Вы находитесь на странице: 1из 42

BAB I

PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Dari waktu ke waktu keberadaan institusi rumah sakit semakin dituntut untuk
memberikan pelayanan prima dalam bidang kesehatan kepada masyarakat. Kebutuhan ini
sejalan dengan dua hal penting, yaitu semakin ketatnya kompetisi sector rumah sakit dan
seiring dengan peningkatan kesadaran serta tuntutan pasien terhadap kualitas pelayanan
rumah sakit. Maka salah satu pelayanan yang sentral di rumah sakit adalah pelayanan
Intensive Care Unit (Hanafie,2007).
Ruang rawat intensif atau Intensive Care Unit (ICU) adalah unit perawatan di rumah
sakit yang dilengkapi peralatan khusus dan perawat yang terampil merawat pasien sakit
gawat yang perlu penanganan dengan segera dan pemantauan intensif (Gulli et al, 2001).
ICU merupakan salah satu unit di dalam rumah sakit yang menangani pasien-pasien
gawat karena penyakit, trauma atau komplikasi penyakit lain, dengan staf khusus dan
perlengkapan yang khusus yang ditujukan untuk observasi, perawatan, dan terapi.
Kelompok pasien ini dapat berasal dari Unit Gawat Darurat, Kamar Operasi, Ruang
Perawatan, ataupun kiriman dari RumahSakit lain. Ilmu yang diaplikasikan dalam
pelayanan ICU, pada dekade terakhir ini telah berkembang sedemikian rupa sehingga
telah menjadi cabang ilmu kedokteran tersendiri yaitu ” Intensive Care Medicine”.
Meskipun pada umumnya ICU hanya terdiri dari beberapa tempat tidur, tetapi sumber
daya tenaga (dokter dan perawat terlatih) yang dibutuhkan sangat spesifik dan jumlahnya
pada saat ini di Indonesia sangat terbatas. Pada ICU perawat dan dokter bekerja
berdekatan satu sama lain dalam sebuah kinerja yang berkesinambungan secara terus
menerus tanpa henti. Kinerja berkesinambungan tersebut menunjang terjadinya interaksi
dan kolaborasi antara keduanya yang lebih besar dibandingkan area di luar keperawatan
kritis.Pelaksanaan elemen dalam mencapai kolaborasi efektif dilakukan dengan cara:
Pelaksanaan Kerjasama (Cooperation) dimana pelaksanaan kerjasama antara perawat dan
dokter telah dilakukan dengan saling memberi pertimbangan, mengoreksi, serta
melengkapi satu sama lain
Fungsi utama ICU adalah merawat pasien yang dalam keadaan kritis, memantau
keadaan pasien secara terus menerus dan memberikan tindakan segera jika dibutuhkan
pasien tersebut (Hanafie, 2007). Untuk dapat memberikan pelayanan prima dan
manajemen yang efektif dan efisien,maka ICU harus dikelola sesuai suatu standar yang
bukan saja dapat digunakan secara nasional tetapi juga dapat mengikuti perkembangan
terakhir dari ” Intensive Care Medicine”. Departemen Kesehatan bekerja sama dengan
Perhimpunan Dokter Spesialis Anestesiologi dan Reanimasi Indonesia (IDSAI) dan
Perhimpunan Dokter Intensive Care Indonesia (PERDICI) memandang perlu untuk
meninjau ulang standar pelayanan ICUyang telah dibuat pada tahun 1992 yang kemudian
dicetak ulang tahun 1995. Tinjau ulang standar ini disesuaikan dengan perkembangan
ilmu dan teknologi serta konsep ICU dimasa datang.
Selain itu, perawat memiliki beberapa peran di ICU antara lain sebagai advokat, care
giver, kolaborator, peneliti, coordinator, konsultan. Dalam memberikan pelayanan
kesehatan kepada pasien, serta hubungan dengan dokter, dikenal beberapa peran

1 Keperawatan kritis dan gadar “Konsep ICU”


perawat, yaitu Peran Independen (mandiri), Dependen (tergantung pada dokter), dan
Kolaborasi (Interdependen). Peran mandiri merupakan peran perawat dalam memberikan
asuhan keperawatan yang dapat dipertanggungjawabkan oleh perawat secara mandiri.
Peran kolaborasi merupakan peran perawat dalam mengatasi permasalahan secara team
work dengan tim kesehatan (Priharjo 1995).

1.2 Rumusan Masalah


1. Bagaimanakah konsep dari ICU ?
2. Apakah definisi dari ICU ?
3. Bagaimana peran Perawat kritis dalam pemenuhan KDM pasien di ICU ?
4. Bagaimnana komunikasi dan kerjasama tim dalam keperawatan kritis ?
5. Bagaimana konsep holism dalam lingkup perawatan kritis yang Serba Menggunakan
Teknologi Canggih ?
6. Bagaimana model ssuhan keperawatan kritis ?
7. Bagaimana proses keperawatan kritis?

1.3 Tujuan
1.3.1 Tujuan Umum
Mahasiswa mampu memahami dan menjelaskan tentang konsep ICU
1.3.2 Tujuan Khusus
1. Mampu memahami dan menjelaskan definisi ICU serta Konsep dari ICU
2. Mampu memahami dan menjelaskan Peran Perawat Kritis dalam
Pemenuhan KDM Pasien
3. Mampu memahami dan menjelaskan Komunikasi dan Kerjasama Tim dalam
Keperawatan Kritis
4. Mampu memahami dan menjelaskan Konsep Holism dalam Lingkup
Perawatan Kritis yang Serba Menggunakan Teknologi Canggih
5. Mampu memahami dan menjelaskan Model Asuhan Keperawatan Kritis
6. Mampu memahami dan menjelaskan Proses Keperawatan Kritis

2 Keperawatan kritis dan gadar “Konsep ICU”


BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Konsep ICU


2.1.1 Definisi ICU
ICU (Intensive Care Unit) adalah ruang rawat di rumah sakit yang dilengkapi
dengan staf dan peralatan khusus untuk merawat dan mengobati pasien dengan
perubahan fisiologi yang cepat memburuk yang mempunyai intensitas defek
fisiologi satu organ ataupun mempengaruhi organ lainnya sehingga merupakan
keadaan kritis yang dapat menyebabkan kematian. Tiap pasien kritis erat kaitannya
dengan perawatan intensif oleh karena memerlukan pencatatan medis yang
berkesinambungan dan monitoring serta dengan cepat dapat dipantau perubahan
fisiologis yang terjadi atau akibat dari penurunan fungsi organ-organ tubuh lainnya
(Pane, 2012)
Menurut Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor
1778/MENKES/SK/XII/2010 tentang Pedoman Penyelenggaraan Pelayanan ICU di
Rumah sakit, ICU adalah suatu bagian dari rumah sakit yang mandiri (instalasi di
bawah direktur pelayanan), dengan staf yang khusus dan perlengkapan yang
khusus yang di tujukan untuk observasi, perawatan dan terapi pasien-pasien yang
menderita penyakit, cedera atau penyulit-penyulit yang mengancam nyawa atau
potensial mengancam nyawa dengan prognosis dubia. (Pane, 2012)
Ruang Perawatan Intensif merupakan instalasi pelayanan khusus di rumah sakit
yang menyediakan pelayanan yang komprehensif dan berkesinambungan selama
24 jam. Dalam rangka mewujudkan Ruang Perawatan Intensif yang memenuhi
standar pelayanan dan persyaratan mutu, keamanan dan keselamatan perlu
didukung oleh bangunan dan prasarana (utilitas) yang memenuhi persyaratan
teknis (Kemenkes, 2012).
Perawatan intensif merupakan pelayanan keperawatan yang saat ini sangat
perlu untuk di kembangkan di Indonesia yang bertujuan memberikan asuhan bagi
pasien dengan penyakit berat yang potensial reversibel, memberikan asuhan pada
pasien yang memerlukan pbservasi ketat dengan atau tanpa pengobatan yang
tidak dapat diberikan diruang perawatan umum memberikan pelayanan kesehatan
bagi pasien dengan potensial atau adanya kerusakan organ umumnya paru
mengurangi kesakitan dan kematian yang dapat dihindari pada pasien-pasien
dengan penyakit kritis (Adam & Osbone, 1997).
Indikasi yang benar dimana pasien yang di rawat di ICU harus pasien yang
memerlukan intervensi medis segera oleh tim Intensive Care harus pasien yang
memerlukan pengelolaan fungsi system organ tubuh secara terkoordinasi dan
berkelanjutan sehingga dapat dilakukan pengawasan yang konstan dan metode
terapi titrasi, dan pasien sakit kritis yang memerlukan pemantauan kontinyu dan
tindakan segera untuk mencegah timbulnya dekompensasi fisiologis. (Pane, 2012)
2.1.2 Indikasi Pasien Masuk ICU
Indikasi masuk ICU : Pasien yang dalam keadaan terancam jiwanya sewaktu-
waktu karena kegagalan atau disfungsi satu/ multiple organ atau sistem dan masih

3 Keperawatan kritis dan gadar “Konsep ICU”


ada kemungkinan dapat disembuhkan kembali oleh perawatan, pemantauan dan
pengobatan intensif. Selain itu indikasi masuk ICU ada indikasi sosial yaitu
masuknya pasien ke ICU karena ada pertimbangan sosial. (Irfan, 2010)
Kontra indikasi Masuk ICU : yang mutlak tidak boleh masuk ICU adalah pasien
dengan penyakit yang menular dimana penularan penyakit melalui udara.
(contohnya : pasien dengan gangrene, TB aktif dll, (Irfan, 2010).
Apapun kategori dan penyakit yang mendasarinya, tanda-tanda klinis penyakit
kritis biasanya serupa karena tanda-tanda ini mencerminkan gangguan pada fungsi
pernafasan, kardiovaskular, dan neurologi. Tanda-tanda klinis ini umumnya adalah
takipnea, takikardia, hipotensi, gangguan kesadaran (misalnya letargi, konfusi /
bingung, agitasi atau penurunan tingkat kesadaran).
a. Golongan pasien prioritas 1
Kelompok ini merupakan pasien sakit kritis, tidak stabil yang memerlukan
terapi intensif dan tertitrasi, seperti: dukungan, bantuan ventilasi, alat
penunjang fungsi organ/ sistem yang lain, infus obat-obat vasoaktif/ inotropik,
obat anti aritmia, serta pengobatan rain-rainnya secara kontinyu dan tertitrasi.
Sebagai contoh antara lain: pasien plasca bedah kardiotorasik, sepsis berat,
gangguan keseimbangan asam basa dan erektrorit yang mengancam nyawa.
Institusi setempat dapat juga membuat kriteria spesifik yang lain seperti derajat
hipoksemia, hipotensi dibawah tekanan darah tertentu. Terapi pada golongan
pasien prioritas 1 demikian, umumnya tidak mempunyai batas.
b. Golongan pasien prioritas 2
Golongan pasien ini memerlukan pelayanan pemantiauan canggih di lCU,
sebab sangat berisiko bila tidak mendapatkan terapi intensif segera, misalnya
pemantauan intensif menggunakan purmonary arteriar catheter. Sebagai
contoh antara lain pasien. yang menderita penyakit dasar jantung-paru, gagal
ginjal akut. dan berat atau pasjen yang terah mengalami pembedahan mayor.
Terapi pada golongan pasien prioritas mempunyai batas, karena kondisi
mediknya senantiasa berubah
c. Golongan pasien prioritas 3
Pasien golongan ini adalah pasien sakit kritis, yang tidak stabil status
kesehatan sebelumnya, yang disebabkan oreh penyakit yang mendasarinya,
atau penyakakutnya secara. sendirian atau kombinasi. Kemungkinan sembuh
dan atau manfaat terapi di ICU pada golongan ini sangat kecil.Sebagai contoh
antara lain pasien dengan keganasan metastatik disertai penyulit infeksi,
ccepericardial tamponade, sumbatan. jalan napas, atau pasien penyakit jantung,
penyakit paru terminal disertai komplikasi penyakit akut berat. Pengelolaan
pada pasien golongan ini hanya untuk mengatasi kegawatan akutnya saja, dan
usaha terapi mungkin tidak sampai melakukan intubasi atau resusitasi jantung
paru. (Supriantoro, 2011)
Pengecualian
Dengan pertimbangan luar biasa, dan atas persetujuan Kepala ICU, indikasi
masuk pada beberapa golongan pasien bisa dikecualikan, dengan catatan bahwa
pasien.pasien golongan.demikian sewaktu waktu harus bisa dikeluarkan dari ICU

4 Keperawatan kritis dan gadar “Konsep ICU”


agar fasititas ICU yang terbatas tersebut dapat digunakan untuk pasien prioritas 1,
2, dan 3.
Pasien yang tergolong demikian antara lain:
a. Pasien yang memenuhi kriteria masuk tetapi menolak terapi tunjangan hidup
yang agresif dan hanya demi “perawatan yang ama” saja. lni tidak
menyingkirkan pasien dengan perintah "DNR (Do Not Resuscitate). Sebenarnya
pasien-pasien ini mungkin akan mendapat manfaat dari tunjangan canggih
yang tersedia di lCU untuk meningkatkan kemungkinan survivalnya.
b. Pasien dalam keadaan vegetatif permanen.
c. Pasien yang telah dipastikan mengalami mati batang otak namun hanya karena
kepentingan donor organ, maka pasien dapat dirawat di lcu. Tujuan perawatan
di lCU hanya untuk menunjang fungsi organ sebelum dilakukan pengambilan
organ untuk donasi.
2.1.3 Indikasi Pasien Keluar ICU
Kriteria keluar ICU : pasien tidak perlu lagi mendapat perawatan di ICU bila
meninggal, tidak ada kegawatan yang mengancam jiwa sehingga bias dirawat di
ruang biasa dan atas permintaan keluarga bila ada informed consent khusus
darikeluarga pasien. ( perhatikan hubungan pasien dengan yang mengajukan
pulang paksa dan berikan informasi tentang resiko dari keputusan pasien atau
keluarga). (Pane, 2012)
Prioritas pasien dipindahkan dari lCU berdasarkan pertimbangan medis oleh
kepala lCU dan atau tim yang merawat pasien, antara rain:
a. Penyakit atau keadaan pasien telah membaik dan cukup stabil, sehingga tidak
memerlukan terapi atau pemantauan yang intensif rebih ranjut.
b. Secara perkiraan dan perhitungan terapi atau pemantauan intensif tidak
bermanfaat atau tidak memberi hasil yang berarti bagi pasien. Apalagi pada
waktu itu pasien tidak menggunakan alat bantu mekanis khusus (seperti
ventilasi mekanis). (Supriantoro, 2011)
Contoh golongan pasien demikian, antara lain pasien yang menderita penyakit
stadium akhir (misalnya ARDS stadium akhir). Sebelum dikeluarkan dari ICU
sebaiknya keluarga pasien diberikan penjelasan alasan pasien dikeluarkan dari ICU.
a. Pasien atau keluarga menolak untuk dirawat lebih lanjut di ICU (keluar paksa)
b. Pasien hanya memerlukan observasi secara intensif saja, sedangkan ada pasien
lain yang lebih gawat yang memerlukan terapi dan observasi yang lebih
intensif. Pasien seperti ini hendaknya diusahakan pindah ke ruang yang khusus
untuk pemantauan secara intensif yaitu HCU. (Supriantoro, 2011)
2.1.4 Prioritas ICU
Setiap dokter primer dapat mengusulkan agar pasiennya bbisa dirawat di ICU
asalkan sesuai indikasi masuk yang benar. Mengingat keterbatasan ketersediaan
fasilitas di ICU, maka berlaku asa prioritas dan keputusan akhir merupakan
kewenangan penuh kepala ICU (Pane, 2012).
End of Life Care (perawatan Terminal Kehidupan) Disediakan ruangan khusus
bagi pasien diakhir kehidupannya.

