Вы находитесь на странице: 1из 11

http://journal.unair.ac.id/filerPDF/jbe62d3f7f5f8full.

pdf

EVALUASI PELAKSANAAN MTBS PNEUMONIA


DI PUSKESMAS DI KABUPATEN LUMAJANG TAHUN 2013
The Evaluation of Integrated Management of Childhood Ilness (IMCI) Pneumonia
in Public Health Center at District Lumajang

Diah Puspitarini1, Lucia Yovita Hendrati2


1FKM UA, diahpuspitarinilmj@yahoo.com
2Departemen Epidemiologi FKM UA, hendratilucia@yahoo.com

Alamat Korespondensi: Departemen Epidemiologi Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Airlangga


Surabaya, Jawa Timur, Indonesia

ABSTRAK
Penyakit Infeksi Saluran Pernapasan Akut (ISPA) khususnya pneumonia masih merupakan penyakit utama penyebab
kesakitan bayi dan balita. Pneumonia menyebabkan 4 juta kematian anak balita di dunia, dan ini merupakan 30% dari
seluruh kematian yang ada. Di negara berkembang pneumonia merupakan penyebab kematian utama. Untuk menurunkan
angka kematian bayi WHO membuat strategi Intregated Management of Childhood Illness (IMCI) yang di Indonesia lebih
dikenal dengan Manajemen Terpadu Balita Sakit (MTBS). Strategi menurunkan kematian melalui 3 komponen utama:
meningkatkan keterampilan petugas kesehatan, meningkatkan dukungan sistem kesehatan, dan meningkatkan kemampuan
dalam keluarga dan masyarakat. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui bagaimana pelaksanaan MTBS di Puskesmas
dan faktor dukungan manajemen Dinas Kesehatan terhadap pelaksanaan MTBS. Penelitian ini bersifat deskriptif dengan
pengamatan langsung untuk mengetahui alur pelayan dan keterpaduan pelayanan. Kepatuhan petugas dinilai dengan
membandingkan tindakan yang dilakukan petugas dengan cek list berdasarkan buku bagan MTBS. Wawancara serta
mencari dokumen pendukung untuk melihat dukungan manajemen dari Dinas Kesehatan Kabupaten Lumajang terhadap
pelaksanaan MTBS. Hasil penelitian menunjukkan bahwa alur pelayanan di salah satu Puskesmas belum sesuai dengan
pola MTBS serta belum terintegrasinya pelayanan yang diberikan pada balita sakit. Sedangkan kepatuhan terhadap standar
di salah satu Puskesmas tercatat baik yaitu 85% sedangkan Puskesmas yang lain tercatat kurang yaitu < 60%. Pelaksanaan
MTBS kurang mendapat dukungan dari Dinas Kesehatan baik kecukupan sarana dan prasarannya maupun kegiatan
supervisi yang masih harus ditingkatkan

Kata kunci: MTBS, pneumonia, evaluasi, pendekatan sistem, puskesmas

ABSTRACT
Acute Respiratory Infection (ARI), especially pneumonia remains a major cause of morbidity diseases of infants and
toddlers. Pneumonia causes 4 million deaths of children under five in the world, and this is 30% of all deaths there. In
developing countries pneumonia is the leading cause of death. To reduce infant mortality WHO makes intregated strategy
Management of Childhood Illness (IMCI) in Indonesia is better known as the Integrated Management of Childhood Illness
(IMCI). Strategy reduced mortality by three main components: improving skills of health workers, improving health systems
support, and enhance the ability of the family and society. This study aims to determine how the implementation of IMCI
in health centers and health office management support factors on the implementation of IMCI. This is a descriptive study
with direct observation to determine the flow and integration services. Compliance officer assessed by comparing the
actions taken by the officers checklist based IMCI chart books. Interviews and supporting documents in order tolking the
support from the Department of Health Management Lumajang to IMCI implementation. The results showed that the flow
of services in one health center in accordance with the pattern has not yet integrated IMCI and services delivered on a sick
toddler. While compliance with the standards listed in one of the health centers both at 85%, while others recorded less
health center that is < 60%. IMCI implementation of a lack of support from the Department of Health both the adequacy
of facilities and infrastructure and supervision activities that still have to be improved.

Keywords: IMCI, pneumonia, evaluation, system approach, public health center.

291
292 Jurnal Berkala Epidemiologi, Vol. 1, No. 2 September 2013: 291–301

PENDAHULUAN atau Manajemen Terpadu Balita Sakit (MTBS)


