Академический Документы
Профессиональный Документы
Культура Документы
Disusun Oleh:
NUR AISYAH SUDARMIN AMIN
N 111 16 080
PEMBIMBING :
dr. Bastiana, M.Kes, Sp.THT-KL
Sel tubuh yang membelah dan bertambah banyak tanpa tujuan dapat
menyebabkan terbentuknya tumor, apabila tumor berbahaya bagi seseorang maka
disebut tumor ganas (maligna) dan semua tumor ganas di sebut kanker. Kanker
Kepela dan Leher adalah keganasan yang muncul pada semua struktur dari
Cephalad sampai ke klavikula kecuali otak, Spinal cord, tiroid dan dasar otak.
Secara umum kanker kepala dan leher meliputi kanker yang berasal dari rongga
mulut, faring, paransal sinus, rongga hidung, laring dan kelenjar ludah (parotid,
submandibular, sublingual glands). 1
Kanker Kepala dan Leher merupakan kanker nomor lima yang paling umum
dan menjadi peringkat ke Enam Kanker yang menyebabkan kematian di Dunia.1 Di
Amerika Serikat, insidensi kanker kepala leher sekitar 3-5% dari seluruh kanker,
dan lebih sering pada pria berusia lebih dari 50 tahun. Secara keseluruhan, insidensi
kanker kepala leher terus meningkat dari tahun ketahun, dan setiap tahunnya
diperkirakan ditemukan sekitar 78.000 kasus baru di Amerika Serikat. Di seluruh
dunia, insidensi kanker kepala leher tiap tahunnya sebesar lebih dari 500.000 kasus,
dan umumnya paling banyak terjadi di negara berkembang.2
Di Indonesia, tidak ada data insidensi kanker kepala leher yang akurat dan
mencakup seluruh keganasankepala leher. Menurut Badan Registrasi Kanker
Indonesia dibawah pengawasan Direktorat Jendral Kesehatan Republik Indonesia,
kanker kepala leher menempati urutan keempat dari sepuluh besar keganasan pada
pria dan wanita, serta urutan kedua dari sepuluh besar tersering pada pria.2
Istilah kanker kepala dan leher yang digunakan untuk menggambarkan
semua jenis kanker yang berasal dari saluran aerodigestive atas, seperti saluran
sinonasal, rongga mulut, faring, atau laring. Tumor ini biasanya tertuju pada
karsinoma sel skuamosa, karena merupakan gambaran histopathology yang paling
umum.3
Tumor ganas kepala leher merupakan masalah kesehatan dengan mortalitas
tinggi. Insidensinya meningkat dan menyerang berbagai individu. Faktor risiko
2
penyakit ini termasuk riwayat merokok, perokok pasif, paparan karsinogen, diet,
kebersihan mulut, penyakit menular seperti Human Papilloma Virus (HPV), dan
Epstein Barr Virus (EBV), riwayat keluarga dan konsumsi alkohol,4,5 Usia, jenis
kelamin, ras, dan status sosioekonomi juga penting untuk menentukan risiko kanker
kepala dan leher.3
3
BAB II
ANATOMI, FISIOLOGI, DAN HISTOLOGI KEPALA LEHER
2.1.RONGGA MULUT
4
gigi bagian bawah. Otot-otot tersebut juga memiliki fungsi untuk
membantu proses berbicara. 5
5
2) Lidah
6
Gambar 3. Anatomi Lidah
3) Gigi
Gigi susu mulai tumbuh pada gusi pada usia sekitar 6 bulan,
dan biasanya mencapai satu perangkat lengkap pada usia sekitar 2
tahun. Gigi susu akan secara bertahap tanggal selama masa kanak-
kanak dan akan digantikan oleh gigi permanen. 8
7
Gigi melekat pada gusi (gingiva), dan yang tampak dari luar
adalah bagian mahkota dari gigi. Menurut Kerr et al. (2011),
mahkota gigi mempunyai lima buah permukaan pada setiap gigi.
Kelima permukaan tersebut adalah bukal (menghadap kearah pipi
atau bibir), lingual (menghadap kearah lidah), mesial (menghadap
kearah gigi), distal (menghadap kearah gigi), dan bagian pengunyah
(oklusal untuk gigi molar dan premolar, insisal untuk insisivus, dan
caninus). 8
8
B. HISTOLOGI
2) Lidah
9
c) Papila foliata. Papila ini sedikit berkembang pada orang dewasa,
tetapi mengandung lipatan-lipatan pada bagian tepi dari lidah
dan mengandung kuncup perasa.
10
3) Gigi
2.2.FARING
A. ANATOMI
11
sempurna di bagian depan. Di sini, jaringan musculomembranosa
diganti oleh apertura nasalis posterior, isthmus faucium (muara ke
dalam rongga mulut), dan aditus laryngis. 10
Dinding faring terdiri atas tiga lapis : (1) mucosa, (2) fibrosa (3)
muscular. Faring terbagi atas nasofaring, orofaring, dan laringofaring
(hipofaring). 10
1) Nasofaring
Batas nasofaring:
12
Anterior : Choane / nares posterior, oleh os vomer dibagi atas
choane kanan dan kiri.
