Вы находитесь на странице: 1из 67

BAGIAN ILMU KESEHATAN THT-KL REFERAT

FAKULTAS KEDOKTERAN MEI 2018


UNIVERSITAS TADULAKO

FAKTOR RESIKO KEGANASAN KEPALA-LEHER

Disusun Oleh:
NUR AISYAH SUDARMIN AMIN
N 111 16 080

PEMBIMBING :
dr. Bastiana, M.Kes, Sp.THT-KL

DALAM RANGKA TUGAS KEPANITERAAN KLINIK


BAGIAN ILMU KESEHATAN THT-KL
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS TADULAKO
PALU
2018
BAB I
PENDAHULUAN

Sel tubuh yang membelah dan bertambah banyak tanpa tujuan dapat
menyebabkan terbentuknya tumor, apabila tumor berbahaya bagi seseorang maka
disebut tumor ganas (maligna) dan semua tumor ganas di sebut kanker. Kanker
Kepela dan Leher adalah keganasan yang muncul pada semua struktur dari
Cephalad sampai ke klavikula kecuali otak, Spinal cord, tiroid dan dasar otak.
Secara umum kanker kepala dan leher meliputi kanker yang berasal dari rongga
mulut, faring, paransal sinus, rongga hidung, laring dan kelenjar ludah (parotid,
submandibular, sublingual glands). 1
Kanker Kepala dan Leher merupakan kanker nomor lima yang paling umum
dan menjadi peringkat ke Enam Kanker yang menyebabkan kematian di Dunia.1 Di
Amerika Serikat, insidensi kanker kepala leher sekitar 3-5% dari seluruh kanker,
dan lebih sering pada pria berusia lebih dari 50 tahun. Secara keseluruhan, insidensi
kanker kepala leher terus meningkat dari tahun ketahun, dan setiap tahunnya
diperkirakan ditemukan sekitar 78.000 kasus baru di Amerika Serikat. Di seluruh
dunia, insidensi kanker kepala leher tiap tahunnya sebesar lebih dari 500.000 kasus,
dan umumnya paling banyak terjadi di negara berkembang.2
Di Indonesia, tidak ada data insidensi kanker kepala leher yang akurat dan
mencakup seluruh keganasankepala leher. Menurut Badan Registrasi Kanker
Indonesia dibawah pengawasan Direktorat Jendral Kesehatan Republik Indonesia,
kanker kepala leher menempati urutan keempat dari sepuluh besar keganasan pada
pria dan wanita, serta urutan kedua dari sepuluh besar tersering pada pria.2
Istilah kanker kepala dan leher yang digunakan untuk menggambarkan
semua jenis kanker yang berasal dari saluran aerodigestive atas, seperti saluran
sinonasal, rongga mulut, faring, atau laring. Tumor ini biasanya tertuju pada
karsinoma sel skuamosa, karena merupakan gambaran histopathology yang paling
umum.3
Tumor ganas kepala leher merupakan masalah kesehatan dengan mortalitas
tinggi. Insidensinya meningkat dan menyerang berbagai individu. Faktor risiko

2
penyakit ini termasuk riwayat merokok, perokok pasif, paparan karsinogen, diet,
kebersihan mulut, penyakit menular seperti Human Papilloma Virus (HPV), dan
Epstein Barr Virus (EBV), riwayat keluarga dan konsumsi alkohol,4,5 Usia, jenis
kelamin, ras, dan status sosioekonomi juga penting untuk menentukan risiko kanker
kepala dan leher.3

3
BAB II
ANATOMI, FISIOLOGI, DAN HISTOLOGI KEPALA LEHER

2.1.RONGGA MULUT

A. ANATOMI DAN FISIOLOGI

Rongga mulut merupakan sebuah bagian tubuh yang terdiri dari


: lidah bagian oral (dua pertiga bagian anterior dari lidah), palatum
durum (palatum keras), dasar dari mulut, trigonum retromolar, bibir,
mukosa bukal, ‘alveolar ridge’, dan gingiva. Tulang mandibula dan
maksila adalah bagian tulang yang membatasi rongga mulut.5

Gambar 1. Anatomi Rongga Mulut

1) Bibir dan Palatum

Secara anatomi, bibir dibagi menjadi dua bagian yaitu bibir


bagian atas dan bibir bagian bawah. Permukaan bibir bagian dalam
dari bibir atas maupun bawah berlekatan dengan gusi pada masing-
masing bagian bibir oleh sebuah lipatan yang berada di bagian
tengah dari membran mukosa yang disebut frenulum labial. Saat
melakukan proses mengunyah, kontraksi dari otot-otot businator di
pipi dan otot- otot orbukularis oris di bibir akan membantu untuk
memosisikan agar makanan berada di antara gigi bagian atas dan

4
gigi bagian bawah. Otot-otot tersebut juga memiliki fungsi untuk
membantu proses berbicara. 5

Palatum merupakan sebuah dinding atau pembatas yang


membatasi antara rongga mulut dengan rongga hidung sehingga
membentuk atap bagi rongga mulut. Struktur palatum sangat penting
untuk dapat melakukan proses mengunyah dan bernafas pada saat
yang sama. Palatum secara anatomis dibagi menjadi dua bagian
yaitu palatum durum (palatum keras) dan palatum mole (palatum
lunak). Palatum durum terletak di bagian anterior dari atap rongga
mulut. Palatum durum merupakan sekat yang terbentuk dari tulang
yang memisahkan antara rongga mulut dan rongga hidung. Palatum
durum dibentuk oleh tulang maksila dan tulang palatin yang dilapisi
oleh membran mukosa. Bagian posterior dari atap rongga mulut
dibentuk oleh palatum mole. Palatum mole merupakan sekat
berbentuk lengkungan yang membatasi antara bagian orofaring dan
nasofaring. Palatum mole terbentuk dari jaringan otot yang sama
halnya dengan paltum durum, juga dilapisi oleh membran mukosa.5

Gambar 2. Anatomi Palatum

5
2) Lidah

Lidah merupakan salah satu organ aksesoris dalam sistem


pencernaan. Secara embriologis, lidah mulai terbentuk pada usia 4
minggu kehamilan. Lidah tersusun dari otot lurik yang dilapisi oleh
membran mukosa. Lidah beserta otot-otot yang berhubungan
dengan lidah merupakan bagian yang menyusun dasar dari rongga
mulut. Lidah dibagi menjadi dua bagian yang lateral simetris oleh
septum median yang berada disepanjang lidah. Lidah menempel
pada tulang hyoid pada bagian inferior, prosesus styloid dari tulang
temporal dan mandibula.6,7

Otot-otot intrisik lidah berasal dari dalam lidah dan berada


dalam jaringan ikat lidah. Otot ini mengubah bentuk dan ukuran
lidah pada saat berbicara dan menelan. Otot tersebut terdiri atas :
otot longitudinalis superior, otot longitudinalis inferior, otot
transversus linguae, dan otot verticalis linguae. Untuk menjaga agar
pergerakan lidah terbatas ke arah posterior dan menjaga agar lidah
tetap pada tempatnya, lidah berhubungan langsung dengan frenulum
lingual, yaitu lipatan membran mukosa yang berada pada bagian
tengah sumbu tubuh dan terletak di permukaan bawah lidah, yang
menghubungkan langsung antara lidah dengan dasar dari rongga
mulut.6,7

Pada bagian dorsum lidah (permukaan atas lidah) dan


permukaan lateral lidah, lidah ditutupi oleh papila. Papila adalah
proyeksi dari lamina propria yang ditutupi oleh epitel pipih berlapis.
Sebagian dari papila memiliki kuncup perasa, reseptor dalam proses
pengecapan, sebagian yang lainnya tidak. Namun, papila yang tidak
memiliki kuncup perasa memiliki reseptor untuk sentuhan dan
berfungsi untuk menambah gaya gesekan antara lidah dan makanan,
sehingga mempermudah lidah untuk menggerakkan makanan di
dalam rongga mulut.6,7

6
Gambar 3. Anatomi Lidah

3) Gigi

Manusia memiliki dua buah perangkat gigi, yang akan


tampak pada periode kehidupan yang berbeda. Perangkat gigi yang
tampak pertama pada anakanak disebut gigi susu atau deciduous
teeth. Perangkat kedua yang muncul setelah perangkat pertama
tanggal dan akan terus digunakan sepanjang hidup, disebut sebagai
gigi permanen. Gigi susu berjumlah dua puluh empat buah yaitu :
empat buah gigi seri (insisivus), dua buah gigi taring (caninum) dan
empat buah geraham (molar) pada setiap rahang. Gigi permanen
berjumlah tiga puluh dua buah yaitu : empat buah gigi seri, dua buah
gigi taring, empat buah gigi premolar, dan enam buah gigi geraham
pada setiap rahang.8

Gigi susu mulai tumbuh pada gusi pada usia sekitar 6 bulan,
dan biasanya mencapai satu perangkat lengkap pada usia sekitar 2
tahun. Gigi susu akan secara bertahap tanggal selama masa kanak-
kanak dan akan digantikan oleh gigi permanen. 8

7
Gigi melekat pada gusi (gingiva), dan yang tampak dari luar
adalah bagian mahkota dari gigi. Menurut Kerr et al. (2011),
mahkota gigi mempunyai lima buah permukaan pada setiap gigi.
Kelima permukaan tersebut adalah bukal (menghadap kearah pipi
atau bibir), lingual (menghadap kearah lidah), mesial (menghadap
kearah gigi), distal (menghadap kearah gigi), dan bagian pengunyah
(oklusal untuk gigi molar dan premolar, insisal untuk insisivus, dan
caninus). 8

Bagian yang berada dalam gingiva dan tertanam pada rahang


dinamakan bagian akar gigi. Gigi insisivus, caninus, dan premolar
masing-masing memiliki satu buah akar, walaupun gigi premolar
pertama bagian atas rahang biasanya memiliki dua buah akar. Dua
buah molar pertama rahang atas memiliki tiga buah akar, sedangkan
molar yang berada dibawahnya hanya memiliki dua buah akar. 8

Gambar 4. Anatomi Gigi

8
B. HISTOLOGI

1) Bibir dan Palatum

Kedua bagian bibir tersebut, secara histologi, tersusun dari


epidermis, jaringan subkutan, serat otot orbikularis oris, dan
membran mukosa yang tersusun dari bagian superfisial sampai ke
bagian paling dalam. Bagian vermilion merupakan bagian yang
tersusun atas epitel pipih yang tidak terkeratinasi. Epitelepitel pada
bagian ini melapisi banyak pembuluh kapiler sehingga memberikan
warna yang khas pada bagian tersebut. Selain itu, gambaran
histologi juga menunjukkan terdapatnya banyak kelenjar liur minor.
Folikel rambut dan kelejar sebasea juga terdapat pada bagian kulit
pada bibir, namun struktur tersebut tidak ditemukan pada bagian
vermilion.5,7

2) Lidah

Secara histologi (Mescher, 2010), terdapat empat jenis


papila yang dapat dikenali sampai saat ini, yaitu :9

a) Papila filiformis. Papila filiformis mempunyai jumlah yang


sangat banyak di lidah. Bentuknya kerucut memanjang dan
terkeratinasi, hal tersebut menyebabkan warna keputihan atau
keabuan pada lidah. Papila jenis ini tidak mengandung kuncup
perasa.

b) Papila fungiformis. Papila fungiformis mempunyai jumlah yang


lebih sedikit dibanding papila filiformis. Papila ini hanya sedikit
terkeratinasi dan berbentuk menyerupai jamur dengan dasarnya
adalah jaringan ikat. Papila ini memiliki beberapa kuncup perasa
pada bagian permukaan luarnya. Papila ini tersebar di antara
papila filiformis.

9
c) Papila foliata. Papila ini sedikit berkembang pada orang dewasa,
tetapi mengandung lipatan-lipatan pada bagian tepi dari lidah
dan mengandung kuncup perasa.

d) Papila sirkumfalata. Papila sirkumfalata merupakan papila


dengan jumlah paling sedikit, namun memiliki ukuran papila
yang paling besar dan mengandung lebih dari setengah jumlah
keseluruhan papila di lidah manusia. Dengan ukuran satu sampai
tiga milimeter, dan berjumlah tujuh sampai dua belas buah
dalam satu lidah, papila ini umumnya membentuk garis
berbentuk menyerupai huruf V dan berada di tepi dari sulkus
terminalis.

Pada bagian akhir dari papila sirkumfalata, dapat


dijumpai sulkus terminalis. Sulkus terminalis merupakan sebuah
lekukan melintang yang membagi lidah menjadi dua bagian,
yaitu lidah bagian rongga mulut (dua pertiga anterior lidah) dan
lidah yang terletak pada orofaring (satu pertiga posterior lidah).
Mukosa dari lidah yang terletak pada orofaring tidak memiliki
papila, namun tetap berstruktur bergelombang dikarenakan
keberadaan tonsil lingualis yang terletak di dalam mukosa lidah
posterior tersebut.

Gambar 5. Histologi Papilla Lidah

10
3) Gigi

Bagian mahkota dan akar dihubungkan oleh leher gigi.


