Вы находитесь на странице: 1из 14

Paraf Asisten

LAPORAN PRAKTIKUM SINTESIS SENYAWA ORGANIK


Judul : Reaksi Halogenasi Alkohol
Tujuan Percobaan : Mempelajari reaksi substitusi nukleofilik dalam halogenasi alkohol
sekunder.
Pendahuluan
Alkohol merupakan suatu senyawa organik yang memiliki gugus hidroksil (-OH) yang
gugus –OH tersebut terikat pada atom karbon. Alkohol dapat mengalami beberapa reaksi
kimia antara lain reaksi substitusi, reaksi eliminasi, reaksi oksidasi dan esterifikasi. Reaksi
substitusi pada alkohol merupakan penggantian akibat adanya serangan nukleofil. Gugus
yang tergantikan akan menjadi gugus pergi (leaving group). Gugus OH suatu alkohol dapat
disubstitusi menghasilkan suatu alkil halida melalui mekanisme reaksi substitusi nukleofilik.
Rekasi halogenasi alkohol skunder mengikuti reaksi SN1 dan SN2. Mekanisme reaksi SN2
terjadi pada alkil halida primer dan skunder. Nukleofil yang menyerang pada rekasi SN2
adalah nukleofil kuat seperti (-OH, -CN, CH3O-). Mekanisme reaksi SN1 terjadi pada alkil
halida tersier. Nukleofil yang menyerang pada reaksi SN1 adalah nukleofil basa lemah seperti
(H2O, CH3CH2OH) (Fessenden, 1992).
Berdasarkan jenisnya, alkohol ditentukan oleh posisi atau letak gugus OH pada rantai
karbon utama karbon. Ada tiga jenis alkohol antara lain alkohol primer, alkohol sekunder,
dan alkohol tersier. Alkohol primer yaitu alkohol yang gugus –OH nya terletak pada C primer
yang terikat langsung pada satu atom karbon yang lain. Alkohol sekunder yaitu alkohol yang
gugus –OH nya terletak pada atom C sekunder yang terikat pada dua atom C yang lain.
Alkohol tersier adalah alkohol yang gugus –OH nya terletak pada atom C tersier yang terikat
langsung pada tiga atom C yang lain (Fessenden, 1997).
Reaksi pada alkohol meliputi reaksi substitusi alkohol, dehidrasi alkohol, oksidasi
alkohol, dan sebagainya. Reaksi substitusi pada alkohol, gugus yang meninggalkan alkohol
adalah hidroksida (OH-) . OH- adalah suatu ion yang merupakan basa kuat. Reaksi substitusi
ada dua jenis yaitu reaksi dengan hidrogen dan reaksi dengan zat penghalogenasi lainya.
Reaksi substitusi dengan halogen biasanya disebut reaksi halogenasi alkohol. Gugus –OH
alkohol dapat disubstitusi oleh atom halogen bila direaksikan dengan HX pekat, PX3 atau PX5
(X= halogen) (Sandy, 2013).
Halogenasi adalah diambil dari kata halogen yaitu anggota golongan unsur yang sangat
aktif, terdiri dari fluorin, bromin, iodin, klorin atau astatin yang mempunyai sifat kimia sama.
Halogenasi adalah proses reaksi pemasukan unsur halogen kedalam senyawa organik, yang
dilakukan secara penambahan (adisi) maupun secara penggantian (subtitusi). Reaksi
halogenasi terjadi antara ikatan karbon-karbon rangkap (C=C) pada senyawa-senyawa alkena
seperti etena dengan unsur-unsur halogen seperti klorin, bromin dan iodin (Zean, 1984).
Reaksi halogenasi dapat mengikuti SN1 (2 tahap) maupun SN2 (1 tahap). Alkohol
sekunder dan tersier mengikuti SN1 sedangkan alkohol primer mengikuti SN2. Khusus
alkohol sekunder reaksi dapat mengikuti kedua subtitusi nukelofilik tersebut yaitu SN1 dan
SN2. Reaksi halogenasi dengan menggunakan SN1 maupun SN2 memerlukan asam kuat yang
dapat memprotonasi gugus OH alkohol. Produk yang akan dihasilkan pada mekanisme reaksi
SN2 berbeda dengan produk yang akan dihasilkan oleh SN1. Produk SN2 akan berkebalikan
dengan konfigurasi molekul awal, karena nukleofil menyerang dari belakang molekul.
Mekanisme SN1 berkebalikan dengan reaksi SN2. produk yang dihasilkan dari reaksi SN1