5 Keperawatan kritis dan gadar “Konsep ICU”


Setiap ICU hendaknya membuat peraturan dan prosedur-prosedur masuk dan
keluar, standar perawatan pasien, dan kriteria outcome yang spesifik. Kelengkapan
kelengkapan ini hendaknya dibuat olehitim ICU di bawah supervisi komite medik,
dan hendaknya dikaji urang dan diperbaiki sepenuhnya berdasarkan ruaran pasien
(outcome) dan pengukuran kinerja yang lain. Kepatuhan terhadap ketentuan masuk
dan keluar harus dipantau oleh komite medik. (Supriantoro, 2011)
2.1.5 Kelas ICU
Berdasarkan kelengkapan penyelenggaraan maka ICU dapat dibagi atas tiga
tingkatan:
a. ICU tingkat I : Terdapat di rumah sakit kecil yang dilengkapi dengan perawat,
ruangan observasi, monitor, resusitasi dan ventilator jangka jangka pendek
yang tidak lebih dari 24 jam. ICU ini sangat bergantung kepada ICU yang lebih
besar
b. ICU tingkat II : Terdapat pada rumah sakit umum yang lebih besar di mana
dapat dilakukan ventilator yang lebih lama yang dilengkapi dengan dokter
tetap, alat diagnosa yang lebih lengkap, laboratorium patologi dan fisioterapi.
c. ICU tingkat III yang merupakan ICU : Terdapat di rumah sakit rujukan dimana
terdapat alat yang lebih lengkap antara lain hemofiltrasi, monitor invasif
termasuk kateterisasi dan monitor intrakranial. ICU ini dilengkapi oleh dokter
spesialis dan perawat yang lebih terlatih dan konsultan dengan berbagai latar
belakang keahlian (Pane, 2012).
2.1.6 Alur Pelayanan ICU
Pasien yang memerlukan pelayanan ICU dapat berasal dari (Supriantoro, 2011) :
1. Pasien dari IGD
2. Pasien dari HCU
3. Pasien dari Kamar operasi atau. kamar tindakan lain, seperti: kamar bersalin,
ruang endoskopi, ruang dialisis, dan sebagainya.
4. Pasien dari bangsal (Ruang Rawat Inap).
Alur Pelayanan ICU di RS

Pasien Gawat

Tidak Ya

Poliklinik IGD

Kamar Operasi ICU HCU Bangsal

6 Keperawatan kritis dan gadar “Konsep ICU”


Pada alur dijelaskan bahwa, jika pasien mengalami kegawatan, maka pasien masuk ke
ruang IGD (Instalasi Gawat Darurat) terlebih dahulu. Setelah masuk ke IGD pasien
ditempatkan sesuai kondisinya. Jika membutuhkan tindakan operasi yang segera maka
pasien masuk ke kamar operasi. Jika pasien gawat karena penyakit, trauma atau
komplikasi lain maka masuk ruang perawatan intensif dengan peralatan khusus dan staf
khusus untuk menanggulangi pasien yaitu ICU (Intensive Care Unit). Pada saat kondisi
pasien sudah menunjukkan perbaikan tetapi masih dalam pengawasan ketat maka pasien
dimasukkan ke HCU ( High Care Unit ). Ketika pasien sudah menunjukkan kondisi
perbaikan dan pengawasan yang tidak terlalu ketat maka pasien masuk ke bangsal.
Pasien yang berada di kamar operasi juga bisa berasal dari pasien HCU dan bangsal
yang mengalami kegawatan dan membutuhkan tindakan segera, begitu sebaliknya pasien
dari kamar operasi bisa di rawat di HCU jika setelah dilakukan tindakan operasi pasien
masih membutuhkan pengawasan yang ketat. Pasien yang berada di ICU bisa berasal dari
pasien gawat darurat langsung maupun bangsal yang mengalami kegawatan dan
membutuhkan tindakan segera, begitu sebaliknya pasien dari ICU bisa di rawat di bangsal
jika setelah kondisinya sudah membaik.
2.1.7. Sistem Pelayanan ICU
Penyelenggaraan pelayanan ICU di rumah sakit harus berpedoman pada Keputusan
Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 1778/MENKES/SK/XII/2010 tentang Pedoman
Penyelenggaraan Pelayanan ICU di rumah sakit.
Pelayanan ICU di rumah sakit meliputi beberapa hal:
a. Etika kedokteran dimana etika pelayanan di ruang ICU harus berdasarkan falsafah
dasar "saya akan senantiasa mengutamakan kesehatan pasien, dan berorientasi untuk
dapat secara optimal, memperbaiki kondisi kesehatan pasien.
b. Indikasi yang benar dimana pasien yang di rawat di ICU harus pasien yang
memerlukan intervensi medis segera oleh tim intensive care, pasien yang memerlukan
pengelolaan fungsi sistem organ tubuh secara terkoordinasi dan berkelanjutan
sehingga dapat dilakukan pengawasan yang konstan dan metode terapi titrasi, dan
pasien sakit kritis yang memerlukan pemantauan kontinyu dan tindakan segera untuk
mencegah timbulnya dekompensasi fisiologis.
c. Kerjasama multidisipliner dalam masalah medis kompleks dimana dasar pengelolaan
pasien ICU adalah pendekatan multidisiplin tenaga kesehatan dari beberapa disiplin
ilmu terkait yang memberikan kontribusinya sesuai dengan bidang keahliannya dan
bekerja sama di dalam tim yang di pimpin oleh seorang dokter intensivis sebagai
ketua tim.
d. Kebutuhan pelayanan kesehatanG pasien dimana kebutuhan pasien ICU adalah
tindakan resusitasi yang meliputi dukungan hidup untuk fungsi-fungsi vital seperti
Airway (fungsi jalan napas), Breathing (fungsi pernapasan), Circulation (fungsi
sirkulasi), Brain (fungsi otak) dan fungsi organ lain, dilanjutkan dengan diagnosis dan
terapi definitif.
e. Peran koordinasi dan integrasi dalam kerja sama tim dimana setiap tim multidisiplin
harus bekerja dengan melihat kondisi pasien misalnya sebelum masuk ICU, dokter
yang merawat pasien melakukan evaluasi pasien sesuai bidangnya dan memberi
pandangan atau usulan terapi kemudian kepala ICU melakukan evaluasi menyeluruh,

7 Keperawatan kritis dan gadar “Konsep ICU”


mengambil kesimpulan, memberi instruksi terapi dan tindakan secara tertulis dengan
mempertimbangkan usulan anggota tim lainnya serta berkonsultasi dengan konsultan
lain dan mempertimbangkan usulan-usulan anggota tim.
f. Asas prioritas yang mengharuskan setiap pasien yang dimasukkan ke ruang ICU harus
dengan indikasi masuk ke ruang ICU yang benar. Karena keterbatasan jumlah tempat
tidur ICU, maka berlaku asas prioritas dan indikasi masuk.
g. Sistem manajemen peningkatan mutu terpadu demi tercapainya koordinasi dan
peningkatan mutu pelayanan di ruang ICU yang memerlukan tim kendali mutu yang
anggotanya terdiri dari beberapa disiplin ilmu, dengan tugas utamanya memberi
masukan dan bekerja sama dengan staf struktural ICU untuk selalu meningkatkan
mutu pelayanan ICU.
h. Kemitraan profesi dimana kegiatan pelayanan pasien di ruang ICU di samping multi
disiplin juga antar profesi seperti profesi medik, profesi perawat dan profesi lain. Agar
dicapai hasil optimal maka perlu peningkatan mutu SDM (Sumber Daya Manusia)
secara berkelanjutan, menyeluruh dan mencakup semua profesi.
i. Efektifitas, keselamatan dan ekonomis dimana unit pelayanan di ruang ICU
mempunyai biaya dan teknologi yang tinggi, multi disiplin dan multi profesi, jadi
harus berdasarkan asas efektifitas, keselamatan dan ekonomis. Kesepuluh, kontuinitas
pelayanan yang ditujukan untuk efektifitas, keselamatan dan ekonomisnya pelayanan
ICU. Untuk itu perlu di kembangkan unit pelayanan tingkat tinggi (High Care Unit
=HCU). Fungsi utama. HCU adalah menjadi unit perawatan antara dari bangsal rawat
dan ruang ICU. Di HCU, tidak diperlukan peralatan canggih seperti ICU tetapi yang
diperlukan adalah kewaspadaan dan pemantauan yang lebih tinggi.
Unit perawatan kritis atau unit perawatan intensif (ICU) merupakan unit rumah sakit di
mana klien menerima perawatan medis intensif dan mendapat monitoring yang ketat. ICU
memilki teknologi yang canggih seperti monitor jantung terkomputerisasi dan ventilator
mekanis. Walaupun peralatan tersebut juga tersedia pada unit perawatan biasa, klien pada
ICU dimonitor dan dipertahankan dengan menggunakan peralatan lebih dari satu. Staf
keperawatan dan medis pada ICU memiliki pengetahuan khusus tentang prinsip dan teknik
perawatan kritis. ICU merupakan tempat pelayanan medis yang paling mahal karena setiap
perawat hanya melayani satu atau dua orang klien dalam satu waktu dan dikarenakan
banyaknya terapi dan prosedur yang dibutuhkan seorang klien dalam ICU ( Potter & Perry,
2009).
Pada permulaannya perawatan di ICU diperuntukkan untuk pasien post operatif. Akan
tetapi setelah ditemukannya berbagai alat perekam (monitor) dan penggunaan ventilator
untuk mengatasi pernafasan maka ICU dilengkap pula dengan monitor dan ventilator.
Disamping itu dengan metoda dialisa pemisahan racun pada serum termasuk kadar ureum
yang tinggi maka ICU dilengkapi pula dengan hemodialisa.
Pada prinsipnya alat dalam perawatan intensif dapat di bagi atas dua yaitu alat-alat
pemantau dan alat-alat pembantu termasuk alat ventilator, hemodialisa dan berbagai alat
lainnya termasuk defebrilator. Alat-alat monitor meliputi bedside dan monitor sentral, ECG,
monitor tekanan intravaskuler dan intrakranial, komputer cardiac output, oksimeter nadi,
monitor faal paru, analiser karbondioksida, fungsi serebral/monitor EEG, monitor temperatur,
analisa kimia darah, analisa gas dan elektrolit, radiologi (X-ray viewers, portable X-ray

8 Keperawatan kritis dan gadar “Konsep ICU”


machine, Image intensifier), alat-alat respirasi (ventilator, humidifiers, terapi oksigen, alat
intubasi (airway control equipment), resusitator otomatik, fiberoptik bronkoskop, dan mesin
anastesi ( Rab, 2007).
Instrumentasi yang begitu beragam dan kompleks serta ketergantungan pasien yang
tinggi terhadap perawat dan dokter (karena setiap perubahan yang terjadi pada pasien harus
di analisa secara cermat untuk mendapat tindakan yang cepat dan tepat) membuat adanya
keterbatasan ruang gerak pelayanan dan kunjungan keluarga. Kunjungan keluarga biasanya
dibatasi dalam hal waktu kunjungan (biasanya dua kali sehari), lama kunjungan (berbeda-
beda pada setiap rumah sakit) dan jumlah pengunjung (biasanya dua orang secara
bergantian).
ICU sering merupakan tempat yang kuat dan besar untuk pasien dan keluarga mereka.
Dengan memperhatikan kebutuhan baik pasien maupun keluarga, rumah sakit dapat
menciptakan lingkungan yang saling percaya dan mendukung dimana keluarga diakui
sebagai bagian integral dari perawatan pasien dan pemulihan (Kvale, 2011).

2.2 Peran Perawat Kritis dalam Pemenuhan KDM Pasien


2.2.1 Peran Perawat Kritis
Keperawatan kritis adalah suatu bidang yang memerlukan perawatan pasien
yang berkualitas tinggi dan komprehensif. Untuk pasien yang kritis, waktu adalah
sesuatu hal yang vital. Proses keperawatan memberikan suatu pendekatan yang
sistematis, dimana perawat keperawatan kritis dapat mengevaluasi masalah pasien
dengan cepat (Talbot, 1997).
Peran perawat kritis sebagai berikut:
a. Advokat : Peran perawat sebagai advokat adalah perawat melindungi hak klien
sebagai manusia dan secara hukum, serta membantu klien dalam menyatakan
hak-haknya bila dibutuhkan. Contohnya, perawat memberikan informasi
tambahan bagi klien yang sedang berusaha untuk memutuskan tindakan yang
terbaik baginya.Selain itu, perawat juga melindungi hak-hak klien melalui cara-
cara yang umum dengan menolak aturan atau tindakan yang mungkin
membahayakan kesehatan klien atau menentang hak-hak klien. Peran ini juga
dilakukan perawat dalam membantu klien dan keluarga dalam
menginterpetasikan berbagai informasi dari pemberi pelayanan atau informasi
lain khususnya dalam pengambilan persetujuan atas tindakan keperawatan
yang diberikan kepada pasien, juga dapat berperan mempertahankan dan
melindungi hak-hak pasien yang meliputi hak atas pelayanan sebaik-baiknya,
hak atas informasi tentang penyakitnya, hak atas privasi, hak untuk menentukan
nasibnya sendiri dan hak untuk menerima ganti rugi akibat kelalaian.
Contohnya, pada saat klien akan mendapat tindakan terkait dengan penyakit yg
diderita perawat memberikan informasi tambahan bagi klien yang sedang
berusaha untuk memutuskan tindakan yang terbaik baginya.

b. Care Giver : Perawat membantu klien mendapatkan kembali kesehatannya


melalui proses penyembuhan. Perawat memfokuskan asuhan pada kebutuhan
kesehatan klien secara holistic, meliputi upaya untuk mengembalikan kesehatan