Bagian terluar dari akar dilapisi oleh jaringan ikat yang disebut
cementum, yang melekat langsung dengan ligamen periodontal.
Bagian yang membentuk tubuh dari gigi disebut dentin. Dentin
mengandung banyak material kaya protein yang menyerupai tulang.
Dentin dilapisi oleh enamel pada bagian mahkota, dan mengelilingi
sebuah kavitas pulpa pusat yang mengandung banyak struktur
jaringan lunak (jaringan ikat, pembuluh darah, dan jaringan saraf)
yang secara kolektif disebut pulpa. Kavitas pulpa akan menyebar
hingga ke akar, dan berubah menjadi kanal akar. Pada bagian akhir
proksimal dari setiap kanal akar, terdapat foramen apikal yang
memberikan jalan bagi pembuluh darah, saraf, dan struktur lainnya
masuk ke dalam kavitas pulpa.7,8

2.2.FARING

A. ANATOMI

Faring terletak di belakang cavum nasi, mulut, dan laring.


Bentuknya mirip seperti corong dengan bagian atasnya yang lebar
terletak di bawah cranium dan bagian bawahnya yang sempit
dilanjutkan sebagai esofagus setinggi vertebra cervicalis enam. Ke atas,
faring berhubungan dengan rongga hidung melalui koana, ke depan
berhubungan dengan rongga mulut melalui isthmus orofaring,
sedangkan dengan laring di bawah berhubungan melalui aditus laryngis,
dan ke bawah berhubungan dengan esofagus.10

Panjang dinding posterior faring pada orang dewasa kurang


lebih 14 cm, bagian ini merupakan bagian dinding faring yang
terpanjang. Faring mempunyai dinding musculomembranosa yang tidak

11
sempurna di bagian depan. Di sini, jaringan musculomembranosa
diganti oleh apertura nasalis posterior, isthmus faucium (muara ke
dalam rongga mulut), dan aditus laryngis. 10

Dinding faring terdiri atas tiga lapis : (1) mucosa, (2) fibrosa (3)
muscular. Faring terbagi atas nasofaring, orofaring, dan laringofaring
(hipofaring). 10

Gambar 6. Faring Tampak Potongan Sagittal

Faring dibagi menjadi tiga bagian, yaitu:

1) Nasofaring

Nasofaring terletak di belakang rongga hidung, di atas


palatum molle. Bila palatum molle di angkat dan dinding posterior
faring ditarik ke depan, seperti waktu menelan, maka nasofaring
tertutup dari orofaring. Nasofaring mempunyai atap, dasar, dinding
anterior, dinding posterior, dan dinding lateral. 10

Batas nasofaring:

 Superior : Basis kranii, diliputi oleh mukosa dan fascia (os


occipital dan sphenoid).

 Inferior : Dinding atas palatum molle.

12
 Anterior : Choane / nares posterior, oleh os vomer dibagi atas
choane kanan dan kiri.

 Posterior : Setinggi columna vertebra cervicalis I dan II.

 Lateral : Fossa Rosenmulleri kanan dan kiri(dibentuk os


maxillaris dan sphenoidalis). 10

Gambar 7. Nasofaring

Gambar 8. Nasofaring

13
Nasofaring berbentuk kerucut dan selalu terbuka pada waktu
respirasi karena dindingnya dari tulang, kecuali dasarnya yang
dibentuk oleh palatum molle. Nasofaring akan tertutup bila palatum
molle melekat ke dinding posterior pada waktu menelan, muntah,
mengucapkan kata-kata tertentu. Struktur penting yang ada di
Nasopharing.11,12,13

a) Ostium Faringeum tuba auditiva muara dari tuba auditive

b) Torus tubarius, penonjolan di atas ostium faringeum tuba


auditiva yang disebabkan karena cartilago tuba auditive

c) Torus levatorius, penonjolan di bawah ostium faringeum tuba


auditiva yang disebabkan karena musculus levator veli palatini.

d) Plica salpingopalatina, lipatan di depan torus tubarius

e) Plica salpingopharingea, lipatan di belakang torus tubarius,


merupakan penonjolan dari musculus salphingopharingeus yang
berfungsi untuk membuka ostium faringeum tuba auditiva
terutama ketika menguap atau menelan.

f) Recessus Pharingeus disebut juga fossa rossenmuller.


Merupakan tempat predileksi Karsinoma Nasofaring.

g) Tonsila pharingea, terletak di bagian superior nasopharynx.


Disebut adenoid jika ada pembesaran. Sedangkan jika ada
inflammasi disebut adenoiditis.

h) Tonsila tuba, terdapat pada recessus pharingeus.

i) Isthmus pharingeus merupakan suatu penyempitan di antara


nasopharing dan oropharing karena musculus
sphincterpalatopharing

j) Musculus constrictor pharingeus dengan origo yang bernama


raffae pharingei

14
Gambar 9. Fossa RosenMulleri

2) Orofaring

Orofaring terletak di bawah cavum oris dan terbentang


diantara palatum molle sampai ke pinggir atas epiglottis. Orofaring
mempunyai atap, dasar, dinding anterior, dinding posterior, dan
dinding lateral.10

Atap dibentuk oleh permukaan bawah palatum molle dan


isthmus pharyngeus. Kumpulan kecil jaringan limfoid terdapat di
dalam sub mucosa permukaan bawah palatum molle.Dasar dibentuk
oleh sepertiga posterior lidah (yang hampir vertikal) dan celah antara
lidah dan permukaan anterior epiglotis. Membrana mucosa yang
meliputi sepertiga posterior lidah berbentuk irregular, yang
disebabkan oleh adanya jaringan limfoid di bawahnya, disebut
tonsila linguae. Membrana mucosa melipat dari lidah menuju ke
epiglotis. Pada garis tengah terdapat elevasi, yang disebut plica
glossoepiglotica mediana dan dua plica glossoepiglotica lateralis.
Lekukan kanan dan kiri plica glossoepiglotica mediana disebut
vallecula.10

Dinding anterior terbuka ke dalam rongga mulut melalui


isthmus orofaring (isthmus faucium) Di bawah isthmus ini terdapat
pars pharyngeus linguae.Dinding posterior disokong oleh corpus
vertebra cervicalis kedua dan bagian atas corpus vertebra cervicalis

15
ke tiga.Pada kedua sisi dinding lateral terdapat arcus palatoglossus
dan arcus palatopharyngeus dengan tonsila palatina di antaranya. 10

Arcus palatoglossus adalah lipatan membarana mucosa yang


menutupi m. palatoglossus yang terdapat di bawahnya. Celah di
antara kedua arcus palatoglossus merupakan batas antara rongga
mulut dan orofaring dan disebut isthmus faucium. 10

Arcus palatopharyngeus adalah lipatan membrana mucosa


pada dinding lateral orofaring, di belakang arcus palatoglossus.
Lipatan ini menutupi m. palatopharyngeus yang ada di bawahnya. 10

Fossa tonsilaris adalah sebuah recessus berbentuk segitiga


pada dinding lateral orofaring di antara arcus palatoglossus di depan
dan arcus palatopharyngeus di belakang. Fossa ini ditempati oleh
tonsila palatina. 10

Tonsila palatina merupakan dua massa jaringan limfoid yang


terletak pada dinding lateral orofaring di dalam fossa tonsilaris.
Setiap tonsil diliputi oleh membrana mucosa, dan permukaan
medialny yang bebas menonjol ke dalam faring. Pada pemukaannya
terdapat banyak lubang kecil, yang membentuk crypta tonsilaris.
Permukaan lateral tonsila palatina ini diliputi oleh selapis jaringan
fibrosa, disebut capsula. 10

Tonsila mencapai ukuran terbesarnya pada masa anak-anak,


tetapi sesudah pubertas akan mengecil dengan jelas. Tonsila di
vaskularisasi oleh A. tonsilaris yang merupakan sebuah cabang dari
a. facialis dan dan vena-vena menembus m. constrictor pharyngis
superior dan bergabung dengan v. palatina externa, v. pharyngealis,
atau v. facialis. 10

Aliran limfe tonsila yaitu dimana pembuluh-pembuluh limfe


bergabung dengan nodi lymphoidei profundi. Nodus yang terpenting

16
dari kelompok ini adalah nodus jugulodigastricus, yang terletak di
bawah dan di belakang angulus mandibulae. 10

Gambar 10. Orofaring, Potongan Medial Sagittal

Gambar 11. Tonsil

3) Laringofaring (hipofaring)

Laringofaring terletak di belakang aditus laryngis dan


permukaan posterior laring, dan terbentang dari pinggir atas
epiglotis sampai dengan pinggir bawah cartilago cricoidea.
Laringofaring mempunyai dinding anterior, posterior, dan lateral. 10

17
Dinding anterior dibentuk oleh aditus laryngis danmembrana
mucosa yang meliputi permukaan posterior laring.Dinding posterior
disokong oleh corpus vertebra cervicalis ketiga, keempat, kelima,
dan keenam. 10

Dinding lateral disokong oleh cartilago thyroidea dan


membrana thyroidea. Sebuah alur kecil tetapi penting pada
membrana, disebut fossa piriformis, terletak di kiri dan kanan aditus
laryngis. Fossa ini berjalan miring ke bawah dan belakang dari
dorsum linguae menuju esogfagus. Fossa piriformis dibatasi di
medial oleh plica aryepiglotica dan di lateral oleh lamina cartilago
thyroidea dan membrana thyroidea. 10

Gambar 12. Laringofaring (hipofaring)

 Otot-otot Faring

Otot-otot faring terdiri atas m. constrictor pharyngis


superior, medius, dan inferior, yang serabut-serabutnya berjalan
hampir melingkar, musculus stylopharyngeus, dan musculus
salphingopharyngeus yang serabut-serabutnya berjalan dengan arah
hampir longitudinal, serta m. palatopharyngeus. 10

Kontraksi otot-otot constrictor secara berturut-turut


mendorong bolus ke bawah masuk ke dalam esogafus. Serabut-
serabut paling bawah m. constrictor pharyngis inferior kadang-

18
kadang disebut m. cricopharyngeus. Otot ini diyakini melakukan
efek spinchter pada ujung bawah faring, yang mencegah masuknya
udara ke dalam esogfagus selama gerakan menelan. 10

M. constrictor pharyngis superior berfungsi membantu


palatum molle dalam menutup nasofaring, mendorong bolus ke
bawah. M. constrictor pharyngis medius dan inferior berfungsi
dalam mendorong bolus ke bawah. M. cricopharyngeus berfungsi
sebagai spinchter pada ujung bawah faring. M. stylopharyngeus
berfungsi mengangkat laring selama proses menelan. M.
salphyngopharyngeus berfungsi dalam mengangkat faring. M.
palatopharyngeus berfungsi mengangkat dinding faring dan menarik
plica palatopharyngeal ke medial. 10

Gambar 12. Otot-Otot Pada Faring Tampak Lateral

 Persarafan Faring

Persarafan faring berasal dari plexus pharyngeus yang


dibentuk oleh cabang-cabang n. glossopharyngeus, n. vagus, dan n.
sympaticus.Persarafan motorik berasal dari pars. cranialis n.
aceesorius, yang berjal an melalui cabang n. vagus menuju ke plexus
pharyngeus, dan mempersarafi semua otot pharynx, kecuali m.
stylopharyngeus yang dipersarafi oleh n. glossopharyngeus.
Persarafan sensorik membrana mucosa nasofaring terutama berasal

19
dari n. maxillaris. Membran mucosa orofaring terutama dipersarafi
oleh n. glossopharyngeus. Membrana mucosa di sekitar aditus
laryngus dipersarafi oleh n. ramus laryngeus internus n. vagus. 10

Gambar 13. Persarafan Faring

 Vaskularisasi Faring

Suplai arteri faring berasal dari cabang-cabang a. pharyngea


ascendens, a. palatina ascendens, a. facialis, a. maxillaris, dan a.
lingualis. Vena bermuara ke plexus venosus pharyngeus, yang
kemudian bermuara ke V. jugularis interna. 10

B. FISIOLOGI

1) Fungsi Menelan (Deglutisi)

Menelan adalah mekanisme yang kompleks, terutama karena


faring membantu fungsi pernapasan dan menelan. Faring diubah
hanya dalam beberapa detik menjadi traktus untuk mendorong
masuk makanan. Yang terutama penting adalah respirasi tidak
terganggu karena proses menelan.14

20
Proses menelan terbagi menjadi tiga fase, yaitu :

a. Fase oral (volunter)


Mencetuskan proses menelan. Fase oral terjadi secara
sadar. Makanan yang telah dikunyah dan bercampur dengan liur
akan membentuk bolus makanan melalui dorsum lidah ke
orofaring akibat kontraksi otot intrinsik lidah. Kontraksi
muskulus levator veli palatini mengakibatkan rongga pada
tekukan dorsum lidah diperluas, palatum mole dan bagian atas
dinding posterior faring (passavant’s ridge) terangkat.
Penutupan nasofaring akibat kontraksi muskulus levator veli
palatini menyebabkan kontraksi muskulus palatoglossus
sehingga ismus fausium tertutup dan terjadi kontraksi muskulus
palatofaring, akibatnya bolus makanan tidak akan berbalik ke
rongga mulut. 14

b. Fase faringeal
Terjadi secara refleks pada akhir fase oral, membantu
jalannya makanan dari faring ke dalam esofagus. Faring dan
laring bergerak ke atas oleh kontraksi muskulus stilofaring,
muskulus salfingofaring, muskulus tirohioid, dan muskulus
palatofaring. Aditus laring tertutup oleh epiglotis, sedangkan
ketiga sfingter laring yaitu plika ariepiglotika, plika
ventrikularis, dan plika vokalis tertutup karena kontraksi
muskulus ariepiglotika dan muskulus aritenoid obliges.
Bersamaan dengan ini juga terjadi penghentian aliran udara ke
laring karena refleks yang menghambat pernapasan, sehingga
bolus makanan tidak akan masuk ke saluran napas, tapi masuk
ke arah esofagus karena valekula dan sinus piriformis sudah
dalam keadaan lurus. 14

