Вы находитесь на странице: 1из 11

PENGARUH TIDUR TERHADAP KEMAMPUAN KONIGSI DAN

MEMORI MAHASISWA

Dosen Pembimbing :
Dr.drg. Didin Erma Indahyani, M.Kes

Disusun Oleh :
Nama
Faizah Sugiarto 171610101129

FAKULTAS KEDOKTERAN GIGI


UNIVERSITAS JEMBER
2018
PENDAHULUAN

Latar belakang
Perkuliahan merupakan wadah bagi orang dewasa dengan lingkungan
yang terstruktur di mana mereka dapat memperoleh pengetahuan, keterampilan,
dan kemandirian untuk memetakan jalan mereka sendiri, menjadi sukses dalam
bekerja, dan berkontribusi kepada masyarakat. Masalah potensial negatif dari
memaksimalkan kesuksesan di perguruan tinggi adalah tingginya prevalensi
kantuk di siang hari yang mengindikasikan kurangnya tidur dan jadwal tidur yang
tidak teratur di kalangan mahasiswa.
Kantuk di siang hari adalah masalah utama dengan ditunjukkan oleh
sebuah penelitian yang menujukkan bahwa 50% mahasiswa yang mengantuk di
siang hari. Salah satu penyebab timbulnya kantuk pada sebagaian mahasiswa ialah
karena kualitas dan kuantitas tidur mereka yang kurang. Kurang tidur
didefinisikan sebagai keadaan individu dengan tidur yang tidak memadai atau
cukup untuk mendukung kewaspadaannya ketika bangun. Kebutuhan tidur orang
muda dewasa tidak diketahui dengan jelas, tetapi dianggap 8 jam. Kebanyakan
mahasiswa tidur kurang dari waktu tersebeut dengan data yang didapat bahwa
70,6% dari siswa laporan mendapatkan kurang dari 8 jam tidur. 82% dari
mahasiswa percaya bahwa tidur yang tidak memadai dan kantuk berdampak
kinerja sekolah mereka yaitu dengan timbulnya dampak negatif pada prestasi
akademiknya.

Masalah
Berdasarkan latar belakang yang sudah diuraikan, dapat dirumuskan beberapa
masalah, yaitu,
1. Bagaimana hubungan tidur dengan kemampuan kognisi dan memori
2. Bagaimana dampak yang ditimbulkan jika kurang tidur bagi mahasiswa
terutama pada memori dan fokusnya.
Tujuan
1. Untuk mengetahui hubungan tidur dengan kemampuan kognisi dan
pemrosesan memori mahasiswa.
2. Untuk mengetahui dampak bagi memori dan fokus mahasiswa jika
mengantuk dan kurang tidur.
TINJAUAN PUSTAKA

Saat tidur, otak memperbaiki dirinya sendiri dan merangsang


pembentukan sistem kekebalan. Tidur merupakan sebuah reflek yang rumit, yang
mensyaratkan relaksasi dan sejumlah kondisi lain fasilitasi unuk proses ini dikenal
sebagai tidur higinis (hygien) (Rafknowledge, 2004: 23- 24). Menurut Lanywati,
(2001), kebutuhan tidur yang cukup, ditentukan selain oleh jumlah faktor jam
tidur (kuantitas tidur), juga oleh kedalaman tidur (kualitas tidur). Kualitas tidur
adalah kepuasan seseorang terhadap tidur, sehingga seseorang tersebut tidak
merasa lelah, mudah terangsang dan gelisah, lesu dan apatis, kehitaman di sekitar
mata, kelopak mata bengkak, konjungtiva merah, mata perih, perhatian terpecah-
pecah, sakit kepala dan sering menguap atau mengantuk Hidayat (2006). Kualitas
tidur meliputi aspek kuantitatif dan kualitatif tidur, seperti lamanya tidur, waktu
yang diperlukan untuk bisa tertidur, frekuensi terbangun dan aspek subjektif
seperti kedalaman dan kepulasan tidur.
Keadaan tidur menimbulkan dua macam efek fisiologis utama: pertama,
efek pada sistem sarafnya sendiri, dan kedua, efek pada sistem fungsional tubuh
lainnya (Guyton, 2014)). Efek pada sistem saraf pusat jauh lebih penting karena
kekurangan tidur dapat memengaruhi fungsi sistem saraf pusat. Keadaan terjaga
yang berkepanjangan sering dihubungkan dengan gangguan proses berpikir yang
progresif, dan kadang-kadang bahkan dapat menyebabkan aktivitas perilaku yang
abnormal. Oleh karena itu, tidur dapat memulihkan tingkat aktivitas di berbagai
bagian sistem saraf pusat. Hal ini tampak seperti keadaan "kembali ke titik nol"
pada sebuah komputer yang aktivitas listriknya analog dengan otak, yang dipakai
terus-menerus sehingga secara bertahap akan kehilangan "garis dasar" kerjanya;
Guyton (2014) membuat postulat tentang tidur itu untuk melayani banyak
fungsi termasuk (1) maturasi persarafan, (2) fasilitasi proses belajar atau memori,
(3) kognisi, dan (4) lalu-lintas dani energi metabolisme. Nilai utama tidur adalah
untuk memulihkan keseimbangan alami di antara pusat-pusat neuron.
PEMBAHASAN