9 Keperawatan kritis dan gadar “Konsep ICU”


emosi, spiritual dan sosial.Pemberi asuhan memberikan bantuan kepada klien
dan keluarga klien dengan menggunakan energy dan waktu yang minimal.
Selain itu, dalam perannya sebagai pemberi asuhan keperawatan, perawat
memberikan perawatan dengan memperhatikan keadaan kebutuhan dasar
manusia yang dibutuhkan melalui pemberian pelayanan keperawatan dengan
menggunakan proses keperawatan sehingga dapat ditentukan diagnosis
keperawatan agar bisa direncanakan dan dilaksanakan tindakan yang tepat dan
sesuai dengan tingkat kebutuhan dasar manusia, kemudian dapat dievaluasi
tingkat perkembangannya. Pemberian asuhan keperawatannya dilakukan dari
yang sederhana sampai yang kompleks. Perawat memberikan bantuan secara
langsung pada klien dan keluarga yang mengalami masalah kesehatan (Vicky,
2010). Contoh peran sebagai care giver di ICU adalah perawat menguatkan
emosi dan mental dari keluarga klien sedang agar tetap tenang dan terus
berdoa dan berusaha meyakinkan karena klien sedang medapatkan perawatan
yang optimal.
c. Kolaborator : Peran ini dilakukan perawat karena perawat bekerja bersama tim
kesehatan lainnya seperti dokter, fisioterapis, ahli gizi, apoteker, dan lainnya
dalam upaya memberikan pelayanan yang baik (Vicky, 2010). adalah pada saat
akan dilakukan tindakan operatif di ruang ICU perawat harus berkolaborasi baik
dengan dokter, tenaga anestesi, farmasi agar tindakan berjalan lancar.
d. Peneliti : Peran sebagai pembaharu dan peneliti dilakukan dengan mengadakan
perencanaan, kerjasama, perubahan sistematis, dan terarah sesuai metode
pemberian pelayanan (Vicky, 2010).Selain itu juga meningkatkan pengetahuan
dan mengembangkan ketrampilan, baik dalam praktik maupun dalam
pendidikan keperawatan (Aryatmo, 1993). Contohnya perawat menemukan
sebuah metode agar klien yang ditangani di ICU tetap terjaga privasinya
walaupun ada keterbatasan ruangan yang diisi oleh banyak klien.
e. Koordinator: Peran ini dilaksanakan dengan mengarahkan, merencanakan, dan
mengorganisasi pelayanan kesehatan dari tim kesehatan sehingga pemberian
layanan dapat terarah serta sesuai kebutuhan (Vicky, 2010). Contohnya adalah
ketika perawat pertama kali menerima klien di ICU langsung berkoordinasi
terkait tindakan kepada pihak rumah sakit dan tim dokter spesialis yang akan
menangani.
Konsultan : Perawat sebagai narasumber bagi keluarga dalam mengatasi
masalah keperawatan terutama mengenai keamanan pasien dan keluarga
(Vicky, 2010). Contohnya perawat sebagai tempat konsultasi terhadap masalah
atau tindakan keperawatan yang tepat untuk diberikan. Peran ini dilakukan atas
permintaan klien tehadap informasi tentang tujuan pelayanan keperawatan
yang diberikan.

2.2.2 Kolaborasi Tim Keperawatan Kritis


Dasar pengelolaan pasien ICU adalah pendekatan multidisiplin dari beberapa
disiplin ilmu terkait yang dapat memberikan kontribusinya sesuai dengan
bidangkeahliannya dan bekerjasama di dalam tim. Tim tersebutterdiri dari:

10 Keperawatan kritis dan gadar “Konsep ICU”


a. Spesialis anestesi
b. Dokter spesialis
c. Perawat ICU
d. Dokter ahli mikrobiologi klinik
e. Ahli farmasi klinik
f. Ahli nutrisi
g. Fisioterapis
h. Tenaga lain sesuai klasifikasi pelayanan ICU

Pre Operatif Spesialis anestesi

Perawat ICU

Dokter spesialis

Ahli farmasi Klien


klinik

Fisioterapi Ahli nutrisi Tenaga lain Dokter ahli


s klinik klinik mikrobiologi klinik

Pasca Operatif

Tim Multidisiplin mempunyai 5 (lima) karakteristik:


a. Staf medik dan keperawatan yang tanggung jawab penuh.
b. Staf medik, keperawatan, farmasi klinik, farmakologi klinik, gizi klinik dan
mikrobiologi klinik yang berkolaborasi pada pendekatan multidisiplin.
c. Mempergunakan standar, protocol atau guideline untuk memastikan
pelayanan yang konsisten baik oleh dokter, perawat maupun staf yang lain.
d. Memiliki dedikasi untuk melakukan koordinasi dan komunikasi.
Menekankan pada pelayaanan yang sudah tersertifikasi, pendidikan, penelitian,
masalah etik dan pengutamaan pasien (Kemenkes, 2011)
Peran koordinasi dan integrasi dalam kerjasama tim
Mengingat keadaan pasien yang sedang dalam kondisi kritis, maka sistem
kerja tim multidisiplin diatur sebagai berikut :
a. Dokter primer yang merawat pasienmelakukan evaluasi pasien sesuai
bidangnya dan memberi pandangan atau usulan terapi.

11 Keperawatan kritis dan gadar “Konsep ICU”


b. Ketua tim melakukan evaluasi menyeluruh, mengambil kesimpulan, memberi
instruksi terapi dan tindakan secara tertulis dengan mempertimbangkan usulan
anggota tim lainnya.
c. Ketua tim berkonsultasi pada konsultan lain dengan
mempertimbangkanusulan-usulan anggota tim dan memberikan perintah baik
tertulis dalam status maupun lisan.
Untuk menghindari kesimpangsiuran/tumpang tindih pelaksanaan pengelolaan
pasien, maka perintah yang dijalankan oleh petugas hanya yang berasal dari
ketua tim saja (Kemenkes,2011).

2.2.3 Fungsi Perawat


Dalam memberikan pelayanan kesehatan kepada pasien, serta hubungan
dengan dokter, dikenal beberapa peran perawat, yaitu Peran Independen (mandiri),
Dependen (tergantung pada dokter), dan Kolaborasi (Interdependen). Peran
mandiri merupakan peran perawat dalam memberikan asuhan keperawatan yang
dapat dipertanggungjawabkan oleh perawat secara mandiri. Peran tergantung
merupakan peran perawat dalam melaksanakan program kesehatan di mana
pertanggungjawaban dipegang oleh dokter, misalnya peran dalam pemberian
obat-obatan. Peran kolaborasi merupakan peran perawat dalam mengatasi
permasalahan secara team work dengan tim kesehatan (Priharjo 1995).
Untuk memberikan perlindungan hukum bagi perawat, terutama dalam
melaksanakan tindakan dependen, maka dokter dan perawat harus mengusahakan
agar pernyataan dan order yang diberikan harus jelas dan diketahui oleh kedua
belah pihak. Contoh bentuk order-order ini adalah the standing order, di mana
dokter memberi kepercayaan kepada perawat untuk memberikan obat-obatan
tertentu dalam jangka waktu tertentu. Bentuk order ini dapat diterapkan misalnya di
Puskesmas, di mana dokter tidak dapat secara terus-menerus memberikan
pelayanan pengobatan langsung kepada pasien (Priharjo 1995).
Sedangkan menurut Sudarma (2008), dalam praktik keperawatan fungsi
perawat terdiri dari 3 fungsi, yaitu fungsi independen, interdependen, dan
dependen.
Fungsi independen adalah “those activity that are considered to be within
nursing’s scope of diagnosis and treatment”. Dalam fungsi ini tindakan perawat
bersifat tidak memerlukan perintah dokter. Tindakan perawat bersifat mandiri
berdasarkan ilmu dan kiat keperawatan. Oleh karena itu, perawat
bertanggungjawab terhadap akibat yang timbul dari tindakan yang diambil. Contoh
tindakan keperawatan dalam menjalankan fungsi independen misalnya pengkajian
seluruh riwayat kesehatan pasien/keluarganya dan pemeriksaan fisik untuk
menentukan status kesehatan, mengidentifikasi tindakan keperawatan yang
mungkin dilakukan untuk memelihara atau memperbaiki kesehatan, membantu
pasien dalam melakukan kegiatan sehari-hari, serta mendukung pasien untuk
berperilaku secara wajar (Sudarma 2008).
Fungsi interdependen perawat adalah “carried out in conjunction with other
health team members” yang berarti tindakan perawatan berdasar pada kerja sama

12 Keperawatan kritis dan gadar “Konsep ICU”


dengan tim perawatan atau tim kesehatan lain. Fungsi ini tampak ketika perawat
bersama tenaga kesehatan lain berkolaborasi mengupayakan kesembuhan pasien.
mereka biasanya tergabung dalam sebuah tim yang dipimpin oleh seorang dokter.
Contoh tindakan interdependen adalah menangani ibu hamil yang menderita
diabetes, perawat bersama tenaga ahli gizi berkolaborasi membuar rencana untuk
menentukan kebutuhan makanan yang diperlukan ibu hamil dan perkembangan
janin (Sudarma 2008).
Fungsi dependen perawat adalah “the activities based in the phsycian’s order”.
Dalam fungsi ini perawat bertindak membantu dokter dalam memberikan
pelayanan medis. Perawat membantu dokter memberikan pelayanan pengobatan
dan tindakan khusus yang menjadi kewenangan dokter. Oleh karena itu, berbagai
tindakan yang dilakukan seorang perawat ada di bawah tanggungjawab dokter dan
setiap kesalahan tindakan medis yang dilakukannya merupakan tanggungjawab
dokter, kecuali jika si perawat tersebut yang melakukan tindakan tidak sesuai
dengan prosedur dan ketetapan yang telah ditentukan dokter (Sudarma 2008).

2.3 Komunikasi dan Kerjasama Tim dalam Keperawatan Kritis


Kolaborasi adalah kata yang sering digunakan untuk menjelaskan istilah hubungan
kerjasama yang dilakukan dalam usaha penggabungan pemikiran oleh pihak tertentu
(Leever, 2010). Pihak yang terlibat dalam sebuah kolaborasi memandang aspek-aspek
perbedaan dari suatu masalah kemudian menemukan solusi dari perbedaan tersebut.
Hubungan kolaborasi dalam dunia kesehatan melibatkan sejumlah pihak profesi
kesehatan. (Vazirani, 2005).
Berikut ini jurnal penelitian undip yang meneliti pengalaman perawat yang
berkolaborasi dengan dokter di ruang ICU :
Seiring dengan perkembangan zaman, kebutuhan akan kolaborasi antara perawat
dan dokter secara profesional terus berkembang. Masalah pasien yang kini semakin
kompleks dan menyita waktu membutuhkan penanganan yang lebih efektif dan efisien,
selain itu semakin meningkatnya biaya kesehatan menyebabkan rumah sakit merumuskan
tujuan mereka untuk meningkatkan kualitas pelayanan salah satunya melalui peningkatan
pendekatan antar-disiplin(Cooper, 2007).
Penelitian Knaus et al mengatakan bahwa pada 13 ruang ICU di Amerika Serikat
ditemukan penurunan rasio angka kematian berhubungan dengan peningkatan interaksi
dan koordinasi antara perawat dan dokter (Wendy, 2001). Area keperawatan kritis
khususnya Intensive Care Units (ICU) memang merupakan satu area yang terbukti
membantu untuk memahami kolaborasi antara perawat dan dokter (Tom, 2001). Pada
area ini perawat dan dokter bekerja berdekatan satu sama lain dalam sebuah kinerja yang
berkesinambungan secara terus menerus tanpa henti. Kinerja berkesinambungan tersebut
menunjang terjadinya interaksi dan kolaborasi antara keduanya yang lebih besar
dibandingkan area di luar keperawatan kritis.
pengalaman perawat dalam pelaksanaan elemen sebagai upaya mencapai kolaborasi
efektif yang terdiri atas: kerjasama (cooperation), asertivitas (assertiveness), tanggung
jawab (responsibility), komunikasi (communication), otonomi (autonomy), koordinasi

13 Keperawatan kritis dan gadar “Konsep ICU”


(coordination), saling menghormati dan percaya (mutual respect) serta tujuan kolaborasi
(common purpose).
Pelaksanaan elemen dalam mencapai kolaborasi efektif dilakukan dengan cara:
Pelaksanaan Kerjasama (Cooperation) dimana pelaksanaan kerjasama antara perawat dan
dokter telah dilakukan dengan saling memberi pertimbangan, mengoreksi, serta
melengkapi satu sama lain. Pada kenyataannya, memberi pertimbangan maupun
memberi koreksi saja tidak cukup untuk mewujudkan pelaksanaan kerjasama yang baik.
Satu hal terpenting yaitu kesediaan masing masing anggota tim untuk mengubah
pandangan dan perspektif pribadi (Way,2000) dengan melaksanakan pertimbangan
maupun koreksi tidak dijelaskan oleh partisipan.
Pelaksanaan asertivitas ditunjukkan dengan saling care, menolak ketika tidak sesuai
dengan yang diharapkan, menanggapi perbedaan pendapat dalam segi positif, terbuka,
menerima, mendengarkan, dan berkomunikasi dengan baik.
Hal tersebut sesuai dengan makna asertivitas sebagai kemampuan untuk
mengemukakan pikiran, perasaan, pendapat secara langsung dan jujur dengan cara
penyampaian yang tepat sehingga tidak menyakiti atau merugikan diri sendiri maupun
orang lain (Rumanti, 2009). Namun demikian, tindakan asertif juga perlu didasari dengan
sikap tidak agresif yang ditunjukan dengan kemarahan. Asertifitas didasari kesediaan
anggota tim kolaborasi untuk menawarkan informasi, menghargai pendekatan masing-
masing disiplin ilmu dan pengalaman individu, mendukung pendapat anggota lain, serta
menjamin bahwa pendapat masing-masing individu benar-benar didengar (Way, 2000).
Hal tersebut diungkapkan oleh partisipan ketiga bahwa yang terpenting dalam
melaksanakan asertivitas adalah cara komunikasi, cara penyampaian serta cara
pendekatan.
Pelaksanaan tanggung jawab ditunjukkan dengan keterlibatan perawat dan dokter
dalam bertanggung jawab menangani pasien. Hal tersebut sesuai dengan makna
tanggung jawab dimana masing-masing individu telah terlibat dalam penatalaksanaan
pasien, mempertanggungjawabkan keputusan dan tindakan yang telah diperbuat, baik
tanggung jawab masing-masing individu sebagai profesi, maupun tanggung jawab
bersama sebagai satu tim dalam pengelolaan pasien (Way, 2000). Sebagai profesi, baik
perawat maupun dokter memiliki lingkup dan wewenang praktek berdasarkan standar
profesional masing-masing. Dalam melaksanakan tindakan sesuai lingkup dan wewenang
praktek, baik perawat maupun dokter dituntut untuk bertanggung jawab khususnya
selama melaksanakan tugas yang melekat dalam diri masing-masing. Sebagai tim
kolaborasi, sangat penting bagi perawat dan dokter untuk dapat bertukar informasi
dengan jelas dan komprehensif melalui pelaksanaan komunikasi (Curtis, 2011).
Pelaksanaan bertukar informasi ini dijelaskan oleh ketiga partisipan diwujudkan dengan
saling share, konsultasi, konfirmasi, memberi masukan, bertanya jawab serta
menyampaikan informasi baik secara langsung maupun melalui telepon. Hal tersebut
sesuai dengan tujuan komunikasi antara perawat dan dokter yang tidak selalu untuk
tujuan pengambilan keputusan bersama, melainkan sangat mungkin bertujuan untuk
konfirmasi, penegasan atau memberi dukungan seperti yang telah dijelaskan oleh ketiga
partisipan. Pelaksanaan komunikasi secara efektif dan efisien sangat penting karena