21
c. Fase esofageal
Esofagus terutama berfungsi untuk menyalurkan
makanan secara cepat dari faring ke lambung. Fase esofageal
merupakan fase involunter lain yang mempermudah jalannya
makanan dari esofagus ke lambung. Dalam keadaan istirahat
introitus esofagus selalu tertutup. Dengan adanya rangsangan
makanan pada akhir fase faringeal, maka terjadi relaksasi
muskulus krikofaring sehingga Upper Esophageal Spinchter
(UES) terbuka dan bolus makanan masuk ke dalam esofagus.
Setelah bolus makanan lewat, maka sfingter akan berkontraksi
lebih kuat, melebihi tonus introitus saat istirahat sehingga
refluks dapat dihindari. Selanjutnya bolus makanan akan di
dorong ke distal oleh gerakan peristaltik esofagus. Dalam
keadaan istirahat Lower Esophageal Spichter (LES) selau
tertutup sehingga tidak akan terjadi regurgitasi isi lambung. Pada
akhir fase esofageal, sfingter ini akan terbuka secara refleks
ketika dimulainya peristaltik esofagus servikal untuk mendorong
bolus makanan ke distal. Selanjutnya setelah bolus makanan
lewat, maka sfingter ini akan menutup kembali. 14

2) Fungsi Respirasi
Pada inspirasi, udara masuk melalui nares anterior, lalu naik
ke atas setinggi konka media dan kemudian turun ke bawah ke arah
nasofaring, sehingga aliran udara ini berbentuk lengkungan atau
arkus. Pada ekspirasi, udara masuk melalui koana dan kemudian
mengikuti jalan yang sama seperti udara inspirasi. Akan tetapi di
bagian depan aliran udara memecah, sebagian lain kembali ke
belakang membentuk pusaran dan bergabung dengan aliran dari
nasofaring. Gambar 10. A. Aliran udara saat inspirasi; B. Aliran
udara saat ekspirasi. 14

22
A. B.

Gambar 14. A. Aliran udara saat inspirasi; B. Aliran udara saat


ekspirasi

 Sebagai Penyaring Dan Pelindung


Fungsi ini berguna untuk membersihkan udara inspirasi
dari debu dan bakteri dan dilakukan oleh :10
a. Rambut (vibrissae) pada vestibulum nasi
b. Silia
c. Lendir (mucous blanket), debu dan bakteri akan melekat pada
palut lendir dan partikel-partikel yang besar akan dikeluarkan
dengan refleks bersin. Palut lendir ini akan dialirkan ke
nasofaring oleh gerakan silia.
d. Enzim yang dapat menghancurkan beberapa jenis bakteri,
disebut lysozime.
3) Fungsi Fonetik
Resonansi oleh hidung penting untuk kualitas suara ketika
berbicara dan menyanyi. Sumbatan hidung akan menyebabkan
resonansi berkurang atau hilang, sehingga terdengar suara sengau
(rhinolalia).22,24Pembentukan suara ucapan/bicara (Molds of the
speech) dibentuk oleh bibir, gigi, mukosa bucal, lidah, orofaring,
faring, nasofaring, cavum nasi, sinus paranasal. 14

23
Pada saat berbicara dan menelan terjadi gerakan terpadu dari
otot palatum dan faring.Gerakan ini antara lain berupa pendekatan
palatum molle ke arah dinding belakang faring.Gerakan penutupan
ini terjadi sangat cepat dan melibatkan mula-mula m.
salpingopharynx dan m. palatopharyngeus, kemudian m. levator veli
palatini bersama m. konstriktor faring superior. Pada gerakan
penutupan nasofaring m. levator veli palatini menarik palatum molle
ke atas belakang hampir mengenai dinding posterior faring. Jarak
yang tersisa ini diisi oleh tonjolan Passavant pada dinding belakang
faring yang terjadi akibat 2 macam mekanisme, yaitu pengangkatan
faring sebagai hasil gerakan m. palatopharyngeus bersama m.
salpingopharynx oleh kontraksi aktif m. constrictor pharynx
superior. 14

C. HISTOLOGI

Rongga hidung dilapisi oleh mukosa yang secara histologik dan


fungsional dibagi atas mukosa pernapasan (mukosa respiratori) dan
mukosa penghidu (mukosa olfaktorius). Mukosa pernapasan terdapat
pada sebagian besar rongga hidung dan permukaannya dilapisi oleh
epitelium pseudostratificatum columnare silia dan diantaranya terdapat
sel-sel goblet. Mukosa penghidu terdapat pada atap rongga hidung,
konka superior, dan sepertiga atas septum. Mukosa dilapisi oleh epitel
pseudostratificatum columnare non silia. Epitelnya dibentuk oleh tiga
macam sel yaitu sel basal, sel penunjang, dan sel reseptor penghidu.
Daerah mukosa penghidu berwarna coklat kekuningan. Dalam keadaan
normal mukosa respiratori berwarna merah muda dan selalu basah
karena diliputi oleh parut lendir (mucous blanket) pada permukaannya.
Pada bagian yang lebih terkena aliran udara mukosanya lebih tebal dan
kadang-kadang terjadi metaplasia menjadi sel epitel skuamosa.11

24
Glikoprotein yang dihasilkan oleh sel mukus penting untuk
pertahanan lokal yang bersifat antimikrobial. IgA berfungsi untuk
mengeluarkan mikroorganisme dari jaringan dengan mengikat antigen
tersebut pada lumen saluran napas, sedangkan IgG beraksi didalam
mukosa dengan memicu reaksi inflamasi jika terpajan dengan antigen
bakteri.11

Gambar 15. Epitelia Bersilia Tipe Respiratory

Dinding nasofaring diliputi oleh mukosa dengan banyak lipatan


atau kripta. Secara histologi mukosa nasofaring dibentuk oleh epitel
berlapis silindris bersilia (pseudostratified ciliated columnar epithelium)
yang ke arah orofaring akan berubah menjadi epitel gepeng berlapis
(stratified squamous epithelium). Epitel skuamous terutama melapisi
dindinganterior dan posterior bagian bawah, juga bagian anterior
dinding lateral. Epitel kolumnar bersilia pseudostratificatum terutama
melapisi regio posterior nares (choanae) dan atap daridinding
posterior.Di antara keduanya terdapat epitel peralihan atau zona
intermediet (transitional epithelium) yang terutama didapatkan pada
dinding lateral di daerah fossa Rosenmuller yang terdiri atas sel-sel
basaloid dengan sitoplasma minimal dan biasanya berbentuk bulat atau
kuboid. Kadang-kadang pada saat biopsi zona ini diduga sebagai daerah
displasia ataukarsinoma in situ. Mukosa mengalami invaginasi
membentuk kripta. Stroma kaya akan jaringan limfoid dan terkadang

25
dijumpai jaringan limfoid yang reaktif. Epitel permukaan dan kripta
sering diinfiltrasi dengan sel radang limfosit dan terkadang merusak
epitel membentuk reticulated pattern. Kelenjar seromucinous dapat
juga dijumpai, tetapi tidak sebanyak yang terdapat pada rongga
hidung.12,15

Gambar 16. Sel Epitel Transisional, Pelapis Nasofaring

Gambar 17. Submukosa Nasofaring Dengan Agregat Limfoid


Merupakan Keadaan Normal Dan Tidak Boleh Diinterpretasi Sebagai
Suatu Proses Peradangan

26
2.3.LARING

A. ANATOMI

Laring adalah bagian dari saluran pernafasan bagian atas yang


merupakan suatu rangkaian tulang rawan yang berbentuk corong dan
terletak setinggi vertebra cervicalis IV – VI, dimana pada anak-anak dan
wanita letaknya relatif lebih tinggi. Laring pada umumnya selalu
terbuka, hanya kadang-kadang saja tertutup bila sedang menelan
makanan untuk melindungi jalan nafas.16

Struktur kerangka laring terdiri dari satu tulang (os hioid) dan
beberapa tulang rawan, baik yang berpasangan ataupun tidak.
Komponen utama pada struktur laring adalah kartilago tiroid yang
berbentuk seperti perisai dan kartilago krikoid. Os hioid terletak
disebelah superior dengan bentuk huruf U dan dapat dipalpasi pada leher
depan serta lewat mulut pada dinding faring lateral. Dibagian bawah os
hioid ini bergantung ligamentum tirohioid yang terdiri dari dua sayap /
alae kartilago tiroid. Sementara itu kartilago krikoidea mudah teraba
dibawah kulit yang melekat pada kartilago tiroidea lewat kartilago
krikotiroid yang berbentuk bulat penuh. Pada permukaan superior
lamina terletak pasangan kartilago aritinoid ini mempunyai dua buah
prosesus yakni prosesus vokalis anterior dan prosesus muskularis
lateralis.12

Pada prosesus vokalis akan membentuk 2/5 bagian belakang dari


korda vokalis sedangkan ligamentum vokalis membentuk bagian
membranosa atau bagian pita suara yang dapat bergetar. Ujung bebas
dan permukaan superior korda vokalis suara membentuk glotis.
Kartilago epiglotika merupakan struktur garis tengah tunggal yang
berbentuk seperti bola pimpong yang berfungsi mendorong makanan
yang ditelan kesamping jalan nafas laring. Selain itu juga terdapat dua

27
pasang kartilago kecil didalam laring yang mana tidak mempunyai
fungsi yakni kartilago kornikulata dan kuneiformis.16

 Kartilago

Kartilago laring terbagi atas 2 (dua) kelompok, yaitu :16

1) Kelompok kartilago mayor, terdiri dari :

 Kartilago Tiroidea, 1 buah

 Kartilago Krikoidea, 1 buah

 Kartilago Aritenoidea, 2 buah

2) Kartilago minor, terdiri dari :

 Kartilago Kornikulata Santorini, 2 buah

 Kartilago Kuneiforme Wrisberg, 2 buah

 Kartilago Epiglotis, 1 buah

Gambar 18. Kartilago Laring

28
a) Kartilago Tiroidea

Kartilago Tiroidea merupakan suatu kartilago hyalin yang


membentuk dinding anterior dan lateral laring, dan
merupakankartilago yang terbesar. Terdiri dari 2sayap (alae
tiroidea)berbentuk seperti perisai yang terbuka dibelakangnya tetapi
bersatu di bagian depan dan membentuk sudut sehingga menonjol
ke depan disebut Adam’s Apple. Sudut ini pada pria dewasa kira-
kira 90 derajat dan pada wanita 120 derajat. Diatasnya terdapat
lekukan yang disebut thyroid notch atau ineiseura tiroidea, dimana
di belakang atas membentuk kornu superior yang dihubungkan
dengan os hyoid oleh ligamentum tiroidea, sedangkan di bagian
bawah membentuk kornu inferior yang berhubungan dengan
permukaan posterolateral dari kartilago krikoidea dan membentuk
artikulasio krikoidea.Dengan adanya artikulasio ini memungkinkan
kartilago tiroidea dapat terangkat ke atas. Di sebelah dalam perisai
kartilago tiroidea terdapat bagian dalam laring, yaitu : pita suara,
ventrikel, otot-otot dan ligamenta,kartilago aritenoidea, kuneiforme
serta kornikulata.16

Permukaan luar ditutupi perikondrium yang tebal dan


terdapat suatu alur yangberjalan oblik dari bawah kornu superior ke
tuberkulum inferior. Alur ini merupakantempat perlekatan muskulus
sternokleidomastoideus, muskulus tirohioideus danmuskulus
konstriktor faringeus inferior. 16

Permukaan dalamnya halus tetapi pertengahan antara


incisura tiroidea dan tepibawah kartilago tiroidea perikondriumnya
tipis, merupakan tempat perlekatan tendokomisura anterior. Tangkai
epiglotis melekat 1 cm diatasnya olehligamentum tiroepiglotika.
Kartilago ini mengalami osifikasi pada umur 20 – 30tahun. 16

29
b) Kartilago Krikoidea

Kartilago ini merupakan bagian terbawah dari dinding


laring. Merupakan kartilago hialin yang berbentuk cincin
stempel (signet ring) dengan bagian alasnya terdapat di
belakang. Bagian anterior dan lateralnya relatif lebih sempit
daripada bagian posterior. Kartilago ini berhubungan dengan
kartilago tiroidea tepatnya dengan kornu inferior melalui
membrana krikoidea (konus elastikus) dan melalui artikulasio
krikoaritenoidea. Di sebelah bawah melekat dengan cincin
trakea I melalui ligamentum krikotiroidea. Pada keadaan darurat
dapat dilakukan tindakan trakeostomi, krikotomi atau koniotomi
pada konus elastikus. 16

Kartilago krikoidea pada dewasa terletak setinggi


vertebra servikalis VI - VIIdan pada anak-anak setinggi vertebra
servikalis III - IV. Kartilago ini mengalami osifikasi setelah
kartilago tiroidea. 16

c) Kartilago Aritenoidea

Kartilago ini juga merupakan kartilago hyalin yang


terdiri dari sepasang kartilago berbentuk piramid 3 sisi dengan
basis berartikulasi dengan kartilago krikoidea, sehingga
memungkinkan pergerakan ke medio lateral dan gerakan rotasi.
Dasar dari piramid ini membentuk 2 tonjolan yaitu prosesus
muskularis yang merupakan tempat melekatnya muskulus
krikoaritenoidea yang terletak di posterolateral, dan di bagian
anterior terdapat prosesus vokalis tempat melekatnya ujung
posterior pita suara. Pinggir posterosuperior dari konus elastikus
melekat ke prosesus vokalis. Ligamentum vokalis terbentuk dari
setiap prosesus vokalis dan berinsersi pada garis tengah kartilago
tiroidea membentuk tiga per lima bagaian membranosa atau

30
vibratorius pada pita suara. Tepi dan permukaan atas dari pita
suara ini disebut glottis. 16

d) Kartilago Epiglotis

Bentuk kartilago epiglotis seperti bet pingpong dan


membentuk dinding anterior aditus laringeus tangkainya disebut
petiolus dan dihubungkan oleh ligamentum tiroepiglotika ke
kartilago tiroidea di sebelah atas pita suara. Sedangkan bagian
atas menjulur di belakang korpus hyoid ke dalam lumen faring
sehingga membatasi basis lidah dan laring. Kartilago epiglotis
mempunyai fungsi sebagai pembatas yang mendorong makanan
ke sebelah laring. 16

e) Kartilago Kornikulata

Kartilago ini merupakan kartilago fibroelastis, disebut


juga kartilago Santorini dan merupakan kartilago kecil di atas
aritenoid serta di dalam plika ariepiglotika. 16

f) Kartilago Kuneiforme

Merupakan kartilago fibroelastis dari Wrisberg dan


merupakan kartilago kecil yang terletak di dalam plika
ariepiglotika. 16

 Struktur Laring Bagian Dalam

Cavum laring dibagi menjadi sebagai berikut : 16

a) Supraglotis (vestibulum superior), yaitu ruang diantara


permukaan atas pita suara palsu dan inlet laring.

b) Glotis (pars media), yaitu ruangan yang terletak antara pita suara
palsu dengan pita suara sejati serta membentuk rongga yang
disebut ventrikel laring morgagni.

