Вы находитесь на странице: 1из 12

USULAN PENELITIAN

PENGARUH PELATIHAN MENGGOSOK GIGI METODE


AUDIOVISUAL TERHADAP KETRAMPILAN MENGGOSOK GIGI
PADA ANAK USIA PRASEKOLAH DI TK NURUL HUDA
KABUPATEN KEDIRI TAHUN 2016

Oleh
Hasta sritian H
NIM: 13620844

PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN


FAKULTAS ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS KADIRI
2016
BAB 1
PENDAHULUAN

1.1 LATAR BELAKANG


Sebagian besar anak usia prasekolah mengalami karies gigi,
yang disebabkan karena sisa makanan yang tertinggal pada gigi dan
kebiasaan anak yang suka mengkonsumsi makanan dan minuman
yang banyak mengandung sukrosa (gula). Apabila anak terlalu banyak
makan gula-gula dan jarang membersihkanya, maka gigi-giginya
banyak yang mengalami karies.(Machfoedz dan Zein, 2005)
Di perkirakan bahwa 90% dari anak-anak usia sekolah di
seluruh dunia dan sebagian besar orang dewasa menderita karies.
Prevalensi karies tertinggi terdapat di Asia dan Amerika latin.
Prevalensi terendah terdapat di Afrika. Di Amerika serikat karies gigi
merupakan penyakit kronis anak-anak yang sering terjadi dan
tingkatanya 5 kali lebih tinggi dari asma.(Irma, 2013:21). Survei
departemen kesehatan republik indonesia yang dilakukan pada pelita
111 dan IV menunjukan bahwa prevalensi penduduk indonesia yang
menderita karies gigi sebesar 80% dan 90% diantaranya adalah anak-
anak (Hida (Hidayat, 2009)yat,2009). Prevalensi penduduk yang
bermasalah dengan gigi dan mulut dalam 12 bulan terakhir sesuai
effective medical demand menurut provinsi di Jawa timur tahun
2013,bermasalah gigi dan mulut sebebesar 28,6% ,menerima
perawatan dari tenaga medis gigi 30,0%, effective medical demand
8,6%. Proporsi penduduk bermasalah gigi dan mulut dalam 12 bulan
terakhir menurut karakteristik, Indonesia tahun 2013 kelompok umur
< 10 tahun 25,2% bermasalah gigi dan mulut, kelompok umur 12
tahun menurut WHO dengan masalah gigi dan mulut sebesar 24,8% .
jenis kelamin laki-laki 24,8% perempuan 27,1% (RISKESDAS,
2013). Di kabupaten kediri yang bermasalah gigi dan mulut sebesar
26,1% menerima perawatan dari medis 31,6% hilang seluruh gigi asli
1,5%. Menunjukkan sebanyak 89% anak-anak di bawah usia 12 tahun
mengalami karies gigi. Dari data diatas dapat disimpulkan bahwa
angka kejadian karies gigi pada anak terus meningkat.
Penyebab dari karies gigi meliputi makanan yang dapat
merusak gigi (sisa makanan yang tertinggal di gigi, misalnya
permen, coklat, dodol). Anak belum mampu memelihara kebersihan
gigi, biasa mengemut/menahan makanan dimulut (Santoso dkk,2004).
Lubang gigi sering terjadi pada anak, karena sering makan cemilan
yang lengket dan banyak mengandung gula. (Arisman,2004:56).
Berdasarkan wawancara sementara yang dilakukan oleh peneliti
di TK NURUL HUDA diketahui sebagian besar anak-anak mengalami
gigi berlubang (karies).
Dampak dari karies yang berat dapat mempengaruhi kualitas
hidup anak-anak yaitu pengalaman akan nyeri. Rasa tidak nyaman saat
makan, gangguan tidur, juga beresiko lebih tinggi untuk dirawat di
rumah sakit sehingga menyebabkan biaya pengobatan yang lebih
tinggi, dan anak kehilangan hari-hari di sekolah akibat penurunan
kemampuan mereka untuk belajar. Jika karies dibiarkan
mengakibatkan beberapa masalah gigi dan mulut diantaranya gigi
berlubang, radang gusi, dan bau mulut. (I Dewa Gede Damma
Prasada).
Untuk menurunkan angka kejadian karies tersebut perlu
dilakukan pelatihan tentang menggosok gigi metode audiovisual,
karena metode audiovisual adalah salah satu alat bantu atau media
komunikasi yang memiliki unsur audio visual (narasi, musik,
dialog,sound efek gambar atau foto, teks, animasi). Video sebagai
media intruksionall diharapkan dapat mengunggah perasaan dan
menarik minat dengaan tujuan perubahan perilaku (Laura, 2002).
Berdasarkan uraian latar belakang diatas peneliti tertarik untuk
melakukan pelatihan menggosok gigi metode audiovisual terhadap
ketrampilan menggosok gigi yang benar pada anak usia prasekolah.

