yang meninggalkan apa yang dilarang oleh Allah.”
(HR. Bukhari).

Dalam rangka meningkatkan iman, hemat berkata-kata itu baik, apalagi jika dirasa semakin banyak
bicara semakin berkurang manfaat dan keutamaan dari pembicaraan alias menyakiti sesama, diam
jauh lebih baik. Jika ini tidak direncanakan, lisan bisa berkata-kata tanpa kendali.

Kemudian, memberikan makanan. “Islam manakah yang lebih baik?” Rasulullah bersabda, “Kamu
memberikan makanan dan mengucapkan salam atas orang yang kamu kenal dan tidak kamu kenal.”
(HR. Bukhari).

Halaman 77
Kumpulan Materi Pilihan Kultum Bakda Tarawih Masjid al-Furqon Agraria Bantarsari Cilacap Ramadhan 1439 H

Suatu riwayat menarik berhasil dilakukan oleh Abu Bakar radhiyallahu ‘anhu. Nampaknya semua
amalan yang meningkatkan iman menjadi catatan penting dari agenda hidupnya setiap hari.

Abu Hurairah Radhiyallahu anhu menceritakan bahwa suatu hari Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi wa
sallam bertanya kepada para sahabatnya:

Siapakah diantara kalian yang berpuasa hari ini?’

Abu Bakar menjawab,’Saya.’

Beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, ‘Siapakah diantara kalian yang telah mengantar
jenazah hari ini?’

Abu Bakar pun menjawab, ‘Saya.’

Beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam kembali bertanya, ‘Siapakah diantara kalian yang telah
memberi makan orang miskin hari ini?’ Abu Bakar menjawab lagi, ‘Saya.’

Beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam masih bertanya lagi, ‘Siapakah diantara kalian yang telah
menjenguk orang sakit hari ini?’

Abu Bakar pun menjawab lagi, ‘Saya.’

Lalu Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, ‘Tidaklah amal-amal yang telah disebutkan
tadi berkumpul pada satu orang, melainkan ia akan masuk Surga.” (HR. Muslim).

Hadits itu menunjukkan betapa seorang Abu Bakar memiliki agenda dalam hidupnya untuk
melakukan banyak amalan sholeh. Dan, kita sendiri memahami, bahwa tidak akan ada amalan
sholeh yang akan dilakukan oleh seseorang melainkan ia telah berniat lebih awal atau ada niat untuk
benar-benar mengerjakannya.

Bagaimana orang yang melakukan itu semua tidak akan masuk Surga, sementara imannya terus
meningkat alias bertambah dan terus bertambah. “Allah akan menambah petunjuk kepada mereka
yang telah mendapat petunjuk.” (QS. Maryam [19]: 76).

Terkait menambah keimanan ini, Mu’adz pernah berkata kepada kawan-kawannya, “Duduklah di
sini bersama kami sesaat, untuk menambah keimanan kita.” Dengan demikian, iman haruslah
direncanakan untuk senantiasa ditingkatkan, termasuk bersama teman-teman dalam pergaulan.

Hal di atas memang patut menjadi panutan diri setiap Muslim dalam mengisi kehidupan, sebab
dalam hadits yang diriwayatkan oleh Imam Ahmad, iman berarti membenarkan yang bersifat
khusus, yaitu pembenaran kepada Allah, para malaikat-Nya, kitab-kitab-Nya, para Rasul-Nya, hari
akhir, serta pembenaran pada qadar (takdir) yang baik maupun buruk.

Apabila hal ini dilakukan, insya Allah akan didatangkan oleh-Nya di dalam qalbu kita rasa cinta
pada keimanan.
ُ‫ب‬
َ َّ‫ٱلِلَُ َحب‬َُّ ُ‫ن‬ َُّ ‫نُ ۡٱْلَ ۡم ُِرُلَعَنِتُّمُُۡ َولَـ ِك‬ ٍُ ً۬ ِ‫ٱلِلُِلَ ُۡوُيُ ِطيعُكُمُُۡفِىُ َكث‬
َُ ‫يرُ ِم‬ ُ ‫ٱعلَ ُم ٰٓوُاُْأَ َّنُفِيكُمُُۡ َر‬
َُّ ُ‫سو َُل‬ ۡ ‫َُو‬
َُُ‫انُُأ ُ ْولَُـٰٓ ِٕىك‬
َ ‫ص َي‬ ۡ ‫وقُ َُو ۡٱل ِع‬
َُ ‫س‬ ُ ُ‫نُ َو َز َّينَهُُۥُفِىُقُلُو ِبكُمُُۡ َوك ََّر َُهُ ِإلَ ۡي ُك ُُمُ ۡٱلك ُۡف َُرُ َُو ۡٱلف‬ ِ ۡ ُ‫ِإلَُۡي ُك ُُم‬
َُ ‫ٱْلي َمـ‬
َُ ‫شد‬
‫ُون‬ ِ ‫ٱلرٲ‬َّ ُ‫ُه ُم‬
“Tetapi Allah menjadikan kalian cinta kepada keimanan dan menjadikan keimanan itu indah di
dalam hati kalian serta menjadikan kalian benci kepada kekafiran, kefasikan, dan kedurhakaan.
Mereka itulah orang-orang yang mengikuti jalan yang lurus.” (QS. Al-Hujurat [49]: 7).

Kemudian menjadikan amal sholeh sebagai buruan pertama dan utama dalam setiap kesempatan
dalam hidupnya.

Halaman 78
Kumpulan Materi Pilihan Kultum Bakda Tarawih Masjid al-Furqon Agraria Bantarsari Cilacap Ramadhan 1439 H

ُۡ ‫صـ ِل ً۬ ًحاُ َو ََُّلُيُ ۡش ِر‬ ًُ۬ ‫ع َم‬ َ ‫ٲح ً۬ ٌدُُۖفَ َمنُك‬


َ ُ‫َانُيَ ُۡر ُجوُاُْ ِلقَا ٰٓ َُءُ َر ِب ِۦهُفَُۡليَ ۡع َم ُۡل‬ ً۬
ُ‫ك‬ َ ًُ‫ال‬ ِ ‫أَنَّ َمُا ُٰٓإِلَـ ُهكُمُُۡإِلَـ ُهٌُ َو‬
‫بِ ِعبَا َد ُِةُ َربِ ۤ ِهُۦُأَ َح َُدا‬
“Barangsiapa mengharap perjumpaan dengan Tuhannya, maka hendaklah ia mengerjakan amal
yang shaleh dan janganlah ia mempersekutukan seorang pun dalam beribadah kepada Tuhannya.”
(QS. Al-Kahfi [18]: 110). Wallahu a’lam.
https://www.hidayatullah.com/kajian/gaya-hidup-muslim/read/2017/06/15/118583/tekadkan-hati-
melakukan-kebaikan.html

Materi hari ke-24 Pilihan pertama


Dunia untuk Akhirat

Sejatinya setiap manusia menyadari bahwa hidupnya di dunia akan bertemu titik akhir berupa
kematian. Saat kematian itu tiba, sirnalah segala kenikmatan hidup. Tinggallah manusia sebatang
kara, terbujur kaku di dalam kubur.

Namun, rasio manusia tidak kehilangan cahaya kala berbicara kematian. Sebab, ternyata kematian
adalah satu jalan untuk manusia dapat terangkat semua hijab pandangan mata hatinya terhadap
hakikat dari kebenaran dan kehidupan itu sendiri.

Oleh karena itu, Islam memberikan penjelasan bahwa kehidupan di dunia ini laksana pertanian
menuju akhirat. Siapa yang menanam kebaikan ia akan memperoleh kebaikan dan sebaliknya.
Imam Ghazali dalam Ihya’ Ulumuddin berkata, “Tidaklah mungkin untuk menghasilkan bibit
(tanaman) ini kecuali di dunia, tidak ditanam, kecuali pada kalbu dan tidak dipanen kecuali di
akhirat.”

Kemudian Al-Ghazali mengutip hadits Nabi, “Kebahagiaan yang paling utama adalah panjang
umur di dalam taat kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala.”

Dalam kata yang lain, jika ditanya, siapa manusia yang beruntung dan bahagia, adalah yang
menjadikan dunia sebagai ladang beramal, “bercocok tanam” untuk kebaikan akhiratnya. Dalam hal
ini, ayat Al-Qur’an sangat eskplisit menjelaskan.

ُ‫اضيَ ٍُة فَأ َ َّماُ َمنُثَقُلَتْ ُ َم َو ِازينُ ُه‬


ِ ‫ٍُر‬ َ ‫فَأ ُ ُّمهُُ َوأَ َّماُ َم ْنُ َخفَّتْ ُ َم َو ِازينُ ُهُ فَ ُه َوُفِيُ ِعي‬
َّ ‫شة‬
ٌ‫َها ِويَ ُة‬
“Dan adapun orang-orang yang berat timbangan (kebaikan)nya, maka dia berada dalam
kehidupan yang memuaskan. Dan adapun orang-orang yang ringan timbangan (kebaikan)nya,
maka tempat kembalinya adalah Neraka Hawiyah.” (QS. Al Qari’ah [101]: 6-9).

Dengan demikian sebenarnya cukup sederhana memahami tentang bagaimana semestinya kaum
Muslimin memandang kehidupan dunia, yakni bagaimana amal kebaikannya lebih unggul daripada
amal keburukannya.

Terlebih secara gamblang Allah juga telah menyebutkan bahwa diciptakannya kehidupan dan
kematian ini hanyalah untuk menguji kehidupan umat manusia, dan mengetahui siapa yang terbaik
amalnya.

ُ ُ‫يزُا ْلغَف‬
ُ‫ور‬ ُ ‫ُو ُه َوُا ْلعَ ِز‬
َ ً‫ع َمال‬ َ ‫ُوا ْل َحيَاةَُ ِليَ ْبلُ َو ُك ْمُأَيُّ ُك ْمُُأَ ْح‬
َ ُ‫س ُن‬ َ َ‫قُا ْل َم ْوت‬
َ َ‫الَّذِيُ َخل‬
“Yang menjadikan mati dan hidup, supaya Dia menguji kamu, siapa di antara kamu yang lebih baik
amalnya. Dan Dia Maha Perkasa lagi Maha Pengampun.” (QS. Al-Mulk [67]: 2).

Halaman 79
Kumpulan Materi Pilihan Kultum Bakda Tarawih Masjid al-Furqon Agraria Bantarsari Cilacap Ramadhan 1439 H

ُ‫علَىُا ْل َماء‬
َ ُُ‫شه‬ َ ‫ست َّ ِةُأَيَّ ٍام‬
َ ‫ُوك‬
ُ ‫َانُع َْر‬ َ ‫ُِواْلَ ْر‬
ِ ُ‫ضُ ِفي‬ َ ‫اوات‬ َّ ‫َو ُه َوُالَّذِيُ َخلَقُال‬
َ ‫س َم‬
ً‫ال‬ َ ُ‫س ُن‬
ُ ‫ع َم‬ َ ‫ِليَ ْبلُ َو ُك ْمُأَيُّ ُك ْمُأَ ْح‬
“Dan Dia-lah yang menciptakan langit dan bumi dalam enam masa, dan adalah singgasana-Nya
(sebelum itu) di atas air, agar Dia menguji siapakah di antara kamu yang lebih baik amalnya.”
(QS: Hud [11]: 7).

Memahami hal tersebut, hati kita akan semakin terang kala melihat sosok para sahabat menjadikan
dunia sebagai bekal untuk akhirat.

Sebut saja pebisnis ulung masa Nabi, Abdurrahman bin Auf, seluruh hasil dari perniagaannya ia
salurkan untuk menyantuni para veteran perang Badar, para janda Rasulullah, dan memberi makan
anak yatim dan fakir miskin di Madinah.

Tidak saja mereka yang diberi Allah rezeki berupa harta, yang memiliki potensi pada sisi lainnya
dan dengan kekuatan apapun yang mereka miliki, mereka tidak pernah lemah, loyo, apalagi letoy
dalam mengisi kehidupan dunia dengan kebaikan demi kebaikan.

Abdullah bin Amr misalnya, sejak awal menjadi Muslim, ia telah memusatkan perhatiannya
terhadap Al-Qur’an. Setiap turun ayat, ia langsung menghafalkan dan berusaha keras untuk
memahaminya, hingga setelah semuanya selesai dan sempurna, ia pun telah hafal seluruhnya.
Kemudian dari sisi kecerdasan intelektual, lihatlah Muadz bin Jabal. Kecerdasan otak dan
keberaniannya mengemukakan pendapat dikenal oleh seluruh penduduk Madinah. Sampai-sampai
dikatakan Mu’adz hampir sama dengan Umar bin Khathab.

Namun kecerdasannya bukan untuk merengkuh keuntungan pribadi dan menghimpun kekayaan
dunia. Tetapi membela agama Allah. Hal ini terbukti kala Rasulullah Shallallahu alayhi wasallam
hendak mengirimnya ke Yaman. Beliau bertanya, “Apa yang menjadi pedomanmu dalam mengadili
sesuatu, hai Mu’adz?”

“Kitabullah,” jawab Mu’adz.

“Bagaimana jika kamu tidak jumpai dalam Kitabullah?”, tanya Rasulullah pula.

“Saya putuskan dengan Sunnah Rasul.”

“Jika tidak kamu temui dalam Sunnah Rasulullah?”

“Saya pergunakan pikiranku untuk berijtihad, dan saya takkan berlaku sia-sia,” jawab Muadz.
Maka berseri-serilah wajah Rasulullah. “Segala puji bagi Allah yang telah memberi taufiq kepada
utusan Rasulullah sebagai yang diridhai oleh Rasulullah,” sabda beliau.

Kemudian, perhatikanlah sosok Nabi yang membuat Abdullah bin Amr terkagum-kagum dengan
amalannya yang nampaknya sederhana, sepele, ternyata Nabi menyebutnya malah membuat lelaki
itu tercatat sebagai ahli Surga.

