Академический Документы
Профессиональный Документы
Культура Документы
RAMLAN ASBAR
SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2014
PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA*
Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis berjudul Peningkatan Pati Resisten
Tipe III pada Tepung Singkong Modifikasi (Mocaf) dengan Perlakuan
Pemanasan-Pendinginan Berulang dan Aplikasinya pada Pembuatan Mi Kering
adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum
diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber
informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak
diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam
Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut
Pertanian Bogor.
Ramlan Asbar
NIM F251100251
RINGKASAN
RAMLAN ASBAR. Peningkatan Pati Resisten Tipe III pada Tepung
Singkong Modifikasi (Mocaf) dengan Perlakuan Pemanasan-Pendinginan
Berulang dan Aplikasinya pada Pembuatan Mi Kering. Dibimbing oleh
SUGIYONO dan BAMBANG HARIYANTO
Pati resisten tipe III (RS3) merupakan tipe pati yang paling banyak
digunakan sebagai bahan baku pangan fungsional yang berbasis resistant starch.
RS3 merupakan fraksi pati resisten yang terdiri dari amilosa teretrogradasi yang
terbentuk selama pendinginan pati tergelatinisasi. Penelitian ini bertujuan (1)
memodifikasi Mocaf untuk meningkatkan kadar RS3, dengan cara pemanasan-
pendinginan secara berulang dan (2) mengaplikasikan Mocaf hasil modifikasi
tersebut dalam pembuatan mi kering.
Penelitian ini dilakukan dalam 4 (empat) tahapan, yaitu : (1) Karakterisasi
Mocaf, (2) Penentuan rasio tepung-air dan suhu, yang bertujuan untuk
mendapatkan kombinasi rasio tepung-air dan suhu optimum yang dapat
menghasilkan pati resisten tertinggi, (3) Modifikasi Mocaf dengan pemanasan
(gelatinisasi) disertai dengan pendinginan (retrogradasi) secara berulang dengan
rasio tepung-air dan suhu dari hasil optimasi, (4) Pembuatan mi kering dengan
Mocaf termodifikasi yang memiliki kadar pati resisten tertinggi sebagai
pensubstitusi dengan metode ekstrusi. Produk mi kering yang dihasilkan dianalisis
kadar pati resistennya serta dilakukan penilaian atribut sensori secara keseluruhan
oleh 79 panelis tidak terlatih dengan metode uji rating hedonik.
Beberapa karakteristik Mocaf native yang menjadi sampel penelitian ini
adalah kadar pati, kadar amilosa, kadar amilopektin, ukuran granula, daya cerna,
pati resisten, derajat putih, amylose leaching, persen sineresis dan kekuatan gel
masing-masing adalah 67.47%, 36.73%, 30.74%, 5 - 60 µm, 86.30%, 0.79%,
115.01%, 4.25%, 28.04%, dan 190.7 gf. Analisis RVA menunjukkan Mocaf
native memiliki profil gelatinisasi tipe A.
Kondisi optimum kombinasi rasio tepung-air dan suhu masing-masing
adalah 1:3.44 b/b dan 79.93 oC. Mocaf yang diberi perlakuan dengan 1 siklus, 2
siklus dan 3 siklus pemanasan-pendinginan memiliki kadar pati resisten berturut-
turut adalah 4.16%, 6.30% dan 8.73%. Mocaf modifikasi 3 siklus digunakan
sebagai bahan pensubstitusi pada pembuatan mi Mocaf native. Kadar pati resisten
mi kering Mocaf yang disubstitusi 15% Mocaf termodifikasi 3 siklus adalah
3.73% sedang yang disubstitusi 25% adalah 4.43%. Beberapa karakteristik mi
kering Mocaf yang dihasilkan adalah kehilangan padatan akibat pemasakan
(KPAP) 16.50% - 23.07%, waktu optimum pemasakan 13.01 – 12.01 menit, daya
serap air 126.66 – 169.63%, dan berat rehidrasi 189.79 – 233.01 gram. Kekerasan
mi kering Mocaf tanpa substitusi 423.9 gf, mi Mocaf substitusi 15% dan 25%
masing-masing 357.7 gf dan 266.8 gf. Secara organoleptik rata-rata penilaian
panelis terhadap kekerasan mi masuk dalam rentang skala sedikit keras sampai
tidak keras sedangkan penilaian tingkat kesukaan secara keseluruhan berada
diantara rentang skala netral sampai skala agak suka.
Resistant starch tipe III (RS3) is a major resistant starch used in the
production of resistant starch-based functional foods. RS3 is formed through
retrogradation of gelatinized starch. The objectives of this study were : (1) to
increase the resistant starch content of Mocaf through heating-cooling cycles, (2)
to use the modified Mocaf in Mocaf dried noodle production.
The research was conducted in the following 4 (four) steps, namely : (1)
characterizing of native Mocaf, ( 2 ) Determination the optimum combination of
flour-water ratio and temperature that produced the highest level of resistant
starch, (3) Modifying of Mocaf through heating-cooling cycles, (4) Production of
dried noodles using modified Mocaf having the highest resistant starch content.
The resulting product dried noodles made an analysis of resistant starch content
as well as an assessment of the overall sensory attributes by 79 untrained panelists
with hedonic rating test method.
The native Mocaf contained starch (67.47%), amylose (36.73%),
amylopectin (30.74%), and resistant starch (0.79%). The analysis by RVA showed
that native Mocaf had an A-type starch gelatinization profile.
The optimum conditions to increase the resistant starch content of Mocaf
was flour-water ratio of 1:3.44 (w/w) and heating at 79.93o C. The resistant starch
contents as results of 1, 2, and 3 heating-cooling cycles were 4.16%, 6.30% and
8.73% respectively. Addition of 15% and 25% modified Mocaf (3 cycles) in
Mocaf dried noodle production increased the resistant starch content up to 3.77%
and 4.43% respectively. Some characteristics of the Mocaf dried noodles were
cooking loss of between 16.50% and 23,07%, optimum cooking time of 13:01 to
12:01 minutes, water absorption of 126.66% to 169.63%, and rehydration weight
of 189.79% to 233.01%. The hardness of Mocaf dried noodle was 423.9 gf.
Modified Mocaf substitution of 15% and 25% caused the hardness were 357.7 gf
and 266.8 gf respectively. Based on the hedonic evaluation the noodle hardness
was between hard slightly and not hard while assessment of overall attribute was
between neutral to rather like.
Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis ini
dalam bentuk apa pun tanpa izin IPB
PENINGKATAN PATI RESISTEN TIPE III PADA TEPUNG
SINGKONG MODIFIKASI (MOCAF) DENGAN PERLAKUAN
PEMANASAN-PENDINGINAN BERULANG DAN
APLIKASINYA PADA PEMBUATAN MI KERING
RAMLAN ASBAR
Tesis
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Magister Sains
pada
Program Studi Ilmu Pangan
SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2014
Penguji luar komisi pada Ujian Tesis: Dr. Elvira Syamsir, STP, M.Si
Judul Tesis : Peningkatan Pati Resisten Tipe III pada Tepung Singkong
Modifikasi (Mocaf) dengan Perlakuan Pemanasan-Pendinginan
Berulang dan Aplikasinya pada Pembuatan Mi Kering
Nama : Ramlan Asbar
NIM : F251100251
Disetujui oleh
Komisi Pembimbing
Prof. Dr. Ir. Sugiyono, M.App.Sc Dr. Ir. Bambang Hariyanto, MS. APU
Ketua Anggota
Diketahui oleh
Prof. Dr. Ir. Ratih Dewanti–Hariyadi, M.Sc Dr. Ir. Dahrul Syah, MScAgr
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas
karunia-Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Tema yang dipilih
dalam penelitian yang dilaksanakan sejak bulan September 2012 ini ialah pati
resisten Tipe III, dengan judul Peningkatan Pati Resisten Tipe III pada Tepung
Singkong Modifikasi (Mocaf) dengan Perlakuan Pemanasan-Pendinginan
Berulang dan Aplikasinya pada Pembuatan Mi Kering.
Terima kasih penulis ucapkan kepada Bapak Prof. Dr Ir. Sugiyono,
M.App.Sc dan Bapak Dr. Ir. Bambang Hariyanto, MS. APU selaku pembimbing
atas dorongan dan bimbingan sehingga karya ilmiah ini dapat diselesaikan.
Terima kasih juga penulis haturkan kepada Badan Pengkajian dan Penerapan
Teknologi (BPPT) Serpong, atas bantuan dana, fasilitas laboratorium dalam
pembuatan mi dan bantuan enzim untuk analisis pati resisten. Kepada Ibu
Dr. Elvira Syamsir, STP, M.Si penulis mengucapkan terimakasih atas
kesediaannya menjadi dosen penguji. Masukan yang ibu berikan sangat berarti
untuk perbaikan karya ilmiah ini.
Ungkapan terimakasih juga penulis sampaikan kepada ayahanda
Drs. Baharuddin Musa, ibunda Siti Aisyah yang selalu memberikan semangat dan
doa restu yang tidak ada hentinya. Kepada istri tercinta R. Sri Rahayu dan anak-
anak tersayang Ahmad Fadhlan dan Ahmad Naufal, penulis mengucapkan terima
kasih banyak atas kasih sayang, pengertian dan pengorbanan yang diberikan
selama penulis menjalani studi.
Kepada rekan-rekan mahasiswa angkatan 2010 Mayor Ilmu Pangan penulis
ucapkan terimakasih atas kerjasamanya selama perkuliahan dan penelitian ini.
Kepada rekan-rekan teknisi di Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan,
SEAFAST Center, dan Laboratorium Pengolahan Pangan Labtiab BPPT-Serpong,
Tangerang penulis ucapkan terimakasih atas bantuan dan kerjasamanya yang tidak
ternilai harganya. Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.
Ramlan Asbar
DAFTAR ISI
DAFTAR ISI xi
DAFTAR TABEL xii
DAFTAR GAMBAR xii
DAFTAR LAMPIRAN xiv
1 PENDAHULUAN 1
Latar Belakang 1
Kerangka Pemikiran 3
Tujuan 4
Manfaat 4
Hipotesis 4
2 TINJAUAN PUSTAKA 4
Singkong 4
Tepung Singkong Modifikasi 6
Pati Resisten (RS) 11
Amilosa dan Amilopektin 12
Gelatinisasi dan Retrogradasi 13
Mi Kering 14
3 METODOLOGI PENELITIAN 15
Tempat dan Waktu Penelitian 15
Bahan dan Alat 16
Metode 16
Prosedur Analisis 21
4 HASIL DAN PEMBAHASAN 30
Karakteristik Mocaf Native 30
Rasio Tepung-Air dan Suhu 36
Modifikasi Mocaf 42
Aplikasi Mocaf Termodifikasi pada Formulasi Mi Mocaf 58
5 SIMPULAN DAN SARAN 68
Simpulan 68
Saran 69
DAFTAR PUSTAKA 69
LAMPIRAN 76
RIWAYAT HIDUP 126
DAFTAR TABEL
1 Syarat mutu edible cassava flour dalam CODEX 9
2 Spesifikasi mutu Mocaf produksi Koperasi Loh Jinawi 10
3 Perlakuan rasio tepung-air dan suhu berdasarkan RSM 19
4 Komposisi kimia Mocaf native 31
5 Profil gelatinisasi Mocaf native dari hasil pengukuran RVA 34
6 Rancangan rasio tepung-air dan suhu dari program DX7 36
7 Hasil analisis pati resisten Mocaf pada setiap perlakuan 37
8 Kriteria optimasi yang terpilih 41
9 Rasio tepung-air dan suhu terpilih 41
10 Data hasil analisis profil gelatinisasi Mocaf native dan Mocaf
termodifikasi 43
11 Perubahan daerah kristalin dan daerah amorf dari Mocaf akibat
modifikasi berdasarkan hasil pengukuran dengan FTIR 48
12 KPAP dan waktu pemasakan optimum pada mi 59
13 DSA dan berat rehidrasi pada mi 60
14 Tekstur mi kering Mocaf 62
DAFTAR GAMBAR
1 Kerangka pemikiran penelitian 3
2 Diagram alir proses pengolahan singkong menjadi chips kering
(Subagio et al. 2008) 8
3 Diagram alir proses pengolahan chips kering menjadi Mocaf pada
pabrik induk (Subagio et al. 2008) 9
4 Tahapan penelitian dalam proses modifikasi Mocaf dan aplikasinya
pada pembuatan mi kering 17
5 Simulasi input faktor rasio tepung-air dan suhu pada DX7 18
6 Pemanasan-pendinginan berulang (Modifikasi Sugiyono et al. 2009) 19
7 Diagram alir pembuatan mi Mocaf 20
8 Profil kurva gelatinisasi dengan RVA 21
9 Kurva texture profile analysis (TPA) 27
10 Struktur granula Mocaf native di bawah mikroskop polarisasi
(pembesaran 200x) 31
11 Struktur granula Mocaf native di bawah scanning electron microscope
(SEM). (a) Pembesaran 200x; (b) Pembesaran 400x 32
12 Profil gelatinisasi Mocaf native yang diukur dengan RVA 33
13 Pola difraksi sinar X kristalin Mocaf native 34
14 Grafik kenormalan respon pati resisten 39
15 Grafik countour plot respon pati resisten 39
16 Grafik tiga dimensi respon pati resisten 40
17 Profil gelatinisasi Mocaf diukur dengan RVA. (a) Mocaf native, (b)
Mocaf 1 siklus, (c) Mocaf 2 siklus, (d) Mocaf 3 siklus 42
18 Struktur granula Mocaf di bawah mikroskop polarisasi (pembesaran
200x). (a) Mocaf native, (b) Mocaf 1 siklus, (c) Mocaf 2 siklus, (d)