1.2 Rumusan Masalah


Berdasarkan uraian dari latar belakang maka rumusan masalah
dalam penelitian ini adalah adakah pengaruh pelatihan menggosok
gigi metode audiovisual terhadap ketrampilan menggosok gigi ?

1.3 Tujuan penelitian


1.3.1 Tujuan Umum
Untuk mengetahui pengaruh pelatihan menggosok gigi
metode terhadap ketrampilan menggosok gigi pada anak usia
prasekolah di TK Nurul Huda Tahun 2016.
1.3.2 Tujuan Khusus
1. Mengobservasi ketrampilan menggosok gigi sebelum
diberikan pelatihan menggosok gigi metode audiovisiol
pada anak usia prasekolah di TK Nurul Huda Tahun 2016.
2. Mengobservasi ketrampilan menggosok gigi setelah
diberikan pelatihan menggosok gigi metode audiovisual
pada anak usia prasekolah TK Nurul Huda Tahun 2016.
3. Menganalisis pengaruh pelatihan menggosok gigi metode
pada anak usia prasekolah TK Nurul Huda Tahun 2016.

1.4 Manfaat penelitian


1.4.1 Manfaat Teoritis
Secara teoritis hasil dari penelitian ini diharapkan
dapat menjadi referensi atau masukan bagi masyarakat
khusunya kalangan anak-anak agar dapat melakukan
menggosok gigi dengan metode yang sudah diajarkan.
1.4.2 Manfaat Praktis
1. Bagi institusi pendidikan
Sebagai penyedia data dasar yang dapat dipergunakan
untuk meneliti lebih lanjut dan dapat memberikan hasil
penelitian yang baru yang dapat dipergunakan untuk
pembelajaran bagi angkatan selanjutnya.
2. Bagi Profesi keperawatan
Sebagai bahan masukan untuk meningkatkan wawasan
tentang pengaruh pelatihan menggosok gigi metode
charter terhadap ketrampilan menggosok gigi.
3. Bagi Responden
Diharapkan dapat menambah wawasan tentang pelatihan
menggosok gigi melalui pelatihan yang sudah diajarkan.
4. Bagi Peneliti
Dapat mengetahui pengaruh pelatihan menggosok
metode charter terhadap ketrampilan menggosok gigi
serta dapat menerapkan teori ilmu keperawatan dan ilmu
yang terkait untuk melakukan penelitian ini dengan
benar.
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Karies Gigi


2.1.1 Definisi
Karies merupakan suatu jaringan keras gigi (email, dentin, dan
sementum) yang bersifat kronik progresif dan disebabkan aktifitas
jasad renik dalam karbohidrat yang dapat diragikan ditandai dengan
demineralisasi jaringan keras dan diikuti kerusakan zat organiknya
(Mansjoer, 2005 : 151).
Karies gigi adalah kerusakan jaringan keras gigi yang
disebabkan oleh asam yang ada dalam karbohidrat melalui perantara
organisme yang ada dalam saliva. (Irma, 2013: 18).

