Академический Документы
Профессиональный Документы
Культура Документы
Lembaga Kebijakan
Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah (LKPP)
Redaksi menerima artikel/essay
SME Tower Lt. 8 yang relevan dengan Dunia Pengadaan.
Jl. Jendral Gatot Subroto Kav. 94 Untuk petunjuk penulisan dapat dilihat
Jakarta 12780 Indonesia di halaman 115-Panduan Penulisan
Communication Center
Kirimkan ke: humas@lkpp.go.id.
021. 7167 3000
Pelindung
Agus Raharjo
Redaktur Ahli
Eiko Whismulyadi, Himawan Adinegoro,
Bima Haria Wibisana, Agus Prabowo,
Djamaludin Abubakar
Pemimpin Umum
Salusra Widya
Pemimpin Redaksi
R Adha Pamekas
Redaksi
Mudji Santosa, M. Firdaus, Suharti,
Ratna Ayu Maruti, Mustika Rosalina,
Gigih Pribadi, Himawan Giri Dahlan
DAFTAR ISI
Porsi Anggaran
Pengadaan Barang/Jasa pada APBN
18-37 M. Trisno Hadisaputra
Report:
Compliance Performance Indicator
70-109 Lembaga Kebijakan Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah
119-123 Indeks
PENGANTAR REDAKSI
Dari Redaksi November 2012/Vol. 2 - No. 2 i
Pengantar Redaksi
Pengadaan yang kredibel, dan tidak mengada-ada akan berujung pada pemanfaatan
APBN/APBD (Anggaran Negara) secara lebih tepat guna dan efektif. Para pelaku
Pengadaan Barang/Jasa memiliki fungsi yang sangat strategis dalam upaya mewu-
judkan Indonesia yang lebih baik.
Memasuki usianya yang ke-67, bukanlah usia hinggapi seluruh rakyat tanpa terkecuali. Di
yang bisa dikatakan muda lagi bagi bangsa ini. tengah keadaan yang membuat rakyat kian
Di usia yang seharusnya merupakan usia ma- frustasi, muncul anak-anak Bangsa yang se-
tang, sudah sepatutnya Indonesia telah men- perti kembali menyulut semangat, sebuah asa,
jadi bangsa yang semakin besar, berdaulat, bahwa Indonesia masih ada, belum habis, dan
dan mampu menyejahterakan rakyatnya. masih ada harapan untuk menjadikan Indo-
nesia yang lebih baik. Mereka yang ikut me-
Namun, kenyataannya negara ini masih ter- warnai Jurnal Pengadaan LKPP kali ini ada-
papar oleh banyak masalah. Masalah yang be- lah bagian dari anak bangsa yang ikut kembali
rakar pada masih maraknya praktik korupsi, ‘menghidupkan’ mimpi dan harapan tersebut.
kolusi dan nepotisme. Banyak pelaku korupsi
yang masuk persidangan, namun hukuman Para pelaku pengadaan barang/jasa di ling-
yang lemah tidak juga membuat jera--sampai kungan pemerintah, adalah orang-orang
tercipta anekdot, “Di penjara tak apa, selama yang diharapkan dapat menjadi pelopor, para
harta tidak pergi kemana”. Hal ini karena hu- pemberani yang berdiri di garis terdepan,
kuman yang mereka dapatkan terlalu ringan sosok-sosok ini berani bersuara lantang ke-
dibandingkan jumlah uang yang dapat mere- tika melihat adanya penyimpangan, semata
ka kumpulkan. demi menyelamatkan Bangsa. Berani untuk
bilang “Tidak!” kepada berbagai tawaran
Pemimpin silih berganti, namun tampaknya yang menyimpang, mengemban tugas dengan
Negara ini masih berkubang di masalah yang baik, untuk mendukung institusi/lembaganya
sama. Pesimis, tidak lagi mau berharap, dan menjadi lebih bermartabat, profesional dan
pasrah adalah sikap yang kemudian meng- menjunjung tinggi etika.
ii JURNAL PENGADAAN
Jurnal Pengadaan LKPP kali ini berisikan be- Di samping itu, kami juga menyajikan tulisan
ragam karya tulisan yang diharapkan dapat karya M. Trisno Hadisaputro yang meng-
menggugah, inspiratif dan sangat mungkin angkat porsi anggaran pengadaan barang/
untuk diaplikasikan dalam keseharian. Lewat jasa dalam APBN 2012. Untuk kembali
tulisan yang beragam diharapkan dapat mem- mengingatkan akan arti penting dan strategis-
perkaya ilmu dan wawasan para pembaca. nya proses pengadaan barang/jasa yang kre-
Gaya bahasa yang bertutur dengan dialogis dibel bagi berjalannya proses pembangunan
disajikan tanpa ingin terkesan menggurui. yang berkelanjutan. Sekaligus Trinso juga in-
gin berbagi tentang upaya-upaya konkrit yang
Topik seperti Sustainable Procurement bisa disumbangkan agar proses pengadaan
(SP) atau Proses Pengadaan yang Berkelan- berjalan sesuai dengan apa yang diamanatkan
jutan, misalnya ingin menginspirasi dan me- oleh regulasi yang berlaku.
nyadarkan kita bahwa ternyata erat sekali hu-
bungannya antara sumber daya alam dengan Jurnal kali ini juga ingin bertutur tentang
proses pengadaan. Dadan Umar Daihani, fenomena korupsi, dari kacamata budaya dan
Guru Besar Universitas Trisakti yang seka- teori. Sebuah tulisan karya Nanang Priyatna
rang juga aktif di LEMHANAS mencoba yang secara runtun mencoba membuat para
berbagi kepada para pembaca seputar SP ini. pembaca tersadar akan bahaya penyakit ko-
rupsi itu, berikut hal-hal yang bisa dilakukan
Dalam karya yang sama, Dadan juga ingin untuk mencegahnya sehingga dapat meng-
mengungkapkan bahwa keseimbangan ling- akhiri fenomena korupsi yang mewabah se-
kungan serta keharmonisan kehidupan sosial, perti saat ini.
sering tidak menjadi bahan pertimbangan
dalam proses pengadaan. Kesadaran akan Lebih jauh, Erlangga Atmadja yang menyu-
pentingnya konservasi sumber daya alam sun paper dengan judul : ‘The Imperative
inilah yang mendorong dikembangkannya for a National Public Procurement Pro-
konsep SP. Di Indonesia, kajian dan pemba- cess that is Credible: A Challenge for the
hasan mendalam mengenai SP belum banyak Academic Community to Provide Con-
dilakukan, sementara di dunia internasional vincing Demonstrative Effects of the
topik ini sudah menjadi bagian tidak terpisah- Economic Benefits of Having a Cutting
kan dalam merumuskan kebijakan procurement Edge Country Procurement System,”
dunia yang dikaitkan dengan program pem- mencoba mengingatkan kita bahwa sesung-
bangunan berkelanjutan. guhnya Indonesia memiliki kemampuan dan
Dari Redaksi November 2012/Vol. 2 - No. 2 iii
potensi yang luar biasa, sehingga kita mam- Redaksi juga menghadirkan hasil survei
pu bertahan di tengah badai krisis ekonomi “Compliance and Performance Indica-
dunia yang hingga kini masih dirasakan aki- tors of Public Procurement in Indonesia”
batnya. Salah satu upaya yang bisa dilakukan yang digelar pada tahun 2011. Survei yang
adalah dengan mengemas proses pengadaan diselenggarakan oleh LKPP ini bertujuan un-
yang lebih efektif dan efisien yakni dengan tuk memberikan gambaran tentang kemajuan
e-procurement. implementasi reformasi sistem pengadaan di
Indonesia yang disertai dengan berbagai re-
Sementara tulisan dengan judul “Optimal- komendasi aspek apa saja yang masih harus
isasi Peran Aturan PBJP dalam Refor- dibenahi dalam rangka memperkuat refor-
masi Birokrasi” karya Mustofa Kamal, masi sistem pengadaan di Indonesia.
menjabarkan hubungan antara Pengadaan
Barang/Jasa yang optimal seiring dengan Akhirnya Redaksi ingin memberikan peng-
berjalan baiknya proses Reformasi Birokrasi. hargaan setinggi-tingginya kepada para penu-
Beragam ilustrasi digambarkan dalam tu- lis yang telah berbagi dengan pembaca Jur-
lisan ini, memudahkan para pembaca untuk nal Pengadaan LKPP, semoga para pembaca
memahami konteks pengadaan barang/jasa dapat memetik ilmu dan menambah wawasan
serta Reformasi Birokrasi. Lewat ilustrasi khususnya dalam aspek pengadaan/procure-
dan pejabaran yang komprehensif Mustofa ment. Sehingga dapat menjadi bekal dalam
mencoba untuk mempermudah pembaca un- mengemban tugas di lingkup Pengadaan Ba-
tuk memahami proses pengadaan yang kredi- rang/Jasa Pemerintah.
bel sejalan dengan proses reformasi birokrasi
yang tengah berjalan. Selamat Membaca
Redaksi
SISTEM
PENGADAAN
BERKELANJUTAN
Sistem Pengadaan Berkelanjutan November 2012/Vol. 2 - No. 2 1
Abstract
yang berdampak pada bencana sosial pada dasarnya dimuai dari kebija-
Kesadaran akan pentingnya konservasi sumber daya alam inilah yang men-
nyak dilakukan, padahal di dunia internasional topik ini sudah menjadi ba-
menjadi agenda berbagai kongres internasional. Oleh karena nya kami ter-
tarik untuk melakukan penelusuran literatur dan kajian ilmiah mengenai hal
ini yang kami tuangkan dalam tulisan ini. Paper singkat ini tentu tidak di-
know how tentang SP. Pada paper ini baru akan dikemukakan ide dasar
prinsip-prinsip tersebut.
tersebut, baik secara kuantitas maupun kuali- curement di negeri ini. Paper singkat ini tentu
tasnya. tidak dimaksudkan untuk membahas secara
mendalam mengenai knowledge dan know how
Sehubungan dengan itu, paper ini akan men- tentang SP. Pada paper ini baru akan dike-
coba membahas satu topik menarik yang mukakan ide dasar serta pengalaman praktis
akhir-akhir ini sedang a la mode dibidang berbagai negara maju dalam mempraktekan
procurement yaitu “Sustainable Procurement” (SP). prinsip-prinsip tersebut. Mudah-mudahan
Ada beberapa ahli yang menamakan konsep hal ini akan menggugah kita untuk men-
ini dengan sebutan “Green Procurement”. Pada dalami dan mempraktekan prinsip-prinsip
prinsipnya kedua konsep di atas mencoba keberlanjutan dalam proses procurement seba-
mengintegrasikan prinsip efisiensi ekonomi gai pertanggung jawaban kita bagi generasi
dengan prinsip kemanfaatan yang memper- selanjutnya di masa depan.
timbangkan kelestarian lingkungan alam dan
sosial. Sebagaimana didefinisikan oleh Helen 2. Sustainable Procurement:
(2009) bahwa SP secara sederhana adalah “ ... Konsep Dasar dan Pengalaman Praktis
is procurement that is consistent with the principles of
sustainable development, such as ensuring a strong, 2.1 Konsep Dasar
healthy and just society, living within environmental Sustainable Procurement
limits, and promoting good governance...” (Walker Munculnya konsep SP bermula dari keprihati-
Helen, et al, 2009). nan banyak pihak terhadap lambatnya pem-
bangunan berkelanjutan yaitu pembangunan
Di Indonesia bidang ini belum banyak di- yang mempertimbangkan daya dukung alam
sentuh oleh para peneliti, ilmuwan maupun terhadap kemanfaatan kebutuhan manusia
praktisi. Oleh karena itu kami tertarik untuk saat ini dan masa depan. Secara sederhana SP
menjelajahi berbagai tulisan, ide serta hasil dapat didefinisikan pula sebagai suatu proses
penelitian di mancanegara mengenai SP dan pemenuhan barang/jasa yang bermanfaat
selanjutnya berbagi dengan para pegiat pro- bagi pelaku, lingkungan sosial (masyarakat)
berbagai inovasi yang membuka peluang al, 2005). Di Inggris, misalnya, pada tahun
lapangan kerja baru. 2007, transaksi pengadaan di sektor publik
telah mencapai sekitar £ 150 miliar. Oleh ka-
2.2 Apa dan Siapa Promotor rena itu di era modern ini, sangat tepat kalau
Sustainable Procurement istilah procurement diterjemahkan ke dalam ba-
Setelah membahas secara singkat meng- hasa Indonesia menjadi “PENGADAAN”,
enai konsep dasar SP, selanjutnya dua pertan- karena tidak hanya berkaitan dengan proses
yaan dasar yang akan dicoba untuk dijawab. pembelian tapi juga menyangkut seluruh
Pertama mengapa SP perlu dilakukan? Kedua siklus proses penguasaan barang/jasa dimulai
dimulai dari mana SP harus dilakukan ? dari Information gathering, Supplier contact:, Back-
ground review, Negotiation, Fulfillment, Consump-
Tidak hanya di Indonesia, kegiatan procurement tion, maintenance, disposal, Renewal, and Tender
yang kalau diterjemahkan secara harfiah ada- Notification (Ardent Partners Research).
lah proses “pembelian”, pada mulanya sering
dianggap hanya merupakan bagian kecil dari Dari gambaran singkat di atas, dapat diba-
kegiatan manajemen. Hal ini tercermin dari yangkan berapa banyak ekploitasi SDA yang
kebanyakan struktur organisasi suatu institusi dilakukan oleh umat manusia setiap tahunnya.
