Вы находитесь на странице: 1из 11

MAKALAH CIVIC

“Implementasi Pendidikan Kewarganegaraan dalam Praktik Gizi”


Disusun dalam rangka memenuhi tugas blok civic

Disusun oleh:
Ilyul mustafidah
Meti Mentari
Novita Kurniastuti
Ratna Nirwana
Uun Purwasih
Yulianti
FAKULTAS ILMU-ILMU KESEHATAN

PROGRAM STUDI S1 ILMU GIZI

UNIVERSITAS ALMA ATA

YOGYAKARTA

2018
KATA PENGANTAR

Puji syukur senantiasa kami panjatkan kehadirat Allah SWT, yang dengan segala
rahmat, petunjuk, dan karunia-Nya, kami dapat menyelesaikan makalah tentang Implemetasi
Kewarganegaraaan dalam Praktik Gizi Kesehatan sebagai tugas akhir dengan tepat waktu. Dan
kami mengucapkan terima kasih pada Bapak Rizal Al hamid, S. HI., M. Si selaku Dosen mata
kuliah Pendidikan Kewarganegaraan yang telah memberikan tugas ini kepada kami. Dan
semua pihak yang telah membantu dalam proses penyusunan makalah ini, termasuk orang tua
kami yang telah memberikan dukungan mental dan materi, kepada para penulis dan peneliti
lain, serta kepada teman-teman senasib dan sepenanggungan kami.

Kami sangat berharap makalah ini dapat berguna dalam rangka menambah wawasan serta
pengetahuan kita mengenai hubungan kewarganegaraan dalam pelayanan kesehatan. Kami
juga menyadari sepenuhnya bahwa di dalam makalah ini terdapat kekurangan dan jauh dari
kata sempurna. Oleh sebab itu, kami berharap adanya kritik, saran dan usulan demi perbaikan
makalah yang telah kami buat di masa yang akan datang, mengingat tidak ada sesuatu yang
sempurna tanpa saran yang membangun.

Semoga makalah yang sederhana ini dapat dipahami bagi siapapun yang membacanya.
Sekiranya laporan yang telah disusun ini dapat berguna bagi kami sendiri maupun orang yang
membacanya. Sebelumnya kami mohon maaf apabila terdapat kesalahan kata-kata yang kurang
berkenan dan kami memohon kritik dan saran yang membangun demi perbaikan di masa depan.

Yogyakarta, 06 Juni 2018

Penulis
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Kesehatan sebagai salah satu unsur kesejahteraan umum yang harus diwujudkan
sesuai dengan cita-cita bangsa Indonesia sebagaimana dimaksud dalam pembukaan UUD
1945 melalui pembangunan nasional yang berkesinambungan yang berdasarkan Pancasila
UUD 1945. Sesuai dengan pancasila khusus nya sila ke V yang berbunyi “ keadilan sosial
bagi seluruh rakyat Indonesia” maka seluruh rakyat Indonesia berhak mendapatkan hak
sosial sebagai warga Negara dari pemerintah tak terkecuali dalam hal pelayanan kesehatan.
Sebagai warga negara, hendaknya kita dapat memposisikan diri atas berbagai hak dan
kewajiban yang meliputi tindak-tanduk diri. Semua warga negara dengan atau tanpa
komando dan kesadaran diri harus mampu melakukani kewajiban kewarganegaraan yang
ditumpunya sebagai suatu pengabdian bagi bangsa. manivestasi dari kewajiban warga
negara yang aplikatif, sangat luas setiap individu dapat memiliki peran dan andil di setiap
segmen masyarakat yang menaunginya. Setiap orang memiliki andil dalam mengusahakan
keamanan negara, hanya porsinya saja yang berbeda. sebagai pengawal negara tentunya
negara memiliki perangkat pasukan TNI dan Polri sebagai suatu poros pertahanan dan
keamanan. Apabila kondisi pada masyarakat memerlukan penanganan dari pribadi-pribadi,
maka sudah seyogyanyalah kita mengusahakan keutuhan perdamaian melalui usaha yang
tentu saja dapat kita laksanakan.Namun, tidak jarang manusia menemukan pertentangan
nilai dalam hidupnya. Oleh karenanya, manusia memerlukan etika sebagai pemandu di
dalam mengaplikasikan nilai hidup dan kehidupan.