14 Keperawatan kritis dan gadar “Konsep ICU”


menjamin terlaksananya pemberian perawatan kesehatan yang aman dan berkualitas
tinggi (Robinson, 2010).
Pelaksanaan otonomi tindakan perawat maupun dokter telah dilakukan secara
mandiri dan sesuai dengan batas kompetensi masing-masing profesi dengan inti
pelaksanaan otonomi sebagai pelengkap kolaborasi dimana pelaksanaan membuat
keputusan dan melaksanakan rencana perawatan secara independen sesuai kompetensi
menjamin tim menjadi lebih efisien dan bekerja menjadi lebih terkendali. Pelaksanaan
otonomi oleh perawat mengacu pada intervensi yang ditentukan-perawat dimana
pelaksanaan intervensi dilakukan secara mandiri oleh perawat sesuai dengan batas
kompetensinya, yang secara legal dapat menentukan intervensi bagi staf keperawatan
untuk mengimplementasikannya (Carpenito. 2000). Pelaksanaan otonomi oleh perawat
tersebut juga mengatasi dan memantau masalah kolaboratif.
Pelaksanaan koordinasi dijelaskan oleh perawat hanya sebatas diskusi ringan secara
spontanitas antara perawat dan dokter jaga, serta tidak dihadiri dokter spesialis.
Pelaksanaan koordinasi secara teratur dan terarah diakui oleh satu partisipan dahulu
pernah dilakukan atas inisiatif Kepala Instalasi Ruang ICU RSUD Ambarawa yakni dokter
spesialis anestesi. Seiring dengan pergantian Kepala Instalasi, pelaksanaan koordinasi
secara teratur dan terarah tidak lagi dilakukan. Hal tersebut menunjukkan bahwa peran
seorang ketua dalam mengkoordinasikan seluruh anggota tim sangat penting untuk
mencapai pengorganisasian yang efisien dan efektif atas komponen yang diperlukan dari
rencana perawatan. Anggota tim harus jelas mengenai rencana keseluruhan yang akan
diimplementasikan untuk setiap situasi pasien (Way, 2000).
Pelaksanaan saling menghormati dan percaya dijelaskan oleh perawat telah terjadi.
Namun, diakui perawat bahwa untuk mendapatkan kepercayaan dari orang lain bahwa
seseorang dapat melakukan pekerjaan tersebut membutuhkan waktu. Perawat
menginginkan kontribusi mereka untuk perawatan pasien dihargai dan diakui oleh dokter,
sebagaimana perawat menghargai dan mengakui kemampuan dokter, tetapi hal tersebut
tidak selalu terjadi. Padahal, konsep saling menghormati dan percaya diharapkan
memfasilitasi suatu proses dinamis antara orang-orang ditandai oleh keinginan maju
untuk mencapai tujuan dan kepuasan setiap anggota hingga mewujudkan hubungan
kolaboratif yang efektif (Rodroguez, 2005).
Pelaksanaan tujuan kolaborasi dijelaskan oleh perawat adalah untuk kepentingan dan
kebaikan pasien. Fokus kepentingan dan kebaikan pasien menjadi motivasi utama baik
bagi perawat maupun dokter untuk melakukan kolaborasi yang berawal pada kesadaran
masing-masing profesi bahwa kepentingan pasien tercapai membutuhkan pemberian
pelayanan kesehatan yang berkualitas dengan menggabungkan keahlian unik profesional.
Peningkatan mutu pelayanan terhadap pasien dapat terwujud melalui pembahasan
bersama masalah-masalah tentang pasien. Semua anggota profesi harus mempunyai
keinginan untuk bekerjasama agar hubungan kolaborasi dapat optimal. Perawat dan
dokter merencanakan dan mengimplementasikan tindakan sebagai kolega, bekerja saling
ketergantungan dalam batas-batas lingkup praktek dengan berbagai nilai-nilai dan
pengetahuan serta saling menghormati berkonstribusi terhadap perawatan individu,
keluarga dan masyarakat (Lindeke, 2005).

15 Keperawatan kritis dan gadar “Konsep ICU”


Komunikasi SBAR
SBAR adalah format komunikasi, yang awalnya dikembangkan oleh militer dan
disempurnakan oleh industri penerbangan untuk mengurangi risiko yang terkait dengan
transmisi informasi yang tidak akurat dan tidak lengkap. (Rodger, 2007). SBAR adalah alat
komunikasi yang menyediakan metode jelas mengkomunikasikan informasi terkait
dengan temuan klinis. SBAR melibatkan semua anggota tim kesehatan untuk memberikan
masukan ke dalam situasi pasien termasuk memberikan rekomendasi. Memberikan
kesempatan untuk diskudi antara anggota tim kesehatan atau tim kesehatan lainnya.
Jenis Komunikasi SBAR:
a. Klinis:
1. Perawat ke dokter, petugas lab ke dokter
2. Dokter ke Spesialis
3. Perawat-perawat atau dokter ke dokter, dll
b. Non Klinis :
Komunikasi dengan bagian maintenance, IT, dll
Keuntungan menggunakan SBAR :
a. Kekuatan perawat berkomunikasi secara efektif
b. Dokter percaya pada analisa perawat karena menunjukkan perawat paham akan
kondisi pasien
c. Memperbaiki komunikasi sama dengan memperbaiki keamanan pasien
d. Dokter lebih memperhatikan karena informasi yang ringkas
e. Bekerja lebih cepat
f. Mengkomunikasikan masalah dengan jelas
g. Memberi kesempatan menyampaikan saran kolaborasi
h. Membantu menciptakan lingkungan yang memungkinkan staf klinis mengekspresikan
keprihatinan mereka kepada kondisi pasien.
i. Sebagai alat komunikasi informasi melaporkan kondisi pasien secara lisan (baik
langsung maupun tidak langsung/ melalui telpon)
j. Sebagai alat komunikasi serah terima pasien
k. Dari satu unit pelayanan ke unit lain
l. Antar shift dalam tim kesehatan
m. Sementara waktu karena harus pergi istirahat / pertemuan

Pelaksanaan SBAR :
Sama dengan model S.O.A.P, terjadi efisiensi transfer informasi kunci atau informasi
penting yang disampaikan melalui SBAR.
S – Situation Bagaimana situasi yang anda bicarakan?
Mengidentifikasi nama diri petugas dan pasien
Apa yang terjadi dengan pasien yang memprihatinkan.
B – Background Apa latar belakang informasi klinis yang berhubungan dengan situasi ?
Diagnosa
Obat saat ini & alergi
Tanda-tanda vital terbaru

16 Keperawatan kritis dan gadar “Konsep ICU”


Hasil lab: tanggal dan waktu tes dilakukan dan hasil tes sebelumnya untuk
perbandingan
Riwayat medis
Temuan klinis terbaru
A – Assessment Berbagi hasil penilaian klinis anda
Apa temuan klinis ?
Apa analisis dan pertimbangan anda ?
Apakah masalah ini parah atau mengancam kehidupan ?
R – Recommendation Apa yang anda inginkan terjadi dan kapan ?
Apa tindakan / rekomendasi yang diperlukan untuk memperbaiki masalah ?
Apa solusi yang bisa anda tawarkan dokter ?
Apa yang anda butuhkan dari dokter untuk memperbaiki kondisi pasien ?
Kapan waktu yang anda harapkan tindakan ini terjadi ?

2.4 Konsep Holism dalam Lingkup Perawatan Kritis yang Serba Menggunakan Teknologi
Canggih
2.4.1 Pengertian Holistik Keperawatan
Konsep holistik semakin mundur sepanjang abad 20 ketika konvensional barat
mengalami kemajuan yang sangat berarti dalam dunia medis. Para dokter dan
praktisi kesehatan semakin fokus untuk melihat tubuh sebagai bagian-bagian kecil,
dan ditunjang dengan perkembangan obat-obat kimia yang sangat menakjubkan.
Berbagai macam mikroorganisme ditemukan sebagai penyebab timbulnya penyakit
sehingga obat-obat kimia dicetak sebagai penyerbu dan pembunuh
mikroorganisme tersebut. Masyarakatpun semakin jauh meninggalkan konsep
holistik karena hampir semua keluhan sakit dapat dihilangkan secara instant oleh
obat-obatan kimia. Dampak yang terjadi adalah tubuh dibuat sangat manja oleh
obat, dan tubuh relatif jarang diberikan kesempatan untuk bekerja menyembuhkan
sendiri (Samsudrajat, 2014).
Pelayanan kesehatan di dunia saat ini berusaha untuk menerapkan konsep
holistik, yaitu suatu pendekatan yang memandang manusia secara keseluruhan,
meliputi pikiran, status emosi, gaya hidup, fisik, dan lingkungan sosial (O’Regan P et
al, 2010). Konsep holistik ini seharusnya dapat dipahami dan diaplikasikan oleh
praktisi kesehatan, baik bidang kedokteran maupun keperawatan. Kedokteran
memandang holistik sebagai suatu upaya pengobatan yang menggabungkan
antara western/conventional medicine dan eastern medicine seperti complementary
and alternative medicine (CAM), sedangkan keperawatan memandang klien secara
keseluruhan, meliputi aspek psiko-sosio-kultural dan spiritual (Winnick, 2006; Berg,
2005).
Keperawatan holistik merupakan bagian dari model keperawatan integral.
Pengetahuan dalam model keperawatan integral meliputi enam bentuk yaitu
pengetahuan personal, empiris, estetika, etika, ketidaktahuan dan sosial-politik
(Dossey, 2008). Perawat holistik perlu menyediakan lingkungan holistik dalam
upaya penyembuhan klien. Lingkungan holistik dibagi menjadi dua, yaitu internal
dan eksternal. Keterampilan internal yang berasal dari dalam diri perawat dan

17 Keperawatan kritis dan gadar “Konsep ICU”


keterampilan eksternal yang berasal dari lingkungan di sekitar perawat (rumah
sakit). Florence Nightingale telah menunjukkan dedikasi dan fokus kerja sebagai
perawat selama 50 tahun yang kini melahirkan misi global kesehatan dan healing
for humanity (penyembuhan untuk kemanusiaan). Misi tersebut digambarkan
dalam teori integral dan keperawatan holistik yang mencakup total healing
environment (Dossey, 2008).
Holistik berkaitan dengan kesejahteraan (wellness) yang diyakini mempunyai
dampak terhadap status kesehatan manusia. Anspaugh (dalam Kozier, 1995)
menyatakan bahwa untuk mencapai kesehatan dan kesejahteraan, ada lima dimensi
yang saling terkait dan ketergantungan dan dimiliki oleh tiap individu, yaitu:
1. Dimensi fisik : Kemampuan seseorang dalam melakukan aktivitas sehari-hari,
pencapaian kehehatan, memelihara nutrisi secara adekuat dan berat badan
ideal, terhindar dari ketergantungan obat dan alkohol atau rokok serta secara
umum melakukan kebiasan hidup positif.
2. Dimensi sosial : Terkait dengan kemampuan seseorang berinteraksi secara baik
dengan orang lain dan lingkungan, membina dan memelihara keakraban
dengan orang lain serta menghargai dan toleransi terhadap kepercayaan yang
berbeda
3. Dimensi emosional : Menekankan bahwa individu memiliki kemampuan untuk
menghadapi stres dan mengekspresikan emosi dengan baik. Kesejahteraan
emosional, bila dapat mengenal, menerima dan mengekspresikan perasaan dan
kekurangan orang lain.
4. Dimensi intelektual : Terkait dengan kemampuan seseorang untuk belajar dan
menggunakan karier. Kesejahteraan intelektual meliputi usaha meneruskan
pertumbuhan dan belajar menghadapi masalah baru secara efektif.
5. Dimensi spiritual : Terkait dengan keyakinan dalam beberapa hal seperti: alam,
ilmu, agama atau kekuatan yang lebih tinggi yang membantu manusia
mencapai tujuan kehidupan. Meliputi moral, nilai, dan etik yang dimiliki
seseorang.
Berdasarkan konsep di atas, dapat dijelaskan bahwa seorang perawat dalam
merawat pasien harus memandang sebagai satu kesatuan yang utuh. Bagian-
bagian atau dimensi saling berinteraksi dan apabila terjadi gangguan pada salah
satu bagian akan mempengaruhi keseimbangan dan keutuhan kesatuan tersebut.
Dengan menggunakan konsep holistik perawat dapat melihat apa saja dampak
lingkungan perawatan kritis yang mengganggu pasien. Sebagai contoh dalam
lingkungan unit perawatan intensif (intencive care unit, ICU) perawat dapat
menggambarkan lingkungan ICU dalam hal fisik dan emosional yang dapat
mengganggu pasien. Sehingga perawat dapat mengendalikan lingkungan untuk
meningkatkan kesembuhan pasien serta dapat memberikan intervensi kritis
bagaimana cara mengatasinya (Hudak&Gallo, 2012).

18 Keperawatan kritis dan gadar “Konsep ICU”


2.4.2 Mengatasi dampak ICU dengan pendekatan holism
Kondisi dalam kegawat darutan ICU sering menyebabkan kondisi pasien dan
keluarga pasien mengalami stres emosional. Gambaran emosional lingkungan ICU
sama pentingnya dengan elemen fisik, dan bahkan lebih penting untuk hasil pasien.
Elemen ini mencakup gejala yang timbul pada pasien karena dirawat di ICU
demikian juga dengan pola komunikasi semua orang yang memberikan perawatan
di unit yang menimbulkan stres ini. Bahkan untuk pengunjung yang baru pertama
kali datang ke ICU, perasaan berlebihan tentang tempat tersebut dapat
menimbulkan rasa takut. Lingkungan ICU menciptakan rasa rapuh karena
ketergantungan fisik dan emosional, kurangnya informasi dan perawatan yang
menyamakan semua pasien dapat menumbuhkan ketakutan dan kecemasan.
Perawat perlu mempunyai pemahaman yang baik mengenai lingkungan dan
kemungkinan bencana yang dapat ditimbulkan oleh lingkungan pada pasien yang
keadaan fisiologis dan emosionalnya telah terganggu. Mengubah lingkungan yang
kemungkinan tidak bersahabat menjadi lingkungan yang menyembuhkan adalah
sebuah tantangan bagi semua perawat perawatan kritis.
Selain itu, kualitas emosional di lingkungan ICU sering kali ditentukan oleh
tingkat pembagian tanggung jawab, kolaborasi dan caring yang diperlihatkan oleh
seluruh tim perawatan kesehatan. Hidup dan mati pasien secara harfiah bergantung
pada tingkat komunikasi dokter dan perawat tentang pasien tersebut. Perhatian
terhadap struktur organisasi yang membantu kolaborasi ini dan kemitraan yang
sejajar antara dokter dan perawat sebagai coleader unit adalah penting.
Menciptakan budaya yang menerapkan komunikasi yang saling menghargai antara
semua anggota tim perawatan kesehatan adalah standar kesempurnaan yang
merupakan unsur penting untuksemua lingkungan penyembuhan. Perawat pemula
perlu belajar dan mempraktiakn ketrampilan advokasi pasien selama ronde klinis di
samping tempat tidur di ICU. Cara keluarga diperlakukan dan dihormati sebagai
mitra penuh dalam perawatan adalah ukuran penting dari kualitas emosional dan
budaya positif di ICU.

