Академический Документы
Профессиональный Документы
Культура Документы
II. Menurut hubungan dg jaringan ikat sekitarnya Sedangkan pada pasien dengan politrauma, pemeriksaan awal dilakukan menurut
A. Fraktur Simple fraktur tertutup protokol ATLS. Langkah pertama adalah menilai airway, breathing, dan
B. Fraktur Terbuka bone expose circulation. Perlindungan pada vertebra dilakukan sampai cedera vertebra dapat
C. Fraktur Komplikasi kerusakan pembuluh darah, saraf, organ visera disingkirkan dengan pemeriksaan klinis dan radiologis. Saat pasien stabil, maka
dilakukan secondary survey.
III. Pemeriksaan Penunjang Pada Jaringan lunak
Laboratorium darah rutin, faktor pembekuan darah, golongan darah, - Lepuh , Kulit yang melepuh adalah akibat dari elevasi kulit superfisial
cross-test, dan urinalisa. karena edema. Terapinya adalah dengan menutup kasa steril kering dan
Radiologis untuk lokasi fraktur harus menurut rule of two, terdiri dari : melakukan pemasangan elastik
1. 2 gambaran, anteroposterior (AP) dan lateral - Dekubitus.. terjadi akibat penekanan jaringan lunak tulang oleh gips. Oleh
2. Memuat dua sendi di proksimal dan distal fraktur karena itu perlu diberikan bantalan yang tebal pada daerah-daerah yang
3. Memuat gambaran foto dua ekstremitas, yaitu ekstremitas yang cedera menonjol
dan yang tidak terkena cedera (pada anak) ; dan dua kali, yaitu sebelum
tindakan dan sesudah tindakan. Pada Otot
Terputusnya serabut otot yang mengakibatkan gerakan aktif otot tersebut
Pergeseran fragmen Tulang ada 4 : terganggu. Hal ini terjadi karena serabut otot yang robek melekat pada
1. Alignman perubahan arah axis longitudinal, bisa membentuk sudut serabut yang utuh, kapsul sendi dan tulang. Kehancuran otot akibat trauma
2. Panjang dapat terjadi pemendekan (shortening0 dan terjepit dalam waktu cukup lama akan menimbulkan sindroma crush
3. Aposisi hububgan ujung fragmen satu dengan lainnya atau trombus (Apley & Solomon,1993).
4. Rotasi terjadi perputaran terhadap fragmen proksimal
Pada pembuluh darah
Pada robekan arteri inkomplit akan terjadi perdarahan terus menerus.
Komplikasi Fraktur Sedangkan pada robekan yang komplit ujung pembuluh darah mengalami
Komplikasi fraktur dapat diakibatkan oleh trauma itu sendiri atau akibat retraksi dan perdarahan berhenti spontan.
penanganan fraktur yang disebut komplikasi iatrogenik . Pada jaringan distal dari lesi akan mengalami iskemi bahkan nekrosis.
1. Komplikasi umum Trauma atau manipulasi sewaktu melakukan reposisi dapat menimbulkan
Syok karena perdarahan ataupun oleh karena nyeri, koagulopati diffus tarikan mendadak pada pembuluh darah sehingga dapat menimbulkan
dan gangguan fungsi pernafasan. spasme. Lapisan intima pembuluh darah tersebut terlepas dan terjadi
Ketiga macam komplikasi tersebut diatas dapat terjadi dalam 24 jam pertama trombus. Pada kompresi arteri yang lama seperti pemasangan torniquet dapat
pasca trauma dan setelah beberapa hari atau minggu akan terjadi gangguan terjadi sindrome crush. Pembuluh vena yang putus perlu dilakukan repair
metabolisme, berupa peningkatan katabolisme. Komplikasi umum lain dapat untuk mencegah kongesti bagian distal lesi (Apley & Solomon, 1993).
berupa emboli lemak, trombosis vena dalam (DVT), tetanus atau gas gangren
Sindroma kompartemen terjadi akibat tekanan intra kompartemen otot pada
2. Komplikasi Lokal tungkai atas maupun tungkai bawah sehingga terjadi penekanan
a. Komplikasi dini neurovaskuler sekitarnya. Fenomena ini disebut Iskhemi Volkmann. Ini
Komplikasi dini adalah kejadian komplikasi dalam satu minggu pasca trauma, dapat terjadi pada pemasangan gips yang terlalu ketat sehingga dapat
sedangkan apabila kejadiannya sesudah satu minggu pasca trauma disebut menggangu aliran darah dan terjadi edema dalam otot.
komplikasi lanjut. Apabila iskhemi dalam 6 jam pertama tidak mendapat tindakan dapat
Pada Tulang menimbulkan kematian/nekrosis otot yang nantinya akan diganti dengan
- Infeksi, terutama pada fraktur terbuka. jaringan fibrus yang secara periahan-lahan menjadi pendek dan disebut
- Osteomielitis dapat diakibatkan oleh fraktur terbuka atau tindakan dengan kontraktur volkmann. Gejala klinisnya adalah 5 P yaitu Pain
operasi pada fraktur tertutup. Keadaan ini dapat menimbulkan delayed (nyeri), Parestesia, Pallor (pucat), Pulseness (denyut nadi hilang) dan
union atau bahkan non union Paralisis
Komplikasi sendi dan tulang dapat berupa artritis supuratif yang sering Pada saraf
terjadi pada fraktur terbuka atau pasca operasi yang melibatkan sendi Berupa kompresi, neuropraksi, neurometsis (saraf putus), aksonometsis
sehingga terjadi kerusakan kartilago sendi dan berakhir dengan degenerasi (kerusakan akson). Setiap trauma terbuka dilakukan eksplorasi dan
identifikasi nervus (Apley & Solomon,1993).
b. Komplikasi lanjut Penatalaksanaan
Pada tulang dapat berupa malunion, delayed union atau non union. Pada Prinsip 4R (chairudin Rasjad) :
pemeriksaan terlihat deformitas berupa angulasi, rotasi, perpendekan atau 1. Recognition diagnosis dan penilaian fraktur
perpanjangan. 2. Reduction
- Delayed union 3. Retention Immobilisasi
Proses penyembuhan lambat dari waktu yang dibutuhkan secara normal. Pada 4. Rehabilitation mengembalikan aktifitas fungsional semaksimal mungkin
pemeriksaan radiografi, tidak akan terlihat bayangan sklerosis pada ujung-
ujung fraktur, Penatalaksanaan awal fraktur meliputi reposisi dan imobilisasi fraktur dengan splint.
Terapi konservatif selama 6 bulan gagal Osteotomi Status neurologis dan vaskuler di bagian distal harus diperiksa baik sebelum maupun
Lebih 20 minggu cancellus grafting (12-16 minggu) sesudah reposisi dan imobilisasi. Pada pasien dengan multiple trauma, sebaiknya
dilakukan stabilisasi awal fraktur tulang panjang setelah hemodinamis pasien stabil.
- Non union Sedangkan penatalaksanaan definitif fraktur adalah dengan menggunakan gips atau
Dimana secara klinis dan radiologis tidak terjadi penyambungan. dilakukan operasi dengan ORIF maupun OREF.
Tipe I (hypertrophic non union) tidak akan terjadi proses
penyembuhan fraktur dan diantara fragmen fraktur tumbuh jaringan Tujuan Pengobatan fraktur :
fibrus yang masih mempunyai potensi untuk union dengan melakukan 1. REPOSISI Tujuan mengembalikan fragmen keposisi anatomi
koreksi fiksasi dan bone grafting. Tertutup fiksasi eksterna, Traksi (kulit, sekeletal)
Tipe II (atrophic non union) disebut juga sendi palsu (pseudoartrosis) Terbuka Indikasi :
terdapat jaringan sinovial sebagai kapsul sendi beserta rongga sinovial 1. Reposisi tertutup gagal
yang berisi cairan, proses union tidak akan dicapai walaupun dilakukan 2. Fragmen bergeser dari apa yang diharapkan
imobilisasi lama. 3. Mobilisasi dini
4. Fraktur multiple
Beberapa faktor yang menimbulkan non union seperti disrupsi periosteum 5. Fraktur Patologis
yang luas, hilangnya vaskularisasi fragmen-fragmen fraktur, waktu
imobilisasi yang tidak memadai, implant atau gips yang tidak memadai, 2. IMOBILISASI / FIKSASI
distraksi interposisi, infeksi dan penyakit tulang (fraktur patologis) Tujuan mempertahankan posisi fragmen post reposisi sampai Union.
Jenis Fiksasi :
- Mal union Ekternal / OREF
Penyambungan fraktur tidak normal sehingga menimbukan deformitas. - Gips ( plester cast)
Tindakan refraktur atau osteotomi koreksi . - Traksi
Indikasi Pemendekan (shortening)
- Osteomielitis Fraktur unstabel oblique, spiral
Osteomielitis kronis dapat terjadi pada fraktur terbuka atau tindakan operasi Kerusakan hebat pada kulit dan jaringan sekitar
pada fraktur tertutup sehingga dapat menimbulkan delayed union sampai non
union (infected non union). Imobilisasi anggota gerak yang mengalami 1. Traksi Gravitasi U- Slab pada fraktur hunerus
osteomielitis mengakibatkan terjadinya atropi tulang berupa osteoporosis dan 2. Skin traksi
atropi otot Tujuan menarik otot dari jaringan sekitar fraktur sehingga fragmen
akan kembali ke posisi semula. Beban maksimal 4-5 kg karena
- Kekakuan sendi bila kelebihan kulit akan lepas
Kekakuan sendi baik sementara atau menetap dapat diakibatkan imobilisasi
lama, sehingga terjadi perlengketan peri artikuler, perlengketan intraartikuler, 3. Sekeletal traksi K-wire, Steinmann pin atau Denham pin.
perlengketan antara otot dan tendon. Pencegahannya berupa memperpendek Dipasang pada distal tuberositas tibia (trauma sendi koksea, femur,
waktu imobilisasi dan melakukan latihan aktif dan pasif pada sendi. lutut),
Pembebasan periengketan secara pembedahan hanya dilakukan pada pada tibia atau kalkaneus ( fraktur kruris)
penderita dengan kekakuan sendi menetap (Apley & Solomon,1993).
Komplikasi Traksi :
1. Gangguan sirkulasi darah beban > 12 kg
2. Trauma saraf peroneus (kruris) droop foot
3. Sindroma kompartemen
4. Infeksi tmpat masuknya pin
Indikasi OREF :
1. Fraktur terbuka derajat III
2. Fraktur dengan kerusakan jaringan lunak yang luas
3. fraktur dengan gangguan neurovaskuler
4. Fraktur Kominutif
5. Fraktur Pelvis
6. Fraktur infeksi yang kontraindikasi dengan ORIF
7. Non Union
8. Trauma multiple
3. UNION
4. REHABILITASI
Fase reparatif
Umumnya beriangsung beberapa bulan. Fase ini ditandai dengan differensiasi dari
sel mesenkim pluripotensial. Hematom fraktur lalu diisi oleh kondroblas dan
fibroblas yang akan menjadi tempat matrik kalus. Mula-mula terbentuk kalus lunak,
yang terdiri dari jaringan fibrosa dan kartilago dengan sejumlah kecil jaringan
tulang. Osteoblas kemudian yang mengakibatkan mineralisasi kalus lunak membah
menjadi kalus keras dan meningkatkan stabilitas fraktur. Secara radiologis garis
fraktur mulai tak tampak.
Fase remodelling
Membutuhkan waktu bulanan hingga tahunan untuk merampungkan penyembuhan
tulang meliputi aktifitas osteoblas dan osteoklas yang menghasilkan perubahan
jaringan immatur menjadi matur, terbentuknya tulang lamelar sehingga menambah
stabilitas daerah fraktur (McCormack,2000).
Penyembuhan sekunder (secondary healing) terjadi karena respon pada periosteum
Fra ktur Terbuka -------------------------- RD Collection 2002 dan jaringan lunak disekitarnya dengan pembentukan kalus. Periosteum pada anak
relatif lebih tebal, kuat dan dapat menghasilkan kalus dalam waktu cepat serta dalam
jumlah yang sangat banyak. Hal ini sangat berperan pada proses penyembuhan
Klasifikasi fraktur terbuka yang sering dipergunakan adalah menurut Gustilo yang tulang pada anak. Sedangkan kortek tulang yang berperan pada penyembuhan
membagi menjadi fraktur terbuka grade I, II, IIIA, IIIB dan IIIC. Namun klasifikasi primer (primary healing) begitu terjadi fraktur, akan memantapkan kembali dirinya
fraktur terbuka menurut Gustilo mempunyai beberapa kelemahan antara lain angka dengan melibatkan osteoclast yang berperan sebagai sel peresorbsi tulang pada salah
kesepakatan rendah, batasan derajat kontaminasi kurang jelas, belum ada tolok satu sisi fraktur. Kemudian dengan aktivasi sistem haversi akan terbentuk jalur
ukur yang obyektif. Sedangkan Armis, telah melakukan penilaian fraktur terbuka (pathway) untuk penetrasi pembuluh darah, sehingga memudahkan sel endotel dan
dengan memberikan skoring pada setiap variabel yang meliputi kerusakan kulit, sel mesenkim perivaskuler menjadi sel osteoprogenitor untuk osteoblast dalam
kerusakan otot, kondisi tulang, kondisi neurovaskuler dan derajat kontaminasi, membentuk tulang baru. .
dengan nama Sistem Skoring Sardjito (SSS) . Insidensi fraktur terbuka sebesar 4% Penyembuhan primer terjadi apabila ada kontak langsung yang kuat antara fragmen
dari seluruh fraktur dengan perbandingan laki–laki dan perempuan sebesar 3,64:1 fraktur seperti fiksasi kompresi rigid dengan plate and Screw. Fiksasi rigid
dengan kejadian terbanyak pada kelompok umur dekade kedua dan ketiga yang memerlukan kontak kortikal yang langsung dan pembuluh darah intrameduler yang
relatif mempunyai aktifitas fisik dan mobilitas yang tinggi. Pada analisis utuh. Pada radiograf biasanya tidak akan terlihat adanya kalus yang menjembatani
epidemiologi menunjukkan bahwa 40 % fraktur terbuka terjadi pada ekstemitas penyembuhan ini. Proses penyembuhan primer ini terutama tergantung pada aktifitas
bawah terutama daerah tibia dan femur tengah. osteoklast dalam melakukan resopsi dari ujung-ujung fragmen yang diikuti dengan
Pemasangan plat pada fraktur terbuka telah memperbaiki union fraktur atau pembentukan tulang baru oleh osteblast. Penyembuhan sekunder menunjukkan
penyambungan kortek langsung tanpa pembentukan kalus. Osteosit langsung terjadinya mineralisasi dan penggantian tulang dari matriks kartilago yang secara
menyeberangi gap antar fragmen fraktur. Tapi pada kenyataannya terdapat khas tampak pada radiograf sebagai pembentukan kalus. Jembatan kalus eksternal
osteogenesis meduler dan sedikit pembentukan kalus periosteum. Pada penelitian akan menambah stabilitas pada tempat fraktur dengan bertambah lebarnya tulang ini.
selanjutnya diketahui bahwa pada pemasangan plat itu sendiri telah mengganggu Penyembuhan sekunder terjadi pada penanganan fiksasi yang tidak rigid seperti pada
vaskularisasi ke kortek tulang oleh plat yang berakibat gangguan aliran darah penggunaan gips, fiksasi luar maupun pada pemasangan intermedullary nail.
dan menyebabkan nonunion. Mengatasi permasalahan ini para pakar AO/ASIF dari
Swiss telah menciptakan LCDCP ( low contact dynamic compression plate) dan ada Tujuan terapi penderita fraktur adalah mencapai union tanpa deformitas dan
juga yang membuat inovasi baru dengan cara merekonstruksi plat yang non-rigid restorasi fungsi sehingga penderita dapat kembali pada pekerjaan atau kegiatan
sehingga terjadi pembentukan kalus dengan tidak memasang sekrup yang banyak semula. Diketahui ada dua pilihan terapi penderita fraktur yaitu secara konservatif
Pemasangan plat perlu hati-hati yaitu pada saat melakukan irisan jaringan lunak agar atau operatif. Pada terapi fraktur kruris terbuka derajat III pada prinsipnya adalah
tidak terjadi kerusakan periosteum, fascia dan otot karena hal itu dapat debridemen dan irigasi untuk membuang jaringan mati dan kontaminasi, pemberian
mengakibatkan nonunion. Penutupan kulit diatas plat sering mengalami kesulitan antibiotik dengan cefazolin 1-2 gram dikombinasikan gentamisin 80 mg setiap 8
dan dapat terjadi nekrosis kulit atau infeksi superfisial. Untuk pencegahan jam, pemberian antitetanus dan pemasangan fiksasi luar dengan luka dirawat
kerusakan jaringan lunak dapat dilakukan dengan pemasangan plat dibawah kulit terbuka. Setiap hari pada luka yang terbuka dilakukan debridemen dan irigasi,
dan pemasangan sekrup langsung ke tulang dengan bantuan alat fluoroskopi. pemberian suntikan antibiotik selama 3-5 hari pasca operasi dan dilanjutkan secara
Pemasangan fiksasi dalam pada fraktur terbuka mempunyai resiko tinggi terjadi oral selama 10 hari.
komplikasi infeksi, non-union dan refraktur. Pada beberapa penelitian terdahulu
fiksasi luar dianggap sebagai tindakan yang lebih aman pada terapi fraktur terbuka Definisi Fraktur Terbuka
dari pada fiksasi dalam. Fraktur adalah terputusnya kontinuitas struktur jaringan tulang atau tulang rawan
yang umumnya disebabkan trauma, baik trauma langsung maupun tidak langsung.