usaha yang hanya menempatkan bagian pem- Dari mulai energi, mineral, hasil hutan, san-
belian pada posisi yang tidak strategis dan dang, papan serta bahan pangan. Untuk sek-
tidak termasuk pada aras manajemen pun- tor energi saja, jutaan barel minyak bumi
cak. Bahkan hasil penelitian Ellegard di ta- setiap tahunnya dipompa dari perut bumi,
hun 2006 di Inggris memperlihatkan bahwa demikian juga jutaan metrik ton batu bara
banyak perusahaan khususnya SME (Small dan mineral lainnya di gali dari perut bumi,
and Medium Enteprise) masih mengkategori- untuk dibakar menjadi energi dan jangan lupa
kan kegiatan procurement, hanya sebagai aktifi- menghasilkan efek samping berupa gas kar-
tas pelengkap dan bukan merupakan aktifitas bon yang mencemari udara. Hutan, yang juga
kunci manajemen (Ramsay John, 2008). Pa- merupakan paru-paru dunia, digunduli setiap
dahal kalau dilihat dari volume transaksinya saat untuk dijadikan berbagai bahan baku
secara akumulatif sangat besar. Di berbagai baik untuk bangunan, furnitur, kertas, dll. Ini
negara OECD, aktifitas procurement barang/ semua menguras sumber daya alami sekali-
jasa di sektor publik bisa mencapai 8 sampai gus menghasilkan polusi. Dengan demiki-
25 % dari GDP. Sedangkan di negara-negara an kesetimbangan lingkungan terganggu
Uni Eropa bisa mencapai 16 %. (Alfonso et dan inilah yang memicu terjadinya berbagai
Sistem Pengadaan Berkelanjutan November 2012/Vol. 2 - No. 2 7
bencana. Tentunya sangat tidak adil dan akan pu mempengaruhi perilaku pihak swasta
berdampak pada keberlanjutan lingkung- (Helen, et al, 2009). Di samping itu, peng-
an sosial dimasa depan, jika berbagai SDA adaan barang/jasa sektor publik sesung-
tersebut, khususnya yang termasuk pada non guhnya merupakan belanja yang dibiayai dari
renewable resources dihabiskan begitu saja. Inilah uang para pembayar pajak. Oleh karenanya
salah satu pertimbangan yang mendorong prinsip-prinsip transparansi, akuntabilitas
untuk mengembangkan ide bahwa faktor ke- harus benar-benar ditegakkan. Pengadaan
setimbangan dan keberlanjutan lingkungan barang/jasa publik sesungguhnya juga dapat
harus masuk dan menjadi bagian strategis dijadikan faktor pengungkit (leverage factor)
dalam proses pengadaan. pencapaian misi pemerintah lainnya seper-
ti merangsang munculnya berbagai inovasi,
Sebagaimana di uraikan di atas dari hasil mendorong terwujudnya pemeliharaan ling-
pengamatan diberbagai negara, terlihat bahwa kungan, menciptakan kehidupan sosial yang
aktor terbesar dalam proses pengadaan ada- sejahtera serta menghidupkan pasar domestik
lah pemerintah. Demikian pula di Indonesia, yang berdaya saing (McCrudden, 2004).
pada tahun 2012 ini volume pengadaan
barang/jasa di Indonesia kira-kira menca- Oleh karenanya di berbagai negara maju
pai 45 s/d 50% dari APBN, belum terma- (OECD), kegiatan pengadaan yang berba-
suk APBD dan BUMN. Mengingat besarnya sis pada prinsip SP terlebih dahulu dimulai
volume transaksi pengadaan di sektor pub- dari sektor publik. Pada tahun 2005, bahkan
lik, maka tidak berlebihan kalau dikatakan Inggris menyatakan dirinya ingin menjadi
bahwa proses pengadaan barang/jasa publik pelopor gerakan SP di Eropa Pemerintah di-
sesungguhnya merupakan titik picu kegiatan anggap layak untuk mempelopori gerakan SP
ekonomi suatu negara. Di samping men- karena pada dasarnya pemerintah memiliki
jadi titik picu, sektor publik pun merupakan dua peran yaitu “berpartisipasi dalam pasar
penggerak dan lokomotif berbagai kegiatan sebagai pembeli dan pada saat yang sama,
ekonomi sektor swasta. Dari berbagai peneli- melalui penggunaan daya belinya dapat
tianpun terbukti bahwa sektor publik sangat berperan sebagai regulator untuk memajukan
mendominasi lalu lintas pengadaan barang/ konsep keadilan sosial” (McCrudden, 2004)
jasa. Jika di sektor publik konsep SP dapat diber-
lakukan, maka sektor lainnya (swasta) akan
Karena besarnya volume transaksi sektor terkena imbasnya secara langsung maupun
publik, maka sektor ini sesungguhnya mam- tidak langsung.
8 JURNAL PENGADAAN
41 28 21 16 106
Menggunakan analisis siklus hidup un-
tuk mengevaluasi tingkat keramahan 2.71 2.71 3.00 2.87 2.79
lingkungan dari produk dan kemasan
Memiliki pemasok MWBE program
2.17 2.07 2.19 2.33 2.17
pembelian resmi
12 JURNAL PENGADAAN
Dari tabel di atas, terlihat bahwa respon sek- masok kecil (3,96) dan pemasok lokal (3,81)
tor publik pada implementasi SP sangat ba- dalam memenuhi kebutuhan barang/jasanya.
gus terlihat dari semua rata nilai variabelnya Hal ini memperlihatkan adanya komitmen
> 2, bahkan ada yang mencapai 3,6 hampir 4. keberpihakan pada industri kecil. Kebijakan
Hal yang menarik lainnya adalah, bahwa se- ini tentunya akan meningkatkan stabilitas dan
mua sektor sangat setuju untuk memilih pe- sosial ekonomi seluruh masyarakat. Hal me-
Sistem Pengadaan Berkelanjutan November 2012/Vol. 2 - No. 2 13
tukan siapa pemenangnya. Jika GE lighting ini tuk mengerjakan pekerjaan teknis seperti
membutuhkan ratusan material dari ribuan fotokopi, mengirimkan dokumen, meng-
pemasok, maka dapat dibayangkan kesibukan adiminstrasikan ekspedisi dll, kini dapat
proses pengadaan setiap tahunnya dan be- dialihkan pada pekerjaan yang lebih stra-
sarnya biaya yang dibutuhkannya. tegis, dan memikirkan pengembangan pe-
rusahaan. Dengan demikian para pekerja
Untuk meningkatkan efisiensi waktu dan dapat menggunakan kapasitas intelektu-
biaya pada proses pengadaan di GE lighting, alnya lebih intensif dibandingkan peng-
maka pada tahun 1996 dibangunlah suatu gunaan ototnya.
aplikasi berbasis WEB yang dinamakan GE 4). Menghemat waktu kerja. Proses peng-
Trading Process Network. Pada saat ini aplika- adaan yang dilakukan secara manual bi-
si tersebut barangkali dapat dikategorikan asanya membutuhkan waktu sekitar 8
sebagai e-procurement. Melalui sistem inilah sampai 23 hari kerja dimulai dari identi-
komunikasi dan koordinasi antara GE dan fikasi pemasok, mengirimkan dokumen
pemasoknya serta antar pabrik GE dilaku- penawaran, menganalisis hasil sampai me-
kan. Dengan adanya sistem ini ternyata efek nentukan pemenang dan melakukan kon-
dominonya sangat panjang dan meningkat- trak. Kini melalui sistem ini hanya dibu-
kan manfaat serta pengurangan biaya yang tuhkan waktu kerja antara 9 sampai 11
luar biasa besarnya. hari kerja. Dengan adanya pengurangan
waktu tentunya akan menurunkan biaya
Beberapa tangible dan intangibel benefit-nya di- serta meningkatkan produktifitas proses
antaranya adalah sebagai berikut : produksi itu sendiri. Dengan demikian ka-
1). Keterlibatan pekerja dalam proses pen- pasitas produksi dapat tingkatkan.
gadaan menurun sebanyak 30%.
2). 60 % dari pekerja yang sudah tidak terlibat Dari kasus ini banyak pelajaran yang dapat
pada proses pengadaan dapat dipindah- dipetik (lesson learned) diataranya adalah
kan dan didayagunakan pada bagian lain, melalui sistem elektronik tidak dibutuhkan
sehingga produktifitas tenaga kerjapun kertas yang banyak, tinta mesin fotokopi,
semakin meningkat. energi listrik maupun bahan bakar, kemasan
3). Kualitas hasil kerja para tenaga pun dapat serta bahan habis lainnya. Dengan demiki-
ditingkatkan karena 6 sampai 8 hari ker- an tujuan perusahaan untuk meningkatkan
janya yang biasanya hanya digunakan un- efisiensi (mengurangi biaya), meningkatkan
Sistem Pengadaan Berkelanjutan November 2012/Vol. 2 - No. 2 15
DAFTAR PUSTAKA
Alfonso, A., Schuknecht, L. and Tanzi, (2005) Preuss Lutz, (2009), “Addressing sustainable
‘Public Sector Efficiency: An International Com- development through public procurement: the case
parison’, Public Choice, Vol 123 no 3/4, pp of local government”, Supply Chain Manage-
321-347 ment: An International Journal, Vol 14
No 3, pp 213–223.
Ardent Partners Research - CPO 2011: “In-
novative Ideas for the Decade Ahead”. Ramsay John, (2008), “Purchasing theory and
practice: an agenda for change”, The Business
Brammer Stephen, Walker Helen, (2011), School, Staffordshire University, Stoke-
“Sustainale procurement in the public sector : an on-Trent, UK, European Business Review
international comparative study”, Internation- Vol. 20 No. 6, 2008 pp. 567-569, Emerald
al Journal of Operations & Production Group Publishing Limited 0955-534X
Management Vol 31 No 4, pp 452-476.
United Nations Commission on Sustainable
Conner S David, Nowak Andrew, Berken- Development, the 1987 Brundtland Re-
kamp JoAnne, Feenstra Gail W, Van Soe- port, “Our Common Future”.
len Kim Julia, Liquori Toni,e and Hamm
Michael W, 2011, “Value chains for sustaina- US Gouverment Accountability Office, 2007,
ble procurement in large school districts: Fostering “District of Columbia : Public Procurement Sys-
partnerships” Journal of Agriculture, Food tem Needs Mayor Reform”, Journal of Public
Systems, and Community Development. Procurement, V olume 7 Issue 2, p 229-
279.
Dadan U D, 2000, “Cyber Communities”, hands
out kuliah Magister Teknik Industri. Walker Helen, Brammer Stephen, (2009),
“Sustainable procurement in the United King-
HM Treasury (2000), “Government accounting dom public sector” Supply Chain Manage-
2000”. ment: An International Journal Voluma
14/2, pp 128–137.
Mc Crudden, C. (2004), “Using public procure-
ment to achieve social outcomes”, Natural Re-
sources Forum, Vol. 28 No. 4, pp. 257-67.
PORSI ANGGARAN PENGADAAN
BARANG/JASA PADA APBN
18 JURNAL PENGADAAN
tugas yang sekaligus melekat pada fungsi negara yang dapat dikatego-
rikan sebagai fungsi utama negara dan fungsi sebagai agen pembang-
unan.
M. TRISNO HADISAPUTRA
Fungsi utama negara adalah melaksanakan tugas yang membawa aki-
kan Undang-Undang No. 17 Tahun 2003, APBN yang disetujui oleh DPR terinci sam-
Keuangan Negara adalah semua hak dan pai dengan organisasi, fungsi, program/keg-
kewajiban negara yang dapat dinilai dengan iatan, dan jenis belanja. Dengan disahkannya
uang, serta segala sesuatu baik berupa uang APBN, berarti DPR telah memberikan oto-
maupun berupa barang yang dapat dijadikan risasi kepada Kementerian Negara/Lembaga
milik negara berhubungan dengan pelaksan- untuk melaksanakan program/kegiatan deng-
aan hak dan kewajiban tersebut. an pagu anggaran yang dimilikinya. APBN
yang telah disetujui oleh DPR dan disahkan
Hak negara untuk memungut pajak, menge- Presiden menjadi UU APBN dan selanjutnya
luarkan dan mengedarkan uang, dan mela- dimuat dalam Lembaran Negara. UU APBN
kukan pinjaman. Kewajiban negara untuk dilengkapi dengan rincian APBN yang ditu-
menyelenggarakan tugas layanan umum angkan dalam Peraturan Presiden tentang
pemerintahan negara dan membayar tagi- Rincian APBN.
han kepada pihak ketiga. Semua penerimaan
yang menjadi hak dan pengeluaran yang men- Postur APBN Tahun Anggaran 2012
jadi kewajiban negara dalam tahun anggaran APBN memiliki fungsi strategis sebagai salah
bersangkutan harus dimasukkan ke dalam satu instrumen kebijakan fiskal dalam mem-
Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara pengaruhi perekonomian nasional. APBN
(APBN). diupayakan dapat berfungsi secara optimal
untuk meredam siklus bisnis atau fluktuasi
APBN merupakan rencana keuangan tahu- ekonomi, atau dengan kata lain bersifat kon-
nan pemerintahan negara yang disetujui oleh tra-siklis. Hal tersebut berarti bahwa dalam
Dewan Perwakilan Rakyat (DPR). APBN kondisi perekonomian yang lesu, pengeluar-
pada hakekatnya merupakan dokumen for- an pemerintah yang bersifat autonomous, khu-
mal hasil kesepakatan antara eksekutif dan susnya belanja barang/jasa serta modal, dapat
legislatif tentang belanja yang ditetapkan un- memberikan stimulasi kepada perekonomian
tuk melaksanakan kegiatan pemerintah dan untuk tumbuh lebih tinggi. Sebaliknya dalam
pendapatan yang diharapkan untuk menutup kondisi perekonomian yang tengah memanas
keperluan belanja tersebut atau pembiayaan akibat terlalu tingginya permintaan agregat,
20 JURNAL PENGADAAN
jahteraan aparatur negara dan perluasan ke- hibah yang direncanakan sebesar Rp 825,1
bijakan reformasi birokrasi; (8) pengendalian miliar.
pengangkatan PNS pusat dan daerah dengan b. Belanja negara direncanakan sebesar Rp
mengarahkan kepada kebijakan zero growth; 1.435,4 triliun. Jumlah ini, berarti me-
(9) pengalokasian anggaran subsidi agar lebih nunjukkan peningkatan sebesar Rp 114,6
tepat sasaran; (10) peningkatan efisiensi dan triliun atau 8,68 persen dari pagu angga-
efektivitas belanja negara; serta (11) penga- ran belanja negara dalam APBN-P 2011
lokasian anggaran pendidikan 20 persen dari sebesar Rp 1.320,8 triliun. Anggaran be-
APBN dan mengarahkan pemanfaatan ang- lanja negara terdiri atas anggaran belanja
garannya untuk meningkatkan aksesibilitas pemerintah pusat dan anggaran transfer
serta kualitas sarana dan prasarana pendidi- ke daerah. Belanja pemerintah pusat dalam
kan. tahun 2012 direncanakan sebesar Rp 965
triliun. Sementara itu, anggaran transfer
Dalam UU Nomor 22 tahun 2011 tentang ke daerah dalam APBN tahun 2012 diren-
APBN Tahun Anggaran 2012 yang telah di- canakan sebesar Rp 470,4 triliun.