2.1.2 Etiologi
Karies gigi disebabkan oleh 3 faktor/komponen yang saling
berinteraksi yaitu:(Indah Irma Z, 2013: 19)
1.) Komponen dari gigi dan air ludah (saliva) yang meliputi :
komposisi gigi, molrfologi gigi, posisi gigi, Ph saliva, kuantitasa
saliva, kekentalan saliva.
2.) Komponen mikroorganisme yang ada dalam mulut yang mampu
menghasilkan asam melalui peragian yaitu ; Streptococcus,
Laktabosil.
3.) Komponen makanan, yang sangat berperan adalah makan yang
mengandung karbohidrat misalnya sukrosa dan glukosa yang
dapat diragikan oleh bakteri tertentu dan membentuk asam.

2.1.3 Dampak
Karies gigi menimbulkan dampak negatif bagi penderitanya.
Lubang gigi yang besar menjadi jalan masuk bagi bakteri-bakteri
rongga mulut untuk menginfeksi jaringan pulpa. Invasi bakteri-
bakteri k jaringan pulpa akan menyebabkan respon peradangan dan
menimbulkan rasa sakit (Behrman, Kliegman, & Arvin, 1999:
Rhamadhan, 2010). Bahkan bakteri-bakteri rongga mulut dapat
masuk dan menginfeksi jaringan periodontal di sekitar akar ujung
gigi. (Rhamadhan, 2010) menjelaskan apabila karies gigi tidak
segera ditangani, kondisi tersebut akan bertambah parah di daerah
sekitar ujung akar, granuloma, kista gigi, dan menyebabkan rasa
sakit pada gigi ketika gigi ditekan atau dipakai untuk mengunyah
makanan.

Pada anak-anak yang berusia 44 bulan yang mengunjungi klinik


kesehatan gigi anak di Montreal, Kanada, mengungkapkan bahwa
karies gigi yang tidak diberikan pengobatan meyebabkan 48% anak
mengeluh sakit gigi, 43% anak memiliki masalah makan makanan
tertentu, 61% anak makan sedikit atau tidak menyelesaikan
makanan yang disajikan, 35% anak tidak bisa tidur nyenyak, dan
malas beraktivitas (Penelitian Low, Tan, dan Schwartz, 2010)