Mocaf 3 siklus 46
19 Struktur granula Mocaf di bawah SEM (pembesaran 200x). (a) Mocaf
native, (b) Mocaf 1 siklus, (c) Mocaf 2 siklus, (d) Mocaf 3 siklus 47
20 Pola difraksi sinar X kristalin Mocaf native dan Mocaf termodifikasi 49
21 Pengaruh siklus pemanasan-pendinginan terhadap kekuatan gel. Garis
vertical di atas tiap balok data menunjukkan galat baku dan huruf-huruf
di atas tiap balok data menunjukkan pembandingan nilai tengah pada
tiap kelompok perlakuan berdasarkan uji beda nyata pada taraf nyata
0.05 50
22 Pengaruh siklus pemanasan-pendinginan terhadap derajat putih. Garis
vertical di atas tiap balok data menunjukkan galat baku dan huruf-huruf
di atas tiap balok data menunjukkan pembandingan nilai tengah pada
tiap kelompok perlakuan berdasarkan uji beda nyata pada taraf nyata
0.05 52
23 Pengaruh siklus pemanasan-pendinginan terhadap Amylose leaching.
Garis vertical di atas tiap balok data menunjukkan galat baku dan
huruf-huruf di atas tiap balok data menunjukkan pembandingan nilai
tengah pada tiap kelompok perlakuan berdasarkan uji beda nyata pada
taraf nyata 0.05 53
24 Pengaruh siklus pemanasan-pendinginan terhadap Sineresis. Garis
vertical di atas tiap balok data menunjukkan galat baku dan huruf-huruf
di atas tiap balok data menunjukkan pembandingan nilai tengah pada
tiap kelompok perlakuan berdasarkan uji beda nyata pada taraf nyata
0.05 54
25 Pengaruh siklus pemanasan-pendinginan terhadap daya cerna. Garis
vertical di atas tiap balok data menunjukkan galat baku dan huruf-huruf
di atas tiap balok data menunjukkan pembandingan nilai tengah pada
tiap kelompok perlakuan berdasarkan uji beda nyata pada taraf nyata
0.05 55
26 Pengaruh siklus pemanasan-pendinginan terhadap pati resisten. Garis
vertical di atas tiap balok data menunjukkan galat baku dan huruf-huruf
di atas tiap balok data menunjukkan pembandingan nilai tengah pada
tiap kelompok perlakuan berdasarkan uji beda nyata pada taraf nyata
0.05 57
27 Mi kering Mocaf substitusi dan tanpa substitusi ulangan 1 (A) dan
ulangan 2 (B) 58
28 Pengaruh substitusi Mocaf termodifikasi terhadap elongasi. Garis
vertical di atas tiap balok data menunjukkan galat baku dan huruf-huruf
di atas tiap balok data menunjukkan pembandingan nilai tengah pada
tiap kelompok perlakuan berdasarkan uji beda nyata pada taraf nyata
0.05 61
29 Rata-rata penilaian panelis terhadap kekerasan mi. Garis vertical di atas
tiap balok data menunjukkan galat baku dan huruf-huruf di atas tiap
balok data menunjukkan pembandingan nilai tengah pada tiap
kelompok perlakuan berdasarkan uji beda nyata pada taraf nyata 0.05 63
30 Rata-rata penilaian panelis terhadap elastisitas mi. Garis vertical di atas
tiap balok data menunjukkan galat baku dan huruf-huruf di atas tiap
balok data menunjukkan pembandingan nilai tengah pada tiap
kelompok perlakuan berdasarkan uji beda nyata pada taraf nyata 0.05 64
31 Rata-rata penilaian terhadap kelengketan mi. Garis vertical di atas tiap
balok data menunjukkan galat baku dan huruf-huruf di atas tiap balok
data menunjukkan pembandingan nilai tengah pada tiap kelompok
perlakuan berdasarkan uji beda nyata pada taraf nyata 0.05 65
32 Rata-rata penilaian terhadap kesukaan secara keseluruhan. Garis
vertical di atas tiap balok data menunjukkan galat baku dan huruf-huruf
di atas tiap balok data menunjukkan pembandingan nilai tengah pada
tiap kelompok perlakuan berdasarkan uji beda nyata pada taraf nyata
0.05 66
33 Kadar pati resisten pada mi Mocaf. Garis vertical di atas tiap balok data
menunjukkan galat baku dan huruf-huruf di atas tiap balok data
menunjukkan pembandingan nilai tengah pada tiap kelompok perlakuan
berdasarkan uji beda nyata pada taraf nyata 0.05 67
34 Proses pregelatinisasi. A) Mocaf, B) Pengukusan, C) Mocaf yang telah
dikukus 68
DAFTAR LAMPIRAN
1 Analysis of variance dan uji lanjut (Tukey) profil gelatinisasi 76
2 Pola difraksi sinar X 80
3 Daya cerna Mocaf native dan Mocaf termodifikasi 90
4 Derajat putih Mocaf native dan Mocaf termodifikasi 94
5 Amylose leaching Mocaf native dan Mocaf termodifikasi 96
6 Sineresis Mocaf native dan Mocaf termodifikasi 99
7 Kekuatan gel Mocaf native dan Mocaf termodifikasi 101
8 Kadar pati resisten tipe III (RS3) Mocaf dari ke-13 running proses
(rasio tepung-air dan suhu) 102
9 Kadar pati resisten tipe III (RS3) Mocaf termodifikasi 1 siklus, 2 siklus,
dan 3 siklus 106
10 Kehilangan padatan akibat pemasakan (KPAP) 108
11 Waktu optimum pemasakan 110
12 Daya serap air (DSA) 111
13 Berat rehidrasi 113
14 Elongasi dan TPA 115
15 Uji organoleptik pada mi Mocaf 119
16 Kadar RS3 pada mi Mocaf 123
1
1 PENDAHULUAN
Latar Belakang
Kerangka Pemikiran
Penumbuhan rantai nilai berbasis potensi lokal merupakan strategi jitu untuk
menggerakkan ekonomi daerah berdasarkan potensi yang dimilikinya. Teknologi
dapat berperan sebagai penghela tumbuhnya agroindustri pangan lokal yang dapat
menggerakkan ekonomi masyarakat dan diversifikasi pangan secara simultan
(Syah 2012). Kerangka pemikiran penelitian yang dilakukan didasarkan atas
pemikiran akan tersedianya sumber pangan berbasis bahan baku lokal yang
memiliki nilai fungsional (Gambar 1).
Tepung singkong
modifikasi (Mocaf)
Tujuan
Manfaat
Penelitian ini memberikan informasi ilmiah tentang cara peningkatan RS3
pada Mocaf dan aplikasinya pada pembuatan produk mi yang memiliki sifat
fungsionalitas yang berbeda dari tepung lain sehingga mendorong penggunaan
tepung Mocaf sebagai alternatif pengganti tepung terigu.
Hipotesis
2 TINJAUAN PUSTAKA
Singkong
digunakan sebagai pagar kebun atau di desa-desa sering digunakan sebagai kayu
bakar untuk memasak. Dengan perkembangan teknologi, ketela pohon dijadikan
bahan dasar pada industri makanan dan bahan baku industri pakan. Selain itu
digunakan pula pada industri obat-obatan (Prihatman 2000).
Menurut Tarwotjo (1998), singkong merupakan jenis ubi yang paling
banyak dikonsumsi masyarakat, Singkong mengandung glukosa yang jumlahnya
bervariasi. Bila kadar glukosa lebih dari 100 mg/ 1kg singkong ini termasuk
singkong manis, menurut Subagio et al. (2008) berbagai varietas singkong dapat
digunakan untuk membuat Mocaf, namun hasil penelitian menunjukkan bahwa
singkong manis lebih baik dibandingkan dengan singkong yang pahit karena
mengandung HCN tinggi.
Singkong merupakan komoditas hasil pertanian, sumber karbohidrat yang
penting setelah beras. Namun sesuai dengan perkembangan teknologi, singkong
tidak hanya dimanfaatkan sebagai makanan saja tetapi juga dimanfaatkan sebagai
bahan baku industri, terutama industri pellet atau makanan ternak dan industri
pengolahan tepung. Industri pengolahan tepung akan menghasilkan antara lain :
tepung tapioka yang merupakan bahan baku pembuatan krupuk, gula cair, industri
tekstil dan sebagainya (Soetanto 2001).
Produk-produk intermediate dari singkong, menurut Prabawati et al (2011)
adalah :
1. Gaplek
Gaplek dibuat dari singkong yang dikeringkan setelah dikupas.
Masyarakat umumnya membuat gaplek dengan cara sederhana, yaitu singkong
dikupas, utuh atau dibelah kemudian dijemur. Ada dua jenis gaplek, yaitu
gaplek yang putih biasa ditepungkan atau dibuat thiwul dan gaplek hitam yang
disebut gatot. Warna hitam pada gatot dihasilkan oleh bermacam fungi dan
bakteri yang tumbuh karena selama penjemuran, singkong dibiarkan pada
hamparan siang dan malam. Perombakan pati menjadi senyawa yang lebih
sederhana oleh berbagai fungi dan bakteri menyebabkan tekstur gatot menjadi
kenyal.
2. Tepung Kasava
Singkong dapat diolah menjadi tepung yang dikenal dengan nama tepung
kasava atau tepung gaplek agar lebih tahan disimpan untuk waktu lama dan
mudah diolah. Proses pengerjaannya masih sederhana yaitu: ubikayu setelah
dikupas dan dicuci bersih, kemudian disawut dan dikeringkan. Sawut kering
digiling dan diayak dengan ayakan 80 mesh. Untuk mencegah terjadinya
pencoklatan, maka sawut ubikayu direndam dalam larutan sodium bisulfit
0,02% selama 15 menit . Tepung ubikayu ini juga sangat berguna sebagai
bahan baku industri.
3. Tapioka
Tapioka atau pati ubikayu berguna sebagai bahan baku industri.
Singkong setelah dicuci bersih, kemudian diparut sambil diberi air. Parutan
tersebut dimasukkan dalam air dan disaring, serta diperas sampai patinya
keluar semua. Air perasan kemudian diendapkan dan airnya dibuang.
Gumpalan pati diremahkan dengan alat molen sehingga bentuknya butiran
kasar, selanjutnya dikeringkan dan digiling, serta diayak dengan ukuran 80
6
mesh. Ampas hasil pengolahan pati tersebut dapat digunakan untuk makanan
ternak.
4. Sagu Kasbi
Sagu kasbi merupakan makanan khas Maluku Utara dibuat dengan cara
mencetak tepung kasbi (singkong) dalam cetakan berbentuk persegi, kemudian
memanggangnya dalam forna/cetakan sagu hingga kering dan matang. Sagu
kasbi memiliki rasa tawar, teksturnya keras, warna putih, bentuk dan
ukurannya besar persegi panjang. Jenis makanan ini sangat cocok sebagai
bahan pangan di musim paceklik karena memiliki daya tahan yang lama, yaitu
1-2 tahun, apabila disimpan dalam kondisi yang baik dan kering. Masyarakat
Maluku Utara biasanya mengonsumsi sagu kasbi sebagai pangan pokok dengan
cara mencelupkan ke dalam air atau kuah dari makanan hingga lembek lalu
dikonsumsi bersama lauk pauk, sebagaimana layaknya mengonsumsi nasi.
Selain itu sagu kasbi juga dikonsumsi pada saat sarapan pagi dengan
dicelupkan dalam minuman teh dan kopi. Sekarang sudah dikembangkan sagu
kasbi aneka rasa, dengan bahan ubi kayu, susu bubuk, perisa mangga, perisa
jeruk, perisa stawberry, coklat, dan gula halus.
5. Kasoami
Adalah makanan khas masyarakat Kabupaten Wakatobi, Sulawesi
Tenggara. Singkong yang telah dikupas, diparut, diperas dibuang airnya,
kemudian dikeringkan. Jika akan dikonsumsi, kasoami dikukus dan disantap
dengan sayur dan lauk.
Singkong
Chips singkong
(± 1 ons) Pengupasan Kulit
Senyawa aktif B
Perendaman II
Senyawa aktif C Limbah cair
(10 menit)
Chips kering
Chips kering
Penepungan
Pengayakan
Pengemasan
Tepung Mocaf
Mocaf merupakan produk hasil olahan dari singkong yang dapat dimakan
(edible cassava). Oleh karena itu, syarat mutu Mocaf dapat mengacu kepada CODEX
STAN 176-1989 (Rev. 1-1995) tentang edible cassava flour, dengan syarat-syarat
mutu seperti ditunjukkan pada Tabel 1.
Physical Properties
9. Warna
9a. L Min 94 95.1
9b. a Max 3 -2.6
9c. b Max 15 9.0
9d. W Min 87 88.2
10. Granula %
10a. Mesh 80 Max 10 5.2
10b. Mesh 100 Min 90 95
11. Pasta
11a. Pasta panas mPa.S 50 – 60 80
11b. Pasta dingin mPa.S 85 – 115 102
12. Kekentalan pasta FTU Max 160 120
Microbial Properties
13. Standar Plate Count cfu/g 5 x 104 4 x 104
14. Kapang cfu/g 102 nd
15. Jamur cfu/g 102 nd
Sensoric Properties
16. Penampakan White Powder White Powder
17. Aroma Spesific Mocaf Spesific
Mocaf
18. Rasa Spesific Mocaf Spesific
Mocaf
Sumber : Koperasi Loh Jinawi, 2012 (e-mail: Mocaf_indonesia@yahoo.com)
11
RS3 merupakan tipe pati yang paling banyak digunakan sebagai bahan baku
pangan fungsional yang berbasis resistant starch. Kandungan RS tipe III dalam
makanan secara alami umumnya rendah, namun beberapa penelitian tentang
teknik modifikasi untuk meningkatkan RS telah dilaporkan.