Gambar 7. Nasofaring
Gambar 8. Nasofaring
13
Nasofaring berbentuk kerucut dan selalu terbuka pada waktu
respirasi karena dindingnya dari tulang, kecuali dasarnya yang
dibentuk oleh palatum molle. Nasofaring akan tertutup bila palatum
molle melekat ke dinding posterior pada waktu menelan, muntah,
mengucapkan kata-kata tertentu. Struktur penting yang ada di
Nasopharing.11,12,13
14
Gambar 9. Fossa RosenMulleri
2) Orofaring
15
ke tiga.Pada kedua sisi dinding lateral terdapat arcus palatoglossus
dan arcus palatopharyngeus dengan tonsila palatina di antaranya. 10
16
dari kelompok ini adalah nodus jugulodigastricus, yang terletak di
bawah dan di belakang angulus mandibulae. 10
3) Laringofaring (hipofaring)
17
Dinding anterior dibentuk oleh aditus laryngis danmembrana
mucosa yang meliputi permukaan posterior laring.Dinding posterior
disokong oleh corpus vertebra cervicalis ketiga, keempat, kelima,
dan keenam. 10
Otot-otot Faring
18
kadang disebut m. cricopharyngeus. Otot ini diyakini melakukan
efek spinchter pada ujung bawah faring, yang mencegah masuknya
udara ke dalam esogfagus selama gerakan menelan. 10
Persarafan Faring
19
dari n. maxillaris. Membran mucosa orofaring terutama dipersarafi
oleh n. glossopharyngeus. Membrana mucosa di sekitar aditus
laryngus dipersarafi oleh n. ramus laryngeus internus n. vagus. 10
Vaskularisasi Faring
B. FISIOLOGI
20
Proses menelan terbagi menjadi tiga fase, yaitu :
b. Fase faringeal
Terjadi secara refleks pada akhir fase oral, membantu
jalannya makanan dari faring ke dalam esofagus. Faring dan
laring bergerak ke atas oleh kontraksi muskulus stilofaring,
muskulus salfingofaring, muskulus tirohioid, dan muskulus
palatofaring. Aditus laring tertutup oleh epiglotis, sedangkan
ketiga sfingter laring yaitu plika ariepiglotika, plika
ventrikularis, dan plika vokalis tertutup karena kontraksi
muskulus ariepiglotika dan muskulus aritenoid obliges.
Bersamaan dengan ini juga terjadi penghentian aliran udara ke
laring karena refleks yang menghambat pernapasan, sehingga
bolus makanan tidak akan masuk ke saluran napas, tapi masuk
ke arah esofagus karena valekula dan sinus piriformis sudah
dalam keadaan lurus. 14
21
c. Fase esofageal
Esofagus terutama berfungsi untuk menyalurkan
makanan secara cepat dari faring ke lambung. Fase esofageal
merupakan fase involunter lain yang mempermudah jalannya
makanan dari esofagus ke lambung. Dalam keadaan istirahat
introitus esofagus selalu tertutup. Dengan adanya rangsangan
makanan pada akhir fase faringeal, maka terjadi relaksasi
muskulus krikofaring sehingga Upper Esophageal Spinchter
(UES) terbuka dan bolus makanan masuk ke dalam esofagus.
Setelah bolus makanan lewat, maka sfingter akan berkontraksi
lebih kuat, melebihi tonus introitus saat istirahat sehingga
refluks dapat dihindari. Selanjutnya bolus makanan akan di
dorong ke distal oleh gerakan peristaltik esofagus. Dalam
keadaan istirahat Lower Esophageal Spichter (LES) selau
tertutup sehingga tidak akan terjadi regurgitasi isi lambung. Pada
akhir fase esofageal, sfingter ini akan terbuka secara refleks
ketika dimulainya peristaltik esofagus servikal untuk mendorong
bolus makanan ke distal. Selanjutnya setelah bolus makanan
lewat, maka sfingter ini akan menutup kembali. 14
2) Fungsi Respirasi
Pada inspirasi, udara masuk melalui nares anterior, lalu naik
ke atas setinggi konka media dan kemudian turun ke bawah ke arah
nasofaring, sehingga aliran udara ini berbentuk lengkungan atau
arkus. Pada ekspirasi, udara masuk melalui koana dan kemudian
mengikuti jalan yang sama seperti udara inspirasi. Akan tetapi di
bagian depan aliran udara memecah, sebagian lain kembali ke
belakang membentuk pusaran dan bergabung dengan aliran dari
nasofaring. Gambar 10. A. Aliran udara saat inspirasi; B. Aliran
udara saat ekspirasi. 14
22
A. B.
23
Pada saat berbicara dan menelan terjadi gerakan terpadu dari
otot palatum dan faring.Gerakan ini antara lain berupa pendekatan
palatum molle ke arah dinding belakang faring.Gerakan penutupan
ini terjadi sangat cepat dan melibatkan mula-mula m.