merupakan produk yang dihasilkan setelah gugus pergi meninggalkan molekul. Nukleofil
kemudian menyerang molekul planar karbokation. Kemungkinan yang dihasilkan dari produk
adalah sama, baik nukleofil yang menyerang dari sisi atas maupun dari sisi bawah
(Paula, 2001).
Reaksi substitusi adalah reaksi penggantian suatu atom atau gugus atom oleh atom atau
gugus atom lain yang terdapat dalam suatu molekul. Reaksi substitusi nukleofilik yaitu reaksi
antara suatu alkil dan ion hidroksida adalah suatu reaksi substitusi nukleofilik. Alkil halida
primer jika dipanasi dengan natrium hidroksida dalam air, terjadi reaksi dengan jalan S N2.
Alkohol primer dapat diperoleh dengan rendemen baik oleh teknik ini karena alkil halida
sekunder dan tersier mungkin juga menghasilkan produk-produk eliminasi, maka halida ini
umumnya tidak berguna untuk mengsintesis alkohol. Reaksi substitusi umumnya terjadi pada
senyawa jenuh (tunggal) tanpa terjadi perubahan ikatan karakteristik (tetap jenuh). Atom
hidrogen pada halogenasi alkana yang terikat pada atom C senyawa alkana akan digantikan
dengan atom halogen. Ketika campuran metana dan klorin dipanaskan hingga 100°C atau
radiasi oleh sinar UV mak (Zean, 2004).
Reaksi halogenasi alkohol sekunder dalam percobaan ini mengikuti mekanisme SN1
dan SN2. Reaksi ini memerlukan asam kuat untuk memprotonasi gugus OH-. Asam yang
biasa digunakan adalah H2SO4. Asam sulfat atau H2SO4 merupakan senyawa yang berbentuk
padat dan berbau dimana berat molekulnya 40 gram/mol dan berwarna putih. Senyawa ini
memiliki pH 13,5 titik didih 1388oC dan titik leleh 323oC. Senyawa ini salah satu senyawa
yang mudah larut dalam air dingin (Paula, 2001).
Refluks merupakan teknik laboratorium dengan cara mendidihkan cairan dalam wadah
yang disambungkan dengan kondensor sehingga cairan terus menerus kembali kedalam
wadah (Fieser, 1957). Prinsip umum dari metode refluks adalah penarikan komponen kimia
yang dilakukan dengan memasukkan sampel kedalam labu alas bulat bersama-sama dengan
cairan yang kemudian dipanaskan, dimana pemanasan ini dilakukan untuk mempercepat
proses kelarutan pada sampel. Uap-uap cairan tersebut terkondensasi pada kondensor bola
menjadi molekul-molekul cairan yang akan turun kembali menuju labu alas bulat, setelah itu
akan mencair kembali sampel yang berada pada labu alas bulat, demikian seterusnya
berlangsung secara berkesinambungan sampai penyarian sempurna, penggantian pelarut
dilakukan sebanyak tiga kali setiap 3-4 jam, setelah itu filtrat yang dihasilkan dikumpulkan
dan dipekatkan. Keuntungan dari metode ini adalah digunakan untuk mengekstraksi sampel-
sampel yang mempunyai tekstur kasar dan tahan pemanasan langsung, sedangkan
kerugiannya adalah membutuhkan volume total pelarut yang sangat besar dan sejumlah
manipulasi dari operator (Slamet, 1989).
Distilasi adalah teknik pemisahan kimia yang paling banyak digunakan untuk
pemurnian cairan. Teknik pemisahan ini berdasarkan pada perbedaan titik didih dari larutan
yang bercampur dan untuk memungkinkan terjadinya pemisahan. Ada beberapa jenis
distilasi, yaitu distilasi sederhana, distilasi fraksional, distilasi vakum dan distilasi uap air.
Distilasi melibatkan konversi dari fasa cairan menjadi fasa uap (gas), dan uap kemuadin
terkondensasi menjadi cairan pada pendingin (kondensor). Berdasarkan hal tersebut, cairan
yang titik didihnya paling rendah akan teruapkan lebih dahulu, terkondensasi menjadi cairan
dan akhirnya terpisah dari cairan yang lain (Madan, 2013).
Mekanisme Reaksi