Begitu pula dalam ranah kesehatan, khususnya dalam praktik Gizi dan pelayanannya
sering kali menemukan jalan buntu untuk menanggapi aspek kemanusiaan seseorang dan
kodrat alamiahnya, maka muncul berbagai persoalan nilai yang tidak bisa lepas dari campur
tangan etika untuk memberikan solusinya.Kode etik dijadikan standart aktvitas anggota
pratik, kode etik tersebut sekaligus sebagai pedoman (guidelines). Masyarakat pun
menjadikan sebagai perdoman dengan tujuan mengantisipasi terjadinya bias interaksi antara
anggota profesi. Bias interaksi merupakan monopoli profesi, yaitu memanfaatkan kekuasan
dan hak-hak istimewa yang melindungi kepentingan pribadi yang betentangan dengan
masyarakat. Oteng/ Sutisna (1986:364) mendefisikan bahwa kode etik sebagai pedoman
yang memaksa perilaku etis anggota profesi.Dalam kaitannya dengan profesi, bahwa kode
etik merupakan tata cara atau aturan yang menjadi standart kegiatan anggota suatu profesi.
Suatu kode etik menggambarkan nilai-nilai professional suatu profesi yang diterjemahkan
kedalam standart perilaku anggotanya.
Nilai professional paling utama adalah keinginan untuk memberikan pengabdian
kepada masyarakat.Dalam Praktik Gizi, aturan hukum dan perundang-undangan serta etika
dalam Praktik yang dapat dipelajari melalui Pendidikan Kewarganegaraan sangatlah penting
untuk dimengerti, dipahami serta diimplementasikan dalam Praktik Gizi. Oleh sebab itu,
dalam makalah ini yang judul “Implementasi Pendidikan Kewarganegaraan dalam
Peraktik Gizi” agar pembaca mengetahui peran dan pentingnya Pendidikan
Kewarganegaraan dalam Paktik Gizi.

B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana sejarah perkembangan Ilmu Gizi di Indonesia?
2. Apa peranan Pendidikan Kewarganegaraan dalam praktik Gizi?
3. Bagaimana implementasi perundang-undangan, hukum dan etika dalam Praktik
Gizi?
C. Tujuan Penulisan
 Memenuhi persyaratan pengumpulan tugas kelompok mata kuliah Pendidikan
Kewarganegaraan pada semester 4
 Memberikan gambaran tentang perkembangan Ilmu Gizi di Indonesia
 Menjelaskan peranan Pendidikan Kewarganegaraan dalam Ilmu Gizi
 Memaparkan implementasi perundang-undangan, hukum dan etika dalam praktik
Gizi
D. Manfaat Penulisan
 Menambah wawasan keilmuan dan wacana sepeutar kewarganegaaran dalam
praktik Gizi
 Sebagai bahan acuan dalam memberikan pelayanan Gizi yang berdasarkan
Perundang – undangan, hukum dan etika praktik
BAB II