Periosteum tidak hanya penting dalam pembentukan tulang selama perkembangan Akibat dari suatu trauma pada tulang dapat bervariasi tergantung pada jenis,
tetapi juga pada penyembuhan fraktur. Sel-sel pada periosteum dapat melakukan kekuatan dan arahnya trauma ( Apley & Solomon, 1993; Rasjad, 1998; Armis,
resorpsi tulang oleh osteoclast, membentuk tulang oleh osteoblast sebagai respon 2002).
terhadap stimuli lokal dan sistemik, dan juga memegang peranan penting dalam Fraktur terbuka adalah fraktur yang terjadi hubungan dengan dunia luar atau
metabolisme tulang oleh kayanya vaskularisasi pada daerah ini. rongga tubuh yang tidak steril, sehingga mudah terjadi kontaminasi bakteri dan
Periosteum lapisan dalam yang lebih longgar berisi sel-sel yang mampu menjadi dapat menyebabkan komplikasi infeksi.
osteoblast yang akan membentuk kartilago hialin dalam pembentukan kalus.
Semua faktur terbuka harus dianggap terkontaminasi sehingga mempunyai potensi Tipe I berupa luka kecil kurang dari 1 cm akibat tusukan fragmen fraktur dan
untuk terjadi infeksi. Penting untuk diketahui bahwa diagnosis, klasifikasi dan bersih. Kerusakan jaringan lunak sedikit dan fraktur tidak kominutif. Biasanya
pengelolaannya dapat berbeda dari fraktur tertutup. Penanganan fraktur terbuka luka tersebut akibat tusukan fragmen fraktur atau in–out.
dapat mengikuti pengelolaan trauma lain jika merupakan suatu trauma multipel Tipe II terjadi jika luka lebih dari 1 cm tapi tidak banyak kerusakan jaringan
Pada fraktur tulang dapat terjadi pergeseran fragmen-fragmen tulang. Pergeseran lunak dan fraktur tidak kominutif.
fragmen bisa diakibatkan adanya keparahan cedera yang terjadi, gaya berat maupun Pada tipe III dijumpai kerusakan hebat maupun kehilangan cukup luas pada
tarikan otot yang melekat padanya. Pergeseran fragmen fraktur akibat suatu trauma kulit, jaringan lunak dan putus atau hancurnya struktur neurovaskuler dengan
dapat berupa aposisi (pergeseran kesamping / sideways, tumpang tindih dan kontaminasi, juga termasuk fraktur segmental terbuka atau amputasi
berhimpitan / overlapping, bertubrukan sehingga saling tancap/ impacted); angulasi traumatik.
(penyilangan antara kedua aksis fragmen fraktur); panjang / length (pemanjangan Klasifikasi ini juga termasuk trauma luka tembak dengan kecepatan tinggi
atau pemendekan akibat distraction atau overlapping antar fragmen fraktur) atau atau high velocity, trauma didaerah pertanian, fraktur terbuka yang
terjadi rotasi (pemuntiran fragmen fraktur terhadap sumbu panjang). memerlukan repair vaskular, fraktur terbuka lebih 8 jam setelah kecelakaan
Hubungan garis fraktur dengan energi trauma Kemudian Gustillo et al. (1984) membagi tipe III dari klasifikasi Gustillo dan
Garis Fraktur Mekanisme Energi Anderson (1976) menjadi tiga subtipe, yaitu tipe IIIA, IIIB dan IIIC (tabel 3).
trauma IIIA terjadi apabila fragmen fraktur masih dibungkus oleh jaringan lunak,
Transversal, oblik, spiral, (sedikit bergeser / masih Angulasi / Ringan walaupun adanya kerusakan jaringan lunak yang luas dan berat.
ada kontak) memutar IIIB fragmen fraktur tidak dibungkus oleh jaringan lunak sehingga tulang
Butterfly, transversal (bergeser), sedikit kominutif Kombinasi Sedang terlihat jelas atau bone expose, terdapat pelepasan periosteum, fraktur
Segmental kominutif (sangat bergeser) Variasi Berat kominutif. Biasanya disertai kontaminasi masif dan merupakan trauma
high energy tanpa memandang luas luka.
IIIC terdapat trauma pada arteri yang membutuhkan repair agar kehidupan
bagian distal dapat dipertahankan tanpa memandang derajat kerusakan
Klasifikasi Fraktur Terbuka jaringan lunak.
Dikenal beberapa klasifikasi fraktur terbuka seperti menurut Byrd et al.(1981) yang
menekankan pentingnya vaskularisasi tulang, kemudian menurut Oestern dan Klasifikasi lanjut fraktur terbuka tipe III (Gustillo dan Anderson, 1976)
Tscherne (1984) yang menekankan pentingnya tingkat kerusakan jaringan lunak dan oleh Gustillo, Mendoza dan Williams (1984):
luas kontusio otot, serta menurut AO group oleh Muller et al. (1990) yang Tipe Batasan
menekankan berat ringannya cedera kulit, cedera otot dan tendon serta cedera
neurovaskuler. (cit. Court-Brown et al, 1996).
Klasifikasi fraktur terbuka paling sering digunakan menurut Gustillo dan Anderson IIIA Periosteum masih membungkus fragmen fraktur dengan kerusakan
(1976), yang menilai fraktur terbuka berdasarkan mekanisme cedera, derajat jaringan lunak yang luas
kerusakan jaringan lunak, konfigurasi fraktur dan derajat kontaminasi. Klasifikasi IIIB Kehilangan jaringan lunak yang luas, kontaminasi berat, periosteal
Gustillo ini membagi fraktur terbuka menjadi tipe I,II dan III striping atau terjadi bone expose
IIIC Disertai kerusakan arteri yang memerlukan repair tanpa melihat
Klasifikasi Fraktur terbuka menurut Gustillo dan Anderson ( 1976 ) tingkat kerusakan jaringan lunak.
Tipe Batasan
I Luka bersih dengan panjang luka < 1 cm
II Panjang luka > 1 cm tanpa kerusakan jaringan lunak yang berat Armis (2001) membuat klasifikasi fraktur terbuka dengan sistim skoring yang
dinamakan Sistem Skoring Sardjito (SSS) yang dilakukan dengan memberikan
III Kerusakan jaringan lunak yang berat dan luas, fraktur segmental skoring pada setiap variabel yang meliputi kerusakan kulit, kerusakan otot, kondisi
terbuka, trauma amputasi, luka tembak dengan kecepatan tinggi, fraktur tulang, kondisi neurovaskuler dan derajat kontaminasi kemudian skor dijumlahkan
terbuka di pertanian, fraktur yang perlu repair vaskuler dan fraktur yang
lebih dari 8 jam setelah kejadian.
Klasifikasi fraktur terbuka sesuai Sistem Skoring Sardjito (Khairuddin & Diagnosis Fraktur Terbuka
Armis, 2002). Riwayat
Batasan Skor Faktor trauma kecepatan rendah atau trauma kecepatan tinggi sangat penting dalam
I. Skin Damage menentukan klasifikasi fraktur terbuka karena akan berdampak pada kerusakan
A.Wound: jaringan itu sendiri. Riwayat trauma kecelakaan lalu lintas, jatuh dari tempat
< 5 cm long ( in-out) 1 ketinggian, luka tembak dengan kecepatan tinggi atau pukulan langsung oleh benda
5-10 cm 2 berat akan mengakibatkan prognosis jelek dibanding trauma sederhana atau trauma
10 cm long 3 olah raga. Penting adanya deskripsi yang jelas mengenai keluhan penderita,
B. Condition of Skin: biomekanisme trauma, lokasi dan derajat nyeri. Umur dan kondisi penderita sebelum
No devitalized edge of wound without contussion 1 kejadian seperti penyakit hipertensi, diabetes melitus, dan sebagainya merupakan
Contused edge of wound/ subcutan or with small area of 2 faktor yang perlu dipertimbangkan juga (Apley & Solomon, 1993; Brinker, 2001).
degloving
Large area of degloving or skin loss or skin avulsion 3 Pemeriksaan fisik
II. Muscle Damage Dimulai dengan inspeksi (look), palpasi (feel) dan pemeriksaan gerakan (
No muscle contusion or sircumscribed muscle contusion or 1 movement). Pemeriksaan yang harus di lakukan adalah identifikasi luka secara jelas
partial rupture dan gangguan neurovaskular bagian distal dari lesi tersebut. Pulsasi arteri bagian
Total rupture of one compartement muscle 2 distal penderita hipotensi akan melemah dan dapat menghilangkan sehingga dapat
Muscle defect with extensive muscle crush 3 terjadi kesalahan penilaian vaskular tersebut. Bila disertai trauma kepala atau tulang
belakang maka akan terjadi kelainan sensasi nervus perifer di distal lesi tersebut.
III. Bone Damage Pemeriksaan kulit seperti kontaminasi dan tanda-tanda lain perlu dicatat.
Simple Fracture: Transverse, Oblique, Spiral, butterfly or with 1
little comminution. Pemeriksaan radiologis
Simple Fracture with gross displacement, segmental fracture 2 Pemeriksaan radiologis bertujuan untuk menentukan keparahan kerusakan tulang
(little displaced) or moderate comunition dan jaringan lunak yang berhubungan dengan derajat energi dari trauma itu sendiri.
Gross comminution, boneloss / defect 3 Bayangan udara di jaringan lunak merupakan petunjuk dalam melakukan
IV. Neurovascular Damage pembersihan luka atau irigasi dalam melakukan debridemen. Bila bayangan udara
No Neurovascular trauma 1 tersebut tidak berhubungan dengan daerah fraktur maka dapat ditentukan bahwa
Isolated or localized neurovascular trauma 2 fraktur tersebut adalah fraktur tertutup. Radiografi dapat terlihat bayangan benda
Extensive neurovascular trauma 3 asing disekitar lesi sehingga dapat diketahui derajat keparahan kontaminasi
V. Contamination disamping melihat kondisi fraktur atau tipe fraktur itu sendiri Diagnosis fraktur
No particle 5 dengan tanda-tanda klasik dapat ditegakkan secara klinis, namun pemeriksaan
Only syperficial particle 10 radiologis tetap diperlukan untuk konfirmasi dalam melengkapi deskripsi fraktur,
Deep particle 15*) kritik medikolegal, rencana terapi dan dasar untuk tindakan selanjutnya. Sedangkan
untuk fraktur-fraktur yang tidak memberikan gejala klasik dalam menentukan
Note: * Add one for public watering accident or from farm accident or treated after diagnosis harus dibantu pemeriksaan radiologis sebagai gold standard.
gol den period (deep particle score =15+1=16)
Untuk menghindari kesalahan maka dikenal formulasi hukum dua, yaitu:
Skor untuk fraktur terbuka grade I atau ringan: 10, grade II atau sedang 11-20, grade Two views (proyeksi AP/Anteroposterior dan Lateral, karena proyeksi yang
III atau berat : 21-31. Grade IIIA bila fragmen fraktur masih tertutup jaringan lunak, salah akan dapat memberikan informasi yang salah maka pemeriksaan
grade IIIB bila terdapat ekspose fragmen fraktur, dan grade III C bila terdapat radiologis harus benar-benar AP dan lateral),
kerusakan pembuluh darah vital sehingga untuk mempertahankan kehidupan bagian Two joints (terlihat dua sendi, pada bagian proksimal dan distal fraktur)
distal fraktur membutuhkan tindakan repair. (Khairuddin & Armis, 2002; Two limbs ( dua anggota gerak sisi kanan dan kiri)
Supriyanto & Armis, 2004 ). Two injuries ( biasanya pada multipel trauma yang bisa melibatkan trauma
di tempat lain dalam tubuh).
Penanganan Fraktur terbuka Bila dalam perawatan ditemukan gejala dan tanda infeksi, maka dilakukan
Mengikuti prinsip “4 R” yaitu Recognition, Reduction, Retaining ( retention of pemeriksaan kultur dan sensifitas ulang untuk penyesuaian ulang pemberian
reduction ) dan Rehabilitation. Pada kasus fraktur terbuka diperlukan ketepatan dan antibiotik yang digunakan.
kecepatan diagnosis pada penanganan agar terhindar dari kematian atau kecacatan. Pemberian anti tetanus diindikasikan pada fraktur kruris terbuka derajat III
Penatalaksanaan fraktur terbuka derajat III meliputi tindakan life saving dan life limb berhubungan dengan kondisi luka yang dalam, luka yang terkontaminasi, luka
dengan resusitasi sesuai indikasi, pembersihan luka dengan irigasi, eksisi jaringan dengan kerusakan jaringan yang luas serta luka dengan kecurigaan sepsis. Pada
mati dan tersangka mati dengan debridemen, pemberian antibiotik pada sebelum, penderita yang belum pernah mendapat imunisasi anti tetanus dapat diberikan
selama dan sesudah operasi, pemberian antitetanus, penutupan luka, stabilisasi gamaglobulin anti tetanus manusia dengan dosis 250 unit pada penderita diatas
fraktur dan fisioterapi. Tindakan definitif dihindari pada hari ketiga atau keempat usia 10 tahun dan dewasa , 125 unit pada usia 5-10 tahun dan 75 unit pada anak
karena jaringan masih inflamasi / infeksi dan sebaiknya ditunda sampai 7-10 hari, dibawah 5 tahun. Dapat pula diberikan serum anti tetanus dari binatang dengan
kecuali dapat dikerjakan sebelum 6-8 jam pasca trauma dosis 1500 unuit dengan tes subkutan 0,1 selama 30 menit. Jika telah mendapat
imunisasi toksoid tetanus (TT) maka hanya diberikan 1 dosis boster 0,5 ml
Prinsip penanganan fraktur terbuka derajat III secara umum adalah sebagai berikut: secara intramuskuler.