2.5 Model Asuhan Keperawatan Kritis


1. Teori Betty Neuman
Keperawatan sebagai suatu profesi dan berdasarkan pengakuan masyarakat adalah
ilmu kesehatan tentang asuhan/pelayanan keperawatan atau the health science of caring
(Lindberg 1990 dalam Nursalam 2010). caring adalah memberikan perhatian atau
penghargaan kepada seorang manusia. Caring juga dapat berarti memberikan bantuan
kepada individu atau sebagai advokasi pada individu yang tidak memenuhi kebutuhan
dasaenya (Nursalam,2010).
Konsep caring dalam model teori Newman menggunakan pendekatan manusia utuh
(total person approach), dengan memasukan konsep holistik, pendekatan sistem terbuka
(open system), dan konsep stressor. Model ini menganalisis interaksi empat variabel
penunjang komunitas yang meliputi fisik, psikologis, sosial kultural dan spiritual. adapun

19 Keperawatan kritis dan gadar “Konsep ICU”


tujuan keperawatan adalah stabilitas klien dan keluarga dalam lingkungan yang dinamis
(Kusnanto, 2003).
Komponen utama dari model ini adalah adanya stress dan reaksi terhadap stress.
Klien dipandang sebagai suatu sistem terbuka yang memiliki siklus input, proses, output
dan feedback sebagai suatu pola organisasi yang dinamis. Dengan menggunakan
perspektif sistem ini, maka kliennya bisa meliputi individu, kelompok, keluarga, komunitas
atau kumpulan agregat lainnya dan dapat diterapkan oleh berbagai disiplin keilmuan
(Kusnanto, 2003).
Tujuan ideal dari model ini adalah untuk mencapai stabilitas sistem secara optimal.
Apabila stabilitas tercapai maka akan terjadi revitalisasi dan sebagai sistem terbuka maka
klien selalu berupaya untuk memperoleh, meningkatkan, dan mempertahankan
keseimbangan diantara berbagai faktor, baik didalam maupun diluar sistem yang berupaya
untuk mengusahakannya. Neuman menyebut gangguan-gangguan tersebut sebagai
stressor yang memiliki dampak negatif atau positif. Reaksi terhadap stressor bisa potensial
atau aktual melalui respon dan gejala yang dapat diidentifikasi (Dwidiyanti M, 1987)
a. Prinsip Dasar Teori Betty Newman
1) Tekanan ( stressor )
a) Intra Personal
Tekanan dari dalam individu, misalnya emosi yang dipengaruhi oleh
umur ( perkembangan ) sebagai tekanan internal, penerimaan teman sebaya (
sosial budaya ) , kemampuan fisik ( biologi ) dan pengalaman mengatasi
emosi dan perasaan di masa lalu (psikologi).
b) Inter Personal
Antara individu yang satu dengan yang lain. Tekanan satu orang atau
lebih, misalnya peran orangtua terhadap anak yang diharapkan, tekanan antar
individu yang dipengaruhi oleh pola pengasuhan anak ( sosial budaya ), umur
dan perkembangan anak ( biologi, perkembangan), dan perasaan mereka
terhadap peran yang dijalani (psikologi).
c) Ekstra Personal
Di luar individu. Tekanan dari luar sistem, misalnya pengangguran (
tekanan luar ) dipengaruhi oleh adanya penerimaan teman sebaya ( tekanan
sosial budaya ) , perasaan seseorang terhadap keadaan pengangguran pada
saat sekarang dan di masa lalu ( psikologi) , kemampuan melakukan
pekerjaan ( biologi, perkembangan, psikologi).
2) Struktur Pokok Sumber Energi
Merupakan penggerak untuk melakukan aktivitas. Struktur dasar berisi
seluruh variable untuk mempertahankan hidup dasar yang biasa terdapat pada
manusia sesuai karakteristik individu yang unik. Variabel-variabel tersebut yaitu
variabel sistem, genetik, dan kekuatan/kelemahan bagian-bagian sistem.
3) Garis Normal Pertahanan
Garis pertahanan normal merupakan lingkaran utuh yang mencerminkan
suatu keadaan stabil untuk individu, sistem atau kondisi yang menyertai
pengaturan karena adanya stressor yang disebut wellness normal dan digunakan

20 Keperawatan kritis dan gadar “Konsep ICU”


sebagai dasar untuk menentukan adanya deviasi dari keadaan wellness untuk
sistem klien.
Selain itu ada berbagai stressor yang dapat menginvasi garis pertahanan
normal jika garis pertahanan fleksibelnya tidak dapat melindungi secara adekuat.
Jika itu terjadi. maka sistem klien akan bereaksi dengan menampakan adanya
gejala ketidakstabilan atau sakit dan akan mengurangi kemampuan sistem untuk
mengatasi stressor tambahan.
Garis pertahanan normal ini terbentuk dari beberapa variabel dan perilaku
seperti pola koping individu, gaya hidup dan tahap perkembangan. Garis
pertahanan normal ini merupakan bagian dari garis pertahanan fleksibel. Oleh
sebab itu untuk mempertahankan keadaan stabil dari sistem klien, maka perlu
melindungi garis pertahanan normal dan bertindak sebagai buffer. Kondisi ini
bersifat dinamis dan dapat berubah dalam waktu relatif singkat. Disamping itu
hubungan dari berbagai variabel (fisiologi, psikologis, sosiokultur, perkembangan
dan spiritual) dapat mempengaruhi tingkat penggunaan garis pertahanan diri
fleksibel terhadap berbagai reaksi terhadap stressor.
4) Gangguan Pertahanan
Kerusakan sistem pertahanan tubuh oleh dan akibat dari tekanan.
5) Tingkat Reaksi
Tindakan yang muncul akibat dari pengaruh tekanan.
6) Intervensi
Identifikasi tindakan sebagai akibat dari reaksi yang timbul. Merupakan
tindakan-tindakan yang membantu untuk memperoleh, meningkatkan dan
memelihara sistem keseimbangan, terdiri dari pencegahan primer, sekunder dan
tersier.
7) Tingkat-Tingkat Pencegahan
Dibagi menjadi :
a) Pencegahan primer
Yaitu terjadi sebelum sistem bereaksi terhadap stressor, meliputi :
promosi kesehatan dan mempertahankan kesehatan. Pencegahan primer
mengutamakan pada penguatan flexible lines of defense dengan cara
mencegah stress dan mengurangi faktor-faktor resiko. Intervensi dilakukan
jika resiko atau masalah sudah diidentifikasi tapi sebelum reaksi terjadi.
Strateginya mencakup : immunisasi, pendidikan kesehatan, olah raga dan
perubahan gaya hidup
b) Pencegahan sekunder
Yaitu berbagai tindakan yang dimulai setelah ada gejala dari stressor.
Pencegahan sekunder mengutamakan pada penguatan internal lines of
resistance, mengurangi reaksi dan meningkatkan faktor-faktor resisten
sehingga melindungi struktur dasar melalui tindakan-tindakan yang tepat
sesuai gejala.
Tujuannya adalah untuk memperoleh kestabilan sistem secara
optimal dan memelihara energi. Jika pencegahan sekunder tidak berhasil dan

21 Keperawatan kritis dan gadar “Konsep ICU”


rekonstitusi tidak terjadi maka struktur dasar tidak dapat mendukung sistem
dan intervensi-intervensinya sehingga bisa menyebabkan kematian.
c) Pencegahan tersier
Yaitu pencegahan tersier difokuskan pada perbaikan kembali ke arah
stabilitas sistem klien secara optimal. Tujuan utamanya adalah untuk
memperkuat resistansi terhadap stressor untuk mencegah reaksi timbul
kembali atau regresi, sehingga dapat mempertahankan energi.
8) Penyusunan Kembali
Adaptasi dari tindakan yang berasal dari sekitar baik interpersonal. Intra
personal dan ekstra personal. Dapat dimulai dari beberapa derajat dari tingkat
reaksi. Kemungkinan rata-rata memungkinkan peluasan diluar garis pertahanan
nornal.
b. Empat konsep mayor dari teori Newman
1) Manusia. Manusia merupakan suatu sistem terbuka yang selalu mencari
keseimbangan yang harmoni, dan merupakan satu kesatuan dari variabel-variabel
fisiologis, psikologis, sosiokultural, perkembangan dan spiritual.
2) Lingkungan. Lingkungan adalah semua kekuatan, baik internal dan eksternal yang
dapat memerangaruhi hidup dan perkembangan klien atau sistem klien.
3) Keperawatan, secara umum, keperawatan merupakan profesi yang unik, mencakup
tentang respons manusia terhadap stressor yang merupakan konsep yang utama
untuk mencapai stabilitas pasien. Newman mendefinisikan parameter dari
keperawatan adalah individu, keluarga dan kelompok dalam mempertahankan
tingkat yang maksimal dari sehat dengan intervensi untuk menghilangkan stress dan
menciptakan kondisis yang optimal bagi pasien. Intervensi keperawatan bertujuan
untuk menurunkan stressor melalui pencegahan primer, sekunder, dan tersier.
4) Kesehatan. Kesehatan adalah keadaan yang adekuat dalam suatu sistem stabilitas
yang merupakan keadaan yang baik. sehat adalah kondisi terbebasnya dari
gangguan-gangguan pemenuhan kebutuhan dan sehat merupakan keseimbangan
yang dinamis sebagai dampak dari keberhasilan menghindari atau mengatasi
stessor. (Kusnanto, 2003).
Neuman memandang perawat sebagai profesi yang unik yang berhubungan
dengan semua variabel yang mempengaruhi sistem respon terhadap stresor. Yang
menjadi pusat keperawatan adalah individu atau klien secara total dengan tujuan
utama yaitu stabilitas klien. Proses Keperawatan menurut Betty Neuman adalah:
1) Diagnosa Keperawatan
a) Berdasarkan penguasaan data yang sesuai, diagnosa berfungsi
mengidentifikasi, menaksir, mengklasifikasi, dan mengevaluasi hubungan
dinamis antara variabel bio-psiko-sosial budaya-perkembangan-spiritual.
b) Kesehatan bervariasi sebagai akibat perpaduan teori dan data.
c) Intervensi yang bersifat hipotesa ditentukan oleh garis pertahanan fleksibel.
2) Tujuan keperawatan
Sistem perawat dan klien berunding untuk perubahan ketentuan.
Intervensi perawat berfungsi menjaga stabilitas klien.
3) Hasil keperawatan

22 Keperawatan kritis dan gadar “Konsep ICU”


a) Intervensi keperawatan menggunakan satu model pencegahan atau lebih.
b) Konfirmasi perubahan ketentuan maupun membuat ulang tujuan
keperawatan.
c) Hasil dari tujuan jangka pendek mempengaruhi penentuan tujuan
menengah-jangka panjang.
d) Hasil yang diperoleh klien mengesahkan proses keperawatan
2. Model Keperawatan ICU
Keperawatan adalah disiplin profesional yang menerapkan banyak bentuk
pengetahuan dan ketrampilan berpikir kritis dalam setiap situasi klien melalui
penggunaan model keperawatan dalam proses keperawatan. Kita percaya bahwa perawat
harus melatih ketrampilan berpikir kritis dan menerapkan model keperawatan pada
masing-masing komponen proses keperawatan (Paula, 2009). Perawat sebagai ujung
tombak dari pelayanan kesehatan diharapkan mampu memberikan kontribusi yang
optimal sesuai dengan ilmu pengetahuan yang dimiliki. Hal ini terwujud bila system dari
pemberian asuhan keperawatan pada klien menunjang, yaitu adanya suatu Model
Asuhan Keperawatan Profesional (Sitorus & Yulia, 2006).
Model Asuhan Keperawatan menurut (Tappen,1995)
Penanggung
Model Deskripsi
jawab
Fungsional  Berdasarkan orientasi tugas dari filosofi keperawatan Perawat yang
(bukan  Perawat melaksanakan tugas (tindakan) tertentu berdasarkan bertugas pada
model jadwal kegiatan yang ada tindakan
MAKP)  Metode fungsional dilaksanakan oleh perawat dalam pengelolaan tertentu
asuhan keperawatan sebagai pilihan utama pada saat perang dunia
kedua. Pada saat itu, karena masih terbatasnya jumlah dan
kemampuan perawat, maka setiap perawat hanya melakukan 1-2
jenis intervensi keperawatan kepada semua pasien di bangsal
Kelebihan :
 Manajemen klasik yang menekankan efesiensi,pembagian tugas
yang jelas dan pengawasan yang baik
 Sangat baik untuk rumah sakit yang kekurangan tenaga
 Pesenior menyibukkan diri dengan tugas manajerial , sedangkan
perawat pasien di serahkan kepada junior dan/atau belum
berpengalaman
Kelemahan :
 Tidak memberikan kepuasan pada pasien maupun perawat
 Pelayanan keperawatan terpisah-pisah, tidak dapat menerapkan
proses keperawatan
 Persepsi perawat cenderung pada tindakan yang berkaitan dengan
keterampilan saja
Kasus  Berdasarkan pendekatan holistis dari filososfi keperawatan Manajer
 Perawat bertanggung jawab terhadap asuhan dan observasi pada keperawatan
pasien tertentu
 Rasio 1:1 (pasien:perawat). Setiap pasien dilimpahkan kepada

23 Keperawatan kritis dan gadar “Konsep ICU”


semua perawat yang melayani seluruh kebutuhannya pada saat
mereka dinas. Pasien akan dirawat oleh perawat yang berbeda
untuk setiap shif dan tidak ada jaminan bahwa pasien akan dirawat
oleh orang yang sama pada hari berikutnya. Metode penugasan
kasus biasanya diterapkan satu pasien satu perawat, umumnya
dilaksanakan untuk perawat privat atau untuk khusus seperti isolasi,
intensive care.
Kelebihan :
 Perawat lebih memahami kasus per kasus.
 Sistem evaluasi dari manajerial menjadi lebih mudah.
 asuhan yang diberikan komprehensif,berkesinambungan, dan
holistik.
 Pasien merasa dimanusiawikan karena terpenuhinya kebutuhan
secara individu.
 Asuhan diberiakan bermutut tinggi dan tercapai pelayanan yang
efektif terhadap pengobatan, dukungan, proteksi, informasi dan
advokasi
Kelemahan :
 Belum dapat diidentifikasi perawat penanggung jawab.
 Perlu tenaga yang cukup banyak dan mempunyai kemampuan
dasar yang sama.
 Kurang efisien karena memerlukan perawat profesional dengan
keterampilan tinggi dan imbalan yang tinggi, sedangkan masih ada
pekerjaan yang dapat dikerjakan oleh asisten perawat.
 Beban kerja tinggi terutama jika jumlah klien banyak sehingga
tugas rutin yang sederhana terlewatkan.
Tim  Berdasarkan pada kelompok filosofi keperawatan Ketua tim
 Enam-tujuh perawat professional dan perawat pelaksanan bekerja
sebagai satu tim, disupervisi oleh ketua tim
Metode ini menggunakan tim yang terdiri atas anggota yang
berbeda-beda dalam memberikan asuhan keperawatan terhadap
sekelompok pasien. Perawat ruangan dibagi menjadi 2-3 tim/grup
yang terdiri atas anggota tenaga professional, teknikal, dan
pembantu dalam satu kelompok kecil yang saling membantu.
Kelebihan :
 Memungkinkan pelayanan keperawatan yang menyeluruh
 Mendukung pelaksanaan proses keperawatan
 Memungkinkan komunikasi antar tim, sehingga konflik mudah
diatasi dan memberi kepuasan kepada anggota tim
Kelemahan : komunikasi antar anggota tim terbentuk terutama dalam
bentuk konferensi tim, yang biasanya membutuhkan waktu, yang sulit
untuk dilaksanakan pada waktu-waktu sibuk
Primer  Berdasarkan pada tindakan yang komprehensif dari filosofi Perawat
keperawatan primer (PP)