sahkan DPR, postur APBN 2012 meliputi c. Defisit anggaran diperkirakan sebesar Rp
pokok-pokok besaran sebagai berikut : 124 triliun.
a. Pendapatan negara dan penerimaan hibah d. Pembiayaan defisit APBN 2012 diren-
direncanakan mencapai Rp1.311,4 triliun. canakan berasal dari sumber-sumber
Anggaran pendapatan negara dan hibah pembiayaan dalam negeri sebesar Rp
diperoleh dari sumber-sumber; (a) pene- 125,9 triliun, dan pembiayaan luar negeri
rimaan perpajakan yang direncanakan (netto) yang diperkirakan sebesar negatif
sebesar Rp 1.032,6 triliun; (b) penerimaan Rp 1,9 triliun.
negara bukan pajak yang direncanakan
sebesar Rp 278 triliun; (c) penerimaan
Tabel 1
STRUKTUR APBN 2012
(dalam jutaan rupiah)
A PENDAPATAN NEGARA DAN HIBAH 1,311,386,679.47
I PENERIMAAN DALAM NEGERI 1,310,561,587.88
1 Penerimaan Perpajakan 1,032,570,205.00
2 Penerimaan Negara Bukan Pajak 277,991,382.88
22 JURNAL PENGADAAN
II HIBAH 825,091.59
B BELANJA NEGARA 1,435,406,720.00
I BELANJA PEMERINTAH PUSAT 964,997,261.41
II TRANSFER KE DAERAH 470,409,458.59
1 Dana Perimbangan 399,985,581.06
2 Dana Otsus dan Penyesuaian 70,423,877.53
C KESEIMBANGAN PRIMER (1,802,430.53)
D SURPLUS/DEFISIT (124,020,040.53)
E PEMBIAYAAN 124,020,040.53
1 PEMBIAYAAN DALAM NEGERI 125,912,297.44
2 PEMBIAYAAN LUAR NEGERI (1,892,256.91)
Sumber : APBN 2012
Komposisi Belanja Negara dalam APBN jenis belanja terbagi atas 8 jenis belanja, yaitu:
Anggaran belanja negara dipergunakan untuk belanja pegawai, belanja barang, belanja mo-
keperluan penyelenggaraan tugas pemerin- dal, pembayaran bunga utang, subsidi, hibah,
tahan pusat (belanja pemerintah pusat) dan bantuan sosial, dan belanja lain-lain. Angga-
pelaksanaan perimbangan keuangan antara ran transfer ke daerah dalam rangka menda-
pemerintah pusat dan daerah (transfer ke nai pelaksanaan desentralisasi fiskal berupa
daerah). Belanja pemerintah pusat dirinci dana perimbangan (dana bagi hasil, dana
menurut organisasi, fungsi dan jenis belanja. alokasi umum, dan dana alokasi khusus),
Rincian belanja pemerintah pusat menurut dana otonomi khusus, dan dana penyesuaian.
Grafik 1
Komposisi Belanja Pemerintah Pusat TA 2012
(":;$<$1$%'=>$%)'
!"#$%&$'678$#' 2,-??0'
29-/90'
!"#$%&$'!$1$%)'
23-450'
@A;B+8+'
,2-?90'
!"#$%&$'(")$*$+'
,,-./0'
!"#$%&$'C+;$D'
E-230'
!"#$%&$'@7B+$#'
!"#$%&$'F$+%GF$+%'
4-390'
,-390'
Porsi Anggaran Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah pada APBN November 2012/Vol. 2 - No. 2 23
Tabel 2
Dari alokasi anggaran belanja pemerintah pu- barang, sekitar Rp 152,0 triliun atau 15,75
sat dalam APBN 2012 sebesar Rp 965 triliun, persen untuk belanja modal, sekitar Rp
sekitar Rp 215,9 triliun atau 22,37 persen di- 122,2 triliun atau 12,66 persen untuk pem-
alokasikan untuk belanja pegawai, sekitar Rp bayaran bunga utang, sekitar Rp 208,9 trili-
188,0 triliun atau 19,48 persen untuk belanja un atau 21,65 persen untuk subsidi, sekitar
Grafik 2
!"#"$0*12")'$3454$
67-+,/$
!"#"$%"&'$(")'*$
+,-+./$
!"#"$=>#?>)5"'"#$
,+-<@/$
!"#"$0*12")'$895)5)$
!"#"$:;)5)$ 6-66/$
+-6</$
A54B>C$D$$0=%E$+F,+$
24 JURNAL PENGADAAN
Rp 1,8 triliun atau 0,19 persen untuk belanja dalam rangka pembentukan modal/investasi
hibah, sekitar Rp 47,8 triliun atau 4,95 per- dalam bentuk tanah, peralatan dan mesin,
sen untuk bantuan sosial, dan sekitar Rp 28,5 gedung dan bangunan, jaringan, serta dalam
triliun atau 2,95 persen untuk belanja lain- bentuk fisik lainnya. Belanja modal dialokasi-
lain.Dari alokasi anggaran transfer ke daerah kan untuk mendukung pembiayaan bagi
dalam APBN 2012 sebesar Rp 470,41 triliun, kegiatan-kegiatan pembangunan infrastruk-
sekitar Rp 100,06 triliun atau 21,27 persen di- tur yang dapat meningkatkan pertumbuhan
alokasikan untuk dana bagi hasil, sekitar Rp ekonomi, menciptakan kesempatan kerja,
273,81 triliun atau 58,21 persen untuk dana dan mengentaskan kemiskinan.
alokasi umum, sekitar Rp 26,12 triliun atau
5,55 persen untuk dana alokasi khusus, sekitar Dari total belanja pemerintah pusat TA 2012
Rp 11,95 triliun atau 2,54 persen untuk dana sebesar Rp 965 triliun, sekitar Rp 340 triliun
otonomi khusus, dan sekitar Rp 58,47 triliun atau 35,23% merupakan pengeluaran dalam
atau 12,43 persen untuk dana penyesuaian. rangka pengadaan/pembelian barang/jasa
non investasi melalui belanja barang dan in-
Porsi Pengadaan Barang/Jasa vestasi melalui belanja modal. Angka tersebut
dalam APBN TA 2012 belum termasuk sebagian belanja bantuan so-
Pengadaan barang/jasa pemerintah memiliki sial berbentuk barang dan belanja terkait pro-
peran yang sangat penting dalam pelaksa- gram PNPM Mandiri sebesar Rp 8,47 triliun
naan APBN. Hampir sebagian besar belanja yang dibelanjakan oleh Kementerian negara/
pemerintah yang dialokasi dalam APBN di- Lembaga (K/L).
laksanakan melalui proses pengadaan ba-
rang/jasa, seperti belanja barang, belanja Di samping itu terdapat belanja hibah sebesar
modal, sebagian belanja bantuan sosial, dan Rp 1,8 triliun melalui Kementerian Keuangan
belanja hibah. selaku Bendaharawan Umum Negara (BUN)
kepada daerah dalam upaya mendukung pe-
Belanja barang yang dialokasikan merupa- ningkatan kapasitas pemerintah daerah dalam
kan pengeluaran pemerintah dalam rangka menyediakan layanan dasar umum dalam
pengadaan/pembelian barang/jasa non in- bidang perhubungan, pendidikan, irigasi,
vestasi guna mendukung kegiatan operasional perkebunan kelapa sawit, dan eksplorasi geo-
pemerintah. Sedangkan belanja modal adalah thermal dengan rincian yaitu: Mass Rapid Tran-
belanja pemerintah pusat yang dilakukan sit (MRT) Project sebesar Rp 1,53 triliun, Pro-
Porsi Anggaran Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah pada APBN November 2012/Vol. 2 - No. 2 25
gram Local Basic Education Capaciity (L-BEC) System Management Project APL 2 (WISMP-2)
sebesar Rp 11,5 miliar, Development of Seula- sebesar Rp 147,78 miliar, dan Simeuleu Physical
wah Agam Geothermal in NAD Province sebesar Infrastructure Project-Phase 2 sebesar Rp 81,16
Rp 23,16 miliar, Water Resources and Irrigation miliar.
Tabel 3
Grafik 3
!)((%$$!!
!#$$%$$!!
!)($%$$!! !)>#%$$!!
!)'$%$$!!
!)&$%$$!!
!)#$%$$!!
!)$$%$$!!
!($%$$!!
!'$%$$!!
!(%&?!! !)%($!!
!&$%$$!!
!#$%$$!!
!"!!
*+,-./-!0-1-.2! *+,-./-!345-,! *+,-./-!*-.646!78983! *+,-./-!<:0-=!
3-.5:1:;!
26 JURNAL PENGADAAN
Uraian Pagu
Grafik 4
Perkembangan Anggaran sosial dan belanja hibah dari tahun 2008 hing-
Belanja Pemerintah, 2008-2011 ga 2011 mengalami kenaikan. Untuk alokasi
Perkembangan kebijakan belanja pemeritah belanja barang pada tahun 2009 sebesar Rp
pusat dari tahun ke tahun mengalami ke- 85,46 triliun mengalami kenaikan sebesar
naikan. Salah satu kebijakan belanja peme- Rp 17,98 triliun dibandingkan alokasi tahun
rintah yaitu dapat meningkatkan dampak 2008. Kemudian meningkat di tahun 2010
anggaran (multiplier effect) dari setiap penge- menjadi Rp 112,59 triliun. Dan pada tahun
luaran, agar APBN semakin efektif dalam 2011 mengalami kenaikan sebesar Rp 30,21
memberikan stimulus kepada perekonomi- triliun menjadi Rp 142,80 triliun dari alokasi
an. Belanja pemerintah melalui belanja ba- yang dianggarkan pada tahun 2010 sebesar
rang dan belanja modal mendapat perhatian Rp 112,59 triliun.
yang cukup besar karena dapat menstimulasi
perekonomian. Hal ini menunjukkan proses Untuk belanja modal pada tahun 2009 di-
pengadaan barang/jasa memiliki peran yang alokasikan sebesar Rp 73,38 triliun mengala-
sangat penting untuk menggerakkan aktivitas mi penurunan dibandingkan alokasi tahun
ekonomi dilihat dari alokasi anggaran yang 2008 sebesar Rp 85,07 triliun. Kemudian
dilaksanakan melalui pengadaan barang/jasa meningkat di tahun 2010 menjadi Rp 95,02
mengalami peningkatan setiap tahunnya. triliun, dan pada tahun 2011 mengalami ke-
naikan sebesar Rp 45,98 triliun menjadi Rp
Pada Tabel 5 dapat kita lihat bahwa alokasi 141,0 triliun dari alokasi yang dianggarkan
pagu belanja barang, belanja modal, bantuan pada tahun 2010 sebesar Rp 95,02 triliun.
28 JURNAL PENGADAAN
Belanja Barang 67.48 55.96 85.46 80.67 112.59 97.60 142.80 121.00
Belanja Modal 85.07 72.77 73.38 75.87 95.02 80.29 141.00 115.90
Belanja Bantuan Sosial 59.70 57.74 77.93 73.81 71.17 68.61 81.80 70.90
(&!"!!#
(%$"'!# (%("!!#
(%!"!!#
($!"!!#
(($"+)#
(!!"!!# '+"!*# '+"%&# **"),#
)+"!$# '("'!#
'!"!!# +)"*!#*,",'#
*("(*#
&*"%'#
&!"!!#
!"!!#
%!"!!# !"!,#
!"$%#
!"%!#
$!"!!#
!"!!#
$!!'#
$!!)#
$!(!#
$!((#
Realisasi belanja memiliki kecenderungan men pencairan. Hal ini yang perlu mendapat
meningkat dari tahun ke tahun. Pada tahun perhatian dari K/L agar alokasi belanja yang
2008, realisasi belanja barang mencapai 55,96 disediakan dalam APBN dapat memberikan
triliun, dan pada tahun 2009 sebesar Rp dampak bagi pertumbuhan ekonomi nasional
80,67 triliun dari yang dianggarkan sebesar dan kesejahteraan masyarakat melalui kon-
Rp 85,46 triliun. Kemudian meningkat di ta- sumsi dan investasi dari belanja pemerintah.
hun 2010 menjadi Rp 97,60 triliun. Dan pada
tahun 2011, realisasi penyerapan mencapai Untuk transfer ke daerah terkait dengan Dana
sebesar Rp 121,0 triliun. Alokasi Khusus (DAK) dan Dana Otono-
mi Khusus untuk periode tahun 2008-2011
Untuk realisasi belanja modal juga memiliki mengalami perubahan alokasi anggaran seba-
kecenderungan meningkat dari tahun ke ta- gaimana pada tabel 4. Alokasi DAK pada ta-
hun. Pada tahun 2008, realisasi belanja modal hun 2009 sebesar Rp 24,82 triliun mengalami
mencapai 72,77 triliun, dan pada tahun 2009 kenaikan sebesar Rp 3,62 triliun dibanding-
sebesar Rp 75,87 triliun dari yang dianggar- kan tahun sebelumnya. Untuk alokasi tahun
kan sebesar Rp 73,38 triliun. Kemudian me- 2010 mengalami penurunan dengan alokasi
ningkat di tahun 2010 menjadi Rp 80,29 trili- sebesar Rp 21,14 triliun. Dan pada tahun
un, dan pada tahun 2011, realisasi penyerapan 2011 alokasi DAK mengalami kenaikan sebe-
mencapai sebesar Rp 115,90 triliun. sar Rp 4,06 triliun menjadi Rp 25,20 triliun.