+ - +
Na Br + H OSO 3 H Br + Na + -OSO3H
H

..
: OH O H

+ H Br

Br

H2O + Br + H2O
Alat
Labu alas bulat 100 mL, kondensor destilasi, kondensor refluks, pipet tetes, penangas air,
corong pisah 75 mL, 4 erlenmeyer 50 mL, 4 gelas beaker 100 mL, dan 5 tabung reaksi.
Bahan
2-butanol, NaBr, larutan jenuh Na2CO3, H2SO4 pekat, MgSO4 anhidrat atau Na2SO4 anhidrat.
Prosedur Kerja
Skema Kerja
5 gram NaBr
- dimasukkan ke dalam labu alas bulat 25 mL bersih dan kering
- ditambahkan 4,25 mL air dan 3,5 mL 2-butanol, diletakkan labu di dalam
penangas es
- ditambahkan 3,75 mL H2SO4 pekat tetes demi tetes melalui dinding labu sambil
menggoyang labu untuk mencampurnya setelah larutan dingin
- disambungkan labu dengan kondensor refluks. bila kondensor refluks tidak
tersedia, digunakan kondensor destilasi
- dipanaskan campuran dalam labu dengan penangas air pada suhu 85-90 oC
selama ±40 menit dan kemudian dinginkan sehingga aman untuk dirubah
susunan refluks dan diganti dengan kondensor destilasi
- diamati campuran cairan dalam labu serta dicatat hasilnya
- didestilasi campuran pada suhu 110-115 oC dalam penangas air hingga tidak
terlihat tetesan lagi, dipindahkan destilat ke corong pisah, dan dicuci sebanyak
dua kali dengan 5 mL air
- diamati ada berapa lapisan cairan dan di lapisan manakah 2-bromobutananya
- dicuci dengan larutan jenuh Na2CO3 dan ditampung cairan bukan airnya (2-
bromobutana) ke dalam erlenmeyer kering dan bersih
- ditambahkan zat pengering (MgSO4 atau Na2SO4) secukupnya hingga diperoleh
cairan yang jernih, kemudian dipisahkan cairannya dengan dituangkan ke dalam
erlenmeyer kecil lain yang kering dan bersih
- diidentifikasi cairan yang diperoleh dengan menentukan titik didih, massa jenis,
indeks refraksi, uji kimia untuk alkil halida dan uji kelarutan di dalam air,
metanol, etanol, aseton dan diklorometana
- dibandingkan sifatnya dengan 2-butanol yang digunakan
Hasil
Prosedur Kerja
Dimasukkan 5 gram NaBr ke dalam labu alas bulat 100 mL bersih dan kering, ditambahkan
4,25 mL air dan 3,5 mL 2-butanol. Diletakkan labu di dalam penangas es, setelah dingin,
ditambahkan 3,75 mL H2SO4 pekat tetes demi tetes melalui dinding labu sambil menggoyang
labu untuk mencampurnya. Disambungkan labu dengan kondensor refluks, bila kondensor
refluks tidak tersedia, gunakan kondensor destilasi, dipanaskan campuran dalam labu dengan
penangas air pada suhu 85-90 oC selama sekitar 40 menit kemudian dinginkan sehingga aman
untuk dirubah susunan refluks dan diganti dengan kondensor destilasi dan diamati campuran
cairan dalam labu serta catat hasilnya. Setelah labu dihubungkan dengan kondensor destilasi
dan erlenmeyer penampung, destilasilah campuran pada suhu 10-115 oC dalam penangas air