Penyakit Infeksi Saluran Pernapasan Akut yang sekaligus merupakan model tata laksana kasus
(ISPA) khususnya pneumonia masih merupakan untuk berbagai penyakit anak, yaitu ISPA, Diare,
penyakit utama penyebab kesakitan bayi dan balita. Malaria, Campak, Gizi Kurang dan Cacingan di
Menurut Depkes tahun 2005, pneumonia merupakan Unit Pelayanan Dasar. Selain itu dikembangkan pula
penyakit paling serius dan paling membahayakan Audit Kasus serta Autopsi Verbal untuk mengetahui
jiwa anak-anak dibandingkan dengan infeksi kualitas dan dampak pemberian tata laksana pada
saluran pernapasan akut lainnya terutama pada penderita Pneumonia (Depkes RI, 2005).
bayi dan anak berusia di bawah lima tahun. Data Manajemen Terpadu Balita Sakit adalah
WHO (World Health Organization) tahun 2005 manajemen untuk menangani Balita sakit yang
menyatakan bahwa proporsi kematian balita dan bersifat terpadu yang datang ke fasilitas pelayanan
bayi karena Pneumonia di dunia adalah sebesar kesehatan. Terpadu dalam hal ini adalah berarti
19% dan 26%. Pneumonia bahkan disebut sebagai mencari dan mengobati dengan dipandu buku bagan
wabah besar yang terlupakan atau The Forgotten MTBS untuk beberapa penyakit yang menyebabkan
Pandemic, karena begitu banyak korban yang kematian bayi dan Balita seperti pneumonia, diare,
meninggal karena ISPA dan pneumonia tetapi sangat malaria, campak, gizi buruk dan masalah lainnya
sedikit perhatian yang diberikan pada masalah ke dalam suatu episode pemeriksaan. Prosedur
ISPA, karena itulah dunia internasional menganggap manajemen kasus disajikan dalam suatu bagan yang
pneumonia sebagai masalah kesehatan masyarakat memperlihatkan urutan langkah dan penjelasan
dan masalah pembangunan yang sangat serius dan cara pelaksanaannya. Bagan tersebut menjelaskan
perlu ditanggulangi bersama (Depkes RI, 2005) tentang menilai dan membuat klasifikasi anak sakit
Berdasarkan hasil Survey Kesehatan Nasional umur 2 bulan–5 tahun, menentukan tindakan dan
(SUR K ESNAS 2001) menunjuk kan bahwa memberi pengobatan, memberi konseling bagi ibu,
proporsi kematian bayi akibat ISPA masih 28%, manajemen terpadu balita muda umur kurang dari
artinya bahwa dari 100 balita yang meninggal 28 2 bulan dan memberi pelayanan tindak lanjut.
diantaranya disebabkan oleh penyakit ISPA, dan (Depkes RI, 2010).
terutama pada balita di mana 80% kasus kematian Berdasarkan data gender pada tahun 2011
ISPA adalah akibat pneumonia. Selain itu hasil Kabupaten Lumajang terdapat 149 kematian
ekstrapolasi data SKRT tahun 2001 menunjukkan bayi, di antara 16.352 kelahiran hidup terdapat
bahwa angka kematian balita akibat penyakit sistem 82 bayi laki-laki dan 67 bayi perempuan yang
pernapasan adalah 4,9/1000 balita, yang berarti ada dilaporkan meninggal. AKB (Angka Kematian
sekitar 5 dari 1000 balita yang meninggal setiap Bayi) merupakan indikator yang biasa digunakan
tahun akibat pneumonia. Rata-rata 140.000 balita untuk menentukan derajat kesehatan masyarakat.
yang meninggal setiap tahunnya akibat pneumonia, Oleh karena itu banyak program kesehatan yang
artinya setiap 5 menit ada 1 anak balita Indonesia disinergikan dalam rangka menurunkan angka
meninggal akibat pneumonia (Depkes RI, 2005). kematian bayi. Semakin kecil angka kematian bayi
Pneumonia masih menjadi salah satu masalah menggambarkan kualitas pelayanan kesehatan
untuk anak di Indonesia. Pneumonia adalah yang semakin baik. Berdasarkan hasil laporan rutin
penyakit yang disebabkan oleh kuman, baik virus, Puskesmas capaian AKB di Kabupaten Lumajang
bakteri, jamur, kurang gizi, daya tahan tubuh yang pada tahun 2011 sebesar 9,1 per 1000 kelahiran
rendah, tidak minum ASI, lingkungan yang dapat hidup. Capaian AKB di Kabupaten Lumajang ini
memudahkan terjadinya penyakit akut ini. Anak masih berada di bawah target Renstra Kabupaten
yang tertular bisa mengidap penyakit radang paru Lumajang tahun 2011 yaitu sebesar 9,7 per 1.000
bervariasi dari derajat ringan sampai berat, selain kelahiran ( Dinkes Lumajang, 2011).
itu manajemen layanan kesehatan yang kurang Keberhasilan praktik MTBS diharapkan
memadai juga turut mendukung tingginya angka mampu menemukan kasus-kasus penyakit yang
kematian pneumonia. mengancam jiwa anak, tidak hanya pneumonia tetapi
Tahun 1997 dalam upaya meningkatkan juga penyakit lainnya. Penemuan dan penanganan
cakupan penemuan dan kualitas tata laksana kasus penyakit yang lebih awal pada anak tentunya
penderita Pneumonia, mulai dikenalkan pendekatan akan lebih efektif dalam upaya mengurangi angka
Integrated Management Childhood Illnes (IMCI) kematian bayi dan anak.
Diah dkk., Evaluasi Pelaksanaan MTBS… 293