salpingopharynx dan m. palatopharyngeus, kemudian m. levator veli
palatini bersama m. konstriktor faring superior. Pada gerakan
penutupan nasofaring m. levator veli palatini menarik palatum molle
ke atas belakang hampir mengenai dinding posterior faring. Jarak
yang tersisa ini diisi oleh tonjolan Passavant pada dinding belakang
faring yang terjadi akibat 2 macam mekanisme, yaitu pengangkatan
faring sebagai hasil gerakan m. palatopharyngeus bersama m.
salpingopharynx oleh kontraksi aktif m. constrictor pharynx
superior. 14
C. HISTOLOGI
24
Glikoprotein yang dihasilkan oleh sel mukus penting untuk
pertahanan lokal yang bersifat antimikrobial. IgA berfungsi untuk
mengeluarkan mikroorganisme dari jaringan dengan mengikat antigen
tersebut pada lumen saluran napas, sedangkan IgG beraksi didalam
mukosa dengan memicu reaksi inflamasi jika terpajan dengan antigen
bakteri.11
25
dijumpai jaringan limfoid yang reaktif. Epitel permukaan dan kripta
sering diinfiltrasi dengan sel radang limfosit dan terkadang merusak
epitel membentuk reticulated pattern. Kelenjar seromucinous dapat
juga dijumpai, tetapi tidak sebanyak yang terdapat pada rongga
hidung.12,15
26
2.3.LARING
A. ANATOMI
Struktur kerangka laring terdiri dari satu tulang (os hioid) dan
beberapa tulang rawan, baik yang berpasangan ataupun tidak.
Komponen utama pada struktur laring adalah kartilago tiroid yang
berbentuk seperti perisai dan kartilago krikoid. Os hioid terletak
disebelah superior dengan bentuk huruf U dan dapat dipalpasi pada leher
depan serta lewat mulut pada dinding faring lateral. Dibagian bawah os
hioid ini bergantung ligamentum tirohioid yang terdiri dari dua sayap /
alae kartilago tiroid. Sementara itu kartilago krikoidea mudah teraba
dibawah kulit yang melekat pada kartilago tiroidea lewat kartilago
krikotiroid yang berbentuk bulat penuh. Pada permukaan superior
lamina terletak pasangan kartilago aritinoid ini mempunyai dua buah
prosesus yakni prosesus vokalis anterior dan prosesus muskularis
lateralis.12
27
pasang kartilago kecil didalam laring yang mana tidak mempunyai
fungsi yakni kartilago kornikulata dan kuneiformis.16
Kartilago
28
a) Kartilago Tiroidea
29
b) Kartilago Krikoidea
c) Kartilago Aritenoidea
30
vibratorius pada pita suara. Tepi dan permukaan atas dari pita
suara ini disebut glottis. 16
d) Kartilago Epiglotis
e) Kartilago Kornikulata
f) Kartilago Kuneiforme
b) Glotis (pars media), yaitu ruangan yang terletak antara pita suara
palsu dengan pita suara sejati serta membentuk rongga yang
disebut ventrikel laring morgagni.
31
c) Infraglotis (pars inferior), yaitu ruangan diantara pita suara sejati
dengan tepi bawah kartilago krikoidea.
Aditus Laringeus
Rima Vestibuli
Rima glottis
Vallecula
Plika Ariepiglotika
32
Incisura Interaritenoidea
Vestibulum Laring
33
Gambar 19. Laring Bagian Dalam
34
dan dekat dengan Aorta sehingga mudah terganggu.Merupakan
cabang nervus vagus setinggi bagian proksimal subklavia dan
berjalanmembelok ke atas sepanjang lekukan antara trakea dan
esofagus, selanjutnya akanmencapai laring tepat di belakang
artikulasio krikotiroidea dan memberikanpersarafan : 16
35
B. FISIOLOGI
1) Fungsi Fonasi
2) Fungsi Proteksi
36
3) Fungsi Respirasi
4) Fungsi Sirkulasi
5) Fungsi Fiksasi
6) Fungsi Menelan
37
menelan faring bagian bawah (M. Konstriktor Faringeus Superior,
M. Palatofaringeus dan M. Stilofaringeus) mengalami kontraksi
sepanjang kartilago krikoidea dan kartilago tiroidea, serta menarik
laring ke atas menuju basis lidah, kemudian makanan terdorong ke
bawah dan terjadi pembukaan faringoesofageal. Laring menutup
untuk mencegah makanan atau minuman masuk ke saluran
pernafasan dengan jalan menkontraksikan orifisium dan penutupan
laring oleh epiglotis. Epiglotis menjadi lebih datar membentuk
semacam papan penutup aditus laringeus, sehingga makanan atau
minuman terdorong ke lateral menjauhi aditus laring dan maduk ke
sinus piriformis lalu ke hiatus esofagus.