24 Keperawatan kritis dan gadar “Konsep ICU”


 Perawat bertanggung jawab terhadap semua aspek asuhan
keperawatan
 Metode penugasan dimana satu orang perawat bertanggung jawab
penuh selama 24 jam terhadap asuhan keperawatan pasien mulai
dari pasien masuk sampai pasien keluar rumah sakit. Mendorong
praktik kemandirian perawat, ada kejelasan antara pembuat
rencana asuhan dan pelaksana. Metode primer ini ditandai dengan
adanya keterkaitan kuat dan terus menerus antara pasien dan
perawat yang ditugaskan untuk merencanakan, melakukan, dan
koordinasi asuhan keperawatan selama pasien dirawat.
Kelebihan :
 Bersifat kontinuitas dan komprehensif
 Perawat primer mendapat akuntabilitas yang tinggi terhadap hasil,
dan memungkinkan pengembangan diri
 Keuntungan antara lain terhadap pasien, perawat, dokter dan
rumah sakit
Kelemahan : hanya dapat dilakukan oleh perawat yang memiliki
pengalaman dan pengetahuan yang memadai dan kriteria yang asertif,
self direction, kemampuan mengambil keputusan yang tepat,
menguasai keperawatan klinis, penuh pertimbangan, serta mampu
berkolaborasi dengan berbagai disiplin ilmu
Keperawatan kritikal adalah suatu bidang yang memerlukan perawatan pasien yang
berkualitas tinggi dan komperhensif. untuk pasien kritis seperti ICU, waktu adalah vital.
Proses keperawatan memberikan sustu pendekatan yang sistematis, dimana perawat
keperawatan kritis dapat mengevaluasi masalah pasien dengan cepat. Model Asuhan
Keperawatan Profesional yang menghasilkan kontinuitas keperawatan yang bersifat
komprehensif di unit perawatan kritis atau ICU adalah metode kasus.
Metode kasus adalah metode dimana perawat bertanggung jawab terhadap pasien
tertentu yang didasarkan pada rasio satu perawat untuk satu pasien dengan pemberian
perawatan konstan untuk periode tertentu. Metode penugasan kasus biasa diterapkan
untuk perawatan khusus seperti isolasi, intensive care, perawat kesehatan komunitas
(Tappen, 1995). Tugas perawat dalam metode kasus yaitu:
a. Menerima pasien dan mengkaji kebutuhan pasien secara komprehensif
b. Membuat tujuan dan rencana keperawatan
c. Melaksanakan semua rencana yang telah dibuat selama ini
d. Mengkomunikasikan dan mengkoordinasikan pelayanan yang diberikan oleh disiplin
lain maupun perawat lain.
e. Mengevaluasi keberhasilan yang dicapai.
f. Menerima dan menyesuaikan rencana.
g. Menyiapkan penyuluhan pulang.
h. Melakukan rujukan kepada pekerja sosial, kontak dengan lembaga sosial masyarakat.
i. Membuat jadwal perjanjian klinik.
Dalam pelaksanaan metode kasus di ICU sangat diperlukan manajemen kasus yang
tepat untuk menangani masalah pasien dengan segera. Management kasus digambarkan

25 Keperawatan kritis dan gadar “Konsep ICU”


sebagai suatu sistem pemberian perawatan pasien yang berfokus pada pencapaian hasil
dalam kerangka waktu dan sumber daya yang efektif dan tepat. Manajemen kasus
memfokuskan pada keseluruhan episode penyakit, melewati semua lingkungan dimana
pasien menerima perawatan. Perawatan diarahkan oleh manager kasus yang secara ideal
terlibat dalam praktik kelompok. Managenen kasus menggabungkan prinsip perawatan
yang teratur (Russel, 2000).
Praktik Kelompok adalah suatu struktur formal pemberian asuhan keperawatan
berdasarkan kasus dan managemen melewati episode penyakit. keanggotaan meliputi
perawat primer praidentifikasi dari berbagai unit (dan lembaga) yang bekerja
berpasangan dengan satu dokter utama untuk tipe kasus tersebue dan dua pasien dan
keluarganya untuk memudahkan perawatan yang memenuh standar klinis khusus dalam
obligasi sumber yang tepat (Russel, 2000).
Management kasus meliputi priktik kolaboratif yang pada gilirannya melibatkan
kelompok profesional perawat yang berkolaborasi untuk memindahkan pasien melewati
sistem. ini adalah berdasarkan waktu daripada unit. perawat dari berbagai unit
berkolaborasi untuk memindahkan pasien pada alur kritis selama tinggal di rumah sakit
(Russel, 2000). Keuntungan dari manajemen kasus meningkatnya mutu asuhan karena
perkembangan kesehatan pasien dimonitoring terus menerus sehingga selalu ada
perbaikan bila asuhan yang diberikan tidak memberikan perbaikan, dan adanya
kerjasama yang harmonis antara manajer kasus dengan tim kesehatan lain merupakan
elemen penting yang mempengaruhi meningkatnya mutu asuhan, menurunnya
komplikasi dan biaya menjadi lebih efektif (Junaidi, 1999).
Manajer kasus melakukan monitoring terhadap asuhan keperawatan yang
dilaksanakan oleh tenaga perawat dan non keperawatan. Setiap perawat ditugaskan
untuk melayani seluruh kebutuhan pasien saat ia dinas. Metode penugasan kasus biasa
diterapkan satu pasien satu perawat, dan hal ini umumnya dilaksanakan untuk perawat
privat atau untuk keperawatan khusus seperti isolasi, intensive care. Metode ini
berdasarkan pendekatan holistik dari filosofi keperawatan. Perawat bertanggung jawab
terhadap asuhan dan observasi pada pasien tertentu (Nursalam, 2002).

2.6 Proses Keperawatan Kritis


a. Pengertian
Keperwatan kritikal adalah suatu bidang yang memerlukan perwatan pasien yang
berkualitas tinggi dan komprehensif. Untuk pasien yang kritis, waktu adalah vital.
Proses keperwatan memberikan suatu pendekatan yang sistematis, dimana perawat
keperawatan kritis dapat mengevaluasi masalah pasien dengan cepat
Proses keperwatan adalah susunan metode pemecahan masalah yang meliputi
pengkajian , analisa data, perencanaan, implementasi \, dan evaluasi. The American
Association of Critical Care Nurses (AACN) menyusun standar proses keperawatan
sebagai asuhan keperawatan kritikal. Standar proses AACN ditunjukan pada table 1.1

26 Keperawatan kritis dan gadar “Konsep ICU”


b. Pengkajian
komponen kunci dan pondasi proses keperwatan adalah pengkajian. Pengkajian
membuat data dasar dan merupakan proses dinamis. Suatu pengkajian yang
mendalam memungkinkan perawat kritikal untuk mendeteksi perubahan cepat,
melakukan intervensi dini dan melakukan asuhan. Terdapat tiga fase dasar untuk
pengkajian meliputi:
1. Pengkajian awal: pengkajian yang dibuat dengan cepat selama pertemuan
pertama dengan pasien, yang meliputi ABC (Airway, breathing, Circulation)
2. Pengkajian dasar: merupakan pengkajian lengkap pada pasien dimana semua
system dikaji
3. Pengkajian terus-menerus merupakan suatu pengkajian ulang secara terus-
menerus yang dibutuhkan pada status perubahan pasien yang sakit kritis. Dalam
hal ini, status pasien akan mengatur waktu dan kedalaman dalam proses
pengkajian.
Dalam pengkajian, terdapat bermacam-macam metode pendekatan yang
digunakan. Dua pendekatan yang paling penting digunakan yaitu: pendekatan dari
kepala sampai kaki ( Head to Toe) dan pendekatan system tubuh (ROS). Pendekatan
dari kepala sampai kaki merupakan pendekatan simetris yang sistematis dimulai
dengan kepala dan diakhiri dengan kaki. Pendekatan dengan menggunakan system
tubuh mengkaji masing system tubuh secara bebas. Banyak perawat kritikal
menggunakan suatu kombinasi pendektana dari kepala sampai kaki dan pendekatan
system tubuh terintegrasi yakni perawat memulai pengkajian dengan kepala dan
mengevaluasi system neurologi, kemudian mengkaji dada dan meliputi system
kardiovasculer dan system pernapasan. Pendekatan ini memberikan suatu
perkembangan yang logis untuk pengkajian. Pengkajian menghasilkan data dasar.
Data dasar ini dirumuskan dari riwayat keperwatan. Pengkajian fisik dan sumber lain
dari pengkajian data.
c. Riwayat Keperawatan
Riwayat keperawatan terdiri dari data subyektif yang memasukan pandangan
pribadi pasien terhadap masalahnya sendiri. Riwayat secara khusus diambil dengan
wawancara, tetapi riwayat memerlukan proses yang harus dimodifikasi untuk
menemukan deficit pasien dengan sakit kritis. Anggota keluarga dan orang terdekat

27 Keperawatan kritis dan gadar “Konsep ICU”


merupakan sumber informasi. Hal ini penting untuk mendapatkan keluhan utama
pasien, mengidentifikasikan informasi, riwayat penyakit saat ini, riwayat kesehatan
masa lalu, riwayat keluarga, riwayat pola hidup dan tinjauan dari system.
d. Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaaan fisik menghasilkan data obyektif melalui inspeksi, palpasi, perkusi,
auskultasi pada pasien.
e. Sumber Lain Pengkajian Data
Data obyektif lain yang berasal dari pengukuran ditempat tidur seperti alat
pengawasan, pemeriksaan laboratorium, prosedur diagnosis dan pemeriksaan
radiografi.
f. Analisa
Setelah data dikumpulkan, data di analisa. Dari pengkajian data dasar, masalah
yang actual, potensial dan berisiko tinggi diidentifikasi dan diuraikan menurut
prioritas sesuai dengan kebutuhan keperawatan pasien kritis. Hal ini mungkin
merupakan masalah yang kompleks disebabkan oleh beratnya kondisi pasien.
Prioritas paling tinggi diberikan pada masalah yang mengancam kehidupan.
Setelah melakukan analisa data, tahap selanjutnya adalah menentukan diagnose
keperawatan yang mungkin muncul baik diagnose actual, resiko maupun potensial
yang dialami oleh klien. Beberapa hal yang perlu diperhatikan pada tahap diagnosis
keperawatan antara lain: (Asmadi, 2008)
1. Kesesuaian masalah dengan lingkup keperawatan
2. Kejelasan masalah
3. Keakuratan masalah dan factor penyebab
4. Validitas masalah
5. Komponen diagnosis keperawatan PES( Problem, Etiologi, Signs)

Membuat prioritas urutan diagnosis keperawatan


Setelah merumuskan diagnosa keperawatan untuk masalah klien, perawat
mulai membuat prioritas urutan diagnosis keperawatan. Urutan tersebut
memungkinkan perawat, klien, dan orang terdekat klien untuk mengatur masalah-
masalah klien sesuai dengan urutan kepentingan dan urgensinya. (Allen, Carol Vestal.
1998)
Diagnosis keperawatan diurutkan dengan prioritas tinggi, sedang dan rendah.
Perawat, klien, dan keluarga serta orang terdekat berfokus pada usaha-usaha
mengatasi masalah klien dengan prioritas tertinggi lebih dulu. Masalah dengan
prioritas tertinggi mencerminkan situasi yang mengancam hidup misalnya bersihan
jalan napas. Masalah dengan prioritas sedang berhubungan dengan situasi yang tidak
gawat dan situasi yang tidak mengancam hidup klien misalnya hygine individu.
Masalah dengan prioritas rendah tidak berhubungan langsung dengan keadaan sakit
atau prognosis yang spesifik misalnya masalah keuangan. Masalah dengan prioritas
tinggi (bersihan jalan napas) membutuhkan perhatian yang cepat karena dapat
mengancam kehidupan klien. (Allen, Carol Vestal. 1998)
Prioritas dapat berubah setelah pengkajian kembali pada klien yang akan
menyebabkan pergeseran kepentingan masalah. Contohnya: klien pada awalnya

28 Keperawatan kritis dan gadar “Konsep ICU”


ditangani dengan masalah intoleransi aktivitas, setelah mengkaji klien kembali,
perawat memperhatikan bahwa pasien mengeluh napas pendek, pernapasan
30x/menit dan dangkal dan terdengan crackle dilobus kanan bawah yang menunjukan
bersihan jalan napas tidak efektif. Masalah bersihan jalan napas tidak efektif memiliki
prioritas yang tinggi daripada intoleransi aktivitas karena lebih mengancam jiwa.
Hirarki kebutuhan dasar dari Maslow (1968) membantu perawat dalam
memprioritaskan urutan diagnose keperawatan. Kerangka hirarki ini termasuk
kebutuhan fisiologis dan psikologis. Lima tingkatan dari hirarki tersebut adalah:
Fisiologis, Keselamatan dan Keamanan, Mencintai dan memiliki, Harga diri rendah dan
aktualisasi diri. Contohnya: orang yang kekurangan makanan akan mencari makanan
terlebih dahulu sebelum mencari tujuan karirnya. (Allen, Carol Vestal. 1998)

g. Perencanaan
Pembuatan tujuan, identifikasi dari tindakan keperwatan yang tepat dan
pernyataan atas hasil yang diharapkan merumuskan rencana keperawatan.
Tahap perencanaan memberi kesempatan kepada perawat, klien, keluarga, dan
orang terdekat klien untuk merumuskan rencana tindakan guna mengatasi masalah
yang dialami klien. Perencanaan ini merupakan petunjuk tertulis yang
menggambarkan secara tepat tindakan keperawatan yang dilakukan terhadap klien
sesuai kebutuhannya berdasarkan diagnosis keperawatan. Tahap perencanaan
disebut juga sebagai inti atau pokok dari proses keperawatan sebab perencanaan
merupakan keputusan awal yang member arah bagi tujuan yang ingin dicapai, hal
yang akan dilakukan termasuk bagaimana, kapan dan siapa yang akan melakukan
tindakan keperawatan. (Asmadi, 2008)
Beberapa tujuan penting perencanaan yaitu: sebagai alat komunikasi antara
sesama perawat dan tim kesehatan lainnya, meningkatkan kesinambungan askep bagi
klien, dokumnetasikan proses dan criteria hasil askep yang ingin dicapai. Unsure
terpenting pada tahap perencanaan ini adalah membuat priortitas urutan diagnosis
keperawatan, merumuskan tujuan, merumuskan criteria evaluasi dan intervensi
keperawatan (Asmadi, 2008)
Komponen tahap perencanaan meliputi: (Allen, Carol Vestal. 1998)
1. Membuat prioritas urutan diagnosis keperawatan

2. Membuat criteria hasil

3. Menulis instruksi keperawatan

29 Keperawatan kritis dan gadar “Konsep ICU”


4. Membuat rencana asuhan keperawatan
h. impelemntasi
Perencanaan dimasukkan dalam tindakan selama fase impementasi. Hal ini
merupakan fase kerja actual dari proses keperawatan.
i. Evaluasi
Suatu perbandingan antara hasil actual pasien dan hasil yang yang diharapkan
terjadi dalam fase evaluasi. Pada bagian ini menunjukan pentingnya modifikasi dalam
rencana keperawatan atau pengkajian ulang total dapat teridentifikasi.
Proses keperawatan adalah siklus, saling ketergantungan, saling berhubungan
dan dinamik. Sebagaimana status keperawatan pasien kritis yang mengalami
perubahan, demikian juga proses keperawatan untuk memenuhi tantangan.