Penelitian ini perlu dilakukan untuk melihat dengan teori-teori yang diperoleh melalui tinjauan
bagaimana perkembangan praktik MTBS di pustaka dan disajikan dalam bentuk narasi, tabel
Puskesmas dan juga melihat dukungan manajemen dan gambar.
dari Dinas Kesehatan Kabupaten Lumajang. Praktik
MTBS meliputi alur pelayanan, keterpaduan
HASIL
integrasi pelayanan serta kepatuhan petugas
terhadap bagan alur MTBS. Penelitian ini penting Dalam rangka melaksanakan pembangunan
karena dengan mengetahui permasalahan yang ada bidang pemerintahan sektor kesehatan telah dibuat
dalam praktik MTBS dan dukungan manajemen Peraturan Daerah Kabupaten Lumajang No. 34
Dinas Kesehatan Kabupaten Lumajang, maka akan Tahun 2007 tentang Susunan Organisasi dan Tata
dapat diambil langkah untuk perbaikan pelaksanaan Kerja Dinas Kesehatan Kabupaten Lumajang.
progam MTBS di Puskesmas. Dalam pasal 2 (dua) disebutkan bahwa Dinas
Mencermati masalah tersebut maka perumusan Kesehatan adalah unsur pelaksana otonomi
masalah penelitian adalah bagaimana pelaksanaan daerah yang dipimpin oleh seorang Kepala Dinas
MTBS di Puskesmas di wilayah kerja Dinas yang berkedudukan di bawah dan bertanggung
Kesehatan Kabupaten Lumajang serta bagaimana jawab kepada Bupati melalui Sekretaris Daerah.
faktor dukungan manajemen Dinas Kesehatan Selanjutnya pada pasal 3 (tiga) dijelaskan bahwa
terhadap pelaksanaan MTBS di Puskesmas di Dinas Kesehatan mempunyai tugas melaksanakan
Puskesmas di wilayah kerja Dinas Kesehatan urusan di bidang kesehatan berdasarkan asas
Kabupaten Lumajang. otonomi dan tugas pembantuan. Dinas Kesehatan
mempunyai wilayah kerja 21 kecamatan dengan
25 Puskesmas.
METODE
Tahapan dalam penelitian ini adalah dimulai
Penelitian ini adalah penelitian deskriptif dari melakukan observasi input, proses dan
dengan rancangan studi kasus bertujuan untuk output dalam pelaksanaan MTBS pneumonia di
mengetahui bagaimana pelaksana MTBS dilakukan Puskesmas Candipuro dan Padang serta supervisi
di puskesmas dan dukungan manajemen dari yang dilakukan oleh Dinas Kesehatan Kabupaten
Dinas Kesehatan Kabupaten Lumajang. Adapun Lumajang.
pelaksanaan dari penelitian ini adalah dengan
menempuh langkah-langkah pengumpulan data, Input Praktik Manajemen terpadu Balita Sakit
klasifikasi, pengolahan/analisis data, membuat di Puskesmas
kesimpulan dan laporan (Notoatmodjo, 2005). Sarana dan Prasarana
Objek penelitian adalah pelaksanaan kegiatan Hal tersebut didukung pula dengan pernyataan
MTBS di Puskesmas Dinas Kesehatan Kabupaten pemegang program MTBS dari Dinas Kesehatan
Lumajang. Informan dalam penelitian ini terdiri Lumajang, “Sarana dan prasarananya belum..
dari Pengelola program KIA dan pelaksana MTBS belum terpenuhi 100%.. dari sisi format saja kita
di 2 Puskesmas di wilayah kerja Dinas Kesehatan nggak memenuhi 100% jadi kita masih minta
Kabupaten Lumajang. Lokasi penelitian adalah puskesmas untuk mengadakan sendiri kan format-
Puskesmas Padang dan Puskesmas Candipuro. format pengadaan.. kita belum bisa memenuhi..
P u skesmas d ipili h berd asa rka n ca k upa n juga sarana-sarana yang lain.. termasuk juga fungsi
pendiagnosisan pneumonia selama tahun 2012 rujukan dan lain-lain belum berfungsi optimal
paling rendah dan paling tinggi. Waktu penelitian sehingga apa yang… proses MTBS ini kan jalan
dilakukan pada bulan Maret–Agustus 2013. mulai dari sisi awal sampai penyelesaiannya to
Pengumpulan data dalam penelitian ini sampai follow up kan… ya karena itu…”
menggunakan cara observasi langsung, pengisian Berdasarkan hasil observasi dan pengumpulan
checklist, melihat data dokumentasi dan rekaman data yang dilakukan peneliti pada objek penelitian
arsip, wawancara mendalam serta pengamatan yaitu Puskesmas Padang dan Puskesmas Candipuro
perangkat fisik. Analisa data mula-mula dilakukan didapatkan hasil sebagaimana tabel 1.
pada kelompok subjek masing-masing Puskesmas, Beberapa contoh yang bisa dilihat adalah
kemudian dilakukan perbandingan antar Puskesmas. pengadaan form MTBS Pneumonia di Puskesmas
Selanjutnya dianalisis dengan mengintegrasikan Padang. Puskesmas melakukan pengadaan form
informasi yang telah disusun secara sistematis MBTS Pneumonia dengan dana dari intern
294 Jurnal Berkala Epidemiologi, Vol. 1, No. 2 September 2013: 291–301

Puskesmas. Seperti yang terkutip berikut ini: tetapi belum semua petugas mendapatkan pelatihan.
“Jadi kita pengadaan sendiri buku ya foto kopi trus Mengenai ketenagaan yang terlatih juga diakui
kemudian untuk yang 2013 ini saya ngajukan untuk pihak Dinas Kesehatan tidak semua tenaga atau
itu mencetak itu dengan semua petugas dari desa- petugas kesehatan terlatih MTBS, berikut petikan
desa pun saya mintakkan saya ajukan.. makanya wawancaranya: “Kalau dari sisi sumber daya
bentuknnya bendelan gitu… pengadaan sendiri ya manusianya itu tidak semua tenaga kesehatan itu
kertasnya kertas buram ga po po owes yang penting terlatih kan atau paling nggak terpapar lah kala
bisa dipake… golek sing murah soale danae yoo.. karya MTBS… tidak semua yang ada di Puskesmas,
juga mepet” Polindes atau Pustu tidak semua mereka itu terlatih
Tabel 1 dapat dilihat kelengkapan barang atau paling nggak kala karya.. belum semua…“
cetakan dan obat masih belum lengkap. Kekurangan Berikut adalah Distribusi hasil cakupan
tersebut masih bisa dilengkapi oleh puskesmas pneumonia dan sarana prasarana menur ut
sendiri melalui swadaya puskesmas dengan dana Puskesmas di Kabupaten Lumajang tahun 2013
operasional puskesmas. Pengadaan barang dan Tabel di atas menunjukkan perbandingan tenaga
cetakan ini memang diperlukan untuk menjaga yang dilatih dan kelengkapan sarana dan prasaran
keberlangsungan program dan terlaksananya tidak sesuai dengan standar yang ditetapkan.
program MTBS pneumonia di puskesmas. Pengaruh hal tersebut cukup signifikan terhadap
hasil cakupan balita dengan pneumonia di kedua
Tenaga yang dilatih puskesmas.
Dari hasil wawancara didapatkan data petugas
Anggaran
pengelola MTBS di kedua Puskesmas, telah
mendapat pelatihan MTBS (Manajemen Terpadu Anggaran khusus untuk MTBS diakui di kedua
Balita Sakit) dan MTBM (Manajemen Terpadu Puskesmas memang tidak tersedia, tetapi jika ada
Balita Muda) yang diadakan di Dinas Kesehatan, kekurangan dalam operasional MTBS biasanya

Tabel 1. Kelengkapan Fasilitas Penunjang MTBS

Jenis fasilitas penunjang Puskesmas Padang Puskesmas Candipuro


Tempat pemeriksaan dan alat Tidak tersedia ruangan khusus. Tidak tersedia ruangan khusus.
Bergabung dengan poli KIA Bergabung dengan poli KIA.
Alat lengkap Manset anak tidak tersedia
Persediaan obat Hampir semua obat tersedia kecuali Hampir semua obat ada
suntikan Amoxcisilin, Gentamisin,
dan Penisilin prokain
Barang cetakan Tersedia form MBTS Pneumonia, Tersedia form MBTS Pneumonia,
buku bagan, Kartu nasehat Ibu buku bagan, bagan dinding
Bagan dinding kosong Kartu Nasehat Ibu kosong

Tabel 2. Distribusi hasil cakupan pneumonia dan sarana prasarana menurut Puskesmas di Kabupaten Lumajang
tahun 2013