31
c) Infraglotis (pars inferior), yaitu ruangan diantara pita suara sejati
dengan tepi bawah kartilago krikoidea.

Beberapa bagian penting dari dalam laring : 16

 Aditus Laringeus

Pintu masuk ke dalam laring yang dibentuk di anterior oleh


epiglotis, lateral oleh plika ariepiglotika, posterior oleh ujung
kartilago kornikulata dan tepi atas muskulus aritenoideus.

 Rima Vestibuli

Merupakan celah antara pita suara palsu.

 Rima glottis

Di depan merupakan celah antara pita suara sejati, di


belakang antara prosesus vokalis dan basis kartilago aritenoidea.

 Vallecula

Terdapat diantara permukaan anterior epiglotis dengan basis


lidah, dibentuk oleh plika glossoepiglotika medial dan lateral.

 Plika Ariepiglotika

Dibentuk oleh tepi atas ligamentum kuadringulare yang


berjalan darikartilago epiglotika ke kartilago aritenoidea dan
kartilago kornikulata.

 Sinus Pyriformis (Hipofaring)

Terletak antara plika ariepiglotika dan permukaan dalam


kartilago tiroidea.

32
 Incisura Interaritenoidea

Suatu lekukan atau takik diantara tuberkulum kornikulatum


kanan dan kiri.

 Vestibulum Laring

Ruangan yang dibatasi oleh epiglotis, membrana


kuadringularis, kartilago aritenoid, permukaan atas prosesus
vokalis kartilago aritenoidea dan muskulus interaritenoidea.

 Plika Ventrikularis (pita suara palsu)

Pita suara palsu yang bergerak bersama-sama dengan


kartilago aritenoidea untuk menutup glottis dalam keadaan
terpaksa, merupakan dua lipatan tebal dari selaput lendir dengan
jaringan ikat tipis di tengahnya.

 Ventrikel Laring Morgagni (sinus laringeus)

Ruangan antara pita suara palsu dan sejati. Dekat ujung


anterior dari ventrikel terdapat suatu divertikulum yang meluas
ke atas diantara pita suara palsu dan permukaan dalam kartilago
tiroidea, dilapisi epitel berlapis semu bersilia dengan beberapa
kelenjar seromukosa yang fungsinya untuk melicinkan pita suara
sejati, disebut appendiks atau sakulus ventrikel laring.

 Plika Vokalis (pita suara sejati)

Terdapat di bagian bawah laring. Tiga per lima bagian


dibentuk oleh ligamentum vokalis dan celahnya disebut
intermembranous portion, dan dua per lima belakang dibentuk
oleh prosesus vokalis dari kartilago aritenoidea dan disebut
intercartilagenous portion.

33
Gambar 19. Laring Bagian Dalam

 Persarafan dan Perdarahan

Laring dipersarafi oleh cabang nervus vagus yaitu nervus


laringeus superior dan nervus laringeus inferior (nervus laringeus
rekuren) kiri dan kanan. 16

a) Nervus Laringeus Superior.

Meninggalkan nervus vagus tepat di bawah ganglion


nodosum, melengkung ke depan dan medial di bawah arteri
karotis interna dan eksterna yang kemudian akan bercabang dua,
yaitu :

 Cabang Interna ; bersifat sensoris, mempersarafi vallecula,


epiglotis, sinus pyriformis dan mukosa bagian dalam laring
di atas pita suara sejati.

 Cabang Eksterna ; bersifat motoris, mempersarafi muskulus


krikotiroid dan muskulus konstriktor inferior.

b) Nervus Laringeus Inferior (Nervus Laringeus Rekuren).

Berjalan dalam lekukan diantara trakea dan esofagus,


mencapai laring tepat dibelakang artikulasio krikotiroidea.
Nervus laringeus yang kiri mempunyai perjalanan yangpanjang

34
dan dekat dengan Aorta sehingga mudah terganggu.Merupakan
cabang nervus vagus setinggi bagian proksimal subklavia dan
berjalanmembelok ke atas sepanjang lekukan antara trakea dan
esofagus, selanjutnya akanmencapai laring tepat di belakang
artikulasio krikotiroidea dan memberikanpersarafan : 16

o Sensoris, mempersarafi daerah subglotis dan bagian atas


trakea

o Motoris, mempersarafi semua otot laring kecuali muskulus


krikotiroidea Laring mendapat perdarahan dari cabang arteri
tiroidea superior dan inferiorsebagai arteri laringeus superior
dan inferior.

o Arteri Laringeus Superior

Berjalan bersama ramus interna nervus laringeus superior


menembus membrana tirohioid menuju ke bawah diantara
dinding lateral dan dasar sinus pyriformis. 16

o Arteri Laringeus Inferior

Berjalan bersama nervus laringeus inferior masuk ke dalam


laring melalui area Killian Jamieson yaitu celah yang berada di
bawah muskulus konstriktor faringeus inferior, di dalam laring
beranastomose dengan arteri laringeus superior dan
memperdarahi otot-otot dan mukosa laring. 16

Gambar 20. Sistem Arteri Laring

35
B. FISIOLOGI

Laring mempunyai 3 (tiga) fungsi dasar yaitu fonasi, respirasi


dan proteksi disamping beberapa fungsi lainnya seperti terlihat pada
uraian berikut :14,17

1) Fungsi Fonasi

Pembentukan suara merupakan fungsi laring yang paling


kompleks. Suara dibentuk karena adanya aliran udara respirasi yang
konstan dan adanya interaksi antara udara dan pita suara. Nada suara
dari laring diperkuat oleh adanya tekanan udara pernafasan
subglotik dan vibrasi laring serta adanya ruangan resonansi seperti
rongga mulut, udara dalam paru-paru, trakea, faring, dan hidung.
Nada dasar yang dihasilkan dapat dimodifikasi dengan berbagai
cara. Otot intrinsik laring berperan penting dalam penyesuaian tinggi
nada dengan mengubah bentuk dan massa ujungujung bebas dan
tegangan pita suara sejati.

2) Fungsi Proteksi

Benda asing tidak dapat masuk ke dalam laring dengan


adanya reflek otot-otot yang bersifat adduksi, sehingga rima glotis
tertutup. Pada waktu menelan, pernafasan berhenti sejenak akibat
adanya rangsangan terhadap reseptor yang ada pada epiglotis, plika
ariepiglotika, plika ventrikularis dan daerah interaritenoid melalui
serabut afferen N. Laringeus Superior. Sebagai jawabannya, sfingter
dan epiglotis menutup. Gerakan laring ke atas dan ke depan
menyebabkan celah proksimal laring tertutup oleh dasar lidah.
Struktur ini mengalihkan makanan ke lateral menjauhi aditus dan
masuk ke sinus piriformis lalu ke introitus esofagus.

36
3) Fungsi Respirasi

Pada waktu inspirasi diafragma bergerak ke bawah untuk


memperbesar rongga dada dan M. Krikoaritenoideus Posterior
terangsang sehingga kontraksinya menyebabkan rima glotis terbuka.
Proses ini dipengaruhi oleh tekanan parsial CO2 dan O2 arteri serta
pH darah. Bila pO2 tinggi akan menghambat pembukaan rima glotis,
sedangkan bila pCO2 tinggi akan merangsang pembukaan rima
glotis. Hiperkapnia dan obstruksi laring mengakibatkan pembukaan
laring secara reflektoris, sedangkan peningkatan pO2 arterial dan
hiperventilasi akan menghambat pembukaan laring. Tekanan parsial
CO2 darah dan pH darah berperan dalam mengontrol posisi pita
suara.7

4) Fungsi Sirkulasi

Pembukaan dan penutupan laring menyebabkan penurunan


dan peninggian tekanan intratorakal yang berpengaruh pada venous
return. Perangsangan dinding laring terutama pada bayi dapat
menyebabkan bradikardi, kadang-kadang henti jantung. Hal ini
dapat karena adanya reflek kardiovaskuler dari laring. Reseptor dari
reflek ini adalah baroreseptor yang terdapat di aorta. Impuls dikirim
melalui N. Laringeus Rekurens dan Ramus Komunikans N.
Laringeus Superior. Bila serabut ini terangsang terutama bila laring
dilatasi, maka terjadi penurunan denyut jantung.

5) Fungsi Fiksasi

Berhubungan dengan mempertahankan tekanan intratorakal


agar tetap tinggi, misalnya batuk, bersin dan mengedan.

6) Fungsi Menelan

Terdapat 3 (tiga) kejadian yang berhubungan dengan laring


pada saat berlangsungnya proses menelan, yaitu : Pada waktu

37
menelan faring bagian bawah (M. Konstriktor Faringeus Superior,
M. Palatofaringeus dan M. Stilofaringeus) mengalami kontraksi
sepanjang kartilago krikoidea dan kartilago tiroidea, serta menarik
laring ke atas menuju basis lidah, kemudian makanan terdorong ke
bawah dan terjadi pembukaan faringoesofageal. Laring menutup
untuk mencegah makanan atau minuman masuk ke saluran
pernafasan dengan jalan menkontraksikan orifisium dan penutupan
laring oleh epiglotis. Epiglotis menjadi lebih datar membentuk
semacam papan penutup aditus laringeus, sehingga makanan atau
minuman terdorong ke lateral menjauhi aditus laring dan maduk ke
sinus piriformis lalu ke hiatus esofagus.

7) Fungsi Batuk

Bentuk plika vokalis palsu memungkinkan laring berfungsi


sebagai katup, sehingga tekanan intratorakal meningkat. Pelepasan
tekanan secara mendadak menimbulkan batuk yang berguna untuk
mempertahankan laring dari ekspansi benda asing atau
membersihkan sekret yang merangsang reseptor atau iritasi pada
mukosa laring.

8) Fungsi Ekspektorasi

Dengan adanya benda asing pada laring, maka sekresi


kelenjar berusaha mengeluarkan benda asing tersebut.

9) Fungsi Emosi

Perubahan emosi dapat meneybabkan perubahan fungsi


laring, misalnya pada waktu menangis, kesakitan, menggigit dan
ketakutan

38
C. HISTOLOGI

Sebagian besar laring dilapisi oleh mukosa toraks bersilia yang


dikenal sebagai epitel respiratorius. Namun, bagian – bagian laring yang
terpapar aliran udara yang terbesar, misalnya permulaan lingua pada
epiglottis, permukaan superior plika ariepiglotika, dan permukaan
superior serta tepi batas korda vokalis sejati, dilapisi epitel gepeng yang
lebih keras. Kelenjar penghasil mukus banyak ditemukan dalam epitel
respiratorius. Laring menghubungkan faring dan trakea. Bentuk laring
tidak beraturan / irreguler. stuktur mikroskopis pada laring yaitu berupa
Epitel bertingkat torak bersilia bersel goblet kecuali ujung plika vokalis
yang mempunyai epitel berlapis gepeng. Pada dinding laring stuktur
mikroskopisnya berupa Tulang Rawan Hialin dan Tulang Rawan elastis,
mengandung jaringan ikat dan kelenjar campur. Otot pada musculus
vokalis berupa otot skelet.9

Tulang rawan pada laring hialin dan tulang rawan elastin, yaitu
tulang rawan Hialin yang terdiri dari satu buah tulang rawan tiroid
dan tulang rawan krikoid serta dua buah tulang rawan aritenoid (pada
ujung tulang rawan aritenoid merupakan tulang rawan Elastis,
sedangkan bagian lain dari tulang rawan ini merupakan tulang rawan
Hialin). Sedangkan tulang rawan Elastis yang terdiri dari satu
buah tulang rawan epiglotis dan dua buah tulang rawan masing-
masing tulang rawan Kuneiformis dan Kornikulata.Pada otot-otot laring
terdiri dari muskulus ekstrinsik dan intrinsik. Muskulus intrinsik adalah
Otot yang menghubungkan kartilago dengan daerah sekelilingnya dan
berperan untuk fonasi. Sedangkan Muskulus ekstrinsik merupakan Otot
yang menghubungkan Tulang rawan satu dengan yang lainnya dan
berperan untuk proses menelan.9