sampai tidak terlihat tetesan lagi. Dipindahkan destilat ke dalam corong pisah dan cucilah
sebanyak dua kali dengan sekitar 5 mL air. Diamati ada berapa lapisan cairan dan di lapisan
manakah 2-bromobutananya. Setelah itu, dicuci dengan 5 mL larutan jenuh Na2CO3 dan
ditampung cairan bukan airnya (2-bromobutana) ke dalam erlenmeyer bersih dan kering.
Ditambahkan zat pengering (MgSO4 atau Na2SO4) secukupnya sampai diperoleh cairan yang
jernih, kemudian dipisahkan cairannya dengan menuangkan ke dalam erlenmeyer kecil lain
yang bersih dan kering. Diidentifikasikan cairan yang diperoleh pada prosedur diatas dengan
menentukan titik didihnya, massa jenisnya, indeks refraksi, uji kimia untuk alkil halida dan
uji kelarutannya di dalam air, metanol, etanol, aseton dan diklorometana. Dibandingkan
sifatnya dengan 2-butanol yang digunakan.
Waktu yang dibutuhkan
Waktu yang dibutuhkan untuk percobaan ini adalah sebagai berikut:
Kegiatan Waktu Alokasi Waktu
Persiapan alat dan bahan Pukul 07.00 - 07.10 10 Menit
Mencampurkan larutan Pukul 07.10 - 07.20 10 Menit
Menunggu dingin campuran Pukul 07.20 – 07.25 5 Menit
Mempersiapkan set alat refluks Pukul 07.25 – 07.35 10 Menit
Proses refluks Pukul 07.35 – 08.15 40 Menit
Pengamatan campuran hasil Pukul 08.15 – 08.20 5 Menit
Mempersiapkan set alat destilasi Pukul 08.20 – 08.30 10 Menit
Proses destilasi Pukul 08.30 – 09.00 30 Menit
Proses pencucian distilat Pukul 09.00 – 09.10 10 Menit
Pengamatan distilat Pukul 09.10 – 09.20 10 Menit
Pencucian distilat dengan Na2CO3 Pukul 09.20 – 09.25 5 Menit
Penampungan hasil pencucian Pukul 09.25 – 09.30 5 Menit
Pengeringan campuran dengan MgSO4 Pukul 09.30 – 09.35 5 Menit
Identifikasi Hasil percobaan Pukul 09.25 – 10.20 45 Menit
Pembersihan dan pengembalian alat Pukul 10.20 – 10.30 10 Menit
Data dan Perhitungan
Data
No. Perlakuan Hasil
1. NaBr ditambahkan 17 mL air dan 20 gram NaBr sebagian ada yang tidak larut
14 mL 2-butanol dengan 17 mL air dan 14 mL 2-butanol
2. Pendinginan
3. Penambahan 15 mL H2SO4 pekat H2SO4 ditambahkan tetes demi tetes timbul
panas dan uap, warna berubah dari tidak
berwarna menjadi berwarna kuning kemerahan,
dan ada padatan NaBr yang tidak larut.
4. Pemanasan dengan metode Terbentuk dua fasa, atas berwarna orange dan
refluks pada penangas air dengan bawah tidak berwarna. Terdapat padatan NaBr
suhu 85-90 °C selama 40 menit yang tidak larut, dan baunya menyengat.
5. Proses destilasi campuran pada Destilasi ± 25 menit, destilat yang dihasilkan
suhu 110-115 °C masih mengandung asam sulfat
6. Pencucian destilat dengan 20 mL Terbentuk 3 fasa (atas asam sulfat, tengah H2O
air dan bawah 2-bromobutana)