Kriteria Puskesmas Padang Puskesmas Candipuro Standar


Tenaga yang dilatih 1 orang 1 orang 3 orang (Dokter, Bidan,
Perawat)
Sarana prasarana Barang cetakan lengkap Barang cetakan kurang Barang cetakan baik form
lengkap yaitu KNI kosong MTBS Pneumonia
maupun KNI tersedia
Obat oral maupun suntikan
Obat suntikan kurang Obat suntikan lengkap tersedia lengkap
Hasil cakupan 0 239 10% dari jumlah Balita
Diah dkk., Evaluasi Pelaksanaan MTBS… 295

di kedua Puskesmas pengadaan dari sumber Hal tersebut terlihat dari tabel 3 berikut tentang
dana internal puskesmas yaitu Dana Operasional perbandingan penanganan balita sakit menggunakan
Puskesmas (DOP). Seperti pernyataan pengelola metode MTBS pneumonia dan tidak menggunakan
program MTBS Dinas Kesehatan: “Sebetulnya kami metode MTBS pneumonia di Puskesmas Padang
sudah berusaha untuk membantu ya.. ee sebetulnya dan Puskesmas Candipuro.
ini juga kewajibannya dinas kan…. dinas kesehatan
untuk menyediakan sarana dan prasarana tapi Tabel 3. Perbandingan Penanganan Balita Sakit di
karena yang pertama keterbatasan anggaran Puskesmas Padang dan Candipuro
sehingga kita harus memilih bener-bener alokasi
Puskesmas Puskesmas
anggaran itu untuk program-program yang lebih Perbedaan
Padang Candipuro
prioritas.. kan begitu ee sementara mereka juga bisa
Pelaksana Bidan pengelola Bidan pengelola
kan menganggarkan sendiri dari dana operasional KIA KIA
seperti DOP atau mungkin dana-dana yang lain .. Proses 1. Menggunakan 1. Menggunakan
saya kurang tahu ya.. ada sumber dana lain yang form MTBS kartu status
legal lah tentunya…“ 2. Selalu 2. Tidak selalu
memeriksa menimbang dan
Metode berat dan suhu mengukur suhu
badan badan
Metode dalam MTBS bertujuan sebagai
3. Bila batuk 3. Pemeriksaan
pedoman atau acuan petugas dalam melaksanakan selalu bergantung pada
praktik MTBS. Hasil pengamatan pada kedua menghitung pemeriksa
Puskesmas yang diteliti, semuanya mempunyai nafas dan 4. Tidak selalu
petunjuk teknis (juknis) pelaksanaan MTBS, yaitu melihat tarikan memeriksa
pada modul 7 pelatihan MTBS. Pelaksanaan MTBS dinding dada stastus gizi dan
selama ada pegangan maka langkah-langkah dalam 4. Selalu imunisasi
MTBS tidak akan terlewatkan, seperti pernyataan memeriksa
petugas MTBS Puskesmas Padang berikut ini: status gizi dan
“Ya kalau kita memegang blanko itu saya kira ya imunisasi
Hasil Berupa klasifikasi Diagnosa dan
nggak terlewatkan ya satu persatu mulai dari atas
sakit balita yang terapi tergantung
kita laksanakan di balik kita laksanakan saya kira
diubah menjadi pemeriksa
ya nggak terlewatkan… karna kita melaksanakan diagnosa dan
kan berdasarkan dari blangko itu kan jadi apa yang diberi tindakan
perlu kita periksa yang kita tanyakan ke pasien itu sesuai klasifikasi
kan urut dari atas …..” serta konseling
Proses Manajemen Terpadu Balita Sakit di Waktu yang 10–15 menit Kurang lebih 5
Puskesmas diperlukan menit

Alur Pelayanan
Keterpaduan dalam praktik MTBS
Fakta yang ditemukan dari hasil pengamatan
di lapangan, sesuai dengan pernyataan pengelola Keter paduan atau integritas dalam hal
program MTBS Dinas Kesehatan juga menyatakan pelayanan MTBS belum dilaksanakan secara
keadaan yang dihadapi Puskesmas, sehingga alur maksimal oleh kedua puskesmas. Berdasarkan
atau proses pemeriksaan tidak sesuai dengan bagan pengamatan yang dilakukan oleh peneliti salah satu
MTBS sebagai berikut: “Petugas di Puskesmas itu puskesmas belum ada integrasi layanan pada saat
merangkap jadi yang ada… tidak ada yang khusus pemeriksaan balita sakit, yaitu belum memadukan
hanya menangani MTBS atau mungkin hanya antara pengobatan, promosi dan pencegahan dalam
bekerja untuk khusus pelayanan pasien saja gitu waktu yang bersamaan. Pengklasifikasian tidak
kan nggak.. mereka kan mesti masih… selain UKP sampai dilakukan karena tidak semua langkah
juga UKM .. punya program-program yang lain dalam MTBS dilakukan. Hal ini terjadi pada
selain beban administrasi yang lain kadang masih Puskesmas Candipuro. Sedangkan pada Puskesmas
jadi bendahara.. kadang masih jadi… sehingga itu Padang pengobatan dilakukan sesuai klasifikasi,
tidak bisa dilaksanakan..” promosi ditekankan pada peningkatan pemberian
296 Jurnal Berkala Epidemiologi, Vol. 1, No. 2 September 2013: 291–301