1. Pertolongan Pertama.
Secara umum adalah untuk mengurangi atau menghilangkan nyeri dan mencegah 5. Debridemen
gerakan-gerakan fragmen yang dapat merusak jaringan sekitarnya. Stabilisasi a. Ambil sample dari luka untuk pemeriksaan kultur dan sensitifitas pra
fraktur bisa menggunakan splint atau bandage yang mudah dikerjakan dan debridemen
efektif. Luka ditutup dengan material yang bersih dan steril. b. Pembersihan luka dengan irigasi cairan fisiologis sebanyak 6-10 liter.
c. Jaringan mati atau fragmen tulang kecil yang mati maupun benda asing
2. Resusitasi dibuang.
Penatalaksanaan sesuai prinsip ATLS (Advance Trauma Life Support) dengan d. Pembuluh darah vital untuk bagian distal yang terputus dilakukan repair.
memberikan penanganan sesuai prioritas (resusitasi), bersamaan itu pula e. Saraf yang terputus diberi tanda pada ujung saraf untuk dilakukan delayed
dikerjakan penanganan fraktur terbuka agar terhindar dari komplikasi. repair
Kehilangan darah yang banyak pada fraktur terbuka derajat III dapat f. Reposisi fragmen fraktur.
mengakibatkan syok hipovolemik dan dapat diperberat oleh rasa nyeri yang g. Pengambilan sampel pada luka yang bersih untuk kultur dan tes sentifitas
dapat menyebabkan syok neurogenik. Tindakan resusitasi dilakukan bila pasca debridmen.
ditemukan tanda syok hipovolemik, gangguan napas atau denyut jantung karena h. Luka dibiarkan terbuka atau dilakukan jahitan parsial, bila perlu ditutup
fraktur terbuka seringkali terjadi bersamaan dengan cedera organ lain. Penderita setelah satu minggu dimana oedem sudah menghilang.
diberikan resusitasi cairan Ringer Laktat atau tranfusi darah dan pemberian i. Fiksasi awal yang baik untuk fraktur terbuka kruris derajat III adalah fiksasi
analgetik selama tidak ada kontraindikasi. Pemeriksaan radiologis dikerjakan eksternadengan external fixation device sehingga akan mempermudah dalam
setelah kondisi pasien stabil. (Apley & Solomon, 1993; Trafton, 2000) perawatan luka harian. Bila fasilitas tidak memadai, pemasangan gips sirkuler
dengan jendela atau temporary splinting dengan gips atau traksi dapat
3. Penilaian awal. digunakan dan kemudian dapat direncanakan operasi pemasangan fiksasi
Pemeriksaan yang teliti dan hati-hati merupakan dasar dalam observasi dan interna setelah luka baik (delayed internal fixation).
penanganan awal yang memadai. Fakta-fakta pada pemeriksaan harus direkam j. Pemakaian suntikan antibiotik dilanjutkan 3-5 hari, dimonitor tanda klinis
dengan baik termasuk trauma pada daerah atau organ lain dan komplikasi akibat dan penunjang
fraktur itu sendiri. (Rasjad, 1998; Trafton, 2000). k. Bila dalam perawatan harian di bangsal ditemukan gejala dan tanda infeksi
dilakukan debridemen dan pemeriksaan kultur dan sensitifitas ulang untuk
4. Terapi Antibiotik dan Anti Tetanus Serum (ATS) mendapatkan penanganan yang memadai. (Apley & Solomon, 1993;
Pemberian antibiotik sebaiknya diberikan segera mungkin setelah terjadinya Behrens, 1996; Rasjad, 1998; Trafton, 2000; Hutagalung , 2003 ).
trauma. Antibiotik adalah yang berspektrum luas yaitu sefalosporin generasi I
(cefazolin 1-2 gram) dan dikombinasikan dengan aminoglikosid (gentamisin 1-2 6. Penanganan jaringan lunak.
mg/kg BB tiap 8 jam) selama 5 hari. Selanjutnya perawatan luka dilakukan Pada kehilangan jaringan lunak yang luas dapat dilakukan soft tissue
setiap hari dengan memperhatikan sterilitas, dan pemberian antibiotik tranplantation atau flap pada tindakan berikutnya, sedangkan tulang yang hilang
disesuaikan dengan hasil kultur dan sensitifitas terbaru. dapat dilakukan bone grafting setelah pengobatan infeksi berhasil baik.
7. Penutupan Luka B. Reduksi terbuka diindikasikan untuk keadaan sebagai berikut:
Pada luka yang kecil dan tidak banyak kontaminasi setelah dilakukan 1). kagagalan dalam penanganan secara reduksi tertutup,
debridemen dan irigasi dapat langsung dilakukan penutupan secara primer tanpa 2). fraktur yang tidak stabil,
tegangan. Pada luka yang luas dan dicurigai kontaminasi yang berat sebaiknya 3). fraktur intraartikuler yang mengalami pergeseran dan
dirawat secara terbuka, luka dibalut kassa steril dan dilakukan evaluasi setiap 4). fraktur yang mengalami pemendekan.
hari. Setelah 5-7 hari dan luka bebas dari infeksi dapat dilakukan penutupan
kulit secara sekunder atau melalui tandur kulit. Pada anak sebaiknya dihindari Pemasangan Fiksasi dalam sering menjadi pilihan terapi yang paling diperlukan
perawatan terbuka untuk menghindari terjadi khondrolisis yaitu kerusakan dalam stabilisasi fraktur pada umumnya termasuk fraktur kruris terbuka derajat III.
epiphyseal plate akibat infeksi. Penyambungan tulang pada anak relatif lebih Pilihan metode yang dipergunakan untuk fiksasi dalam ada beberapa macam yaitu:
cepat maka reposisi dan fiksasi dikerjakan secepatnya untuk mencegah a. Pemasangan plate and screws
deformitas. Pemasangan fiksasi dalam pada fraktur terbuka mempunyai resiko tinggi
terjadi komplikasi infeksi, non-union dan refraktur. Pada penelitian awalnya
8. Stabilisasi fraktur
pemasangan plat pada fraktur terbuka diketahui telah memperbaiki fraktur
Dalam melakukan stabilisasi fraktur awal penggunaan gips sebagai temporary
dengan penyambungan kortek langsung tanpa pembentukan kalus. Osteosit
splinting dianjurkan sampai dicapai penanganan luka yang adekuat, kemudian
langsung menyeberangi gap antar fragmen fraktur. Tapi pada kenyataannya
bisa dilanjutkan dengan pemasangan gips sirkuler atau diganti fiksasi dalam
terjadi osteogenesis meduler dan sedikit pembenrukan kalus periosteum. Pada
dengan plate and screw, intermedullary nail atau external fixator devices sebagai
penelitian selanjutnya diketahui bahwa pada pemasangan plat itu sendiri telah
terapi stabilisasi definitif.
mengganggu vaskularisasi ke kortek tulang oleh plat yang berakibat gangguan
Pemasangan fiksasi dalam dengan plate and screw pada fraktur terbuka dengan aliran darah yang menyebabkan nonunion. Mengatasi permasalahan ini para
kontaminasi tidak direkomendasikan. Namun demikian fiksasi dalam dapat dipasang pakar AO/ASIF dari Swiss telah menciptakan antara lain LCDCP (limited
setelah luka jaringan lunak baik dan diyakini tidak ada infeksi lagi. Penggunaan contact dynamic compression plate) dan ada yang membuat inovasi baru
fiksasi luar (external fixation devices) pada fraktur terbuka derajat III adalah salah dengan merekonstruksi plat yang non-rigid dengan tidak memasang sekrup
satu pilihan untuk memfiksasi fragmen-fragmen fraktur tersebut dan untuk yang banyak sehingga terjadi pembentukan kalus (Matter, 1997 cit. Trafton,
mempermudah perawatan luka harian. 2000 ). Pemasangan plat perlu hati-hati dalam melakukan irisan jaringan lunak
agar tidak terjadi kerusakan periosteum, fascia dan otot karena dapat
Imobilisasi Gips ( Plaster of Paris) mengakibatkan nonunion. Penutupan kulit diatas plat sering mengalami
Penggunaan gips sebagai fiksasi agar fragmen-fragmen fraktur tidak bergeser kesulitan dan dapat terjadi nekrosis kulit atau infeksi superfisial. Untuk
setelah dilakukan manipulasi / reposisi atau sebagai pertolongan yang bersifat pencegahan kerusakan jaringan lunak dilakukan dengan pemasangan plat
sementara agar tercapai imobilisasi dan mencegah fragmen fraktur tidak merusak dibawah kulit dan sekrup langsung dipasang ke tulang dengan bantuan alat
jaringan lunak disekitarnya. Keuntungan lain dari penggunaan gips adalah murah fluoroskopi
dan mudah digunakan oleh setiap dokter, non toksik, mudah digunakan, dapat
dicetak sesuai bentuk anggota gerak, bersifat radiolusen dan menjadi terapi b. Pemasangan screws or wires
konservatif pilihan Pada fraktur terbuka derajat III dimana terjadi kerusakan Untuk melakukan fiksasi fraktur diafisis jarang menghasilkan fraktur yang
jaringan lunak yang hebat dan luka terkontaminasi penggunaan gips untuk stabil. Pemasangan skru banyak digunakan dalam fiksasi fraktur intraartikuler
stabilisasi fraktur cukup beralasan untuk mempermudah perawatan luka. Setelah dan periartikuler baik digunakan secara tunggal atau kombinasi bersamaan
luka baik dan bebas infeksi penggunaan gips untuk fiksasi fraktur dapat dilanjutkan dengan pemasangan plat atau external fixation device. (Behrens, 1996).
untuk menunjang secundary bone healing dengan pembentukan kalus.
c. Pemasangan intramedullary nai/ rods
ORIF ( Open Reduction and Internal Fixations ) Pada pemasangan reamed intramedullary nails dapat menyebabkan ujung-
A. Reduksi tertutup diindikasikan untuk keadaan sebagai berikut: ujung fragmen fraktur diafisis mengalami robekan periosteum kehilangan
1). Fraktur dengan tak ada pergeseran, blood supply sehingga meningkatkan kejadian infeksi dan nonunion. Beberapa
2). Fraktur yang stabil setelah reposisi/ reduksi, penelitian awal menyimpulkan bahwa penggunaan unreamed intramedullary
3). Fraktur pada anak-anak, nails pada fraktur tibia terbuka cukup aman terhadap vaskularisasi
4). Cedera jangan luk minimal intrameduler dan direkomendasikan untuk stabilisasi fraktur terbuka derajat I,II
5). Trauma berenergi rendah. dan III A, sedangkan untuk derajat IIIB dan IIIC sementara disarankan dengan
traksi atau fiksasi luar. Secondary nailing dilaksanakan setelah fiksasi luar
dengan syarat tidak ada tanda infeksi lokal maupun pin tract infection. Fraktur Terbuka
Klasifikasi Fraktur terbuka Menurut Gustilo dan Anderson, sebagai
d. Pemasangan external fixation devices Derajat I
Akhir-akhir ini para pakar lebih tertarik pemasangan fiksasi luar dari pada Luka kecil biasanya akibat tusukan fragmen dan bersih, kerusakan jaringan lunak
pemasangan plat. Menurut Van der Linden dan Larson (1979) pada penelitian sedikit < 1cm dan tak kominutif.
pemasangan plat dibanding konservatif ternyata angka infeksi lebih tinggi pada
pemasangan plat seperti infeksi superfisial, nekross kulit dan osteomielitis. Derajat II
Kejadian infeksi pada pemasangan plat akan memerlukan operasi berulangkali. Panjang luka >1cm tapi tak banyak kerusakan jaringan lunak dan fraktur tak
Sedangkan Clifford et al.( 1988) menyarankan pemasangan plat dilaksanakan kominutif.
untuk stabilisasi fraktur terbuka derajat I dan derajat II dan fraktur avulsi.
Menurut Bach dan Hansen (1989) yang membandingkan pemasangan plat Derajat III
dengan fiksasi luar pada fraktur kruris terbuka menyimpulkan bahwa Kerusakan hebat pada kulit, jaringan lunak dan struktur neurovascular dengan
pemasangan plat kurang ideal pada fraktur terbuka derajat II dan III. ( cit. Court- kontaminasi,
Brown et al., 1996). III A fragmen tulang masih dibungkus jaringan lunak,
Penggunaan fiksasi luar yang pernah sangat populer di Eropa dan Amerika III B fragmen tulang tak dibungkus jaringan lunak terdapat pelepasan lapisan
mempunyai resiko terjadinya komplikasi pada tempat masuknya pin (pin tract periosteum, fraktur kominutif,
infection) sebesasr 20-42%, dan resiko terjadi malunion sebagai akibat reduksi III C trauma pada arteri yang membutuhkan repair agar bagian distal dapat
yang kurang memadai dan akibat pelepasan fiksasi yang terlalu awal setelah dipertahankan, terjadi kerusakan jaringan lunak hebat.
lama pemasangan. Pada fraktur diafisis tibia pemasangan fiksasi luar dengan
unilateral frame external fixator merupakan indikasi tetapi pada fraktur yang Trauma high-velosity termasuk klasifikasi IIIB atau IIIC walaupun lukanya kecil
tibia proksimal atau lebih distal penggunaan multiplanar external fixator yang tapi terjadi kerusakan jaringan lunak dibawahnya sangat hebat. Insidensi infeksi
lebih tepat. (Court-Brown et al., 1996). derajat I 2% dan derajat II 10%.
Fraktur Skapula
Akibat trauma langsung.. Fraktur korpus dan kollum scapula umumnya terjadi
pergeseran akibat tarikan otot-otot yang melekat disitu
Terapi konservatif (Istirahat dan mobilisasi dini setelah sakit hilang.)
Otot ini berfungsi sebagai stabilisator, sehingga robekan kecil pada otot
supraspinatus menimbulkan Tendinitis supraspinatus dan bila robekan luas
penderita tidak bisa abduksi
Terapi repair
Disloka si sendi ba hu -------------------- RD Collection 2002
Sendi bahu / sendi humeri yang dikenal sebagai sendi humeroskapularis. Dibagi
menjadi :
Anterior
Kejadian paling sering, dimana kaput humeri bergeser ke medial dibawah prosesus
korakoideus
Komplikasi :
1. Kerusakan saraf regio axillaris
2. Kerusakan kapsul sendi
3. Kekakuan sendi
4. Dislokasi rekurens lakukan tes Apprehension
Cara : Abduksi dan rotasi eksterna , terlihat raut muka penderita ketakutan dan
mencoba melawan tindakan tersebut. Instabilitas anterior (+)
Terapi :
Hipokrates metode
Handuk atau kain dililitkan di regio aksillaris penderita, operator melakukan
tarikan pada posisi semi abduksi lengan
Posterior
Kejadian sangat jarang karena tidak mempunyai ruangan diposterior maka kaput
humeri masih tetap dilateral tapi berada di posterior dalam fosa infraspinatus.
Diagnosis klinis ditegakkan, dimana bentuk segiempat pada bahu, kaput humeri
tidak pada tempatnya.
2. Fraktur Shaft humerus
Fra ktur Cla vicula ---------------------- RD Collection
Setiap fraktur humerus tengah dapat mengenai saraf radial, karena saraf ini
2002 melewati sulkus nervi radialis yang terletak dibagian tengah dan belakang
humerus.
Penyebab biasanya trauma langsung /direct atau tidak langsung/indirect , misal jatuh Komplikasi : RADIAL PALSY
dengan tangan / siku menumpu. Terapi :
Diagnosis Konservatif Collar and Cuff, hanging cast
Riwayat waktu jatuh posisi tangan menumpu Operatif
Deformitas menonjol, udem, fr. 1/3 lateral tanpa ruptur lig 1. Radial palsy non union
korakoklavikulare deformitas tidak jelas 2. Gangguan vaskuler
Nyeri tekan (tenderness)
Krepitasi Radial palsy akan sembuh sekitar 6-8 minggu, bila tidak pulih lakuakan EMG
Penunjang radiologi dan laboratorium dan eksplorasi
Penatalaksanaan
Pada prinsipnya mengembalikan fragmen ke posisi anatomis dan mempertahankan Posisi dipertahankan selama 3 sampai 4 minggu, dengan pemeriksaan radiologis
kedudukan tersebut dan mencegah terjadinya komplikasi. pada satu minggu pertama dan minggu terakhir.