Li et al. (2011) melaporkan peningkatan kandungan RS dari 11.2% menjadi
45.2% pada pati kacang hijau dengan teknik Heat Moisture Treatment (HMT).
Pati kacang hijau yang dimodifikasi dengan HMT menghasilkan produk dengan
pati resisten, yang dicirikan oleh butiran granula pada permukaan, penurunan
birefringence, peningkatan jumlah amilosa, kristalinitas yang relatif lebih besar,
peningkatan stabilitas termal, serta mengurangi kapasitas pembengkakan.
Shin et al. (2004), menggunakan teknik hidrolisis asam secara lambat yang
dikombinasikan dengan autoclaving-cooling dan diikuti dengan HMT,
melaporkan penigkatan RS pada kentang dan ubi jalar. Kombinasi teknik yang
digunakan menyebabkan terjadinya rekristalisai yang menyebabkan peningkatan
RS3, karena adanya pembentukan double helix baru.
Teknik kombinasi yang lain dilaporkan oleh Zhao dan Lin (2009) yaitu
dengan menggunakan debrancing dengan pullulanase dikombinasikan dengan
siklus autoclaving-cooling. Kadar RS3 hasil modifikasi pati jagung meningkat
dari 4,10% (1 siklus) menjadi 11,2% (6 siklus), sedangkan untuk 3 siklus sebesar
8,5%, hanya naik sekitar 2,7% dari 6 siklus. Sugiyono et al. (2009), melaporkan
bahwa pati garut yang diberi perlakuan siklus pemanasan suhu tinggi-pendinginan
(autoclaving-cooling) berulang dapat menghasilkan pati modifikasi yang daya
cernanya lebih rendah dari RS3 komersial (Novelose 330), sehingga potensial
untuk dijadikan pangan fungsional berbasis RS3. Milasinovic et al. (2010)
melaporkan bahwa, konsentrasi suspensi pati (10% dan 20%) tidak secara
signifikan mempengaruhi hasil RS tetapi yang berpengaruh adalah jumlah siklus
pada autoclaving-cooling, dimana setelah tiga siklus, hasil RS meningkat sebesar
2,1% pada kedua konsentrasi suspensi pati tersebut.
Proses autoclaving-cooling secara berulang dapat menyebabkan semakin
banyaknya pembentukan fraksi amilosa teretrogradasi atau terkristalisasi. Fraksi
amilosa yang berikatan dengan fraksi amilosa lainnya melalui ikatan hydrogen
membentuk struktur double helix. Struktur double helix berikatan dengan struktur
double helix lainnya membentuk kristalit sehingga terjadi rekristalisasi fraksi
amilosa yang dikenal dengan proses pembentukan RS3. Rekristalisasi amilosa ini
terjadi selama proses pendinginan (cooling) (Haralampu 2000). Leong et al.
(2007), menyatakan bahwa proses autoclaving-cooling yang berulang dapat
menyebabkan terjadinya peningkatan penyusunan amilosa-amilosa dan amilosa-
amilopektin dan peningkatan pembentukan kristalin yang lebih sempurna yang
berakibat pada peningkatan kadar RS3.
Granula pati tersusun atas tiga komponen utama, yaitu amilosa, amilopektin,
dan bahan antara seperti lipid dan protein. Perbandingan jumlah diantara ketiga
komponen tersebut berbeda-beda untuk tiap jenis pati, tergantung dari sifat-sifat
botani sumber pati tersebut. Fraksi terlarut disebut amilosa dan fraksi tidak
terlarut disebut dengan amilopektin (Winarno 2002).
13
Amilosa merupakan komponen pati yang mempunyai rantai lurus dan larut
dalam air. Umumnya pati tersusun dari 17 – 21% amilosa, terdiri dari satuan
glukosa yang bergabung melalui ikatan α-(1-4) D-glukosa. Sementara amilopektin
merupakan komponen pati yang mempunyai rantai cabang, terdiri dari satuan
glukosa yang bergabung melalui ikatan α-(1-4) D-glukosa dan α-(1-6) D-glukosa
(Schwartd dan Zelinskie 1978).
Menurut Muchtadi et al. (1993), amilosa yang merupakan fraksi linear
merupakan komponen minor yaitu sekitar 17-30% total pati. Pembentukan warna
biru yang dihasilkan oleh pati melalui penambahan yodium menunjukan fraksi
linear, sedangkan amilopektin merupakan komponen yang bercabang karena
terdapat ikatan alpha 1-6 pada titik tertentu dari molekul tersebut dan reaksi
dengan yodium akan menghasilkan warna merah.
Kandungan amilosa pada singkong dilaporkan oleh Sudarmonowati et al.
(2007), bahwa kandungan amilosa dari 160 genotip singkong yang ada di
Indonesia berkisar antara 22.65% - 32,4%, dan dikelompokkan berdasarkan
kandungan amilosa adalah sebagai berikut: sangat rendah (22,6% -22,8%), rendah
(23,8% -24,9%), medium (25,4% -29,6%), tinggi (30% -31,2%), dan sangat tinggi
(32,4% - 32,5%). Amilosa terendah adalah genotip L-89-26 dan Selengan (22,6-
23,3%) sedangkan amilosa tertinggi adalah genotip Iding (32,53%). Pendugaan
kadar amilosa sebagai komponen pada Mocaf dengan alat Near Infra Red (NIR)
ditunjukkan pada panjang gelombang 2280 – 2320 nm, yang menunjukkan
penyerapan cahaya yang tinggi oleh kadar amilosa. Kadar amilosa pada Mocaf
adalah sebesar 34.75%, sedangkan kadar amilopektinnya adalah sebesar 39,55%
(Purba 2010 ; Panikulata 2008).
Gelatinisasi dan retrogradasi dua fenomena fisik penting yang terjadi pada
makanan berbasis pati. Gelatinisasi pati adalah sebuah proses yang merubah
molekul granula pati alami dan biasanya terjadi pada saat pengolahan termal dan
terdapat air. Pati yang tergelatinisasi, cenderung membentuk struktur seperti gel
yang akhirnya menginduksi perubahan dalam perilaku fisik pati. Pati berubah dari
kondisi amorf ke keadaan kristal, dan dengan demikian retrogradasi dinyatakan
sebagai proses yang mencakup rekristalisasi (Yuan et al. 1993).
Gelatinisasi pati merupakan fenomena umum yang terjadi pada pati dan
sering menjadi prinsip utama pada berbagai cara pengolahan pati. Gelatinisasi
adalah peristiwa hilangnya sifat birefringent granula pati akibat penambahan air
secara berlebih dan pemanasan pada waktu dan suhu tertentu sehingga granula
membengkak dan tidak dapat kembali pada kondisi semula (irreversible)
(Kusnandar 2010). Greenwood (1979) menjelaskan bahwa pada proses
gelatinisasi terjadi pengrusakan ikatan hidrogen. Ikatan hidrogen ini berfungsi
untuk mempertahankan struktur integritas granula. Terdapatnya gugus hidroksil
yang bebas akan menyerap molekul air sehingga selanjutnya terjadi
pembengkakan granula pati.
Mekanisme pengembangan (pembengkakan) tersebut disebabkan ikatan-
ikatan hidrogen yang menghubungkan molekul-molekul amilosa dan amilopektin
semakin melemah dengan meningkatnya suhu pemanasan, sehingga mengganggu
14
kekompakan granula pati. Di sisi lain, dengan meningkatnya suhu, maka molekul-
molekul air mempunyai energi kinetik yang lebih tinggi sehingga dengan mudah
berpenetrasi ke dalam granula pati. Dengan demikian, bila suhu suspensi pati
meningkat, maka air akan terikat secara simultan dalam molekul amilosa dan
amilopektin yang mengakibatkan pengembangan ukuran granula pati tersebut.
Setelah pengembangan granula mencapai maksimum pada suhu pemanasan
tertentu, maka granula pati akan pecah (rupture), sehingga pemanasan pada suhu
yang lebih tinggi akan menyebabkan penurunan kekentalan pasta pati secara tajam
(Meyer 2003).
Sha et al. (2012), melaporkan bahwa untuk menguji perubahan struktur
internal pati resisten, maka dapat diperiksa dengan menggunakan DSC. Penurunan
suhu gelatinisasi dan entalpi gelatinisasi (∆H) menunjukkan rusaknya ikatan
hidrogen selama proses gelatinisasi. Chung et al. (2009) menyatakan bahwa ∆H
berkorelasi dengan jumlah double helix dan kristalin. ∆H juga menunjukkan
hilangnya susunan ikatan double helix dan merupakan salah satu parameter yang
sangat dipengaruhi oleh kadar amilosa, panjang rantai dari amilopektin dan
kompleks amilosa-lipid.
Proses gelatinisasi pati juga menyebabkan terjadinya disosiasi double helix
dari amilopektin dan peluruhan (melting) dari kristalit. Disosiasi double helix dari
rantai amilopektin menyebabkan hilangnya sifat birefringence dan kristalinitas
granula pati. Semakin tinggi suhu dan semakin besar total energi maka semakin
kuat struktur kristalin pada granula pati (Cooke dan Gidley 1992). Menurut
BeMiller dan Whistler (1996), jika gel pati didiamkan beberapa lama maka akan
terjadi perluasan daerah kristal sehingga mengakibatkan pengkerutan struktur gel
yang biasanya diikuti dengan keluarnya air dari gel. Pati tergelatinisasi yang
kemudian mengalami penurunan suhu dapat mengkristal kembali, peristiwa ini
disebut dengan retrogradasi.
Retrogradasi mengakibatkan perubahan sifat gel pati diantaranya
meningkatkan ketahanan pati terhadap hidrolisis enzim amilolitik, menurunkan
kemampuan melewatkan cahaya (transmisi) dan kehilangan kemampuan untuk
membentuk kompleks berwarna biru dengan iodin. Faktor yang mendukung
terjadinya retrogradasi adalah temperatur yang rendah, derajat polimerisasi yang
relatif rendah, konsentrasi amilosa yang tinggi, dan adanya ion-ion organik
tertentu (Jane 2004). Retrogradasi pati dipengaruhi oleh jumlah amilosa, suspensi
dan suhu penyimpanan, sedangkan lipid atau senyawa yang ditambahkan seperti
surfaktan bisa mengganggu atau menghambat retrogradasi tersebut
(Gudmundsson 1994).
Mi Kering
menyajikan mi pada perayaan ulang tahun sebagai lambang atau simbol umur
yang panjang, yang terbuat dari beras dan tepung kacang-kacangan.
Proses pembuatan mi secara umum terdiri dari proses pencampuran,
pembentukan lembar adonan, pembentukan mi, pengukusan (pemasakan),
penggorengan serta pendinginan. Menurut Haryanto dan Munarso (2004) mi
kering adalah produk yang tidak mengalami proses pemasakan lanjut ketika
benang mi telah dipotong, tetapi merupakan mi segar yang langsung dikeringkan
hingga kadar airnya mencapai 8-10% Pengeringannya biasanya dilakukan melalui
penjemuran. Karena bersifat kering, daya simpannya juga relatif panjang dan
mudah penanganannya.
Menilik potensi dan prospek yang dimiliki mi sebagai pangan penting dalam
menu masyarakat Indonesia, berbagai pihak telah dan tengah mencoba untuk
mengembangkan mi, bukan saja sebagai produk yang diharapkan menjadi
jembatan dalam usaha penganeka-ragaman pangan, tetapi juga sebagai produk
yang dapat memberikan tambahan pendapatan melalui pengembangan bisnis mi.
Perhatian seperti ini lebih banyak diberikan pada pengembangan teknologi mi
berbahan baku non-terigu, mengingat bahan baku non-terigu merupakan produk
lokal yang mendapat dorongan lebih kuat dalam pengembangannya.
Mi yang dibuat dari bahan baku non terigu memerlukan proses yang
berbeda dengan mi dari terigu. Mi non terigu membutuhkan adanya mekanisme
gelatinisasi dan retrogradasi pati untuk membentuk struktur mi yang kokoh.
Bahan baku yang digunakan umumnya berupa pati (Muhandri 2012).
Penelitian tentang mi berbahan baku non terigu telah banyak dilakukan,
Simanjuntak (2001), melaporkan pemanfaatan ubi jalar sebagai bahan dasar
pembuatan mi kering, sedangkan Affy (2007) juga melaporkan hal sama, namun
menggunakan ubi jalar varietas unggulan. Fahmi (2007) melaporkan mi basah
berbasis tepung jagung dengan teknik ekstrusi dan Ekafitri (2009) melakukan
karakterisasi tepung lima varietas jagung kuning hibrida sebagai bahan untuk
pembuatan mi. Sementara itu Purwani et al. (2006) melaporkan hasil kajian
tentang karakterisasi dan penerimaan mi sagu oleh masyarakat di Sulawesi
Selatan.
3 METODOLOGI PENELITIAN
Penelitian ini dilakukan pada bulan September 2012 – Juni 2013. Proses
modifikasi Mocaf dan pengujian/analisis dilakukan di beberapa laboratorium di
IPB, yaitu Laboratorium Kimia Pangan dan Laboratorium Biokimia Pangan di
Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan, Fakultas Teknologi Pertanian-IPB;
Laboratorium Rekayasa Proses Pangan di South East Asia Food Agricultural
Science and Technology (Seafast) Center IPB. Pembuatan mi kering dilakukan di
laboratorium BPPT Serpong.
16
Bahan utama yang digunakan yaitu Mocaf yang diperoleh dari BPPT
Serpong. Bahan-bahan untuk analisis yaitu Aquades, K2SO4, H2SO4 pekat, larutan
NaOH-Na2S2O3, H3BO3, HCl 1N, indikator metil merah, HCL, etanol, eter, NaoH,
anthrone, larutan glukosa murni, petroleum eter, buffer fosfat pH 7, termamyl (A
3306), amiloglukosidase (A 9913), protease (P 3910), enzim α-amylase, DNS
(asam dinitrosalisilat), dan larutan maltosa murni.