makan pada balita sakit sesuai umur, sedangkan Supervisi Dinas Kesehatan Kabupaten
pencegahan penyakit ditekankan pada pemberian Lumajang
imunisasi, konseling pemberian ASI dan makanan Supervisi khusus untuk MTBS oleh Dinas
tambahan Kesehatan tidak pernah dilakukan. Hal ini
disampaikan oleh petugas pengelola MTBS di
Kepatuhan Petugas terhadap standar MTBS
kedua Puskesmas. Dari sisi manajemen kegiatan
Kepatuhan petugas terhadap standar MTBS monitoring dan evaluasi menjadi suatu keharusan
merupakan penilaian derajat kepatuhan petugas untuk menjamin praktik MTBS tetap berlangsung.
menangani balita sakit dengan mengikuti alur bagan Kegiatan berupa supervisi, monitoring maupun
yang sudah baku di dalam melakukan penilaian, evaluasi harusnya dilakukan mulai dari tingkat
pembuatan klasifikasi, pengambilan tindakan serta Puskesmas sendiri. Hal ini diakui oleh pengelola
melakukan konseling. program MTBS Dinas Kesehatan Kabupaten
Lumajang bahwa kekurangan lain dari berjalannya
Tabel 4 Kepatuhan Petugas terhadap standar program MBTS adalah kurangnya kegiatan
MTBS monitoring sehingga tidak bisa menyalahkan
Puskesmas juga andai kata program MTBS tidak
Puskesmas Puskesmas
Fungsi berjalan seperti yang diharapkan
Padang Candipuro
Pemeriksaan 92% 67%
Klasifikasi 100% 0 PEMBAHASAN
Tindakan 50% 50%
Konseling 100% 0 Input Praktik Manajemen Terpadu Balita Sakit
Rata rata 85% 29.2% di Puskesmas
Berdasarkan tabel 4, kepatuhan petugas Sarana dan Prasarana
terhadap standar menunjukkan hasil pemantauan
kepatuhan petugas di Puskesmas Padang baik, Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia
sesuai dengan standar Depkes 80–100%. Namun (KBBI), sarana adalah segala sesuatu yang dapat
demikian Puskesmas Candipuro kepatuhan petugas dipakai sebagai alat dalam mencapai maksud
terhadap standar masih kurang dari standar yang atau tujuan. Prasarana adalah segala sesuatu yang
ditetapkan yaitu < 60%. Nilai bervariasi dalam merupakan penunjang utama terselenggaranya suatu
penilaian, membuat klasifikasi, memberikan proses (usaha, pembangunan, proyek). Untuk lebih
pengobatan serta memberikan konseling. Hasil memudahkan membedakan keduanya, sarana lebih
terendah dalam kepatuhan petugas di Puskesmas ditujukan untuk benda-benda yang bergerak seperti
Candipuro yaitu dalam hal klasifikasi dan konseling komputer dan mesin-mesin, sedangkan prasarana
yaitu 0%, sedangkan nilai tertinggi adalah fungsi lebih ditujukan untuk benda-benda yang tidak
klasifikasi dan konseling juga pada Puskesmas bergerak seperti gedung, ruang, dan tanah. Sarana
Padang yaitu 100%. dan prasarana juga mempunyai arti dan maksud yang
sama dengan istilah perbekalan kantor. Tersedianya
Output Manajemen Terpadu Balita Sakit sarana dan prasarana yang cukup dengan kualitas
yang baik, sangat dibutuhkan setiap organisasi di
Hasil penemuan pneumonia dari seluruh manapun dalam penyelenggaraan kegiatannya untuk
Puskesmas tertuang dalam laporan bulanan mencapai tujuan yang diharapkan.
P2 ISPA. Dari laporan tersebut menunjukkan Pada penelitian ini penerapan MTBS
jumlah penderita yang ditemukan dan ditangani Pneumonia di Kabupaten Lumajang belum
dibandingkan dengan 10% jumlah perkiraan mendapatkan dukungan sistem secara maksimal.
penderita pada balita yaitu sebesar 27,4 % dengan Fasilitas penunjang seperti obat-obatan yang
jumlah kasus yang ditemukan sebanyak 2.167 kasus. belum tersedia lengkap, terbatasnya ruangan
Masih di bawah target SPM Propinsi Jawa Timur Puskesmas sehingga tidak ada ruangan khusus
yaitu 70%.
Diah dkk., Evaluasi Pelaksanaan MTBS… 297

untuk pemeriksaan MTBS Pneumonia dan tidak Anggaran


tersedianya alat-alat medis serta kurangnya barang Berdasar hasil penelitian, anggaran khusus
cetakan yang dibutuhkan untuk pelaksanaan MTBS tidak tersedia untuk pelaksanaan program MTBS
Pneumonia menjadi bukti lemahnya dukungan Pneumonia. Tentu akan berpengaruh terhadap
manajemen Dinas Kesehatan. pelaksanaan MTBS Pneumonia, tetapi tidak
Upaya melengkapi kekurangan sarana dan tersedianya anggaran tidak membuat program ini
prasarana sudah dilakukan, tetapi hasilnya belum terhenti pelaksanaannya. Puskesmas bisa mengatur
maksimal. Ketiadaan alat medis yang diperlukan pengelolaan dana intern untuk kelangsungan
seperti manset anak untuk memeriksa Balita sakit program MTBS Pneumonia. Dari kedua Puskesmas
belum dilakukan pengadaan baik oleh Puskesmas yang sama-sama tidak mempunyai anggaran khusus
maupun Dinas Kesehatan. Terutama untuk mereka bisa mencukupi kekurangan sarana dan
mencukupi bahan cetakan yang tiap hari digunakan. prasarananya sendiri seperti pengadaan barang
Formulir rawat jalan MTBS Pneumonia merupakan cetakan.
logistik pencatatan yang belum ada di Puskesmas. Kurangnya anggaran untuk program MTBS
Perlu dipikirkan cara pengadaan formulir tersebut hampir semua wilayah Puskesmas Kabupaten
dengan mengidentifikasi sumber dana, baik dari Lumajang, disebabkan oleh beberapa faktor salah
intern Puskesmas maupun dana lain (Depkes RI, satu diantaranya adalah kurangnya dukungan dari
2008) Dinas Kesehatan berupa bantuan dana khusus dan
belum adanya komitmen kepala puskesmas untuk
Tenaga yang dilatih
alokasi dana MTBS khusus dalam dana operasional
SDM merupakan aset utama suatu organisasi puskesmas. Adanya keterbatasan sumber daya dapat
yang menjadi perencana dan pelaku aktif dari setiap menghambat pelaksanaan suatu kebijakan. Oleh
aktivitas organisasi. SDM yang kurang mampu, sebab itu, dengan dana yang minim atau bahkan
kurang cakap dan tidak trampil, salah satunya tidak ada tersebut, para petugas kurang dapat
mengakibatkan pekerjaan tidak dapat diselesaikan menjalankan tugasnya dalam menangani balita sakit
secara optimal dengan cepat dan tepat pada menggunakan metode MTBS di wilayah puskesmas
waktunya (Sedarmayanti, 2001). Program MTBS mereka
tentunya akan dapat berjalan dengan baik apabila
mempunyai SDM dalam hal ini petugas kesehatan Metode
yang berkompeten. Dalam penelitian ini didapatkan Metode atau prosedur yang digunakan dalam
jumlah petugas kesehatan yang telah dilatih MTBS pemeriksaan Balita sakit pada kedua Puskesmas
oleh Dinas Kesehatan jumlahnya masih kurang sama menggunakan standar yang telah ditentukan
untuk memberikan pelayanan pemeriksaan balita melalui buku bagan dan bentuk isian form MTBS
sakit di Puskesmas Pneumonia. Menggunakan metode yang sama tetapi
Keberhasilan suatu program sangat dipengaruhi hasil cakupan pneumonia berbeda, hasil cakupan
oleh kemampuan dan keterampilan petugasnya kasus pneumonia lebih banyak pada Puskesmas
karena itu wajar bila pelaksanaan Manajemen Candipuro. Mengingat pada hasil observasi
Terpadu Balita Sakit belum berjalan secara petugas pemeriksa Balita sakit di Puskesmas ini
maksimal. Menurut Robbins (2008), karyawan tidak melaksanakan semua langkah yang tertera
yang kompeten tidak akan selamanya kompeten. pada form MTBS Pneumonia, dikhawatirkan
Keterampilan bisa melemah dan menjadi usang, adanya ketidakvalidan dalam pelaporan jumlah
dan keterampilan baru perlu dipelajari. Pelatihan cakupan kasus pneumonia. Hal ini disebabkan
yang relevan dalam arti bahwa ia diarahkan untuk kemungkinan kasus yang bukan pneumonia ikut
meningkatkan kinerja pada bidang-bidang di mana terlaporkan karena pada saat pemeriksaan Balita
kebutuhan untuk mencapai hasil yang lebih baik sakit tidak sampai dilakukan pengklasifikasian
telah diidentifikasi secara jelas. Tujuannya adalah penyakit pasien dan hasil akhir pemeriksaan yaitu
untuk mengidentifikasikan kebutuhan pelatihan penetapan diagnosa tidak dilakukan oleh dokter
secara individu dan memberikan pelatihan yang sebagai pemegang wewenang tetapi dilakukan
relevan dan efektif untuk memenuhinya (Dharma, oleh petugas pemeriksa Balita sakit tersebut yang
2005).
298 Jurnal Berkala Epidemiologi, Vol. 1, No. 2 September 2013: 291–301