Namun baik realisasi belanja pegawai maupun Sedangkan alokasi Dana Otsus pada tahun
belanja modal belum mengalami penyerapan 2008 dialokasikan sebesar Rp 7,51 triliun. Se-
secara maksimal dari pagu dana yang disedia- dangkan pada tahun 2010 dialokasikan sebe-
kan. Hal yang terjadi selama ini menunjuk- sar Rp 9,10 triliun yang berarti mengalami
kan kurang optimalnya penyerapan anggaran penurunan sebesar Rp 0,43 triliun dari dana
belanja dan cenderung menumpuk di akhir yang dialokasikan pada tahun 2009 sebesar
tahun. Salah satu kendala yang ditengarai Rp 9,53 triliun. Dan pada tahun 2011 dana
menjadi penyebab kurang optimalnya penye- otsus dialokasikan sebesar Rp 10,40 triliun.
rapan anggaran belanja adalah kesiapan ke-
menterian negara/lembaga dalam melaksana- Realisasi Transfer DAK ke daerah dari ta-
kan prosedur pengadaan barang/jasa serta hun 2008-2011 rata-rata mencapai 98% dari
kesiapan dalam menyediakan berbagai doku- jumlah pagu dana, sedangkan realisasi trans-
30 JURNAL PENGADAAN
fer dana otsus dari tahun 2008-2011 men- dari tahun sebelumnya. Sedangkan untuk ta-
capai 100% dari jumlah dana otsus yang di- hun 2011, realisasi mencapai Rp 24,80 triliun,
anggarkan. Realisasi DAK pada tahun 2008 yang berarti mengalami kenaikan sebesar Rp
mencapai Rp 20,79 triliun. Pada tahun 2009 3,84 triliun dibandingkan realisasi pada tahun
mengalami kenaikan sebesar Rp 3,92 triliun 2010 sebesar Rp 20,96 triliun.
Tabel 6
Dana Alokasi Khusus 21.20 20.79 24.82 24.71 21.14 20.96 25.20 24.80
Dana Otonomi Khusus 7.51 7.51 9.53 9.53 9.10 9.10 10.40 10.40
Grafik 6
$"!!#
!"!!#
&!!'#
&!!(#
&!%!#
&!%%#
-./.#0123.45#678484# -./.#9:2/2;5#678484#
Porsi Anggaran Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah pada APBN November 2012/Vol. 2 - No. 2 31
Tabel 7
Grafik 7
!"#"$%"&'($))
;$"&9')2($)<.#3"&)=(4()81)
!"#"$%"&'($)*"&6.3.$9($)
7:1)
!"#"$%"&'($)*"&%(6($($)) !"#"$%"&'($))
781) *"$2'2'+($)2($)!"3.2(4((())
51)
Dari total belanja modal dalam APBN 2012 yang direhabilitasi, 23.746 ha jaringan
sebesar Rp 152 triliun, 5 K/L terbesar dengan rawa yang dibangun, dan 98.750 ha jaring-
alokasi belanja modal adalah sebagai berikut: an rawa yang direhabilitasi; terbangunnya
infrastruktur pedesaan (PPIP) di 3.000
(1) Kementerian Pekerjaan Umum dengan desa tertinggal; serta terlaksananya pen-
alokasi Rp 48,81 triliun atau sebesar 52% dampingan pemberdayaan sosial (P2KP/
dari total belanja modal APBN. Alokasi PNPM) di 10.948 desa.
tersebut untuk mendukung pencapaian
prioritas-prioritas pembangunan, yang (2) Kementerian Pertahanan dengan alokasi
diharapkan menghasilkan output: terbang- belanja modal sebesar Rp 26,23 triliun
unnya jalan baru sepanjang 127 km, jem- atau sebesar 17%. Alokasi anggaran be-
batan sepanjang 7.682 m, flyover/underpass lanja Kementerian Pertahanan diarahkan
sepanjang 2.256 m, jalan strategis di lintas untuk mendukung pelaksanaan perumu-
Selatan Jawa, perbatasan, terpencil dan san, penetapan, dan pelaksanaan kebija-
terluar sepanjang 292 km dan jalan tol kan di bidang pertahanan Republik In-
yang dibangun sepanjang 10 km; terbang- donesia. Pagu alokasi anggaran tersebut
unnya waduk dan embung/situ sebanyak akan dimanfaatkan untuk melaksanakan
9 waduk yang dibangun baru; 24 waduk berbagai program, antara lain: program
yang direhabilitasi dan 87 embung/situ penyelenggaraan manajemen dan opera-
yang dibangun baru, dan 62 waduk sele- sional matra darat, program modernisasi
sai direhabilitasi; terbangunnya 79.337 ha alutsista dan non alutsista serta pengem-
jaringan irigasi baru, 425.563 ha jaringan bangan fasilitas dan sarana dan prasarana
Porsi Anggaran Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah pada APBN November 2012/Vol. 2 - No. 2 33
matra udara, matra laut, matra darat, dan bandar udara di daerah perbatasan dan
program penggunaan kekuatan perta- rawan bencana.
hanan integratif.
4) Kementerian ESDM dengan alokasi be-
3) Kementerian Perhubungan dengan alokasi lanja modal sebesar Rp 11,36 triliun atau
belanja modal sebesar Rp 20,58 triliun sebesar 7%. Dalam rangka mendukung
atau sebesar 14%. Anggaran belanja terse- visi kementerian Energi dan Sumber Daya
but direncanakan menghasilkan output Mineral (ESDM) yaitu “Terwujudnya Ke-
dari berbagai kegiatan, antara lain berupa: tahanan dan Kemandirian Energi Serta
terlaksananya pembangunan terminal Peningkatan Nilai Tambah Energi dan
transportasi jalan di 29 lokasi dan jem- Mineral yang Berwawasan Lingkung-
batan timbang di 7 lokasi; terlaksananya an Untuk Memberikan Manfaat 2012
pembangunan prasarana 60 dermaga yang Sebesar-besarnya Bagi Kemakmu-
penyeberangan, pembangunan dermaga ran Rakyat”, alokasi anggaran Kemen-
penyeberangan lanjutan 16 dermaga, 30 terian ESDM diharapkan menghasilkan
dermaga sungai dan danau, dan 4 lokasi output dari berbagai kegiatan diantaranya :
breakwater dermaga penyeberangan; ter- terselenggaranya listrik murah dan hemat
laksananya rehabilitasi 33,39 km jalur melalui penyambungan listrik 1.500 RTS
kereta api dan 39 unit jembatan kereta nelayan on grid dan 81.500 pelanggan off
api; terlaksananya pembangunan jalur grid; pembangunan PLTS terpusat untuk
KA baru termasuk jalur ganda sepanjang listrik perdesaan sebanyak 240 unit; terse-
149,99 km; terlaksananya pembangunan dianya perangkat sistem monitoring kegu-
jalur ganda lintas Cirebon-Tegal sepan- nungapian hasil rancang bangun sendiri di
jang 75,94 km dan jalur ganda lintas Se- 20 gunung api sebanyak empat perangkat
marang–Surabaya sepanjang 280 km; sistem.
tersedianya 4 (empat) unit kapal inspeksi
kenavigasian, 17 unit kapal patroli KPLP, (5) Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan
6 unit kapal marine surveyor dan dua derma- dengan alokasi belanja modal sebesar Rp
ga kapal kenavigasian yaitu di Sibolga dan 7,32 triliun atau sebesar 5%. Alokasi ang-
Sorong; serta terlaksananya pembangunan garan tersebut untuk mendukung program
14 bandar udara baru, pengembangan dukungan manajemen dan pelaksanaan
116 bandar udara dan pengembangan 41 tugas teknis lainnya Kementerian Pendi-
34 JURNAL PENGADAAN
Tabel 8
Grafik 8
!"#"$%"&'($);('$) !"#"$%"&'($)*"$+'+',($)+($)
:12) !"-.+(/((($)
012)
!"#"$%"&'($)!"3"4(%($)
52)
!"#"$%"&'($)*"&%(4($($))
!"#"$%"&'($)*9) !"#"$%"&'($)78(#() 62)
:2) 62)
Porsi Anggaran Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah pada APBN November 2012/Vol. 2 - No. 2 35
portasi darat. Seluruh kegiatan pelaksanaan yang diperuntukkan untuk membiayai sebagi-
anggaran tersebut tidak lepas dari proses an besar kegiatan infrastruktur di daerah yang
pengadaan barang/jasa pemerintah. pelaksanaan dilaksanakan oleh pemerintah
daerah provinsi/kabupaten/kota.
Tercatat kurang lebih Rp 350,27 triliun dana
yang dialokasikan pada APBN TA 2012 un- Dengan demikian pengelolaan pengadaan
tuk keperluan belanja barang, belanja modal, barang/jasa pemerintah yang baik serta
bantuan sosial pada program PNPM Man- mengedepankan prinsip-prinsip dan etika
diri serta hibah pemerintah yang mencapai pengadaan terhadap belanja pemerintah di-
kira-kira 36,30% dari keseluruhan belanja harapkan dapat memberikan dampak bagi
pemerintah pusat. Dan dari dana transfer ke pertumbuhan ekonomi nasional dan kese-
daerah tercatat sebesar Rp 38,07 triliun yang jahteraan masyarakat.
dialokasikan dalam DAK dan Dana Otsus
Porsi Anggaran Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah pada APBN November 2012/Vol. 2 - No. 2 37
DAFTAR PUSTAKA
ERLANGGA ATMADJA
40 JURNAL PENGADAAN
What’s interesting is that amongst the virtues Conscious of this concern, the Government
of resilient sustained growth amidst a glo- of Indonesia has taken concrete steps so that
whistleblower system, et cetera can be men- curement of goods and services using public
tioned however, faced with its relative obscu- funds with credibility and full accountabil-
rity compared to other cabinet-level minis- ity. Its vision and mission is to be “reliable
tries, institutions, and agencies with a direct in creating a credible procurement system”
reporting line to the President, the National by “Creating clear procurement regulations,
Public Procurement Agency (NPPA) deserves reliable monitoring and evaluation systems,
to receive greater support to implement their professional human resources, and sound le-
idealized harmonized country system which gal basis in public procurement of goods and
includes the aforementioned elements. services.”
It is a herculean task for the NPPA in terms “It is therefore an interesting and urgent area
of resources to go in it all alone to harmo- for further research, especially for economists,
nize the system, such an irony when consid- to convincingly support NPPA’s mandates by
ering that effective and credible procurement demonstrating the inherent benefits of hav-
may be the key to unlocking the nation’s vast ing a harmonized comprehensive country
potentials to truly manifest into a sustainable system in place and also the opportunity cost
reality. of not having it. Such research would prove
seminal in mainstreaming the agenda of a
The NPPA was established through the Kep- credible public procurement process.”
pres 106/2007, almost five years ago in De-
cember 2007 which specifically mandates the There is a danger that if the desired cutting-
NPPA to become the regulator for the na- edge design proposed by the NPPA consist-
tional public procurement process complete ing the aforementioned critical elements, are
with monitoring and evaluation functions. It not effectively implemented or loses steam
empowers the NPPA to become independ- due to the anemic support shown to NPPA
ent and report directly to the pre- sident for implementing its mandates – Indonesia
with the responsibility to reform the public risks not deriving any economic benefit from
procurement processes that include strate- the desired country procurement system.
gies, policies, regulations, development of
procurement institutions and systems, and It is therefore an interesting area for further
building the capacity of central and regional research, especially for economists, to con-
government human resources to handle pro- vincingly support NPPA’s mandates by dem-
The Imperative for A National Public Procurement... November 2012/Vol. 2 - No. 2 47
onstrating the inherent benefits of having a Such research would prove seminal in main-
harmonized comprehensive country system streaming the agenda of a credible public
in place and also the opportunity cost of not procurement process. NPPA’s fifth anniver-
having it. I dare the reader to be challenged in sary of its founding on 6 December 2012
providing such academic support that is cru- may be the right timing for a birthday present
cially needed to justify and strengthen sup- for such a hard working agency that deserves
port for the NPPA’s mandate of building a to be known better.
credible national public procurement process.
48 JURNAL PENGADAAN
DAFTAR PUSTAKA
Schwartz, Adam (1999) A Nation in Waiting: Khalid Mustafa (2012) Khilid Mustafa’s
Indonesia’s Search for Stability. Second Edi- Blog: Matriks Perpres No.70 tahun 2012
tion. dan Perpres No.54 tahun 2010 http://
www.khalidmustafa.info/2012/08/08/
Rapoza, Kenneth (2012) Forbes Magazine matriks-perpres-no- 70-tahun-2012-dan-
Article “Where are the Next Economic Mira- perpres-no-54-tahun-2010.php
cles?” cited at http://www.forbes.com/
sites/kenrapoza/2012/04/10/where- For Statistics on the current usage and sav-
are-the-next-economic-miracles/ ings of the Indonesian LPSE system.
Please access http://report- lpse.lkpp.
The Economist (February 2012 edition) The go.id/v2
Komodo Economy: Workers Protest Damp-
en News of Ratings Upgrade, cited at http://
www.economist.com/node/21547866
Sudah kurang lebih empat belas tahun reformasi bergulir, namun tidak ada
lebihan) terhadap upaya memerangi korupsi di negeri ini. Kalau dulu berita
kasus korupsi bisa dihitung dengan jari, sekarang hampir setiap hari ada
servasi yang ia lakukan terhadap para pelaku yang memiliki pegawai tidak jujur, dipastikan
street crime, dan sifat ini akan semakin kuat akan memberikan pengaruh kepada pegawai
jika lingkungan tempat tinggal mendukung. yang jujur. Sebaliknya, pegawai yang jujur
Ia menjelaskan bagaimana lingkungan bisa juga pasti mempengaruhi para pegawai lain-
mempengaruhi sifat-sifat kriminal seseorang nya yang memiliki sifat tidak jujur.
menjadi semakin kuat adalah melalui proses
belajar. Melalui proses ini lambat laun orang Coba - coba
akan mempelajari keadaan di lingkungannya Filsuf dari Inggris Jeremy Bentham, penemu
dan membentuk sikap mental serta perilaku Classical Criminological Theory pada abad ke-18,
seseorang. Misalnya, dalam lingkungan kerja menyatakan bahwa kemungkinan seseorang
yang terbiasa merekayasa bukti-bukti perjala- untuk melakukan tindak fraud (baca: korupsi)
nan dinas akan mempengaruhi pegawai lain ditentukan oleh hasil perhitungan dan per-
untuk melakukan hal yang sama. timbangan dia terhadap untung-rugi atas
perbuatan tersebut. Jika menurutnya resiko
Sutherland yakin proses belajar perilaku terdeteksi, berarti rugi, lebih besar, maka ke-
kriminal seseorang terjadi melalui proses mungkinan dia tidak akan melanjutkan niat
komunikasi antara satu orang dengan lain- jahatnya untuk menyimpang dari ketentuan.
nya. Ia beralasan bahwa kejahatan seseorang Jadi hal yang paling ditakutkan oleh para
tidak akan terjadi tanpa adanya bantuan dari fraudster adalah kejahatannya akan terungkap
orang lain. Hal yang dipelajari meliputi dua dan akhirnya ditangkap, dia tidak berpikir
area, yaitu cara-cara melakukan tindak krimi- tentang internal control yang ada pada satu in-
nal dan perilaku, dorongan, rasionalisasi dan stitusi. Inilah konsep yang dikenal dengan is-
motif yang ada di benak pelaku. Organisasi tilah the perception of detection.