7) Fungsi Batuk
8) Fungsi Ekspektorasi
9) Fungsi Emosi
38
C. HISTOLOGI
Tulang rawan pada laring hialin dan tulang rawan elastin, yaitu
tulang rawan Hialin yang terdiri dari satu buah tulang rawan tiroid
dan tulang rawan krikoid serta dua buah tulang rawan aritenoid (pada
ujung tulang rawan aritenoid merupakan tulang rawan Elastis,
sedangkan bagian lain dari tulang rawan ini merupakan tulang rawan
Hialin). Sedangkan tulang rawan Elastis yang terdiri dari satu
buah tulang rawan epiglotis dan dua buah tulang rawan masing-
masing tulang rawan Kuneiformis dan Kornikulata.Pada otot-otot laring
terdiri dari muskulus ekstrinsik dan intrinsik. Muskulus intrinsik adalah
Otot yang menghubungkan kartilago dengan daerah sekelilingnya dan
berperan untuk fonasi. Sedangkan Muskulus ekstrinsik merupakan Otot
yang menghubungkan Tulang rawan satu dengan yang lainnya dan
berperan untuk proses menelan.9
Epiglotis9
39
o Mempunyai dua permukaan yaitu pars lingual dan pars
laringeal, dimana Pars lingual dari tebal semakin menipis dan
beralih menjadi pars laringeal
40
Gambar 21. Histologi Tulang Rawan Hialin
41
– Diantara dua plika ventrikularis terdapat daerah yang
disebut rima vestibuli
2.4.KELENJAR SALIVA
A. ANATOMI
42
Gambar 23. Anatomi Kelenjar Liur
a) Kelenjar Parotis
Terletak di lateral wajah, berbadan kelenjar tunggal tetapi
sering kali dengan batas nervus fasialis dibagi menjadi dua lobus,
yaitu lobus profunda dan superficial. Lobus superficial lebih besar,
bentuk tak beraturan, terletak di superficial dari bagian posterior otot
masseter, ke atas, hingga ke arkus zigomatik, ke bawah mencapai
margo inferior os mandibular. Lobus profunda lebih kecil, ke atas
berbatasan dengan kartilago meatus akustikus eksternal, mengitari
posterior ramus asendens os mandibular menjulur ke dalam,
bersebelahan dengan celah parafaring. Duktus primer kelenjar
parotis terletak di superficial fasia otot maseter hamper tegak lurus
menuju ke dalam membentuk otot businator dan bermuara di
mukosa bukal, dekat gigi Molar 2 atas dan disebut Stensen’s
Duct.10,18
43
Gambar 24. Anatomi Kelenjar Parotis
44
oleh vena fasialis transversus dan berjalan di anteriornya di antara
arkus zigoma dan duktus parotis. 10,18
Kelenjar parotis adalah satu-satunya kelenjar liur memiliki
dua lapisan nodul limfatikus. Lapisan superfisial terdiri dari 3-20
nodul, berada di antara kelenjar dan kapsulnya. Nodul ini menerima
drainase limfatik dari kelenjar parotis, kanalis akustikus eksternus,
pinna, kulit kepala kelopak mata dan kelenjar lakrimalis. Lapisan
kedua berada di dalam kelenjar parotis dan mendrainase limfatik
dari kelenjar parotis, kanalis akustikus ekstenus, telinga tengah,
nasofaring, dan palatum mole. Dua lapisan nodus limfatikus ini
mengalirkan cairan limfatikus ke sistem limfe di deep cervical. 10,18
Kelenjar parotis mempunyai sistem saluran keluar yang
rumit sekali dan hampir semua duktus ontralobularis adalah duktus
striata. Saluran keluar yang utama yaitu duktus parotidikius
steensenterdiri dari epitel berlapis semu, bermuara kedalam
vestibulum rongga mulut berhadapan dengan gigi molar kedua atas.
10,18
b) Kelenjar Submandibular
Kelenjar submandibular adalah kelenjar dengan berat 8-10
gram, terletak di tengah trigonum mandibular, di bawah ramus
45
mandibula, terbagi menjadi dua bagian, profunda dan superficial.