Alat-alat yang digunakan yaitu rapid visco analyzer (2061904TMA,
Tecmaster), Whitenessmeter (Kett electric laboratory C-100-3), vacuum pump
(WP-15-1, Oakton), pH meter (pH 700, Eutech), kertas saring no. 42 (Whatman,
CAT No. 1442-090), spektrofotometer UV-Vis Spectronic 20D+, FTIR
(IRPrestige-21, Shimadzu), X-ray difractometer (XRD-7000, Shimadzu), freezer,
waterbath, texture profile analyser (TA-XT2i), scanning electron microscopy
(EVO 50, Zeiss), centrifuge (5810R, Eppendorf), ekstruder ulir tunggal dan alat-
alat gelas lainnya.
Metode
Profil gelatinisasi
13 Running perlakuan (hasil Morfologi
olah software DX7) Perubahan daerah kristalin
dan amorf
Tahap III: Pola difraksi sinar X
Modifikasi Mocaf Kekuatan gel
Derajat putih
Gelatinisasi dan retrogradasi Amylose leaching
berulang dengan rasio tepung-air Sineresis
dan suhu terpilih Daya cerna
Pati resisten
Mocaf termodifikasi dengan
RS tertinggi
KPAP
Analisis waktu optimum
pemasakan
Tahap IV: Pembuatan mi Daya serap air
kering Berat rehidrasi
Elongasi
Tekstur (kekerasan,
Mi kering Mocaf kelengketan, elastisitas,
kekenyalan)
Organoleptik
o
Suhu C 67.3 82
Rasio gr 1.5 3.5
Gambar 5 Simulasi input faktor rasio tepung-air dan suhu pada DX7
Kombinasi perlakuan tersebut diolah lebih lanjut dalam program DX7, yang
selanjutnya akan mengeluarkan 13 kombinasi rasio tepung-air dan suhu, yang
selanjutnya disebut running (Tabel 3). Selanjutnya Mocaf dimodifikasi
berdasarkan ke-13 kombinasi perlakuan, sehingga didapatkan 13 Mocaf
termodifikasi. Masing-masing Mocaf termodfikasi dianalisa kadar pati
resistennya, kadar pati resisten selanjutnya disebut sebagai response.
Response kemudian diinput kembali ke dalam program DX7, sehingga akan
menghasilkan satu kombinasi rasio tepung-air dan suhu dengan RS tertinggi.
Kombinasi rasio tepung-air dan suhu tersebut dinyatakan sebagai rasio tepung-air
dan suhu terpilih. Selanjutnya dilakukan verifikasi terhadap rasio tepung-air dan
suhu terpilih tersebut, dengan melakukan percobaan, sehingga didapatkan kadar
pati resisten aktual dan membandingkan dengan kadar pati resisten yang
diperidikasi oleh DX7.
19
1. 1 1 : 2.50 64.26
2. 2 1 : 1.50 67.30
3. 3 1 : 2.50 74.65
4. 4 1 : 3.50 67.30
5. 5 1 : 3.91 74.65
6. 6 1 : 2.50 74.65
7. 7 1 : 1.09 74.65
8. 8 1 : 1.50 82.00
9. 9 1 : 3.50 82.00
10. 10 1 : 2.50 85.04
11. 11 1 : 2.50 74.65
12. 12 1 : 2.50 74.65
13 13 1 : 2.50 74.65
Modifikasi Mocaf
Pembuatan Mocaf termodifikasi dengan siklus pemanasan – pendinginan
dilakukan dengan 3 perlakuan berbeda. Perlakuan tersebut adalah modifikasi
rasio tepung-air dan suhu terpilih dengan variasi 1, 2, dan 3 siklus pemanasan –
pendinginan. Modifikasi Mocaf dengan 1 siklus pemanasan dan pendinginan
dilakukan dengan tahapan proses seperti yang ditunjukkan pada Gambar 6.
Mocaf
Air 22.5%
Garam 2% Pencampuran bahan
Adonan
Ekstrusi
Mi Mocaf kering
Prosedur Analisis
Data yang diperoleh dari pengukuran RVA adalah suhu awal gelatinisasi
(SAG), viskositas puncak atau maximum viscosity (PV), viskositas pada 95 oC
atau hot paste viscosity (HPV), viskositas breakdown (BD), viskositas setelah
mencapai suhu 50 oC, viskositas akhir setelah dipertahankan di 50 oC atau cold
paste viscosity (CPV), viskositas setback atau setback viscosity (SB), dan
stabilitas pengadukan pada 50 oC. SAG (oC) adalah suhu pada saat nilai
viskositas mulai terbaca yang menandakan pati mulai mengalami gelatinisasi. PV
diukur saat pasta pati mencapai viskositas maksimum selama fase pemanasan. BD
menunjukkan kestabilan viskositas terhadap pemanasan yang dihitung dari selisih
22
DP (%) = x 100 %
Analisis sampel
Sebanyak 100 mg sampel pati dimasukkan ke dalam labu takar 100 ml.
Kemudian ditambahkan 1 ml etanol 95% dan 9 ml larutan NaOH 1 N ke dalam
labu. Labu takar lalu dipanaskan dalam penangas air pada suhu 95 ºC selama 10
menit. Setelah didinginkan, larutan gel pati ditambahkan air destilata sampai tanda
tera dan dihomogenkan. Gel pati dipipet 5 ml larutan, dipindahkan ke dalam labu
takar 100 ml. Ke dalam labu takar tersebut kemudian ditambahkan 1.0 ml larutan
asam asetat 1 N dan 2 ml larutan iod, lalu ditera dengan air destilata. Larutan
dibiarkan selama 20 menit, lalu diukur absorbansinya dengan spektrofotometer
pada panjang gelombang 625 nm. Kadar amilosa ditentukan berdasarkan
persamaan kurva standar yang diperoleh.
Perhitungan :
Serat kasar 1%, maka % serat kasar = x 100%
Serat kasar 1%, maka % serat kasar = x 100%
Tekstur Profil Analisis dengan TA-XT2i (Mishra dan Rai 2006, modifikasi)
Pengukuran tekstur mi dilakukan setelah mi direhidrasi sesuai dengan waktu
optimum pemasakan, sehingga data karakteristik tekstur yangdihasilkan
merupakan kondisi siap untuk dikonsumsi. Mi (sekitar 10 cm) sebanyak 50 g
dimasukan kedalam 700 ml air yang telah didihkan selama 3 menit. Waktu
pemasakan disesuaikan dengan waktu optimum pemasakan. Mi yang telah masak
disiram dengan 100 ml air dingin (2 kali) dan ditiriskan, kemudian dengan cepat
dilakukan pengukuran tekstur.
Probe yang digunakan adalah berbentuk silinder dengan diameter 35 mm.
TA-XT2i diset dengan pre test speed 2.0 mm/s, tes speed 1 mm/s, post tes speed
2.0 mm/s, repture test distance 1%, distance 50%, force 5 gf, time 5 detik, dan
count 2. Sampel yang telah direhidrasi diletakan pada probe tersebut, kemudian
alat dijalankan. Hasil analisis TPA akan memproleh nilai kekerasan dengan satuan
gram force (gf), elastisitas dengan satuan gram second (gs), dan kelengketan
dengan satuan gram force (gf). Contoh kurva TPA dapat dilihat pada Gambar 9
H1
H2
A3
D1 D2
Catatan : Kadar abu residu dapat dihitung dengan cara menghitung selisih antara
berat abu dari kertas saring+residu terhadap berat abu dari kertas saring
kosong.
BR (%) = x 100%
Analisis Statistika
Analisis statistika dilakukan dengan menggunakan program SPSS17. Uji
beda nyata pada taraf kepercayaan 95% atau α=0.05. Uji lanjut Tukey digunakan
untuk menentukan pengaruh perlakuan terhadap parameter uji yang relevan,
kecuali pada uji organoleptik digunakan uji lanjut Duncan.
Komposisi Kimia
Tabel 4 menunjukkan hasil analisis proksimat dari Mocaf native. Kadar
karbohidrat (by difference) dari Mocaf native adalah 87.55% dan kadar lemak
relatif rendah yaitu 0.13%. Kadar lemak yang rendah sangat diharapkan dalam
pembuatan RS3, karena lemak dapat menghambat proses pembentukan RS3
dengan membentuk kompleks dengan amilosa sehingga terbentuk kompleks
lemak-amilosa. Kadar pati dari Mocaf native adalah 67.47%. Kadar tersebut
sedikit lebih rendah dari kadar pati Mocaf produksi koperasi Loh Jinawi yang
tertera pada CoA (Certificate of Analysis) dan yang dilaporkan oleh Panikulata
(2008), dengan kadar pati masing-masing sebesar 82.60% dan 74.30%. Perbedaan
kadar pati disebabkan oleh perbedaan varietas singkong. Kadar pati pada tapioka
dari empat varietas singkong yaitu Adira 2, Adira 4, Valenca dan Manggu
masing-masing adalah 88.78%, 89.08%, 89.14% dan 86.90% (Pangestuti 2010).
Kadar pati Mocaf native mengandung amilosa 36.73% dan amilopektin
30.74% (Tabel 4). Kadar amilosa yang tinggi dari Mocaf native berpotensi untuk
digunakan sebagai bahan baku untuk pembuatan pati resisten tipe III (RS3).
31
menyatakan ukuran granula tapioka sekitar 5-40 μm dengan bentuk bulat dan
oval. Variasi tersebut dipengaruhi oleh varietas tanaman singkong dan periode
pertumbuhan pada musim yang berbeda. Numfor et al. (2009) menyatakan
diameter rata-rata granula pati singkong jenis "redskin" adalah 41 µm, sedangkan
diameter granula pati dari jenis yang sama tapi telah melalui proses fermentasi
spontan dan fermentasi campuran lebih rendah, masing-masing 37 dan 35 µm.
Gambar 10 juga memperlihatkan bahwa granula masih terlihat utuh dengan
bentuk yang bulat, yang menunjukkan bahwa struktur granula dari Mocaf native
belum mengalami kerusakan. Pengamatan lain yang mendukung hal tersebut
adalah hasil pengamatan dengan menggunakan Scanning Electron Microscopy
(SEM) yang juga menunjukkan struktur granula yang utuh dan masih halus
(Gambar 11).
a b
viskositas yang cukup tinggi dan diikuti oleh viskositas breakdown yang sangat
tajam.
Viskositas puncak menunjukkan kondisi awal granula pati tergelatinisasi
atau mencapai pengembangan maksimum hingga selanjutkan akan pecah,
sedangkan viskositas breakdown (penurunan viskositas) menunjukkan kestabilan
pasta selama pemanasan, dimana semakin rendah breakdown maka pasta yang
terbentuk akan semakin stabil terhadap panas (Widianingrum dan Purwani, 2006).
Derajat Putih
Warna merupakan salah satu atribut penampilan pada suatu produk yang
sering kali menentukan tingkat penerimaan konsumen terhadap produk tersebut
secara keseluruhan (Meilgaard et al. 1999). Pengukuran derajat putih Mocaf
native dilakukan dengan menggunakan Whitenessmeter yang derajat putihnya
dikalibrasi dengan BaSO4. Hasil pengukuran derajat putih dari BaSO4 adalah
81.6, sedangkan derajat putih dari Mocaf native adalah 93.85±0.07
(115.01±0.09%) atau 15.01% lebih putih dari standar (BaSO4). Derajat putih
Mocaf yang diproduksi oleh koperasi Loh Jinawi Trenggalek adalah 88-91%.
Syarat mutu tepung Mocaf belum ditetapkan oleh SNI. Sebagai pembanding
adalah syarat mutu tapioka yang telah ditetapkan oleh SNI nomor 01-3451-1994
yang mensyaratkan derajat putih tapioka sebesar minimum 94.5% (mutu I),
minimum 92% (mutu II) dan <92% (mutu III).
Amylose Leaching
Pengukuran amylose leaching atau pelepasan amilosa digambarkan sebagai
keluarnya amilosa pada saat proses gelatinisasi. Amylose leaching pada Mocaf
native adalah 4.25%. Hal ini memberikan gambaran jumlah amilosa yang lepas
dari Mocaf native selama proses gelatinisasi.
Sineresis
Pengeluaran molekul air dari matriks gel pati dinamakan dengan sineresis.
Sineresis semakin cepat terjadi bila gel pati disimpan pada suhu rendah maupun
beku dan dapat diketahui dengan mengukur jumlah air yang keluar dari gel pati
setelah thawing. Persen sineresis pada Mocaf native yang diamati adalah sebesar
28.04%. Persentase sineresis ini dapat memberikan gambaran bahwa Mocaf native
akan mengalami retrogradasi jika diberikan perlakuan pemanasan dan kemudian
dilanjutkan dengan pendinginan.
Chen (2003) menyatakan bahwa pengukuran kecendrungan pati untuk
mengalami retrogradasi adalah freezethaw stability dan pengukuran nisbah
viskositas setback pasta. Kecendrungan terjadinya retrogradasi pada Mocaf native
diharapkan karena akan lebih mudah dalam pembentukan RS3, karena semakin
36
Kekuatan Gel
Kekuatan gel dipengaruhi oleh kandungan amilosa. Kandungan amilosa
yang tinggi akan meningkatkan kekuatan gel. Hal tersebut disebabkan karena gel
terbentuk setelah proses pemanasan, sehingga salah satu faktor yang
mempengaruhi adalah retrogradasi. Oleh sebab itu banyaknya kandungan amilosa
pada matriks gel akan memperkuat gel yang terbentuk selama pendinginan.
Kekuatan gel hasil pengamatan pada Mocaf native adalah sebesar 190.7 gf
(suspensi 20%).