52 JURNAL PENGADAAN
tidak diketahui oleh orang lain. Selanjutnya (pressure), perceived opportunity dan rationaliza-
pada tahap penentuan, dia menimbang- tion. Pressure (tekanan) bisa dalam bentuk fi-
nimbang, memperhitungkan kemungkinan nansial bisa juga non finansial. Kebanyakan
terbongkar (atau tidak) penyimpangan yang pressure merupakan kebutuhan finansial dari
dia lakukan. Jika menurut hasil perhitungan- pelaku, walaupun tekanan non finansial juga
nya tidak akan terbongkar, maka kecurangan (seperti dorongan untuk menyajikan laporan
akan dilanjutkan. Tapi jika dia melihat ke- yang salah, rasa frustasi terhadap pekerjaan,
mungkinan sebaliknya yang lebih besar, maka masalah keluarga, atau tantangan untuk men-
dia akan berupaya mengembangkan modus dobrak sistem) bisa menjadi motivasi sese-
Mengapa Korupsi (Tetap) Ada November 2012/Vol. 2 - No. 2 53
Daftar tersebut di atas bisa saja bertam- melakukan employee fraud. Demikian juga
bah, namun secara umum daftar itulah dengan management fraud, perusahaan bisa
yang seringkali dikait-kaitkan dengan jadi meng-overstate asetnya di dalam neraca
terjadinya fraud yang dilakukan oleh dan pendapatan bersihnya di dalam lapo-
seseorang. Sudah nyata akhir-akhir ini sia- ran rugi-laba, hal ini dilakukan untuk me-
pa saja pelaku fraud yang sudah terung- nutupi kondisi posisi kas yang lemah, piu-
kap. Kebanyakan ciri-ciri mereka adalah tang yang tidak tertagih, pelanggan yang
orang-orang yang secara materi berke- bangkrut, persediaan yang usang, kondisi
cukupan, namun memiliki lifestyle yang pasar yang menurun, atau karena pelang-
tidak sebanding jika dibandingkan dengan garan perjanjian kredit dengan bank.
penghasilan rata-rata mereka di tempat
kerjanya. Ketika seorang pelaku korupsi 2) Vice
ditangkap, investigator menemukan fakta Vice didefinisikan sebagai perilaku/sifat
bahwa yang bersangkutan banyak menge- buruk seseorang seperti kecanduan atau
luarkan uang untuk jalan-jalan ke luar ketagihan terhadap judi, narkoba, dan al-
negeri, membeli pakaian mahal dengan kohol. Vices dan hubungan perkawinan
kancing emas, memiliki koleksi mobil me- yang mahal, misalnya sering ganti pasan-
wah, villa mahal, kondominium di pinggir gan atau punya pacar lagi, juga bisa men-
pantai, cincin berlian, dan perhiasan lain dorong orang untuk melakukan tindakan
untuk istrinya, mobil baru untuk sanak penyimpangan.
famili dan lain-lain. Mungkin bisa saja
orang berpandangan bahwa pelaku fraud 3) Tekanan lingkungan kerja
itu tidak dalam tekanan keuangan, kare- Seperti sudah diuraikan dimuka, tekanan
na melihat kondisi serba berkecukupan keuangan dan vice merupakan faktor uta-
tersebut, tetapi bagi pelaku pressure terse- ma yang mendorong seseorang melaku-
but adalah nafsu atau keinginannya untuk kan fraud. Disamping itu, orang melaku-
memiliki segala macam kemewahan itulah kan fraud juga karena dorongan untuk
yang mendorongnya untuk melakukan membalas tindakan manajemen/perusa-
fraud. haan. Faktor-faktor seperti tidak adanya
pengakuan yang cukup terhadap prestasi
Financial pressure merupakan tekanan yang kinerja, perasaan tidak puas terhadap
paling mungkin bisa membuat seseorang pekerjaan yang dibebankan, kekhawatiran
Mengapa Korupsi (Tetap) Ada November 2012/Vol. 2 - No. 2 55
Kategori berikutnya dari pelaku yang rusahaan). Ini biasanya terjadi dalam
berulang adalah fraudster yang tidak management fraud skala besar yang di-
dituntut secara pidana ataupun pen- lakukan perusahaan untuk menipu
genaan sanksi disiplin. Seseorang yang para pemegang saham, investor, dan
melakukan tindak fraud dan tidak dihu- pemberi pinjaman. Para pelaku me-
kum atau prosesnya berakhir dengan nahan informasi yang dibutuhkan kor-
tidak ada pengenaan penalti, seringkali ban saat melakukan evaluasi. Untuk
akan mengulang lagi perbuatan fraud- mencegah terjadinya fraud ini, maka
nya. perlu diminta agar perusahaan bersi-
fat terbuka (full disclosure), termasuk
Pelaku fraud sering merupakan orang laporan keuangan audited, sejarah bis-
terpandang di lingkungannya, di tem- nis, dan informasi lain yang dapat
pat kerja, tempat ibadah, atau di ke- mengungkap penyimpangan yang di-
luarganya. Jika ia dihukum secara lakukan.
marjinal (tidak dimumkan), mereka
jarang memberikan informasi peng- d. Tidak ada jejak audit
hukuman ini kepada keluarganya ten- Organisasi sadar betul tentang pen-
tang alasan penghukuman atau peng- tingnya dokumentasi/pencatatan yang
hentian hukumannya. Tetapi jika ia dapat memberikan jejak audit sehing-
dituntut sesuai prosedur hukum yang ga transaksi dapat direkonstruksi dan
berlaku, mereka biasanya akan merasa dimengerti pada waktu mendatang. Ba-
malu jika keluarga, teman sejawat, re- nyak fraud melibatkan pembayaran kas
kan bisnisnya mengetahui tindak keja- atau manipulasi pencatatan yang tidak
hatannya. Memang, penghinaan/rasa dapat ditelusuri. Pelaku fraud mengerti
malu seringkali menjadi faktor yang bahwa tindakannya harus disembunyi-
paling kuat untuk mencegah terjadinya kan, dan penyembunyian ini biasanya
aktivitas fraud yang akan datang. dilakukan dengan memanipulasi cata-
tan keuangan. Ketika dihadapkan pada
c. Kurangnya akses terhadap informasi pilihan, catatan keuangan mana yang
Banyak fraud terjadi karena korban akan direkayasa, pelaku biasanya me-
tidak memiliki akses terhadap infor- milih income statement, karena pos-pos
masi yang dimiliki oleh pelaku (pe- income statement pada akhir periode akan
Mengapa Korupsi (Tetap) Ada November 2012/Vol. 2 - No. 2 59
seperti itu, maka sangat besar kemu ngkinan yang mempengaruhi seseorang untuk mela-
bahwa seseorang akan melakukan korupsi. kukan fraud. Bisa juga kecurangan tersebut
terjadi karena adanya 3 (tiga) unsur yang
Kesimpulan saling mendukung pada diri seseorang yaitu
Demikianlah beberapa pandangan mengenai pressure, opportunity dan razionalization. Dan
sebab musabab munculnya perbuatan fraud jika menurut pelaku perbuatannya tersebut
atau korupsi. Bahwa perbuatan fraud tersebut tidak akan diketahui oleh orang lain ataupun
bisa dipelajari oleh seseorang dari lingkung- jika menurutnya akan lebih besar keuntungan
annnya, lingkungan yang terbiasa membiar- yang ia peroleh dengan melakukan perbuatan
kan perilaku menyimpang akan membentuk korupsi dibandingkan dengan konsekuen-
seseorang untuk melakukan penyimpangan sinya.
juga, atau dengan bahasa lain lingkungan
Mengapa Korupsi (Tetap) Ada November 2012/Vol. 2 - No. 2 61
DAFTAR PUSTAKA
Joseph T. Wells. Principles of Fraud Examina- Indonesia Peringkat ke-100 Indeks Persepsi Korupsi
tion. 2011, Kompas.com
Albrecht & Albrecht. Fraud Examinations. Pemerintah akui Indeks Persepsi Korupsi Indonesia
Rendah, DetikNews
Joseph T. Wells. Selected writings. Indeks Korupsi Indonesia 2011 Meningkat, Lipu-
tan6.com
Strategi Pemberantasan Korupsi Nasional, BPKP
Pendahuluan
ganisasi), ketatalaksanaan (proses bisnis) dan sumber daya manusia (SDM). Reformasi
MUSTOFA KAMAL birokrasi merupakan tuntutan perbaikan manajemen birokrasi yang entry point-nya
melalui kelahiran 3 (tiga) paket UU yaitu UU Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan
Negara. Aturan terkait yang merupakan anak dari 3 (tiga) paket UU tersebut adalah
Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 60 Tahun 2008 (PP 60/2008) tentang
Sistem Pengendalian Intern Pemerintah (SPIP). SPIP menjadi trigger gelora sekaligus
Benang Merah Andil Aturan mekanisme yang berbasis aturan dan best prac-
PBJP dalam Reformasi Birokrasi tice akan menjadi bagian inherent perancang-
an dan pelaksanaan SPIP. Perpres 70/2012
Posisi Perpres 70 tahun 2012 merupakan bagian motor penggerak refor-
tentang Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah masi birokrasi. Semakin nyata, terasa, mudah
(Pepres70/2012) dalam reformasi birokrasi dan nyaman implementasinya semakin nyata
P
erpres 70/2012 menjadi bagian yang dan membumi rancangan SPIP. Semakin
melesakkan gelora reformasi birokrasi membumi SPIP berarti kian terasa hasil
dan menjadi aksi nyata di lautan mana- reformasi birokrasi.
jemen pemerintahan. Kehadirannya meru-
pakan bagian melekat dari internal control Peran Strategis Perpres 70/2012
(SPIP). Koneksi 3 paket UU, SPIP dan Per- dalam pencapaian tujuan organisasi
pres 70/2012 (dan aturan yang lainnya) dalam Dalam PP 60/2008 disebutkan bahwa “Sis-
reformasi birokrasi dapat divisualisasikan se- tem Pengendalian Intern adalah proses yang
bagai berikut: integral pada tindakan dan kegiatan yang
Dari gambar tersebut terlihat bahwa seluruh dilakukan secara terus menerus oleh pimpi-
64 JURNAL PENGADAAN
nan dan seluruh pegawai untuk memberikan kegiatan yang efektif dan efisien, keandalan
keyakinan memadai atas tercapainya tujuan laporan keuangan, pengamanan aset dan keta-
organisasi melalui kegiatan yang efektif dan atan pada aturan merupakan jalan kenisca-
efisien, keandalan pelaporan keuangan, peng yaan yang harus dilalui untuk mencapai tu-
amanan aset negara, dan ketaatan terhadap juan organisasi.
peraturan perundang-undangan”. Uraian ini
dapat divisualisasikan sebagai berikut: Perpres 70/2012 mengungkapkan bahwa
Dari gambar diatas dapat diurai bahwa untuk “Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah (PBJP)
tidak menutup kemungkinan ada yang kurang puter yang legal yang akan diterima? Praktik
jelas dan butuh kreativitas untuk membuat yang selama ini adalah dengan verifikasi data
mekanisme berikutnya sebagai rincian sekali- spesifikasi di kontrak dibandingkan dengan
gus panduan langkah best practice-nya. kondisi riil komputer. Hal ini masih belum
memadai karena di pasar beredar computer legal
Perpres 70/2012 telah mengungkapkan tu- market dan black market (BM) dengan kompo-
gas dan kewenangan tiap pelaku pengadaan. sisi spesifikasi yang persis sama. Komputer
Panduan ini seharusnya menjadi alat yang yang BM tentu lebih murah dan mensupport
ampuh untuk mengantisipasi dan mengen- peningkatan profit yang menggiurkan bagi
dalikan risiko penyimpangan yang mungkin rekanan. Jika komputer ini di kemudian hari
terjadi di tahap/proses PBJP, termasuk pe- rusak maka agen resminya yang ada di In-
langgaran proses penerimaan barang/jasa donesia sudah pasti tidak akan berani mem-
seperti contoh fragmen diatas. Jika ditengok perbaikinya. Konsekuensinya adalah barang
tugas pokok dan kewenangan dari Panitia/ tidak dapat digunakan. Muara tragisnya ada-
Pejabat Penerima Hasil Pekerjaan (PPHP) di lah menjadi temuan auditor bahkan masalah
Perpres 70/2012, maka dapat diungkap anta- di meja hijau. Oleh karena itu PPHP membu-
ra lain “melakukan pemeriksaan hasil peker- tuhkan panduan kerja yang mendetailkan kata
jaan Pengadaan Barang/Jasa sesuai dengan “pemeriksaan di Perpres 70/2012” dengan
ketentuan yang tercantum dalam Kontrak”. uraian langkah verifikasi dan konfirmasi ke
Bagaimana langkah pemeriksaannya? Per- agen resminya serta menjadi bagian melekat
pres 70/2012 belum memberikan panduan dari SK tim PPHP.
detailnya dan tentu wajar karena Perpres
70/2012 di launching untuk umum/nasional. Banyak faktor potensial yang menjadi pe-
Bermacam-macam bentuk pengadaan ba- nyebab PPHP tidak optimal dalam mengawal
rang/jasa dengan segala lika-likunya membu- kualitas BJP yang diterima. Dan sebaliknya
tuhkan langkah pemeriksaan hasil pengadaan banyak pula sesi-sesi proses PBJP yang akan
barang/jasa yang berbeda-beda pula. Dan men-support pengawalan kualitas BJP, misal-
inilah ladang PBJP yang sangat butuh krea- nya di evaluasi teknis penawaran oleh Pokja
tivitas birokrat dalam wujud panduan kerja ULP dan lain-lain. Namun contoh kecil dia-
bagi PPHP. tas setidaknya menampilkan fragmen yang
sangat potensial terjadi, apalagi dalam PBJP
Sebagai contoh kecil, bagaimana PPHP akan yang menjadi peserta dalam proses pelelangan
melakukan pemeriksaan spesifikasi kom- adalah para penyedia barang jasa bukan para
Optimalisasi Peran Aturan Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah... November 2012/Vol. 2 - No. 2 67
DAFTAR RUJUKAN
Introduction
NPPA has just completed a pilot survey which is based on the OECD/DAC tool of
Compliance and Performance Indicators (CPI). This is a valuable tool and simply
NATIONAL PUBLIC
using it as it stands would bring benefits to an understanding of the way in which
PROCUREMENT
public procurement is implemented in Indonesia. However, NPPA has sought to
AGENCY
improve on the basic CPI tool and to enhance it in a way which will provide the
www.lkpp.go.id
country with a tailored means of assessing the level of implementation and iden-
tifying systemic weaknesses in the overall system with a view to improving that
system.