 Epiglotis9

o Rangka epiglotis berupa tulang rawan Elastis

39
o Mempunyai dua permukaan yaitu pars lingual dan pars
laringeal, dimana Pars lingual dari tebal semakin menipis dan
beralih menjadi pars laringeal

 Permukaan lingual yang menghadap ke lidah

– Pada permukaan ini dijumpai epitel berlapis gepeng


tanpa lapisan tanduk

– Permukaan ini merupakan bagian anterior yang paling


sering berkontak dengan akar lidah, pada waktu
proses menelan

– Lapisan Lamina propria pada permukaan ini dibawahnya


langsung melekat pada perikondrium

– Ada kelenjar campur dan jaringan limfoid

 Permukaan laringeal yang menghadap ke laring

– Pada permukaan ini di jumpai Epitel berlapis gepeng


yang tipis dari permukaan lingual menjadi epitel
bertingkat torak bersilia bersel goblet,yang
akan melanjutkan ke trakea dan bronkus

– Permukaan ini merupakan bagian posterior yang


sering berkontak dengan makanan

– Lamina propria dibawahnya mempunyai kelenjar


campur ( lebih banyak daripada permukaan lingual )

40
Gambar 21. Histologi Tulang Rawan Hialin

Gambar 22. Histologi Tulang Rawan Elastin

o Dibawah epiglotis terdapat dua lipatan mukosa yang menonjol


ke lumen laring yaitu plika ventrikularis dan plika vokalis

 Bagian atas disebut pita suara palsu / plika ventrikularis

– Pada bagian ini mempunyai epitel bertingkat torak


bersilia bersel goblet

– lapisan Lamina proprianya tipis, terdiri dari jaringan


penyambung jarang. Sebagian lamina propria melekat
pada perikondrium tulang rawan tiroidea

– Bagian ini terdapat kelenjar campur dan mempunyai


kelompok jaringan limfoid

41
– Diantara dua plika ventrikularis terdapat daerah yang
disebut rima vestibuli

 Bagian bawah disebut pita suara sejati / plika vokalis

– Pada plika vokalis terdapat epitel berlapis gepeng tanpa


lapisan tanduk

– Pada lamina propria terdapat serat-serat elastin


yang tersusun sejajar membentuk ligamentum vokalis,
dimana sejajar dengan ligamentum vokalis terdapat otot
skelet yang disebut muskulus vokalis. Fungsi muskulus
vokalis ini adalah mengatur ketegangan pita suara dan
ligamentum, sehingga udara yang melalui pita suara
dapat menimbulkan suara dengan nada yang berbeda-
beda

– Diantara dua plika vokalis terdapat daerah yang disebut


rima vokalis / rima glotidis.

2.4.KELENJAR SALIVA

A. ANATOMI

Kelenjar liur atau kelenjar saliva adalah kelenjar yang


menyekresikan cairan saliva, terbagi menjadi dua golongan, yaitu mayor
dan minor. Kelenjar saliva mayor terdapat tiga pasang, yaitu kelenjar
parotis, kelenjar submandibular, dan kelenjar sublingual. Kelenjar saliva
minor terutama tersebar dalam rongga mulut, sinus paranasal,
submukosa, trakea, dan lain lain.10

42
Gambar 23. Anatomi Kelenjar Liur
a) Kelenjar Parotis
Terletak di lateral wajah, berbadan kelenjar tunggal tetapi
sering kali dengan batas nervus fasialis dibagi menjadi dua lobus,
yaitu lobus profunda dan superficial. Lobus superficial lebih besar,
bentuk tak beraturan, terletak di superficial dari bagian posterior otot
masseter, ke atas, hingga ke arkus zigomatik, ke bawah mencapai
margo inferior os mandibular. Lobus profunda lebih kecil, ke atas
berbatasan dengan kartilago meatus akustikus eksternal, mengitari
posterior ramus asendens os mandibular menjulur ke dalam,
bersebelahan dengan celah parafaring. Duktus primer kelenjar
parotis terletak di superficial fasia otot maseter hamper tegak lurus
menuju ke dalam membentuk otot businator dan bermuara di
mukosa bukal, dekat gigi Molar 2 atas dan disebut Stensen’s
Duct.10,18

43
Gambar 24. Anatomi Kelenjar Parotis

Traktus nervus fasialis keluar dari foramen stilomastoideus,


di antara kartilago meatus akustikus eksternal dan venter posterior
otot digastrikus, fasies profunda arteria urikularis posterior, 1 cm
superior prosesus mastoideus, melintasi bagian superficial radiks
prosesus stiloideus, dari bagian posterior kelenjar parotis memasuki
kelenjar parotis. Di dalam parenkim kelenjar tersebut nervus fasialis
bercabang dua menjadi trukus temporo fasialis dan trunkus serviko
fasialis; trunkus temporo fasialis lebih besar, berjalan ke superior;
trunkus serviko fasialis lebih halus, berjalan kurang lebih sejajar
margo posterior ramus asendens os mandibular, di posterior, vena
fasialis posterior berjalan ke inferior. Dari trunkus tersebut timbul
lima percabangan, yaitu cabang temporal, cabang zigomatik, cabang
bukal, cabang mandibular marginal, dan cabang servikal.10,18
Kelenjar parotis mendapat perdarahan mayoritas dari a.
karotis externa, yang bercabang menjadi dua yaitu a. maksilaris dan
a. temporalis superfisial setinggi kondilus mandibula. Arteri fasialis
transverses, cabang dari a. temporalis superfisial memperdarahi
kelenjar parotis, duktus Stensen, dan m. masseter. Arteri ini ditemani

44
oleh vena fasialis transversus dan berjalan di anteriornya di antara
arkus zigoma dan duktus parotis. 10,18
Kelenjar parotis adalah satu-satunya kelenjar liur memiliki
dua lapisan nodul limfatikus. Lapisan superfisial terdiri dari 3-20
nodul, berada di antara kelenjar dan kapsulnya. Nodul ini menerima
drainase limfatik dari kelenjar parotis, kanalis akustikus eksternus,
pinna, kulit kepala kelopak mata dan kelenjar lakrimalis. Lapisan
kedua berada di dalam kelenjar parotis dan mendrainase limfatik
dari kelenjar parotis, kanalis akustikus ekstenus, telinga tengah,
nasofaring, dan palatum mole. Dua lapisan nodus limfatikus ini
mengalirkan cairan limfatikus ke sistem limfe di deep cervical. 10,18
Kelenjar parotis mempunyai sistem saluran keluar yang
rumit sekali dan hampir semua duktus ontralobularis adalah duktus
striata. Saluran keluar yang utama yaitu duktus parotidikius
steensenterdiri dari epitel berlapis semu, bermuara kedalam
vestibulum rongga mulut berhadapan dengan gigi molar kedua atas.
10,18

Gambar 25. Vaskularisasi Kelenjar Parotis

b) Kelenjar Submandibular
Kelenjar submandibular adalah kelenjar dengan berat 8-10
gram, terletak di tengah trigonum mandibular, di bawah ramus

45
mandibula, terbagi menjadi dua bagian, profunda dan superficial.
Bagian superficial lebih besar, bagian profunda timbul dari sisi
internal bagian superficial, melalui celah antara otot mylohioid dan
hioglosus sampai ke bagian bawah lidah, berhubungan dengan ujung
posterior kelenjar sublingual. Duktus kelenjar submandibular
muncul dari bagian internal kelenjar, bermuara di papilla di bawah
lidah. Duktus muncul dari permukaan bagian dalam kelenjar dan
berjalan sampai mencapai dasar mulut, kemudian bermuara
pada caruncula sublingualis di dekat frenulum lidah. Duktus disebut
Duktus Wharton, panjang duktus 40-50 mm, diameter lebih kecil
dari kelenjar parotis. Kelenjar submandibula 75% bersifat serous
dan 25% mucous.19

Gambar 26. Anatomi Kelenjar Submandibular

c) Kelenjar Sublingual
Kelenjar sublingual berbentuk pipih panjang, terbentuk dari
banyak kelenjar kecil, terletak di area sublingual, ujung posteriornya
berhubungan dengan perpanjangan kelenjar submandibular. Duktus
sublingual ada dua jenis, besar dan kecil. Kebanyakan adalah duktus
kecil, bermuara di mukosa bawah lidah, duktus besar mengikuti sisi

46
medial badan kelenjar mengikuti duktus submandibular, keduanya
kebanyakan bersatu bermuara di papilla di bawah lidah.18,19

d) Kelenjar Liur Minor


Kelenjar liur minor sangat banyak jumlahnya, berkisar
antara 600 sampai 1000 kelenjar. Di antaranya ada yang
memproduksi cairan serosa, mukoid, ataupun keduanya. Masing-
masing kelenjar memiliki duktus yang bermuara di dalam rongga
mulut. Kelenjar ini tersebar di daerah bukal, labium, palatum, serta
lingual. Kelenjar ini juga bisa didapatkan pada kutub superior tonsil
palatine (kelenjar Weber), pilar tonsilaris serta di pangkal lidah.
Suplai darah berasal dari arteri di sekitar rongga mulut, begitu juga
drainase kelenjar getah bening mengikuti saluran limfatik di daerah
rongga mulut.10

B. FISIOLOGI

Saliva mengandung dua tipe sekresi protein yang utama:

1) Sekresi serous yang mengandung ptyalin (suatu α-amilase), yang


merupakan enzim untuk mencernakan serat, dan
2) Sekresi mucus yang mengandung musin untuk tujuan pelumasan
dan perlindungan permukaan.18
Kelenjar parotis seluruhnya menyekresi tipe serous, dan kelenjar
sublingualis dan submandibularis menyekresi tipe mucus maupun
serous. Kelenjar bukalis hanya menyekresi mucus. Saliva mempunyai
pH antara 6,0 dan 7,4, suatu kisaran yang menguntungkan untuk kerja
pencernaan dan ptyalin.18,20
Pada kondisi basal, sekitar 0,5 mililiter saliva, hamper
seluruhnya dari tipe mucus, disekresikan setiap detik sepanjang waktu
kecuali selama tidur, saat sekresi menjadi sangat sedikit. Sekresi ini
sangat berperan penting dalam mempertahankan kesehatan jaringan

47
rongga mulut. Saliva membantu mencegah proses kerusakan jaringan
mulut yang dapat disebabkan oleh bakteri dengan cara membantu
membuang bakteri pathogen juga partikel-partikel makanan yang
memberi dukungan metabolik bagi bakteri dan saliva juga mengandung
beberapa factor yang menghancurkan bakteri, salah satunya adalah ion
tiosianat dan lainnya adalah enzim proteolitik terutama lisozim.
Terakhir, saliva juga mengandung sejumlah besar antibodi protein yang
dapat menghancurkan bakteri rongga mulut, termasuk yang
menyebabkan karies gigi.18,20
Setiap hari satu sampai dua liter air liur diproduksi dan hampir
semuanya ditelan dan direabsorbsi. Proses sekresi dibawah kendali saraf
otonom. Makanan dalam mulut merangsang serabut saraf yang berakhir
pada nukleus pada traktus solitaries dan pada akhirnya merangsang
nukleus saliva pada otak tengah. Pengeluaran air liur juga dirangsang
oleh penglihatan, penciuman melalui impuls dari kerja korteks pada
nukleus saliva batang otak. Aktivitas simpatis yang terus menerus
menghambat produksi air liur seperti pada kecemasan yang
menyebabkan mulut kering. Obat-obatan yang menghambat aktivitas
parasimpatis juga menghambat produksi air liur seperti obat
antidepresan, tranquillizers, dan obat analgesik opiate dapat
menyebabkan mulut kering (Xerostomia).20
Saluran air liur relatif impermeabel terhadap air dan mensekresi
kalium, bikarbonat,kalsium, magnesium, ion fosfat dan air. Jadi produk
akhir dari kelenjar air liur adalah hipotonik, cairan yang bersifat basa
yang kaya akan kalsium dan fosfat. Komposisi ini penting untuk
mencegah demineralisasi enamel gigi.19

48
C. HISTOLOGI

1) Kelenjar Parotis

Secara Histologi, kelenjar ini dibungkus oleh jaringan ikat


padat dan mengandung sejumlah besar enzim antara lain amylase,
lisozim, fosfatase asam, aldolase, dan kolinesterase. Kelenjar parotis
adalah kelenjar tubuloasinosa kompleks, yang pada manusia adalah
serosa murni. Kelenjar ini dikelilingi oleh kapsula jaringan ikat yang
tebal, dari sini ada septa jaringan ikat termasuk kelenjar dan
membagi kelenjar menjadi lobulus yang kecil.19

2) Kelenjar Submandibular

Secara histologis, kelenjar ini terdiri dari jaringan ikat yang


padat. Kelenjar submandibularis adalah kelenjar tubuloasinosa
kompleks, yang pada manusia terutama pada kelenjar campur
dengan sel-sel serosa yang dominan, karena itu disebut mukoserosa.
Terdapat duktus interkalaris, tetapi saluran ini pendek karena itu
tidak banyak dalam sajian, sebaliknya duktus striata berkembang
baik dan panjang.19

3) Kelenjar Sublingualis

Secara histologis, kelenjar sublingualis adalah kelenjar


tubuloasinosa dan kelenjar tubulosa kompleks. Pada manusia
kelenjar ini adalah kelenjar campur meskipun terutama kelenjar
mukosa karena itu disebut seromukosa. Sel-sel serosa yang sedikit
hampir seluruhnya ikut membentuk demilune. Duktus interkalaris
dan duktus striata jaringan terlihat.18