PEMBAHASAN

A. Sejarah Perkembangan Ilmu Gizi di Indonesia


Perkembangan ilmu gizi di Indonesia menurut Soekirman dimulai sejak dirintis
penelitian gizi pada pertengahan abad ke-19. Beberapa penelitian pada abad ini penting
sebagai bukti sejarah perkembangan ilmu gizi di Indonesia. Penelitian tentang khasiat umbi-
umbian di Jawa terutama tales dan singkong yang ditulis oleh P.J Maier dan P.H.F Fromberg
menghasilkan anjuran pada penduduk asli jawa untuk menanam singkong sebagai tambahan
(komplemen) makanan pokok beras. Fenomena komplemen pangan di Indonesia hingga
saat ini dinilai para pakar merupakan alternatif krisis pangan tetapi sayangnya terkadang
menjadi isu politis bagi elit – elit tertentu. Penelitian lain yang tidak kalah penting adalah
penemuan zat anti beri – beri pada beras tumbuk oleh Eijkman. Untuk menghadapi wabah
beri – beri yang melanda asia kala itu, pemerintah Hindia – Belanda membangun
laboratorium kesehatan (1988) di Jakarta yang dipimpin oleh Eijkman. Penelitian
selanjutnya yang dianggap penting dalam sejarah ilmu gizi di Indonesia ialah penelitian
tentang komposisi bahan makanan asli Indonesia oleh Jansen (1919) yang menghasilkan
Daftar Komposisi Bahan Makanan pertama di Indonesia. Pada awal masa kemerdekaan
Indonesia, keadaan kesehatan dan status gizi rakyat Indonesia termasuk ke dalam yang
terburuk di dunia. Tingginya angka kematian bayi, angka kematian wanita melahirkan,
bahkan oleh dr. J. Leimena (Menteri Kesehatan kala itu) digambarkan bahwa setiap
seperempat jam, seorang wanita Indonesia meninggal karena melahirkan dan setiap menit
seorang bayi meninggal. Kemudian dr.J.Leimena sebagai menteri kesehatan mengambil
langkah diantaranya dengan program perbaikan gizi yang dilaksanakan oleh Lembaga
Makanan Rakyat yang dipimpin oleh dr.Poorwo Soedarmo (sebagai Bapak Ilmu Gizi
Indonesia). Hingga kemudian ilmu gizi terus berkembang di Indonesia dan pendidikan
formal ilmu gizi juga mulai didirikan untuk memenuhi kebutuhan tenaga profesional gizi.
Pendidikan tenaga gizi professional di Indonesia mulai didirikan dalam bentuk
Akademi Pendidikan Nutrisionis dan Ahli Diit pada tahun 1953-1956, kemudian berubah
nama menjadi Akademi Ilmu Gizi di tahun 1958 dan akhirnya menjadi Akademi Gizi dari
1966 hingga sekarang. Jenjang pendidikan tersebut merupakan diploma dibawah naungan
Departemen Kesehatan (sekarang Kementerian Kesehatan). Selain daripada itu, mata kuliah
Ilmu Gizi mulai diberikan di Fakultas Pertanian Institut Pertanian Bogor di tahun 1958.
Kemudian pada tahun 1969 terbentuklah Departemen Ilmu Kesejahteraan Keluarga
Pertanian (IKKP) dan Ilmu Gizi menjadi salah satu mata kuliah resmi di departemen ini.
Pada tahun 1976, Departemen IKKP berubah menjadi Jurusan Gizi Masyarakat dan
Sumberdaya Keluarga (GMSK). Di jurusan ini ilmu gizi dan aplikasinya dikembangkan di
lingkungan ilmu pertanian. Pada perkembangannya nanti (sejak tahun 2003) Jurusan Gizi
Masyarakat dan Sumberdaya Keluarga di Fakultas Pertanian IPB berubah kembali menjadi
Program Studi Ilmu Gizi di Fakultas Ekologi Manusia.

B. Peranan Pendidikan Kewarganegaraan dalam Praktik Gizi


Demokrasi Pncasila merupakan demokrasi konstitusional dengan mekanisme kedulatan
rakyat dalam penyelenggaraan negara dan pemerintahan berdasarkan yaitu Undang –
Undang Dasar 1945. Demokrasi Pancasila didasarkan pada Ketuhanan Yang Maha Esa,
Kemanusiaan Yang Adil Dan Beradab, Persatuan Indonesia yang bertujuan untuk
mewujudkan Keadilan Sosisal Bagi Seluruh Rakyat Indonesia yang merupakan cita – cita
negara Indonesia. Setiap warga negara berhak untuk mendapatkan pendidikan, pengetahuan,
untuk tumbuh dan berkembang serta belajar hidup berdasarkan potensinya masing – masing.
Segala usaha yang dilakukan diarahkan berdasarkan potensi rakyat, sehingga kesejahteraan
tercapai secara merata sehingga kesehatan yang optimal pun dapat tercapai baik dalam
asupan makannya maupun melalui perawatan medis.
Demokrasi dalam bidang gizi merupakan suatu system kehidupan bermasyarakat yang
menjamin pasien atau klien mendapatkan kesehatan yang optimal dalam hubungannya
dengan masyarakat. Agar maksud dan tujuan penerapan demokrasi pancasila tercapai dalam
hubungannya dengan pelaksanaan tugas di bidang gizi, maka nilai – nilai demokrasi
pancasila atau pokok – pokok etika tersebut selalu dihubungkan atau dikaitkan dengan kode
etik ( etika ) yang berlaku dalam profesi gizi yang merupakan sebagai acuan, sebagai sebuah
nilai atau norma yang bersifat universal dan merupakan bagian integral dalam praktik
pelaksanaan tugas pokoknya. Disamping itu, selalu diserasikan dan diselaraskan dengan
nilai – nilai agama dan budaya yang berlaku dan berkembang di masyarakat yang selalu
dipelihara dan dijunjung tinggi bersama dalam kehidupan sosial.