Complience and Performance Indicator November 2012/Vol. 2 - No. 2 71
1.1 The OECD/DAC CPI Tool (MAPS) of February 2010. The CPI tool re-
The CPI tool was developed under the ae- mains unchanged from its 2006 version.
gis of the OECD Development Assistance
Committee (DAC). Under the joint World Together, these tools are intended to provide
Bank/DAC Procurement Round Table ini- a common mechanism to assess the quality
tiative, developing countries and bilateral and and effectiveness of national procurement
multilateral donors worked together to devel- systems. The understanding among the par-
op a set of tools and standards that provide ticipants of the Round Table initiative was
guidance for improvements in procurement that the assessment will provide a basis upon
systems and the results they produce. which a country can formulate a capacity
development plan to improve its procure-
The Round Table initiative culminated in ment system. Similarly, donors could use the
2006 with the adoption of two tools: the common assessment to develop strategies
Baseline Indicator (BLI) tool and the CPI for assisting the capacity develop plan and
tool. The BLIs deal with the formal and to mitigate risks in the individual operations
functional features of the existing system that they decide to fund. The long term goal
and provide a comparison of the actual sys- is that countries will improve their national
tem against the international standards that procurement systems to meet internationally
the BLIs represent. The CPIs, on the other recognized standards enabling greater effec-
hand, deal with monitoring performance data tiveness in the use of funds to meet country
to determine level of compliance with the obligations.
formal system and thus with how the system
actually operates. Whilst the BLIs are more From the outset then, the goal is to assess
like a “snapshot” of the system design at a the performance of the system in order to
given time, the CPIs look at what is happen- improve it, where necessary. It has a national
ing on the ground by examining a sample of perspective in that it can be used by a Gov-
procurement transactions and other relevant ernment to improve its own system. It also
information that is deemed representative has an international perspective in that it can
of the performance of the system. The BLI be used by donors when assessing country
tool has been amended several times with the procurement systems.
latest iteration being contained in the Meth-
odology for Assessing Procurement Systems In 2007, Indonesia carried out a baseline In-
72 JURNAL PENGADAAN
dicator (BLI) self-assessment which not only the national system. In the first place, they are
provided the first snapshot of the formal limited by their reference to the BLIs which
aspects of the Indonesian procurement sys- represent an ‘ideal’ procurement system but
tem but also informed a process of improve- which are not linked to any particular nation-
ment and amendment. As a result, significant al system. This means that, when considering
changes have been made to the Indonesian a specific system, the local context will need
procurement system. Building on the early to be taken into account, making some of
achievements of Keppres 80 of 2003 and the data requirements redundant. Similarly,
Perpres 106 of 2007 which introduced major because if the advances already made in In-
reforms into the system, NPPAhas been in- donesia, the standard CPIs are incomplete in
strumental in developing Perpres 54 of 2010 some respects for NPPAs purposes. NPPA
which makes further improvements to the would wish, for example, to assess compli-
national procurement system. ance and performance of additional legal re-
quirements so that it can obtain a fuller pic-
What has been missing to date is the second ture of the local situation. The ‘ideal’ nature
part of the overall system assessment which of the reference point (the BLIs) also means
concerns compliance and performance. That that not all of the compliance and perfor-
has been the purpose of the present exercise. mance data is readily available, especially
Its primary objective is to complete the pic- where an electronic monitoring system is not
ture so that, armed with a snapshot of the yet fully operational as is the case so far in
formal legal framework and, after this CPI Indonesia. This has implications for the data
Survey, with a good understanding of how gathering methodology. Further, the stand-
that legal framework works in practice, NPPA ard CPIs are often limited to addressing the
will be able to identify any weaknesses in the level of compliance but fail, where the level
system and, consequently, make recommen- of performance is insufficient, to identify the
dations for improvement. causes of poor compliance, i.e. they do not
addresses the weaknesses in implementation,
1.2 The Indonesian CPI only the results of such weaknesses. In order
The CPIs of the OECD/DAC provide a very to improve the system, NPPA needs to un-
useful starting point but it was felt that they derstand why, if that is the case, performance
would not, on their own, provide the informa- is poor in order to be in a position to propose
tion needed by NPPA to assess and improve appropriate improvement measures. Finally,
Complience and Performance Indicator November 2012/Vol. 2 - No. 2 73
the CPIs themselves are, in some cases, mis- country’s needs. There are a number of spe-
leadingly drafted. NPPA has decided to take cific objectives:
these further and seek additional information
in order to provide meaningful results. First, the CPIs will show what has been
achieved to date and what remains to be done.
As a result, the CPIs to be used in Indone- Second, it will pinpoint weaknesses in the
sia are a little different to the standard CPIs implementation of the national procurement
of the OECD/DAC. Some of the CPIs have system.
been amended in light of the Indonesian
context in order to provide meaningful data, Third, it will enable NPPA to make informed
i.e. they have been reworded according to the choices as to areas in need of improvement
Indonesian legal context with a view to ob- and provide a basis for recommendations for
taining the data envisaged under the original the required improvements.
CPI tool. Some of the CPIs have been sup-
plemented in order to provide better results, Fourth, it will provide information to donors
again taking into account the specificities of on the functioning of the national procure-
the Indonesian context. NPPA has also add- ment system and feed in to current initiatives
ed some new CPIs designed to provide data in respect of the use of country procurement
on implementation issues which are relevant systems.
in Indonesia but which do not figure in the
standard CPI tool. In consequence, NPPA 1.3 Data Collection Methodology
has used an enhanced set of CPIs based on Given the absence of a comprehensive elec-
the above process which will provide a more tronic management system which is able to
appropriate tool for Indonesia. capture the information required under the
CPI exercise, NPPA has chosen to engage
This process has been undertaken with spe- directly with the various stakeholders with a
cific purposes in mind. In general terms, the view to obtaining the relevant information. It
purposes of the Indonesian CPIs do not dif- has not, as has been the case in some coun-
fer from those of the OECD/DAC. How- tries, simply asked stakeholders to provide
ever, as will be appreciated from the above data without evidence; that is clearly not suffi-
description, the original CPIs have been ciently rigorous where meaningful results and
adapted to the Indonesian context and to the consequential actions are envisaged. Rather,
74 JURNAL PENGADAAN
NPPA has, in consultation with a number of alistic reflection of the current state of play.
stakeholders developed a series of question-
naires designed to elicit relevant information As indicated above, NPPA is seeking to un-
from the appropriate sources. Recognizing derstand the underlying problems with the
that not all the required information is avail- system, where there are any, and to address
able from a single source, the CPIs have been them in a concrete and meaningful way. It
broken down into a series of questionnaires was not enough, therefore, in NPPA’s opin-
destined for four key groups of stakeholders, ion, to simply collect a series of figures which
namely: indicate whether compliance or performance
is good or bad. What matters understands
• Procuring entities why compliance or performance is good or
• Procurement staff within those entities bad. When the reasons for poor performance
• Goods and services providers can be identified (and not just the fact that
• Government auditors performance is poor), then it will be possible
to provide practical support or recommenda-
In this way, the data will be collected from tions for corrective measures of whatever na-
those most likely to be in possession of the ture (additional guidance; legislative amend-
relevant data. ments; capacity building) which will have the
effect of improving implementation. This is
The questionnaires were not simply distrib- not a cosmetic exercise but a concrete means
uted to the stakeholders but were used rather of improving the system. The interview pro-
as the main data collection tool by teams cess adopted enabled broader information to
of reviewers, who are mostly procurement be collected relating to particular difficulties
specialist,while visiting the stakeholders in with implementation and with the reasons
order to elicit responses based on the ques- for the level of compliance and performance
tionnaires and review the available documen- achieved.
tation which supported the answers given.
Though not an audit, the process borrowed tIn addition, NPPA provided a Manual of
some techniques from the field of audit in Procedures for the survey exercise which
order to ensure the validity of the responses explained in detail to the survey teams what
given. This provides NPPA with some guar- was required under each of the questions and
antee that the resulting statistics provide a re- what information should be elicited orally and
Complience and Performance Indicator November 2012/Vol. 2 - No. 2 75
through documentary evidence. The Manual document assessment, and field management.
also explained appropriate interview tech- The training was held in an open and partici-
niques so that the teams would be prepared patory forum. It was also enriched by prac-
to collate and assess the information and data tice sessions with practitioners who included
provided in preparation for input into the the review of actual documents. During this
analytical database. Given the importance of session, team members played several roles in
the way in which data is to be collected, those the mock survey includinginterviewer, docu-
engaged in obtaining the data from stake- ment reviewer,and liaisonmember and team
holders underwent specific training to assist leader. This session provided a good flavor
them in the data collection exercise. of what would happen in the field and how
the survey team should deal with the likely
For the most part, the team members were situation on the ground.
taken from among NPPA staff to ensure that
those conducting the interviews were familiar In general, the training participants were very
with the legal framework and those broader active and critical. As a result, it was possible
lessons from the exercise would be absorbed to further explain the indicators listed in the
within NPPA. These teams were assisted by questionnaires and in the manual with a view
procurement analysts and statisticians. For to capturing accurately the issues of compli-
the most part, the teams consisted of 5-7 ance with Presidential Decree (Keppres) No
persons led by NPPA staff, all of whom had 80 of 2003. In addition, some issues were
expert knowledge of procurement. raised with regard to differences between
what is stated in the Keppres and what actu-
In order to check prior assumption in the ally happens in the field. Some heated discus-
targeted area of respondents, a fact finding sions clarified the issues and led to significant
program was held. This activity was also in- inputs to the improvement of the question-
tended to introduce this pilot survey to of- naires, manuals and field management. De-
ficials to prepare them forarranging a smooth tailed practical inputs were incorporated
execution of the survey. into a revised version of questionnaires and
manual.
Prior to the data collection, all team members
were trained on details of CPI background, 1.4 Piloting the Survey
sampling procedures, interview techniques, Given the size of Indonesia and the num-
76 JURNAL PENGADAAN
ber of contracting entities operating in the that it enables NPPA to review the question-
country under the procurement system, it naires and the data collection methodology
was decided toconduct a survey, rather than a with a view to making any necessary adjust-
census. Before conducting a national survey, ments for the future.
it is important to test the planned methodol-
ogy and questionnaires in a smaller scale on In the event, the CPI Pilot Survey was con-
a pilot basis. ducted in three line ministries, three provinc-
es, two cities, and two districts. These were the
The selection was made on the basis of a Ministries of Public Works, National Educa-
random sampling method which has never- tion and Health; the provinces of West Java,
theless provided a series of representative Southeast Sulawesi and East Nusa Tenggara;
entities and locations (of entities, e.g. central, the cities of Manado and Balikpapan; and the
regional) providing the possibility of collect- districts of West Sumbawa and East Belitung.
ing data across a range of entities. Ultimately,
it is intended to roll out the surveyover the The pilot survey was divided into three batch-
whole, or a large proportion, of the country es. The first batch was conducted on 25-30
but the pilot stage was expected to provide a July 2011 covering Southeast Sulawesi, West
flavor of the expected results which may be Java, and Manado. The second batch was con-
used as indicative results for the country. ducted on 31 July – 6 August 2011 covering
East Nusa Tenggara, Balikpapan, Ministry of
As a limited pilot, the results cannot, by defini- Health, Ministry of Public Works, and Min-
tion, be a true reflection of the national situa- istry of National Education. The third batch
tion but will give an indication of trends. It is was conducted on 7-12 August 2011 covering
important not to draw final conclusions from Balikpapan, West Sumbawa, and East Beli-
this pilot survey which will be used more to tung. By 13 August, the CPI Pilot survey was
indicate areas where the current techniques completed in 7 respondent provinces, cities,
and methodologies can be improved and to and districts. In respect of the Ministries,
indicate the potential areas of weakness al- additional bureaucratic requirements meant
lowing the survey team to focus on these in that there was some delay and those surveys
the future roll-out of the survey. were still being completed in early October.