Jumlah lapisan cairan dan letak


lapisan 2-bromobutana
7. Pencucian dengan larutan jenuh Terbentuk 2 fasa (atas tidak berwarna, bawah
Na2CO3 keruh)
8. Penambahan zat pengering Bagian atas ditambahkan MgSO4 larutan
menjadi bening
9. Identifikasi massa jenis
10. Uji kelarutan dalam air, metanol, - Air = satu fasa (larut)
aseton, dan kloroform - Metanol = satu fasa (larut)
- Aseton = dua fasa (tidak larut)
- kloroform = dua fasa (tidak larut)
Perhitungan
- Mol NaBr = massa/Mr
= 20 gram/ 103 gram/mol
= 0,194 mol
- Massa jenis H2SO4 = massa/volume
1,84 g/mL= massa/ 15 mL
massa = 27,6 gram
- Mol H2SO4 = massa / Mr
= 27,6 gram/ 98 gram/mol
= 0,281 mol

NaBr (aq) + H2SO4 (aq)  NaHSO4 (aq) + HBr (aq)


Mula = 0,194 0,281
Reaksi = 0,194 0,194 0,194 0,194
Sisa = - 0,087 0,194 0,194
- Mol HBr = 0,194 mol, Mr 2-butanol= 74 gram/mol
- Massa jenis 2-butanol = massa/ volume
0,808 gram/mL = massa/ 14 mL
Massa = 11,31 gram
- Mol 2-butanol= massa/Mr
= 11,31 gram/ 74 gram/mol
= 0,153 mol
HBr (aq) + C4H10O (aq)  C4H9Br (aq) + H2O (aq)
Mula = 0,194 0,153
Reaksi = 0,153 0,153 0,153 0,153
Sisa = 0,041 - 0,153 0,153
- Mol C4H9Br = massa/Mr
0,153 mol = massa/ 137 gram/mol
Massa = 20,961 gram (teori)
- Massa C4H9Br = massa jenis x volume
= 1,24 gram/ mL x 27 mL
= 33,48 gram (percobaan)
- % Rendemen= (massa percobaan / massa teori) x 100%
= 33,48 gram/20,961 gram x 100% = 159,73%
Hasil
No. Perlakuan Hasil Gambar
1. NaBr 20 gram NaBr sebagian ada
ditambahkan yang tidak larut dengan 17
17 mL air dan mL air dan 14 mL 2-butanol
14 mL 2-
butanol

2. Pendinginan

3. Penambahan H2SO4 ditambahkan tetes


15 mL H2SO4 demi tetes timbul panas dan
pekat uap, warna berubah dari
tidak berwarna menjadi
berwarna kuning
kemerahan, dan ada padatan
NaBr yang tidak larut.
4. Pemanasan Terbentuk dua fasa, atas
dengan berwarna orange dan bawah
metode tidak berwarna. Terdapat
refluks pada padatan NaBr yang tidak
penangas air larut, dan baunya
dengan suhu menyengat.
85-90 °C
selama 40
menit
5. Proses Destilasi ± 25 menit,
destilasi destilat yang dihasilkan
campuran masih mengandung asam
pada suhu sulfat
110-115 °C

6. Pencucian Terbentuk 3 fasa (atas asam


destilat sulfat, tengah H2O dan
dengan 20 mL bawah 2-bromobutana)
air

Jumlah
lapisan cairan
dan letak
lapisan 2-
bromobutana
7. Pencucian Terbentuk 2 fasa (atas tidak
dengan berwarna, bawah keruh)
larutan jenuh
Na2CO3