Sebelum dilakukan pemeriksaan radiologis, perlu dilakukan immobilisasi dengan
bidai. Pada fraktur tipe ekstensi, posisi fleksi pada siku harus dihindari karena Tipe II :
menyebabkan kerusakan labih lanjut dari system neurovaskular. Anggota gerak Bila fraktur disertai angulasi dengan aligment yang masih bagus, lebih adekuat
dibuat immobilisasi degan bidai pada posisi yang mengalami deformitas, dengan untuk dilakukan tindakan minimal reposisi. Reposisi dilakukan dengan siku dalam
posisi siku ekstensi dan lengan bawah pronasi. Sirkulasi harus selalu dicek sebelum keadaan pronasi dan fleksi tidak lebih dari 1200,
dan selama melakukan tindakan reposisi. Penanganan fraktur suprakondilar Bila disertai rotasi dipilih percutaneus pinning. Percutaneus pinning yang
tergantung tipe dari fraktur tersebut. digunakan yaitu fiksasi dengan k-wire, dilakukan setelah kedudukan anatomis kedua
Pada fraktur suprakondilar tipe ekstensi : fragmen tercapai menghasilkan immobilisasi yang cukup bagus. Pemasangan
pinning yang paling stabil dapat dilakukan dengan cara pin yang mennyilang dari
Tipe I kondilus lateral dan kondilus medial. Kontra indikasi pemasangan percutaneus
Tanpa pergeseran, immobilisasi dengan posisi siku fleksi tidak lebih dari 900. Bila pinning antara lain oedem hebat, reposisi tertutup yang tidak tercapai, fraktur
terdapat pergeseran penanganannya dengan menggunakan back slap long arm kominutuif dan fraktur terbuka.
dengan posisi siku fleksi.
Tipe III : 3. Myositis osifikans, jarang terjadi dan biasanya terjadi karena
1.reposisi manipulasi yang berlebihan atau terjadi pada reposisi terbuka yang
2.percutaneus pinning dengan fiksasi k-wire terlambat dilakukan.
3.reposisi terbuka 4. Malunion dapat merupakan komplikasi dari fraktur ini, biasanya
terjadi kubitus varus, disebabkan reposisi yang tidak adekuat.
Reposisi terbuka atau operasi pada fraktur suprakondilar tipe ekstensi dilakukan
pada reposisi tertutup yang gagal, fraktur terbuka atau gangguan neurovaskuler. Sedangkan pada fraktur suprakondilar tipe fleksi
Pada pembengkakan yang hebat akan terjadi hematom yang banyak di daerah 1. Cedera nervus ulna merupakan komplikasi yang sering terjadi.
tersebut, maka perlu dikeluarkan sehingga penekanan terhadap neurovaskuler akan 2. Malunion dapat juga terjadi pada fraktur ini yaitu terjadi kubitus varus.
berkurang. Kejelekan dilakukannya open reduksi antara lain terjadinya kekakuan
sendi, terjadinya myositis osifikan, iskhemik dan kerusakan pada tempat 4. Iskhemik Volkman klinis 5P
pertumbuhan tulang dan adanya resiko infeksi. 1. Pulseless (denyut nadi lemah –hilang )
2. Pallor (warna biru / pucat )
Reposisi dikatakan berhasil bila baik secara klinis atau radiologis. Secara klinis 3. Pain
dikatakan baik bila : 4. Paresthesia (rasa tebal )
1. sendi siku dapat fleksi maksimal, bila tidak bisa fleksi maskimal kemungkinan 5. Parese atau Paralise (kekuatan otot lemah sp lumpuh)
sudut antara sumbu longitudinal humeri dengan kondilus belum tercapai atau
adanya interposisi jaringan lunak antara kedua fragmen. 5. Kontraktur Volkman
2. setelah hiperfleksi secara hati – hati, dilakukan ekstensi dan dibandingkan Akibat m. Fleksor digitorum profundus mati diganti jaringan fibrous.
dengan sisi yang sehat. Jari-jari posisi fleksi CLAW HAND
Pemeriksaan radiologis dilakukan setelah reposisi, dengan foto posisi AP dan lateral.
Untuk posisi lateral dinilai sudut longitudinal humeri dan distal kondilar. Dinilai
apakah ada crescent sign, yang berarti terjadi kubitus varus. Pada posisi AP, dinilai Tra uma S iku --------------------------------------------- RD Collection 2002
sudut bowman, sudut diaphisis – metaphisis. Bila fragmen distal terjadi rotasi
tampak gambaran fish tail. Fraktur Kondilus Lateralis humeri sangat penting
Hasil reposisi dikatakan adekuat bila tidak terjadi angulasi ke lateral atau medial, 1. Pada anak masih kartilagineus sehingga sering tidak terdiagnosa pada X-ray.
pergeseran ke medial atau lateral tidak lebih dari 25% dan angulasi ke posterior Dan menyerang pusat pertuimbuhan ( epiphyseal plate)
tidak lebih dari 100. Perbedaan sudut bowman antara sisi yang sehat dan yang sakit 2. menimbulkan malunion atau non union
tidak lebih dari 40. Rotasi ke medial merupakan predisposisi terjadinya kubitus 3. Tempat Origo otot ekstensor shingga fragmen akan bergeser
varus karena akan terjadi angulasi koronal. Walaupun adanya rotasi tersebut bukan 4. Terjadi kerusakanepiphyseal dan fraktur intraartikuler
merupakan deformitas dan rotasi lengan akan di koreksi oleh sendi bahu. Manipulasi
yang berulang sebaiknya dihindari karena akan mencederai pembuluh darah dan
saraf.
Fraktue Epikondilus Medialis humeri
Merupakan tempat origo otot fleksor.
Komplikasi Ulanr palsy
Komplikasi Klasifikasi radiologis :
Pada fraktur suprakondilar tipe ekstensi komplikasi yang paling sering terjadi I. Fraktur pada satu kondilus
cedera pembuluh darah dan saraf. II. Fraktur Inter-kondiler
1. Cedera pada arteri brakhialis, dimana hal ini akan menyebabkan terjadinya III. Fraktur kominutif sering bersama fraktur suprakondiler
volkman’s iskemik. Kelainan ini akan menyebabkan nekrosis dari otot dan
saraf tanpa disertai ganggren perifer. Gejala dari volkman’s iskemi adanya Terapi non displaced , gips sirkuler 6 minggu
pain, pallor, hilangnya pulsus, parestesi dan paralysis.
2. Cedera saraf yang paling sering terjadi adalah cedera pada nervus radialis,
nervus median dan nervus ulna.
Fraktur Olekranon
Tempat insersi otot Trisep brachii, sehingga bila terjadi fraktur akan terjadi
pergeseran ke proksimal.
Klasifikasi :
I. Tanpa pergeseran gips sirkuler
II. Dengan pergeseran Screw atau TBW
III. Kominutif Eksisi fragmen dan melekatkan kembali otrisep pada olekranon
i----------------------------------------------------------------------------------------
Aliran darah regio antebrachii merupakan lanjutan dari a brachialis, yang bercabang
Fra ktur Antebra chii ------------ RD Collection 2002 menjadi a radialis dan a ulnaris setinggi caput os radii. Sedangkan persyarafan
antebrachii berasal dari tiga nervus, n radialis, n ulnaris, n medianus.
Antebrachii terdiri atas dua buah tulang parallel yang berbeda panjang bentuknya ; Fraktur antebrachii distal
os radius dan os ulna. Disebelah proksimal membentuk tiga persendian sedangkan
sebelah distal dua persendian. Tulang radius, lebih pendek daripada ulna, bentuk
Anatomi, Fisiologi dan Mekanisme :
Lengan bawah mempunyai dua tulang, yang radius dan ulna yang ke distal berakhir
lebih melengkung dan bersendi dengan os ulna pada bagian proksimal dan distal
dan membentuk persendian radioulnaris distal dan persendian dengan tulang
“radio-ulnar joint” yang bersifat rotator. Antara kedua tulang ini juga
carpalia. Stabilitas persediaan ini dipertahankan oleh 5 struktur :
dihubungkan oleh membran interroseus, suatu jaringan fibrous yang berjalan abliq
1. ligamentum radio – ulnaris volaris
dari ulna ke radius. Membran ini berfungsi merotasikan tulang radius terhadap os
2. ligamentum radio – ulnaris dorsalis
ulna, yang menghasilkan gerakan pada lengan bawah
3. tendon m. extensor carpi ulnaris dalam “fibro osseus tunnelnya”
Muskuli antebrachii dapat dikelompokan, muskuli kompartemen antrior dan
4. fibro – cartilage disc.
posterior. Kompartemen anterior di isi oleh muskuli fleksor sedangkan
5. ligamentum collateralis ulnaris.
kompartemen posterior di isi oleh muskuli ekstensor. Beberapa muskuli ada yang
berperan dominan dalam mempertahankan posisi dan gerakan sendi lengan bawah
Tulang radius ke arah distal membentuk permukaan yang lebar sampai persendian
dan tangan (elbow and wrist joint). Muskulus tersebut adalah :
dengan tulang carpalia. Dan peralihan antara dense cortex dan cancellous bone pada
bagian distal merupakan bagian yang sangat lemah dan mudah terjadi fraktur.
NO FUNSI MUSKULUS
Penting sekali diketahuii kedudukan anatomis yang normal dari pergelangan tangan,
1 Fleksor elbow m. brachialis, m. Biceps, m. Brachioradialis terutama posisi dari ujung distal radius.
2 Ekstensor elbow m. triceps, m. Anconeus Perlu diperhatikan 3 ukuran yang utama :
3 Supinator elbow m. supinator, m. Biceps 1. Radial height :
4 Pronator elbow m. pronator teres, m. Pronator guadratus Yaitu jarak proccesus styloideus radii
5 Fleksor pergelangan m. fleksor carpi radialis, m. Fleksor carpi terhadap ulna. Diukur dari jarak antara
tangan ulnaris garis horizontal yang ditarik melalui
6 Ekstensor pergelangan m. ekstensor carpi radialis longus dan brevis, ujung procesus styloideus radii dan
tangan m. Ekstensor carpi ulnaris melalui ujung distal ulna. Ukuran
normalnya kira-kira 1 cm.
2. Derajat “ulna tilt” atau “ulna deviation” dari permukaan sendi ujung distal Alat-alat gerak yang meliputi ini ialah :
radius pada posisi anterior posterior. ▪ Posterior :
Normal, permukaan sendi ini letaknya miring menghadap ke ulnar. Derajat Berbentuk cembung dan terdapat sekumpulan tendon/otot extensor yang
miringnya diukur dari besarnya sudut antara garis horizontall yang tegak lurus mempunyai fungsi ekstensi.
pada sumbu radius dan garis yang sesuai dengan permukaan sendi. Normal : 15 –
30 derajat, rata-rata 23 derajat. ▪ Anterior :
Berbentuk cekung dan terdapat sekumpulan tendon/otot fleksor yang mempunyai
3. Derajat “volar tilt” (volar deviation) dari permukaan sendi radius pada posisi fungsi fleksi lengan bawah dan tangan. Dan pada bagian dalam ada: m. pronator
lateral. quadratus yang berjalan menyilang dan berfungsi terutama untuk pronasi.
Normal : permukaan sendi ini miring menghadap kebawah dan kedepan.
Besarnya diukur dengan sudut antara garis horizontal tegak lurus sumbu radius ▪ Lateral :
dan garis yang sesuai dengan permukaan sendi. Normal : 1 – 23 derajat, rata-rata Tampak m. supinator longus yang mempunyai insersi pada procesus. styloideus
11 derajat. radii yang mempunyai fungsi utama sebagai supinasi.
Fraktur Colles
Fraktur Colles paling sering ditemukan pada orang dewasa usia lanjut, dengan
insidensi yang tinggi berhubungan dengan permulaan osteoporosis pasca
menopause,oleh sebab itu pasien biasanya wanita dengan riwayat jatuh dengan
tangan terentang. Burkhaeta (1985) mengatakan pada saat memikirkan fraktur pada
ekstremitas atas pada usia lanjut maka segera terpikirkan pertama kali adalah fraktur
Colles.
Patah tulang antebrachii sering terjadi pada bagian distal yang umumnya disebabkan
oleh gaya pematah langsung sewaktu jatuh dengan posisi tangan hiperekstensi. Hal
ini dapat diterangkan oleh karena adanya mekanisme refleks jatuh di mana lengan
menahan badan dengan posisi siku agak menekuk seperti gaya jatuhnya atlit atau
penerjun payung.
Fraktur Colles adalah fraktur pada tulang radius berjarak kurang atau sama
dengan 2,5 cm dari pergelangan tangan (Mc Rae, 1992), Apley dan Solomon,
1987.
Sheikh dan Murthy (2000), memberi batasan sebagai fraktur metafisis distal radius, Klasifikasi :
biasanya terjadi pada 3 – 4 cm dari facies artikularis dengan angulasi volar dari apex Gertland dan Werley cit Zabinski dan Weiland (1999), mula-mula membagi trauma
fraktur (deformitas garpu perak), pergeseran ke dorsal dari fragmen distal dengan distal radius ke dalam fraktur ekstra artikular dan intraartikular. Kebanyakan
diikuti pemendekan (shortening) radial. Keadaan ini dapat atau tidak disertai fraktur klasifikasi fraktur dibuat berdasarkan anatomii fraktur. Klasifikasi Frykman
styloideus ulnae. Variasi intraartikular dapat melibatkan facies artikularis distal didasarkan pada keterlibatan artikulatio radiokarpal dan atau radioulnar serta ada
radius serta artikulatio radiocarpea dan radioulnaris. tidaknya fraktur styloideus ulnae.
Fraktur Colles diuraikan pertama kali oleh Abraham Colles tahun 1814 sebagai
fraktur dislokasi ujung distal radius berjarak satu setengah inci dari sendi, yang Klasifikasi Fraktur Colles menurut Frykman
ternyata terbukti kebenarannya dengan perkembangan radiolografi (Pool, 1973). Tipe Uraian
I : Fraktur radius ekstra artikuler
Anatomi, Fisiologi dan Mekanisme Trauma II : Fraktur radius ekstra artikuler dengan fraktur ulna
Radius bagian distal bersendi dengan tulang karpus yaitu tulang lunatum dan III : Fraktur radius intra artikuler melibatkan sendi radiokarpal
navikulare ke arah distal, dan dengan tulang ulna bagian distal ke arah medial. IV : Fraktur radius intra artikuler melibatkan sendi radiokarpal disertai
Bagian distal sendi radiokarpal kolateral ulnar dan radial. Antara radius dan ulna fraktur ulna distal.
selain terdapat ligamentum dan kapsulal yang memperkuat hubungan tersebut, V : Fraktur radius intra artikuler melibatkan sendi radioulnaris distal
terdapat pula diskus artikularis yang melekat pada semacam meniskus yang VI : Fraktur radius intra artikuler melibatkan sendi radioulnaris distal
berbentuk segitiga, yang melekat pada ligamentum koleteral ulnar. Ligamentum disertai Fraktur ulna distal
kolateral ulnar bersama dengan meniskus homolognya dan diskus artikularis VII : Fraktur radius intra artikuler melibatkan sendi radiokarpal dan radio
bersama ligamentum radioulnar dorsal dan volar, yang kesemuanya menghubungkan ulnaris distal.
radius dan ulna, disebut Triangular fibro cartilage complex (TFCC)
VIII : Fraktur sendi radiokarpal dan radioulnaris distal disertai fragmen
(Sjamsuhidajat, 1997), berguna untuk menstabilkan artikulatio radioulnaris distal
ulnaris
(Zabinski dan Weiland, 1999). Gerakan pergelangan tangan sangatlah luas (mobile)
dan kemampuannya mencapai 160° untuk fleksi dan ekstensi dan 180° untuk rotasi
Klasifikasi anatomi yang paling komprehensif dan lengkap adalah sistem AO
lengan bawah. Kurang dari 80% dari transmisi beban melaluii pergelangan tangan
(Zabinski dan Weiland, 1999). Sistem ini membagi trauma menjadi tipe A (ekstra
lewat artikulatio radiocarpal sementara 20% sisanya melalui artikulatio ulnocarpal
artikuler), tipe B (artikular simpel) dan tipe C (artikuler komplek).
lewat Triangular fibro cartilage complex. (Zabinski dan Weiland, 1999).