The additional benefit of this piloting stage is The results of the interviews were collated
Complience and Performance Indicator November 2012/Vol. 2 - No. 2 77
using the CSPro database system and later 2.1 Overall Reception of Survey
statistically analyzed using the Stata software. It has to be said that, overall, most of the
This allows for the collection, collation and stakeholders interviewed were very recep-
analysis of the data and the resulting analy- tive to the pilot survey and willing to provide
sis has produced a series of tables providing access to their staff and facilities. Indeed, in
the data necessary to respond to the various keeping with the spirit of consultation and
indicators. Given the scope of the questions with the intention of identifying areas in need
asked and the data collected, it has been pos- of improvement, the majority of stakehold-
sible to provide more results than suggested ers were also very keen to know the results of
by the indicators but which provide more the pilot survey and its consequences. This
accurate findings. These are indicated in the is a positive response, especially since great
matrix contained in section 3 below. care was taken from the outset to ensure that
the whole pilot survey exercise would not be
2 Results for Methodology and Data seen as any form of audit. In a few cases,
Collection there appeared initially to be a degree of ‘au-
Before turning to the substantive results of dit fatigue’ in the sense that there was initial
the CPI pilot survey, it is clear that the pilot reluctance to engage in what appeared to be
survey has provided valuable lessons in re- yet another fact finding exercise. However,
spect of the methodology adopted. This has once the purpose of the exercise was prop-
consequences for the future roll-out of the erly explained, the pilot survey team received
survey to a broader group of stakeholders. It the willing cooperation of the respondents
should also be pointed out that these lessons concerned. From this point of view, the gen-
arise out of the methodology chosen, i.e. the eral approach of the pilot survey appears to
face to face interview method which enables have been successful.
the survey team to obtain direct experience
of the working environment of those inter- In several cases, it appears that the relevant
viewed so that they were able to experience information about the whole CPI exercise
first-hand the difficulties faced in the con- had not filtered down to the appropriate
ducting such a survey. These are not lessons people so that those who were being inter-
that would have been learned through indi- viewed did not initially know too much about
rect information gathering and in itself dem- the purpose of the survey. Again, once the
onstrates the value of the method chosen. purpose was properly explained and commu-
78 JURNAL PENGADAAN
nicated, there was full cooperation. This may in respect of, for example, the goods and
have been the result of the relatively tight services providers whose inputs were largely
time lines involved in the conduct of the sur- limited to responding to the questionnaires,
vey but suggests that, in terms of broader but finding and making appointment with
roll-out, care will need to be taken to ensure the selected providers were time consuming.
that the scope and purpose of the survey is Also in the case of procuring entities, one
properly communicated to the right people in week proved largely insufficient. Some of
a timely manner. the difficulty arises from section2.1. Where
formalities were not properly followed or
One further issue in this regard concerns the where sufficient information had not perco-
bureaucratic nature of government. Whilst lated down to the relevant interviewees, this
cooperation was evident at all levels when led to delay both in holding meetings and in
it came to those actually interviewed, some getting to substance of the survey, with much
delay was occasioned by the failure to issue time being used for explanations that could
formal letters and requests to the proper au- have been provided more efficiently earlier.
thorities in advance of the surveys. This was The bureaucracy and need for following the
again not evidence of any reluctance on the proper channels does restrict the time avail-
part of the stakeholders but an issue of the able for the survey.
formalities which need to be followed. As
with communication, above, care will need There are also other reasons for the insuf-
to be taken in future that the proper formali- ficiency of time, some of which were exac-
ties are followed. This includes such things erbated by the bureaucratic delays. A survey
as informing the appropriate authorities of such as this requires appropriate staff to be
the sampling methods, training and interview mobilized and made available at specific times.
schedule and documents to be reviewed. Not all the relevant staff could be made avail-
able at the arranged times and some staff who
2.2 Timing had been responsible for certain procedures
One unsurprising finding is that the one week had since moved on. This is not unusual and
set aside for the conduct of the survey at is to be expected in such a survey, although it
each stakeholder was, for the most part, not does mean that record keeping then needs to
enough, especially to assess the procurement be well done so that others can subsequently
documents. Of course, it might be sufficient follow the ‘paper trail’. In one case, one of
Complience and Performance Indicator November 2012/Vol. 2 - No. 2 79
the units randomly selected for the survey been stated that records relating to different
was found no longer to exist. Whilst former aspects of the procedure are often kept in
officers remained within the organization and different locations. That is, to some extent,
could be traced, the formalities required to inevitable, although it would be more sensi-
interview them meant that there was further ble, from a practical point of view of course,
delay and wasted time in making the journey for those responsible for the contract award
to visit them. procedures to at least maintain copies of all
documents relating to a single procedure in
As well as conducting interviews, the survey one place so that a complete and comprehen-
teams were also required to review the rel- sive file can be easily located and retrieved.
evant documentation in order to supplement This was not, however, the major problem.
the information received in the interviews. More of an obstacle was the level of incom-
Procurement records are by their nature rath- plete records maintained. In some cases, there
er voluminous and, in those entities which were no records at all to be found but, in the
conduct significant amounts of procure- majority of cases, the records were simply in-
ment; this can make it a lengthy task. As the complete. This, of course, made it very dif-
survey teams found, all relevant documenta- ficult as well as time consuming (to the extent
tion was not always contained in one location that the lack of documentation necessitated
with, as an example, financial information re- further research and interviews) for the sur-
lating to contracts (in terms of invoicing and vey team to collect data and verify informa-
payments) often processed by and, therefore, tion received. This also has an effect on the
kept by different officers to those responsible reliability of the data obtained. Where pos-
for conducting the pre-contractual procure- sible, this is indicated in the results matrices.
ment award procedure. It thus took more
time than anticipated to locate and review the It seems that, where records are kept, is done
relevant records. might be more to satisfy the auditors than
to provide an internal file which allows for
2.3 Records contract administration. The files that are
One of the major obstacles faced by the sur- maintained are often bound in book form for
vey teams was the poor state of the documen- presentation to the authorities, thus giving
tation found to exist in respect of individual the superficial appearance of adequacy. How-
contract award procedures. It has already ever, they will contain only what is thought to
80 JURNAL PENGADAAN
be of interest to auditors and are thus selec- ments or reporting requirements in the legal
tive (by definition, incomplete). They, gener- framework in respect of the basic procure-
ally, as was discovered during the survey, only ment documents.
contain the information relevant to the win-
ning bidder but not to the others (other than Whilst it does mean the data obtained will
in respect of providing an indication of the also be incomplete since there are incomplete
competition that took place). As a statement records, the solution lies in improving record
of what happened, that may suffice; as a re- keeping procedures in general so that any fu-
cord of proceedings for internal purposes, ture CPI survey will have the benefit of more
it does not. By definition, a bound volume complete records. The purpose of proper
is finite and it is not possible to add further record keeping is not primarily to do with
documents to it as and when they arrive. The CPI surveys, of course, and is an element of
records are, therefore, fixed at a certain point professionalization of the procurement func-
of time and are useless as a continuing record tion. It is the only means that a procurement
of the process and thus not useable for the procedure can be adequately and efficiently
purposes of contract administration. managed and then monitored internally.
questioners, and involving more respondents ed were based on the pilot survey which is
to broaden data resources and complete in- collected from very limited samples compare
formation to the country size.
Again we would like to rise that the results However, it is considered as a valuable data
shown on below matrix are only an example that shows the silhouette of the country’s
of the survey findings. Those figures present- procurement performance.
84 JURNAL PENGADAAN
Amended
OECD/DAC CPI Result 1 Result 2 Commentary
Indonesian CPI
1. The Public Procurement Legistive and Regulatory Framework
c) Advertising rules c) Advertising rules and- It should be noted that
invitations for open bid processes that are As in column 2 number of 8 days only.
advertised (ii) Average number of days As in column 2 age’ result does not
(ii) Average number of between bid invitation provide the full picture.
80) 40.1%
8-11 days
24.7%
34.2%
1. This column provides the result to the OECD/DAC CPI question described in the previous column.
2. This column provides the result to the Amended Indonesian CPI question, where different, described in the previous column.
3. The numbering follows the OECD/DAC numbering system. Indicator 1(a), for example, is relevant only to the BLIs and not the CPIs;
it is, therefore, excluded, so the first relevant indicator is 1(b). The same process will be followed throughout with all indicators
relevant only to the BLI being deleted from this table.
Complience and Performance Indicator November 2012/Vol. 2 - No. 2 85
Amended
OECD/DAC CPI Result 1 Result 2 Commentary
Indonesian CPI
1. The Public Procurement Legistive and Regulatory Framework
e) Tender documenta- e) Tender documentation 65.8% Procedural comment: it
comments on numbers
of participants and
ment.
An appropriate question
questionnaires. This is
already an OECD/DAC
Amended
OECD/DAC CPI Result 1 Result 2 Commentary
Indonesian CPI
1. The Public Procurement Legistive and Regulatory Framework
f) Tender evaluation f) Tender evaluation and These figures are surpris-
and award criteria award criteria ingly low. This may well
be explained, how-
tender evaluation (b) in procedures after bid 58.7% cial. Without changing
Amended
OECD/DAC CPI Result 1 Result 2 Commentary
Indonesian CPI
1. The Public Procurement Legistive and Regulatory Framework
were asked about the
incidence of non-
quantifiable qualification
documentary evidence,
be in a better position
indicator.
structure and se- ture and sequence by the survey are mis-
Note: ‘terms established tion: Percentage of providers ing the survey was the
timeframe’ responses.
88 JURNAL PENGADAAN
Amended
OECD/DAC CPI Result 1 Result 2 Commentary
Indonesian CPI
1. The Public Procurement Legistive and Regulatory Framework
The second question
was to determine, out of
satisfactorily resolved
ditional question, we
an assumption) that
77.4%of complaints
received no response at
age is 17.6%
somewhere between
Amended
OECD/DAC CPI Result 1 Result 2 Commentary
Indonesian CPI
1. The Public Procurement Legistive and Regulatory Framework
The problem again
is that the additional
questionnaire should
certain.
records containing:
90 JURNAL PENGADAAN
Amended
OECD/DAC CPI Result 1 Result 2 Commentary
Indonesian CPI
1. The Public Procurement Legistive and Regulatory Framework
- complaints received 81.3% where records are kept,
questions.
(b) How many procurement 1.9% The figures here are very
however, t would be
be at least a reference to
should be part
Complience and Performance Indicator November 2012/Vol. 2 - No. 2 91
Amended
OECD/DAC CPI Result 1 Result 2 Commentary
Indonesian CPI
1. The Public Procurement Legistive and Regulatory Framework
of any guidance issued
subsequent to this
survey.
2. Implementing Regulations and Documentation
c) Procedures for pre- c) Procedures for pre- 69% The additional question
posed to subjective (ii) Percentage of procure- 52.7% been made that there is a
qualitative ones. ments that used objec- (55%) tendency to invite 3 bid-
Note: As with Indicator tive pass/fail prequalifica- ders in almost all cases,
1(b), the statistics relat- tion criteria as opposed whatever the method
consultancy
92 JURNAL PENGADAAN
Amended
OECD/DAC CPI Result 1 Result 2 Commentary
Indonesian CPI
2. Implementing Regulations and Documentation
It may be that the
number of bidders is
a small.
relating to consultancy
compliant in 95.2%
of cases in respect of
consultancy services. In
prevails.
of cases in respect of
consultancy services.
Additionally, it appears
objective assessment.
Complience and Performance Indicator November 2012/Vol. 2 - No. 2 93
Amended
OECD/DAC CPI Result 1 Result 2 Commentary
Indonesian CPI
3. Integration and mainstreaming of the public procurement system into the public
sector governance system
b) Budget law and b) Budget law and financial Note: the statistics here
payments (e.g. made later than the con- which could have a
payment schedule). (ii) Average number of days 1-2 days the questionnaire asked
Amended
OECD/DAC CPI Result 1 Result 2 Commentary
Indonesian CPI
3. Integration and mainstreaming of the public procurement system into the public
sector governance system
Despite the apparent
indicated by looking at
1-2 days.
pletion reports.
mean awarded by
open bidding
Complience and Performance Indicator November 2012/Vol. 2 - No. 2 95
Amended
OECD/DAC CPI Result 1 Result 2 Commentary
Indonesian CPI
3. Integration and mainstreaming of the public procurement system into the public
sector governance system
(ii) Average time after (ii) Average time after Same day: These figures are unex-
final contract liquida- contract completion 78.4% pected since one would
tion within which within which completion More than 1 expect more days in the
completion reports reports are finalized for: day: 21.6% case of works between
contract administration
issues.
c) Strategy and train- c) Strategy and training Given the scale of Indo-
vide training, advice training, advice and as- numbers trained (at least
(i) Number of procure- Not (i) Evidence of strategy and figures are not available),
ment officers in the available training capacity to pro- whilst relative low, are
Amended
OECD/DAC CPI Result 1 Result 2 Commentary
Indonesian CPI
5. Institutional development capacity
(ii) Average waiting 2-3 (ii) Percentage of procure- 47.6% These data indicate the
time to get in a for- months ment personnel provided prevalence of fairly short
in-house or by other
capacity development.
attended non-procure-
distribution
that is
- by academic, 4.8%
Complience and Performance Indicator November 2012/Vol. 2 - No. 2 97
Amended
OECD/DAC CPI Result 1 Result 2 Commentary
Indonesian CPI
5. Institutional development capacity
ix) Average waiting time to 2-3 months sults under other indica-
most cases.
needs to be addressed.
It is to be recalled, even
obligation to maintain
such systems.
6. Efficiency of procurement operations and practices
a) Adequacy of procure-
ment competence
among government
officials
involved in procurement
certificates at Levels 2,
4 or 5
98 JURNAL PENGADAAN
Amended
OECD/DAC CPI Result 1 Result 2 Commentary
Indonesian CPI
6. Efficiency of procurement operations and practices
competency-based job
roles
petence of procurement
committee
NA as CPI b) Procurement train-
OECD/ programs
DAC
availability of procure-
progression
received assistance by
procurement entities on
how to be successful in
winning government
contracts.
Complience and Performance Indicator November 2012/Vol. 2 - No. 2 99
Amended
OECD/DAC CPI Result 1 Result 2 Commentary
Indonesian CPI
6. Efficiency of procurement operations and practices
ing/training of communication to
between the public the public and private in any meaningful way
should be given to
Amended
OECD/DAC CPI Result 1 Result 2 Commentary
Indonesian CPI
7. Functionality of the public procurement market
worthwhile.
ing exercise
payment terms
Improving access to
be given to identifying
to seek loans...
Complience and Performance Indicator November 2012/Vol. 2 - No. 2 101
Amended
OECD/DAC CPI Result 1 Result 2 Commentary
Indonesian CPI
7. Functionality of the public procurement market
tees).
It would be useful to
lems are.
established effective.
contract management
plans
102 JURNAL PENGADAAN
Amended
OECD/DAC CPI Result 1 Result 2 Commentary
Indonesian CPI
8. Existence of contract administration and dispute resolution provisions
plans
users.
management is effective
plaint review system plaint review system and that records on com-
almost...
Complience and Performance Indicator November 2012/Vol. 2 - No. 2 103
Amended
OECD/DAC CPI Result 1 Result 2 Commentary
Indonesian CPI
10. Efficiency of appeals mechanism
plaints processed processed within the tor 1(h) above). The fig-
within the time limits time limits posted or set ures here are, therefore,
posted or set out in out in the legal frame- limited to those 41% of
ii) Percentage of 78.1% ii) Percentage of decisions 15.8% positive results which
decisions taken that taken that has been have not been recorded,
4. Issues Arising
As indicated in the Section 3, the pilot survey gave rise to a series of valuable findings and
conclusions. These are summarized for ease of reference in this section.