Abdullah bin Amr adalah sosok yang penasaran dengan amalan lelaki itu. Setelah bermalam di
rumah lelaki itu dan meneliti amalan yang dikerjakan, nihil, Abdullah tak menemukan amalan
khusus apapun.

Maka pada saat hari terakhir, dimana ia akan berpamitan, kepada pria itu Abdullah berkata, “Wahai
hamba Allah, sesungguhnya tidak pernah terjadi pertengkaran antara aku dan ayahku. Tujuanku
menginap di rumahmu adalah karena aku ingin tahu amalan yang membuatmu menjadi penghuni
surga, sebagaimana yang disabdakan Rasulullah. Aku bermaksud dengan melihat amalanmu itu aku
akan menirunya supaya bisa menjadi sepertimu. Tapi, ternyata kau tidak terlalu banyak beramal
kebaikan. Apakah sebenarnya hingga kau mampu mencapai sesuatu yang dikatakan Rasulullah
sebagai penghuni surga?” ucapnya penuh penasaran.

Halaman 80
Kumpulan Materi Pilihan Kultum Bakda Tarawih Masjid al-Furqon Agraria Bantarsari Cilacap Ramadhan 1439 H

Laki-laki itu pun tersenyum dan menjawab ringan, “Aku tidak memiliki amalan, kecuali semua yang
telah engkau lihat selama tiga hari ini.” Jawabannya itu tak memuaskan hati Abdullah ibn Amr.

Namun, ketika Abdullah melangkah keluar dari rumah, laki-laki tersebut memanggilnya. Ia berkata
kepada Abdullah, “Benar, amalanku hanya yang engkau lihat. Hanya saja, aku tidak pernah
berbuat curang kepada seorang pun, baik kepada Muslimin ataupun selainnya. Aku juga tidak
pernah iri ataupun hasad kepada seseorang atas karunia yang telah diberikan Allah kepadanya.”

Mendengarnya perkataan tersebut, takjublah Abdullah bin Amr bin Ash. Ia yakin sifat tak pernah iri,
dengki, dan hasad membuat pria itu masuk Surga.

Subhanalloh, demikianlah orang-orang terdahulu mengisi kehidupannya di dunia. Mereka fokus,


bersungguh-sungguh beramal dengan apa yang mereka mampu lakukan dengan niat hanya ingin
mendapat ridha Allah, sehingga perangai, perilaku dan orientasi hidup mereka di dunia adalah Allah.

Semoga Allah bimbing kita semua menjadi hamba-Nya yang mampu menjadikan dunia sebagai
tempat berladang untuk kebaikan dan kebahagiaan kita di akhirat kelak. Sungguh, hanya Islam yang
bisa menjelaskan apa yang terjadi setelah kematian menimpa umat manusia. Maka janganlah ada
keraguan untuk menyiapkan diri pada kebaikan akhirat yang pasti akan datang. Wallahu a’lam.
https://www.hidayatullah.com/kajian/gaya-hidup-muslim/read/2018/01/03/132085/dunia-untuk-
akhirat.html

Materi hari ke-24 Pilihan kedua


Tekun dan Bijak dalam Bekerja, Surga Imbalannya

Bekerjalah dengan baik, maka kamu akan mencapai cita-citamu.

Itu adalah sepatah kata bijak yang terkenal, dan kebijakan itu sesuatu yang hilang dari kaum
mukmin, seperti yang disabdakan Rasulullah Shalallaahu ‘Alaihi Wasallam. Di mana pun seseorang
menemukan kebijakan tersebut, jadikanlah ia sebagai pegangan bagi dirinya. Simpanlah ia di dasar
pendengaran dan hatinya, jangan menyimpannya di belakang telinga.

Syarat dan prinsip utama bekerja dengan baik adalah selalu menjaga hubungan dengan Allah
(muraqabatullah); bersungguh-sungguh, ikhlas dan tekun. Setelah itu tambahkan dengan
keterampilan yang telah diberikan, tidak meremehkan, tidak lalai, dan tidak sembrono, karena
efeknya akan dirasakan oleh masyarakat secara keseluruhan.

Jika Anda seorang karyawan yang bertanggung jawab, yang di depan Anda banyak kepentingan
manusia, maka janganlah lalai dan merendahkannya, mencari kesibukan hanya untuk menghabiskan
waktu dengan mengobrol, atau meminum secangkir kopi, atau membaca koran.

Jika Anda seorang guru, maka Anda harus memberikan informasi kepada para murid,
menyampaikannya kepada hati mereka, dan buatlah mereka paham dengan berusaha sekuat tenaga
dan mengerahkan seluruh kemampuan Anda sebagai imbalan atas uang yang Anda terima.
Selanjutnya pahala akan berlipat ganda di sisi Allah Subhanahu Wa Ta’ala.

Jangan lalai, jangan meremehkan, dan jangan menyibukkan diri Anda dengan pelajaran privat,
karena sikap kurang maksimal dalam bekerja adalah api neraka yang ada dalam perutmu dan di
dalam perut siapa saja yang menjadi tanggung jawabmu, baik istri maupun anakmu.

Harta haram yang Anda senangi di dunia yang membuat Anda kaya dan banyak hartanya,
sebaliknya neraka jahanam telah menunggu Anda di akhirat, dengan azabnya yang pedih.

Jika Anda seorang insinyur, atau kontraktor, maka bertakwalah dan takutlah kepada Allah atas apa
yang Anda bangun, yang Anda tinggikan dari suatu bangunan. Jangan menipu hanya untuk
mendapatkan kepuasan harta tanpa memperhatikan jiwa dan darah manusia. Berapa banyak tragedi
terjadi dan menyebabkan kerusakan.

Halaman 81
Kumpulan Materi Pilihan Kultum Bakda Tarawih Masjid al-Furqon Agraria Bantarsari Cilacap Ramadhan 1439 H

Berapa banyak bangunan yang roboh karena rusaknya tanggung jawab, menyebabkan lidah-lidah
anak kecil, janda, atau anak yatim mendoakan kebinasaan Anda, karena Anda ada di antara orang-
orang yang zalim.

Allah Subhanahu Wa Ta’ala berfirman,


َّ ‫ع َّماُيَ ْع َم ُلُال‬
َ ‫ظا ِل ُم‬
ُ‫ون‬ َ َُ‫َُّللا‬
َ ُ‫غافِال‬ َ ‫َوَّلُتَ ْح‬
َّ ‫سبَ َّن‬
“Dan jaganlah sekali-kali (Muhammad) mengira bahwa Allah lalai dari apa yang diperbuat oleh
orang-orang yang zalim.” (QS. Ibrahim: 42).

Jika Anda, apa saja posisi Anda dalam bekerja, baik pekerjaan yang bersifat individual maupun
yang bersifat kelompok, baik untuk diri Anda sendiri maupun untuk orang lain, maka bekerja
dengan baik adalah sesuatu yang diharuskan, wajib hukumnya, dan harus ditekankan. Dengan itu
Anda akan dapat mencapai cita-cita yang Anda inginkan.

Tetapi apa cita-cita dan tujuan Anda? Yaitu reputasi yang baik sebagaimana disebutkan secara baik
oleh orang, dan hati yang tenang. Dengan hati yang tenang menyebabkan Anda akan bahagia dan
percaya diri dalam mengarungi hidup. Sedangkan harta dan rezeki, keduanya akan datang menemui
Anda, sehingga Anda juga dapat menggunakannya.

Allah berfirman,
‫ُوأَ ْبقَى‬
َ ‫ُر ِبكَ ُ َخ ْي ٌر‬
َ ‫ق‬ُ ‫َو ِر ْز‬
“Dan karunia Tuhan kamu adalah lebih baik dan lebih kekal.” (QS. Thaha: 131).

Ini adalah harapan duniawi, harapan kehidupan, dan nafkah hidup. Sedangkan harapan akhirat
adalah balasan, pemberian, dan kemuliaan yang tidak terbatas, yaitu surga.

Harapan akhirat melampaui makna harapan kepada hakikat yang tidak dapat dibantah, maka selamat
bagi yang mengambil nasehat, bagi yang berpikir, dan yang beramal saleh.
https://www.hidayatullah.com/kajian/tazkiyatun-nafs/read/2017/12/07/129886/tekun-dan-bijak-
dalam-bekerja-surga-imbalannya.html

Materi hari ke-25 Pilihan pertama


Ciri-ciri Hati yang Unggul

Pernakah kita merasakan malas saat mengerjakan sesuatu padahalfasilitas yang kita miiki sudah
lengkap dan apa yang sedang kitalakukan sebenarnya suatu hal yang sangat penting dan
bermanfaat?

Pernahkah kita merasakan futur (semangat menurun) saat seseorang mengabaikan kita, tidak
memuji serta tidak menghargai hasil pekerjaan baik kita?

Di sisi lain, pernahkah kita melihat orang yang kehidupannya sederhana namun selalu nampak
ceria, seolah-olah tidak pernah ada masalah yang melintas dalam hidupnya? Fasilitas belajar
ataupun kerjanya yang dimiliki tidak begitu memadai tapi selalu giat dan berhasil?

Ia mendapat banyak teguran dan sindiran dari berbagai pihak namun dia tetap tegar. Semangat dan
keikhlasaannya tidak sedikitpun tergoyahkan? Pernahkah?

Ketahulillah bahwa yang membedakan itu semuanya adalah hati. Antara hati yang sakit dan
hati yang unggul. Hati yang sakit selalu mengharapkan pemuasan segera, kekayaan yang segera
dan pujian dari orang lain. Maka saat dia tidak memperoleh apa yang diharapkanakan mengalami
depresi dan putus asa. Sedangkan hati yang unggul adalah yang selalu menggantungkan diripada
Dzat Yang maha kaya, Dzat Yang dapat menentramkan hati, Dzat yang memberikan hikmah di balik
setiap ujian dan cobannya.

Halaman 82
Kumpulan Materi Pilihan Kultum Bakda Tarawih Masjid al-Furqon Agraria Bantarsari Cilacap Ramadhan 1439 H

Semua pasti mendambakan kebahagiaan dan kedamaian dalam hidup,namun perlu diketahui bahwa
rasa bahagia dan damai itu letaknya di hati.

Maka setiap yang menginginkannya harus memperhatikan bagaimana memiliki hati yang unggul.

Berikut ini adalah beberapa ciri-ciri hati yang unggul

Pertama adalah hatinya merdeka. Artinya hatinya bebas dari kekangan hawa nafsu dan
syahwat. Bisyr bin Harist pernah mengatakan: ”Seorang hamba tidak akan mampu merasakan
nikmatnya ibadah sebelum ia mampu membuat tembok penghalang dari besi yang
memisahkan antara dirinya dan syahwatnya.” (Hilyatul Aulia, jil. VIII, hal. 345)

Kedua, hatinya memiliki rasa “Yaqzhah”. Yaitu berupa kecemasan hati tatkala
memperhatikan tidurnya orang-orang lalai. Rasa yaqzhah ini memiliki pengaruh besar dalam
kehidupan seseorang, di antaranya:
a. Waspada terhadap melimpahnya kenikmatan yang dapat menjerumuskannya kedalam
kenistaan.
b. Selalu menghitung keburukannya, dan dikaitkan segala bentuk kerugian yang menimpanya
degan dosa yang dilakukan.
Sebagaimana firman Allah :

ِ ‫قَا َلُأَ َولَ ْو‬


ٍ ‫ُجئْت ُكَ ُ ِبش َْيءٍ ُ ُّم ِب‬
ُ‫ين‬
“Dan apa saja musibah yang menimpa kamu Maka adalah disebabkan oleh perbuatan
tanganmu sendiri.” (QS. Asy-Syura [26]: 30)

Rasulullah menafsirkan ayat di atas dengan sabdanya :


‫بنذبُْلُنيعُلوُقرعُجلتحإُام‬
“Tidaklah urat dan mata itu gemeter melainkan kerena sebuah dosa.” (HR. Thabrani)

c. Mewaspadai setiap kebaikan dan ketaatan yang melahirkan kebanggaan dan kesombongan.
Imam as Syafi’I memberikan arahaan agar terhindar dari ujub dalam ketaatan, “Bila Anda
khawatir muncul penyakit ujub atas amalan Anda, maka ingatlah keridhaan dari pihak yang
hendak Anda cari, nikmat apakah yang hendak Anda inginkan? Siksaan apa yang Anda takuti.
Barangsiapa yang berfikir ke arah situ maka dia akan menganggap kecil amalannya.” (dalam
kitab Siyarul ‘Alamin Nubala’, jil. X,hal. 111)
d. Akan timbul rasa hina dan bersalah saat melakukan dosa.Orang yang melakukan dosa
sedangkan dia biasa-biasa saja maka ini pertanda hatinya sedang sakit. Jangan-jangan Allah
sudah mengunci hatinya.
e. Mengukur keuntungan dan kerugiaan dengan ukuran akhirat. Sebagaimana Rasulullah pernah
menyembelih seekor kambing lalu disedekahkan dan yang tersisa hanya pahanya saja,
hingga ‘Aisyah berkata, “Hanya paha saja yang tersisa?” Rasulullah menjawab sebaliknya
dengan timbangan akhirat, “Semuanya masih tersisa kecuali pahanya saja.”

Yang ketiga, Hatinya selalu memusuhi kelalaian.