Lidstrom cit Roysam (1993), berdasarkan gambaran radiologis membagi fraktur
Fraktur Colles terjadi pada penderita dengan riwayat jatuh dengan tangan terentang
Colles kedalam empat tingkatan derajat keparahan pergeseran fragmen fraktur
(Apley dan Solomon, 1987). Trauma yang terjadii merupakan trauma langsung yaitu
(derajat anatomis) dan kualitas reduksi yaitu derajat I, II, III dan IV sesuai beratnya
jatuh pada permukaan tangan sebelah volar menyebabkan dislokasi fragmen fraktur
deformitas meliputi angulasi ke dorsal dan pemendekan (shortening) tulang radius )
sebelah distal ke arah dorsal. Dislokasi ini menyebabkan bentuk lengan bawah dan
tangan bila dilihat dari samping menyerupai garpu terbalik.
Derajat Keparahan Fraktur Colles Menurut Lidstrom.
Derajat Deformitas
Diagnosis Fraktur Colles :
Diagnosis fraktur Colles ditegakkan dengan pemeriksaan klinis dan radiologis. Kita I. Tidak ada atau tidak bermakna. Angulasi dorsal < 0° atau shortening
dapat mengenal fraktur ini dengan adanya deformitas dinner fork seperti telah < 3 mm
disebutkan diatas, dengan penonjolan pada punggung pergelangan tangan (ke arah II. Ringan, Angulasi dorsal 1 – 10° dan / atau shortening 3 – 6 mm
dorsal) dan depresi di depan. Pada pasien dengan sedikit deformitas mungkin hanya III. Sedang, Angulasi dorsal 11 – 14° dan / atau shortening 7 – 11 mm
terdapat nyeri tekan lokal dan nyeri bila pergelangan tangan digerakkan IV. Berat, Angulasi dorsal > 15° atau shortening > 11 mm.
Dari pemeriksaan radiologis posisi anteroposterior dan lateral dapat dijumpai suatu
fraktur transversal pada tulang radius kurang dari 2,5 cm dari pergelangan tangan,
dan sering disertai patahnya processus stiloideus ulnae.
Fragmen distal (1) bergeser dan miring ke dorsal (2) bergeser dan miring ke radial,
dan (3) terimpaksi. Kadang-kadang fragmen distal mengalami kerusakan dan
kominutif yang hebat.
Penanganan Fraktur Colles : Fraktur SMITH
Penanganan fraktur Colles umumnya dilakukan rawat jalan yaitu setelah
terdiagnosis diberikan tindakan reposisi tertutup. Bila tidak ada pergeseran, cukup Fraktur Smith adalah fraktur dari radius bagian distal yang lokasinya ½ - 1 inch
di imobilisasi dengan gip bawah siku. Bila terjadii pergeseran atau sedikit dari ujung distal radius dengan pergeseran fragmen distal ke depan (volar) dan ke
pergeseran perlu tindakan reposisi dengan anestesi lokal, regional atau umum, atas disertai pergeseran ulna bagian distallke belakang (dorsal).
kemudian dilakukan gip bawah siku dengan posisi fragmen distal fleksi dan pronasi. Robert William Smith di Dublin (1847) mengatakan bahwa fraktur jenis ini jarang
Pada hari berikutnya anggota gerak atas elevasi. Adapun jari-jari sesegera mungkin terjadii dan merupakan lawan dari fraktur Colles. John Rhea Barton di Philadelpia
melakukan latihan. Seminggu kemudian dilakukan pemotretan dengan sinar X (1838), mengemukakan bahwa faktur Barton adalah: fraktur anterior dan posterior
kontrol untuk menilai apakah terjadi pergeseran kembali (redisplacement). (Armis, dengan dislokasi pergelangan tangan. Fraktur Colles adalah fraktur posterior
1994). dengan dislokasi pergelangan tangan. Dan fraktur anterior dengan dislokasi
Imobilisasi dengan gip bertujuan mencegah pergeseran kembali fragmen fraktur pergelangan tangan inii disebut sebagai salah satu tipe dari fraktur Smith.
paska reposisi. Sebagai tulang kanselus, maka penyembuhan tulang radius distal Thomas (1957), mencoba membagi fraktur Smith ini menjadi 3 tipe dan fraktur
diperkirakan tuntas kurang lebih 6 minggu dari saat terjadinya trauma. Oleh sebab barton jenis anterior dengan dislokasi pergelangan tangan salah satu tipe dari fraktur
itu pada fraktur Colles gip dapat dilepas umumnya 5 – 6 minggu (Mc Rae, 1992; Smith.
Apley dan Solomon, 1987; Gartland dan Werley, 1951).
Mengenai imobilisasi gip bawah siku atau atas siku masih terdapat perbedaan Pembagian fraktur Smith secara klinis dan radiologi :
pandangan. Apley dan Solomon (1987), serta Mc. Rae (1992), menyatakan I fraktur Smith yang comminutive dan oblique
penanganan fraktur Colles cukup dengan gip bawah siku sedangkan ahli lain II fraktur Barton, yang disebut anterior fraktur tipe fleksi marginal i dengan
menyatakan harus dengan gip atas siku (Way, 1994). Sheikh dan Murthy (2000) dislokasi pergelangan tangan.
menganjurkan imobilisasi kombinasi yaitu gip atas siku pada minggu-minggu awal III fraktur transversal yang disebut juga fraktur radius bagian distall yang tidak
dilanjutkan gip bawah siku kecuali pada penderita di atas 60 tahun harus dipasang dengan tipe fleksi kominutif.
gip bawah siku untuk mencegah kekakuan sendi siku.
Penatalaksanaan
Konservatif :
o Mills (1957), telah menganjurkan cara manipulasi dari fraktur Smith dengan
mengembalikan arah persendian seperti semula. Mills dan Thomas menyarankan
cara mengunci fragmen pada tempatnya dengan posisii supinasi penuh.
Imobilisasi dengan sirkuler gips diatas siku selama 5 – 6 minggu.
o Plewer (1962), menganjurkan untuk mobilisasi setelah gips dibuka supaya cepat,
sebab kalau kurang aktif akan mengakibatkan pergerakan pronasi yang terbatas
dan terjadi kekakuan sendi tangan dan siku.
Operatif :
Cauchoix, Dupare dan Potel (1960), Menganjurkan pengobatan fraktur Smith
dengan fiksasi dalam (internal fixation) dengan memakai plat kecil berbentuk T
(Ellis plate) dimana dua sekrup dipasang pada fragmen proximal sedangkan
fragmen distall ditahan dengan kuat tanpa memakai sekrup.
tehnik operasi yang dianjurkan adalah sebagai berikut :
▪ Incisi vertikal melalui sisi radial arah volar dari lengan bawah bagian distal
dan incisi diperdalam sampai m. pronator quadratus antara m. flexor carpi
radialis pada sisi lateral dan m. palmaris longus dan medianus pada sisi
medial.
▪ M. flexor pollicis longus ditarik ke lateral dan tendon m. flexor digitorum
sublimis ke medial, dan m. pronator quadratus tampak pada sisi inferior dari
tulang radius bagian bawah.
▪ Fraktur diperbaiki dengan plat kecil, menyudut untuk menyesuaikan dengan
permukaan dari tulang, lalu dipasang sekrup pada fragmen proximal 2 buah Fraktur radius sepertiga distal
dan pada fragmen yang distal plat tanpa sekrup berguna untuk menyangga Fraktur radius saja biasanya terjadi akibat suatu trauma langsung dan sering terjadi
yang kuat dari fragmen yang telah dilakukan reposisi. pada bagian proksimal radius. Fragmen fraktur akan terdislokasi. Dan fraktur ini
▪ Akhir-akhir ini plat berbentuk T yang kecil telah tersedia, dimana pada sulit direposisi secara tertutup atau akan mengalami redislokasi bila reposisi
fragmen tulang yang proximal dengan 2 sekrup pada bagian vertikal. berhasil, oleh karena itu dianjurkan reposisi terbuka dan biasanya dipasang fiksasi
▪ Lalu luka operasi ditutup lapis demi lapis sampai kulit dan dipasang bebat interna dengan jenis plat jenis kompresi
tekan.
Fraktur ulna sepertiga distal Proses Penyembuhan Tulang :
Fraktur ulna biasanya disebabkan oleh trauma langsung misalnya menangkis Terdapat tiga tahap utama untuk penyembuhan fraktur seperti telah dideskripsikan
pukulan dengan lengan bawah relatif sering terjadi fraktur yang tidak berubah oleh Cruess dan Dumont (Sheikh dan Murthy, 2000) yaitu fase inflamasi (10%),
posisinya. Pengobatan biasanya dengan pemasangan gips, kadang juga terjadi fase reparatif (40%) dan fase remodelling (70%). Fase-fase tersebut saling
fraktur yang terdislokasi dalam hal ini harus diteliti. Apakah ada juga fraktur tulang tumpang tindih (overlap). Sehingga pada suatu saat waktu satu fase telah dimulai
radius atau dislokasi sendi radioulnar. Pada fraktur yang kominutif dapat terjadi awal fase berikutnya. Lamanya suatu fase tergantung dari lokasi dan beratnya
pergeseran lambat atau pseudoartrosis ini memerlukan tindakan operatif. fraktur, trauma yang terjadi serta usia penderita.
Penilaian Keberhasilan Penanganan Fraktur Colles
Dalam melakukan penilaian terhadap keberhasilan penanganan fraktur Colles
Fraktur radius distalis pada anak banyak ahli menggunakan sistem Demerit untuk mengevaluasi hasil akhir
Fraktur radius distalis pada anak sering juga disebut juvenile colles fracture penyembuhan fraktur Colles yang dikemukakan oleh Gartland dan Werley (1951).
Pembagian fraktur daerah ini sesuai dengan klasifikasi Salter-Harris
Type 1. Grs. Fraktur melewati epifisial plate seperti Slippe femoral epiphysis
Type 2. Grs fraktur melewati epifisial plate kemudian sebagian berlanjut ke
metafisis
Type 3. Grs. Fraktur dari permukaan sendi ke proximal kemudian berlanjut ke
epifisial plate (intra artikuler)
Type 4. Grs Fraktur dari permukaan sendi ke proximal yang berakhir di
metafisis (intra artikuler)
Type 5. kerusakan dari sebagian epifisial plate akibat gaya trauma kompresi
Diagnosis.
Diagnosis ditegakkan berdasarkan anamnesis pemeriksaan klinis dan radiologis
anterior posterior dan lateral.
Fraktur Pelvis
Cincin pelvis dibentuk oleh :
1. Os Ileumkanan kiri
2. Os Sacrum (belakang) B2: lateral compression injury (ipsilateral) B3: lateral compression (contralateral /
3. Os Pubis kanankiri Buckle Handle)
Fraktur pelvis ditimbulkan uleh trauma yang hebat kecuali pada wanita tua dengan
osteoporosis . Bila terjadi trauma daerah pelvis jangan lupa evaluasi vesika C : Rotasi dan vertikal (tidak stabil)
urinaria, urethra, rektum , anus, pembuluh darah besar dan gangguan neurologis C1 : Unilateral
(pleksus lumbalis, pleksus sacralis) C2: : Bilateral
C3 : dengan fraktur asetabulum
Klasifikasi TILE dan PENNAL (1980)
A : Stabil
A1 : Fraktur isolated tanpa fraktur cincin pelvis
A2 : Fraktur cincin pelvis tanpa pergeseran
C1: Ipsilateral anterior and C2: Bilateral C3: Any pelvic fracture with an
posterior pelvic injuries hemipelvic associated acetabular fracture
A1: Avulsion A2: Non-displaced A3: Transverse sacral disruption
fracture pelvic ring fracture or coccyx fractures
I II III IV
Dislokasi posterior sendi kokse ( dasboard Injury / Putri malu : terdiri dari
Fleksi, adduksi, internal rotasi dan Shortening
Komplikasi ;
1. Trauma saraf skiatika
2. Osteoarthritis
3. Nekrosis avaskuler kaput femoris
Berdasarkan radiologist dibagi menjadi
Fra ktur Femur ------------------------------ RD Collection 2002 PAUWEL 91935) berdasarkan Sudut Fraktur dibagi 3 Type :
I. 30 derajat
II. 50 derajat
III. 70 derajat
Anatomi
Klasifikasi
Menurut AO dibagi menjadi :
I. Proksimal / Hip fraktur
a. Fraktur Caput femoris
b. Fraktur Collum femoris
Grade I Grade II Grade III Grade IV
c. Fraktur Intertrochanterica
d. Fraktur Subtrochanterica
2. Ekstrakapsuler
Pada frakur ini akan tidak merusak vaskularisasi sehingga nekrosis vaskuler Femoral Neck Region Intertrochanteric Area Subtrochanteric Area
tidak terjadi. Sering pada wanita usia lanjut akibat osteoporosis
Terapi :
Usia muda screw and plate, angle palte, condyler plate Russell – Taylor Classification
Usia lanjut ORIF, bila menolak skintraksi sampai nyeri hilang
Klasifikasi OA / ASIF :
A : Ekstra-artikuler
B : Intra-articuler uncomminutif
C : Communitif fracture
Terapi :
- Konservatif
Knee fleksi 300 , Sekeletal traksi tibia proksimal 5-10 kg (4-6 minggu)
klinikal union (+) cast brace
Complex fracture C1:spiral C2: segmental C3: irregular - Operasi Orif Condyler plate
AO Classification Supracondyler Fracture Hoffa adalah seorang pengarang buku “ Lehrbuch der Frakturen und Luxationen
“ pada tahun 1904 . Dialah orang pertama yang menulis tentang fraktur yang terjadi
di kondilus femoris pada daerah posterior. Oleh sebab itu Smillie dan Crenshaw
menulis bahwa fraktur di daerah tersebut disebut fraktur Hoffa. Fraktur Hoffa
terjadi berdiri sendiri (isolated) pada sisi lateral (terbanyak) atau sisi medial bahkan
dapat terjadi pada kedua sisi (lateral dan medial).
Letenneur membuat klasifikasi fraktur Hoffa ini menjadi 3 tipe dan kemudian
dilakukan penelitian oleh lewis et. al pada mayat sebagai berikut :
Tipe I
Garis fraktur Intraartikular yang menjalar ke
daerah suprakondiler Femoris dan beberapa
jaringan lunak masih melekat pada fragmen distal
fraktur sehingga prognosis baik karena otot
popliteus dan gastroknemius masih melekat.
Tipe II
fraktur intraartikular komplit dan tidak ada
jaringan lunak yang melekat pada fragmen distal
sehingga dapat terjadi nekrosis avaskular.
Pada tipe ini di bagi lagi menjadi a, b dan c
Prognosis tipe II ini adalah jelek karena
perlengketan otot popliteus dan gastroknemius
sangat kurang bahkan tidak ada sama sekali
seperti tipe II c.
Tipe III
Klasifikasi Intercondyler Fractur : Garis fraktur sedikit ke anterior permukaan sendi
I : Undisplaced T or Y dan ke proksimo-posterior dari kondilus femoris
IIa : T or Y medial displaced Jaringan lunak atau ligamentum masih melekat
IIb : T or Y lateral displaced pada fragmen distal sehingga prognosis tipe III
III : comminutif adalah baik karena garis fraktur berada di anterior
dari ligamentum krusiatum anterior maupun
ligamentum kolaterale fibulare dan ligamentum
Fra ktur Hoffa adalah fraktur kondylus femoris akibat trauma langsung tibiale.
pada lutut dalam posisi fleksi sehingga permukaan sendi pada condylus tersebut
pecah, merupakan bagian dari fraktur distal femur. Fragmen distal fraktur tersebut Pemeriksaan radiografi dengan proyeksi AP (antero-posterior) dan lateral digunakan
dapat mengalami pergeseran (displaced) atau tidak sama sekali (undisplaced). sebagai baku emas untuk diagnosis fraktur Hoffa. Permasalahannya bila pada fraktur
Fraktur Hoffa dibagi menurut implikasi prognosisnya menjadi 3 tipe yaitu tersebut tidak terjadi pergeseran fragmen (undisplaced) maka proyeksi AP dan
I. Garis fraktur intra artikuler yang menjalar ke daerah suprakondilaris femoris lateral pada pemeriksaan radiografi sulit dianalisis. Keadaan ini memerlukan
dengan beberapa jaringan lunak masih melekat pada fragmen distal . pemeriksaan tomografi atau CT- Scan bagian distal femoris .