Metode Pengkajian
Pengkajian yang vital pada pasien adalah riwayat pasien lengkap. Informasi ini
memberikan dasar untuk pengkajian fisik. Keduanya, baik riwayat dan pengkajian fisik
memberikan dasar bagi proses keperawatan. Ini merupakan langkah awal untuk merumuskan
dan mengembangkan suatu diagnosa keperawatandan rencana keperawatan.
A. Riwayat Pasien: Pada situasi keperawatan kritis, lamanya dan urutan dari riwayat standar
memerlukan proses yang harus diselesaikan untuk memenuhi kebutuhan pasien yang
sakit kritis. Macamnya mungkiun penting tergantung pada berat kondisi pasien.
B. Keluhan Utama : Keluahan Utama merupakan persepsi pasien terhadap penyakit,
seringkali juga meliputi catatan mengenai kemungkinan dari sumber seseorang yang
dapat dipercaya.
C. Identifikasi Informasi
1. Nama Lengkap
2. Tempat tinggal
3. Jenis kelamin
4. Tanggal lahir dan umur
5. Tempat lahir
6. Asal suku bangsa dan etnik
7. Sttatus perkawinan
8. Agama
9. Pekerjaan
10. Identifikasi nomor
11. Diagnosa medis
12. Pendidikan
D. Riwayat Penyakit Sekarang
1. Perjalanan penyakit sekarang
Timbulnya masalah : tanggal timbulnya, bentuk serangan (tiba-tiba atau
bertahap), faktor pencetus
2. Gambaran keadaan
a. Lokasi
b. Kualitas (desakkan, sakit, rasa terbakar, tertekan)
c. Kuantitas (intensitas, beratnya penyakit)

30 Keperawatan kritis dan gadar “Konsep ICU”


d. Waktu dan frekuensi (setiap hari, periodik, terjadi terus menerus)
e. Faktorpenghilang atau pemberat (obat, latihan, tirah baring,
psikoterapi)
f. Lamanya
3. Kejadian atau faktor yang berhubungan (fenomena yang berhubungan dengan
gejala) : efek gaya hidup
E. Riwayat Kesehatan Lalu
1. Penyakit pada masa kanak-kanak
2. Imunisasi
3. Perawatan di rumah sakit terakhir
4. Prosedur pembedahan terakhir
5. Alergi
6. Riwayat pengobatan (obat-obatan yang diberikan sekarang dan reaksi pemakaian
yang berlebihan dan obat-obatan yang diresepkan pada masa lalu)
F. Riwayat Keluarga
1. Kecenderungan keluarga (hipertensi, kanker, penyakit alergi, gout, penyakit jantung)
2. Gangguan keturunan (huntington’s, chorea, diabetes, anemia sel sabit)
3. Penyakit dari lingkungan (tuberkulosis)
G. Pola Hidup
1. Diet
2. Pola eliminasi
3. Latihan
4. Tidur
5. Rekreasi
6. Tembakau
7. Alkohol obat-obatan’
8. Pola seksual
H. Tinjauan sistem
1) Umum
a. Keadaan umum kesehatan
b. Kelemahan
c. Keringat malam
d. Alergi
e. Penurunan atau penambahan berat badan
2) Kulit
a. Perubahan pada warna, suhu, turgor, tekstur kulit, kelembaban
b. Pertumbuhan
c. Mengelupas/bersisik
d. Luka memar
e. Perdarahan
f. Lesi (lokasi)
g. Pruritus
h. Eksim
3) Rambut

31 Keperawatan kritis dan gadar “Konsep ICU”


a. Alopesia
b. Perubahan dalam distribusi
c. Warna rambut
d. Penggunaan cat rambut
e. Tekstur
4) Kuku
a. Warna
b. Lekuk an
c. Rapuh
5) Kepala
a. Sakit kepala
b. Trauma kepala
c. Pingsan
d. Pusing
e. Kejang
f. Vertigo
g. Hilang kesadaran
6) Mata
a. Lensa korektif atau kontak lensa
b. Buta
c. Presbiop
d. Diplopia
e. Miop (pandangan dekat)
f. Hiperopi (pandangan jauh)
g. Perubahan dalam ketajaman
h. Glaukoma
i. Katarak
j. Kabur
k. Pengkajian mata terakhir
7) Telinga
a. Kehilangan pendengaran
b. Inspeksi telinga
c. Bedah telinga
d. Sakit telinga
e. Tinitus
f. Vertigo
g. Keluar cairan
h. Alat prostetik
8) Hidung
a. Rinitis
b. Maslah sinus
c. Keluar cairan
d. Epistaksis
e. Sekret

32 Keperawatan kritis dan gadar “Konsep ICU”


f. Fungsi olfaktori
g. Obstruksi
h. Bersin
i. Tetesan postnasal
j. Frekuensi demam
9) Mulut dan tenggorok
a. Masalah gigi
b. Gusi (berdarah)
c. Ekstrasi saat ini
d. Gigi atau lapisan gigi
e. Pengkajian gigi terakhir
f. Gangguan dalam rasa, menelan, megunyah
g. Serak atau perubahan suara
h. Sakit tenggorok
10) Leher
a. Nyeri
b. Kaku
c. Gerakan terbatas
d. Pembesaran kelenjar
e. Pembesaran tiroid
f. Gondok
11) Payudara
a. Nyeri
b. Pembesaran
c. Benjolan
d. Keluar cairan
e. Ginekomastia
f. Prosedur pembedahan
g. Pengkajian payudara sendiri
12) Pernafasan
a. Nyeri
b. Napas pendek
c. Dispnea (saat istirahat atau saat kerja)
d. Ortopnea
e. Sputum (jumlah dan karaktter)
f. Bronkitis
g. Pnemonia
h. Tuberkolusis
i. Pengkajian foto dada terakhir
13) Kardiovaskuler
a. Nyeri
b. Palpitasi
c. Tekanan darah
d. Edema

33 Keperawatan kritis dan gadar “Konsep ICU”


e. Napas pendek
f. Intermitten claudication
g. Batuk
h. Ortopnea
i. Penyakit arteri koroner
j. Elektrokardiogrram terakhir
14) Gastrointestinal
a. Napsu makan
b. Perubahan dalam berat badan
c. Pola makan (kultur, agama, pembatasan, atau alergi)
d. Mual muntah
e. Asites
f. Nyeri abdomen
g. Jaundis (kuning)
h. Ulkus
i. Perubahan dalam kebiasaan BAB (diare, konstipasi, inkontinensia)
j. Ostomi
k. Kondisi rektal (hemoroid, pendarahan, flatus)
l. Perubahan feses dan Gangguan katartik atau antasida
15) Ginjal dan genitourinaria
a. Nyeri panggul
b. Pola urinaria
c. Warna urin
d. Poliuria
e. Oliguria
f. Mokturia
g. Disuria
h. BAK tiba-tiba (urgensia)
i. Retensi
j. Frekwensi
16) Inkontinensia
Wanita :
a. Menarke (timbul, pola, jumlah, lamanya)
b. Tanggal periode menstruasi terakhir
c. Disminorea, cairan vaginal atau gatal
d. Riwayat (gravida dan para, keguguran, aborsi, komplikasi)
e. Menopause
f. Tanggal dari papanicolau’s smear terakhir dan hasilnya
Pria :
a. Perubahan ukuran skrotal
b. Lesi
c. Masalah prostat
d. Impoten
e. Pengkajian testikular sendiri

34 Keperawatan kritis dan gadar “Konsep ICU”


i. Seksual :
f. Tidak nyaman
g. Impoten, dorongan
h. Fertilitas, perubahan atau masalah
i. Metode kontrasepsi
17) Muskuloskeletal
a. Nyeri
b. Kram
c. Kaku
d. Perubahan gerak rentang sendi atau keterbatasan
e. Bengkak
f. Kelemahan
18) Neurologik
a. Perubahan perilaku
b. Hilang kesadaran
c. Perubahan minat atau afek
d. Status mental
e. Kejang
f. Tremor
g. Gangguan bicara
h. Paralisis
i. Koordinasi
j. Memori
19) Hematopoetik
a. Perdarahan atau kecenderungan luka memar
b. Golongan darah
c. Transfusi dan reaksi
d. Riwayat Rho (D) pemberian imun-globulin (RhoGAM)
e. Anemia
f. Terapi antikoagulan
g. Ketidakseimbangan darah (keadaan umum tak normal karena adanya toksin
dalam darah)
h. Riwayat inspeksi
20) Endokrin
a. Riwayat pertumbuhan
b. Diabetes
c. Karakteristik seksual secara sekunder
d. Penyakit tyroid
e. Distribusi rambut
f. Intoleran suhu
g. Rambut atau kulit kering

Teknik Pengkajian Fisik

35 Keperawatan kritis dan gadar “Konsep ICU”


Inspeksi, palpasi, perkusi, dan auskultasi adalah empat teknik yang digunakan perawat
dalam pengkajian fisik untuk mengumpulkan data obyektif mengenai penyakit pasien secara
kritis. Kondisi pasien akan menentukan aspek pengkajian yang seharusnya dilakukan dan
perlunya pencegahan umum.
1. Inspeksi
Inspeksi menggunakan indera penglihatan, pendengaran dan penciuman.
Inspeksi umum dilakukan saat pertama kali bertemu pasien. Suatu gambaran atau
kesan umum mengenai keadaan kesehatan yang dibentuk. Karakteristik yang
menonjol atau berbeda juga dicatat pada saat ini.
Pemeriksa kemudian maju ke suatu inspeksi lokal yang berfokus pada suatu
sistem tunggal atau bagian. Penggunaan alat khusus membantu dalam inspeksi lokal
ini : sebagai contoh, optalmoskop, otoskop, spekulum, dan nasoskop sering
digunakan.
Hal pokok yang perlu diingat saat melakukan inspeksi meliputi sebagai berikut:
a. Secara rutin menggunakan pendekatan yang sistematis, baik suatu pendekatan
sistem, pendekatan dari kepala sampai ke kaki atau kombinasi dari keduanya
b. Berlanjut dari anterior ke lateral posteriol
c. Selama inspeksi umum, perhatikan keadaan tubuh, perilaku, cara bicara, aktivitas
motorik dan adanya beberapa malformasi.
d. Observasi mengenai simetri, ukuran, bentuk, warna, posisi, gerakan dan
abnormalitas perhatian difokuskan pada sistem tunggal atau bagian.
2. Palpasi
Pemeriksa, menggunakan indera peraba, meletakkan tangan pada bagian tubuh yang
dapat dijangkau tangan. Hal yang dideteksi adalah suhu, kelembaban, tekstur,
gerakan, vibrasi, pertumbuhan atau massa, edema, krepitasi dan sensasi.

Metode palpasi meliputi palpasi ringan, palpasi dalam, pengkajiannyeri lepas,


ballotement dan gelombang cairan. Untuk mulai melakukan urutan, mulai dengan
palpasi ringan dan lanjutkan ke palpasi dalam. Selalu melakukan pada daerah yang
nyeri tekan terakhir. Hal ini dapat berakibat kekakuan volunter pada otot-otot dan
mempengaruhi palpasi lebih lanjut.
a. Palapasi Ringan
Dengan permukaan telapak tangan dan tangan sejajar dengan kulit, tekan
dengan hati-hati dengan kedalaman 1-2 cm, gerakan bantalan jari dengan

36 Keperawatan kritis dan gadar “Konsep ICU”


gerakan memutar. Rasakan seluruh area yang nyeri tekan, nyeri, kekauan atau
spasme otot, krepitasi, dan edema.
b. Palpasi Dalam
Palpasi tangan tunggal dilakukan dengan sisi telapak tangan pada kulit. Dengan
gerakan menekan ke bawah, bantalan jari ditekan 4 sampai 5 cm.
Kuatkan palpasi dengan kedua tangan. Permukaan tangan diletakkan pada kulit.
Jari tangan kedua melakukan tekanan pada sendi intrepalangeal tangan pertama.
Gerakan ke bawah dan ke depan dilakukan pada kedalaman 4 sampai 5 cm. Bila
massa terpalpasi, catat lokasi, ukuran, bentuk, konsistensi, permukaan tekstur,
mobilitas, nyeri tekan, dan pulsasi.
c. Nyeri lepas
Tekan dengan perlahan dan kuat kulit diatas abdomen dengan jari, kemudian
lepaskan jari dengan cepat. Pelepasan yang tiba-tiba ini akan menyebabkan suatu
nyeri yang tajam pada daerah inflamsi. Nyeri lepas merupakan tanda positif pada
inflamasi peritoneal.
d. Ballotement
Pada tempat yang diyakini berisi air bebas, ballotemen membantu dalam
mempalpasi struktur di bawahnya. Dengan ballotemen satu tangan, jari-jari pada
slah satu tangan memegang tegak lurus terhadap permukaan tubuh dan dengan
cepat masukkan ke dalam abdomen dan tahan. Jika struktur dibawahnya dapat
bergerak dengan bebas, ini akan lepas ke atas dan dapat dirasakan oleh ujung
jari.
Ballotement bimanual menggunakan kedua tangan. Satu tangan
mendorong dinding abdomen anterior, sementara tangan yang lain melakukan
palpasi bagian panggul untuk mendapatkan perkiraan ukuran struktur di
bawahnya.

e. Gelombang cairan
Tempatkan kedua tangan pada panggul abdomen. Ketuk pada salah satu sisi
abdomen. Suatu gelombang dalam cairan akan ditransmisikan ke tangan
pada sisi yang berlawanan.
3. Perkusi

37 Keperawatan kritis dan gadar “Konsep ICU”


Perkusi meliputi pengetukkan prmukaan tubuh untuk menghasilkan bunyi yang akan
membantu dalam penentuan densitas, lokasi, ukuran, dan posisi struktur di bawahnya.
Menggunakan pendekatan sistematis, pemeriksa melakukan perbandingan bilateral
pada bunyi, yang didapatkan dari area dengan resonan tinggi ke area pekak.
Perkusi langsung, tidak langsung dan kepalan tangan merupakan metode perkusi
yang paling umum.
a. Perkusi langsung (segera)
Permukaan tubuh ditekuk dengan satu jari atau lebih pada satu tangan.

b. Perkusi tak langsung (perantara)