Ada beberapa ilustrasi yang mewanti-wanti kita terhadap kelalaian dan panjangnya angan-
angan. Sebagaiamana hal tersebut digambarkan oleh para ulama, di antaranya :
a. Bisyr bin Harist menceritakan tentang seekor semut yang sibuk mengumpulkan biji-bijian
di musim panas dengan angan-angan agar dapat dimakan di musim dingin, tiba-tiba seeokor
burung datang mematuknya dan biji tersebut. ( Lihat: Bisyr bin Harist hal. 65)
b. Ibnu Jauzi, “Dunia adalah perangkap, sedangkan manusia adalah burungnya. Burung-
burung itu menginginkan biji (yang ada dalam perangkap), tapi lupa akan jerat perangkap.”
(Dalam Shaidul Khathir, hal. 373)
c. Hasan Al-Bashri, “Wahai anak Adam, pisau tengah diasah, perapian tengah dinyalakan,
sedangkan domba itu tengah menikamati makanannya.” (Dalam Siyaru ‘alamin Nubala’, jil.
IV, hal.586)

Halaman 83
Kumpulan Materi Pilihan Kultum Bakda Tarawih Masjid al-Furqon Agraria Bantarsari Cilacap Ramadhan 1439 H

Maka dari itu hati yang unggul selalu waspada dan tidak terlena dengan kenikmatan yang sesaat dan
menipu serta angan-angan dunia yang melenakan, menipu, dan menjerat, sehingga membuat dia
lalai dari kehidupan yang abadi.

Keempat, hati yang senantiasa ingin membalas.


Maksudnya adalah membalas kesalahan dengan kebaikan.Kerena kebaikan akan menghapus
kesalahan, sebagaimana firman Allah;
َّ ‫سنَاتُِيُ ْذ ِه ْب َنُال‬
ُ َ‫سـيِئَاتُِذَ ِلك‬ َ ‫ُم َنُاللَّ ْي ِلُإِ َّنُا ْل َح‬ َ ‫صالَةَُ َط َرفَيُِالنَّ َه ِار‬
ِ ً ‫ُو ُزلَفا‬ َّ ‫َوأَقِ ِمُال‬
َُ ‫ِذ ْك َرىُ ِللذَّا ِك ِر‬
‫ين‬
“Dan dirikanlah shalat itu pada kedua tepi siang (pagi dan petang) dan pada bahagian
permulaan daripada malam.Sesungguhnya perbuatan-perbuatan yang baik itumenghapuskan
(dosa) perbuatan-perbuatan yang buruk.” (QS.Hud [14]: 114)

Dalam hadis Rasulullah bersabda


‫اهحمتُةنسحالُةئيسالُعبتاو‬
“Hendaklah ia mengiringi keburukan dengan kebaikan, niscayakeburukan itu akan menghapus
keeburukan.” (HR. Ahmad)

Sesungguhnya balasan kebaikan adalah kebaikan yang dating setelahnya, sedangkan balasan
keburukan adalah keburukan yang datang setelahnya, sebagaimana firman Allah.

Dengan kata lain, barangsiapa yang melakukan ketaatan dan telah paripurna, maka tanda-
tanda diterimanya ketaatan tersebut adalah diikuti dengan ketaatan yang lain. Sedangkan tanda
tidak diterimanya adalah diikuti dengan kemaksiatan setelahnya. Na’uzdubillah.

Umar r.a suatu ketika pernah disibukkan dengan kebun senilai 200.000 dirham sehingga beliau
terlambat shalat Ashar-nya, maka beliau membalasnya dengan menyedekahkan kebun tersebut.

Hal yang senada juga pernah dilakukan oleh Thalhah, dia menyedekahkan kebunnya sebagai
kafarah (pengganti) karena ketika shalat, hatinya pernah tersibukkan dengan burung yang
hinggap di kebunnya tersebut.

Kelima, hati yang tidak mengenal rasa malas


Orang yang malas sering menyepelekan sesuatu yang kecil,dengan kemalasannya ia selalu
menunda-nunda sampai tidak sempat dilaksanakannya. Padahal hakekat daripada sebuah gunung
adalah kumpulan kerikil-kerikil dan hakekat banjir besar adalah kumpulan dari sejumlah tetesan
air.

Rasulullah telah memotifasi umatnya agar bersegera melakukan kebaikan,jangan menunda-


nundanya walaupun waktu yang dimiliki sangatsempit.

ُ‫اهسرغيُىتحُموقيُلُنأُعاطتساُنإفُةليسفُمكدحأُديُيفوُةعاسالُةماق‬
‫نإاهسرغيلف‬
“Bila kiamat terjadi sedang di tangan salah seorang di antara kalian memegang bibit, maka
bila ia mampu untuk tidak bangkit hingga menanamnya, maka hendaklah ia menanamnya.”
(HR.Bukhrari)

Maka hati yang memiliki ciri-ciri sebagaimana tertera di atas lah yang akan selalu unggul, tidak
pernah depresi, tidak mengenal kata lelah dan menyerah, tidak menggoyahkan sedikitpun
tekadnya dengan komentar-komentar orang lain. Karena yang diharapkankan bukan wajah
manusia, tapi keridhaan dari Rabb Yang menciptakan manusia.

Namun untuk memperolehnya tidak hanya dengan duduk santai menunggu mu’jizat dan
karamah yang tiba-tiba muncul, mustahil bisa. Tapi butuh usaha semaksimal mungkin untuk
dapat memilikinya.

Halaman 84
Kumpulan Materi Pilihan Kultum Bakda Tarawih Masjid al-Furqon Agraria Bantarsari Cilacap Ramadhan 1439 H

https://www.hidayatullah.com/kajian/tazkiyatun-nafs/read/2014/04/02/19300/ciri-ciri-hati-yang-
unggul.html

Materi hari ke-25 Pilihan kedua


Enam Karakter Pemuda Pilihan Islam

Sebuah nasehat cukup menggetarkan, datang dari Al Imam Muhammad bin Idris Asy Syafi’I
rahimahullahu Ta’ala kepada para pemuda;

Bersabarlah atas pahitnya sikap kurang mengenakkan dari guru


Karena sesungguhnya endapan ilmu adalah dengan menyertainya
Barangsiapa yang belum merasakan pahitnya belajar meski sesaat
Maka akan menahan hinanya kebodohan sepanjang hidupnya
Barangsiapa yang tidak belajar di waktu mudanya
Bertakbirlah 4 kali atas kematiannya
Eksistensi seorang pemuda –demi Allah- adalah dengan ilmu dan ketaqwaan
Jika keduanya tidak ada padanya, maka tidak ada jati diri padanya
(Dalam Diwan Al Imam Asy Syafi’I halaman 33-34, Maktabah Ibnu Sina, tahqiq : Muhammad
Ibrahim Salim)

Pemuda memiliki andil besar dalam sejarah kebangkitan bangsa. Maju mundurnya bangsa
tergantung pada kondisi para pemudanya. Jika pemudanya memiliki jiwa yang maju, jiwa besar, dan
jiwa kepemimpinan, maka bangsa itu akan maju, besar dan mampu memimpin peradaban dunia.

Sebaliknya, jika pemudanya menghabiskan waktunya untuk hal-hal yang tidak bermanfaat, apalagi
bertentangan dengan nilai-nilai agama, seperti mabuk-mabukan, tawuran, pornografi, dan pornoaksi,
maka masa depan bangsa itu akan suram.

Sosok pemuda seperti apa yang dapat diharapkan mampu membangun negeri ini? Dalam Al-Quran
digambarkan pemuda Ashhabul kahfi, yaitu sekelompok anak muda yang memiliki integritas moral
(iman).

َ ‫قُ ِإنَّ ُه ْمُفِتْيَ ُةٌُآ َمنُواُ ِب َر ِب ِه ْم‬


‫ُو ِز ْدنَا ُه ْمُ ُهدًى‬ ِ ‫علَ ْيكَ ُنَبَأ َ ُهمُ ِبا ْل َح‬ ُّ ُ‫نَ ْح ُنُنَق‬
َ ُ‫ص‬
”Mereka adalah pemuda-pemuda yang beriman kepada Tuhan mereka, dan Kami tambah pula
untuk mereka petunjuk.” (QS al-Kahfi [18]: 13).

Dalam hadits disebutkan kalimat, Syabaabaka Qabla Haramika (Masa mudamu sebelum masa
tuamu). Dari ayat dan hadits tersebut tampak bahwa masalah kepemudaan oleh Islam sangat
ditekankan. Ditekankan karena tidak saja masa muda adalah masa berbekal untuk hari tua,
melainkan juga di masa muda itulah segala kekuatan dahsyat terlihat.

Dalam sejarah kita mengenal pemuda Mush’ab bin Umair, Ali bin Abi Thalib, Zaid bin Haritsah,
Utsman bin Affan, Zubair bin Awwam, Abdurrahman bin Auf, dan yang lainnya.
Karakteristik pemuda yang digambarkan itu adalah;

Pertama, pemuda yang selalu menyeru kepada alhaq (kebenaran)


َ ُ‫ُو ِب ِهُيَ ْع ِدُل‬
ُ‫ون‬ َ ‫ق‬ َ ‫َو ِم َّم ْنُ َخلَ ْقنَاُأ ُ َّمةٌُيَ ْهد‬
ِ ‫ُونُ ِبا ْل َح‬
”Dan di antara orang-orang yang Kami ciptakan ada umat yang memberi petunjuk dengan hak,
dan dengan yang hak itu (pula) mereka menjalankan keadilan.” (QS Al-A’raf [7]: 181).

Kedua, mereka mencintai Allah dan Allah pun mencintai mereka


َّ ‫فُ َيأ ْ ِت‬
ُ‫يَُّللاُُ ِبقَ ْو ٍمُيُ ِحبُّ ُه ْم‬ َ َ‫َُّم ْن ُك ْمُع َْنُدِي ِن ِهُف‬
َ ‫س ْو‬ ِ ‫ِينُآ َمنُواُ َم ْنُ َي ْرتَد‬َ ‫َياُأَيُّ َهاُالَّذ‬
ُ‫ُوَّل‬
َ ِ‫َُّللا‬
َّ ‫س ِبي ِل‬ َ ُ‫ُونُفِي‬ َ ‫ينُيُ َجا ِهد‬ َ ُ‫ينُأَ ِع َّز ٍة‬
َ ‫ع َلىُا ْلكَافِ ِر‬ َ ِ‫علَىُا ْل ُم ْؤ ِمن‬َ ٍُ‫َويُ ِحبُّو َنهُُأَ ِذلَّة‬
‫ع ِلي ٌُم‬
َ ُ‫س ٌع‬ ِ ‫ُوا‬
َ ُ‫َّللا‬
َّ ‫ُو‬َ ‫َُّللاُِيُ ْؤتِي ِهُ َم ْنُيَشَا ُء‬
َّ ‫ض ُل‬ ْ َ‫يَ َخافُو َنُلَ ْو َمةََُّلئِ ٍمُذَ ِلكَ ُف‬
Halaman 85
Kumpulan Materi Pilihan Kultum Bakda Tarawih Masjid al-Furqon Agraria Bantarsari Cilacap Ramadhan 1439 H

”Hai orang-orang yang beriman, barangsiapa di antara kamu yang murtad dari agamanya, maka
kelak Allah akan mendatangkan suatu kaum yang Allah mencintai mereka dan merekapun
mencintai-Nya, yang bersikap lemah lembut terhadap orang yang mukmin, yang bersikap keras
terhadap orang-orang kafir, yang berjihad dijalan Allah, dan yang tidak takut kepada celaan orang
yang suka mencela. Itulah karunia Allah, diberikan-Nya kepada siapa yang dikehendaki-Nya, dan
Allah Maha luas (pemberian-Nya), lagi Maha Mengetahui.” (QS Al-Maidah [5]: 54).

Ketiga, mereka saling melindungi dan saling mengingatkan satu sama lain serta taat menjalankan
ajaran agama
ُ‫ُو َي ْن َه ْو َنُع َِن‬
َ ‫وف‬ َ ‫ضُ َيأ ْ ُم ُر‬
ِ ‫ونُ ِبا ْل َم ْع ُر‬ ٍ ‫ض ُه ْمُأَ ْو ِل َيا ُءُ َب ْع‬ ُ ‫ُوا ْل ُم ْؤ ِم َناتُ ُ َب ْع‬
َ ‫ون‬َ ُ‫َوا ْل ُم ْؤ ِمن‬
ُ َ‫سولَهُُأُولَ ِئك‬
ُ ‫ُو َر‬ َ َ‫َُّللا‬
َّ ‫ون‬ َ َ‫ُالزكَاة‬
َ ُ‫ُويُ ِطيع‬ َّ ‫ون‬ َ ُ ‫ُويُ ْؤت‬َ َ‫صالة‬ َّ ‫ونُال‬ َ ‫ُويُ ِقي ُم‬ َ ‫ا ْل ُم ْنك َِر‬
ٌ ‫َُّللاَُع َِز‬
‫يزُ َح ِكي ٌُم‬ َّ ‫َُّللاُُ ِإ َّن‬
َّ ‫سيَ ْر َح ُم ُه ُم‬َ
”Dan orang-orang yang beriman, lelaki dan perempuan, sebahagian mereka (adalah) menjadi
penolong bagi sebahagian yang lain. Mereka menyuruh (mengerjakan) yang ma’ruf, mencegah dari
yang munkar, mendirikan shalat, menunaikan zakat dan mereka taat pada Allah dan Rasul-Nya.
Mereka itu akan diberi rahmat oleh Allah; sesungguhnya Allah Maha Perkasa lagi Maha
Bijaksana.” (QS At-Taubah [9]: 71).

Keempat, mereka adalah pemuda yang memenuhi janjinya kepada Allah Subhanahu Wata’ala.
Allah berfirman,
َ َ‫ونُا ْل ِميث‬
ُ‫اق‬ َ ‫ض‬ُ ُ‫ُوَّلَُُي ْنق‬
َ ِ‫َُِّللا‬ َ ُ‫ِينُيُوف‬
َّ ‫ونُ ِب َع ْهد‬ َ ‫الَّذ‬
”(Yaitu) orang-orang yang memenuhi janji Allah dan tidak merusak perjanjian.” (QS Ar-Ra’d [13]:
20).