1 1 : 2.5 64.26
2 1 : 1.5 67.30
3 1 : 2.5 74.65
4 1 : 3.5 67.30
5 1 : 3.91 74.65
6 1 : 2.5 74.65
7 1 : 1.09 74.65
8 1 : 1.5 82.00
9 1 : 3.5 82.00
10 1 : 2.5 85.04
11 1 : 2.5 74.65
12 1 : 2.5 74.65
13 1 : 2.5 74.65
Rancangan rasio tepung-air yang digunakan adalah 1:1.5, 1:2.5 dan 1:3.5,
sedangkan suhu yang digunakan adalah yang berasal dari hasil analisis RVA
terhadap Mocaf native. Suhu awal gelatinisasi dan suhu pada saat Mocaf native
mencapai puncak gelatinisasi (peak viscosity), masing-masing 67.3oC dan 82oC.
Parker & Ring (2001) menjelaskan bahwa suhu pemanasan dan air berlebih yang
37
Menurut Escarpa et al. (1997) untuk membentuk RS3 dari granula pati alami (raw
starch), pati harus tergelatinisasi dan sesudahnya diikuti oleh proses retrogradasi.
Fenomena yang terjadi dari ke-13 perlakuan dalam penelitian ini adalah,
perlakuan dengan rasio tepung air 1:2.5 dengan suhu pemanasan 74.65 oC
(running 3, 6, 11, 12, 13), kadar RS tidak berbeda nyata secara statistik (p>0.05).
Hal ini disebabkan karena perlakuannya sama. Pada running 7, perlakuan dengan
rasio tepung-air yang sedikit lebih rendah (1:1.09) dengan suhu yang sama (74.65
o
C), menghasilkan kadar RS yang lebih rendah (1.722%) dibandingkan dengan
kadar RS yang dihasilkan pada running 3, 6, 11, 12 dan 13 dengan perbedaan
yang nyata secara statistik (p<0.05).
Pada running 5, perlakuan dengan rasio tepung-air yang lebih tinggi
(1:3.91) dengan suhu pemanasan yang sama (74.65 oC), dihasilkan kadar RS yang
lebih tinggi (3.850%). Hal sama terjadi pada running 2 dan 4, pada suhu
pemanasan yang sama (67.30 oC) dengan rasio tepung-air running 4 yang lebih
tinggi (1:3.5) dari rasio tepung-air running 2 (1:1.5) menghasilkan kadar RS yang
lebih tinggi yang berbeda nyata secara statistik (p<0.05).
Perlakuan dengan rasio tepung-air yang sama (1:1.5) dengan suhu yang
berbeda yaitu 67.30 oC dan 82 oC, menghasilkan kadar RS yang tidak berbeda
nyata secara statistik (p>0.05). Hal yang sama terjadi pada rasio tepung-air 1:2.5
pada suhu pemanasan 64.26 oC, 74.65 oC dan 85.04 oC serta pada rasio tepung-air
1:3.5 pada suhu pemanasan 67.30 oC dan 82 oC juga menghasilkan kadar RS yang
tidak berbeda nyata secara statistik (p>0.05).
Dari fenomena tersebut, maka dapat dikatakan bahwa peningkatan kadar RS
pada Mocaf dengan gelatinisasi dan retrogradasi pada penelitian ini sangat
dipengaruhi oleh rasio tepung-air. Jumlah air yang ditambahkan dalam suspensi
pati akan mempengaruhi konsentrasi pati dan berpengaruh dalam proses
autoclaving-cooling. Hal ini karena nisbah pati dan air sangat mempengaruhi
proses ekspansi matriks pati dan gelatinisasi granula (Raja dan Shindu 2000).
Penambahan air yang terlalu sedikit ke dalam suspensi pati menyebabkan
jumlah amilosa yang keluar dari granula tidak optimum. Hal ini dapat mengurangi
kadar RS yang terbentuk yang disebabkan oleh menurunnya peluang terjadinya
reasosiasi amilosa-amilosa dan amilosa-amilopektin (Sajilata et al. 2006).
bahwa data-data untuk respon pati resisten menyebar normal yang berarti
nilai aktual akan mendekati hasil yang diprediksikan oleh program DX7.
Normal % Probability
80
70
50
30
20
10
5
1.72
78.33
4.0338
X1 = A: Rasio Pati air
X2 = B: Suhu
B: Suhu
74.65 2.58372.94622 5
3.67128
3.30875
70.98
67.30
1.50 2.00 2.50 3.00 3.50
A: R as io Pat i air
Pati Resisten
4.28
1.72
4.4
X1 = A: Rasio Pati air
X2 = B: Suhu
3.725
Pati Resisten
3.05
2.375
1.7
82.00 3.50
78.33 3.00
74.65 2.50
70.98 2.00
B: Suhu 67.30 1.50
A: Rasio Pati air
Verifikasi
Setelah didapatkan rasio tepung-air dan suhu serta prediksi kadar RS
didapatkan, maka dilanjutkan dengan verifikasi yaitu melakukan percobaan
dengan rasio tepung-air dan suhu terpilih. Hasil percobaan dilanjutkan dengan
analisis kandungan pati resistennya, dimana diharapkan kadar RS yang dihasilkan
masuk ke dalam kisaran kadar RS yang diprediksikan.
Pada tahap verifikasi ini kadar RS yang terukur adalah 4.14%. Hasil ini
lebih rendah dari kadar RS yang diprediksikan (4.28%), namun kadar RS hasil
verifikasi tersebut masih masuk ke dalam kisaran RS yang diprediksikan (4.09% -
4.47%).
42
Modifikasi Mocaf
a
c
d
Tabel 10 Data hasil analisis profil gelatinisasi Mocaf native dan Mocaf
termodifikasi.
Data hasil Perlakuan pada Mocaf
RVA native 1 siklus 2 siklus 3 siklus
bc
PV (cP) 3113±18.38 a*
2441.5±156.27 b
2209±128.69 1724±145.66c
HPV (cP) 1183±4.24a 649.5±161.9b 432.5±0.71b 331.5±7.7b
a a
BD (cP) 1930±14.14 a
1792±318.2 1776.5±129.4 1392.5±153.4a
FV (cP) 1740±36.76a 1044±162.6b 712±9.9c 571±5.66c
b c
SB (cP) 557±32.56 a
394.5±0.0 279.5±0.0 239.5±0.0d
Pt (menit) 5.8±0.28a 3.97±1.27ab 3.40±0.28ab 3.07±0.0b
o a a
PT ( C) 67.3±0.42a
61.65±16.3 57.25±10.1 64.5±20.3a
BD-R (%)1 62.00±0.08a 73.13±8.35ab 80.38±1.17b 80.68±2.08b
2 a a
SB-R (%) 47.08±2.58 a
62.67±15.52 64.62±2.02 72.27±2.34a
*Huruf yang berbeda pada baris yang sama (dari setiap parameter) menunjukkan perbedaan nyata
(p<0.05)
1
BD-R = (BD/PV) X 100%, 2SB-R = (SB/HPV) X 100%, BD-R (Breakdown relative), SB-R
(Setback Relative), PV (Peak Viscosity), HPV (Hot Paste Viscosity), BD (Berakdown), FV (Final
Viscosity), SB (Setback), Pt (Peak time), PT (Peak Temperature).
c d
dan sifat birefringence-nya yang sifatnya tidak dapat balik dan dikenal sebagai
proses gelatinisasi (Chen 2003).
Pada penelitian ini, proses gelatinisasi memang sangat diharapkan dengan
pemberian perlakuan berupa pemanasan pada suhu tinggi dengan air berlebih pada
Mocaf native. Proses gelatinisasi tersebut dibuktikan dengan perubahan granula
Mocaf native yang telah diberi perlakuan (Gambar 18 dan 19).
Salah satu modifikasi fisik yang sering dilakukan yang bertujuan
meningkatkan kadar RS3 pada pati adalah dengan perlakuan pemanasan dan
pendinginan atau proses gelatinisasi-retrogradasi. Proses pemanasan-pendinginan
merupakan gabungan proses gelatinisasi dan retrogradasi, selama proses
pemanasan struktur granula pati akan mengalami kerusakan dan saat pendinginan
akan terjadi kristalisasi kembali komponen pati baik amilosa maupun amilopektin
(retrogradasi) (Perez et al. 2005).
a b
c d
FT-IR merupakan cara yang mudah untuk menentukan struktur rantai pendek
pada pati secara kuantitatif. Absorbansi IR (infrared) pada bilangan gelombang
1047 cm-1 dikaitkan dengan daerah kristal pada pati dan bilangan gelombang pada
1022 cm-1 sensitif terhadap daerah amorf. Rasio bilangan gelombang 1047/1022
cm-1 menunjukkan rasio daerah kristal terhadap daerah amorf pada granula pati
(van soest et al, 1995).
Bilangan gelombang 1045-1047 cm-1 dan 1020-1022 cm-1 merupakan band
untuk daerah kristalin dan daerah amorf pada granula pati. Nisbah intensitas
1045/1022 dan 1022/995 digunakan untuk menentukan perubahan konformasi pati
terutama pada daerah kistralin dan amorf. Peningkatan nisbah 1045/1022
mengindikasikan peningkatan susunan daerah kristalin (Chung et al. 2009).
Rasio bilangan gelombang 1045/1022 cm-1 pada tepung Mocaf
termodifikasi lebih tinggi dari Mocaf native, sebaliknya rasio bilangan gelombang
1022/995 cm-1 pada Mocaf termodifikasi lebih tinggi dari tepung Mocaf native
(Tabel 11). Peningkatan daerah amor pada tepung termodifikasi disebabkan oleh
karena adanya proses pemanasan yang menyebabkan hirolisis amilosa dan
amilopektin bagian terluar.
Sebagai perbandingan, hasil penelitian yang dilaporkan oleh Faridah (2011)
menunjukkan bahwa pemanasan dengan autoclave meyebabkan meningkatnya
daerah amorf dan penurunan daerah kristalin pada pati garut. Chung et al. (2009)
menunjukkan bahwa proses modifikasi pada HMT menyebabkan terjadinya
penuruan daerah kristalin. Hal ini disebabkan oleh pemutusan beberapa ikatan
hidrogen yang berdekatan dengan double helix atau terjadi reorientasi struktur
double helix di daerah kristalin.
Tabel 11 Perubahan daerah kristalin dan daerah amorf dari Mocaf akibat
modifikasi berdasarkan hasil pengukuran dengan FTIR
Absorbansi (cm-1) Kristalin Amorf
Perlakuan 995 1022 1045 (1045/1022) (1022/1045)
Mocaf 0.6138 0.6441 0.6536 1.014 1.050
native
Mocaf 1 0.4614 0.4982 0.4435 0.916 1.076
siklus
Mocaf 2 0.5185 0.5650 0.5097 0.902 1.093
siklus
Mocaf 3 0.6306 0.7091 0.7102 0.995 1.124
siklus
a. MOCAF native
b. MOCAF 1 Siklus
c. MOCAF 2 Siklus
d. MOCAF 3 Siklus
Perubahan tipe kristalin pada Mocaf native tersebut disebabkan oleh proses
pemanasan dan pendinginan berulang. Proses pemanasan menyebabkan
terbukanya struktur double helix pada daerah kristalin yang terutama terdiri dari
amilopektin yang ditandai dengan hilang sifat birefringence. Pada saat
pendinginan terjadi kristalisasi kembali dari amilosa rantai pendek yang
membentuk struktur double helix sehingga terjadi perubahan bentuk menjadi
kristalin. Proses gelatinisasi pati juga menyebabkan terjadinya diasosiasi double
helix dari amilopektin dan peluruhan daerah kristalin. Disosiasi double helix dari
rantai amilopektin menyebabkan hilangnya sifat birefringence dan kristalinitas
granula pati (Faridah 2011).
Pola difraksi sinar X memperlihatkan difraktogram yang berbeda antara
Mocaf native dengan difraktogram Mocaf termodifikasi (Gambar 20). Pada
difraktogram Mocaf termodifikasi terlihat seolah-olah kehilangan puncak-puncak
kristalin, padahal dari basic data process (Lampiran 2) masih dapat terbaca tiga
puncak utama pada masing-masing Mocaf termodifikasi. Pada Mocaf
termodifikasi 1 siklus terbentuk pada sudut difraksi 2Ө 18.01o, 18.75o dan 19.73o,
50
Mocaf termodifikasi 2 siklus pada sudut 18.07o, 19.37o dan 20.65o, sedangkan
Mocaf termodifikasi 3 siklus pada sudut 17.63o, 18.71o dan 20.19o.
Terbentuknya sudut difraksi 2Ө 20o pada Mocaf termodifikasi
mengindikasikan terjadinya interaksi antara amilosa-lemak. Kadar lemak Mocaf
native adalah 0.13% (Tabel 4). Menurut Lorenz et al. (1983) kristalit hasil
interaksi amilosa-lemak ditunjukkan oleh keberadaan puncak difraksi pada sudut
2Ө = 20o. Jiranuntakul et al. (2011) melaporkan bahwa peningkatan intensitas
puncak pada 20o mengindikasikan pembentukan kompleks amilosa-lemak selama
HMT dan pembentukan kompleks tersebut menggantikan hilangnya daerah
kristalin pati alami.
250
a
200
Kekuatan gel (gf)
150
b
b
100 b
50
0
Mocaf native Mocaf 1 siklus Mocaf 2 siklus Mocaf 3 siklus
Perlakuan
Kekuatan gel pada Mocaf termodifikasi 1 siklus, 2 siklus dan 3 siklus masing-
masing adalah 106.1±20.8 gf, 101.8±8.7 gf dan 78.5±10.4. Hal ini disebabkan
oleh struktur granula Mocaf native belum pecah karena tidak diberi perlakuan,
sehingga dapat meningkatkan kemampuan tepung untuk membentuk gel.