Bagian superficial lebih besar, bagian profunda timbul dari sisi
internal bagian superficial, melalui celah antara otot mylohioid dan
hioglosus sampai ke bagian bawah lidah, berhubungan dengan ujung
posterior kelenjar sublingual. Duktus kelenjar submandibular
muncul dari bagian internal kelenjar, bermuara di papilla di bawah
lidah. Duktus muncul dari permukaan bagian dalam kelenjar dan
berjalan sampai mencapai dasar mulut, kemudian bermuara
pada caruncula sublingualis di dekat frenulum lidah. Duktus disebut
Duktus Wharton, panjang duktus 40-50 mm, diameter lebih kecil
dari kelenjar parotis. Kelenjar submandibula 75% bersifat serous
dan 25% mucous.19
c) Kelenjar Sublingual
Kelenjar sublingual berbentuk pipih panjang, terbentuk dari
banyak kelenjar kecil, terletak di area sublingual, ujung posteriornya
berhubungan dengan perpanjangan kelenjar submandibular. Duktus
sublingual ada dua jenis, besar dan kecil. Kebanyakan adalah duktus
kecil, bermuara di mukosa bawah lidah, duktus besar mengikuti sisi
46
medial badan kelenjar mengikuti duktus submandibular, keduanya
kebanyakan bersatu bermuara di papilla di bawah lidah.18,19
B. FISIOLOGI
47
rongga mulut. Saliva membantu mencegah proses kerusakan jaringan
mulut yang dapat disebabkan oleh bakteri dengan cara membantu
membuang bakteri pathogen juga partikel-partikel makanan yang
memberi dukungan metabolik bagi bakteri dan saliva juga mengandung
beberapa factor yang menghancurkan bakteri, salah satunya adalah ion
tiosianat dan lainnya adalah enzim proteolitik terutama lisozim.
Terakhir, saliva juga mengandung sejumlah besar antibodi protein yang
dapat menghancurkan bakteri rongga mulut, termasuk yang
menyebabkan karies gigi.18,20
Setiap hari satu sampai dua liter air liur diproduksi dan hampir
semuanya ditelan dan direabsorbsi. Proses sekresi dibawah kendali saraf
otonom. Makanan dalam mulut merangsang serabut saraf yang berakhir
pada nukleus pada traktus solitaries dan pada akhirnya merangsang
nukleus saliva pada otak tengah. Pengeluaran air liur juga dirangsang
oleh penglihatan, penciuman melalui impuls dari kerja korteks pada
nukleus saliva batang otak. Aktivitas simpatis yang terus menerus
menghambat produksi air liur seperti pada kecemasan yang
menyebabkan mulut kering. Obat-obatan yang menghambat aktivitas
parasimpatis juga menghambat produksi air liur seperti obat
antidepresan, tranquillizers, dan obat analgesik opiate dapat
menyebabkan mulut kering (Xerostomia).20
Saluran air liur relatif impermeabel terhadap air dan mensekresi
kalium, bikarbonat,kalsium, magnesium, ion fosfat dan air. Jadi produk
akhir dari kelenjar air liur adalah hipotonik, cairan yang bersifat basa
yang kaya akan kalsium dan fosfat. Komposisi ini penting untuk
mencegah demineralisasi enamel gigi.19
48
C. HISTOLOGI
1) Kelenjar Parotis
2) Kelenjar Submandibular
3) Kelenjar Sublingualis
49
keluar yang lebih besar yaitu duktus sublingualis mayor bartholin
bermuara pada karunkula sublingualis bersama-sama dengan duktus
wharton, kadang-kadang keduanya menjadi satu.18
50
BAB III
TINJAUAN PUSTAKA
51
Gambar 26. Langkah-langkah Karsinogenesis
Prinsip-prinsip tersebut adalah sebagai berikut: 23
Karsinogenesis bermula dari kerusakan genetik yang nonletal. Kerusakan
ini dapat disebabkan oleh agen yang terdapat di lingkungan, seperti zat
kimia, radiasi, atau virus. Selain itu, Agen ini bisa juga diturunkan
melalui germ line. Akan tetapi, mutase juga dapat terjadi secara acak dan
tidak terduga.
Sebuah tumor berasal dari satu sel precursor yang rusak dan mengalami
ekspansi klonal.
Gen yang menjadi target kerusakan adalah empat kelas gen regulator
normal: protoonkogen yang mempromosikan pertumbuhan, gen supresor
tumor yang menginhibisi pertumbuhan, gen pengatur apoptosis, dan gen
yang terlibat dalam reparasi DNA.
Karsinogenesis terdiri dari banyak langkah pada tingkat genetik maupun
fenotipe akibat banyak mutasi. Hasilnya, neoplasma dapat berprogresi
menjadi ganas, dengan karakteristik neoplasma ganas seperti
52
pertumbuhan berlebihan, invasi local, dan kemampuan metastasis yang
jauh.
Jadi, jika disimpulkan, sel yang normal mula-mula terpajan agen
yang dapat merusak DNA. Apabila reparasi DNA gagal terjadi karena
gen-gen pengatur pertumbuhan sel rusak, maka sel akan mengalami
pertumbuhan klonal yang tak terkontrol. Lama-lama, terjadi progresi
tumor yang dapat berujung pada neoplasma yang malignan. Neoplasma
malignan memiliki karakteristik berupa invasi dan metastasis.23
Pada metastasis, sel tumor terlepas dari massa primer, memasuki
aliran darah atau sistem limfatik, lalu tumbuh di tempat yang jauh dari
situs awalnya. Proses metastasis terdiri dari invasi sel tumor ke matriks
ekstraseluler, diseminasi vaskular, penempatan sel tumor, dan kolonisasi.