2.2 Pelatihan Menggosok Gigi


Menyikat gigi dengan menggunakan sikat gigi adalah bentuk
mengurangi plak secara mekanis. Banyaknya sikat gigi yang
tersedia dengan berbagai ukuran, bentuk, tekstur dan desain dengan
berbagai derajat kekerasan dari bulu sikat. Salah satu penyebab
banyaknya bentuk sikat gigi yang tersedia di pasaran adalah adanya
variasi waktu menyikat gigi, gerakan menyikat gigi, tekananya,
bentuk dan jumlah gigi yang ada pada setiap orang. (Pintauli dan
Hammada 2008).
2.2.1 Waktu Menggosok Gigi
Untuk mendapatkan hasil yang optimal dari prosedur penyikatan
gigi,
salah satu faktor yang harus diperhatikan adalah frekuensi
penyikatan gigi. Anak yang melakukan penyikatan gigi secara
teratur dalam sehari dengan frekuensi dua kali sehari atau lebih dan
dibantu oleh orang tua, lebih rendah terkena resiko karies
(Chemiawan, Riyanti dan Tjahyaningrum 2004).
2.2.2 Frekuensi Menggosok Gigi
Waktu menggosok gigi pada setiap orang tidak sama, tergantung
pada beberapa faktor seperti kecenderungan seseorang terhadap
plak dan debris, keterampilan menyikat gigi dan kemampuan
salivanya membersihkan sisa-sisa makanan dan debris. Menyikat
gigi dua kali sehari cukup baik pada jaringan periodonsium yang
sehat tetapi pada jaringan periodonsium yang tidak sehat
dianjurkan menyikat gigi tiga kali sehari (Pintauli dan Harmada
2008).
2.2.3 Lamanya Menggosok Gigi
Biasanya rata-rata lama menyikat gigi adalah kira kira 1 menit.
Lamanya seseorang menyikat gigi dianjurkan minimal 5 menit.
Tetapi umumnya orang menyikat gigi maksimum selama 2-3
menit. Penentuan waktu ini tidak sama pada setiap orang terutama
pada orang yang sangat memerlukan program control plak. Bila
menyikat gigi dilakukan dalam waktu yang singkat maka hasilnya
tidak begitu baik daripada bila menyikat gigi dilakukan dalam
waktu yang lebih lama, mengingat banyaknya permukaan gigi yang
harus dibersihkan (Panjaitan 1995).
2.2.4 Bentuk Sikat Gigi
Terdapat berbagai variasi mengenai sikat gigi. Ada bentuk sikat
gigi yang permukaan bulu sikatnya berbentuk lurus cembung dan
cekung sehingga dapat mencapai daerah tertentu dalam lengkung
rahang. Oleh sebab itu, dianjurkan pemakaian sikat gigi yang
serabutnya lurus dan sama panjang. Sikat gigi manual yang baik
harus memenuhi persyaratan antara lain permukaan bulu sikatnya
adalah (panjang: 1-11/4 inci ( 2,5-3,0 cm) dan lebar : 5/16-3/8 inci
(8,0-9,5 mm)); bulu sikatnya tersusun (baris : 2-4 baris rumpun dan
rumpun; 5-12 rumpun perbaris); serta permukaan bulu sikatnya
terpotong rata (Natamiharja, Lina dan Sulistya 1998). Setiap kali
sesudah dipakai sikat gigi harus dibersihkan di bawah air mengalir
supaya tidak ada sisa-sisa makanan atau pasta gigi yang tertinggal,
setelah bersih sikat gigi diletakkan dalam posisi berdiri supaya
lekas kering dengan tujuan agar sikat gigi tidak lembab dan basah.
Sikat gigi perlu diganti 2-3 bulan setelah pemakaian, oleh karena
bulu sikat gigi sudah tidak dapat berkerja dengan baik dan dapat
melukai gusi (Ariningrum 2000).