Kapsula jaringan ikat tidak berkembang baik, tetapi kelenjar


ini lobular halus biasanya terdapat 10-12 saluran luar yaitu duktus
sublingualis, yang bermuara kesepanjang lipatan mukosa yaitu plika
sublingualis, masing-masing mempunyai muara sendiri. Saluran

49
keluar yang lebih besar yaitu duktus sublingualis mayor bartholin
bermuara pada karunkula sublingualis bersama-sama dengan duktus
wharton, kadang-kadang keduanya menjadi satu.18

50
BAB III
TINJAUAN PUSTAKA

3.1 Keganasan Kepala Leher


3.1.1. Definisi
Kanker yang dikenal sebagai kanker kepala dan leher biasanya
dimulai dalam sel-sel skuamosa yang melapisi permukaan mukosa di
dalam kepala dan leher (misalnya, di dalam mulut, hidung, dan
tenggorokan). Kanker sel skuamosa sering disebut sebagai karsinoma sel
skuamosa kepala dan leher. Kanker kepala dan leher juga dapat dimulai
dalam kelenjar ludah, tetapi kanker kelenjar ludah relatif jarang. Kelenjar
ludah mengandung berbagai jenis sel yang bisa menjadi kanker, sehingga
ada banyak jenis kanker kelenjar ludah.4
3.1.2. Patogenesis Molekuler Kanker
Pengetahuan mengenai patogenesis molekuler kanker secara
umum dibutuhkan untuk memahami patogenesis kanker . Terdapat
beberapa prinsip yang perlu diketahui mengenai dasar terbentuknya
kanker, dan prosesnya terangkum dalam Gambar 27. 23
Pada pengertiannya yang paling dasar, kanker mengacu pada
sel-sel yang tumbuh tak terkendali dan menyerbu jaringan lain. Sel bias
menjadi kanker karena akumulasi kecatatan, atau mutase, dalam DNA
nya. Cacat genetic tertentu (misalnya mutasu BRCA1 dan BRCA2) dan
infeksi dapat meningkatkan risiko kanker. Factor lingkungan (misalnya
polusi udara) dan pilihan gaya hidup yang buruk, seperti merokok dan
penggunaan alcohol berat, juga dapat merusak DNA dan mentebabkan
kanker.24

51
Gambar 26. Langkah-langkah Karsinogenesis
Prinsip-prinsip tersebut adalah sebagai berikut: 23
 Karsinogenesis bermula dari kerusakan genetik yang nonletal. Kerusakan
ini dapat disebabkan oleh agen yang terdapat di lingkungan, seperti zat
kimia, radiasi, atau virus. Selain itu, Agen ini bisa juga diturunkan
melalui germ line. Akan tetapi, mutase juga dapat terjadi secara acak dan
tidak terduga.
 Sebuah tumor berasal dari satu sel precursor yang rusak dan mengalami
ekspansi klonal.
 Gen yang menjadi target kerusakan adalah empat kelas gen regulator
normal: protoonkogen yang mempromosikan pertumbuhan, gen supresor
tumor yang menginhibisi pertumbuhan, gen pengatur apoptosis, dan gen
yang terlibat dalam reparasi DNA.
 Karsinogenesis terdiri dari banyak langkah pada tingkat genetik maupun
fenotipe akibat banyak mutasi. Hasilnya, neoplasma dapat berprogresi
menjadi ganas, dengan karakteristik neoplasma ganas seperti

52
pertumbuhan berlebihan, invasi local, dan kemampuan metastasis yang
jauh.
Jadi, jika disimpulkan, sel yang normal mula-mula terpajan agen
yang dapat merusak DNA. Apabila reparasi DNA gagal terjadi karena
gen-gen pengatur pertumbuhan sel rusak, maka sel akan mengalami
pertumbuhan klonal yang tak terkontrol. Lama-lama, terjadi progresi
tumor yang dapat berujung pada neoplasma yang malignan. Neoplasma
malignan memiliki karakteristik berupa invasi dan metastasis.23
Pada metastasis, sel tumor terlepas dari massa primer, memasuki
aliran darah atau sistem limfatik, lalu tumbuh di tempat yang jauh dari
situs awalnya. Proses metastasis terdiri dari invasi sel tumor ke matriks
ekstraseluler, diseminasi vaskular, penempatan sel tumor, dan kolonisasi.
Melalui studi pada manusia dan tikus, ditemukan bahwa metastasis tidak
selalu timbul, meski jutaan sel terlepas dalam sirkulasi setiap harinya dari
suatu tumor. Hal ini disebabkan oleh berbagai mekanisme control
(misalnya sistem imun adaptif dan induksi apoptosis) yang mengatur
setiap langkah dari proses metastasis sehingga tidak semua sel dapat
bertahan hidup. 23
Kanker adalah suatu mutase gen. perubahan yang sangat
fundamental dari satu sel, yang menyebabkan sel itu kehilangan kendali
atas tumbuh kembangnya. Sel mempunyai satu system kendali dalam
replikasi, sehingga pertumbuhannya seperti satu menjadi dua, dua
menjadi empat dan seterusnya. Tetapi pada satu ttik menjadi mutase,
maka sel tersebut mengalami hyperplasia tak terkendali. Dan lebih dari
kehilangan kendali.24
Letak kesalahannya adalah dalam inti sel terdapat gen, satu unit
dalam gen berisikan kromosom yang memuat DNA, dalam DNA itulah
terdapat informasi genetika yang tersusun atas kode-kode genetika, yang
memberikan kode genotip tertentu atas satu perintah tertentu tertentu.
Agen penyebab kanker atau karsinogenik merusak system komunikasi
bioformatika tersebut dan terjadilah mutase Gen. pada kanker kesalahan

53
informasi itu menyebabkan pertumbuhan sel yang tak terkendali. Mutase
pada sel kanker itu yang menbuat sel menjadi sangat kehilangan kendali
melebihi sel normal. Sehingga dia mampu mempengaruhi sel lain untuk
merusak, melalui jalur komunikasi. 24
Kanker adalah penyakit genetic yaitu kanker disebabkan oleh
perubahan tertentu pada gen yang mengendalikan fungsi sel kita,
terutama bagaimana mereka tumbuh dan membelah. Gen membawa
petunjuk untuk membuat protein, dimana pekerjaannya banyak
dilakukan di tingkat sel. Perubahan gen tertentu dapat menyebabkan sel
tidak menjalankan control pertumbuhan yang normal dan berubah
menjadi kanker. Sebagai contoh, beberapa perubahan gen penyebab
kanker meningkatkan produksi protein yang membuat sel tumbuh. Yang
lain menghasilkan produksi cacat, dan karena itu tidak berfungsi, dari
protein secara normal seharusnya bertugas memperbaiki sel rusak. 24
Gejala paling dini dari mulainya perjalanan sel sehat menjadi
mutase, secara kasat mata dapat dilihat dari tanda dan gejala dari satu
proses imunologi, yaitu inflamasi. 24
Pada saat tanda dan gejala tersebut muncul sebagai sekumpulan
symptom fenotipi, maka pada level molekuler sebelumnya sudah
berlangsung satu tanda yaitu munculnya Dust microparticle, sebagai satu
respon dari mulai rusaknya membrane inti sel oleh karsinogene (ini
adalah pintu pertama dari prises hacking the code untuk masuk ke pusat
data di DNA). Secara material tubuh memberikan sinyal berupa Dust
microparticle tersebut. 24
Selanjutnya elemen dasar dari komunikasi yaitu Source, Massage,
Chanel,Receiver mulai menjalankan fungsinya, entah sebagai
Counfounder factor di level paling awal akan menjadi protector/inhibitor,
kemudian menjadi influencer, selanjutnya setelah mulai terjadi
miskomunikasi maka factor tersebut menjadi Supporter/Promoter. 24

54
Selain itu terdapat elemen-elemen lain dari fungsi tubuh yaitu
Neurotransmitter, hormone, Enzim, dan ilmu yang menjadi factor
confounder dalam proses perubahan sel sehat menjadi mutan tersebut. 24

3.1.3. Jenis Kanker Kepala dan Leher


3.1.3.1. Kanker hidung dan sinus Paranasal
Tumor hidung dan sinus paranasal jarang terjadi. Diperkirakan
insidensi pertahun dari tumor ini di Amerika serikat adalah kurang dari
1/100.000 orang. Beberapa factor lingkungan dicurigai berperan dalam
perkembangan tumor dalamregion sinonasal. Khususnya, tukang kayu,
tukang sepatu, dan furniture, memiliki resiko pekerjaan untuk
berkembangnya adenokarsinoma karna terhirupnya zatmutagen. Human
papiloma virus (HPV) juga berhubungan dengan
perkembangankarsinoma sel pipih. Walaupun mekanisme molekularnya
belum diketahui pasiendengan HPV tipe 16 dan 18 memiliki resiko
berkembangnya karsinoma.20

Ada beberapa tahap staging morfologi proses patologi


menujuadenokarsinoma pada kanker hidung, yaitu metaplasia dan
dysplasia sebelumterjadinya karsinoma. Satu-satunya keluhan adalah
hidung terasa buntu sebelah,dan biasanya tidak ada rasa nyeri. Pada
kaneker sinus paranasal gejala awal yangdidapatkan adalah hidung
mampet sebelah, atau keluar cairan, perdarahan kecilatau tidak ada
perdarahan, pada kanker sinus paranasal juga tidak didapatkan rasanyeri,
pertumbuhan lanjut kebawah dapat menyebabkan gigi graham
lepas,sementara pertumbuhan kearah lekuk mata dapat menyebabkan
mata juling .21

Klasifikasi karsinoma rongga hidung dan sinus paranasal


berdasarkan histopatologi Carlson et al, 2011:

55
1. Karsinoma sel skuamosa
a. Keratinizing
b. Non keratinizing
2. Varian karsinoma sel skuamosa
a. Acatholiytic squamous cell carcinoma
b. Adenosquamous carcinoma
c. Basaloid squamous carcinoma
d. Papilary squamous cell carcinoma
e. Spindle cell squamous cell carcinoma
f. Verrocous carcinoma
3. Giant cell carcinoma
a. Lymphoephithelial carcinoma (non-nasopharingeal)
b. Sinonasal undifferentiated carcinoma.

3.1.3.2. Kanker Rongga Mulut


Karsinoma rongga mulut jarang terjadi. Diperkirakan
kejadiannya 30%kanker ganas dari kepala dan leher. Walaupun
mayoritas kanker adalah karsinomasel skuamosa, sarcoma, dan umor
kelenjar air ludah minor tapi berbagai macam tumor dapat muncul pada
rongga mulut. Di amerika utara, faktor resiko yang palingsering dari
perkembangan dari karsinoma rongga mulut adalah merokok
dankonsumsi alkohol, selain itu juga jeleknya kebersihan mulut dan
iritasi mekanik kronis juga dapat menyebabkan terjadinya karsinoma
Lesi dapat menimbulkan nyeri lokal atau kesulitan menelan, tetapi
banyak yang asimptomatik sehingga lesi( yang terbiasa dirasakan oleh
lidah) diabaikan. akibatnya, banyak yang belum terdiagnosis sampai
tahap yang tiak dapat diobati. 21

Tipe histopatologi dari kanker rongga mulut adalah squamous


cell carsinoma, adenocarsinoma, adenoid cyst carsinoma, ameloblastic
carsinoma,adenolymphoma, mal. mixed tumor, pleomorphic carsinoma,

56
melanoma maligna,dan lymphoma maligna. Sebagian besar (±90%)
kanker rongga mulut berasal darimukosa yang berupa karsinoma
epidermoid atau karsinoma sel skuamosa dengan diferensiasi baik,
tetapi dapat pula berdiferensiasinya sedang, jelek, atau anaplastik. Bila
gambaran patologis menunjukkan suatu rabdomiosarkoma,
fibrosarcoma, malignat fibrohistiocytoma atau tumor ganas jaringan
lunak lainya.21

3.1.3.3. Kanker Nasofaring


Karsinoma nasofaring, kanker faring atas sangat jarang terjadi
didunia barat, tetapi cukup sering terjadi dikawasan Asia tenggara,
termasuk Indonesia,Cina selatan, Afrika Utara, dan Eropa Selatan.
Banyak faktor penyebab yang penting. Selain infeksi virus Ebstein-Bar
(Pencetus penyakit Pfeifeer), juga berperan faktor genetik dan
kebiasaan makan. Gejala pertamanya sering tidak datang sering tidak
datang dari tumor induknya yang tersembunyi tinggi di laring. Gejala
pertama baru muncul setelah pertumbuhan masuk dan perluasan
kelingkungan sekitar, misalnya mata juling, kareana pertumbuhan
masuk dan perluasan kejaringan sekitar (atap rongga tenggorok). Disini
terdapat saraf otak yang memasok otot mata, atau tuli satu telinga karena
tabung eustacius tertutupakibat tertekan, sehingga selaput gendang
dilorong pendengar tidak lagi dapat bergerak atau bengkak pada leher
akibat metastasis dikelenjar limfa leher, nyeriyang hanya dirasakan
disatu telinga tanpa diketahui asalnya. 21

Tiga varian histologik adalah karsinoma sel skuamosa


keratinasi,karsinoma sel skuamosa non keratinasi, dan karsinoma tidak
berdiferensiasi. 21

57
3.1.3.4. Kanker Hipofaring
Karsinoma nasofaring jarang terjadi, jumlahnya kira-kira 4,3-7
% darikanker kepala dan leher, dilaporkan insidensinya satu kasus per
seratus ribu orang pertahun. Didunia, jumlahnya bervariasi dengan rata-
rata tertinggi ada di Prancissekitar 9,4/100000 orang pertahun. Pada
laki-laki ditemukan 75-90% kasus, dankebanyakan terjadi pada umur 60
sampai 70. 21

Seperti tumor kepala dan leher lainnya, tumor di hipofaring juga


lambat dalam menimbulkan keluahan, banyak terjadi bahwa pada saat
diagnosis, sudah ada pertumbuhan masuk kelingkungan sekitar atau
bahkan sudah ada penyebaran ke kelnjar limfa. Juga tidak jarang adanya
penyebaran hematogen. Keluhan yang muncul adalah sulit menelan dan
atau nyeri pada saat, serak, napas bau, dan pembengkakan dikelenjar di
leher (De jong, 2005). Secara Histopatologi, lebih dari 90% karsinoma
nasofaring adalah karsinoma sel skuamosa, dengan differensiasi yang
jelek, yang lainnya adenokarsinoma sebanyak 5%. Namun ada beberapa
neoplasma lain yang dilaporkan, yaitu, Hystiosytoma fibrosa ganas,
liphosarcoma, sinovial sarcoma,dan mukosal melanoma. 21

3.1.3.5. Kanker Laring


Karsinoma laring mencerminkan hanya sekitar 2% dari semua
kanker. Tumor ini paling sering terjadi pada usia setelah 40 tahun dan
lebih sering terjadi pada laki-laki dari pada perempuan. Pengaruh
linkungan sangat penting sebagai penyebabnya, hampir semua kasus
terjadi pada perokok,sementara pajanan ke alkohol dan asbestos,
mungkin juga berperan. 6

Sekitar 95% karsinoma laring adalah lesi sel skuamosa tipikal.