dalam hal ini dilakukan oleh bidan. Cakupan waktu untuk menasihati ibu dengan cermat dan
kasus pneumonia lebih banyak pada Puskesmas menyeluruh, meskipun dalam keadaan tergesa-
Candipuro dibandingkan pada Puskesmas Padang. gesa. Konseling petugas kesehatan difokuskan
Hal ini kemungkinan disebabkan karena hanya pada pemberian nasehat yang tepat untuk setiap
balita dengan klasifikasi pneumonia saja yang ibu, penggunaan keterampilan berkomunikasi dan
dilaporkan. Berdasarkan buku penanggulangan penggunaan Kartu Nasehat Ibu (KNI) sebagai alat
pneumonia balita, pemeriksaan MTBS harus komunikasi (Depkes RI, 2008)
diklasifikasikan berdasarkan kelompok umur dan
berat ringannya pneumonia. Kelompok umur dalam
pneumonia dibagi menjadi dua yaitu > 2 bulan–< 5 Keterpaduan Dalam Praktik MTBS
tahun dan umur < 2 bulan. Klasifikasi pneumonia Hasil penelitian menunjukkan Puskesmas
dibagi menjadi pneumonia berat, pneumonia, dan Padang telah menerapkan keterpaduan pada
bukan pneumonia. (Depkes RI, 2005). pemeriksaan Balita sakit. Keterpaduan di sini
dimaksudkan adanya seseorang yang bertanggung
Proses Manajemen Terpadu Balita Sakit di
jawab dan mengkoordinir pelaksanaan MTBS
Puskesmas
Pneumonia yang berfungsi sebagai pemeriksa
Alur Pelayanan sekaligus pemberi tindakan dan konseling serta
Proses ini lebih memfokuskan pada aktivitas menentukan rujukan di mana melibatkan anggota
program MTBS Pneumonia. Hal-hal yang dilihat lain yang mempunyai keahlian khusus seperti
dari gambaran proses ini yaitu proses berjalannya petugas gizi, imunisasi dan petugas kesehatan
program MTBS Pneumonia. Dalam proses lingkungan. Puskesmas Candipuro berdasarkan
manajemen kasus MTBS Pneumonia setelah hasil penelitian belum menerapkan keterpaduan
menilai dan mengklasifikasikan penyakit anak, dalam pemeriksaan Balita sakit. Tidak adanya orang
langkah selanjutnya adalah menentukan tindakan yang diberi tanggung jawab terhadap pelaksanaan
dan memberi pengobatan yang dibutuhkan. program MTBS Pneumonia sehingga tindakan
Pengobatan anak sakit dapat dimulai di klinik dan pemeriksaan hingga konseling hanya dilakukan
diteruskan dengan pengobatan lanjutan di rumah. oleh satu orang petugas yaitu bidan pelaksana
Pada beberapa keadaan, anak yang sakit berat perlu poli KIA. MTBS Pneumonia dikatakan terpadu
dirujuk ke rumah sakit untuk perawatan lebih lanjut. sebab memadukan bersama-sama pelayanan
Dalam hal ini perlu dilakukan tindakan pra rujukan promosi, pencegahan, serta pengobatan dalam satu
sebelum anak di rujuk. strategi, yang dikelola dan dikoordinir oleh tim
Pemberian konseling menjadi unggulan dan yang melibatkan manajer dan para petugas yang
sekaligus pembeda dari alur pelayanan tanpa mempunyai keahlian yang beragam.
menggunakan MTBS Pneumonia. Materi meliputi Keterpaduan atau integrasi dalam MTBS
kepatuhan minum obat, menasihati cara pemberian Pneumonia merupakan sifat layanan dalam praktik
makanan sesuai umur, memberi nasehat kapan MTBS Pneumonia sudah komprehensif atau tidak
melakukan kunjungan ulang atau kapan harus yaitu memadukan antara pengobatan, promosi
kembali segera. Pemberian konseling diharapkan dan pencegahan dalam waktu yang bersamaan.
pengantar atau ibu pasien mengerti penyakit yang Untuk mencapai hal itu diperlukan pembagian tugas
diderita anaknya sehingga mampu mengenali yang jelas pada masing-masing petugas kesehatan.
kapan harus segera membawa anaknya ke petugas Atribut dan kompetensi ditujukan untuk menetapkan
kesehatan serta diharapkan memperhatikan tumbuh kriteria, hal ini biasanya disepakati secara spesifik
kembang anak dengan cara memberikan makanan oleh pemegang pekerjaan. Meskipun job description
sesuai umurnya. Kartu Nasehat Ibu (KNI) memuat bersifat umum, suatu pendekatan manajemen
pesan hasil konseling yang diberikan setelah Balita kinerja menuntut para manajer untuk membahas dan
tersebut diperiksa. menyepakati tugas-tugas kunci secara individual
Berdasarkan hasil penelitian di Puskesmas (Dharma, 2005)
Candipuro, Kartu Nasehat Ibu (KNI) tidak
tersedia padahal keberadaannya sangat menunjang Kepatuhan Petugas Terhadap Standar MTBS
pelaksanaan MTBS Pneumonia terutama dalam Jika dihubungkan kepatuhan petugas terhadap
pemberian konseling. Sangat penting menyediakan standar dengan cakupan pneumonia tahun 2012,
Diah dkk., Evaluasi Pelaksanaan MTBS… 299