2.3 Metode Menggosok Gigi


Ada bermacam-macam metode penyikatan gigi yaitu metode
vertical, horizontal, metode roll, metode bass, metode charter,
metode fones atau teknik sirkuler dan metode stillman. Kombinasi
pemakaian beberapa metode menyikat gigi ini tergantung pada
beberapa hal, yaitu besar dan bentuk rahang, susunan dan inklinasi
gigi-geligi, derajat retraksi gusi, hilangnya gigi geleigi dan
keterampilan tangan dalam menggunakan sikat gigi (Kid dan
Bechal 1991). Metode Vertikal : dilakukan untuk menyikat bagian
depan gigi, kedua rahang tertutup lalu gigi disikat dengan gerakan
ke atas dan ke bawah. Untuk permukaan gigi belakang, gerakan
yang dilakukan sama tetapi mulut dalam keadaan terbuka.
Sedangkan pada metode horizontal semua permukaan gigi disikat
dengan gerakan ke kiri dan ke kanan. Kedua metode tersebut
cukup sederhana, tetapi tidak begitu baik untuk dipergunakan
karena dapat mengakibatkan resesi gingival dan abrasi gigi.
1.) Metode Roll : ujung bulu sikat diletakkan dengan posisi
mengarah ke
akar gigi dan arah bulu sikat pada margin gingival, sehingga
sebagian bulu sikat menekan gusi. Ujung bulun sikat digerakkan
perlahan lahan sehingga kepala kepala sikat gigi bergerak
membentuk lengkungan melalui permukaan gigi. Permukaan atas
mahkota juga disikat. Gerakan ini diulangi 8-12 kali pada setiap
daerah sistematis. Cara pemijatan ini terutama bertujuan untuk
pemijatan gusi dan untuk pembersih daerah interdental.
2.) Metode Charter: ujung bulu sikat diletakkan pada permukaan
gigi (oklusal), membentuk sudut 45 derajat terhadap sumbu
panjang gigi dan ke atas. Sikat gigi digetarkan membentuk
lingkaran kecil, tetapi ujung bulu sikat harus berkontak denga tepi
gusi. Setiap bagian dapat dibersihkan 2-3 gigi. Metode ini
merupakan cara yang baik untuk pemeliharaan jaringan pendukung
gigi, walaupun agak sukar untuk dilakukan.
3.) Metode Bass : bulu sikat pada permukaan gigi membentuk
sudut 45 derajat dengan panjang gigi dan diarahkan ke akar gigi
sehingga menyentuh tepi gusi. Dengan cara demikian saku gusi
dapat dibersihkan dan tepi gusinya dapat dipijat. Sikat gigi
digerakkan dengan getaran kecil-kecil ke depan dan ke belakang
selama kurang lebih 15 detik. Teknik ini hampir sama dengan
teknik Roll, hanya berbeda pada cara pergerakan sikat giginya dan
cara penyikatan permukaan belakang gigi depan. Untuk permukaan
belakang gigi depan, sikat gigi dipegang secara vertical.
4.) Metode fones adalah tehnik sirkular : bulu sikat ditempelkan
tegak lurus pada permukaan gigi. Kedua rahang dalam keadaan
mengatup. Sikat gigi digerakkan membentuk lingkaran-lingkaran
besar, sehingga gigi dan gusi rahang atas dan bawah dapat disikat
sekaligus. Daerah diantara 2 gigi tidak mendapat perhatian khusus.
Untuk permukaan belakang gigi, gerakan yang dilakukan sama
tetapi lingkarannya lebih kecil.
5.) Metode Stillman dimodifikasi : dianjurkan untuk pembersihan
pada daerah dengan resesi gingiva yang parah disertai
tersingkapnya akar gigi, guna menghindari dekstruksi yang lebih
parah pada jaringan akibat abrasi sikat gigi. Jenis sikat gigi yang
dianjurkan adalah sikat gigi dengan kekerasan bulu sikat sedang
sampai keras, yang terdiri dari dua atau tiga baris rumpun bulu
sikat.
2.4 Ketrampilan Menggosok Gigi
Ketrampilan merupakan tindakan akibat adanya suatu respon
sehubungan dengan materi pendidikan yang di berikan.
Pengukuran dapat dilakukan dengan dua cara, yaitu secara
langsung dan tidak langsung. Pengukuran yang paling baik adalah
secara langsung yakni dengan pengamatan (observasi) yaitu
mengamati tindakan dari subjek dalam rangka memelihara
kesehatanya (Notoatmodjo, 2010).

2.5 Anak Usia Prasekolah


Anak usia prasekolah atau dikenal dengan masa kanak-kanak
awal (early childhood) berada dalam rentang usia antara 2-5 tahun.
Disebut masa prasekolah karena mulai mempersiapkan diri memasuki
dunia sekolah melalui kelompok bermain 3-4 taun dan Taman Kanak-
Kanak usia 5-6 tahun. Dalam usia ini anak mampu menangkap dan
mengerti pendidikan. Dengan memperdulikan berapa umur, seorang
anak dapat melihat kemampuanya dalam merangsang perkembangan
yang akan diberikan melalui proses belajar. Berdasarkan jenis kegiatan
dan program pendidikan untuk anak usia prasekolah maka pendidikan
dalam bentuk institusi dibagi menjadi dua jenis yaitu kelompok
bermain (play group) usia 3-4 tahun dan kelompok prasekolah uisa 5-6
tahun (Mutiah 2010:34).

2.6 Pengruh Pelatihan Menggosok Gigi


Hidayat. (2009). Perawatan Gigi dan Mulut dengan Kejadian Karies. Delima
Harapan, 22.

Machfoedz, & zein. (2014). Hubungan Konsumsi Makanan Manis dengan Kejadian
Karies . Dellima Harapan, 20-27.

Z, I. I. (2013). kesehatan Gigi dan Mulut. Jakarta: Indonesia.

Вам также может понравиться