8. Penambahan Bagian atas ditambahkan


zat pengering MgSO4 larutan menjadi -
bening
9. Identifikasi
-
massa jenis
10. Uji kelarutan - Air = satu fasa (larut)
dalam air, - Metanol = satu fasa
metanol, (larut)
aseton, dan - Aseton = dua fasa
kloroform (tidak larut)
- kloroform = dua fasa
(tidak larut)
Pembahasan
Praktikum kali ini membahas mengenai reaksi halogenasi alkohol. Praktikum ini
bertujuan untuk mempelajari reaksi substitusi nukelofilik dalam halogenasi alkohol sekunder.
Reaksi halogenasi alkohol merupakan reaksi alkohol dengan hidrogen halida yang dikatalis
oleh asam menghasilkan alkil halida. Reaksi tersebut juga merupakan suatu reaksi substitusi
nukleofilik gugus –OH dengan suatu nukleofilik. Reaksi substitusi nukleofilik dari halogenasi
alkohol dapat berlangsung melalui mekanisme SN1 ataupun SN2. Alkohol skunder dapat
mengalami reaksi SN2 maupun SN1. Hal ini tergantung dari nukleofil yang mensubstitusi
gugus –OH dari alkohol tersebut. Nukleofil yang lemah akan memungkinkan terbentuknya
karbokation sehingga akan menyebabkan terjadinya reaksi SN1, sedangkan nukleofil yang
kuat tidak memungkinkan terbentuknya karbokation sehingga reaksi yang terjadi adalah S N2.
Alkohol yang digunakan sebagai sampel pada percobaan ini adalah 2-butanol (alkohol
sekunder).
Langkah pertama yang dilakukan adalah mencampurkan 2-butanol, akuades, dan NaBr
ke dalam labu alas bulat dan didinginkan dalam penangas es. Hasil dari percampuran tersebut
menghasilkan campuran yang dan terdapat endapan putih keruh. Endapan ini merupakan
NaBr yang tidak larut. Campuran ini dilakukan pendinginan dalam ice bath. Tujuan dari suhu
dingin tersebut adalah agar pada saat penambahan dengan asam sulfat tidak terjadi reaksi
eksoterm yang tinggi yang dapat menimbulkan reaksi samping dari 2 butanol, selain itu
pengondisian agar suhu tetap dingin adalah untuk meminimalisir kemungkinan terjadinya
hasil samping. Pencegahan tersebut dilakukan karena asam sulfat merupakan bahan
pengoksidasi yang kuat.
Langkah selanjutnya adalah penambahan dengan H2SO4 pekat. Penambahan asam
sulfat pekat tersebut dilakukan tetes demi tetes sambil menggoyang labu alas bulat, hal ini
ditujukan untuk mempercepat pencampuran secara merata. Tujuan ditambahkan asam sulfat
secara tetes demi tetes adalah untuk menstabilkan suhu larutan agar tidak meningkat drastis
(agar labu tidak pecah dengan peningkatan suhu yang signifikan). Reaksi dari asam sulfat
dengan reaktan lain akan bersifat eksoterm ditandai dengan hangatnya labu, sehingga
meningkatkan suhu yang akhirnya menimbulkan gas yang dapat terbentuk akibat entalpi
penguapan tercapai. Gas yang terbentuk saat entalpi penguapan tercapai adalah gas HBr,
sesuai dengan persamaan reaksi sebagai berikut:
NaBr(s) + H2SO4(aq) → HBr(g) + Na+(aq) + HSO4-(aq)
Labu alas bulat harus selalu ditutup rapat agar tidak ada gas yang keluar dari dalam labu alas
bulat dan tetap bereaksi dengan reaktan 2-butanol sehingga produk dapat tetap terbentuk
dengan maksimal. Hasil dari penambahan asam sulfat pekat ini adalah terjadi perubahan
warna menjadi kuning kemerahan dan terbentuk 2 fasa dimana fasa atas merupakan cairan
berwarna kuning sementara fasa bawahtidak berwarna dan masih tetap terdapat endapan.
Langkah selanjutnya adalah perefluksan sampel campuran tersebut. Proses refluks
dilakukan selama kurang lebih 30 menit dengan suhu dijaga konstan pada suhu 90C. Tujuan
perefluksan ini agar larutan bercampur dengan baik sehingga terjadi reaksi sempurna yang
dapat mempercepat reaksi. Kenaikan temperatur akan menyebabkan pergerakan partikel
semakin cepat dan energi kinetiknya meningkat, sehingga tumbukan antar partikel akan
semakin cepat dan energi aktivasinya akan terlampaui. Energi kinetik yang meningkat akan
menyebabkan laju reaksi akan berjalan cepat, maka reaksi lebih cepat berlangsung. Proses
refluks yaitu pemanasan campuran antara NaBr, 2-butanol dan H2SO4 akan terbentuk gas HBr
yang kemudian bereaksi dengan 2-butanol membentuk 2-bromobutana pada suhu pemanasan
sekitar 90C. Adanya asam kuat dalam campuran memungkinkan untuk beberapa reaksi
samping yang mungkin terjadi, sehingga suhu refluks harus dijaga pada 90C. Proses refluks
selama 30 menit, hasil larutan terbentuk dua fasa, atas berwarna orange dan bawah tidak
berwarna. Terdapat padatan NaBr yang tidak larut, dan baunya menyengat. Reaksi yang
terjadi selama proses refluks adalah:
H
+
OH O H