C. Implementasi Perundang-undangan, Hukum dan Etika dalam Praktik Gizi


Secara garis besar kode etik ( etika ) ahli gizi adalah berkewajiban untuk meningkatkan
keadaan gizi, kesehatan, kecerdasan, dan kesejahteraan rakyat, baik dalam lingkup institusi
pelayanan gizi atau dalam masyarakat umum. Hal ini merupakan bentuk kehidupan
bermasyarakat, bahwa setiap warga saling menerima dan memberikan dukungan maupun
perlindungan.
a) Perundang-Undangan
Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 23 TAHUN 2014 Tentang Upaya
Perbaikan Gizi. Beberapa acuan dasar hukum yang dipakai diantaranya:
1. Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan
2. Peraturan Pemerintah Nomor 32 Tahun 1996 tentang Tenaga Kesehatan
3. Peraturan Presiden Nomor 74 Tahun 2012 tentang Sistem Kesehatan Nasional;
4. Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 741/ Menkes/ SK/ VII/ 2008
tentang Standar Pelayanan Minimal BidangKesehatan di Kabupaten/ Kota;
5. Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 63/20 10 tentang Garam Beriodium
b) Hukum
Hukum adalah sistem yang terpenting dalam pelaksanaan atas rangkaian kekuasaan
kelembagaan. dari bentuk penyalahgunaan kekuasaan dalam bidang politik, ekonomi dan
masyarakat dalam berbagai cara dan bertindak, sebagai perantara utama dalam hubungan
sosial antar masyarakat terhadap kriminalisasi dalam hukum pidana, hukum pidana yang
berupayakan cara negara dapat menuntut pelaku dalam konstitusi hukum menyediakan
kerangka kerja bagi penciptaan hukum, perlindungan hak asasi manusia dan memperluas
kekuasaan politik serta cara perwakilan di mana mereka yang akan dipilih. Administratif
hukum digunakan untuk meninjau kembali keputusan dari pemerintah, sementara hukum
internasional mengatur persoalan antara berdaulat negara dalam kegiatan mulai dari
perdagangan lingkungan peraturan atau tindakan militer. filsuf Aristotle menyatakan bahwa
“Sebuah supremasi hukum akan jauh lebih baik dari pada dibandingkan dengan peraturan
tirani yang merajalela.
c) Etika ahli Gizi
Ahli Gizi yang dalam melaksanakan profesi gizi harus mengabdikan dirinya sepenuh
hati dengan senantiasa bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, menunjukkan sikap dan
perbuatan terpuji yang dilandasi oleh falsafah dan nilai-nilai Pancasila, Undang-Undang
Dasar 1945 serta Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga Persatuan Ahli Gizi
Indonesia serta etik profesinya, baik dalam hubungan dengan pemerintah bangsa, negara,
masyarakat, profesi maupun dengan diri sendiri.
 Kewajiban Umum
1) Meningkatkan keadaan gizi dan kesehatan serta berperan dalam meningkatkan
kecerdasan dan kesejahteran rakyat
2) Menjunjung tinggi nama baik profesi gizi dengan menunjukkan sikap, perilaku,
dan budi luhur serta tidak mementingkan diri sendiri
3) Menjalankan profesinya menurut standar profesi yang telah ditetapkan
4) Bersikap jujur, tulus dan adil
5) Menjalankan profesinya berdasarkan prinsip keilmuan, informasi terkini, dan
dalam menginterpretasikan informasi tidak membedakan individu dan dapat
menunjukkan sumber rujukan yang benar
6) Mengenal dan memahami keterbatasannya sehingga dapat bekerjasama dengan
pihak lain atau membuat rujukan bila diperlukan
7) Mengutamakan kepentingan masyarakat dan berkewajiban senantiasa berusaha
menjadi pendidik dan pengabdi masyarakat yang sebenarnya
8) Bekerjasama dengan para profesional lain di bidang kesehatan maupun lainnya
dengan tetap memelihara pengertian yang sebaik-baiknya.
 Kewajiban Terhadap Klien
1) Selalu memelihara dan meningkatkan status gizi klien baik dalam lingkungan
institusi pelayanan gizi atau di masyarakat umum
2) Menjaga kerahasiaan klien atau masyarakat yang dilayaninya baik pada saat
klien masih atau sudah tidak dalam pelayanannya, bahkan juga setelah klien
meninggal dunia kecuali bila diperlukan untuk keperluan kesaksian hokum
3) Menghormati dan menghargai kebutuhan unik setiap klien yang dilayani dan
peka terhadap perbedaan budaya, dan tidak melakukan diskriminasi dalam hal