Jari tengah pada satu tangan (pleksimeter) hiperekstensi dan falang distal jari
ditempatkan berlawanan dengan permukaan tubuh.telapak tangan dan jari-jari
lainnya ditegakkan terhadap kulit. Dengan suatu gerakan pergelangan tangan
yang rileks, ujung jari tengah atau jari telunjuk pada tangan yang lain (pleksor)
mengetuk dasar dari persendian interfalangeal distal pleksimeter (atau daerah
antara sendi pertama dan kulit luar pangkal kuku).
c. Perkusi dengan kepalan tangan
Perkusi kepalan tangan dilakukan dengan menegtuk secara langsung permukaan
tubuh, dengan satu genggaman tangan atau secara langsung mengetuk
permukaan tubuh. Ini dilakukan dengan menempatkan satu tangan berlawanan
dengan permukaan tubuh, kemudian mengarahkan ketukan yang keras pada
permukaan dorsal pada tangan ini dengan kepalan tangan lain.
Tipe dan karakter dasar bunyi perkusi digambarkan dalam tabel 3-2. Ingat bahwa
bunyi perkusi secara umum menembus hanya 5 sampai 7 cm.
4. Auskultasi
Auskultasi adalah tindakan mendengarkan bunyi yang ditimbulkan oleh bermacam-
macam organ dan jaringan pada tubuh, dengan auskultasi langsung, telinga
diletakkan pada permukaan tubuh dimana bunyi dapat didengar. Auskultasi perantara
meliputi pengguanaan alat bantu untuk menemukan bunyi-bunyi tubuh. Instrumen
yang dipilih untuk auskultasi adalah stetoskop.
Karena tujuan dari stetoskop adalah untuk menccegah masuknya bunyi ekstra, pokok
berikut ini yang seharusnya diingat :
a. Pertahankan selang pendek, tidak lebih dari 12 sampai 14 inci
b. Diameter yang baik untuk bagian internal adalah 11/8 inci

38 Keperawatan kritis dan gadar “Konsep ICU”


c. Bagian telingaseharusnya cukup rapat dalam telinga untuk menghalangi
bunyi berisik.
Bel
a. Auskultasi bunyi frekuensi rendah seperti murmur
b. Menempatkan bel dengan ringan di atas permukaan tubuh. Terlalu kuat
menekan akan menarik kulit, balikkan bel ke diafragma.
Diafragma
a. Auskultasi bunyi frekuensi tinggi seperti pada paru-paru
b. Lakukan tekanan kuat pada kulit
c. Bel dan diafragma pediatrik dapat membuat bunyi lebih baik pada anak kurus
atau kerempeng
d. Untuk auskultasi yang lebih baik, berikan jeli cair pada diafragma
Pemeriksaan Diagnostik
Tes diagnostik memvalidasi riwayat keperawatan awal, menguji hasil dari pengkajian
fisik dan merupakan data yang paling obyektif dalam proses pengkajian.
Pertimbangkan hal berikut ini saat menggunakan tes atau prosedur diagnostik :
1. Nilai normal sehubungan dengan tes atau prosedur
2. Variasi individual nilai prosedur atau tes yang dihasilkan dari proses penyakit atau
tingkat perkembangan pasien (seperti : penyakit paru obstruksi kronik, proses
penuaan, jenis kelamin)
3. Tujuan tes atau prosedur
4. Faktor yang mempengaruhi hasil laboratorium (contoh : obat-obatan, diet. Teknik
pengumpulan)
5. Kebenaran, keabsahan dan spesifikasi dari tes atau prosedur
6. Keuntungan, kerugian dan keterbatasan tes atau prosedur
7. Implikasi keperawatan
8. Waktu terjasi, biaya pada pasien dan waktu pemulihan’
9. Kemampuan pasien untuk mentoleransi pengkajian atau prosedur
10. Kemungkinan terjasi kesalahan dalam prosedur pengumpulan atau kerusakan alat.
Masalah keperawatan yang mungkin muncul pada keperawatan kritis meliputi: (NANDA 2012-
2014)
1. Bersihan jalan napas inefektif
2. Nyeri Akut
3. Defisit Volume Cairan
4. Kelebihan Volume cairan
5. Resiko Kerusakan integritas kulit
6. Pola napas inefektif
7. Perubahan Nutrisi Kurang dari kebutuhan tubuh
8. Ansietas

39 Keperawatan kritis dan gadar “Konsep ICU”


BAB III
PENUTUP

3.1 Kesimpulan
ICU (Intensive Care Unit) adalah ruang rawat di rumah sakit yang dilengkapi dengan
staf dan peralatan khusus untuk merawat dan mengobati pasien dengan perubahan
fisiologi yang cepat memburuk yang mempunyai intensitas defek fisiologi satu organ
ataupun mempengaruhi organ lainnya sehingga merupakan keadaan kritis yang dapat
menyebabkan kematian(Pane, 2012). Fungsi utama ICU adalah merawat pasien yang
dalam keadaan kritis, memantau keadaan pasien secara terus menerus dan memberikan
tindakan segera jika dibutuhkan pasien tersebut (Hanafie, 2007).
peran perawat kritis adalah sebagai advokad, care giver, kolaborator, peneliti,
koordinator, dan konsultan .Dasar pengelolaan pasien ICU adalah pendekatan
multidisiplin dari beberapa disiplin ilmu terkait yang dapat memberikan kontribusinya
sesuai dengan bidangkeahliannya dan bekerjasama di dalam tim. Tim tersebutterdiri
dari spesialis anestesi, dokter spesialis, perawat ICU, dll.

3.2 Saran
Sebagai seorang perawat sudah seharusnya kita mengetahui tentang Koncep ICU
(Intensive Care Unit) dengan jelas agar dapat menunjang keahlian perawat dalam
memberikan asuhan keperawatan kepada klien secara tepat, sehingga pelayanan yang
diberikan sesuai dan dapat mengurangi serta memperbaiki kondisi klien. Maka perawat
seyogyanya mengerti dan memahami akan medikasi. Sehingga perawat dapat
mengimplementasikannya dalam proses penanganan terhadap pasien di Intensive Care
Unit. Maka asuhan keperawatan yang diberikan pada pasien akan berjalan dengan baik
dan maksimal

40 Keperawatan kritis dan gadar “Konsep ICU”


DAFTAR PUSTAKA

Allen, Carol Vestal. 1998. Comprehending the Nursing Process. A workbook approach.
Jakarta:EGC.
Asmadi, 2008. Konsep Dasar Keperawatan. Jakarta:EGC
Carolyn, et all. 1997. Critical Care Nursing Seventh Edition. Philadelphia: Lippincott Company.
Dwidiyanti M. 1987. Aplikasi model konseptual Keperawatan, Semarang: Akper Dep.Kes.
Dewi Ratna Sari, S.Kep.Ns.MM.2013.”Komunikasi Efektif: SBAR”. Mayapada Hospital
Kemenkes. 2011. Petunjuk Teknis Penyelenggaraan Pelayanan ICU di Rumah Sakit. Diakses
pada 9 September 2014 melalui www.kemenkes.go.id
Kusnanto, S.Kp. M.Kes. 2003. Pengantar profesi dan praktik Keperawatan profesional.
Laura A, Talbot. 1997. Pengkajian Keperawatan Kritis. Jakarta :EGC
NANDA internasional. 2012. Nursing Diagnosis: Definition and Clasification 20012-2014.
Jakarta:EGC
Nursalam (2007), Manajemen Keperawatan. Aplikasi dalam Praktek Keperawatan Proffesional.
Jakarta : Salemba Medika
Nursalam, Very Evendi. 2010. Pendidikan dalam Keperawatan. Jakarta: Salemba Medika
Pane, TH. 2012. Peran Keluarga dalam Perawatan ICU. Jurnal Universitas Sumatera Utara
diakses melalui
http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/31771/4/Chapter%20II.pdf
pada tanggal 7 September 2014
Paula J. Christensen. 2009. Proses Keperawatan: Aplikasi Model Konseptual. Jakarta: EGC
Priharjo, R (1995). Pengantar Etika Keperawatan. Yogyakarta: Penerbit Kanisius
Rahaminta, Brita. Sulisno, Madya. 2012.”Pengalaman Perawat Berkolaborasi dengan Dokter di
Ruang ICU”.Jurnal Nursing Studies.Volume 1,No.1, http://ejournal-
s1.undip.ac.id/index.php/jnursing, 9 September 2013
Russel C.. 2000. Pengantar kepemimpinan dan manajemen keperawatan. Jakarta : EGC
Sitorus, R, Yulia (2006). Model Praktik Keperawatan Profesional di Rumah Sakit; Penataan
Struktur dan Proses (Sistem) Pemberian Asuhan Keperawatan di Ruang Rawat,
Penerbit Buku Kedokteran, Jakarta
Sudarma, M (2008). Sosiologi untuk Kesehatan. Jakarta: Salemba Medika
Supriantoro, dkk. 2011. Kemenkes RI tentang Petunjuk Tekhnis Penyelenggaraan Pelayanan
Intensif ICU diakses melalui http://www.perdici.org/wp-
content/uploads/Pedoman-ICU.pdf pada tanggal 8 September 2014
Talbot, Laura, dan Mary Meyers-Marquardt. 1997. Pengkajian Keperawatan Kritis ed2. Jakarta:
Penerbit Buku Kedokteran EGC.
Tappen, R.M., (l 995). Nursing Leadership and Management. Concepts and Practice. (3 rd
edition). Philadelpia: F.A. Davis Company.
Vicky. 2010. Keperawatan Gawat Darurat. Diakses pada 9 September 2014 melalui Unismus
Web: http://digilib.unimus.ac.id/files/disk1/104/jtptunimus-gdl-vickynurpr-
5195-3-bab2.pdf

41 Keperawatan kritis dan gadar “Konsep ICU”


42 Keperawatan kritis dan gadar “Konsep ICU”

Вам также может понравиться

  • CKS Bab I IV
    CKS Bab I IV
    Документ43 страницы
    CKS Bab I IV
    Bintu Fauzan Bin Zainuddin
    Оценок пока нет
  • Iffah PP 1
    Iffah PP 1
    Документ5 страниц
    Iffah PP 1
    Bintu Fauzan Bin Zainuddin
    Оценок пока нет
  • Instrumen Kepuasan Kerja Perawat
    Instrumen Kepuasan Kerja Perawat
    Документ6 страниц
    Instrumen Kepuasan Kerja Perawat
    Ariyani
    Оценок пока нет
  • Kuesioner Pasien Rawat Inap
    Kuesioner Pasien Rawat Inap
    Документ3 страницы
    Kuesioner Pasien Rawat Inap
    Bintu Fauzan Bin Zainuddin
    Оценок пока нет
  • Heriyati - Konsep PICU
    Heriyati - Konsep PICU
    Документ4 страницы
    Heriyati - Konsep PICU
    Bintu Fauzan Bin Zainuddin
    Оценок пока нет
  • CKS Bab I IV
    CKS Bab I IV
    Документ10 страниц
    CKS Bab I IV
    Bintu Fauzan Bin Zainuddin
    Оценок пока нет
  • COLOSTOMY
    COLOSTOMY
    Документ20 страниц
    COLOSTOMY
    Bintu Fauzan Bin Zainuddin
    Оценок пока нет
  • LP CHF
    LP CHF
    Документ20 страниц
    LP CHF
    Bintu Fauzan Bin Zainuddin
    Оценок пока нет
  • Askep DHF
    Askep DHF
    Документ8 страниц
    Askep DHF
    Bintu Fauzan Bin Zainuddin
    Оценок пока нет
  • COLOSTOMY
    COLOSTOMY
    Документ20 страниц
    COLOSTOMY
    Bintu Fauzan Bin Zainuddin
    Оценок пока нет
  • COLOSTOMY
    COLOSTOMY
    Документ20 страниц
    COLOSTOMY
    Bintu Fauzan Bin Zainuddin
    Оценок пока нет
  • Askep Gangguan Bicara
    Askep Gangguan Bicara
    Документ21 страница
    Askep Gangguan Bicara
    Syahril Fauzi
    100% (2)
  • Rencana Asuhan Keperawatan NO Diagnosa Keperawatan Perencanaan Tujuan Intervensi NOC: Setelah Dilakukan
    Rencana Asuhan Keperawatan NO Diagnosa Keperawatan Perencanaan Tujuan Intervensi NOC: Setelah Dilakukan
    Документ6 страниц
    Rencana Asuhan Keperawatan NO Diagnosa Keperawatan Perencanaan Tujuan Intervensi NOC: Setelah Dilakukan
    Bintu Fauzan Bin Zainuddin
    Оценок пока нет
  • Askep Icu New
    Askep Icu New
    Документ30 страниц
    Askep Icu New
    Bintu Fauzan Bin Zainuddin
    Оценок пока нет
  • Kasus Dan Jurnal Kista
    Kasus Dan Jurnal Kista
    Документ35 страниц
    Kasus Dan Jurnal Kista
    Bintu Fauzan Bin Zainuddin
    Оценок пока нет
  • Postural Drainage Pada Anak
    Postural Drainage Pada Anak
    Документ8 страниц
    Postural Drainage Pada Anak
    Tensai Olive Dundund
    100% (1)
  • (Lamp 6) Format Pengkajian Picu
    (Lamp 6) Format Pengkajian Picu
    Документ12 страниц
    (Lamp 6) Format Pengkajian Picu
    Bintu Fauzan Bin Zainuddin
    Оценок пока нет
  • Bayi Baru Lahir
    Bayi Baru Lahir
    Документ17 страниц
    Bayi Baru Lahir
    Bintu Fauzan Bin Zainuddin
    Оценок пока нет
  • Kelompok Iv
    Kelompok Iv
    Документ3 страницы
    Kelompok Iv
    Bintu Fauzan Bin Zainuddin
    Оценок пока нет
  • BAB 1 Kista Ovarium
    BAB 1 Kista Ovarium
    Документ5 страниц
    BAB 1 Kista Ovarium
    risda hanifa rahman
    Оценок пока нет
  • D (Agnosa Dan Rasional Rifaldi
    D (Agnosa Dan Rasional Rifaldi
    Документ1 страница
    D (Agnosa Dan Rasional Rifaldi
    Bintu Fauzan Bin Zainuddin
    Оценок пока нет
  • Format Analisis Tindakan
    Format Analisis Tindakan
    Документ1 страница
    Format Analisis Tindakan
    Bintu Fauzan Bin Zainuddin
    Оценок пока нет
  • Tugas Rifaldi
    Tugas Rifaldi
    Документ2 страницы
    Tugas Rifaldi
    Bintu Fauzan Bin Zainuddin
    Оценок пока нет
  • Analisa Jurna Kista Kelompok 4
    Analisa Jurna Kista Kelompok 4
    Документ10 страниц
    Analisa Jurna Kista Kelompok 4
    Bintu Fauzan Bin Zainuddin
    Оценок пока нет
  • Leaflet Kejang Demam 1
    Leaflet Kejang Demam 1
    Документ3 страницы
    Leaflet Kejang Demam 1
    Bintu Fauzan Bin Zainuddin
    100% (1)
  • Eliminasi Urine
    Eliminasi Urine
    Документ20 страниц
    Eliminasi Urine
    Bintu Fauzan Bin Zainuddin
    Оценок пока нет