Kelima, mereka tidak ragu-ragu dalam berkorban dengan jiwa dan harta mereka untuk kepentingan
Islam.
ُ‫واُو َجا َهدُواُ ِبأ َ ْم َوا ِل ِه ْم‬
َ ُ‫سو ِل ِهُث ُ َّمُلَ ْمُ َي ْرتَاب‬
ُ ‫ُو َر‬
َ ِ‫الِل‬ َ ُ‫ِإنَّ َماُا ْل ُم ْؤ ِمن‬
َ ‫ونُالَّذ‬
َّ ‫ِينُآ َمنُواُ ِب‬
َُ ُ‫صا ِدق‬
‫ون‬ َّ ‫َُّللاُِأُولَئِكَ ُ ُه ُمُال‬ َ ُ‫َوأَ ْنفُس ِِه ْمُفِي‬
َّ ‫س ِبي ِل‬
”Sesungguhnya orang-orang yang beriman itu hanyalah orang-orang yang percaya (beriman)
kepada Allah dan Rasul-Nya, kemudian mereka tidak ragu-ragu dan mereka berjuang (berjihad)
dengan harta dan jiwa mereka pada jalan Allah. Mereka itulah orang-orang yang benar.” (QS Al-
Hujurat [49]: 15).

Keenam, pemuda yang (tumbuh) selalu beribadah kepada Allah dan hatinya senantiasa terpaut
dengan masjid

Rasulullah Shallallahu ’Alaihi Wassallam bersabda, ”Ada tujuh (7) golongan yang akan
mendapatkan naungan Allah pada hari tidak ada naungan selain naungan-Nya, (yaitu): pemimpin
yang adil, pemuda yang (tumbuh) selalu beribadah kepada Allah, orang laki-laki yang hatinya
terpaut dengan masjid, dua orang yang saling mencintai karena Allah, orang laki-laki yang
senantiasa mengingat Allah (berdzikir kepada-Nya) dalam keseharian sampai air matanya
mengalirkan, orang laki-laki yang diajak seorang wanita yang mulia lagi cantik lalu ia berkata,
”Aku takut kepada Allah yang menguasai seluruh alam”, dan orang laki-laki yang bersedekah dan
menyembunyikan (amal) sedekahnya sehingga tangan kirinya tidak mengetahui apa yang
disedekahkan tangan kanannya.” (HR Bukhari dan Muslim).
Melalui para pemuda dengan karakteristiknya yang dipaparkan di atas, Islam berhasil
menyingkirkan segala macam bentuk kekuatan kedzaliman. Oleh karena itu, tidak menutup
kemungkinan dengan memberikan perhatian, bimbingan, dan kesempatan untuk berkiprah kepada
para pemuda bangsa ini akan mampu bangkit kembali. Semoga.
http://www.hidayatullah.com/artikel/mimbar/read/2015/06/09/71552/enam-karakter-pemuda-
pilihan-islam.html

Materi hari ke-26 Pilihan pertama


Kunci Kemenangan Kaum Muslimin
Halaman 86
Kumpulan Materi Pilihan Kultum Bakda Tarawih Masjid al-Furqon Agraria Bantarsari Cilacap Ramadhan 1439 H

Sesaat setelah kabar kekalahan tentara Romawi dari pasukan kaum Muslimin di bawah komando
Khalid bin Walid, Raja Romawi Heraklius berdiri di singgasananya lalu berkata.

“Katakan kepadaku siapa mereka (yang telah mengalahkan Romawi)? Bukankah mereka orang-
orang seperti kalian?”

Di antara para pembesar Romawi itu ada yang menjawab, “Ya, benar. Mereka manusia seperti
kita.”

Heraklius kian tak sabar, ia segera mengejar dengan pertanyaan berikutnya, “Jumlah kalian yang
lebih banyak atau mereka?”

“Jumlah kami lebih banyak dan berlipat ganda dari jumlah mereka,” ucap salah satu komandan
pasukan Romawi.

Dengan sedih bercampur marah dan kesal, Heraklius berkata, “Mengapa kalian bisa kalah?”

Heraklius dan semua pembesar seperti ditimpa kegelapan dan beban tak tertanggungkan. Frustasi,
marah dan kecewa menyeruak ke seluruh rongga dada mereka. Suasana hening, hanya deru nafas
mereka masing-masing yang terdengar begitu kuat, naik dan turun.

Hingga akhirnya, salah seorang yang paling senior di antara mereka mengangkat tangan dan
memberikan penjelasan perihal mengapa Romawi bisa kalah.

“Karena mereka (pasukan Khalid bin Walid) bangun malam hari untuk beribadah kepada
Tuhannya dan pada siang hari mereka berpuasa. Mereka menepati janji yang mereka sepakati,
memerintahkan untuk berbuat baik, mencegah dari perbuatan keji dan saling memberi nasihat di
antara mereka sendiri. Karena itu wajar Allah menolong dan memenangkan mereka.

Sedangkan kita dan pasukan kita, wahai Raja kami, kita meminum minuman keras. Kita
mengingkari janji yang telah kita buat. Kita berbuat zalim dan melakukan kejahatan. Semua ini
telah menjauhkan datangnya pertolongan Allah. Bagaimana Dia akan menolong kita, jika kita tidak
menolong-Nya?”

Demikian dialog penuh hikmah yang terjadi di dalam kubu Kerajaan Romawi pasca kekalahan
mereka dari pasukan umat Islam di bawah komando Khalid bin Walid yang ditulis oleh Dr.
Abdurrahman ‘Umairah dalam bukunya “Fursan Min Madrasatin Nubuwwah.”

Fakta tersebut semestinya menjadi penggerak jiwa kita sebagai Muslim dalam keseharian. Bahwa
kunci kemenangan umat Islam akan terjadi jika dan hanya jika umat Islam sendiri benar-benar
mengamalkan ajaran Islam itu sendiri.

Perhatikan kaliman, mereka bangun di malam hari dan berpuasa di siang hari. Artinya kunci
kemenangan itu adalah amal dan amal.

Betapa pentingnya ketaatan yang dimanivestasikan dalam bentuk amal, Aid Al-Qarni dalam
bukunya “Beginilah Zaman Mengajari Kita” menulis, “Ada orang yang mengisi lembaran
hidupnya dengan kajian, produktivitas, dan penghimpunan pengetahuan, tapi dia lupa terhadap
amal shalih. Bagi yang mencermati Al-Qur’an, dia akan mendapati bahwa Al-Qur’an memuji ilmu
yang bermanfaat dan disertai dengan amal. Di dalamnya juga disebutkan tentang ketaatan seperti
sholat, puasa, zakat, jihad, dan takwa, lebih banyak dari pada penyebutan ilmu. Hendaknya hal
yang sedemikian mendapat perhatian secara khusus.”

Tentu saja semua amal yang bisa dilakukan tidak harus diumumkan baik melalui lisan kepada teman
dekat. Apalagi melalui status di media sosial.

Halaman 87
Kumpulan Materi Pilihan Kultum Bakda Tarawih Masjid al-Furqon Agraria Bantarsari Cilacap Ramadhan 1439 H

Al-Qarni menekankan bahwa para sahabat Nabi dalam beramal sangatlah luar biasa antusiasnya.
Meski mereka sholat, puasa, melakukan amalan yang bisa dilihat, akan tetapi amal-amal yang
tersembunyi jauh lebih banyak mereka amalkan dan itu hanya sedikit yang bisa diselidiki.

Selain amal ibadah tentu saja, kunci kemenangan dan kebahagiaan hidup umat Islam ada pada
komitmen untuk saling memberikan nasehat, menepati janji dan saling mendoakan, berjiwa besar
dan tetap mau mendengar.

Hal demikian pernah dilakukan Pendiri PP Hidayatullah, KH Abdullah Said, “Kalau ada orang
yang memberi teguran terhadap apa yang kamu ceramahkan, mungkin karena kesalahan membaca
ayat dan hadits aau kekeliruan embawakan suatu kisah, dan lain-lain, janganlah merasa
dipermalukan, kendatipun teguran itu disampaikan di depan umum. Ucapkanlah terimakasih dan
jadikanlah sebagai gurumu, niscaya engakau akan dijadikan sahabat. Peganglah prinsip ‘satu
musuh itu sudah banyak sekali tapi seribu kawan itu masih sangat kurang.” (Mencetak Kader: 130).

Sikap demikian lebih dahulu diteladankan oleh Khalid bin Walid kala dirinya ditetapkan untuk tidak
lagi menjadi panglima pasukan kaum Muslimin.

Kala itu banyak yang mendesak Khalid agar memprotes keputusan Umar bin Khathab, namun
dengan jiwa besar, Khalid menjawab tuntutan sahabat-sahabatnya.

“Tidak saudaraku yang seiman, saudara semedan pertempuran. Kita telah menghancurkan kota-
kota di Persia. Kita juga telah enghancurkan benteng Romawi. Apakah ada kekuatan lain yang
mengancam penduduk Muslim yang membutuhkan kepada pedangnya Khalid?”

Khalid lalu melanjutkan, “Jadi, pada saat ini negara lebih butuh kepada akal Umar bin Khathab
daripada pedangnya Khalid. Fitnah tidak akan terjadi selama Umar bin Khathab masih hidup.”

Demikianlah sikap Khalid, wujud manivestasi keimanannya sebagai seorang jenderal besar yang tak
pernah kalah dalam pertempuran menolong agama Allah.

Sikapnya penuh ketangguhan moral dan kecerdasan spiritual. Inilah kunci-kunci kemenangan umat
yang kini harus kita hidupkan dan segar-segarkan kembali.

Dalam dirinya hanya ada satu kalimat, asalkan agama Allah yang menang, jadi apapun diriku
tidaklah begitu penting. Sebab tugas utamaku adalah mengamalkan ajaran Islam dengan baik
sepanjang hayat. Wallahu a’lam.
https://www.hidayatullah.com/kajian/gaya-hidup-muslim/read/2018/01/11/132817/kunci-
kemenangan-kaum-muslimin.html

Materi hari ke-26 Pilihan kedua


Menjadi Muslim Visioner

Pernahkah melintas bahkan mungkin berkelebat dalam benak kita, mengapa heroisme para sahabat
dalam ber-Islam sedemikian hebat, sampai hampir-hampir sebagian besar kaum Muslimin di abad
ini meyakini diri mereka tak akan mampu dan bukan tindakan yang tepat meneladani keberanian
para sahabat dalam menjalankan dan membela Islam.

Mari kita kembali teliti sebagian dari para sahabat Nabi yang mulia. Abdullah bin Umar
radhiyallahu anhu misalnya, pada usia 15 tahun telah bergabung dala pasukan perang Khandaq dan
peperangan sesudahnya bersama Rasulullah. Sepeninggal Rasulullah, Abdullah bin Umar tergabung
dalam perang Yarmuk, Qadisiyah, ikut dalam penaklukkan Mesir dan ikut dalam perang melawan
orang-orang Persia.

Lantas, apa yang kemudian disampaikan oleh Ibn Umar. “Kemenangan dalam jihad berkaitan erat
dengan perbaikan jiwa.” Oleh karena itu Abdullah bin Umar langsung membacakan ayat Al-Qur’an
kepada seseorang yang menyatakan dirinya ingin menjual dirinya kepada Allah, ikut berjihad dan
gugur di jalan-Nya.
Halaman 88
Kumpulan Materi Pilihan Kultum Bakda Tarawih Masjid al-Furqon Agraria Bantarsari Cilacap Ramadhan 1439 H

َ ‫ْلم ُر‬
ُ‫ون‬ ِ ‫ُونُا‬ َ ‫اجد‬ ِ ‫س‬ َُّ ‫ُالرا ُِكعُو َنُال‬
َّ ‫ون‬ َ ‫سائِ ُح‬ َّ ‫ُونُال‬ َ ‫امد‬ ِ ‫ُونُا ْل َح‬
َ ‫ونُا ْلعَا ِبد‬
َ ُ‫التَّائِب‬
َُ ِ‫ش ِرُا ْل ُم ْؤ ِمن‬
‫ين‬ ُِ ‫ُو َب‬
َ ِ‫َُِّللا‬
َُّ ‫ونُُِل ُح ُُدود‬ َ ‫ظ‬ ُ ِ‫ُوا ْل َحاف‬
َ ‫ونُع َِنُا ْل ُم ْنك َِر‬ َ ‫ُوالنَّا ُه‬
َ ‫وف‬ ِ ‫بِا ْل َم ْع ُر‬
“Mereka itu adalah orang-orang yang bertaubat, beribadah, memuji (Allah), mengembara (demi
ilmu dan agama), rukuk, sujud, menyuruh berbuat ma’ruf dan mencegah dari yang mungkar dan
yang memelihara hukum-hukum Allah. Dan gembirakanlah orang-orang yang beriman.” (QS. At-
Taubah [9]: 112).

Kemudian, mari kita lihat bagaimana sikap seorang Tsabit bin Qais yang mewakili kaum Anshar
dalam melihat nilai, akhir dari niat dan tujuannya membela Rasulullah. Tsabit bin Qais adalah
seorang yang pandai berorasi, sehingga dia termasuk orator kepercayaan orang-orang Anshar.

Saat Nabi Muhammad datang ke Madinah Al-Munawwarah, Tsabit bin Qais berkhutbah. Dengan
suara lantang ia berkata, “Kami akan melindungimu sebagaimana kami melindungi jiwa dan anak-
anak kami. Lalu apa yang kami dapatkan?’ Rasulullah menjawab, ‘Surga.’ Mewakili kaum Anshar,
Tsabit bin Qais berkata, “Kami rela.”

Hidup memang tidak bisa lepas dari transaski. Tetapi, orang-orang beriman tidak mungkin mau
bertransaksi dengan makhluk yang selain pasti rugi lahir-bathin juga berujung pada kesengsaraan.
Dua gambaran di atas adalah bukti bahwa orang beriman itu bertransaksinya dengan Allah Ta’ala,
dan itulah sebaik-baik visi dalam kehidupan dunia ini.