II. Fraktur intra artikularis tanpa ada perlekatan jaringan lunak pada fragmen Mekanisme trauma kebanyakan akibat kecelakaan lalu-lintas dari pengendara sepeda
distal motor dengan lutut membentur langsung atau akibat jatuh dari ketinggian dengan
III. Garis fraktur sedikit ke anterior dan ke proksimal dari kondilus demoris dengan lutut membentur benda keras.
perlekatan jaringan lunak serta ligamentum pada fragmen distal.
Kondilus femoris yang terkena trauma tersebut dalam posisi lutut fleksi sehingga
Schatzker Classification
tepi bawah permukaan sendi tersebut menjadi pecah. Kebanyakan kondilus sisi
lateral, tetapi bila trauma tersebut sangat keras maka kedua sisi lateral dan medial
kondilus dapat terjadi fraktur dan bahkan kulit dan jaringan lunak yang terkena
trauma dapat rusak dan sobek sehingga terjadi fraktur terbuka.
Pada fraktur Hoffa yang bergeser (displaced) dilakukan operasi dan fiksasi dalam
dengan menggunakan skru. Bila fiksasi cukup stabil maka latihan gerakan sendi
lutut dapat dilakukan lebih dini sehingga komplikasi kekakuan sendi lutut dapat
dicegah . Apabila stabilitas tidak tercapai maka perlu penambahan fiksasi luar yaitu
memakai gip atas lutut (above knee plester cast) dengan posisi lutut ekstensi
penuh Type I : Type II:
Fraktur Hoffa ini sangat jarang dan didalam literatur baru 27 kasus yang ditulis A Split weight fracture of the lateral plateau split depression fracture of the
dengan perincian 20 kasus oleh Letenneur et. al dan 7 kasus oleh Lewis et. al maka without any joint depression. There is a lateral plateau.
dari itu, kami menulis satu kasus dengan diagnosis fraktur Hoffa tipe I sinister high risk of ligamentous injury.
terbuka tipe III B dengan dislokasi lateral patela sinister.
Type V: Type VI :
A big condylar fracture. Separation of the metaphysis from
the diaphysis
Fraktur Tungkai Bawah disebut juga tulang Tibia Fibula (Levin & William, 1997).
Fra ktur Tibia --------------------------------- RD Collection 2002 Secara anatomis tungkai bawah dibagi tiga yaitu:
1. Fraktur tungkai bawah proksimal disebut juga fraktur plateau tibia.
2. Fraktur tungkai bawah media disebut fraktur shaft.
Anatomi 3. Fraktur tungkai bawah distal disebut fraktur pilon atau tibial plafond.
Tibia merupakan tulang medial besar
cruris, yang berartikulasi dengan Melihat susunan anatomi tungkai bawah dengan permukaan medial tibia hanya
condylus femoris dan caput fibulae di dilindungi jaringan subkutan periosteum yang melapisi tibia agak tipis terutama
proximal dan dengan talus serta ujung bagian depan yang hanya dilapisi kulit sehingga tulang ini mudah patah dan susunan
distal fibula di bagian distalnya. Pada frakturnya bergeser. Karena letaknya yang berada langsung di bawah kulit sering
bagian ujung proximal terdapat memudahkan terjadinya fraktur terbuka. Fraktur tungkai bawah merupakan akibat
condylus medialis dan lateralis terbanyak dari kecelakaan lalu lintas. Tenaga rotasi dapat terjadi juga pada
(plateau tibialis medialis dan lateralis), olahragawan seperti saat bermain bola. Cedera biasanya terjadi akibat gaya angulasi
yang berartikulasi dengan condylus yang menyebabkan garis fraktur transversal atau miring kadang dengan fragmen
medialis dan laterlis femur, dipisahkan kominutif.
oleh kartilago semilunaris medialis dan
lateralis (meniscus medialis dan Fraktur Plateau Tibia
lateralis). Condylus lateralis memiliki Menurut Schatzker dan Mc Broom, fraktur plateau tibia dibagi 6 tipe, yaitu:
facies artikularis sirkularis untuk caput I. Fraktur kondilus lateral , biasanya terdapat pada usia muda
fibulae pada aspek lateralnya. Condylus II. Fraktur condylus dengan impresi
medialis mempunyai sebuah alur pada III. Fraktur impresi sentral plateau lateral tanpa fraktur condylus
aspek posteriornya untuk insersio m. IV. Fraktur plateau tibia medial
semimembranosus. Corpus tibia V. Fraktur bicondylar yang terdiri dari plateau condylus medial dan lateral,
berbentuk segitiga pada potongan VI. Fraktur kompleks yang menyebabkan terpisahnya metaphysis dengan diaphysis
melintang, dengan 3 margo dan 3 facies. tibia.
Margo anterior dan medial, dengan I II III
facies medialis diantaranya, terdapat di
subkutan.
Pada pertemuan margo anterior dengan ujung atas tibia terdapat tuberositas, tempat
melekat lig. Patellae. Margo lateral atau interossea menjadi tempat perlekatan
membrane interossea. Facies posterior corpus tampak garis serong linea musculi
solei. Ujung distal tibia sedikit melebar dan pada aspek inferiornya tampak
permukaan sendi. Ujung bawahnya memanjang ke bawah membentuk malleolus
medialis. Facies lateralis malleolus medialis berartikulasi dengan talus.
Membrana interossea membagi cruris menjadi tiga ruang: anterior, lateral dan
IV V VI
posterior. Arteri poplitea mensuplai darah ke tibia dan fibula, bercabang menjadi a.
tibialis anterior, a. tibialis posterior dan a. peroneal. Nervus tibialis posterior
mengikuti a. tibialis posterior dan menginervasi ruang posterior yaitu m.
gastrocnemius, m. plantaris, m. soleus dibagian superficial serta m. popliteus, m.
flexor digitorum longus, m. flexor hallucis longus dan m. tibialis posterior dibagian
profunda. Arteri nutrisial ke tulang tibia berasal dari a. tibialis posterior. N. tibialis
anterior menginervasi ruang anterior, yaitu m. tibialis anterior, m. extensor
digitorum longus m. peroneus tertius, dan m. exstensor hallucis longus. Ruang
lateralis berisi m. peroneus longus dan brevis yang diinervasi n. peronealis.
Bagian proximal tibia dengan korteks yang tipis mudah terkena cedera, terutama
pada orang dewasa berusia > 50 tahun dengan kondisi tulang yang osteoporotik. Fraktur Shaft Tibia
Mekanisme trauma biasanya berupa trauma abduksi, atau pukulan langsung pada Fraktur tibia dapat disertai dengan fraktur fibula. Garis fraktur ditibia dan fibula
bagian lateral tungkai dengan kaki terfiksasi pada permukaan tanah. Trauma dalam posisi satu level umumnya akibat trauma yang menghasilkan gaya angulasi
menekan lutut kearah valgus medial dan mendorong kondilus femur ke plateau tibia dengan garis fraktur transversal atau obliq. Pada trauma dengan gaya memutar
lateralis. Tulang yang osteoporotik akan mengalami fraktur sebelum ligament akan menghasilkan garis fraktur spiral. Bila disertai fraktur fibula maka fraktur
kolateral medial lutut robek. Permukaan sendi plateau tibia lateralis akan terdesak ke kedua tulang tersebut tidak satu level.
kaudal dan lateral. Trauma membengkokkan, memuntir atau trauma sumbu pada Prinsip penanganan fraktur tibia secara umum :
daerah plateau tibia dapat juga menimbulkan berbagai fraktur plateau tibia, seperti 1. Menjaga kerusakan jaringan lunak yang terjadi tidak lebih hebat dengan
fraktur sendi sentral terdepresi. Lebih sering trauma menimbulkan kominutif, yang memberikan imobilisasi yang memadai
meluas ke korteks metaphysis tibia. Satu atau kedua condylus bila terlibat disertai 2. Mencegah sindrom kompartemen, mencapai atau menjaga aligmen,
hilangnya keharmonisan permukaan sendi tibia proximal. 3. Weight bearing lebih dini dan gerakan sendi sesegera mungkin.
Setiap fraktur plateau tibia harus memeriksa stabilitas ligament lutut dalam posisi
ekstensi penuh dan fleksi 15o-30o, sebab trauma didaerah tersebut kemungkinan Fraktur tertutup tibia dengan garis fraktur transversal yang stabil dan tak ada
besar dapat mengakibatkan instabilitas sendi. Tujuan tindakan terapi pada fraktur pergeseran, cukup diimobilisasi dengan gips atas lutut (Long-leg plester).
plateau tibia adalah mencapai gerakan penuh, aligmen dan stabilitas sendi. Pemasangan gip pada kaki harus posisi dorsofleksi 90o. Pada lutut gip dipasang
Secara klinik ditemukan nyeri lutut dank arena fraktur terjadi intraartikular dalam posisi lutut sedikit fleksi.
didapatkan hemartrosis. Hemartrosis yang besar, tegang, dan nyeri harus diaspirasi Fraktur dengan dislokasi fragmen dan tidak stabil atau garis fraktur obliq
dalam kondisi aseptik. membutuhkan traksi kalkaneus kontinyu selama 3 minggu. Setelah terbentuk kalus
Semua fraktur yang tak ada pergeseran atau pergeseran kecil, diterapi secara fibrosis, dipasang gips atas lutut sampai 6 minggu.
konservatif seperti imobilisasi dengan gip yang disebut “Long leg plester cast”. Garis fraktur yang miring dan membentuk
Pada perpindahan fragmen atau fraktur kominutif permukaan sendi tibia dapat spiral tidak stabil karena cenderung
dipikirkan penggunaan traksi. Pergeseran yang hebat pada setiap permukaan sendi membengkok dan memendek sesudah
adalah indikasi untuk dilakukan operasi dan fiksasi interna. reposisi tertutup, memerlukan tindakan
Bila depresi fragmen fraktur <5 mm dan sendi lutut stabil dilakukan terapi reposisi terbuka dan penggunaan fiksasi
konservatif seperti diatas, tetapi bila depresi >5 mm atau bila kominutif interna atau eksterna. Operasi dan fiksasi
menyebabkan pergeseran angularis pada condylus, maka terapi operatif diperlukan, interna dengan plate-screw untuk mencapai
yaitu mengangkat fragmen tersebut sehingga sejajar dengan permukaan sendi stabilisasi fragmen-fragmen tersebut. Fiksasi
kemudian diikuti peletakan graft dan fiksasi interna. interna dapat juga menggunakan nail dengan
interlocking screw.
Setiap fraktur pada daerah ini harus diperiksa : Untuk fraktur terbuka, debridemen segera,
1. NVD pada distal lutut irigasi dan antibiotika diperlukan. Penutupan
2. Stabilitas ligament. luka primer biasanya tidak diindikasikan.
Penggunaan external fixator device hanya
Jika terjadi Hemarthrosis disertai nyeri Aspirasi pada fraktur terbuka dengan kerusakan
Terapi : jaringan yang hebat. Dengan cara ini
Pergeseran (-) konservatif dengan Long leg gips perawatan luka akan lebih mudah dan
Pergeseran (+) , comminutif(+) traksi orif mobilisasi serta rehabilitasi dapat dilakukan
dini. Intervensi bedah untuk fraktur tertutup
memberikan resiko infeksi dan harus
dipertimbangkan terhadap resiko terapi
tertutup. Setiap selesai tindakan harus
dilakukan pemeriksaan sinar x untuk menilai
aligmen, kontak fragmen dan apakah ada
rotasi.
Namun sebelumnya perlu juga dipertimbangkan kondisi penderita dan kondisi
Fraktur Tibia Distalis jaringan lunak akibat trauma, untuk menentukan pilihan tindakan yang akan
Fraktur ujung distal tibia disebut juga pilon atau plafond fractures, fraktur ini dilakukan. Bila fraktur dapat difiksasi interna, reduksi terbuka dengan plates dan
meliputi permukaan sendi distal tibia pada articulatio tibiotalar. Fraktur Pilon atau screws serta fiksasi internal fibula bila perlu, dengan atau tanpa bone grafting,
tibial plafond adalah fraktur pada distal tibia yang meluas ke ankle joint. sebaiknya dicoba. Bila fraktur sangat kominutif sehingga fiksasi interna tak dapat
Menurut Dickson cit McCormack (2000) fraktur distal disebut juga fraktur hammer dilakukan, dapat dicoba reduksi indirek dengan ligamentotaxis: reduksi terbuka dan
dimana sekitar 20-25% kasus berupa fraktur terbuka. Aliran darah bagian distal tibia fiksasi internal fraktur fibula untuk memperbaiki panjangnya, serta reduksi tertutup
mendapat vaskularisasi dari a. tibialis anterior dan a. tibialis posterior, bagian dan fiksasi eksternal tibia dengan tibiocalcaneal frame. Ini dapat mengembalikan
distal fibula mendapat vaskularisasi dari cabang a. peroneal. kontur normal dan aligmen distal cruris, dan mempermudah fusi tibiotalar. Fraktur
ini biasanya disertai dengan kerusakan jaringan lunak. Pembengkakan dapat terjadi
McCormack (2000) menjelaskan bahwa fraktur tungkai bawah distal disebabkan dan biasanya dilakukan prolonged leg elevation, terutama untuk mencegah surgical
karena trauma dengan energi besar yang biasanya berupa kekuatan deselerasi akibat wound problems setelah reduksi terbuka. Penyembuhannya lambat dan weight
jatuh dari tempat yang tinggi atau akibat kecelakaan lalu lintas. Dua mekanisme bearing sebaiknya dimulai bila hasil pemeriksaan radiologik menunjukkan adanya
yang menyebabkan terjadinya fraktur adalah rotasi dan kompresi axial, sehingga pemulihan tulang.
menyebabkan garis fraktur berbentuk spiral yang meluas dari diafise tibia ke
persendian. Mekanisme rotasi adalah trauma dengan energi rendah pada distal tibia Klasifikasi Fraktura Tungkai Bawah Distal
yang meluas ke persendian, biasanya akibat terjatuh atau kecelakaan saat Kellam dan Waddell cit. McCormack (2000) membuat klasifikasi fraktur tungkai
berolahraga, terutama ski. Mekanisme kompresi disebabkan energi yang lebih besar bawah distal berdasarkan mekanisme terjadinya trauma, yaitu:
akibat beban kekuatan axial yang hasilnya adalah impaksi permukaan sendi distal Tipe A :
tibia dan komunitif metafise tulang. Trauma dapat menyebabkan fraktur biasanya berhubungan dengan fraktur yang berbentuk oblik atau transversal
nondisplaced sampai fraktur “tipe explosion” komunitif berat. pada fraktur fibula diatas level plafond, sehingga prognosisnya baik.