Meskipun jarang, dapat terjadi adenokarsinoma yang mungkin berasal
dari kelenjar mukosa.Tumor biasanya terbentuk dipita suara (tumor
glotis) pada 60% hingga 75%kasus, meskipun juga dapat diatas pita

58
suara(supraglotis, 25% hingga 40%) ataudibawah pita suara (subglotis,
kurang dari 5%).21

Serak adalah gejala utama karsinoma laring, merupakan gejala


paling dinitumor pita suara. Hal ini merupakan akibat dari gangguan
fungsi fonasi laring.Pada tumor ganas laring, pita suara gagal berfungsi
dengan baik disebabkan olehketidak teraturan pita suara, oklusi atau
penyempitan celah glotik, terserangnyaotot0otot vokalis, sendi dan
ligamen krikoritenoid, dan kadang-kadang menyerangsaraf (Robinet al ,
2007).Pada pemeriksaan laring diamati dengan cermin kecil dan sebuah
laringoskop yang sekaligus dapat mengambil suatu biopsi. Tindakan ini
tergantung atas letak tumor, dilaksanakan dibawah pembiusan setempat
atau narkosis.Penyebaran kanker laring lebih lambat dari kanker lainnya
termasuk nasofaring. 21

Karsinoma sel skuamosa meliputi 95% samapi 98% dari semua


tumor ganas laring. Karsinoma sel skuamosa dibagi 3 tingkat
diferensiasi:

a) Berdiferensiasi baik (grade 1)


b) berdiferensiasi sedang (grade 2)
c) berdiferensiasi buruk (grade 3) (Robinet al , 2007).

3.1.3.6. Kanker Kelenjar Liur


Sekitar 80% tumor kelenjar liur terjadi didalam kelenjar parotis
dan sebagian besar sisanya dikelenjar submandibula. Angka kejadian
anatara laki-laki dan perempuan adalah sama, kanker kelenjar ludah
banyak terjadi pada orang berusia lanjut, yaitu sekita 60 keatas. 21

Tumor ini berbeda dari tumor-tumor sebelumnya karena


mempunyai perjalanan penyakit yang panjang, ditandai oleh
kekambuhan lokal yang sering,dan kekembuhan dapat terjadi setelah 15
tahun (Liston SL, 1997).Secara histopatologis, gambaran yang bisa

59
ditemukan pada kanker kelenjar liur adalah karsinoma
mukoepidermoid, karsinoma adenokistik, kanker sel asini,
adenokarsinoma, karsinoma sel clear,dankarsinoma sel skuamosa. 21

3.1.3.7. Kanker Tiroid


Karsinoma tiroid relatif jarang ditemukan di Amerika serikat dan
merupakan penyebab pada kurang dari 1% kematian akibat kanker.
Pentingnya faktor genetik digaris bawahi dengan adanya kasus kanker
tiroid dalam satu keluarga, selain itu pajanan ke radiasi pengion
terutama selama dua dekade pertama kehidupan, juga menjadi faktor
terpenting terjadinya kanker tiroid. 21

Ditemukan adanya predominasi perempuan pada pasien yang


menderita karsinoma dewasa muda dan pertengahan, mungkin berkaitan
dengan ekspresireseptor estrogen di epitel tiroid neuplastik. Sebaliknya
kasus yang timbul pada anak dan dewasa lanjut terdistribusi merata pada
laki-laki dan perempuan danterutama berkaitan dengan pengaruh
eksogen. 21

Subtipe utama karsinoma tiroid dan frekuensi relatifnya yang


terbanyak yaitu karsinoma papilar (75% hingga 85% kasus), karsinoma
folikular (10% hingga 20% kasus), karsinoma medular (5% kasus), dan
yang terkecil karsinoma anasplatik (<5% kasus). 21

3.2 Faktor Risiko Keganasan Kepala Leher


3.2.1 Virus Epstein Barr
Pada daerah endemik, EBV berkaitan dengan karsinoma yang tipe 2 dan
3 namun hubungan virus EBV dengan tipe 1 masih belum diketahui
hubungannya. Virus ini merupakan virus family herpes virus, EBV telah
menginfeksi 90% manusia namun masih dalam fase inaktif. EBV merupakan
penyebab beberapa penyakit keganasan seperti limfoma Burkitt, limfoma sel
T, Hodgkin disease, karsinoma nasofaring (KNF), karsinoma mammae dan
karsinoma gaster.22

60
Penularan EBV dapat terjadi melalui melalui air liur dimana infeksi
primer terjadi melalui epitel orofaring kemudian diikuti dengan terjadinya
replikasi virus. Di negara berkembang hamper 99,9% anak-anak telah
terinfeksi oleh EBV namun infeksi masih dalam tahap infeksi primer dimana
belum Nampak ditemukannya gejala klinis. Namun EBV yang telah
memasuki tubuh manusia akan terus bertahan di tubuh orang tersebut seumur
hidup (persisten). Virus epstein barr sebelum menimbulkan gejala akan
mengalami aktivasi oleh beberapa hal seperti nitrosamine, benzopyrene,
bensoanthracene dan beberapa hydrocarbon. 22
Berdasarkan penelitian, infeksi EBV yang menetap pada epitel akan
menyebabkan epitel tersebut rentan terhadap paparan karsinogen. Kadar
konsentrasi EBV dalam plasma sebelum dan setelah pengobatan dapat
menjadi prediksi metastasis dan sebagai metode dalam menentukan
kombinasi terapi. 22

3.2.2 Faktor Genetik


Genetik merupakan salah satu faktor risiko dari karsinoma
nasofaring. Bila seseorang memiliki riwayat anggota keluargayang
mengalami karsinoma nasofaring maka risiko untuk mengalami keganasan
ini akan meningkat. Faktor yang berperan terhadap hal ini yaitu HLA (human
leukocyt antigen). dibeberapa negara HLA penyebab karsinoma nasofaring
berbeda-beda, contohnya di Tunisia yaitu HLA-B13, Algeria HLA-A3,B5
dan B-15, Maroko HLA-B18. Benua Asia sendiri terutama negara Cina jenis
HLA tersering yang menjadi penyebab karsinoma nasofaring ini yaitu HLA-
A2 dan B46 Berdasarkan literature ditemukan bahwa 10% dari penderita
karsinoma nasofaring memiliki riwayat keluarga yang mengalami penyakit
yang sama ataupun mengalami keganasan lainnya dan untuk 5% lainnya
penderita ini sama-sama menderita karsinoma nasofaring dengan keluarga
lainnya. 22

61
3.2.3 Faktor Lingkungan
Faktor lingkungan yang berperan pada karsinoma nasofaring ada
banyak hal seperti riwayat merokok, faktor makanan dan zat karsinogenik.
Merokok berisiko terhadap kejadian karsinoma nasofaring yaitu sekitar 30-
100% lebih tinggi dibandingkan orang yang bukan perokok ( Zeng et al.,
2010). Asap rokok mengandung 4000 senyawa kimia dan sekitar 50
merupakan zat karsinogenik. Zat karsinogenik yang teridentifikasi yaitu
polycyclic aromatic hydrocarbon (PAHs), nitrosamines, aromatic amine,
aza-arenes, aldehydes, various organic compounds, inorganic compounds.
Rokok mengandung tar yang merupakan bahan karsinogenik dan nikotin
bukan zat karsinogen melainkan zat adiktif yang menimbulkan rasa
ketergantungan kepada pemakainya. Enzyme Cythochrome P450 2EI
merupakan enzim aktivasi sehingga berefek pada perkembangan kanker
nasofaring. Menurut penelitian di Taiwan akan terjadi ada hubungan yang
kuat antara kejadian karsinoma nasofaring dengan lamanya merokok. 22
3.2.3.1 Faktor Merokok
Merokok dapat menyebabkan peningkatan serum anti-EBV.
Peningkatan serum anti-EBV biasanya dimiliki oleh perokok aktif
dengan riwayat merokok lebih dari 20 tahun. Berdasarkan penelitian di
Amerika 2/3 dari karsinoma nasofaring tipe 1 disebabkan karena asap
rokok (Rahman et al., 2015). Penelitian yang dilakukan di RSUP Sanglah
Denpasar pada 68 penderita KNF ditemukan bahwa 36 orang penderita
karsinoma nasofaring tidak memiliki kebiasaan merokok sedangkan 20
orang memiliki kebiasaan merokok sebanyak >30 bungkus/ tahun atau
>20 batang/hari atau biasa disebut dengan perokok berat dan sisanya
yaitu sebanyak 12 responden memiliki kebiasaaan merokok < 30
bungkus/ tahun atau <20 batang/hari Berdasarkan penelitian yang
dilakukan di Guangdong ditemukan bawa risiko menderita KNF lebih
tinggi pada responden yang memiliki kebiasaan merokok 20-40 bungkus
pertahun. 22

62
3.2.3.2 Faktor Diet
Makanan berpengaruh pada kejadian karsinoma nasofaring orang
mengonsumsi ikan asin sejak kecil akan berisiko tinggi untuk mengalami
karsinoma nasofaring. Proses pembuatan ikan asin menggunakan
bantuan sinar matahari akan menyebabkan gugus nitrit dan nitrat yang
terbentuk bereaksi sehingga membentuk nitrosamine. Nitrosamine ada 2
jenis yaitu eksogen dan endogen. Nitrosamine endogen berasal dari
sintesis dalam lambung sedangkan nitrosamine eksogen berasal dari
makanan atau bahan lain yang mengandung nitrosamine. 22
3.2.3.1 Faktor Asap dan Debu
Asap kayu bakar dan debu berisiko terhadap kejadian karsinoma
nasofaring. Orang yang memasak menggunakan kayu bakar selama lebih
dari 10 tahun maka akan meningkatkan risiko terjadinya karsinoma
nasofaring sebanyak enam kali lipat. Debu merupakan partikel yang
berukuran sedang sehingga mudah diserap oleh nasofaring yang dapat
mengakibatkan iritasi dan inflamasi pada epitel nofaring. 22
3.2.3.1 Faktor Alkohol
Alkohol juga berefek pada peningkatan risiko karsinoma
nasofaring. Alkohol memiliki beberapa komponen yang dapat
menyebabkan perkembangan kanker seperti etanol dan komponen lain
yaitu asetaldehid yang dapat bersifat toksik, karsinogenik dan mutagenik.
Mengkonsumsi alkohol dalam kadar yang tinggi dapat menyebabkan
induksi enzim sitokrom p450 sehingga membuat kerusakan pada sel.
Mengkonsumsi alkohol dapat menyebabkan defisiensi vitamin dan
mineral sehingga menyebabkan regulasi dan differensiasi sel. Seseorang
yang mengkonsumsi alkohol dalam kadar yang tinggi berisiko terhadap
karsinoma nasofaring dengan tipe karsinoma sel skuamosa
undifferentiated dan tipe karsinoma sel skuamosa tidak berkeratin. 22

63
3.2.4 Faktor Ras
Banyak ditemukan pada ras Mongoloid, terutama di daerah Cina
bagian selatan berdasarkan hasil pengamatan cara memasak tradisional
sering dilakukan dalam ruang tertutup dan dengan menggunakan kayu
bakar.3