َ‫س ُهمُُۡ َوأَ ۡم َُوٲلَ ُهمُ ِبأ َ َّنُلَ ُه ُمُ ۡٱل َجنَّ ُة‬ َُ ِ‫ٱشتَ َرىُُ ِم َنُ ۡٱل ُم ۡؤ ِمن‬
َ ُ‫ينُأَنف‬ ۡ َُ‫ٱلِل‬ َُّ ِ‫إ‬
َُّ ُ‫ن‬
“Sesungguhnya Allah telah membeli dari orang-orang mukmin, diri dan harta mereka dengan
memberikan surga untuk mereka.” (QS. At-Taubáh [9]: 111).

Terhadap ayat tersebut, Ibn Katsir dalam tafsirnya menulis, “Allah memberitahu, bahwa Dia akan
memberikan ganti atas diri dan harta benda hamba-hamba-Nya yang beriman, karena mereka telah
rela mengorbankanya di jalan Allah, digantinya dengan Surga. Yang demikian itu merupakan
karunia, kemuliaan dan kebaikan-Nya.

Hasan Al-Bashri dan Qatadah berkata, “Sesungguhnya Allah telah membeli mereka. Demi Allah,
harga mereka menjadi sangat mahal.”

Inilah keadaan yang menjadi visi setiap Muslim dan Mukmin. Mereka sama sekali tidak tertarik
dengan janji-janji manusia, apalagi yang secara nyata jahil yang karena itu memusuhi agama Allah.
Pantas jika kemudian Ibn Al-Jauzi dalam bukunya Shaidul Khatir mendorong diri kita untuk benar-
benar memiliki visi yang jauh.

Visi itu harus ditandai dengan beberapa hal. Pertama, adanya kecermatan diri dalam melihat
kesudahan dari segala perkara dan pilihan tindakan yang dipilih. Misalnya, seorang Muslim ingin
bahagia dunia-akhirat, menjalankan praktik riba, membiasakan dusta, adalah jalan yang pasti akan
dijauhinya. Sebab, jika tidak, kebahagiaan dari siapa yang didambakannya dan diyakini pasti bisa
diraihnya?

Maka seorang Abdullah bin Umar tidak mau kehilangan kesempatan usia muda. Digunakannya
waktu dan energi mudanya untuk membela agama Allah. Dirinya tidak mau terpedaya dengna masa
muda, sehingga terus-menerus larut dalam maksiat, dan menunda-nunda taubat. Jadi, tidak benar
ungkapan bahwa masjid untuk 60 tahun ke atas. Sebab, menjauhkan diri dari jihad pada usia
produktif adalah ciri diri belum memiliki visi yang semestinya.

Bahkan seorang Muslim yang visioner akan benar-benar meresapi apa yang disampaikan oleh
Syaiban Ar-Ra’i kepada Sufyan. “Wahai Sufyan! Anggaplah bahwa nikmat yang Allah halangi
darimu adalah pemberian dari-Nya untukmu, karena Dia tidak menghalangimu karena kikir, namun
Dia menghalangimu karena kasih-Nya.”

Halaman 89
Kumpulan Materi Pilihan Kultum Bakda Tarawih Masjid al-Furqon Agraria Bantarsari Cilacap Ramadhan 1439 H

Dan, terhadap ucapan tersebut, Ibn Al-Jauzi menyampaikan, “Ternyata aku perhatikan itu adalah
ucapan orang yang telah mengatahui hakikat perkara.”

Dari sini teranglah bahwa mengapa heroisme keimanan para sahabat sangat luar biasa. Tidak lain
karena mereka memiliki visi yang jauh. Mereka melakukan transaksi, tetapi hanya dengna Allah.
Diserahkan jiwa raganya untuk Allah, sehingga dengan itulah mereka mengharapkan keridhoan
Allah, sebaik-baik dan paling terjaminnya transaksi dalam kehidupan fana ini.

Jika ada Muslim, Mukmin yang orientasi hidupnya masih mengalami penyimpangan, boleh jadi
visinya melenceng dan karena itu ia tidak lagi memperhatikan jiwanya. Rasionya mungkin terus
diasah, tetapi tajamnya bukan pada kebaikan dirinya sendiri, apalagi orang lain. Tetapi malah
menyembelih diri sendiri.

Ia hanya akan menjadi seorang yang menyesal dan seperti yang diungkapkan oleh sahabat Jallaudin
Rumi dari Tabriz, “Jika Ilmu tak membuatmu telanjang dari hawa nafsu. Sungguh kedunguan lebih
baik bagimu.” Untuk itu, mari menjadi Muslim yang visioner, yang bahagia bukan karena limpahan
benda-benda, pujan dan tepuk tangan manusia. Tetapi karena lelah berjuang, berkorban untuk ikut
serta menegakkan agama Allah. Wallahu a’lam.
https://www.hidayatullah.com/kajian/gaya-hidup-muslim/read/2016/08/23/99856/menjadi-muslim-
visioner.html

Materi hari ke-27 Pilihan pertama


Empat Hal Penting Menjelang Babak Finish Ramadhan

Ibarat seorang atlet lari, masa Ramadhan semakin mendekati “finish line“. Ibarat pertandaingan,
kita sudah memasuki babak final! Maka, ia kian menambah kecepatannya, mengerahkan seluruh
kekuatan yang tersisa, demi, menyabet medali “The Winner.”

Ramadhan adalah sebuah “madrasah.” Di dalamnya terdapat kurikulum. Ketika seorang santri ingin
diwisuda, maka, terlebih dahulu ia harus mengikuti “seluruh rangkaian dan tahap pendidikan” di
madrasahnya, sesuai kurikulum yang telah ditetapkan. Apa saja kurikulumnya? Berikut ulasannya:

Pertama; Memperbaharui niat.


Disepuluh hari terakhir ini, tentunya, mari kita memurnikan niat yang telah keruh oleh peluh.
Menguatkannya lagi setelah bergulat selama 20 hari, agar, yang final ini kita lalui dengan totalitas.

Kedua; Ber-i’tikaf di masjid.


Inilah saatnya kita berharap satu malam yang di dalamnya terkandung “fadhillah” yang
menggemukkan kantong pahala kita. Yaitu, siapa yang beribadah pada malam itu, dari terbenamnya
matahari hingga terbitnya fajar, maka, baginya lebih baik daripada beribadah selama 1000 bulan,
yakni: “Lailatul Qadr.” Adakah di antara ummat Muhammad SAW, yang mencapai umur 80 tahun?
Ada, tapi segelintir. Inilah saat yang tepat untuk mengalahkan ummat-ummat terdahulu.

Ketiga; Berkonsentrasi terhadap ibadah-ibadah khusus di sepuluh hari terakhir. Apa saja?

Tilawah Al-Qur’an
Para ulama kita sepakat, bahwa, ibadah yang paling dianjurkan di dalam bulan Ramadhan adalah
“Tilawatil Qur’an.” Karena, memang Al-Qur’an diturunkan pada bulan ini. Rasulullah Shalallahu
‘Alaihi Wassallam, menjelang wafatnya, mengkhatamkan Al-Qur’an sebanyak dua kali. Malaikat
Jibril AS, turun ke bumi dan meminta hafalan Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi Wassallam. Beliau
bertalaqqi kepada malaikat Jibril AS, hingga, kedua lutut mereka bertaut.

Al-Qur’an juga akan datang kepada siapa yang membacanya. Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi
Wassallam, bersabda:
‫ص َحابِه‬ َ ُ‫آنُفَ ِإنَّهُُيَأْتِىُيَ ْو َمُا ْل ِقيَا َم ِة‬
ْ َ‫ش ُِفيعًاُْل‬ َ ‫ا ْق َر ُءواُا ْلقُ ْر‬

Halaman 90
Kumpulan Materi Pilihan Kultum Bakda Tarawih Masjid al-Furqon Agraria Bantarsari Cilacap Ramadhan 1439 H

“Bacalah oleh kalian Al-Qur`an. Karena ia (Al-Qur`an) akan datang pada Hari Kiamat kelak
sebagai pemberi syafa’at bagi orang-orang yang rajin membacanya.” [HR. Muslim 804]

Di syurga, Allah , akan memerintahkan para penghafal Al-Qur’an untuk membaca hafalannya
sebagaimana hafalannya di dunia. Kata Allah, “Iqra’ wartaqi’!” Baca dan naiklah! Sebanyak apa
hafalan yang kita baca, maka setinggi itulah kedudukan kita di syurga.

Perbanyak dzikir dan istighfar.


Ini adalah 10 hari terakhir. Dalam satu riwayat, Allah menyebutnya sebagai “penghindaran diri dari
siksa api neraka,” yang sebelumnya dikatakan sebagai Rahmad (sepuluh hari pertama) dan
Maghfirah (sepuluh hari kedua). Namun, hadist yang diriwayatkan oleh Al Mahamili dalam
Amaliyyah (293), Ibnu ‘Adi dalam Al Kamil Fid Dhu’afa (6/512) ini adalah hadist dhaif. Tapi, tidak
masalah, karena hadist daif bisa dijadikan motivasi bagi diri kita.

Para sahabat adalah orang-orang yang dosanya sedikit, namun, tetap diajarkan oleh Rasulullah
Shalallahu ‘Alaihi Wassallam, untuk beristighfar. Apalagi kita yang berlumuran dengan dosa.

Dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, ia mendengar Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
ً‫ينُ َم َّر ُة‬ ِ ‫وبُإِلَ ْي ِهُفِىُا ْليَ ْو ِمُأَ ْكثَ َر‬
َ ُ‫ُم ْن‬
َ ‫س ْب ِع‬ ُ ُ ‫ُوأَت‬ ْ َ‫َّللاُِإِنُِىُْل‬
َّ ‫ستَ ْغ ِف ُر‬
َ َ‫َُّللا‬ َّ ‫َو‬
“Demi Allah, aku sungguh beristighfar pada Allah dan bertaubat pada-Nya dalam sehari lebih dari
70 kali.” (HR. Bukhari no. 6307).

Dari Al Aghorr Al Muzanni, yang merupakan sahabat Nabi, bahwa Nabi shallallahu ‘alaihi wa
sallam bersabda,
ُ‫ُمائَةَُ َم َّر ٍة‬
ِ ‫َُّللاَُ ُفِىُا ْليَ ْو ِم‬ ْ َ‫ىُوإِنِىُْل‬
َّ ‫ستَ ْغ ِف ُر‬ َ ِ‫علَىُقَ ْلب‬ ُ َ‫إِنَّهُُلَيُغ‬
َ ُ‫ان‬
“Ketika hatiku malas, aku beristighfar pada Allah dalam sehari sebanyak seratus kali.” (HR.
Muslim no. 2702).

Memperbanyak infaq dan sedekah.


Jangan sampai hari-hari yang kita lewati, tidak ada infaq dan sedekah di dalamnya. Kata Rasulullah,
“tidak akan melarat orang yang bersedekah dengan hartanya.”

Allah , pun menjamin hal tersebut. Allah jamin dalam firman-Nya:


َّ ‫ُو ُه َوُ َخ ْي ُرُا‬
َ ‫لر ِاز ِق‬
ُ‫ين‬ ِ ‫َو َماُأَ ْنفَ ْقت ُ ْم‬
َ ُ‫ُم ْنُش َْيءٍ ُفَ ُه َوُيُ ْخ ِلفُه‬
“Dan barang apa saja yang kamu nafkahkan, maka Allah akan menggantinya dan Dia-lah Pemberi
rezki yang sebaik-baiknya.” (QS. Saba’: 39).

Allah akan mengganti sedekah tersebut segera di dunia. Allah pun akan memberikan balasan dan
ganjaran di akhirat. Insyaallah, jika kita ingin menabung diakhirat, maka, kita keluarkan harta-harta
kita, baik dari segi zakat, infaq, maupun sedekah.

Kita tahu, bahwa, Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi Wassallam, adalah orang yang paling dermawan.
Dan ketika masuk bulan Ramadhan, bertambahlah kedermawanannya, bahkan, mengalahkan angin
yang berhembus.

Meraih Lailatul Qadr


Disebutkan dalam sebuah riwayat, “malam itu, turun malaikat (dalam tafsir Ibnu Katsir disebutkan,
malaikat yang Allah turunkan sebanyak butiran pasir. Sehingga, malam itu penuh dengan malaikat).
Mereka turun untuk mencari siapa yang berharap keberkahan. Ketika mereka bertemu, mereka
ucapkan “salaamun alaikum.” Keselamatan hingga terbit fajar.

Ada do’a yang pernah diajarkan oleh Rasullullah Shalallahu ‘Alaihi Wassallam, jikalau kita bersua
dengan malam kemuliaan tersebut.

Halaman 91
Kumpulan Materi Pilihan Kultum Bakda Tarawih Masjid al-Furqon Agraria Bantarsari Cilacap Ramadhan 1439 H

ُ‫ىُلَ ْيلَةٍُلَُْيلَةُُا ْلقَد ِْرُ َماُأَقُو ُل‬


ُّ َ‫ع ِل ْمتُ ُأ‬
َ ُ‫َُّللاُِأَ َرأَيْتَ ُ ِإ ْن‬
َّ ‫سو َل‬ َ ‫ع َْنُعَا ِئشَةَُقَالَتْ ُقُ ْلتُ ُ َي‬
ُ ‫اُر‬
‫عنِى‬ َ ُ‫ْف‬ ُ ‫بُا ْل َع ْف َوُفَاع‬ َ ُ َ‫فِي َهاُقَا َلُُقُو ِلىُاللَّ ُه َّمُ ِإنَّك‬
ُّ ‫عفُ ٌّوُت ُ ِح‬
Dari ‘Aisyah –radhiyallahu ‘anha-, ia berkata, “Aku pernah bertanya pada Rasulullah shallallahu
‘alaihi wa sallam, yaitu jika saja ada suatu hari yang aku tahu bahwa malam tersebut adalah
lailatul qadar, lantas apa do’a yang mesti kuucapkan?” Jawab Rasul shallallahu ‘alaihi wa sallam,
“Berdo’alah: Allahumma innaka ‘afuwwun tuhibbul ‘afwa fa’fu’anni (Ya Allah, Engkau Maha
Pemaaf dan Engkau mencintai orang yang meminta maaf, karenanya maafkanlah aku).” (HR.
Tirmidzi dan Ibnu Majah)

Ketika seseorang, bisa memenuhi seluruh kurikulum di atas, maka, ia pantas untuk diwisuda dan
mendapatkan gelar taqwa.