Melalui studi pada manusia dan tikus, ditemukan bahwa metastasis tidak
selalu timbul, meski jutaan sel terlepas dalam sirkulasi setiap harinya dari
suatu tumor. Hal ini disebabkan oleh berbagai mekanisme control
(misalnya sistem imun adaptif dan induksi apoptosis) yang mengatur
setiap langkah dari proses metastasis sehingga tidak semua sel dapat
bertahan hidup. 23
Kanker adalah suatu mutase gen. perubahan yang sangat
fundamental dari satu sel, yang menyebabkan sel itu kehilangan kendali
atas tumbuh kembangnya. Sel mempunyai satu system kendali dalam
replikasi, sehingga pertumbuhannya seperti satu menjadi dua, dua
menjadi empat dan seterusnya. Tetapi pada satu ttik menjadi mutase,
maka sel tersebut mengalami hyperplasia tak terkendali. Dan lebih dari
kehilangan kendali.24
Letak kesalahannya adalah dalam inti sel terdapat gen, satu unit
dalam gen berisikan kromosom yang memuat DNA, dalam DNA itulah
terdapat informasi genetika yang tersusun atas kode-kode genetika, yang
memberikan kode genotip tertentu atas satu perintah tertentu tertentu.
Agen penyebab kanker atau karsinogenik merusak system komunikasi
bioformatika tersebut dan terjadilah mutase Gen. pada kanker kesalahan
53
informasi itu menyebabkan pertumbuhan sel yang tak terkendali. Mutase
pada sel kanker itu yang menbuat sel menjadi sangat kehilangan kendali
melebihi sel normal. Sehingga dia mampu mempengaruhi sel lain untuk
merusak, melalui jalur komunikasi. 24
Kanker adalah penyakit genetic yaitu kanker disebabkan oleh
perubahan tertentu pada gen yang mengendalikan fungsi sel kita,
terutama bagaimana mereka tumbuh dan membelah. Gen membawa
petunjuk untuk membuat protein, dimana pekerjaannya banyak
dilakukan di tingkat sel. Perubahan gen tertentu dapat menyebabkan sel
tidak menjalankan control pertumbuhan yang normal dan berubah
menjadi kanker. Sebagai contoh, beberapa perubahan gen penyebab
kanker meningkatkan produksi protein yang membuat sel tumbuh. Yang
lain menghasilkan produksi cacat, dan karena itu tidak berfungsi, dari
protein secara normal seharusnya bertugas memperbaiki sel rusak. 24
Gejala paling dini dari mulainya perjalanan sel sehat menjadi
mutase, secara kasat mata dapat dilihat dari tanda dan gejala dari satu
proses imunologi, yaitu inflamasi. 24
Pada saat tanda dan gejala tersebut muncul sebagai sekumpulan
symptom fenotipi, maka pada level molekuler sebelumnya sudah
berlangsung satu tanda yaitu munculnya Dust microparticle, sebagai satu
respon dari mulai rusaknya membrane inti sel oleh karsinogene (ini
adalah pintu pertama dari prises hacking the code untuk masuk ke pusat
data di DNA). Secara material tubuh memberikan sinyal berupa Dust
microparticle tersebut. 24
Selanjutnya elemen dasar dari komunikasi yaitu Source, Massage,
Chanel,Receiver mulai menjalankan fungsinya, entah sebagai
Counfounder factor di level paling awal akan menjadi protector/inhibitor,
kemudian menjadi influencer, selanjutnya setelah mulai terjadi
miskomunikasi maka factor tersebut menjadi Supporter/Promoter. 24
54
Selain itu terdapat elemen-elemen lain dari fungsi tubuh yaitu
Neurotransmitter, hormone, Enzim, dan ilmu yang menjadi factor
confounder dalam proses perubahan sel sehat menjadi mutan tersebut. 24
55
1. Karsinoma sel skuamosa
a. Keratinizing
b. Non keratinizing
2. Varian karsinoma sel skuamosa
a. Acatholiytic squamous cell carcinoma
b. Adenosquamous carcinoma
c. Basaloid squamous carcinoma
d. Papilary squamous cell carcinoma
e. Spindle cell squamous cell carcinoma
f. Verrocous carcinoma
3. Giant cell carcinoma
a. Lymphoephithelial carcinoma (non-nasopharingeal)
b. Sinonasal undifferentiated carcinoma.