Seperti fraktur intraartikular yang lain, tujuan terapi adalah memperbaiki anatomi Tipe B atau fraktur kompresi :
permukaan sendi. Hal ini memang sulit dan kadang tak mungkin dilakukan. Reduksi kominutif pada kortek tibia anterior yang berat, terdapat fragmen multipel pada
tertutup pada fraktur displacement hamper tak pernah berhasil. Tulang tungkai persendian dan impaksi metafise. Umumnya tidak berhubungan dengan fraktur
bawah merupakan tulang panjang yang paling sering mengalami fraktur .Fraktur fibula, tapi mempunyai prognosis yang lebih buruk dibandingkan tipe A.
tibia distal sering terjadi terutama pada remaja dan orang dewasa. Selain jatuh dari
ketinggian, trauma kendaraan bermotor dengan kecepatan tinggi masih merupakan Klasifikasi berdasarkan pada derajat pergeseran dan kominutif permukaan sendi
penyebab terbanyak terjadinya fraktur tibia distal. dibuat oleh Ruedi - Allgower cit. Armis, (2003) sebagai berikut:
Penanganan fraktur tibia distal masih menjadi kontroversi. Hipocrates menyatakan • Tipe I : fraktur persendian tanpa pergeseran yang jelas atau minimal
bahwa fraktur tibia distal akan bermasalah apabila tidak segera ditangani dengan
• Tipe II : fraktur disertai pergeseran sendi dan kominutif minimal
baik, dan fraktur ditempat tersebut memerlukan perhatian yang lebih besar
• Tipe III : fraktur disertai pergeseran dan kominutif berat pada persendian
dibanding fraktur ditempat lain (Levin & William, 1997). Penanganan fraktur tibia
distal biasanya dilakukan dengan Imobilisasi Gips atau operasi. Imobilisasi
Kemudian Muller cit. Annis, (2003) mengusulkan klasifikasi yang lebih mendetail,
bertujuan untuk mencegah pergeseran susunan tulang. Hooper et al. (1991) menulis
sehingga disebut sebagai AO Muller Classification. Pembagiannya dibagi menjadi 3
penanganan dengan operasi pada fraktur tibia distal memberikan hasil yang baik
dibanding dengan penanganan gips, ini dikarenakan penyambungan tulang dapat • Tipe A : fraktur ekstra artikuler
lebih cepat, sedikit terjadi mal union, dan segera dapat kembali bekerja. Bone et al • Tipe B : fraktur partial artikuler yang hanya melibatkan permukaan sendi
(1997), juga menyebutkan hasil penanganan dengan operasi lebih baik dibanding • Tipe C : fraktur komplit pada persendian dengan permukaan artikuler
dengan pemakaian gips. Bonnier cit McCormack, 2000, menyebutkan keberhasilan kominutif
penyembuhan dengan imobilisasi gips pada kasus fraktur tibia distal lebih rendah
dan lebih lama dibandingkan dengan operasi . McCormack (2000), menyebutkan
bahwa sebagian besar kasus fraktur tibia distal disertai dengan pergeseran
persendian, maka pilihan penanganan rekonstruksi yang paling baik adalah dengan
operasi.
The Ruede and Algower Classification Systems Bila capillary refill lambat atau dicurigai terjadi kerusakan vascular, arteriografi
dapat dipertimbangkan, terutama pada kasus fraktur dislokasi sendi lutut.
Palpasi sepanjang tulang tibia dapat menunjukkan adanya pembengkakan yang
menggambarkan pergeseran fraktur minimal. Pemeriksaan sendi lutut dan
pergelangan kaki untuk menyingkirkan adanya cidera ligamentum, seperti pada
Type I: Undisplaced fraktur plateau tibia yang dapat menyebabkan kerusakan ligament collateral medial.
Fracture Adanya angulasi varus atau valgus lutu dapat dicurigai terjadi fraktur plateau tibia
atau fraktur femur distal.
Pemeriksaan sensorik perlu dilakukan. Pada fraktur fibula proximal dapat
menyebabkan kerusakan n. peroneal, disertai gangguan sensorik dan motorik.
Disfungsi n. tibialis anterior dan n. peroneus profunda mengindikasikan adanya
sindrom kompartemen, hilangnya sensibilitas terhadap sentuhan ringan pada plantar
pedis menunjukkan adanya kompresi n. tibialis posterior.
Sindrom kompartemen merupakan peningkatan tekanan jaringan dalam
Type II: Displaced Fracture kompartemen fascia tertutup, hal ini dapat terjadi pada fraktur tibia terbuka maupun
with Split Type tertutup. Bila tekanan intrakompartemen melebihi tekanan kapiler, maka akan
mengganggu perfusi jaringan sehingga terjadi anoksia dan nekrosis jaringan dalam
Fracture
kompartemen.2 Tanda dan gejalanya yaitu nyeri pada keadaan istirahat, parestesia,
pucat, paresis, paralysis, denyut nadi hilang, gangguan diskriminasi dua titik.
Pemeriksaan Radiologik
Pemeriksaan radiologik tibia dan fibula anteroposterior dan lateral. Sebaiknya
memvisualisasi sendi lutut dan pergelangan kaki (ankle joint) untuk mencegah
Type III: Crush or Impacted fraktur misdiagnosis fraktur intraartikularis.
Injury with Pada cidera high-energy foto ipsilateral femur dan pelvis diperlukan untuk
comminution and menyingkirkan adanya floating knee atau trauma pelvis. Empat puluh lima derajat
displacement obliq radiograf dapat membantu evaluasi plateau tibia. Tomografi dapat membantu
articular surface pada fraktur plateau tibia dan plafond untuk mengetahui luas kompresi sendi. CT-
scan terbukti berguna dalam merencanakan operasi reduksi dan fiksasi interna
fraktur komlpeks.
Komplikasi
Pemeriksaan Fisik Trauma pada pembuluh darah, saraf, sindrom kompartemen
Pemeriksaan pasien dengan fraktur tibia dan fibula memerlukan pengetahuan Pada tulang , seperti
tentang anatomi topografik, vaskularisasi dan neural ekstremitas inferior. Pada 1. Delayed union
cidera cruris, memposisikan cruris secara anatomic dapat memperlancar aliran 2. Nonunion
darah. 3. Malunion.
Semua punctum dan laserasi pada integumentum harus dipikirkan sebagai fraktur
terbuka sampai terbukti atau diruang operasi, dimana irigasi dan debridemen luka Nonunion atau delayed union umumnya etrjadi bila terdapat displacement berat,
terbuka diperlukan. Capilary refill, toe pulp turgor dan suhu harus diperiksa, serta kominutif, fraktur terbuka atau kerusakan jaringan lunak yang berat dan infeksi.
pulsasi a. tibialis posterior dan dorsalis pedis. Bila pulsasi tak teraba karena syok Nonunion dapat diterapi bone grafting, peningkatan stabilitas fraktur, atau dengan
atau vasokonstriksi, dapat menggunakan pemeriksaan dopler. Cidera vascular stimilasi elektrik yang masih kontroversi. Penambahan tulang seperti graft
biasanya terjadi diatas trifurcation a. poplitea, sehingga bila terjadi fraktur dilokasi corticocancellous; transver mikrovaskular fibula bebas; transposisi fibula; deep
ini maka perlu dicurigai terjadi cidera vascular. circumflex arteri iliaca osteocutaneus compositetransfer; substitusi tulang seperti
kalsium fosfat, allograft, atau hidroksiapatit; dan metode Ilizarov yaitu mentransport
segmen tulang dengan distraksi kalus.
Fraktur Tibia Fibula
Malunion merupakan penyambungan fraktur yang tidak normal sehingga Fraktur Kondilus tibia
menimbulkan deformitas. Sering terjdi pada kondilus lateral daripada medial. Fraktur tidak bergeser bila
Pada fraktur tibial shaft, deformitas varus atau valgus sampai dengan 5o masih dapat depresi < 4 mm, sedang yang bergeser apabila melebihi 4 mm
diterima. Rotasi internal 5o dan rotasi eksternal 20o juga dapat diterima. Terapi :
Infeksi biasanya merupakan komplikasi pada fraktur tibia terutama bila ada luka Konservatif Non displaced dan depresi < 4 mm
terbuka. Salah satu komplikasi terberat pada fraktur terbuka adalah nonunion dengan Operatif depresi > 4 mm , evakuasi depresi dengan bone graft
infeksi. Penanganan nonunion diatasi terlebih dahulu kemudian mengatasi
infeksinya. Komplikasi ; genu valgum, kekakuan sendi, osteoarthritis
Komplikasi lain dapat berupa penyakit vena stasis, arthritis traumatic, claw toes
akibat sindrom kompartemen posterior, dan amputasi. Kronik joint pain atau Fraktur & Fraktur dislokasi pergelangan kaki
stiffness dapat terjadi pada tibial plafond walaupun jarang. Sering disebut sebagai Fraktur POTT. Talus dilindungi oleh maleolus lateral dan
medial yang diikat oleh ligamen.
Penatalaksanaan Klasifikasi Danis dan Weber (1991) berdasar lokasi fraktur terhadap sindesmosis
Penanganan fraktur tibia distal umumnya dilakukan dengan dua cara yaitu tibiofibuler :
pemakaian gips dan operatif (Karunakar M.A, 2004). A. Fraktur Maleolus dibawah sindesmosis
1. Indikasi penanganan pemakaian gips B. Fraktur maleolus lateral, avulsi maleolus medial disertai robekan ligamen
Trauma berenergi rendah tibiofibular ke depan
Cidera jaringan lunak minimal (Tscherne & Gotzen 0, 1) C. Fraktur Fibula diatas sindesmosis, avulsi tbia disertai robekan maleolus
Tipe fraktur stabil medialis dikenal Fraktur Dupuytren.
3. Ligamen Krusiatum
Sering bersama-sama robekan ligamen kolateral medial.
Pemeriksaan :
Penderita .posisi telentang, lutut fleksi 900 , tungkai bawah dipegang dibagian
proksimal tibia ditarik ke depan dan belakang. Bila pergerakan bebas :
Ke depan robekan ligamentum krusiatum anterior
Ke belakang robekan ligamentum posterior
--------------------------------------------------------------------- Drawer test (+)
Penatalaksanaan
Penatalaksanaan CTEV bertujuan untuk mengembalikan fungsi anatomi dan
menghilangkan nyeri pada kaki akibat CTEV dan kelihatan normal kaki plantigrade,
dengan mobilitas baik tanpa calus dan tidak menggunakan modifikasi sepatu atau
secara singkat tujuan terapi CTEV sebagai berikut :
1. Correct deformity early
2. Correct deformity fully
3. Hold the correction until growth stops
Penatalaksanaan sebaiknya dimulai sejak minggu pertama setelah lahir karena Kriteria radiologis
jaringan soft tissuenya masih elastis . Penatalaksanaan CTEV secara umum dibagi s Kaki bagian belakang :
Non operatif (konservatif) - AP : Sudut talo – kalkaneal
Konsultasi antara dokter dengan orang tua tentang : - Timpang tindih Talo navikuler
- kelainan CTEV - Sudut talokalkaneal dari samping ( lateral )
- Rencana Pengobatan : - Posisi navikuler
• Plan → Konservatif/ Operasi
• Respon Macam – macam tindakan konservatif :
• Recurent Deformity 1. Splinting
• Lama Pengobatan 2. Taping
3. Casting
Tujuan akhir dari pengobatan yaitu :
• Plantigrade Ketiga hal tersebut dilakukan berdasarkan usia saat diagnosis dini
• Pliable ditegakkan,sehingga pada usia minggu pertama sampai enam ( 6 ) minggu
• Cosmetically acceptable foot setelah kelahiran dilakukan manipulasi splinting, taping, dan casting.
• One operation Minimal Risk Kemudian dievaluasi kakinya setiap minggu secara klinis dan radiologis .
Apabila kelainan CTEV –nya diketahui sejak awal rigid ( kaku ) maka tindakan
• Relatively short treatment time
operasi bisa dipertimbangkan sejak awal diagnosa ditegakkan.
Evaluasi penanganan secara konservatif di kontrol berdasarkan klinis dan
Contoh :
radiologis
1. PLASTER OF PARIS CASTING
Kriteria klinis - Cast menggunakan 3 inch sampai diatas lutut, Jari – jari kaki harus terlihat
Sempurna : - Posisi cast dorsoflexi dan mengarah keluar metatarsal I.
Apabila pada koreksi yang paripurna bentuk tanpa gejala dan dapat - Diganti tiap 1 minggu selama 6 – 8 minggu
melaksanakan segala aktifitas fisik.
Lingkup gerak : 25 0 _ Oo - 25o pergelangan kaki ( - 15 o subtalar )
Baik :
Hampir koreksi sempurna
Macam – macam tindakan operasi pada CTEV :
1. Soft Tissue Release
Dengan one stage posteromedial release ( PMR ) dengan internal fixation.
Teknik operasi :
3. Bony operation
a. Calcaneocuboid Arthrodesis
b. Enukleation Prosedur
c. Metatarsal Osteotomy
d. Osteotomy of the Calcaneus
e. Osteotomy of the Tibia
f. Telectomy
Ketiga hal tersebut bisa dilakukan one stage operation atau two stage operation. Usia
optimal untuk dioperasi yaitu 1- 2 tahun, dan maximal 6 tahun.
Komplikasi
1. Cara konservatif
- Decubitus akibat pemasangan cast.
- Bentuk tidak terkoreksi ( Recurrent Deformity )
2. Cara Operatif
- Infeksi
- Koreksi tidak sempurna ( Recurrent Deformity )
- Avaskuler Nekrosisi Navikuler ( KOhler )
- Kaku
- Nyeri pada waktu jalan, Over correction manjadi Planovagus.
OSTEO - ARTHRITIS Perasaan ini dikatakan sebagai nyeri alih. Sebagai contoh anda dapat merasakan
osteoartritis pada sendi pinggang tapi merasa nyeri beralih di dekat lutut.
------------------------------------------------- RD Collection 2002 -----------------------------------------------
- Sendi pinggul: Penderita akan merasa nyeri di sekitar paha atas atau dalam
tulang paha. Beberapa orang merasa nyeri alih ke lutut atau sepanjang tulang
paha. Nyeri ini dapat memebuat penderita menyeret langkahnya ketika berjalan.
Di negara negara barat, bukti radiografis mengenai penyakit ini menngenai usia di Pada lutut: Penderita dapat merasa nyeri dan lemah sendi pada area lutut dan
atas 65 tahun dan 80% diantaranya berusia di atas 75 tahun. Hampir 11% dari nyeri pada saat dia menggerakkan sendi. Penderita dapat merasakan sensasi
penderita berusia di atas 64 tahun mengalami gejala osteoartritis di lutut. berkertak/bergerak atau urat tertarik pada sendi ketika bergerak. Ini dapat
Osteoartritis juga dikenal sebagai penyakit sendi degeneratif, merupakan penyakit menyakitkan untuk berjalan neik atau turun tangga atau untuk berdiri dari kursi.
artritis yang mayoritas. Osteoartritis terjadi pada sendi tubuh ketika terjadi Pada jari: Kerusakan pada jaringan sendi jari dapat memacu pertumbuhan tulang-
kerusakan kartilago dan tulang mengalami perubahan yang abnormal. Osteoartritis tulang untuk mengisisendi yang hilang. Penulangan ini dapat terjadi pada ujung
dikarakterisasikan sebagai perubahan sendi degeneratif yang menyebabkannyeri, sendi jari, para ahli mengatakan sebagai nodus Heberden’s. Jika terjadi pada
sakit dan area pergerakan yang terbatas. Osteoartritis hampir sama pengaruhnya sendi pertengahan jari dikatakan juga sebagai nodus Bouchard.
terjadi pada pria dan wanita. Osteoartritis adalah penyakit yang dapat menyebabkan Pada kaki: penderita dapat merasakan nyeri dan kelemahan pada sendi lebar di
robeknya sendi kartilago, nyeri dan kaku sendi. Masih banyak nama lain seperti dasar jari kaki. Menggunakan sepatu yang sempit dan bertumit tinggi dapat
penyakit sendi degeneratif, artrosis, osteoartrosis atau artritis hipertrofik. memperburuk nyeri ini.
Osteoartritis dapat mempengeruhi bermacam-macam sendi, tetapi terutama terjadi Pada tulang belakang: Kerusakan jaringan sendi pada tulang belakang dapat
pada sendi pinggang, lutut, dan tulang punggung. Juga dapat terjadi pada sendi- menyebabkan kekakuan dan nyeri pada leher dn punggung dan dapat
sendi terjadi, sendi dasar ibu jari, dasar sendi jari kaki (sendi bunion). Osteoartritis menimbulkan tekanan bertambah pada saraf di kolumna spinalis. Anda dapat
jarang terjadi pergelangan tangan, siku, bahu, pergelangan kaki, atau rahang, kecuali merasa nyeri pada dasar kepala, leher, tungkai bawah, atau punggung bawah atau
apabila terjadi stress yang tidak biasa atau cedera. bawah tungkai atas.
Epidemiologi
Di Amerika Serikat trigger finger merupakan kondisi yang sering didapatkan. Tidak
didapatkan predisposisi rasial , paling sering ditemukan pada dekade ke lima dan
enam, wanita lebih sering dari pada pria, Tangan dominan lebih sering, sedangkan
ibu jari yang paling banyak terlibat diikuti oleh jari keempat dan jari ketiga. Jari
telunjuk yang paling sedikit terkena Sering didapat bersamaan dengan penyakit de
Quervain’s dan carpal tunnel sindrom
Anatomi
Sarung tendo fleksor berjalan dari caput metacarpal ke distal phalang dan melekat
pada tulang dibawahnya yang mencegah pembengkokan (bowstringing) dari tendo.