Semoga, Allah memberikan kekuatan kepada kita untuk bisa melakukannya. Dan semoga, kita bisa
reuni di syurga Allah . Wallahu ‘alam bis shawwab.
https://www.hidayatullah.com/ramadhan/mutiara-ramadhan/read/2016/06/27/97057/empat-hal-
penting-menjelang-babak-finish-ramadhan.html

Materi hari ke-27 Pilihan kedua


Apakah Mudik Kita karena Allah?

Fenomena mudik atau pulang kampung di Indonesia setiap tahun, khususnya di saat menjelang Idul
Fitri memang sangat menarik perhatian umum.

Bahkan untuk kegiatan ini, semua lapisan masyarakat. Mulai aparat polisi, anggota TNI hingga
masyarakat tertarik ikut menertibkan jalannya lalu lintas. Demikian presiden ikut turun tangan
menginstruksikan jajarannya agar memberi kenyamanan bagi setiap pemudik.

TV , radio mengabarkan setiap peristiwa kepada pemirsa, kita bisa saksikan pelabuhan ramai,
stasion kereta api membludak, bahkan tiket pesawat ludes. Tidak jarang kita dengar ada saja tumbal
saat mudik karna tabrakan kendaran atau kejahatan jalanan. Subhanallah.

Namun semua hal ini bukan penghalang bagi kebanyakan kaum muslimin Indonesia untuk tetap
melakukannya. Setahu penulis, tidak ada peristiwa mudik paling fenomenal di dunia selain di negeri
kita.

Kesalahan dalam mudik


Seiring antusiasnya untuk pulang kampung di saat Hari Raya, namun tetap saja bisa kita dapati
masih banyaknya kaum muslimin yang tidak menyadari begitu banyak yang memaksakan diri dari
tanah perantauan pulang ke tanah kelahiran dengan berhutang kanan kiri padahal belum tentu bisa
mengembalikannya.

Kesalahan-kesalahan lainnya adalah masih banyak kita dapati para pemudik meninggalkan sholat
ketika dalam perjalanan, memamerkan kekayaan di kampung halaman, tentu sikap tersebut di
larang oleh Allah Subhanahu Wata’ala.

Mudik bisa bernilah ibadah jika niat kehadirannya karena Allah Subhanahu Wata’ala.
Jika dengan mudik membuat bahagia kedua orang tua, memanjangkan silaturrahim, menambah rasa
kasih sesama kita dan tentunya keadaan kita juga mampu melakukannya maka mudik harus menjadi
tradisi kita.

Hal ini bisa termasuk dalam firman Allah Subhanahu Wata’ala;


ُ‫ساناًُ ِإ َّماُ َي ْبلُغَُ َّنُ ِعندَكَ ُا ْل ِك َب َرُأَ َح ُد ُه َما‬ َ ‫ىُربُّكَ ُأََّلَُّتَ ْعبُدُواُْ ِإَّلَُّ ِإيَّا ُه‬
َ ‫ُو ِبا ْل َوا ِل َد ْي ِنُ ِإ ْح‬ َ ‫ض‬ َ َ‫َوق‬
ً ‫اُوقُلُلَّ ُه َماُقَ ْوَّلًُك َِريمُا‬ َ ‫ُوَّلَُتَ ْن َه ْر ُه َم‬ َ ‫ف‬ ٍ ُ ‫أَ ْوُ ِكالَ ُه َماُفَالَُتَقُلُلَّ ُه َماُأ‬
“Dan Tuhanmu telah memerintahkan supaya kamu jangan menyembah selain Dia dan hendaklah
kamu berbuat baik kepada ibu bapakmu dengan sebaik-baiknya.” (QS. Al – Isro: 23).

Halaman 92
Kumpulan Materi Pilihan Kultum Bakda Tarawih Masjid al-Furqon Agraria Bantarsari Cilacap Ramadhan 1439 H

Dan senada dengan sabda Rosulullah Shalallahu ‘Alaihi Wassallam:


ُ‫يُم َنُالنَّ ِارُفَقَا َل‬ ِ ‫ُويُ َبا ِع ُد ِن‬َ َ‫َُّللاُِأَ ْخ ِب ْر ِنيُ ِب َماُيُد ِْخلُ ِنيُا ْل َجنَّة‬
َّ ‫سو َل‬ ُ ‫ُياُر‬:ُ
َ َ ‫أَ َّن‬
‫ُر ُج ًالُقَا َل‬
َُ‫َُُّللا‬ َّ ‫فُقُ ْلتَ ُ؟ُفَأَعَاد‬
َّ ‫ُتَ ْعبُد‬:ُ‫َُالر ُج ُلُفَقَا َلُالنَّ ِب ُّي‬ َ ‫قُأَ ْوُقَا َلُلَقَدُْ ُهد‬
َ ‫ِيُ َك ْي‬ ُ ‫ُلَقَد‬:ُ‫النَّ ِب ُّي‬
َ ِ‫ُْوف‬
ُ‫اُر ِح ِمكَ ُفَلَ َّماُأَ ْدبَ َرُقَا َل‬
َ َ‫ُوتَ ِص ُلُذ‬ َ َ‫يُالزكَاة‬ َّ َ َ‫ص َالة‬
ِ‫ُوت ُ ْؤت‬ َّ ‫ًاُوت ُ ِقي ُمُال‬
َ ‫ش ْيئ‬ َ ُ‫ََّلُتُش ِْركُ ُ ِب ِه‬
‫سكَ ُبِ َماُأَ َم ْرتُ ُبِ ِهُ َد َخ َلُا ْل َجنَّ َُة‬َّ ‫ُإِ ْنُتَ َم‬:ُ‫النَّبِ ُّي‬
“Bahwasanya ada seseorang berkata kepada Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam : “Wahai
Rasulullah, beritahukan kepadaku tentang sesuatu yang bisa memasukkan aku ke dalam Surga dan
menjauhkanku dari neraka,” maka Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: “Sungguh dia
telah diberi taufik,” atau “Sungguh telah diberi hidayah, apa tadi yang engkau katakan?” Lalu
orang itupun mengulangi perkataannya. Setelah itu Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
“Engkau beribadah kepada Allah dan tidak menyekutukannya dengan sesuatu pun, menegakkan
shalat, membayar zakat, dan engkau menyambung silaturahmi”. Setelah orang itu pergi, Nabi
Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: “Jika dia melaksanakan apa yang aku perintahkan tadi,
pastilah dia masuk Surga”. [dalam Shahîh al-Bukhâri dan Shahîh Muslim, dari Abu Ayyûb al-
Anshârî]

Mudik sesungguhnya
Walau dalam keadaan capek dan berpayah-payah, namun sering kita perhatian para pemudik tetap
semangat, wajahnya ceria, gembira karna terbayang indahnya kampung halaman. Kenangan manis
di masa kecil dan yang terpenting adalah adanya orang – orang yang dicintai, di sana ada ibu, bapak,
nenek, kakek, kaka, adik dan keluarga bahkan kawan lama sewaktu kecil, hilang rasa lelah dan
letih.

Inilah gambaran mudik di dunia disiapkan dengan sungguh, mulai dari beli tiket sampai oleh – oleh
buat orang terkasih, namun begitu jarang kita menyadari kampung akhirat, mudik kita yang
sesungguhnya.

Mudik Rame-rame
Walau dalam keadaan capek dan berpayah-payah, namun sering kita perhatian para pemudik tetap
semangat

Mudik ke kampung akherat adalah mudik yang tidak kembali lagi ke dunia tempat perantauan,
mudik di dunia saja kalau kurang bekal kita was – was, khawatir bahkan gagal pulang kampung, lalu
seberapa rindu kita pulang kampung akhirat?

Bilal bin Rabah RA berkata kepada istrinya yang menangis karena beliu terbaring sakit; “Jangan
menangis tapi tersenyumlah karna aku akan bertemu dengan kekasihku Rasulullah Shalallahu
‘Alaihi Wasallam dan sahabat – sahabatku.”

Bagaimana bekal kita untuk mudik ke akhirat, seberapa banyak persiapan kita?

Abu Hurairah Radhiallahu anhu berkata ketika sakit yang mengantarkannya sampai wafat seraya
meneteskan air mata. “Teramat panjang perjalananku namun teramat sedikit perbekalanku,”
katanya. Allahu Akbar sekelas Abu Hurairah Ra saja mengatakan itu.

Al -Qur’an menyebutkan :

ِ ‫ونُيَُاُأ ُ ْو ِليُاْلَ ْلبَا‬


ُ‫ب‬ َّ ‫َوتَ َز َّودُواُْفَ ِإ َّنُ َخ ْي َر‬
َ ‫ُالزادُِالت َّ ْق َو‬
ِ ُ‫ىُواتَّق‬
“Berbekalah kamu maka sebaiknya bekal adalah ketaqwaan.” (QS: Baqarah: 197)

Ketaqwaan inilah sebenarnya tujuan besar dari ibadah puasa di bulan Ramadhan ini.

“Itik bukan sembarang itik,


Itik cantik berenang di tengah sawah,
Mudik bukan sembarang mudik,

Halaman 93
Kumpulan Materi Pilihan Kultum Bakda Tarawih Masjid al-Furqon Agraria Bantarsari Cilacap Ramadhan 1439 H

Kami mudik niatnya ibadah.”


https://www.hidayatullah.com/ramadhan/mutiara-ramadhan/read/2016/07/05/97485/apakah-mudik-
kita-karena-allah.html

Materi hari ke-28 Pilihan pertama


Penyebab Dibukanya Syurga dan Ditutupnya Pintu Neraka

Salah satu keistimewaan dan keutamaan bulan Ramadhan disebutkan dalam hadits Abu Hurairah r.a.
bahwa Rasulullah Shallallahu ‘alaihi Wassalam. Bersabda:
“Apabila telah masuk bulan Ramadhan, terbukalah pintu-pintu surga dan tertutuplah pintu-pintu
neraka dan setan-setan pun terbelenggu.” (HR. Bukhari Muslim)

Dalam hadits yang lain disebutkan:


“Apabila datang awal malam dari bulan Ramadhan, syaitan-syaitan dan jin-jin yang sangat jahat
dibelenggu, pintu-pintu neraka ditutup tidak ada satu pintu pun yang terbuka, sedangkan pintu-
pintu surga dibuka tidak ada satu pintu pun yang ditutup. Dan seorang penyeru menyerukan:
‘Wahai orang yang menginginkan kebaikan kemarilah. Wahai orang-orang yang menginginkan
kejelekan tahanlah.’Dan Allah memiliki orang-orang yang dibebaskan dari neraka, yang demikian
itu terjadi pada setiap malam.” (HR. Tirmidzi dan Ibnu Majah, hadits hasan)

Lalu muncul pertanyaan, jika syaitan dibelenggu selama Ramadhan kenapa masih terjadi
kemaksiatan dan perbuatan dosa. Masih sering terlihat di lingkungan sekitar kita ada orang muslim
yang tidak segan melakukan perbuatan terlarang. Bahkan media masih dihiasi dengan berita
kriminal dan maksiat, Satpol PP selalu berhasil menjaring pasangan mesum pada malam bulan
Ramadhan.

Apa yang dinyatakan oleh Rasulullah Shallallahu ‘alaihi Wassalam dalam sabdanya tentu
merupakan sebuah kebenaran, apalagi beliau senantiasa dituntun dengan wahyu dalam setiap
ucapannya. Jika sebuah hadits yang telah dinyatakan sahih ternyata tidak sesuai dengan realitas yang
ada, maka para ulama berusaha memahami makna yang terkandung dalam hadits tersebut dengan
berbagai pendekatan, antara lain metode al jam’u wa at taufiq, yaitu mengaitkan dan
mengkompromikan riwayat tersebut dengan hadits-hadits lainnya yang semakna.

Hadits yang disebutkan di atas seakan-akan bertentangan dengan kenyataan yang ada, maka
beberapa ulama telah memberikan penjelasan tentang makna hadits tersebut. Secara umum dapat
disimpulkan sebagai-berikut:

Pertama, bahwa di bulan Ramadhan yang penuh berkah ini, kemaksiatan dan kejahatan di muka
bumi relatif lebih sedikit karena jin-jin yang jahat dibelenggu dan diikat, sehingga mereka tidak
bebas menyebarkan kerusakan di kalangan umat manusia sebagaimana hal ini dapat mereka lakukan
di luar bulan Ramadhan. Pada hari-hari Ramadhan kaum muslimin disibukkan dengan ibadah puasa,
baca al Qur’an dan ibadah lainnya yang dapat mengendalikan nafsu syahwat.

Kedua, bahwa di bulan Ramadhan ini terjadi pengurangan kemaksiatan jika dibandingkan dengan
bulan-bulan lain. Artinya perbuatan maksiat dapat diminimalkan, misalnya melalui penutupan
tempat-tempat hiburan dan maksiat selama bulan puasa. Kebijakan seperti ini tentu saja dapat
mengurangi terjadinya praktek maksiat pada bulan suci Ramadhan.