Puskesmas Padang merupakan Puskesmas terendah (fast breathing) pada anak usia 2 bulan–< 1 tahun
cakupan pneumonianya di mana nilai kepatuhan adalah 50 kali atau lebih per menit dan anak usia
petugas terhadap standar termasuk baik (85%) 1–< 5 tahun adalah 40 kali per menit. (Depkes RI,
sedangkan Puskesmas Candipuro merupakan 2005).
salah satu Puskesmas dengan cakupan tertinggi Hasil cakupan pendeteksian Balita dengan
dengan nilai kepatuhan petugas terhadap standar pneumonia di Kabupaten Lumajang masih perlu
kurang (< 60%). Hal ini menggambarkan kurangnya mendapat perhatian baik pada masukan (input)
pengawasan terhadap pelaksanaan MTBS maupun proses pelaksanaan praktik MTBS
Pneumonia sehingga berdampak terhadap kebenaran Pneumonia. Diharapkan dengan terpenuhinya
laporan yang dibuat. sarana dan prasaran baik kelengkapan blanko
Kurangnya keterampilan dan pengetahuan MTBS Pneumonia dan Kartu Nasehat Ibu (KNI)
petugas juga menjadi penghambat pelaksanaan maupun ketersediaan ruangan pemeriksaan MTBS
praktik MTBS mengingat tidak semua petugas Pneumonia dapat menunjang terlaksananya praktik
kesehatan sudah terlatih MTBS sesuai standar, MTBS Pneumonia sesuai standar. Segi anggaran
banyak yang hanya mengetahuinya dari sosialisasi harus diperhatikan, tanpa adanya anggaran sulit
atau kalakarya. Menurut Sedarmayanti tahun 2001 untuk mengadakan pengadaan barang-barang yang
tujuan pendidikan dan pelatihan pada hakikatnya dibutuhkan dalam pelaksanaan MTBS Pneumonia.
mer upa kan per u musan kemampuan yang Kebutuhan tenaga terlatih juga menjadi faktor
diharapkan dari pendidikan dan pelatihan tersebut. penting terlaksananya MTBS Pneumonia sesuai
Karena tujuan pendidikan dan pelatihan adalah standar.
perilaku (kemampuan), maka tujuan pendidikan Pada proses pelaksanaan MTBS Pneumonia,
dan pelatihan dirumuskan dalam bentuk perilaku kesesuaian alur pelayanan dan keterpaduan
(behavior objectives) informasi serta tingkat kepatuhan petugas perlu
Selain it u k urangnya for mulir MTBS ditingkatkan. Komponen input dan proses yang
Pneumonia bisa menjadi penyebab kepatuhan masih kurang dalam pelaksanaannya menyebabkan
petugas berkurang karena banyak tahapan atau cakupan pneumonia tidak sesuai dengan target yang
langka-langkah yang dilewati. Puskesmas Candipuro ditentukan.
tidak mempunyai Kartu Nasehat Ibu (KNI) di mana
merupakan perangkat dari konseling. Jadi petugas Supervisi Dinas Kesehatan Kabupaten
saat melakukan konseling hanya memberikan Lumajang
nasehat seingatnya tanpa dipandu format khusus Berbicara tentang evaluasi sering juga
berupa KNI. dikaitkan dengan supervisi. Supervisi merupakan
rangkaian kegiatan yang dilakukan secara berkala
Output Manajemen Terpadu Balita Sakit
dan berkesinambungan meliputi pemantauan,
Hasil penelitian menu nju k kan bahwa pembinaan dan pemecahan masalah serta tindak
output secara keseluruhan, cakupan pneumonia lanjut. Kegiatan ini sangat berguna untuk melihat
di Kabupaten Lumajang masih di bawah target bagaimana program atau kegiatan dilaksanakan
yang ditetapkan. Salah satu kendalanya yaitu sesuai dengan standar dalam rangka menjamin
belum dijalankannya pemeriksaan Balita sakit tercapainya tujuan program
mengg u nakan metode MTBS Pneumonia. Pemantuan program P2 ISPA dapat dilakukan
Dilaksanakannya metode MTBS Pneumonia di semua tingkat mulai dari tingkat Puskesmas
sesuai prosedur, diharapkan semua Balita sakit sampai dengan Pusat. Pemantauan ini dapat
bisa diperiksa menggunakan metode ini sehingga dilakukan setiap bulan atau triwulan. Dari hasil
bisa terdeteksi masalah kesehatan yang diderita. analisis dapat segera dilakukan tindakan atau
Utamanya penyakit pneumonia yang seringkali tidak intervensi untuk memperbaikinya. Pada prinsipnya
terdeteksi pada saat gejala masih ringan. Pneumonia pemantauan hampir sama dengan evaluasi, hanya
baru terdeteksi setelah kondisi pasien menunjukkan evaluasi dilakukan kurun waktu yang lebih lama
gejala yang berat. Hal inilah yang harus dihindari yaitu tahunan atau semesteran (Depkes RI, 2010)
karena mengancam kesehatan Balita itu sendiri Penelitian ini didapatkan fakta bahwa tidak
di mana klasifikasi pneumonia didasarkan pada ada supervisi khusus untuk MTBS Pneumonia.
adanya batuk dan atau kesukaran bernapas disertai Supervisi yang ada hanya sebatas mengikuti
adanya nafas cepat sesuai umur. Batas napas cepat pelatihan yang telah diadakan sebelumnya, yaitu
300 Jurnal Berkala Epidemiologi, Vol. 1, No. 2 September 2013: 291–301