Kemampuan membentuk gel pada Mocaf termodifikasi cenderung lebih
rendah dari tepung Mocaf native. Rendahnya kekuatan gel disebabkan karena
Mocaf termodifikasi telah diberikan perlakuan panas yang tinggi dan pendinginan
secara berulang menyebabkan struktur molekul dalam tepung semakin rusak,
sehingga kemampuan membentuk gel pada Mocaf termodifikasi semakin
menurun.
Hal yang sama dilaporkan oleh Suriani (2008) ketika semua perlakuan
modifikasi yang diberikan pada pati garut berupa pemanasan-pendinginan
berulang, mengalami penurunan kekuatan gel seiring dengan semakin banyaknya
siklus yang diberikan. Dengan pemanasan yang dilakukan berulang-ulang
membuat granula pati rusak. Granula pati yang rusak dibuktikan dengan gambar
dari mikroskop polarisasi. Pecahnya granula pati yang sudah mengalami
modifikasi dapat mempengaruhi kemampuannya untuk membentuk gel. Bila
proses pemanasan dilakukan pada suhu tinggi, maka granula pati akan pecah dan
keadaan yang seperti ini akan menyebabkan viskositas pati menurun.
Pada pati yang dimodifikasi dengan perlakuan HMT, rata-rata melaporkan
nilai kekuatan gel yang meningkat dibandingkan dengan pati alaminya.
Peningkatan kekuatan gel pada modifikasi pati dengan HMT dilaporkan oleh
Herawati (2009); Ahmad (2009); dan Wulansari (2010).
Modifikasi pati dengan HMT tidak menyebabkan granula menjadi rusak,
walaupun pada HMT menggunakan pemanasan yang tinggi, namun jumlah air
yang diberikan terbatas sehingga pati tidak mengalami gelatinisasi sempurna atau
hanya tergelatinisasi parsial (sebagian). Hasil analisis dengan mikroskop
polarisasi memperlihatkan sifat birefringence yang sedikit masih memperlihatkan
warna biru dan kuning, selain itu berdasarkan bentuk dan ukuran granula proses
modifikasi dengan HMT tidak mengubah bentuk dan ukuran patinya.
Syamsir (2012), menyatakan bahwa proses HMT tidak mengubah bentuk
dan ukuran granula pati tapioka, namun sebagian pati kehilangan sifat
birefringence di bagian tengah granulanya. Sejalan dengan hasil yang dilaporkan
oleh Herawati (2009), bahwa pati sagu termodifikasi HMT mengalami perubahan
sifat birefringence. Maltose cross yang terletak pada daerah hylum granula pati
mulai memudar tapi masih tampak membentuk warna biru kuning yang
menandakan integritas granula masih terjaga.
Cham dan Prisana (2010) dan Singh et al. (2011), melaporkan peningkatan
kekuatan gel pada modifikasi pati dengan HMT dan Annealing. Pada HMT yang
memodifikasi pati dengan suhu tinggi dengan air yang terbatas, sedangkan
Annealing memodifikasi pati dengan suhu yang rendah dengan air yang berlebih.
Kedua modifikasi tersebut tidak menyebabkan perubahan pada granula pati yang
diamati dengan SEM.
Zavareze dan Alvaro (2011) mereviu beberapa penelitian tentang HMT dan
Annealing. Kisaran suhu yang digunakan pada HMT adalah 90 oC – 130 oC dan
kisaran kadar air 10% - 30%, sedangkan kisaran suhu pada Annealing adalah 10
o
C – 65 oC dengan suspensi pati-air berkisar 1:2 b/b – 1:10 b/b.
52
140
Derajat putih (%) terhadap BaSO4)
120 a
b b b
100
80
60
40
20
0
Mocaf native Mocaf 1 siklus Mocaf 2 siklus Mocaf 3 siklus
Perlakuan
4.5 a
4
3.5
Amylose leaching (%)
3
b
2.5 b b
2
1.5
1
0.5
0
Mocaf native Mocaf 1 siklus Mocaf 2 siklus Mocaf 3 siklus
Perlakuan
70
d
60
c
50 b
Sineresis (%)
40
a
30
20
10
0
Mocaf native Mocaf 1 siklus Mocaf 2 siklus Mocaf 3 siklus
Perlakuan
Retrogradasi Mocaf native terjadi ketika molekul pati yang telah mengalami
gelatinisasi karena proses pemanasan membentuk struktur kristal kembali melalui
interaksi hidogen antar sesamanya setelah pendinginan dan berakibat molekul air
yang semula terperangkap di dalam matriks gel pati akan keluar (sineresis).
Katekhong dan Charoenrein (2012) mengatakan bahwa sineresis terjadi karena
terjadinya peningkatan asosiasi molekul antara rantai pati, khususnya amilosa
yang menyebabkan keluarnya air dari struktur gel. Jumlah air yang keluar karena
sineresis adalah indikator yang berguna dari kecendrungan pati untuk
teretrogradasi.
Peningkatan persantese sineresis meningkat seiring dengan jumlah siklus
pemanasan dan pendingian yang diberikan, akibatnya gel dari Mocaf native
berubah menjadi lebih tidak stabil terhadap pembekuan. Menurut Yadav (2013),
bahwa semakin tingginya persentase sineresis mengindikasikan semakin
rendahnya stabilitas pati terhadap pembekuan.
100
90 a
80 b
70 c
d
Daya cerna (%)
60
50
40
30
20
10
0
Mocaf native Mocaf 1 siklus Mocaf 2 siklus Mocaf 3 siklus
Perlakuan
10.00
d
9.00
8.00
7.00 c
Pati resisten (%) 6.00
5.00 b
4.00
3.00
2.00
a
1.00
0.00
Mocaf native Mocaf 1 siklus Mocaf 2 siklus Mocaf 3 siklus
Perlakuan
Pada penelitian ini dibuat tiga jenis mi kering yaitu mi dengan bahan 100%
Mocaf (tanpa substitusi), mi dengan 85% Mocaf native yang disubstitusi 15%
Mocaf termodifikasi 3 siklus (substitusi 15%) dan mi dengan 75% Mocaf native
yang disubstitusi 25% Mocaf termodifikasi 3 siklus (substitusi 25%) (Gambar 27).
Setelah didapatkan produk mi yang diinginkan, selanjutnya dilakukan analisa
terhadap Kehilangan padatan akibat pemasakan (KPAP), waktu optimum
pemasakan, daya serap air, berat rehidrasi, elongasi, kekerasan, kelengketan,
elastisitas, kekenyalan dan nilai organoleptik.
awal gelatinisasi yang lebih rendah pada pati sagu HMT, yang menyebabkan
waktu rehidrasi bihun yang lebih rendah.
Elongasi
Elongasi menunjukkan persen pertambahan panjang maksimum mi yang
mengalami tarikan sebelum putus. Pengukuran elongasi biasanya dilakukan
dengan alat khusus (TA-XT2i) maupun dengan cara manual, yaitu dengan
menggunakan alat penggaris. Hasil pengukuran dinyatakan dalam % elongasi.
Gambar 28 menunjukkan pengaruh subtitusi Mocaf termodifikasi terhadap
persentase elongasi mi Mocaf kering yang dihasilkan.
Analisis ragam (Anova) untuk persentase elongasi menunjukkan perbedaan
yang sangat nyata (p<0.01) antara mi Mocaf tanpa substitusi dengan mi Mocaf
substitusi. Persantase elongasi mi Mocaf kering tanpa substitusi, substitusi 15%
dan 25% berturut-turut adalah 347.02±19.86%, 312.18±10.28% dan
262.10±20.6% (Lampiran 14). Persentase elongasi terlihat semakin menurun
dengan bertambahnya persentase Mocaf termodifikasi yang disubstitusikan.
Penurunan persentase elongasi pada mi Mocaf yang disubstitusi dengan Mocaf
61
termodifikasi, baik yang disubtitusi 15% maupun 25% disebabkan karena Mocaf
termodifikasi yang disubtitusikan memiliki BD-R yang lebih tinggi dibandingkan
BD-R tepung Mocaf native.
Peningkatan persantase elongasi dilaporkan oleh Indrawuri (2010), yaitu
bahwa tepung jagung yang disubtitusi dengan tepung jagung termodifikasi (HMT)
akan meningkatkan persentase elongasi dari mi jagung yang dihasilkan. Hal
tersebut disebabkan karena tepung jagung HMT tidak memiliki breakdown. Nilai
breakdown menunjukkan tingkat kestabilan pati selama pemanasan, sehingga
dengan tidak adanya nilai breakdown dapat meningkatkan kekompakan serta
meningkatkan elastisitas mi jagung.
400 a
350 b
300 c
Elongasi (%)
250
200
150
100
50
0
Tanpa substitusi Substitusi 15% Substitusi 25%
Mi kering Mocaf
Satuan dari kekerasan dan kelengketan adalah gram force (gf). Elastisitas adalah
gaya yang diperlukan untuk menarik mi Mocaf hingga putus, sedangkan
kekenyalan adalah kemampuan mi Mocaf untuk kembali kebentuk semula jika
diberi gaya,dan gaya tersebut dilepas kembali, kekenyalan ditunjukkan dengan
perbandingan perbandingan luas area peak kedua terhadap peak pertama, satuan
yang digunakan untuk menyatakan kekenyalan adalag gram second (gs)
Tabel 14 menunjukkan nilai pengukuran kekerasan, kelengketan, elastisitas
dan kekenyalan dari mi Mocaf. Kekerasan mi Mocaf yang disubstitusi dengan
Mocaf termodifikasi terjadi penurunan. Analisis ragam (Anova) menunjukkan
adanya pengaruh substitusi Mocaf termodifikasi terhadap kekerasan pada mi
Mocaf. Uji lanjut Tukey menunjukkan semakin banyak Mocaf termodifikasi yang
disubstitusikan semakin menurunkan kekerasan mi Mocaf tersebut yang berbeda
sangat nyata (p<0.01).
maka nilai elastisitas akan semakin bagus apabila nilainya mendekati 1 (satu),
yang artinya mi dapat kembali kekondisi (ketebalan) awal setelah diberi tekanan.
Substitusi Mocaf termodifikasi ternyata menyebabkan penurunan nilai
kekenyalan pada mi Mocaf. Hasil analisis ragam (Anova) menunjukkan bahwa
substitusi Mocaf termodifikasi sebanyak 15 dan 25% tidak memberikan pengaruh
yang nyata terhadap penurunan kekenyalan pada mi Mocaf (p>0.05).
3
a
2.5
b
b
Skor kekerasan
1.5
0.5
0
Tanpa substitusi Substitusi 25% Substitusi 15%
Mi kering Mocaf
4
a
3.5
3 b b
Skor elastisitas
2.5
2
1.5
1
0.5
0
Tanpa substitusi Substitusi 15% Substitusi 25%
Mi kering Mocaf
4.5 b
4
a
3.5 a
Skor kelengketan
3
2.5
2
1.5
1
0.5
0
Tanpa substitusi Substitusi 15% Substitusi 25%
Mi kering Mocaf
7
Skor kesukaan secara keseluruhan
a a
6 a
0
Tanpa substitusi Substitusi 15% Substitusi 25%
Mi kering Mocaf
6
c
5
b
Pati resisten (%)
4
a
3
0
Tanpa substitusi Substitusi 15% Substitusi 25%
Mi kering Mocaf
Gambar 33 Kadar pati resisten pada mi Mocaf. Garis vertical di atas tiap
balok data menunjukkan galat baku dan huruf-huruf di atas tiap
balok data menunjukkan pembandingan nilai tengah pada tiap
kelompok perlakuan berdasarkan uji beda nyata pada taraf nyata
0.05.
A B C
Gambar 34 Proses pregelatinisasi. A) Mocaf, B) Pengukusan, C)
Mocaf yang telah dikukus.
Subaric et al. (2012), melaporkan bahwa RS3 adalah jenis umum dari pati
resiten dan terutama terbentuk dari amilosa yang teretrogradasi selama
pendinginan dari pati yang tergelatinisasi. Proses pemanasan menyebabkan
molekul granula pati terhidrasi dan menyebabkan amilosa keluar dari granula,
pendinginan menyebabkan amilosa dari pati yang tergelatinisasi berikatan
kembali menjadi ikatan heliks ganda.
Penelitian ini juga mencoba untuk melihat berapa besar perubahan kadar RS
pada mi Mocaf substitusi 25% yang telah direhidrasi (direbus) sesuai dengan
waktu optimum pemasakannya. Mi Mocaf yang telah direhidrasi mengalami
penurunan kadar RS sekitar 0.390%, Menurut Hodsagi (2011), RS3 adalah sangat
menarik karena sifatnya yang tahan terhadap pemanasan. Dalam proses
pemasakan yang normal, RS3 sangat stabil sehingga memungkinkan
penggunaannya sebagai bahan tambahan dalam berbagai makanan konvensional.
Konsumsi mi Mocaf sebanyak 100 gr, sudah bisa memenuhi 1/5 kebutuhan
pati resisten per hari dengan asumsi kadar pati resisten 4.040% pada mi yang telah
direbus. Konsumsi pati resisten yang direkomendasikan untuk memperoleh
keuntungan kesehatan adalah sekitar 20 gr per hari (Muchtadi 2011).
Simpulan
pemanasan 79.93 oC dan suspensi tepung-air 1:3.44 b/b (29.06% b/b). Perlakuan
modifikasi tersebut memberikan hasil verifikasi yang masuk dalam kisaran kadar
RS yang diprediksikan.
Perlakuan modifikasi tersebut dapat meningkatkan kadar RS Mocaf native
dari 0.79% menjadi, 4.16% pada 1 siklus pemanasan-pendinginan, 6.30% pada 2
siklus pemanasan-pendinginan dan 8.73% pada 3 siklus pemanasan-pendinginan.