CH
H3C
CH CH3 + H Br
H3C CH2
CH3
CH2

Br -
Br
H2O + CH CH3 +
H3C CH2 H3C
CH CH3 + H2O
CH2

Campuran yang telah direfluks kemudian didinginkan sampai aman, karena gas HBr yang
dihasilkan tersebut dapat menyebabkan pedih pada mata.
Langkah selanjutnya adalah pendestilasian sampel campuran hasil refluks. Tujuan
dilakukannya destilasi ini adalah 2-bromobutana terpisahkan dari zat-zat lain berdasarkan
perbedaan titik didih masing-masing komponennya. Larutan didestilasi pada suhu 110-115C
sampai tidak terlihat lagi tetesan destilat. Produk yang diperoleh hasil dari refluks adalah air
dan 2-bromobutana, ditinjau berdasarkan literatur titik didih air dan 2-bromobutana masing-
masing adalah 100ºC dan 90º, sehingga kedua zat tersebut akan terdestilasi. Hasil dari
destilasi diperoleh larutan 2 fasa, dengan fasa atas berwarna kuning bening dan fasa bawah
tidak berwarna. Proses destilasi ini terjadi sedikit kesalahan karena larutan yang terdestilasi
masih terkandung asam sulfat yang ikut terdestilasi, hal ini dikarenakan suhu yang digunakan
terlalu tinggi.
Langkah selanjutnya adalah pemurnian destilat. Pemurnian destilat ini dilakukan
dengan ditambahkan air sebanyak 20 ml untuk memudahkan pemisahan antara 2-
bromobutana dengan campuran yang ada menggunakan corong pisah. 2-bromobutana tidak
larut dalam air sehingga penambahan air ini tidak akan menyebabkan reaksi dengan 2-
bromobutana. Hasil yang diperoleh adalah terbentuk 2 fase dengan fase bawah berwarna
keruh sedangkan yang atas berwarna kuning bening. Fasa bawah diduga merupakan 2-
bromobutana, hal ini dikarenakan 2-bromobutana memiliki massa jenis yang lebih besar
dibandingkan dengan air. Fasa bawah yang dihasilkan tersebut dipisahkan dari campuran
tersebut dengan menggunakan corong pisah. Lapisan yang telah dipisahkan ini kemudian
dicuci dengan larutan jenuh Na2CO3. Penambahan Na2CO3 berfungsi untuk mengikat air dan
memisahkan dari Na2CO3. Pencucian membentuk 2 fase dimana 2-bromobutana berada pada
bagian atas tidak berwarna sedangkan fasa bawah menjadi keruh. Lapisan atas yang telah
dipisahkan tersebut kemudian ditambahkan dengan zat pengering MgSO4 anhidrat. Fungsi
penambahan zat pengering ini untuk menjernihkan larutan dan mengikat air yang mungkin
masih tersisa. Hasil 2-bromobutana yang didapatkan yaitu masih sedikit keruh. Hal ini
menenjukkan kemungkinan masih terdapat zat-zat pengotor lain yang masih bercampur
dengan 2-bromobutana tersebut. Hasil rendemen yang diperolh adalah sebesar 159,73%.
Langkah selanjutnya adalah pengidentifikasian 2-bromobutana yang diperoleh.
Pegidentifikasian ini hanya diuji kelarutannya saja. Berdasarkan uji kelarutan yang dilakukan,
2-bromobutana larut dalam air, dan metanol, sedangkan pada aseton, dan kloroform tidak
larut. Hasil kelarutan yang diperoleh ini tidak sesuai dengan literatur, karena seharusnya 2-
bromobutana dapat larut dalam metanol, kloroform, dan aseton karena sama-sama bersifat
nonpolar, sedangkan dengan air seharusnya tidak larut karena air bersifat polar. Kesalahan
yang terjadi ini dikarenakan pada proses refluks suhu yang dipakai terlalu tinggi sehingga ada
beberapa zat yang seharusnya tidak ikut terdestilasi menjadi ikut terdestilasi sehingga akan
memepengaruhi hasil pada perlakuan yang selanjutnya. Hal ini ditunjukkan dari nilai
rendemen yang diperoleh lebih besar dari 100%.