Kantuk dan jadwal tidur yang tidak teratur memiliki banyak konsekuensi
yang tidak diinginkan, salah satunya terhadap pembelajaran, memori, dan kinerja.
Hubungan yang tepat antara tidur dan pembentukan ingatan belum sepenuhnya
dipahami. Curcio G (2006) mengemukanan teori proses ganda menyatakan bahwa
jenis memori tertentu bergantung pada kondisi tidur tertentu, seperti memori
prosedural pada REM tidur dan memori deklaratif pada tidur gelombang lambat.
Teori pemrosesan ganda menunjukkan bahwa ingatan memerlukan urutan tahapan
tidur yang teratur, yaitu, pembentukan ingatan yang didorong oleh tidur
gelombang lambat dan dikonsolidasikan oleh tidur REM. Ditemukan bahwa
hippocampus secara khusus mengkodekan untuk jenis memori jangka panjang
yang disebut memori deklaratif. (Ciccarelli & white, 2013). Tidur REM biasanya
terjadi setiap 90-120 menit, kira-kira 4–5 kali dalam satu malam dengan setiap
periode tidur REM semakin begerak ke dalam (Walker MP, et al. 2002). Oleh
karena itu, mahasiswa tidurnya kurang mungkin tidak mencapai periode tidur
REM tahap 3-4 sehingga mempengaruhi memori prosedural. Selain itu,
pembelajaran diskriminasi visual prosedural tidak hanya tergantung pada tidur
REM tetapi juga membutuhkan sejumlah tertentu SWS sebelumnya.
Dalam suatu kasus H.M, penderita kejang epilepsi berat, divonis oleh
dokter bahwa hippocampusnya mengalami gangguan sehingga menyebabkan
penyakit tersebut. Kemudian, dokter mengangkat hippocampus-nya. Tanpa
diduga, H.M. tidak bisa belajar informasi baru juga tidak bisa mengambil ingatan
lamanya. tidak mampu membentuk kenangan deklaratifnya, yaitu ingatan akan
fakta. Namun, ia mampu membentuk ingatan proseduralnya, ingatan bawah sadar
tentang keterampilan dan bagaimana melakukan hal-hal. Sehingga, jelas bahwa
penghapusan hippocampal mempengaruhi jenis memori yang bertanggung jawab
untuk secara sadar belajar dan mengingat informasi (Ciccarelli & white, 2013
p.171). Selain itu, kurang tidur mendeteksi protein dan mekanisme seluler yang
memainkan peran penting dalam hippocampus, yang membentuk, menyimpan,
dan mengambil ingatan.
Perhatian dan memori adalah dua domain kinerja kognitif yang paling
banyak dipelajari dalam kebanyakan penelitian tentang kurang tidur. Ditemukan
bahwa perhatian dan memori berkurang karena kurang tidur. Ada empat
subsistem memori, fonogical loop, sketsa visuospatial, penyangga episodik dan
eksekutif pusat (Alhola, & Polo-Kantola, 2007). Fungsi dari loop fonologis adalah
untuk sementara menyimpan memori verbal atau akustik yang juga dikenal
sebagai memori echoic. Kedua, sketsa visuospatial menyimpan informasi visual
atau kenangan ikonik. Memori ikonik adalah bagian dari memori visual dan
berlangsung singkat. Ketiga, penyangga episodik mengintegrasikan informasi dari
berbagai bagian otak. Bagian terakhir dari memori kerja, eksekutif pusat,
mengontrol tiga komponen ini dari memori kerja (Alhola & Polo-Kantola, 2007).
Selain itu, memori kerja eksekutif pusat memainkan peran utama dalam fungsi
perhatian tertentu seperti mempertahankan perhatian Selanjutnya, perhatian dan
memori kerja terkait dengan otak frontal yang sensitif terhadap kurang tidur dan
akibatnya baik perhatian dan memori kerja menjadi terpengaruh selama terjaga
berkepanjangan. Menurut Alhola dan Polo-kantola (2007), kurang tidur
"meningkatkan pemikiran kaku dan kesulitan dalam memanfaatkan informasi
baru dalam tugas-tugas kompleks yang membutuhkan pembuatan keputusan
inovatif". Akibatnya, mahasiswa mengalami penurunan kreativitas, produktivitas
serta pemikiran dan keterampilan pemecahan masalah karena kurang tidur