evaluasi pascapelatihan. Keterbatasan sumber daya Perlunya mengadakan pelatihan MTBS pada
baik manusia maupun anggaran, frekuensi yang tenaga kesehatan utamanya petugas pelaksana
minim, keterbatasan waktu menjadi penyebab MTBS di pustu dan polindes guna mendukung
pelaksanaan supervisi tidak berjalan dengan baik. terselenggaranya praktik MTBS yang sesuai
Supervisi yang dilaksanakan bersamaan program standar. Meningkatkan dukungan manajemen dari
lain menimbulkan ketidakjelasan serta tidak ada Dinas Kesehatan untuk menunjang praktik MTBS,
informasi tindak lanjut. Kelemahan dalam sepervisi utamanya sumber daya anggaran sehingga bisa
akan memengaruhi kinerja petugas kesehatan mencukupi kebutuhan sarana dan prasarana yang
dalam pelaksanaan MTBS Pneumonia. Elemen dibutuhkan Puskesmas dalam pelaksanaan MTBS.
dalam pelaksanaan supervisi perlu diperhatikan, Perlunya diadakan supervisi yang terintegrasi
diantaranya struktur yang jelas dalam supervisi, tetapi fokus pada pelaksanaan MTBS mengingat
adanya kunjungan supervisi yang bersifat regular, MTBS menyangkut banyak program. Supervisi
menggambarkan aktivitas dan komponen supervisi sangat dibutuhkan untuk pembinaan dan menjamin
serta penanggung jawab kegiatan supervisi. keberlanjutan program MTBS.
Bagi peneliti selanjutnya diharapkan dapat
meneliti dampak dari implementasi MTBS dengan
KESIMPULAN DAN SARAN
pendekatan studi kasus sehingga dapat diketahui
Kesimpulan efektivitas dai program MTBS.
Input pelaksanaan MTBS Pneumonia pada
dasar nya mengalami kekurangan dari tiap REFERENSI
komponennya tetapi hal tersebut tidak menyebabkan
Depkes RI. 2010 Manajemen Terpadu Balita Sakit
pela k sa na a n prog ra m M T BS P neu mon ia
modul 1 Pengantar, Jakarta.
terhambat
Depkes RI. 2010 Pedoman Penerapan MTBS di
Proses Manajemen Terpadu Balita Sakit
Puskesmas modul 7, Jakarta.
(MTBS) Pneumonia di Puskesmas Padang
Depkes RI. 2010 Buku Bagan MTBS, Jakarta.
sudah melalui kegiatan terintegrasi dengan
Depkes RI. 2005. Pedoman Tata Laksana Pneumonia
menggabungkan upaya pengobatan, pencegahan
Balita, Jakarta.
dan promosi dalam satu kegiatan berupa layanan
Depkes RI.2005 Rencana Kerja Jangka Menengah
MTBS, sedang di Puskesmas Candipuro pelayanan
Nasional Penanggulangan Pneumonia Balita
MTBS belum terintegrasi sesuai standar. Kepatuhan
tahun 2005–2009, Jakarta.
petugas memenuhi standar baik untuk Puskesmas
Dharma, S. 2005 Manajemen Kinerja, Falsafah
Padang dan kurang untuk Puskesmas Candipuro
Teori dan Penerapannya, Yogyakarta: Pustaka
Output cakupan Balita Pneumonia di Kabupaten
Pelajar.
Lumajang secara keseluruhan masih di bawah
Dinas Kesehatan Kabupaten Lumajang. 2011 Profil
target yang ditetapkan. Supervisi yang khusus
Kesehatan Kabupaten Lumajang tahun, 2011.
untuk MTBS tidak ada, ini berhubungan dengan
Kemenkes RI, Direktorat Jenderal Bina Gizi dan KIA.
terbatasnya sarana dan prasarana baik anggaran
2011 Manajemen Terpadu Balita Sakit (MTBS)
maupun tenaga manusianya. Selain itu juga sebagai
atau Integrated Management Of Childhood
penyebab praktik MTBS belum berjalan sesuai
Illness (IMCI), di dapat dari http://www.gizikia.
harapan.
depkes.go.id
Saran Notoadmodjo S. 2005 Metodologi Penelitian
Kesehatan, Jakarta: Rineka Cipta.
Saran yang dapat diajukan untuk penelitian Notoadmodjo S. 2007 Kesehatan Masyarakat, Ilmu
ini adalah praktik MTBS perlu dipertahankan dan dan Seni, Jakarta: Rineka Cipta.
diperbaiki pelaksanaannya di seluruh Puskesmas Robbins. S, Judge T. 2008 Perilaku Organisasi
yang ada di wilayah kerja Dinas Kesehatan (Organizational Behavior) Edisi ke-12, Jakarta:
Kabupaten Lumajang karena praktik MTBS Salemba Empat
mendukung program lain yang sudah ada seperti Sedarmayanti. 2007 Manajemen Sumber Daya
Pencegahan Penyakit ISPA (P2 ISPA), Pencegahan Manusia, Reformasi Birokrasi dan Manajemen
Penyakit Diare (P2 Diare), Pencegahan Penyakit Pegawai Negeri Sipil, Bandung: Madar Maju.
Demam Berdarah Dengue (P2 DBD), program Sedarmayanti.2001 Sumber Daya Manusia dan
imunisasi.
Diah dkk., Evaluasi Pelaksanaan MTBS… 301

produktifitas Kerja, Bandung: Refika Aditama WHO-UNICEF. 2004. IMCI Caring for new born
Sutarto, 2007. Dasar-Dasar Organisasi, Yogyakarta: and children in the community, treat diarrhea,
Gadjah Mada University Press. confirmed malaria, and fast breathing(Internet)
Tim KBBI, 2005 Kamus Besar Bahasa Indonesia, Available http://www.who.int
Jakarta: Balai Pustaka WHO. 2008. Progress report 2006–2007 (Internet)
WHO and UNICEF. 1999 IMCI Informations, Available from http://www.who.int
Management of Childhood Illness in Developing WHO 2006. Working Together for health, the world
Countries, Geneva. Available from http://www. health report 2006 (Internet) Available from
who.int http://www.who.int

Вам также может понравиться