56
melanoma maligna,dan lymphoma maligna. Sebagian besar (±90%)
kanker rongga mulut berasal darimukosa yang berupa karsinoma
epidermoid atau karsinoma sel skuamosa dengan diferensiasi baik,
tetapi dapat pula berdiferensiasinya sedang, jelek, atau anaplastik. Bila
gambaran patologis menunjukkan suatu rabdomiosarkoma,
fibrosarcoma, malignat fibrohistiocytoma atau tumor ganas jaringan
lunak lainya.21
57
3.1.3.4. Kanker Hipofaring
Karsinoma nasofaring jarang terjadi, jumlahnya kira-kira 4,3-7
% darikanker kepala dan leher, dilaporkan insidensinya satu kasus per
seratus ribu orang pertahun. Didunia, jumlahnya bervariasi dengan rata-
rata tertinggi ada di Prancissekitar 9,4/100000 orang pertahun. Pada
laki-laki ditemukan 75-90% kasus, dankebanyakan terjadi pada umur 60
sampai 70. 21
58
suara(supraglotis, 25% hingga 40%) ataudibawah pita suara (subglotis,
kurang dari 5%).21
59
ditemukan pada kanker kelenjar liur adalah karsinoma
mukoepidermoid, karsinoma adenokistik, kanker sel asini,
adenokarsinoma, karsinoma sel clear,dankarsinoma sel skuamosa. 21
60
Penularan EBV dapat terjadi melalui melalui air liur dimana infeksi
primer terjadi melalui epitel orofaring kemudian diikuti dengan terjadinya
replikasi virus. Di negara berkembang hamper 99,9% anak-anak telah
terinfeksi oleh EBV namun infeksi masih dalam tahap infeksi primer dimana
belum Nampak ditemukannya gejala klinis. Namun EBV yang telah
memasuki tubuh manusia akan terus bertahan di tubuh orang tersebut seumur
hidup (persisten). Virus epstein barr sebelum menimbulkan gejala akan
mengalami aktivasi oleh beberapa hal seperti nitrosamine, benzopyrene,
bensoanthracene dan beberapa hydrocarbon. 22
Berdasarkan penelitian, infeksi EBV yang menetap pada epitel akan
menyebabkan epitel tersebut rentan terhadap paparan karsinogen. Kadar
konsentrasi EBV dalam plasma sebelum dan setelah pengobatan dapat
menjadi prediksi metastasis dan sebagai metode dalam menentukan
kombinasi terapi. 22
61
3.2.3 Faktor Lingkungan
Faktor lingkungan yang berperan pada karsinoma nasofaring ada
banyak hal seperti riwayat merokok, faktor makanan dan zat karsinogenik.
Merokok berisiko terhadap kejadian karsinoma nasofaring yaitu sekitar 30-
100% lebih tinggi dibandingkan orang yang bukan perokok ( Zeng et al.,
2010). Asap rokok mengandung 4000 senyawa kimia dan sekitar 50
merupakan zat karsinogenik. Zat karsinogenik yang teridentifikasi yaitu
polycyclic aromatic hydrocarbon (PAHs), nitrosamines, aromatic amine,
aza-arenes, aldehydes, various organic compounds, inorganic compounds.
Rokok mengandung tar yang merupakan bahan karsinogenik dan nikotin
bukan zat karsinogen melainkan zat adiktif yang menimbulkan rasa
ketergantungan kepada pemakainya. Enzyme Cythochrome P450 2EI
merupakan enzim aktivasi sehingga berefek pada perkembangan kanker
nasofaring. Menurut penelitian di Taiwan akan terjadi ada hubungan yang
kuat antara kejadian karsinoma nasofaring dengan lamanya merokok. 22
3.2.3.1 Faktor Merokok
Merokok dapat menyebabkan peningkatan serum anti-EBV.