Ketiga, bahwa kemaksiatan itu hanyalah berkurang dari orang-orang yang berpuasa secara benar,
yaitu mereka yang menunaikan puasanya sesuai tuntunan agama, memenuhi syarat-syarat dan
menjaga adab-adabnya. Dengan demikian Allah melindungi hamba-hamba-Nya yang taat beribadah
agar tidak terjerumus kemaksiatan dan dosa karena syaitan tidak bebas menggoda mereka
sebagaimana halnya di bulan-bulan lain.

Keempat, hadits tersebut juga bisa dimaknai bahwa yang dibelenggu itu hanyalah sebagian syaitan
dan bukan seluruhnya. Bahkan meskipun seluruh syaitan dibelenggu, juga tidak dapat memastikan
perbuatan dosa dan kemaksiatan akan hilang sama sekali. Hal itu karena terjadinya kemaksiatan

Halaman 94
Kumpulan Materi Pilihan Kultum Bakda Tarawih Masjid al-Furqon Agraria Bantarsari Cilacap Ramadhan 1439 H

disebabkan oleh banyak faktor selain syaitan, misalnya jiwa yang kotor, kebiasaan dan karakter
buruk manusia serta godaan syaitan dari golongan manusia.

Kelima, hadits tersebut juga dapat menjadi isyarat bahwa alasan telah dihilangkan bagi seorang
hamba yang mukallaf dalam melakukan dosa. Seolah dikatakan kepadanya, “Syaitan-syaitan telah
ditahan dari menggodamu, maka jangan lagi engkau menjadikan syaitan sebagai alasan dalam
meninggalkan ketaatan dan melakukan perbuatan dosa”.

Kesimpulannya bahwa di bulan Ramadhan ini disyariatkan ibadah puasa dan dianjurkan melakukan
ibadah-ibadah sunnah seperti shalat malam, baca al-Qur’an, dzikir, i’tikaf, sadaqah, zakat dan
sebagainya. Dengan keikhlasan dan kekhusyu’an menjalankan ibadah tersebut secara sempurna
sesuai tuntunan yang benar, maka syaitan akan kesulitan menggoda untuk bermaksiat kepada Allah.

Selanjutnya ibadah-ibadah yang dilakukan pada bulan Ramadhan ini dapat menjadi penyebab
dibukanya pintu syurga dan ditutupnya pintu neraka bagi hamba-hamba Allah yang shaleh. Wallahu
Ta’ala a’lam bisshawab.
https://www.hidayatullah.com/ramadhan/mutiara-ramadhan/read/2012/08/06/61488/penyebab-
dibukanya-syurga-dan-ditutupnya-pintu-neraka.html

Materi hari ke-28 Pilihan kedua


Mereka yang Layak Rayakan Kemengan Idul Fitri

Matahari yang terbit hari ini tidaklah seindah matahari yang terbit kemarin, matahari kemarin penuh
cahaya keberkahan yang menjanjikan sejuta ampunan dan pahala yang melimpah, hari ini cahaya itu
sudah hilang karena tamu yang agung itu telahpun pergi meninggalkan bumi, kepergianyya diiringi
oleh para malaikat yang membawa keberkahan menuju arasy’ Allah Subhanahu Wata’ala dengan
membawa catatan-catatan penting yang akan dilaporkan kepada Tuhan yang telah mengirimkan
tamu agung tersebut kepada umat Islam. Lebih kurang satu bulan lamanya tamu agung tersebut
berada di bumi, memberikan pelayanan yang begitu istimewa, mendengarkan keluh kesah manusia,
mengabulkan permintaan apa saja yang diminta hamba kepada TuhanNya, melipat gandakan amal
kebaikan dengan berjuta-juta pahala denagan balasan Surga yang indah, menerima taubat hamba-
hamba yang yang ingin kembali kepada TuhanNya, mengampuni dosa-dosa mereka meskipun dosa
mereka seperti gununung-gunung yang menjulang tinggi.

Hanya dengan puasa yang dikerjakan penuh dengan keimanan dan keikhlasan berguguran dosa-dosa
mereka yang lalu, ditambah lagi dengan shalat malam yang mereka kerjakan dengan penuh rasa
khusyu’ dan khuzdu’ (tunduk dan patuh) semata-mata karena Allah maka bertambah pula derajat
mereka dihadapan Allah, terbebas dari api neraka merupakan keberuntungan yang dijanjikan Tuhan
bagi mereka, dan hunian surga hadiah istimewa bagi mereka.

Sungguh amat beruntunglah bagi mereka yang telah memuliakan tamu agung tersebut sebagai
momentum perbaikan diri dan tazkiyatun nafs (pensucian jiwa), sehingga diri menjadi suci dan
bersih dari noda-noda dan dosa, Sungguh sangat beruntung orang-orang yang telah mensucikan diri
(al-A’la: 14).

Membersihkan diri dari kesalahan-kesalahan masa lalu terhadap diri yang telah melampaui batas,
betapa banyak larangan Allah yang dikerjakan dengan sengaja dalam keadaan sadar, tangan yang
Allah berikan digunakan untuk maksiat mengambil harta yang bukan miliknya atau menyentuh
tubuh yang tidak halal baginya, mata yang diberikan digunakan untuk melihat apa yang Allah
haramkan, hidung mencium yang haram, lidah burucap yang kotor ghibah (menggunjing), dan
namimah (menyebar fitnah), telinga mendengar kata-kata kotor dan keji, kaki lebih sering
dilangkahkan ke tempat maksiat, hati selalu memikirkan syahwat dan kesenangan dunia. Belum lagi
dosa-dosa meninggalkan perintah Tuhan, betapa banyak alfa dalam memenuhi kewajiban Allah,
seruan azan diabaikan, suara al-Quran dianggap mengganggu hati dan pikiran, shalat fardhu lima
waktu ditinggakan dengan sengaja, puasa ramadhan bertahun-tahun ditinggalkan dengan penuh
keangkuhan, harta yang melimpah ruah tidak pernah dikeluarkan hak fakir miskin dan anak yatim
yang terdapat di dalamnya, dan dosa-dosa lain yang begitu banyak.

Halaman 95
Kumpulan Materi Pilihan Kultum Bakda Tarawih Masjid al-Furqon Agraria Bantarsari Cilacap Ramadhan 1439 H

Semuanya lebur dan berguguran tiada satupun tersisa, diampuni semuanya oleh yang maha
Pengampun bagi hamba-hamba yang benar-benar menggunakan kesempatan tersebut untuk bertobat
dan kembali ke jalanNya.

Rasulullah meriwayatkan dalam Hadis Qudsi, Allah berfirman: “Wahai Anak Adam, jika engkau
bermunajat dan berharap kepadaku maka aku ampunkan semua dosa engkau dan Aku tidak peduli
(sebesar apapun dosa itu), wahai anak Adam jika dosamu menjulang tinggi hingga ke langit
kemudian engkau memohon ampun kepadaku maka Aku ampunkan semua dosa engkau dan Aku
tidak peduli (sebanyak apapun dosa itu) wahai anak adam jika engkau datang kepadaku dengan
dosa sebulat bumi kemudian engkau berjumpa denganku tidak pernah menyekutukan aku dengan
sesuatu apapun maka aku akan menjumpai engkau dengan ampunan sebulat bumi.” (HR. Tirmizi).

Namun, tidak semua orang mendapat keburuntungan ini, tidak semua mendapatkan ampunan dari
Allah, karena mereka tidak memuliakan tamu yang mulia tersebut, mereka menyianyiakan
kesempatan tersebut, padahal mereka telah diberi kesempatan untuk bertemu dengan bulan mulia
tersebut. Di siang hari seharusnya mereka menahan haus, lapar dan syahwat, malahan mereka
dengan penuh kesombongan melanggar perintah tersebut, di malam hari seharusnya menghidupkan
malam dengan mendekatkan diri dengan shalat, zikir dan baca al-Quran, tapi mereka abaikan semua
itu. Beginilah yang digambarkan oleh Rasulullah: Betapa banyak orang diberi kesempatan untuk
bertemu Ramadhan namun Allah tidak mengampunkan dosanya.

Hari yang fitri ini merupakan kemenangan yang besar bagi orang-orang yang telah benar-benar
mendapatkan ampunan dari Allah, kebahagiaan yang tiada tara yang bagi orang yang telah berpuasa,
Rasulullah bersabda: “Bagi orang yang berpuasa ada dua kebahagiaan satu kebahagiaan ketika
berbuka dan satu kebahagiaan ketika berjumpa dengan Tuhannya.” (HR. Muslim).

Di pagi hari ini satu kebahagiaan yang dinikmati oleh mereka yang benar-benar berpuasa di bulan
suci yaitu mereka telah berbuka dengan penuh kegembiraan bersama sanak saudara mereka, hari-
hari sebelumnya selama satu bulan lamanya mereka telah menahan rasa lapar, haus karena Allah,
Merekalah orang-orang yang telah memperoleh ampunan Allah. Maka mereka pulalah yang layak
merayakan kemengan di hari yang fitri ini karena diri mereka telah kembali kepada fitrhah, suci
seperti baru dilahirkan ke bumi.

Orang Bijak berkata: Bukanlah hari raya bagi orang yang berhias diri dengan pakaian dan
kenderaan, hari raya adalah bagi orang yang telah diampunkan dosanya, bukanlah hari raya bagi
orang yang makan makanan yang lezat, bersenang-senang dengan syahwat dan kelezatan, hari raya
adalah bagi bagi orang yang telah diampunkan dosaya dan telah diganti kesalahannya dengan pahala
dan kebaikan (al-Futuhat aulya).
https://www.hidayatullah.com/ramadhan/mutiara-ramadhan/read/2013/08/13/5849/mereka-yang-
layak-rayakan-kemengan-idul-fitri.html

Materi hari ke-29 Pilihan pertama


Mari Perkuat Hubungan Bertetangga

Mengapa kejahatan, ketidakamanan dan kerusakan sosial begitu mudah terjadi? Satu di antara faktor
dominan mungkin karena adab bertetangga yang mulai ditinggalkan oleh sebagian besar kaum
Muslimin.

Konsep hidup perkotaan sejauh ini telah menggerus nilai-nilai luhur dan penting dalam kehidupan
sosial, yakni mengenal dan bersinergi dalam kebaikan bersama tetangga, sehingga kerapkali sering
terjadi tindak kejahatan, terutama kepada anak-anak begitu mudah terjadi karena satu dengan lain
keluarga tidak ada silaturrahmi bahkan saling tidak mengenal. Akibatnya gotong royong yang
merupakan manivestasi ajaran Islam seakan memudar dalam kehidupan nyata masyarakat.

Suasana tersebut tentu sangat berbeda dengan masyarakat pedesaan, yang tidak saja saling
mengenal, tetapi anak dari tetangga yang sudah lama tidak kembali ke kampung halamannya pun
mereka masih saling ingat, membicarakan dan tentu saja berharap kebaikan bagi mereka yang
meninggalkan kampung halaman sukses di perantauan.
Halaman 96
Kumpulan Materi Pilihan Kultum Bakda Tarawih Masjid al-Furqon Agraria Bantarsari Cilacap Ramadhan 1439 H

Wajar jika di desa (meski mungkin kini sudah tidak semua desa) kontrol sosial berjalan dengan
cukup baik. Sebab saling mengenal dengan tetangga akan menimbulkan rasa tanggung jawab untuk
ikut serta saling melindungi. Dan, keakraban di antara mereka begitu kental terasa.

Namun kini tinggal kepada kesadaran dan gaya hidup setiap Muslim. Meski pun di kota, jika
memang adab bertetangga dihidupkan, bukan mustahil ketahanan sosial, terutama keamanan bagi
anak-anak yang sering menjadi sasaran pelaku kejahatan dan predator seks benar-benar dapat
dilindungi.

Sebab, keluarga yang baik tidak menjamin kebaikan selama lingkungan tidak benar-benar aman dan
kondusif. Jadi umat Islam tidak saja butuh menguatkan keluarga, tetapi juga sekaligus sangat butuh
dengan kebaikan lingkungan yang bisa dimulai dengan adab bertetangga guna terciptanya ketahanan
sosial.

Oleh karena itu termasuk perkara penting dan mendesak bagi setiap Muslim, dimanapun berada
kembali memahami kedudukan tetangga dan menghidupkan adab-adab bertetangga. Selain
memberikan ketenangan hati karena telah menghidupkan sunnah, secara langsung hal ini akan
menguatkan lingkungan kita hidup dalam kebaikan demi kebaikan, serta aman dari ancaman
predator sek dan kejahatan anak.

Dalam Islam, tetangga itu harus dimuliakan.


َ ‫ُاْل ِخ ِرُفَ ْليُ ْك ِر ُْمُ َج‬
‫ار ُُه‬ ْ ‫ُوا ْل َي ْو ِم‬ َ ‫َم ْنُك‬
َّ ‫َانُيُ ْؤ ِم ُنُ ِب‬
َ ِ‫الِل‬
“Barangsiapa yang beriman kepada Allah dan hari akhir, hendaknya ia muliakan tetangganya.”
(HR. Bukhari).

Memuliakan di sini bisa dipahami dengan tidak cuek terhadap tetangga. Memberi perhatian
semampu diri, sehingga tetangga merasa nyaman dan aman hidup bersama kita. Dan, tentu saja,
semoga hal itu mendorong tetangga kita semakin dekat dengan Allah Ta’ala.

Dalam hal ini kita bisa beajar dari Ulama Salaf Hasan Al-Bashri. Beliau rela menahan diri tidak
menggugat tetangganya yang beragama Yahudi yang setiap hari, rumah beliau terkena pembuangan
air dapur rumah tetangganya.

Kala Hasan Al-Bashri sakit, tetangga Yahudi itu pun menjenguk dan kaget dengan bau tidak sedap
yang menyeruak masuk ke dalam rumah beliau. Sontak Yahudi itu bertanya, “Ini bau apa?” Hasan
Al-Bashri menjawab, “Air dari rumahmu.”