suku, agama, ras, status sosial, jenis kelamin, usia dan tidak menunjukkan
pelecehan seksual
4) Memberikan pelayanan gizi prima, cepat, dan akurat
5) Memberikan informasi kepada klien dengan tepat dan jelas, sehingga
memungkinkan klien mengerti dan mau memutuskan sendiri berdasarkan
informasi tersebut
6) Apabila mengalami keraguan dalam memberikan pelayanan ahli gizi
berkewajiban senantiasa berkonsultasi dan merujuk kepada ahli gizi lain yang
mempunyai keahlian
 Kewajiban Terhadap Teman Seprofesi dan Mitra Kerja
1) Melakukan promosi gizi, memelihara dan meningkatkan status gizi masyarakat
secara optimal, berkewajiban senantiasa bekerjasama dan menghargai berbagai
disiplin ilmu sebagai mitra kerja di masyarakat
2) Memelihara hubungan persahabatan yang harmonis dengan semua organisasi atau
disiplin ilmu/profesional yang terkait dalam upaya menungkatkan status gizi,
kesehatan, kecerdasan dan kesejahteraan rakyat
3) Menyebarluaskan ilimu pengetahuan dan keterampilan terbaru kepada sesama
profesi dan mitra kerja
 Kewajiban Terhadap Profesi dan Diri Sendiri
1) Mentaati, melindungi dan menjunjung tinggi ketentuan yang dicanangkan oleh
profesi
2) Memajukan dan memperkaya pengetahuan dan keahlian yang diperlukan dalam
menjalankan profesinya sesuai perkembangan ilmu dan teknologi terkini serta
peka terhadap perubahan lingkungan
3) Bersikap percaya diri, berpengetahuan luas, dan berani mengemukakan pendapat
serta senantiasa menunjukkan kerendahan hati dan mau menerima pendapat
orang lain yang benar
4) Tidak menerima uang selain imbalan yang layak sesuai denga jasanya, meskipun
dengan pengetahuan klien/masyarakat (tempat dimana ahli gizi dipekerjakan)
5) Tidak melakukan perbuatan yang melawan hukum, dan memaksa orang lain
untuk melawan hokum
6) Memelihara kesehatan dan keadaan gizinya agar dapat bekerja dengan baik
7) Melayani masyarakat umum tanpa memandang keuntungan perseorangan atau
kebesaran seseorang
8) Menjaga nama baik profesi dan mengharumkan organisasi profesi
 Kewajiban Terhadap Masyarakat
1) Melindungi masyarakat umum khususnya tentang penyalahgunaan pelayanan,
informasi yang salah dan praktek yang tidak etis berkaitan dengan gizi, pangan
termasuk makanan dan terapi gizi/diet.
2) Memberikan pelayanannya sesuai dengan informasi faktual, akurat dan dapat
dipertanggungjawabkan kebenarannya
3) Melakukan kegiatan pengawasan pangan dan gizi sehingga dapat mencegah
masalah gizi di masyarakat
4) Peka terhadap status gizi masyarakat untuk mencegah terjadinya masalah gizi
dan meningkatkan status gizi masyarakat
5) Memberi contoh hidup sehat dengan pola makan dan aktivitas fisik yang
seimbang sesuai dengan nilai praktek gizi individu yang baik
6) Dalam bekerja sama dengan profesional lain di masyarakat, Ahli Gizi hendaknya
senantiasa berusaha memberikan dorongan, dukungan, inisiatif, dan bantuan lain
dengan sungguh-sunguh demi tercapainya status gizi dan kesehatan optimal di
masyarakat
7) Mempromosikan atau mengesahkan produk makanan tertentu berkewajiban
senantiasa tidak dengan cara yang salah atau menyesatkan masyarakat.
d) Pelayanan Gizi
Permasalahan gizi di Indonesia semakin kompleks seiring terjadinya transisi
epidemiologis. Berbagai permasalahan gizi kurang, menunjukkan angka penurunan seperti
prevalensi Kurang Energi Protein (KEP) sementara itu di lain pihak masalah gizi lebih dan
penyakit degenaratif justru menunjukkan peningkatan bahkan dari laporan terakhir masalah
gizi kurang saat ini cenderung tetap (Depkes RI, 2007).
e) Peran Ahli Gizi
1. Pelaku tatalaksana/asuhan/pelayanan gizi klinik
2. Pengelola pelayanan gizi di masyarakat
3. Pengelola tatalaksana/asuhan/pelayanan gizi di Rumah Sakit
4. Pengelola sistem penyelenggaraan makanan Institusi/masal
5. Pendidik/Penyuluh/Pelatih/Konsultan gizi
6. Pelaksana penelitian gizi
7. Pelaku pemasaran produk gizi dan kegiatan wirausaha
8. Berpartisipasi bersama tim kesehatan dan tim lintas sektoral
9. Pelaku praktek kegizian yang bekerja secara profesional dan etis
BAB IV

PENUTUP

A. Kesimpulan

B. Saran

Вам также может понравиться