Kesimpulan
Kesimpulan yang diperoleh dari percobaan kali ini adalah reaksi halogenasi alcohol
adalah reaksi substitusi nukleofilik, dengan mensubstitusikan gugus hidroksi pada 2-butanol
dengan gugus halogen (Br) untuk menjadi gugus pergi yang baik sehingga akan
menghasilkan 2-bromobutana dengan menggunakan mekanisme SN1.
Referensi
Fessenden, R. J. dan J. S. Fessenden. 1992. Kimia Organik Jilid 2. Jakarta: Erlangga.
Fessenden, Ralp J. dan Joan S. Fessenden. 1997. Kimia Organik Edisi Ketiga. Erlangga:
Jakarta.
Fieser, Louis. F. 1957. Experiment in Organic Chemistry, 3nd edition. Boston: Revised, D.
C. Heath and Company.
Madan, R. L. 2013. Organic Chemistry Multi Coloured Edition. New Delhi : Tata McGraw
Hill Education Private Limited.
Paula, Yurkanis. 2001. Organic Chemistry. USA: Pearson Prentice Hall.
Slamet, S. 1989. Analisis Bahan Makanan dan Pertanian. Yogyakarta: Liberty.
Tim Penyusun. 2016. Petunjuk Praktikum Sintesis Senyawa Organik. Jember: Universitas
Jember.
Zean. 2004. Reaksi Substitusi dan Eliminasi. Purwokerto: Universitas Jenderal Soedirman.
Saran
Praktikan sebaiknya lebih memahami prosedur kerja yang akan dilakukan pada saat
praktikum agar tidak terjadi kebingungan pada pelaksanaannya. Praktikan juga sebaiknya
menggunakan suhu pemanasan yang sesuai dengan modul agar hasil yang diperoleh benar
dan tidak terjadi reaksi samping. Praktikan sebaiknnya lebih berhati-hati dalam menggunakan
alat-alat praktikum karena alat-alat yang digunakan mudah pecah.

Nama Praktikan
Muhammad Hisyam Nuri Abdul Ghani (141810301015)

Вам также может понравиться