The detailed commentary is contained in the matrix set out above. However, the main find-
ings, both in terms of improving the survey following this pilot and in terms of improving the
national procurement system are summarized as follows:
Relevant
Issues Arising
Indicator
1(c) There is clearly a need to enforce the minimum time periods provided for. There seems little doubt that
this provision of the rules is being breached extensively. One possibility would be to improve capacity
in this area, i.e. to emphasize this as part of ongoing training. Another option would be for NPPA to
issue instructions (made public) requiring compliance. By making the instruction public, bidders will
be aware of this requirement and would be in a better position to bring complaints where breaches of
1(e), 7(b) No data is currently available on the number of bidders participating in each process. The OECD/DAC
1(e) It appears that better training is required for bidders which would permit them to prepare better bids
for the benefit of procuring entities. At the same time, better training for evaluation committees is also
required.
1(f ) To provide a more complete picture of the use of qualification criteria, the questionnaire destined for
providers should include questions relating to the use of non-quantifiable qualification criteria.
1(h) This is a record keeping issue. Ideally, a procurement file should contain all information relating to
each procurement process, including complaints and contract administration. If separate files are kept
(by different people or in different locations) there should at least be a cross-reference ion the file or a
2(c) There is a high incidence of prequalification being used as a consequence of ambiguity of Keppres 80
of 2003. Thought should be given to clarifying the direction on using this method, in the legal rules
where appropriate, but otherwise by way on instructions from NPPA. If the legal rules are not inad-
equate, then this would need to be remedied by way of improved capacity development and better
enforcement.
Complience and Performance Indicator November 2012/Vol. 2 - No. 2 105
3(b) To provide accurate data, the dates used for calculating late payments need to be amended to provide
3(d) The results indicate some weakness in the completion (inspection) activities which may need to be
addressed through improved capacity building in respect of contract administration.
5, 6(c) There is currently no requirement collecting procurement information and data which would enable
contract administration to take place. Together with the poor record keeping identified in this survey,
5(c), 6(a), The capacity building efforts that were surveyed are clearly seen to be inadequate. The emphasis ap-
6(b) pears to be on short-term, compliance based training provided by primarily by Government institu-
tions.
7(a) There seems to be insufficient communication between the public and private sectors and a need to
7(c) Whilst many of the problems faced by bidders in doing business with the Government are outside the
scope of procurement regulation, the possibility should be considered that the procurement rules may
contribute to the difficulties (e.g. payment terms) and it may be useful to see what can be done about
8(a) The absence of any regulatory provisions indicates a strong need to address lack of guidance on
contract administration.
10(b), (c) Due to limited number of providers who submit complaints consequently the complaint mechanism
Low level of open It may well be necessary to provide clearer guidance/instruction on contract splitting. This would
bidding need to be enforced.
Minimum time Instructions should be issued on the need to comply with the minimum periods and on the
periods need to provide however many days that are sufficient to enable bidders to prepare bids.
Record Keeping Consider amending the legal framework to require adequate record keeping commensurate
Provide guidance on how best to maintain records and, where possible, provide tools to facili-
tate this.
In addition, develop and provide software for the electronic recording of project specific pro-
curement data.
Private sector Encourage further dialogue between procuring entities and the private sector.
dialogue Ideally, seek to create national and regional fora between contractor and supplier organizations
Consider amending current approach to capacity building. Look towards longer-term solutions
using professional and academic institutions to provide long term, competence based training.
Even without improving the overall approach, consider introducing/improving training compo-
1. Sarah Sadiqa, Director of the Business Climate 9. Ebrinda Daisy G, Staff of Dir. Business Cli-
and International Cooperation mate and International Cooperation
2. TB. AchmadChoesni, Director of Procure- 10. Widya Prima Sari F, Staff of Dir. Business
ment Planning of State Budtget Climate and International Cooperation
3. R. AdhaPamekas, Division Head of Public 11. Natasha Saskia, Staff of Dir. Business Cli-
Relations mate and International Cooperation
4. Tjipto P. Nugroho, Head of Sub-Directorate 12. M. DwiSumanto, Staff of Dir. Business Cli-
of Institutions, Enterprises & KPS mate and International Cooperation
5. M. Iskandarsyah, Head of Sub-Directorate of 13. Ihsan Sidik, Staff of Directorate of Settlement
Expert Witness of Complaints
6. Hermawan, a.i. Head of sub-Directorate Busi- 14. Sri AdityaNur Primary, Staff of Dir. Pro-
ness Climate curement Planning State Budget
7. Fanni Sufiandi, Section Head of Multilateral
Cooperation
8. Samudera Gunadarma, Section Head Com-
plaints, Java and Bali area
26. DR. Drs. Ron Jacob L, M. Si, Southeast 32. Tarso, Balikpapan City
Sulawesi Province 33. Ferry A. Woy, ST, Manado City
27. Ir. H. Samaruddin, Southeast Sulawesi Prov- 34. Drs. Boyke Robot, Manado City
ince 35. Kurniawan, S. IP, East Belitung District
28. Suprin, S. Sos, Southeast Sulawesi Province 36. Agusseno, West Sumbawa District
29. Nday Ibrahim, SE, East Nusa Tenggara 37. Hj. SitiMaesarah, SIP, West Sumbawa Dis-
Province trict
30. Stanislaus K. Jawan, S. Sos., M. AP, East 38. Laksana Jaya, SE, West Sumbawa District
Nusa Tenggara Province
31. EkaLaydayani C, S.Si., Apt, Balikpapan
City
Tentang Penulis
Dadan Umar Daihani. Setelah lulus dari jurusan Teknik Industri ITB tahun
1979, langsung mengabdikan dirinya di almamater tercinta selama dua tahun se-
bagai pengajar Pendidikan Ahli Teknik Jurusan Penggunaan Komputer dan juga
merangkap sebagai staf di Pusat Komputer ITB. Pada tahun 1981 Dadan hijrah ke
Universitas Trisakti dan menjadi dosen tetap hingga saat ini.
Pada tahun 1989 Dadan mendapatkan beasiswa dari Pemerintah Perancis untuk
melanjutkan studi master dan doktoral di bidang teknik produksi otomatis yang
diselesaikannya pada tahun 1994.
Jabatan sebagai Guru Besar untuk kajian Sistem Produksi diperolehnya pada ta-
hun 2000. Jabatan ini menjadi pembuka pintu untuk terus berkarya baik pada
bidang industri maupun bidang lainnya khususnya yang berkaitan dengan strategi
kebijakan publik. Langkah ini membawa dirinya untuk mengikuti Program Pen-
didikan Singkat Angkatan XVI Lemhannas RI pada tahun 2009 dan pada tahun
2010 bergabung di Lemhannas menjadi Tenaga Profesional dan anggota Tenaga
Ahli pada Laboratorium Ketahanan Nasional.
Para Penulis November 2012/Vol. 2 - No. 2 111
M. Trisno Hadisaputra. Lahir di Cirebon, 29 Juni 1975. Sejak tahun 2006 Trisno
menjabat sebagai Staf Bidang Pembinaan Pembedaharaan, di Kantor Wilayah X
Direktorat Jenderal Pembedaharaan Serang, Provinsi Banten.
Erlangga S. Atmadja. Lahir di Jakarta, 8 Agustus 1980. Sejak Mei 2011 hingga
sekarang Erlangga bekerja untuk Asian Development Bank (ADB) sebagai Co-
Team Leader ADB Technical Assistance (TA) 7653-INO, dimana tugas utamanya ada-
lah untuk memperkuat proses pengadaan publik, di antaranya dengan menyeleng-
garakan program bantuan teknis yang bertujuan untuk mengembangkan kapasitas
insititusi LKPP, agar LKPP dapat menjalankan dan mengatur proses Pengadaan
Barang/jasa yang kredibel.
Pada tahun 2001 Erlangga memperoleh gelar Sarjana Bisnis Internasional dari
Murdoch University, Australia, Erlangga langsung melanjutkan pendidikan Pasca
Sarjananya di universitas yang sama, kali ini untuk bidang Electronic Commerce dan
lulus pada tahun 2002. Pada tahun 2010, Erlangga kembali menyandang gelar
Master of Diplomacy and Trade dari Monash University, Melbourne, Australia.
Para Penulis November 2012/Vol. 2 - No. 2 113
Nanang Priyatna. Lahir di Jakarta, 3 Pebruari 1966, sejak 2009 menjabat sebagai
Kepala Bagian Keuangan LKPP setelah sebelumnya bertanggung jawab sebagai
Kepala Layanan Audit BRR NAD-Nias. Ia menyelesaikan studi bidang akuntansi
dari STIE INABA Bandung pada tahun 1998. Nanang juga pernah tercatat sebagai
Fungsional di Komisi Pemberantasan Korupsi dalam kurun waktu 2004 - t2005.
Mustofa Kamal, dilahirkan di Pekalongan 1 Juni 1972. Saat ini Mustofa mengem-
ban amanah sebagai Widyaiswara Muda di Pusat Pendidikan dan Pelatihan Peng-
awasan (Pusditlatwas) Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP)
Kabupaten Bogor.
Setelah manamatkan studi D III di STAN Jakarta di tahun 1994, Mustofa melan-
jutkan studi Strata-1 di STIE Mahardhika Surabaya, dan berhasil menyelesaikan
masa studinya di bidang akuntansi pada tahun 2001. Sementara untuk pendidikan
non formal, Mustofa terus mengembangkan dirinya dengan mengikuti berbagai
pelatihan seputar pengadaan dan pengawasan. Terakhir di tahun 2012 Mustofa
mengikuti dua pelatihan yakni Diklat Asesor Kompetensi Widyaiswara, yang
dise-lenggarakan oleh Ikatan Widyasiwara Indonesia (IWI), dan Diklat Sertifikasi
Peng- adaan Barang/jasa internasional yang diselenggrakan oleh LKPP. Sementara
Program Sertifikasi Pengadaan Barang/jasa Pemerintah yang diselenggrakan oleh
Pusdiklatwas BPKP telah ia peroleh pada tahun 2009.
PANDUAN UNTUK PENULIS
Panduan Untuk Penulis November 2012/Vol. 2 - No. 2 115
Contoh-contoh
Buku dengan Satu Penulis Prakata, Kata Pengantar, atau
Weny Doniger, Splitting the Difference (Chicago: Pendahuluan dari Sebuah Buku
University of Chicago Press, 1999), hal 65. James Rieger,”Kata Pengantar” untuk Mary
Wollstonecraft Sheley, Frankenstein; or,
Buku dengan Dua atau Tiga Penulis The Modern Prometheus (Chicago: University
Guy Cowlishaw dan Robin Dunbar, Primate of Chicago Press, 1982) hal. XX-XXI
Conservation Biology (Chicago: University of
Chicago Press, 2000) Buku Elektronik
Phillip B Kurland dan Ralph Lerner (eds),
Buku dengan Empat Penulis atau Lebih The Founders’ Constitution (Chicago: Univer-
Edward O Laumann et.al., The Social Or- sity of Chicago Press, 1987), atau http://
ganization of Sexuality: Sexual Pratices in press-ubs. uchicago.edu/founders/ (di-
the United States (Chicago: University of akses tanggal 27 Juni 2006).
Chicago Press, 1994), hal. 225-262.
Artikel Jurnal, Majalah, atau
Buku Terjemahan atau Suntingan Surat Kabar Cetak
Srintil, The Iliad of Homer, diterjemahkan oleh John Maynard Smith,”The Origin of Altruism”,
Richmond Lattimore (Chicago: University dalam Nature 393 (1998), hal. 639
of Chicago Press, 1951) William S Niederkorn, A Scholar Recants on His
Yves Bonnefoy, New and Selected Poems, dis- ‘Shakespeare’ Discovery”, dalam New York
unting oleh John Naughton and Anthony Times, 20 Juni 2002 (Rubrik Seni Sastra).
Rudolf (Chicago: University of Chicago
Press, 1995) Tesis atau Disertasi
M Amundin,”Click Repetition Rate Patterns in
Bab atau Bagian dari Sebuah Buku Communicative Sounds from the Harbour Purpoise,
Andrew Wiese,”The House I Live In’:Race, Class, Phocoena phocoena” (Disertasi Phd, Stockholm
and African American Subruban Dreams in University,1991), hal. 22-29,35.
the Postwar United States,” dalam Kevin M
Kruse dan Thomas J Sugrue (eds), The Makalah
New Suburban History (Chicago: Univer- Brian Doyle,”Howling Like Dogs: Metaphori-
sity of Chicago Press, 2006), hal. 101-102. cal Languange in Psalm 59” (Makalah diajukan
Panduan Untuk Penulis November 2012/Vol. 2 - No. 2 117
b. Naskah tercetak :
Pemimpin Redaksi
Jurnal Pengadaan, Kantor LKPP
SME Tower lt.8, Jl Gatot Subroto
Kav 94, Jakarta 12780 Indonesia
9. Nomor bukti.
Setiap penulis akan menerima nomor
bukti penerbitan
Indeks
Job Description 56
Lingkungan Pengendalian 55, 56
Kehutanan 26, 35
Lingkungan sosial 3, 4
Kelautan dan perikanan 26, 35
Listrik perdesaan 33
Keluarga berencana 26, 35
Maintenance 6
Kementerian Agama 34, 35
Management Fraud 53, 54, 58
Kementerian Negara/ 19, 24, 29, 31,
Marine Surveyor 33
Lembaga 34, 35,
Kementerian Pekerjaan 31, 32, 35, Mass Rapid Transit (MRT) 24
Umum Matra Darat 32, 33
Kementerian Pendidikan 31, 32-35 Matra Laut 33
dan Kebudayaan Matra Udara 33
Kementerian Pertahanan 31, 32, 34 Mengentaskan kemiskinan 24
Kementerian Tenaga 50 Minimum essential force 20, 31
Kerja dan Transmigrasi Mitigasi 10
(Kemenakertrans) Muhammad Nazarudin 50
Kementerian Kesehatan 34, 35 Multiplier effect 27
Kesehatan 11, 26, Needs 43, 45, 59, 72,
Keselamatan transportasi 26 73, 78, 80,
darat 81, 105
Kesempatan kerja 24 Non renewable resources 7
Kesetimbangan ekosistem 4 Non-shareable financial 52
Konservasi energi 5 problems (pressure)
Kontra-siklis 19 Nota keuangan 20
Konversi 56 OECD 6, 7, 71-73,
Korupsi i, ii, 49, 51-54, 82, 106
59, 60, 65, 113 Off grid 33
KPK 50 On grid 33
Kriminologi 50, 57 Opportunities 41, 59
Lembaran Negara 19 Opportunity 47, 52, 53,
Leverage factor 7 55, 60
Lingkungan hidup 26, 35 Outcome 20, 31
Output 20, 31-33
122 JURNAL PENGADAAN