Mocaf termodifikasi 3 siklus dengan kadar RS3 sebesar 8.73% dijadikan
bahan pensubstitusi pada pembuatan mi kering Mocaf. Mi kering Mocaf yang
disubstitusi 15% dan 25% mengalami peningkatan kadar pati pati resisten
berturut-turut menjadi menjadi 3.73% dan 4.43%, sedangkan mi kering Mocaf
tanpa substitusi hanya 2.88%. Penilaian panelis terhadap tingkat kesukaan secara
keseluruhan pada uji organoleptik adalah mengarah kepada agak suka pada semua
mi Mocaf yang dihasilkan, dengan rata-rata penilain yang tidak berbeda nyata.
Saran
Beberapa saran yang dapat diberikan sebagai tindak lanjut dari hasil
penelitian ini antara lain : (1) Diperlukan penelitian lebih lanjut tentang optimasi
yang melibatkan faktor pendinginan dan siklus, (2) untuk mempersingkat waktu
optimum pemasakan (perebusan mi) diperlukan pengecilan ukuran, (3) diperlukan
kajian tentang penambahan bahan pengikat untuk memperkecil kehilangan
padatan akibat pemasakan mi.
DAFTAR PUSTAKA
Fahmi A. 2007. Optimasi proses produksi mie basah berbasis tepung jagung
dengan teknologi ekstrusi [Skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.
Farida DN. 2011. Perubahan karakteristik kristalin pati Garut (Maranta
arundinaceae L.) dalam pengembangan pati resisten tipe III [Disertasi].
Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.
Greenwood GT. 1979. Starch and glycogen. Di dalam : W Pigmen dan D Horton,
editor. The Carbohydrate Chemistry and Biochemistry. London (GB):
Academic Press.
Gudmundsson M. 1994. Retrogradation of starch and the role of its components.
Thermochimica Acta 246:329-341.doi:10.1016/0040-6031.94.80100.2.
Gunaratne A, Hoover R. 2001. Effect of heat moisture treatment on the structure
and physicochemical properties of tuber and root starches. J Carbo
Polymer. 49:425-437.doi:10.1016/144-8617.01.00354.
Haralampu SG. 2000. Resistant starch—a review of the physical properties and
biological impact of RS3. J Carbo Polymer. 41:285-92.doi:10.1016/SO144-
8617.99.00147.2.
Haryanto B, Munarso SJ. 2004. Perkembangan teknologi pengolahan Mie.
www.iptek.net.id/.../PTP18_Bambanghar-Pengolahan_mie_patpi.pdf [4
April 2012].
Haryanto B, Anggraeni D, Cahyana PT. 2011. Kajian pengembangan mie sagu
dengan metode ekstruder. Di dalam: Montolalu RI, Andarwulan N, Tooy D,
Djarkasi GSS, Mentang F, Makapedua DM, editor. Peran Teknologi dalam
Pengembangan Pangan yang Aman, Bermutu dan Terjangkau bagi
Masyarakat. Seminar Nasional Perhimpunan Teknologi Pangan Indonesia;
2011 Sept 15-17; Manado, Indonesia. Manado (ID): Patpi, hlm 34-37.
Herawati D. 2009. Modifikasi pati sagu dengan teknik heat moisture-treatment
(HMT) dan aplikasinya dalam memperbaiki kualitas bihun [Tesis]. Bogor
(ID): Intitut Pertanian Bogor.
Hodges E. 2008. Standard Operating Procedure 043. Zeiss Evo 50 Scanning
Electron Microscope. Centre for Nanoscale System. Cambridge,
Massachusetts (US): Harvad University.
Hodsagi M. 2011. Recents results of investigations of resistant starch [thesis].
Budapest (HU): Budapest University of Technology and Economics.
Hoover R, Manuel H. 1996. Effect of heat-moisture treatment on the structure and
physicochemical properties of legume starches. Food Res Int. 29:731-
750.doi:10.1016/0008-6215.96.90004.3.
Indrawuri I. 2010. Peranan tepung jagung termodifikasi terhadap mutu dan
penerimaan konsumen mi jagung [skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian
Bogor.
Jane JL. 2004. Starch Structure and Properties. England : CRC press CLC.
Jiranuntakul W, Chureerat P, Vilai R, Santhanee P, Dudsadee U. 2011.
Microstructural and physicochemical properties of heat-moisture treated
waxy and normal starches. J Food Eng. 104:246-258.doi:10.1016/j.jfoodeng.2010.12.016.
Katekhong W, Charoenrein S. 2012. The effect of aging on the freeze-thaw
stability of rice flour gels. J Carbo polymer. 89:777-
782.doi:10.1016/j.carbpol.2012.04.007.
Kett Electric Laboratory, 1981. Operating Instruction Kett Digital
Whitenessmeter. Tokyo. http://www.kett.co.jp/english/.
72
Pagani M. 1986. Pasta products from non conventional raw materials. Di dalam:
Pasta and Extrusion Cooked Foods, Mercier Ch dan Cantarelli C, editor.
Proceedings of an International Symposium in Milan Italy. London (GB):
Elsevier Applied Science Publishers Ltd. hlm 52-68.
Pangestuti BD. 2010. Karakterisasi tapioka dari beberapa varietas ubi kayu
(Manihot esculenta crantz) [Skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.
Panikulata G. 2008. Potensi Modified cassava flour (Mocaf) sebagai subtituen
tepung terigu pada produk kacang telur [Skripsi]. Bogor (ID): Institut
Pertanian Bogor.
Parker R, Ring GS. 2001. Aspects of the physical chemistry of starch [Mini
Review]. J Cer Sci. 34:1-17.doi:10.1006/jcrs.2000.0402.
Perera C, Hoover R, Martin AM. 1997. The effect of hydroxypropylation on the
structure and physicochemical properties of native, defatted and heat-
moisture treated potato starches. Food Res Int. 30:234-
247.doi:10.1016/SO963-9969.97.00041.0.
Perez LA, Meraz FG, Suarez FG, Tovar J, Huicochea EF, Saguilan AA. 2005.
Resistant starch-rich powders prepared by autoclaving of native and
lintnerized banana starch: Partial Characterization. J Starch. 57:405-412.
Prabawati S, Richana N, Suismono. 2011. Inovasi pengolahan singkong
meningkatkan pendapatan dan diversifikasi pangan. Sinar Tani 3404:1-5.
www.litbang.deptan.go.id/download/one/104/Manfaat-Singkong.pdf [3
Maret 2012].
Prihatman K. 2000. Ketela Pohon/Singkong (Manihot utilissima pohl). Sistim
Informasi Manajemen Pembangunan di Pedesaan.
www.warintek.ristek.go.id/pertanian/singkong.pdf [3 Maret 2012].
Purba SF. 2010. Pendugaan komposisi kimia Modified cassava flour (Mocaf)
dengan metode Near Infra Red (NIR) [Skripsi]. Bogor (ID): Institut
Pertanian Bogor.
Purwani EY, Setiawaty Y, Setianto H,Widaningrum. 2006. Karakterisasi dan studi
kasus penerimaan mi sagu oleh masyarakat di Sulawesi Selatan. Majalah
Ilmu dan Teknologi Pertanian vol. XVI No. 1: 24 – 33.
Raja MKC, Shindu P. 2000. Properties of steam-treated arrowroot (Marantha
arundinacea) starch. Starch/Starke 52: 471-476.doi: 10.1002/1521-379X.
Reddy CK, Suriya M, Haripriya S. 2013. Physico-chemical and functional
properties of resistant starch prepared from red kidney beans (phaseolus
vulgaris.L) starch by enzymatic method. Carbohydrate Polymers 95:220-
226.doi:10.1016/j.carbpol.2013.02.060.
Rocha TS, Suelen GF, Jay-lin J, Celia MLF. 2012. Effect annealing on the
semicrystalline structure of normal and waxy corn starches. Food
Hydrocolloids 29:93-99.doi:10.1016/j.foodhyd.2012.02.003.
Rohadi. 2005. Karakteristik mi kering yang dihasilkan dari subtitusi terigu
(Triticum vulgare) dengan pati sukun (Artocarpus communi linn.). JTPHP.
Vol.3 No.2; 107 – 115.
Sajilata MG, Singhal RS, Kulkarni PR. 2006. Resistant starch: a review.
Comprehensive Reviews in Food Science and Food Safety. 5:1-17.
doi: 10.1111/j.1541-4337.2006.tb00076.x
74
Anova
a. Peak Viskosity
a
Tukey HSD
Subset for alpha = 0.05
SAMPEL N
1 2 3
Mocaf 3 siklus 2 1724.00
Mocaf 2 siklus 2 2209.00 2209.00
Mocaf 1 siklus 2 2441.50
Mocaf native 2 3113.00
Sig. .058 .367 1.000
d. Final Viskosity
a
Tukey HSD
Subset for alpha = 0.05
SAMPEL N
1 2 3
Mocaf 3 siklus 2 571.00
Mocaf 2 siklus 2 712.00
Mocaf 1 siklus 2 1044.00
Mocaf native 2 1740.00
Sig. .416 1.000 1.000
79
e. Setback
a
Tukey HSD
Subset for alpha = 0.05
SAMPEL N
1 2 3 4
Mocaf 3 siklus 2 239.50
Mocaf 2 siklus 2 279.50
Mocaf 1 siklus 2 394.50
Mocaf native 2 557.00
Sig. 1.000 1.000 1.000 1.000
f. Peak time
a
Tukey HSD
Subset for alpha = 0.05
SAMPEL N
1 2
Mocaf 3 siklus 2 3.0700
Mocaf 2 siklus 2 3.4000 3.4000
Mocaf 1 siklus 2 3.9700 3.9700
Mocaf native 2 5.8000
Sig. .569 .069
h. Breakdown Relative
a
Tukey HSD
Subset for alpha = 0.05
KODESAMPEL N
1 2
Mocaf native 2 61.99800
Mocaf 1 siklus 2 73.13000 73.13000
Mocaf 2 siklus 2 80.38650
Mocaf 3 siklus 2 80.68350
Sig. .187 .413
Standar Maltosa
0.8
y = 1.4477x - 0.0298
0.6 R² = 0.9945
Absorbansi
0.4
0.2
0
0 0.1 0.2 0.3 0.4 0.5 0.6
-0.2
Konsentrasi Maltosa (mg/L)
Kadar maltosa =
a. Anova
DAYA CERNA
Total 628.975 7
b. Uji Lanjut
a
Tukey HSD
a. Hasil pengukuran warna dan % warna pada BaSO4, Mocaf native dan Mocaf
termodifikasi.
b. Analysis of variance dan uji lanjut (Tukey) % warna pada BaSO4, Mocaf
native dan Mocaf termodifikasi.
1. Anova
% WARNA
Total 543.800 9
95
BaSO4 2 100.0000
konsentrasi Abs
0 0
0.0025 0.019
0.005 0.035
0.0075 0.052
0.01 0.068
0.0125 0.083
0.015 0.102
0.12
y = 6.6714x + 0.0012
0.1 R² = 0.9992
0.08
Absorbansi
0.06
0.04
0.02
0
0 0.002 0.004 0.006 0.008 0.01 0.012 0.014 0.016
Konsentrasi Amilosa
c. Analysis of variance dan uji lanjut (Tukey) % Amylose leaching pada Mocaf
native dan Mocaf termodifikasi.
1. Anova
Amylose Leaching
Total 6.491 7
98
3. Uji lanjut
a
Tukey HSD
Subset for alpha = 0.05
SAMPEL N
1 2
Mocaf 3 siklus 2 2.0800
Mocaf 2 siklus 2 2.1150
Mocaf 1 siklus 2 2.4350
Mocaf native 2 4.2500
Sig. .243 1.000
99
BERAT
KODE SAMPEL % SINERESIS
W(gr) A (gr)
Mocaf native A 10.012 2.8153 28.11925689
Mocaf native B 10.0119 2.7987 27.95373506
MS1U1A 10.0288 4.36 43.4747926
MS1U1B 10.0284 4.3 42.87822584
MS1U2A 10.0555 4.46 44.35383621
MS1U2B 10.0368 4.4 43.83867368
MS2U1A 10.0551 5.32 52.90847431
MS2U1B 10.0682 5.2472 52.11656503
MS2U2A 10.0262 5.19 51.76437733
MS2U2B 10.0205 5.302 52.91153136
MS3U1A 10.0287 5.8 57.83401637
MS3U1B 10.0586 5.91 58.75569165
MS3U2A 10.0455 5.89 58.63321885
MS3U2B 10.0414 5.87 58.45798395
Analysis of variance dan uji lanjut (TUKEY) % Sineresis pada Mocaf native
dan Mocaf termodifikasi.
B. Anova
% Sineresis
Total 1046.720 7
100
C. Uji Lanjut
a
Tukey HSD
Kekuatan Gel
KODE SAMPEL Rata-rata SD
(gf)
Mocaf native A 184.1
190.7 9.33381
Mocaf native B 197.3
MS1U1 A 131.8
MS1U1 B 113
106.1 20.87071
MS1U2 A 95.6
MS1U2 B 84
MS2U1 A 101.4
MS2U1 B 111.9
101.85 8.765272
MS2U2 A 103.5
MS2U2 B 90.6
MS3U1 A 70.8
MS3U1 B 69.8
78.475 10.40941
MS3U2 A 81.3
MS3U2 B 92
Analysis of variance dan uji lanjut (TUKEY) kekuatan gel pada Mocaf native dan
Mocaf termodifikasi.