Studi yang pernah dikaji menunjukkan bahwa jumlah tidur yang tidak
mencukupi memiliki berbagai macam gangguan kognitif. Menurut penelitian
terbaru yang dilakukan di Amerika Serikat, hanya 8% dari mahasiswa yang
melaporkan bahwa mereka menerima jumlah tidur optimal, mayoritas 69%
melaporkan kurang tidur (Willingham, 2013). Siswa yang kurang tidur dilaporkan
menjadi cemas dan depresi. Penelitian ini menyimpulkan bahwa kurang tidur
merupakan masalah bagi siswa. Namun, masyarakat tidak mengetahui efek
kurang tidur dan menjadi pennyebab utama gangguan kognitif dan memori.
Selain itu, percobaan mengidentifikasi bahwa tidur dan kinerja akademik
memiliki hubungan yang kuat, dan kurangnya tidur dikaitkan dengan kinerja yang
buruk di sekolah (Willingham, 2013). Otak dan strukturnya yang penting menjadi
rusak dan akibatnya, kemampuan belajar siswa menurun drastis.
Satu studi meneliti peran antara tidur dan nilai rata-rata (IPK). Peneliti
memberikan survei kepada mahasiswa sarjana di kampus University of
Minnesota. Aspek-aspek yang diukur termasuk jumlah malam yang dihabiskan
dengan kurang dari lima jam tidur selama minggu terakhir serta selama seminggu
rata-rata. Selain itu juga, peneliti memilih peserta dari berbagai bidang, usia, jenis
kelamin serta berbagai ras untuk mendapatkan hasil yang kuat dan mengurangi
kesalahan. Kemudian, peneliti menemukan bahwa siswa yang menerima jam kerja
yang cukup cenderung memperoleh IPK yang lebih baik daripada siswa yang
tidur kurang dari lima jam per malam (Lowery, Dean & Manders, 2010). Ini
menggambarkan bahwa kurang tidur berdampak negatif terhadap prestasi
akademik siswa. Lack LC (1986) mengemukakan 3 Konsekuensi DSPD (delayed
sleep-phase disorder) mungkin termasuk melewatkan kelas pagi, peningkatan
kantuk, dan penurunan konsentrasi, terutama di kelas pagi.
Teori tidur yang berkaitan dengan ingatan akhir-akhir ini ialah bahwa tidur
merupakan waktu untuk memutar batik semua kejadian dalam satu hari, tidak
hanya untuk mengoordinasikan ingatan, tetapi mungkin membuat pengalaman
terkini menjadi lebih berarti dengan menangkap informasi yang terlewatkan pada
pertemuan pertama, dan "menghubungkan titik titik" di antara kepingan-kepingan
informasi baru. Hipotesis terkini yang banyak diperdebatkan bagi peranan tidur
dalam belajar dan ingatan adalah hipotesis homeostasis sinaptik (Sherwood,
2014). Menurut hipotesis ini, tidur menyediakan waktu offline yang diperlukan
bagi penurunan skala sinaptik untuk mengimbangi peningkatan aktivitas sinap
yang menyertai segala jenis stimulasi selama periode terbangun (yaitu,
mempertahankan homeostasis sinaptik). Selama terbangun, PJP menguatkan
koneksi antara neuron-neuron di berbagai sirkuit di seluruh korteks sebagai
respons terhadap pengalaman sehari-hari. Bukti yang dikumpulkan untuk
mendukung hipotesis ini mengemukakan bahwa semakin besar luas potensiasi
sinaps selama terjaga, semakin banyak pula aktivitas tidur gelombang lambat
yang mengambil alih dalam pola tidur. Tidur gelombang lambat ini menekan
kekuatan sinaptik di sepanjang permukaan korteks. Sebagai basil dari penurunan
skala sinaps, semakin banyak hubungan sinaps yang terpotensiasi secara lemah
tereliminasi, menjaga korteks agar tidak terpenuhi oleh hubungan lemah yang
tidak berguna. Hanya ikatan memori potensiasi baru yang terkuat yang
dipertahankan (dalam konteks "survival of the fittest"). Penurunan ini
mengembalikan aktivitas sinaps total ke tingkat dasar yang dapat dipertahankan
yang mempertahankan sumber-sumber yang diperlukan untuk ronde penguatan
sinaps dan pembelajaran hari berikutnya.
KESIMPULAN