“Kenapa tidak bilang, sudah berapa lama ini terjadi?”

Hasan Al-Bashri pun menjawab ringan, “Sudah 11 tahun.”

Mendengar jawaban tersebut, Yahudi itu malu dan segera sadar akan kekeliruannya dan kemudian
menyatakan diri masuk agama Islam.

Dari kisah ini dapat dipahami bahwa memuliakan tetangga termasuk kepada yang non Muslim dan
sebisa mungkin menghindari bermasalah dengan tetangga. Bersabar dengan keburukannya adalah
jalan pintas mendapat kebaikan dan keridhoan-Nya.

Meski hal ini tidak mudah, setidaknya spirit penting ini jangan pernah padam dari dada kita sebagai
Muslim. Terlebih, jika tetangga kita adalah saudara seiman. Tentu lebih layak untuk dimuliakan
dengan cara yang lebih baik.

Kemudian, berbuat baik kepada tetangga juga menjadi perintah yang dirangkaikan dengan amanat
menjalankan ibadah dengan suci murni hanya kepada-Nya.

Halaman 97
Kumpulan Materi Pilihan Kultum Bakda Tarawih Masjid al-Furqon Agraria Bantarsari Cilacap Ramadhan 1439 H

ُُ‫سانًاُ َو ِبذِيُا ْلقُ ْر َبىُُ َوا ْل َيتَا َمى‬ َ ‫نُ ِإ ْح‬ ُِ ‫ش ْيئ ًاُُۖ َو ِبا ْل َوا ِل َد ْي‬
َ ُ‫ُو ََّلُتُش ِْركُواُ ِب ِه‬ َ َ‫ُواَُّللا‬
َّ ‫َوا ْعبُد‬
ُ‫س ِبي ُِل‬
َّ ‫نُال‬ ُِ ‫بُ ِبا ْل َجُْن‬
ُِ ‫بُ َوا ْب‬ ُِ ‫اح‬
ِ ‫ص‬َّ ‫بُ َوال‬ ُِ ُ‫ارُا ْل ُجن‬ ُِ ‫ارُذِيُا ْلقُ ْربَىُُ َوا ْل َج‬ ُِ ‫ينُ َوا ْل َج‬ َ ‫َوا ْل َم‬
ُِ ‫سا ِك‬
‫ورا‬ً ‫َانُ ُم ْختَ ًاَّلُفَ ُخ‬ َ ‫بُ َم ْنُك‬ َّ ‫َو َماُ َملَكَتُُْأَ ْي َمانُ ُك ُْمُُۗ ِإ َّن‬
ُّ ‫َُّللاَ ََُّلُيُ ِح‬
“Sembahlah Allah dan janganlah kamu mempersekutukan-Nya dengan sesuatu pun. Dan berbuat
baiklah kepada kedua orang tua, karib-kerabat, anak-anak yatim, orang-orang miskin, tetangga
yang memiliki hubungan kerabat dan tetangga yang bukan kerabat, teman sejawat, ibnu sabil dan
hamba sahayamu. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang sombong dan
membangga-banggakan diri.” (QS. An Nisa [4]: 36).

Mengamalkan adab bertetangga ini tidak saja akan menumbuhkan rasa kasih sayang dengan sesama,
tetapi juga menguatkan sistem sosial. Bisa dibayangkan jika satu keluarga ke empat penjuru mata
angin dengan jumlah 40 rumah alias tetangga saling mengenal, maka pelaku kejahatan mana yang
berani berbuat buruk lalu menciderai anak-anak kita?

Berbuat Baik pada Tetangga


Penculikan anak, pergaulan yang salah dapat dicegah jika kehidupan bertetangga berjalan
sebagaimana ajaran Islam. Mari kembalikan nafas ajaran Islam dalam keseharian bersama tetangga.
Karena di dalamnya ada banyak sekali manfaat dunia-akhirat.

Untuk itu, tidak mengherankan jika adab bertetangga ini dilanggar, justru akan menimbulkan
banyak kerugian, sekalipun diri termasuk orang yang komitmen beribadah dan beramal sholeh.

ُ:‫س ْو َلُهللاِ؟ُقَا َل‬ َ ‫ُ ِق ْي َل‬.ُ‫ُوهللاِ ََُّلُيُ ْؤ ِم ُن‬،ُ


َ َ‫ُوُ َم ْنُي‬:
ُ ‫اُر‬ َ ‫ُوهللاِ ََُّلُيُ ْؤ ِم ُن‬،ُ
َ ‫َوهللاِ ََُّلُيُ ْؤ ِم ُن‬
ُ ‫ِي ََُّلُيَأ ْ َم ُنُ َج‬
ُ‫ارهُُبَ َوائِقَ ُه‬ ْ ‫الَّذ‬
“Demi Allah, tidak beriman, tidak beriman, tidak beriman. Ada yang bertanya: ‘Siapa itu wahai
Rasulullah?’. Beliau menjawab: ‘Orang yang tetangganya tidak aman dari bawa’iq-nya
(kejahatannya).” (HR. Bukhari Muslim).

Hal ini dipertegas dalam hadits yang lain.


ُ‫ُوفيُلسانهاُشيءُتؤذي‬،‫ياُرسولُهللا!ُإنُفالنةُتصليُالليلُوتصومُالنهار‬
‫ُهيُفيُالنار‬،‫َُّلُخيرُفيها‬:‫ُقال‬.‫جيرانها‬
“Wahai Rasulullah, si Fulanah sering shalat malam dan puasa. Namun lisannya pernah menyakiti
tetangganya. Rasulullah bersabda: ‘Tidak ada kebaikan padanya, ia di neraka.” (HR. Al Hakim).

Neraka itu mungkin bermakna dua, satu berupa kerugian, kerusakan dan ketidakbahagiaan di dunia.
Dan, kedua tentu neraka dalam pengertian aslinya. Tentu kita berlindung kepada Allah dari
termasuk orang yang masuk neraka karena abai terhadap tetangga. Semoga Allah mampukan hati
dan diri kita hidup bertetangga dengan ajaran sunnah Rasulullah. Wallahu a’lam.
https://www.hidayatullah.com/kajian/gaya-hidup-muslim/read/2016/07/14/97635/mari-perkuat-
hubungan-bertetangga.html

Materi hari ke-29 Pilihan kedua


Hormati Sesama Muslim, Wujudkan Pesaudaraan dan Persatuan Umat

Seiring dengan banyaknya peristiwa yang terus mewarnai kehidupan kaum Muslimin secara global,
sudah semestinya umat Islam mengambil pelajaran, hikmah dan kemaslahatan dengan mengubah
cara berpikir dan sikap, terutama dalam upaya yang mendorong terwujudnya persaudaraan dan
persatuan kaum Muslimin di indonesia bahkan dunia.

Beberapa langkah intropeksi bisa dilakukan secara bersama-sama. Misalnya, mengapa kaum
Muslimin mudah sekali ditindas, seperti di Palestina, Suriah, dan sebagian negara-negara Muslim di
Afrika? Mengapa pemimpin-pemimpin Muslim yang terpilih melalui jalur demokrasi secara sah
cenderung selalu dilemahkan dan digulingkan? Dan, mengapa setiap terjadi tindak terorisme, dunia
menuding wajah umat Islam?

Halaman 98
Kumpulan Materi Pilihan Kultum Bakda Tarawih Masjid al-Furqon Agraria Bantarsari Cilacap Ramadhan 1439 H

Tentu masalah di atas membutuhkan jawaban dan upaya nyata yang tidak sederhana, sebab
persaudaraan dan persatuan umat Islam memang sedang tidak terajut dengan kuat. Namun, secara
pribadi kita bisa mulai dengan memperbaiki cara berpiki dan sikap kita dalam memaknai dan
mengamalkan ukhuwah Islamiyah. Yaitu dengan menghargai kaum Muslimin yang berbeda dengan
diri kita, sejauh perbedaan itu bukan pada perkara-perkara ushul.

ُ‫س‬ َ ‫ص ۡينَابِ ِۤۦه ِإ ۡب َرٲ ِهي َم َو ُمو‬


َ ‫سى َو ِعي‬ َّ ‫او‬ َ ‫صىبِ ِۦهنُو ً۬ ًح‬
َ ‫اوٱلَّ ِذ ٰٓىأ َ ۡو َح ۡينَآٰإِلَ ۡيك ََو َم‬ َّ ‫او‬ َ ‫ُممُنَٱلدِينِ َم‬ِ ‫علَك‬ َ ‫ش ََر‬
ُ‫ىأَ ۡنأ َ ِقي ُمواْٱلدِينَ َو ََّلتَتَفَ َّرقُواْ ِفي ِه‬
ُٰۖٓ
“Dia telah mensyari’atkan bagi kamu tentang agama apa yang telah diwasiatkan-Nya kepada Nuh
dan apa yang telah Kami wahyukan kepadamu dan apa yang telah Kami wasiatkan kepada Ibrahim,
Musa dan Isa yaitu: Tegakkanlah agama dan janganlah kamu berpecah belah tentangnya.” (QS.
Al-Syuura [42]: 13).

Ayat ini jelas maksud dan tujuannya. Kemudian, secara historis, langkah pertama yang dilakukan
Nabi Muhammad Shallallahu alayhi wasallam seusai membangun masjid saat hijrah adalah
mempersaudarakan kaum Muslimin antara Kaum Anshar dan Muhajirin.

Oemar Mita dalam salah satu sesi taushiyahnya yang mengangkat tema “Akhlak Salaf yang
Ditinggalkan” yang diupload di Youtube pada 29 April 2016 sempat mengatakan, perlakukanlah
orang lain dengan baik. Sebagaimana kita semua ingin diperlakukan baik oleh banyak orang. Kalau
kita tak ingin dihujat kehormatannya, maka, jangan pula menghujat orang lain, ujarnya.

Dengan kata lain, jangan sampai karena beda pendapat, beda kelompok, beda kebiasaan, apalagi
karena sekedar beda pemimpin dan ulama yang dirujuk, lantas menjatuhkan yang lain. Padahal
mereka Muslim juga, sholat dengan berwudhu dan gemar memakmurkan masjid.

Rasulullah bersabda;
ْ ‫ام ِرئ ٍِمنَالش َِّرأَ ْن َي ْح ِق َرأَ َخا ُها ْل ُم‬
ُ‫س ِل َم‬ ْ ‫س ِب‬
ْ ‫ِب َح‬
“Cukuplah seseorang berbuat keburukan jika dia merendahkan saudaranya sesama muslim.” (HR.
Muslim).

Jangan sampai hanya karena perbedaan pendapat, teman dijadikan lawan, disudutkan secara habis-
habisan. Padahal, sebelumnya ada banyak maslahat yang bisa diwujudkan justru karena pertemanan
yang dijalin. Jangan mudah tergoda untuk menyepelekan sesama Muslim hanya karena diri merasa
kedudukannya lebih tinggi dan pendapatnya lebih bermutu.

Kemudian, kalau pun melihat perpecahan, perselisihan dan pertengkaran sesama Muslim, jangan
kemudian kita menjadi kompor yang memanas-manasi keadaan. Tetapi, damaikanlah. Itu perintah
Allah di dalam Al-Qur’an.

“Orang-orang beriman itu sesungguhnya bersaudara. Sebab itu damaikanlah (perbaikilah


hubungan) antara kedua saudaramu itu dan takutlah terhadap Allah, supaya kamu mendapat
rahmat” (QS. Al-Hujurat [49]: 10).

Oleh karena itu setiap Muslim mesti memprioritaskan dua sikap terhadap Muslim lainnya.

Pertama, berlemah lembut


َ ‫يهيَأ َ ْح‬
ُ‫س ُن‬ َ ‫س ِبي ِل َر ِب َك ِبا ْل ِح ْك َم ِة َوا ْل َم ْو ِع َظ ِةا ْل َح‬
ِ ِ‫س َن ُِة َو َجا ِد ْل ُه ْم ِبالَّت‬ َ ‫ع ِإلَى‬
ُ ‫ا ْد‬
“Serulah (manusia) kepada jalan Tuhan-mu dengan hikmah dan pelajaran yang baik dan bantahlah
mereka dengan cara yang baik.” (QS. An Nahl: 125)

Kedua, selalu mengajak pada yang ma’ruf dan menjauhi yang munkar

Halaman 99
Kumpulan Materi Pilihan Kultum Bakda Tarawih Masjid al-Furqon Agraria Bantarsari Cilacap Ramadhan 1439 H

ِ َّ ‫ستَأ ْ ُم ُُرونَ ِبا ْل َم ْع ُرو ِف َوتَ ْن َه ْونَ َع ِنا ْل ُم ْنك َِر َوت ُ ْؤ ِمنُونَ ِب‬
ُ‫الِل‬ ِ ‫ُك ْنت ُ ْم َخ ْي َرأ ُ َّم ٍةأ ُ ْخ ِر َجتْ ِللنَّا‬
“Kamu adalah umat yang terbaik yang dilahirkan untuk manusia, menyuruh kepada yang ma’ruf,
dan mencegah dari yang munkar, dan beriman kepada Allah.” (QS. Ali Imron [3]: 110).

Apabila hal ini bisa menjadi komtimen setiap Muslim dalam memimpin keluarga, kelompok dan
masyarakatnya, insya Allah perselisihan yang berdampak buruk pada persaudaraan dan persatuan
umat bisa diminimalisir. Percayalah, dengan semangat hati memupuk persaudaraan dan persatuan,
umat Islam akan tampil kuat dan tidak mudah diprovokasi apalgi dipecah belah. Ikatan kita jelas,
yakni satu aqidah.
https://www.hidayatullah.com/kajian/gaya-hidup-muslim/read/2016/07/27/98386/hormati-sesama-
muslim-wujudkan-pesaudaraan-dan-persatuan-umat.html

Halaman 100

Вам также может понравиться