Peningkatan serum anti-EBV biasanya dimiliki oleh perokok aktif
dengan riwayat merokok lebih dari 20 tahun. Berdasarkan penelitian di
Amerika 2/3 dari karsinoma nasofaring tipe 1 disebabkan karena asap
rokok (Rahman et al., 2015). Penelitian yang dilakukan di RSUP Sanglah
Denpasar pada 68 penderita KNF ditemukan bahwa 36 orang penderita
karsinoma nasofaring tidak memiliki kebiasaan merokok sedangkan 20
orang memiliki kebiasaan merokok sebanyak >30 bungkus/ tahun atau
>20 batang/hari atau biasa disebut dengan perokok berat dan sisanya
yaitu sebanyak 12 responden memiliki kebiasaaan merokok < 30
bungkus/ tahun atau <20 batang/hari Berdasarkan penelitian yang
dilakukan di Guangdong ditemukan bawa risiko menderita KNF lebih
tinggi pada responden yang memiliki kebiasaan merokok 20-40 bungkus
pertahun. 22
62
3.2.3.2 Faktor Diet
Makanan berpengaruh pada kejadian karsinoma nasofaring orang
mengonsumsi ikan asin sejak kecil akan berisiko tinggi untuk mengalami
karsinoma nasofaring. Proses pembuatan ikan asin menggunakan
bantuan sinar matahari akan menyebabkan gugus nitrit dan nitrat yang
terbentuk bereaksi sehingga membentuk nitrosamine. Nitrosamine ada 2
jenis yaitu eksogen dan endogen. Nitrosamine endogen berasal dari
sintesis dalam lambung sedangkan nitrosamine eksogen berasal dari
makanan atau bahan lain yang mengandung nitrosamine. 22
3.2.3.1 Faktor Asap dan Debu
Asap kayu bakar dan debu berisiko terhadap kejadian karsinoma
nasofaring. Orang yang memasak menggunakan kayu bakar selama lebih
dari 10 tahun maka akan meningkatkan risiko terjadinya karsinoma
nasofaring sebanyak enam kali lipat. Debu merupakan partikel yang
berukuran sedang sehingga mudah diserap oleh nasofaring yang dapat
mengakibatkan iritasi dan inflamasi pada epitel nofaring. 22
3.2.3.1 Faktor Alkohol
Alkohol juga berefek pada peningkatan risiko karsinoma
nasofaring. Alkohol memiliki beberapa komponen yang dapat
menyebabkan perkembangan kanker seperti etanol dan komponen lain
yaitu asetaldehid yang dapat bersifat toksik, karsinogenik dan mutagenik.
Mengkonsumsi alkohol dalam kadar yang tinggi dapat menyebabkan
induksi enzim sitokrom p450 sehingga membuat kerusakan pada sel.
Mengkonsumsi alkohol dapat menyebabkan defisiensi vitamin dan
mineral sehingga menyebabkan regulasi dan differensiasi sel. Seseorang
yang mengkonsumsi alkohol dalam kadar yang tinggi berisiko terhadap
karsinoma nasofaring dengan tipe karsinoma sel skuamosa
undifferentiated dan tipe karsinoma sel skuamosa tidak berkeratin. 22
63
3.2.4 Faktor Ras
Banyak ditemukan pada ras Mongoloid, terutama di daerah Cina
bagian selatan berdasarkan hasil pengamatan cara memasak tradisional
sering dilakukan dalam ruang tertutup dan dengan menggunakan kayu
bakar.3
64
3.2.7 Letak Geografis
Terdapat banyak di Asia Selatan, Afrika Utara, Eskimo karena
penduduknya sering mengonsumsi makanan yang diawetkan (daging dan
ikan) terutama pada musim dingin menyebabkan tingginya kejadian kanker
nasofaring.3
65
DAFTAR PUSTAKA
66
13. Kemenkes RI., 2015. Pedoman Nasional Pelayanan Kedokteran Kanker
Nasofaring. Komite penanggulangan kanker nasofaring. Diakses dari
http://kanker.kemkes.go.id/guidelines/PNPKKNF.pdf
14. Guyton C Hall. 2007. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. Jakarta: Penerbit Buku
Kedokteran EGC; H. 822-3
15. Stenvenson, M, et all., 2016. Nasopharyngeal Cancer Staging. Emedicine.
diakses dari http ://emedicine.medscape.com/article/2048007-overview
16. Ballenger JJ, Snow, JB. Ballenger’s Otorhinolaryngology Head and Neck
Surgery. 6th. BC Decker Inc. Spain. 2009.
17. Sherwood, L. (2012). Human Physiology: From Cells to Systems (8th Edition
ed.). Canada: BrocksCole
18. Paulsen F & Waschke J. Sobotta Atlas Anatomi Manusia, Jilid 1, Edisi 23,.
Jakarta. Penerbit Buku Kedokteran EGC. 2010.
19. De jong, Wim. Buku Ajar Ilmu Bedah. Jakarta. Penerbit Buku Kedokteran EGC.
2004
20. Perri F, Addeo R, et all, 2017. Locally Advanced Paranasal Sinus Carcinoma:
A study of 30 Patients. Oncology Letters. 13: 1338-1342.
21. Lund VJ, et all, 2016. Nose and Paranasal Sinus Tumours : United Kingdom
National Multidisciplinary Guidelines. The Journal Of Laryngology &
Otology. S111-S118.
22. Chani FY,. 2018. Hubungan Antara Faktor Resiko Dengan Kejadian
Karsinoma Nasofaring di RSUD Dr.H. Abdul Moeloek Provinsi Lampung
Periode Tahun 2015-2017. Fakultas Kedokteran Universitas Lampung.
Bandar Lampung.
23. Shary K K. 2017. Patogenesis, Patofosiologi, dan Manifestasi Klinis Kanker
Nasofaring. LTM Pemicu 3 Modul Penginderaan. Fakultas Kedokteran
Universitas Indonesia.Jakarta.
24. Tyassuma T,. 2018. Body Revolution. Good Food is The Foundation Genuine
Happines. Ahlina Publibations. Jakarta
67