3.2.5 Faktor Sosial ekonomi


Faktor yang mempengaruhi ialah ekonomi yang rendah dan hal ini
menyangkut pula dengan keadaan lingkungan dan kebiasaan hidup, wood
dust, rumah dengan ventilasi yang buruk disertai udara yang penuh asap.3
3.2.6 Faktor Kebudayaan
Kebiasaan hidup dari pasien, cara memasak makanan serta
pemakaian berbagai macam bumbu masak mempengaruhi tumbuhnya tumor
ini dan kebiasaan makan makanan terlalu panas. Terdapat hubungan antara
kadar nikel dalam air minum dan makanan dengan mortalitas karsinoma
nasofaring . Beberapa penelitian juga menyebutkan hubungan antara kanker
nasofaring dengan kebiasaan memakan ikan asin secara terus menerus
dimulai dari masa kanak-kanak. Konsumsi ikan asin meningkatkan risiko 1,7
sampai 7,5 kali lebih tinggi dibanding yang tidak mengkonsumsi ikan asin.
Ikan asin dan makanan yang diawetkan menggunakan larutan garam akan
mengubah senyawa yang terkandung dalam ikan yakni senyawa nitrat
menjadi senyawa nitrosamin. Tubuh mengkonsumsi makanan tinggi garam
dapat menurunkan kadar keasaman lambung, sehingga dapat memicu
perubahan nitrat pada ikan asin atau makanan yang mengandung tinggi
garam menjadi nitrit dan nitrosamin yang bersifat karsinogenik pemicu
kanker. Rendahnya kadar vitamin C sewaktu muda dan kekurangan vitamin
A dapat merubah nitrat menjadi nitrit dan senyawa 12 nitrosamin menjadi
zat karsinogen pemicu kanker.13

64
3.2.7 Letak Geografis
Terdapat banyak di Asia Selatan, Afrika Utara, Eskimo karena
penduduknya sering mengonsumsi makanan yang diawetkan (daging dan
ikan) terutama pada musim dingin menyebabkan tingginya kejadian kanker
nasofaring.3

3.2.8 Jenis Kelamin


Tumor ini lebih sering ditemukan pada laki-laki dari pada
perempuan disebabkan kemungkinan ada hubungannya dengan faktor
kebiasaan hidup laki-laki seperti merokok, bekerja pada industri kimia
cenderung lebih sering menghirup uap kimia dan lain-lain.15

3.2.9 Paparan kronik bahan karsinogenik


Bahan karsinogenik adalah suatu bahan yang dapat mempengaruhi
struktur DNA, yang mana bahan tersebut berperan dalam proses apoptosis
dan proliferasi sel. Contoh bahan karsinogenik antara lain 11 rokok, arang
(sate, makanan yang dibakar atau panggang), dan nitrosamin (ikan asin, ikan
asap).13

3.2.10 Gastro-Esophageal Reflux Disease


Gastro-Esophageal Reflux Disease (GERD) menginduksi terjadinya
inflamasi pada esofagus dan menimbulkan adanya stres oksidatif yang
mengarah pada kerusakan DNA. Asam lambung menginduksi kerusakan
DNA, menurunkan proliferasi, dan meningkatkan apoptosis sel. Garam
empedu menginduksi kerusakan DNA, mempengaruhi proliferasi yang
bergantung pada pH, dan menyebabkan resistensi terhadap apopotosis.15

65
DAFTAR PUSTAKA

1. Hadi M S, 2015. Kualitas Hidup Terkait Kesehatan Pasien Kanker Kepala


dan Leher di RSUD Prof. DR. Margono Soekarjo Purwokerto. Tesis .
Fakultas Farmasi Universitas Muhammadia Purwokerto.
2. Wiliyanto, O. Insidensi Kanker Kepala Leher Berdasarkan Diagnosis Patologi
Anatomi di RS. Dr. Kariadi Semarang Periode 1 Januari 2001 – 31 Desember
2005. 2006.
3. Sabirin, MSM,. Permana, AD,. Soeseno, B,. 2014. Epidemiologi Penderita
Tumor Ganas Kepala – Leher di Departemen Telinga Hidung Tenggorokan –
Kepala Leher Rumah Sakit Dr. Hasan Sadikin Bandung, Indonesia, Periode
2010-2014. Jurnal THT-KL Fakultas Kedokteran Universitas Padjadjaran.
4. National Cancer Institute, 2013. Head and Neck Cancer Fact Sheet.
5. Jahan-Parwar, B., Blackwell, K., 2011. Lips and Perioral Region Anatomy.
Available from: http://emedicine.medscape.com/article/835209-overview#a1.
[Accessed 18 Mei 2018].
6. Marieb, E.N. and Hoehn, K., 2010; Human Anatomy & Physiology 8th edition;
B. Cummings, San Francisco
7. Tortora, G. J., & Derrickson, B. (2009). Principles of Anatomy & Physiology.
USA: John Wiley & Sons. Inc.
8. Seeley, R.R., Stephens, T.D., Tate, P., 2006. Anatomy and Physiology. 7th ed.
New York: McGraw-Hill.
9. Mescher, Anthony L., 2010. Junquiera’s Basic Histology : Twelfth Edition.
United States of America : The McGraw-Hill Companies, Inc
10. Snell Richard. 2006. Anatomi Klinik Untuk Mahasiswa Kedokteran. Jakarta:
Penerbit Buku Kedokteran EGC; H. 795-803
11. Averdi Roezin, Aninda Syafril., 2011.Buku Ajar Ilmu Kesehatan Penyakit
Telinga Hidung Tenggorok. Edisi keenam. Jakarta : FK UI
12. Adam, Boeis., 1997. Buku Ajar Ilmu Penyakit THT, Edisi 6, Penerbit Buku
Kedokteran EGC, Jakarta

66
13. Kemenkes RI., 2015. Pedoman Nasional Pelayanan Kedokteran Kanker
Nasofaring. Komite penanggulangan kanker nasofaring. Diakses dari
http://kanker.kemkes.go.id/guidelines/PNPKKNF.pdf
14. Guyton C Hall. 2007. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. Jakarta: Penerbit Buku
Kedokteran EGC; H. 822-3
15. Stenvenson, M, et all., 2016. Nasopharyngeal Cancer Staging. Emedicine.
diakses dari http ://emedicine.medscape.com/article/2048007-overview
16. Ballenger JJ, Snow, JB. Ballenger’s Otorhinolaryngology Head and Neck
Surgery. 6th. BC Decker Inc. Spain. 2009.
17. Sherwood, L. (2012). Human Physiology: From Cells to Systems (8th Edition
ed.). Canada: BrocksCole
18. Paulsen F & Waschke J. Sobotta Atlas Anatomi Manusia, Jilid 1, Edisi 23,.
Jakarta. Penerbit Buku Kedokteran EGC. 2010.
19. De jong, Wim. Buku Ajar Ilmu Bedah. Jakarta. Penerbit Buku Kedokteran EGC.
2004
20. Perri F, Addeo R, et all, 2017. Locally Advanced Paranasal Sinus Carcinoma:
A study of 30 Patients. Oncology Letters. 13: 1338-1342.
21. Lund VJ, et all, 2016. Nose and Paranasal Sinus Tumours : United Kingdom
National Multidisciplinary Guidelines. The Journal Of Laryngology &
Otology. S111-S118.
22. Chani FY,. 2018. Hubungan Antara Faktor Resiko Dengan Kejadian
Karsinoma Nasofaring di RSUD Dr.H. Abdul Moeloek Provinsi Lampung
Periode Tahun 2015-2017. Fakultas Kedokteran Universitas Lampung.
Bandar Lampung.
23. Shary K K. 2017. Patogenesis, Patofosiologi, dan Manifestasi Klinis Kanker
Nasofaring. LTM Pemicu 3 Modul Penginderaan. Fakultas Kedokteran
Universitas Indonesia.Jakarta.
24. Tyassuma T,. 2018. Body Revolution. Good Food is The Foundation Genuine
Happines. Ahlina Publibations. Jakarta

67

Вам также может понравиться

  • TUGAS KELOMPOK II (Manajemen ASN Dan Smart ASN)
    TUGAS KELOMPOK II (Manajemen ASN Dan Smart ASN)
    Документ2 страницы
    TUGAS KELOMPOK II (Manajemen ASN Dan Smart ASN)
    Nur Aisyah Soedarmin Iieycha
    Оценок пока нет
  • Tugas Individu
    Tugas Individu
    Документ4 страницы
    Tugas Individu
    Nur Aisyah Soedarmin Iieycha
    Оценок пока нет
  • Bab - 2 Stroke Gangguan Kognitif
    Bab - 2 Stroke Gangguan Kognitif
    Документ0 страниц
    Bab - 2 Stroke Gangguan Kognitif
    Made Sukmawati
    Оценок пока нет
  • Katarak Juvenil
    Katarak Juvenil
    Документ15 страниц
    Katarak Juvenil
    Nur Aisyah Soedarmin Iieycha
    Оценок пока нет
  • Pengesahan Dewan Penguji - Daftar Isi
    Pengesahan Dewan Penguji - Daftar Isi
    Документ6 страниц
    Pengesahan Dewan Penguji - Daftar Isi
    Nur Aisyah Soedarmin Iieycha
    Оценок пока нет
  • Hipermetropia Pengobatan
    Hipermetropia Pengobatan
    Документ18 страниц
    Hipermetropia Pengobatan
    Nur Aisyah Soedarmin Iieycha
    Оценок пока нет
  • Status Pasien3
    Status Pasien3
    Документ4 страницы
    Status Pasien3
    Nur Aisyah Soedarmin Iieycha
    Оценок пока нет
  • Igd 2
    Igd 2
    Документ57 страниц
    Igd 2
    Nur Aisyah Soedarmin Iieycha
    Оценок пока нет
  • SEPSIS
    SEPSIS
    Документ30 страниц
    SEPSIS
    Nur Aisyah Soedarmin Iieycha
    Оценок пока нет
  • Status Pasien2
    Status Pasien2
    Документ4 страницы
    Status Pasien2
    Nur Aisyah Soedarmin Iieycha
    Оценок пока нет
  • Penyuluhan Hipertensi Non
    Penyuluhan Hipertensi Non
    Документ18 страниц
    Penyuluhan Hipertensi Non
    Nur Aisyah Soedarmin Iieycha
    Оценок пока нет
  • PNEUMONIA 3. PKM Kamonji
    PNEUMONIA 3. PKM Kamonji
    Документ22 страницы
    PNEUMONIA 3. PKM Kamonji
    Nur Aisyah Soedarmin Iieycha
    Оценок пока нет
  • Refka Maulida
    Refka Maulida
    Документ16 страниц
    Refka Maulida
    Nur Aisyah Soedarmin Iieycha
    Оценок пока нет
  • Pemeriksaan Gerak Bola Mata - Uli
    Pemeriksaan Gerak Bola Mata - Uli
    Документ11 страниц
    Pemeriksaan Gerak Bola Mata - Uli
    Nur Aisyah Soedarmin Iieycha
    Оценок пока нет
  • Anes Ok
    Anes Ok
    Документ37 страниц
    Anes Ok
    Nur Aisyah Soedarmin Iieycha
    Оценок пока нет
  • Hipermetropia 2
    Hipermetropia 2
    Документ18 страниц
    Hipermetropia 2
    Nur Aisyah Soedarmin Iieycha
    Оценок пока нет
  • Ket
    Ket
    Документ25 страниц
    Ket
    riskisavina
    Оценок пока нет
  • Refarat Hipermetropia
    Refarat Hipermetropia
    Документ22 страницы
    Refarat Hipermetropia
    syavira
    Оценок пока нет
  • Anaesthesia For Cardioversion
    Anaesthesia For Cardioversion
    Документ13 страниц
    Anaesthesia For Cardioversion
    Lady Manga' Patanduk
    Оценок пока нет
  • Anastesi Imelda
    Anastesi Imelda
    Документ36 страниц
    Anastesi Imelda
    Nur Aisyah Soedarmin Iieycha
    Оценок пока нет
  • Fisiologi Sensorik dan Gangguan Kulit
    Fisiologi Sensorik dan Gangguan Kulit
    Документ4 страницы
    Fisiologi Sensorik dan Gangguan Kulit
    Nur Aisyah Soedarmin Iieycha
    Оценок пока нет
  • Cover Jurnal
    Cover Jurnal
    Документ2 страницы
    Cover Jurnal
    Firly Syafira
    Оценок пока нет
  • Daftar Hadir Kegiatan
    Daftar Hadir Kegiatan
    Документ6 страниц
    Daftar Hadir Kegiatan
    Nur Aisyah Soedarmin Iieycha
    Оценок пока нет
  • KOLOID DAN KRISTALOID
    KOLOID DAN KRISTALOID
    Документ8 страниц
    KOLOID DAN KRISTALOID
    Breliantina Fitrian Damayanti
    Оценок пока нет
  • Lamaran Aco
    Lamaran Aco
    Документ2 страницы
    Lamaran Aco
    Nur Aisyah Soedarmin Iieycha
    Оценок пока нет
  • Refarat Trauma Okuli
    Refarat Trauma Okuli
    Документ11 страниц
    Refarat Trauma Okuli
    Nur Aisyah Soedarmin Iieycha
    Оценок пока нет
  • LAPSUS Management Anestesi Pada SC Ai Eklampsi
    LAPSUS Management Anestesi Pada SC Ai Eklampsi
    Документ30 страниц
    LAPSUS Management Anestesi Pada SC Ai Eklampsi
    Firly Syafira
    Оценок пока нет
  • Daftar Nilai Siswa Smanor
    Daftar Nilai Siswa Smanor
    Документ7 страниц
    Daftar Nilai Siswa Smanor
    Nur Aisyah Soedarmin Iieycha
    Оценок пока нет
  • Daftar Isi
    Daftar Isi
    Документ2 страницы
    Daftar Isi
    Nur Aisyah Soedarmin Iieycha
    Оценок пока нет
  • Atresia Esofagus dalam
    Atresia Esofagus dalam
    Документ20 страниц
    Atresia Esofagus dalam
    rudiansyah
    Оценок пока нет