Masa kuliah adalah masa transisi kritis dari masa remaja ke dewasa. Bagi
banyak orang, transisi ini dikaitkan dengan tidur yang kurang dan kantuk di siang
hari. Kurang tidur merusak struktur yang paling penting dari otak yang penting
dalam belajar. Ketika kurang tidur, siswa mengalami penurunan dalam
pembelajaran kognitif dan akibatnya, berkinerja buruk pada akademisi mereka.
Kurang tidur merusak salah satu struktur otak paling penting yang dikenal sebagai
hippocampus. Peran hippocampus adalah untuk membentuk ingatan serta
mengambil ingatan lama. Selain itu, kurang tidur adalah penyebab utama
kehilangan memori di sebagian besar mahasiswa yang menderita kehilangan
ingatan. Banyak peneliti lain menguji retensi memori mahasiswa setelah kurang
tidur dan menunjukkan ada sejumlah besar pengurangan retensi memori dan
kurang tidur memiliki korelasi negatif dengan kinerja kognitif. Universitas dan
perguruan tinggi perlu memahami, mengakui, dan mempublikasikan bahwa
kebijakan dan jadwal kuliah dapat berdampak besar pada tidur, pembelajaran, dan
kesehatan siswa mereka
REFERENSI

Alhola, P., & Polo-Kantola, P. (2007). Sleep deprivation: Impact on cognitive


performance. Neuropsychiatric Disease And Treatment, 3(5), 553-567.
Curcio G, Ferrara M, De Gennaro L. Sleep loss, learning capacity and academic
performance. Sleep Med Rev. 2006;10(5):323–337.
DOI:10.1016/j.smrv.2005.11.001
Guyton, A. C., Hall, J. E., 2014. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. Edisi 12.
Jakarta : EGC, 1022
Lack LC. Delayed sleep and sleep loss in university students. J Am Coll Health.
1986;35(3):105–110. DOI:10.1080/07448481.1986.9938970
Lowry, M., Dean, K & Manders, K, (2010). The link between Sleep quantity and
academic
Rafknowledge. (2004). Insomnia dan Gangguan Tidur Lainnya. Jakarta : PT Elex
Media Komputindo
Shelley, D Hershner & Ronald, D Chervin, (2014), Causes and consequences of
sleepiness among college students. Dovepress: Nature and science of
sleep. 6: 73–84. doi: 10.2147/NSS.S62907
Sherwood, LZ., 2014. Fisiologi Manusia dari Sel ke Sistem. Edisi 8. Jakarta:
EGC, 595-677.
Walker MP, Brakefield T, Morgan A, Hobson JA, Stickgold R. Practice with
sleep makes perfect: sleep-dependent motor skill learning. Neuron.
2002;35(1):205–211
Willingham, D. T. (2013). Are sleepy students learning? American Educator, (4),
35-39.
Yusuf Patrick, Alice Lee, Oishik Raha,1 Kavya Pillai,1 Shubham Gupta,1 Sonika
Sethi, …, James Moss. (2017); Effects of sleep deprivation on cognitive
and physical performance in university students. Journal of Sleep and
biological rythms 15(3): 217–225. doi: 10.1007/s41105-017-0099-5
Strine, T. W., & Chapman, D. P. (2005). Associations of frequent sleep
insufficiency with health-related quality of life and health behaviors.
Sleep Medicine, 6(1), 23-27. doi:10.1016/j.sleep.2004.06.003

Вам также может понравиться