A. Anova
Kekuatan gel
Total 15285.005 7
B. Uji Lanjut
a
Tukey HSD
Subset for alpha = 0.05
SAMPEL N
1 2
Mocaf 3 siklus 2 78.475
Mocaf 2 siklus 2 101.850
Mocaf 3 siklus 2 106.100
Mocaf native 2 190.700
Sig. .336 1.000
102
Lampiran 8 Kadar pati resisten tipe III (RS3) Mocaf dari Ke-13 Running proses
(rasio tepung-air dan suhu)
BERAT
KERTAS
+RESIDU PORSELEN KERTAS+POR
ABU
KODE YG KOSONG SELEN YG
ABU PADA
TELAH YG TELAH TELAH
RESIDU
DIOVEN DIOVEN DITANUR
(W2)
Mocaf native A 0.6013 20.9268 20.9292 0.003991 0.003498
Mocaf native B 0.6115 23.0254 23.0343 0.014554 0.014061
MR1A 0.6608 19.9342 19.9385 0.006507 0.006014
MR1B 0.6629 18.7031 18.7075 0.006638 0.006144
MR2A 0.6526 20.9268 20.9274 0.000919 0.000426
MR2B 0.6482 22.0924 22.0939 0.002314 0.001821
MR3A 0.6447 21.2242 21.2258 0.002482 0.001988
MR3B 0.6165 20.7619 20.7638 0.003082 0.002588
MR4A 0.6502 18.7037 18.7059 0.003384 0.00289
MR4B 0.6477 19.9342 19.9354 0.001853 0.001359
MR5A 0.6524 18.7048 18.7058 0.001533 0.001039
MR5B 0.6595 19.9337 19.9349 0.00182 0.001326
MR6A 0.6395 22.092 22.094 0.003127 0.002634
MR6B 0.6554 18.7037 18.705 0.001984 0.00149
MR7A 0.6391 22.0924 22.0962 0.005946 0.005452
MR7B 0.6367 21.203 21.2081 0.00801 0.007517
MR8A 0.6519 18.7052 18.706 0.001227 0.000734
MR8B 0.6458 20.9273 20.9279 0.000929 0.000436
MR9A 0.6655 19.9344 19.9356 0.001803 0.00131
MR9B 0.6535 18.7041 18.7052 0.001683 0.00119
MR10A 0.6482 25.3131 25.3146 0.002314 0.001821
MR10B 0.6472 23.0254 23.0274 0.00309 0.002597
MR11A 0.6549 22.0938 22.096 0.003359 0.002866
MR11B 0.6563 26.2545 26.255 0.000762 0.000268
MR12A 0.6423 25.3131 25.3155 0.003737 0.003243
MR12B 0.6178 18.7055 18.7061 0.000971 0.000478
MR13A 0.6506 19.9339 19.9352 0.001998 0.001505
MR13B 0.662 20.9266 20.9278 0.001813 0.001319
103
dimana : W2 = Berat residu pada kertas saring yang telah dioven (gr)
W1 = Berat kertas saring kosong (gr)
W = Berat sampel (gr)
BERAT
WHAT WHATMAN+
ABU PADA
KODE SAMPEL MAN RESIDU YG RS
RESIDU
(W) KOSON TELAH
G (W1) DIOVEN (W2)
Keterangan :
KODE Keterangan Rasio Tepung-Air (b/b) (gr) Suhu (oC)
MR1 : Mocaf running 1 1 : 2.5 64.26
MR2 : Mocaf running 2 1 : 1.5 67.30
MR3 : Mocaf running 3 1 : 2.5 74.65
MR4 : Mocaf running 4 1 : 3.5 67.30
MR5 : Mocaf running 5 1 : 3.91 74.65
MR6 : Mocaf running 6 1 : 2.5 74.65
MR7 : Mocaf running 7 1 : 1.09 74.65
MR8 : Mocaf running 8 1 : 1.5 82.00
MR9 : Mocaf running 9 1 : 3.5 82.00
MR10 : Mocaf running 10 1 : 2.5 85.04
MR11 : Mocaf running 11 1 : 2.5 74.65
MR12 : Mocaf running 12 1 : 2.5 74.65
MR13 : Mocaf running 13 1 : 2.5 74.65
A&B Duplo
A. Descriptive
B. Anova
Total 28.588 27
C. Uji Lanjut
a
Tukey HSD
MR11 2 3.72350
MR12 2 3.76650
MR5 2 3.85250
MR13 2 3.96750
MR10 2 4.05500
MR9 2 4.28500
Lampiran 9 Kadar pati resisten tipe III (RS3) Mocaf termodifikasi 1 siklus, 2
siklus dan 3 siklus.
B. ANOVA
Sum of
df Mean Square F Sig.
Squares
Total 68.052 7
C. Uji Lanjut
a
Tukey HSD
BERAT (gr)
KODE Berat MIE TELAH KA KPAP
MIE MASAK
awal DIOVEN
SOU1A 5.0191 11.9352 3.621 0.13405 16.68756
SOU1B 5.024 11.7194 3.6734 0.13405 15.56436
SOU2A 5.0507 11.6239 3.6497 0.12865 17.06975
SOU2B 5.0886 11.7456 3.6941 0.12865 16.68606
S15U1A 5.0369 10.7373 3.681 0.14575 14.45049
S15U1B 5.0703 10.6073 3.7103 0.14575 14.33757
S15U2A 5.0891 11.3589 3.6978 0.1281 16.6634
S15U2B 5.005 10.6875 3.4663 0.1281 20.56802
S25U1A 5.0911 9.2426 3.3782 0.1391 22.92367
S25U1B 5.0651 9.4763 3.3843 0.1391 22.38813
S25U2A 5.0813 9.9773 3.3659 0.12785 24.0487
S25U2B 5.0452 9.7962 3.3913 0.12785 22.928
Ket : S0 : tanpa substitusi, S15 : substitusi 15%, S25 : substitusi 25%
U : ulangan, A & B : Duplo
A. Descriptives
A. Anova
Sum of
df Mean Square F Sig.
Squares
Total 143.248 11
109
C. Uji lanjut
a
Tukey HSD
A. Descriptives
B. Anova
Total 2.694 11
C. Uji Lanjut
a
Tukey HSD
BERAT (gr)
KODE KA/100 DSA (%bk)
Awal A B
SOU1A 5.0191 11.9352 3.621 0.13405 175.81409
SOU1B 5.024 11.7194 3.6734 0.13405 169.46276
SOU2A 5.0507 11.6239 3.6497 0.12865 166.42918
SOU2B 5.0886 11.7456 3.6941 0.12865 166.82301
S15U1A 5.0369 10.7373 3.681 0.14575 146.93254
S15U1B 5.0703 10.6073 3.7103 0.14575 142.17437
S15U2A 5.0891 11.3589 3.6978 0.1281 157.96466
S15U2B 5.005 10.6875 3.4663 0.1281 150.78532
S25U1A 5.0911 9.2426 3.3782 0.1391 117.64346
S25U1B 5.0651 9.4763 3.3843 0.1391 123.54981
S25U2A 5.0813 9.9773 3.3659 0.12785 134.5266
S25U2B 5.0452 9.7962 3.3913 0.12785 130.90107
A. Descriptives
B. Anova
Total 4059.490 11
Total 2.694 11
112
C. Uji Lanjut
a
Tukey HSD
BR (%) = x 100%
Berat (gr)
BERAT
KODE MIE REHIDRASI
MIE (%)
MASAK
A. Descriptives
B. Anova
Berat Rehidrasi
Sum of
df Mean Square F Sig.
Squares
Total 4045.758 11
114
C. Uji Lanjut
a
Tukey HSD
N 1 2 3
Maks
Kode Waktu Speed Elongasi
force
SOU1A 11.9 24.94 3 374.1
SOU1B 12.9 23.065 3 346.0
SOU2A 10.3 21.775 3 326.6
SOU2B 11.3 22.76 3 341.4
S15U1A 10.8 21.66 3 324.9
S15U1B 10.4 20.96 3 314.4
S15U2A 9.9 20.605 3 309.1
S15U2B 10.2 20.02 3 300.3
S25U1A 8.1 16.15 3 242.3
S25U1B 9.5 16.625 3 249.4
S25U2A 9.4 19.2 3 288.0
S25U2B 8.4 17.915 3 268.7
SOU1A 439.2 194 0.09 1.47 1.38 146.3 28.5 0.939 0.754
SOU1B 468.6 205 0.08 1.433 1.353 156.7 32.3 0.944 0.764
SOU2A 477.3 194.1 0.045 1.467 1.422 143.1 36.6 0.969 0.737
SOU2B 346.6 145.1 0.223 1.445 1.222 121.6 34.6 0.846 0.838
S15U1A 359.4 182.5 0.115 1.58 1.465 130.4 33.6 0.917 0.715
S15U1B 359.6 188.3 0.138 1.515 1.377 142.7 29.2 0.909 0.758
S15U2A 366.3 185.6 0.117 1.452 1.335 127.3 26.8 0.904 0.686
S15U2B 345.6 164 0.18 1.465 1.285 123.3 26.9 0.871 0.752
S25U1A 254 101.7 0.083 1.26 1.177 80.12 27.1 0.934 0.788
S25U1B 252.4 109.6 0.095 1.3 1.205 89.98 21.8 0.925 0.821
S25U2A 263.7 100.1 0.237 1.327 1.09 71.21 29.3 0.810 0.711
S25U2B 297.2 146.8 0.108 1.53 1.422 104.6 23.3 0.929 0.713
116
A. Descriptives
B. Anova
Total 67607.809 11
Total 218.407 11
Total .022 11
Total .023 11
Total 17347.020 11
C. Uji lanjut
a. Kekerasan
a
Tukey HSD
b. Kelengketan
a
Tukey HSD
c. Elatisitas dan kohesivitas (kekenyalan) tidak diuji lanjut karena tidak berbeda nyata
d. Elongasi
a
Tukey HSD
1. Descriptives
2. Anova
Sum of Mean
df F Sig.
Squares Square
Penilaian Panelis Between Groups 5.376 2 2.688 4.770 .009
Terhadap Tingkat Within Groups 131.848 234 .563
Kekerasan
Total 137.224 236
Penilaian Panelis Between Groups 12.937 2 6.468 7.089 .001
Terhadap Tingkat Within Groups 213.519 234 .912
Elastisitas
Total 226.456 236
Penilaian Panelis Between Groups 25.629 2 12.814 9.339 .000
Terhadap Tingkat Within Groups 321.063 234 1.372
Kelengketan
Total 346.692 236
Penilaian Panelis Between Groups 8.506 2 4.253 2.039 .132
Terhadap Tingkat Within Groups 488.000 234 2.085
Kesukaan Secara
Keseluruhan Total 496.506 236
122
3. Uji lanjut
N 1 2
d. Uji lanjut penilaian panelis terhadap tingkat kesukaan secara keseluruhan tidak
diuji lanjut karena p>0.05
123
BERAT
KERTAS+
KERTAS+
RESIDU PORSELEN
KODE PORSELE ABU
YG KOSONG YG
N YG ABU PADA
TELAH TELAH
TELAH RESIDU
DIOVEN DIOVEN
DITANUR
(W2)
S25U1A 0.6125 25.3131 25.3158 0.00440 0.00391
S25U1B 0.6272 21.2242 21.2272 0.00478 0.00428
S25U2A 0.6025 25.3131 25.3143 0.00199 0.00149
S25U2B 0.6016 22.092 22.0952 0.00532 0.00482
S15U1A 0.6097 26.2526 26.2568 0.00688 0.00639
S15U1B 0.6013 26.2526 26.2547 0.00349 0.00299
S15U2A 0.6194 18.7037 18.7051 0.00226 0.00176
S15U2B 0.6059 18.7037 18.7056 0.00313 0.00264
S0U1A 0.608 18.7037 18.707 0.00543 0.00493
S0U1B 0.6019 25.3131 25.318 0.00814 0.00764
S0U2A 0.6078 21.2242 21.2264 0.00362 0.00312
S0U2B 0.6111 26.2526 26.2559 0.00540 0.00490
Mi Rebus A1 0.6201 20.9255 20.9268 0.00209 0.00160
Mi Rebus A2 0.6159 18.7037 18.7054 0.00276 0.00226
Mi Rebus B1 0.6031 19.9368 19.9391 0.00381 0.00332
Mi Rebus B2 0.5967 24.3178 24.3205 0.00452 0.00403
124
dimana : W2 = Berat residu pada kertas saring yang telah dioven (gr)
W1 = Berat kertas saring kosong (gr)
W = Berat sampel (gr)
BERAT
WHATM ABU
WHATMAN+RESID
KODE AN PADA RS
SAMPEL U YG TELAH
KOSONG RESIDU
DIOVEN (W2)
(W1)
S25U1A 0.5003 0.5825 0.6125 0.00391 0.052
S25U1B 0.5 0.5999 0.6272 0.00428 0.046
S25U2A 0.5002 0.5817 0.6025 0.00149 0.039
S25U2B 0.5005 0.5765 0.6016 0.00482 0.041
S15U1A 0.5003 0.5848 0.6097 0.00639 0.037
S15U1B 0.5004 0.5803 0.6013 0.00299 0.036
S15U2A 0.5005 0.5988 0.6194 0.00176 0.038
S15U2B 0.5002 0.5839 0.6059 0.00264 0.039
S0U1A 0.5 0.5869 0.608 0.00493 0.032
S0U1B 0.5002 0.5801 0.6019 0.00764 0.028
S0U2A 0.5001 0.591 0.6078 0.00312 0.027
S0U2B 0.5 0.5935 0.6111 0.00490 0.025
Mi Rebus A1 0.5006 0.5981 0.6201 0.00160 0.041
Mi Rebus A2 0.5005 0.5938 0.6159 0.00226 0.040
Mi Rebus B1 0.5002 0.5798 0.6031 0.00332 0.040
Mi Rebus B2 0.5002 0.572 0.5967 0.00403 0.041
125
1. Deskcriptive
2. ANOVA
Sum of
df Mean Square F Sig.
Squares
Total 6.980 15
RIWAYAT HIDUP