Sarung tendo dengan sinovia mengurangi gesekan; ligamen anular terbentuk dari
penguatan dari fasia profunda, menyediakan retinakulum atau pulley (katrol) untuk
mempertahankan tendon dekat dengan tulang. Karena ada ROM yang lebar antara
fleksi dan ekstensi pada pergelangan tangan, retinakula ada baik pada aspek volar
maupun dorsal.
Ibu Jari
Pada sendi metacarpophalangeal (MCP joint) I, tendo dari fleksor policis longus
(FPL) melewati saluran sempit yang dibentuk oleh lekukan pada permukaan palmar
colum metacarpal I dan serabut transversa dari anular ligamen fleksor . Pada tiap sisi Pemotongan pulley A1 tidak menyebabkan hilangnya fungsi fleksor, tetapi
pada kapsul MCP joint terdapat os sesamoid, dimana salah satu tendo fleksor policis pemotongan pulley A1 dan A2 menyebabkan keterbatasan fleksi aktif pascaoperasi.
brevis berinsersi. Disini adalah tempat tersempit dari sarung fleksor policis longus Pulley A2 dan A4 penting untuk mencegah pembengkokan (bowstringing) dari
dimana sering terjadi konstriksi tendo fleksor.
Histologi Etiologi
Pulley A1 menunjukkan hipertrofi yang nyata digambarkan sebagai penebalan Trauma pekerjaan berulang (repetitive occupational trauma) memainkan peranan
sikatriks seperti leher (collarlike) berwarna putih. Pemeriksaan mikroskopis pada terbentuknya trigger finger. Ketika ligamentum anular ditekan dengan kuat
memperlihatkan degenerasi, pembentukan kista, dan plasma c- infiltrasi. Penelitian untuk waktu lama dengan memegang gunting, obeng atau peralatan lain, tendon
mikroskopik menunjukkan terdapat lebih banyak proliferasi kondrositik kolagen tipe gliding dibawah ligamen mungkin teriritasi. Iritasi ini menghasilkan eksudasi dan
III daripada kondrosit dibandingkan normal pada lapisan paling dalam atau friction pada akhirnya menyebabkan penebalan dari sinovia yang menutupi tendo, penebalan
layer pulley A1. Jumlah cairan ekstraseluler meningkat secara signifikan tendo itu sendiri atau penebalan fleksor tendo sheath sehingga timbul gangguan pada
dibandingkan pada kontrol. Sampson et al menyimpulkan mekanisme patobiologi gerakan meluncur (gliding) bebas dari tendo. Penyebab paling sering stenosing
yang mendasari TF adalah metaplasia fibrocartilago pada A1 pulleys, daripada tenosinovitis adalah inflamasi kronik dari sinovial sheath.
disebabkan trauma atau penyakit. Beberapa penelitian gagal menunjukkan adanya Sebab sistemik dari trigger finger adalah rheumatoid arthritis (RA), diabetes
inflamasi sel akut atau kronis pada sinovium, sehingga akhiran "itis" adalah mellitis (DM), psoriasis arthritis, amyloidosis, hipotiroidisme. Atau dari infeksi
terminologi yang salah kecuali berhubungan dengan RA or inflammatory arthritis. sekunder misalnya tuberculosis. Tetapi yang paling banyak penyebabnya tidak
diketahui atau tidak jelas; diduga karena perubahan morfologi pulley. Stenosing
Patofisiologi tenosinovitis pada tendo fleksor policis longus mungkin sudah ada pada waktu lahir
Pada trigger finger inflamasi terjadi terutama pada sinovia yang menutupi tendo. atau muncul pada masa bayi.
Sarung tendo sendiri sering menebal sampai beberapa kali ukuran normal. Ketika
kondisi ini berlangsung untuk beberapa lama, tendo menjadi terjepit atau terbentuk Manifestasi Klinis
bulbous swelling pada tendon baik pada proksimal maupun distal dati stenosis. Efusi Dengan perubahan karena inflamasi pada tendo fleksor dan sarungnya, nyeri terjadi
serous mungkin terjadi. Tendo yang normal berwarna putih menjadi abu-abu. sepanjang tendo dan dapat timbul baik pada waktu istirahat atau pada waktu
Pada keadaan normal tendo fleksor jari meluncur kembali dan seterusnya dibawah bergerak. Titik dimana nyeri paling maksimal biasanya diatas anular band pada
ketegangan pulley. Penebalan sarung tendo fleksor menyebabkan hambatan pada dasar jari diatas collum metacarpal. Bila proses inflamasi berlangsung terus dan
mekanisme luncuran (gliding) normal. Nodul mungkin terbentuk pada tendo tendo menjadi makin terjepit dalam sarung tendo, nyeri menjadi makin bertambah
menyebabkan tendo melekat pada ujung proksimal A1 pulley sehingga dan gerakan aktif jari menurun.. Pembesaran bulbous pada tendo ekstensor biasanya
menimbulkan kesulitan ketika pasien berusaha mengekstensi jari. Dengan terdapat di distal anular band pada jari dengan ekstensi penuh. Dengan kekuatan
menambah kekuatan untuk mengekstensi jari baik dengan meningkatkan kekuatan aktif fleksor jari, pelebaran bulbous ini berpindah melewati sarung tendo dan
ekstensor atau dengan kekuatan eksterna misal mengunakan tangan yang lain, jari kemudian berada di proksimal anular band pada telapak tangan. Gerakan ini sering
membuka diikuti derik (snaps) dengan rasa sakit pada telapak tangan distal dan disertai dengan letupan (snap) yang sangat sakit dan kemudian jari terkunci pada
masuk ke proksimal jari yang terlibat. Pada keadaan yang lebih jarang, nodul posisi fleksi. Karena tendo fleksor lebih kuat dari ekstensor maka pasien sering
terperangkap disebelah distal dari A1 pulley sehingga menyebabkan kesulitan untuk tidak dapat mengekstensikan jari secara aktif dan harus dengan jari tangan yang lain
fleksi jari. mengekstensikan jari yang diikuti dengan letupan lain yang menyakitkan karena
pelebaran bulbous pada tendo kembali lewat tendo sheath yang stenosis.
Klasifikasi Ketika jari terkunci pada posisi fleksi, pasien sering tidak mau mengekstensikan lagi
Klasifikasi Green digunakan hanya untuk grading klinis dan dokumentasi. karena rasa sakit akan terjadi lagi.. Biasanya trigger finger terjadi pada waktu pagi
Grade I (Pretriggering) : Nyeri, riwayat catching yang tidak dapat diperlihatkan dan akan hilang setelah tanga dipakai untuk bekerja. Karena inaktif, udem akan
pada pemeriksaan klinis. Tenderness diatas pulley A1 terjadi pada tendo fleksor dan udem ini akan menyebar dengan aktifitas,
menghasilkan tendo meluncur dengan mudah melewati sarung tendo. Gejala
Grade II (aktif) : Catching dapat ditunjukkan, tapi pasien dapat secara aktif mungkin berkurang dengan perjalanan waktu terutama bila letupan disebabkab oleh
ekstensi jari swelling dari tendo atau sarung tendo dan penebalan tidak berlebihan dari anular
band. Tekanan dari jari tangan pemeriksa diatas anular band dapat menimbulkan TF
Grade III (pasif) : Locking, memerlukan ekstensi pasif (grade IIIA) atau dengan letupan yang menyakitkan.
ketidakmampuan untuk fleksi aktif (grade IIIB)
Diagnosis
Penderita mempunyai riwayat locking atau catcing selama aktifitas fleksi-ekstensi Splint harus dibuka 2 -3 kali sehari supaya pasien dapat mengerakkan sendi
aktif dan mungkin memerlukan manipulasi pasif untuk ekstensi jari, nyeri pada interphalang secara pasif sampai full ROM. Tidak boleh dilakukan gerakan
bagian distal telapak tangan, benjolan di telapak tangan dan sakit yang menjalar aktif jari karena mungkin dapat menyebabkan snapping dari tendo fleksor.
sepanjang jari. Penderita mungkin mengeluh stiffness pada jari, terutama setelah Meskipun hasil dari splinting cukup baik akan tetapi masih lebih rendah
periode inaktif seperti tidur dan menghilang setelah aktifitas. Pada penderita RA dibandingkan dengan injeksi steroid atau operasi.
atau DM keluhan mungkin melibatkan beberapa jari.
Pada pemeriksaan fisik ditemukan tenderness diatas pulley A1, palpable snapping 3. Steroid injeksi
sensasition atau krepitasi di atas pulley A1, Teraba nodul pada FDS di distal MCP Pada saat ini disepakati injeksi steroid adalah terapi lini pertama. Bila simptom
joint, serta triggering pada ekstensi aktif atau pasif oleh penderita. biasanya nodul sudah lebih dari 6 minggu atau sangat akut dianjurkan untuk dilakukan
pada tendo dengan mudah dapat terasa dan palpable dan clik terdengar bila injeksi kortikosteroid long akting seperti triamcinolon 20 mg langsung pada
triggering dibetulkan dengan ekstesnsi jari. sarung tendo fleksor. Hasil yang baik didapatkan pada pasien wanita dan pada
Tidak ada tes laboratorium untuk diagnosis TF. Diagnosis TF ditegakkan secara pasien dengan satu jari yang terlibat. durasi simptom pendek (kurang dari 4
klinis. Pemeriksaan laboratorium dilakukan untuk kecurigaan DM, RA, gout atau bulan) atau tidak ada kondisi lain yang berhubungan (misal RA,DM)
hypothyroidisme Pemeriksaan radiologis tidak diindikasikan. Fauno (1989) melaporkan hilangnya gejala pada 76% penderita setelah injeksi
kortikosteroid sebanyak tiga kali dengan interval tiga minggu Buch-Jaeger
Penatalaksanaan (1992) melaporkan hasil yang baik pada 73% kasus setelah satu suntikan 1 ml
Pada awalnya trigger finger diterapi dengan splinting pada posisi ekstensi, dimana hidrokortison, Kraemer (1990) merekomendasikan injeksi triamcinolon 20 mg
hal ini akan menyebabkan terjadinya stiffness dan pada akhirnya kehilangan fleksi sampai dengan tiga kali pada digital flexor sheath sebagai managemen awal dari
dari metacarpophalangeal dan inter phalangeal. Karena adanya komplikasi ini, non locking stenosing tenosynovitis pada dewasa.
peneliti menggunakan injeksi steroid intrasheath yang menghasilkan keberhasilan
dengan proporsi yang tinggi. Pembedahan untuk membebaskan pulley A1 menjadi Teknik injeksi
popular karena splinting dan injeksi steroid gagal atau adanya patologi lain seperti Bahan : 0,5 ml methylprednisolon atau 20 mg triamcinolon ditambah dengan 0,5
rheumatoid arthritis atau adanya resiko rupture tendo atau infeksi – 1 ml lidokain 1 %. Posisi pergelangan dan tangan : abduksi maksimal ibu jari
Lokasi injeksi: Pada lokasi nodul tendo atau pada aspek palmar diantara caput
A. Konservatif metacarpal dan palmar crease distal. Pada aspek palmar dengan jarum 25 G, 1
Terapi Konservatif (non operatif) akan menyembuhkan setidaknya 50 persen pasien atau 1,5 inchi jarum diinsersikan dengan sudut 30 derajat distal dari caput
dengan trigger finger atau trigger thumb. Rekoveri spontan mungkin terjadi pada metacarpal dan diarahkan ke proksimal, hampir sejajar dengan kulit kearah
beberapa pasien tanpa terapi apapun. nodul.
Terapi konservatif meliputi pemberian NSAIDs, immobilisasi dan injeksi steroid. Pasien diminta fleksi dan ekstensi jari yang sakit, insersikan jarum sampai
1. NSAIDs sarung tendo ditandai dengan adanya sensasi gatal. Steroid diinjeksikan ditempat
Oral NSAAIDs dapat mengurangi nyeri dan inflamasi. Berbagai macam ini. Bila jarum masuk ke dalam tendo, akan terlihat jarum bergerak sesuai
NSAIDs oral dapat dipergunakan, meskipun tidak satupun yang memiliki dengan pergerakan tangan. Jarum dengan pelan ditarik 1-2 mm keluar dari tendo
perbedaan sehingga menjadi obat pilihan. Pemilihan NSAIDs tergantung dari dan masuk kedalam sarung tendo, ditandai dengan rasa gatal, obat diinjeksikan.
kenyamanan (berapa kali obat harus diminum dalam sehari untuk mencapai Pasien harus diingatkan harus pada posisi supine selama beberapa menit setelah
efek analgesi dan antiinflamasi yang adekuat) dan kepatuhan pasien. injeksi. Gerakkan sendi secara pasif untuk memastikan obat yang telah
disuntikkan masuk pada lokasi yang tepat,. Untuk memonitor efek samping
2. Splinting pasien tidak boleh pulang selama 30 menit setelah injeksi.
Bila simptom terjadi kurang dari 6 minggu, imobilisasi dari jari atu ibu jari Secara umum pasien harus menghindari aktifitas berat yang melibatkan daerah
selama tujuh sampai sepuluh hari sering menghasilkan penyembuhan. Splint yang disuntik selama 48 jam. Pasien harus diingatkan bahwa mereka mungkin
MCP joint pada fleksi 15°. Spint harus cukup panjang untuk menjangkau PIP mengalami pemburukan simptom pada 24 – 48 jam yang berhubungan dengan
joint karena pembatasan gerakan pada sendi ini akan mencegah terjadinya steroid flare. Bila hal ini terjadi dapat diterapi dengan es atau NSAIDs. Evaluasi
trigger phenomena. Dengan menempatkan spint pada aspek dorsal dari jari, dilakukan 3 – 4 minggu pasca injeksi.
permukaan taktil ujung jari tetap terbuka sehingga jepitan antara jari dan ibu
jari tidak terpengaruh..
B. Operasi
Tindakan pembedahan dilakukan pada pasien yang gagal dengan injeksi steroid atau
adanya patologi lain yang diduga menyebabkan triggering yang tidak dapat
dilakukan terapi konservatif seperti RA.
1. Operasi terbuka
Penelitian hubungan antara anatomi permukaan dengan struktur dalam pada
tangan menunjukkan bahwa ujung proksimal dari anular pulley pertama hampir
pasti bertepatan dengan lipatan palmar distal pada jari keempat dan kelima.
Lipatan palmar proksimal pada ibu jari dan setengah antara dua lipatan pada jari
tengah Ujung proksimal dari annulus sheath fleksor policis longus tepat dibawah
lipatan fleksi MCP ibu jari.
Insisi transversal pendek ditempatkan pada lekukan yang tepat atau untuk release
jari tengah pertengahan antara dua lekukan. Tempat ini juga lokasi penyembuhan
insisi jauh dari tonjolan kaput metacarpal, mengurangi tekanan langsung pada
scar yang nyeri pada waktu menggenggam benda silinder atau sferis. Nervus
digitalis dan arteri yang berjalan sejajar pada tiap fleksor sheath harus Komplikasi Operasi
Heithoff (1988) 17 melaporkan komplikasi pemotongan pulley A2
diidentifikasi. Dua nervus digital pada ibu jari mudah terkena cedera. Bila
menyebabkan bowstringing dengan kehilangan fleksi penuh jari. Sangat jarang
menggunakan insisi longitudinal jangan sampai melewati lekukan fleksi karena
terjadi kerusakan saraf.
akan menimbulkan skar yang nyeri.
2. Bedah Endoskopi
Teknik Operasi
Lokal anestesi lidokain diinfiltrasikan pada kulit diatas A1 pulley, suntik lebih Langkah 1: Lokasi Insisi
Palpasi praoperasi harus dilakukan untuk
dalam pada sarung tendo dan pneumatik arm tourniquet dikembangkan untuk
mengetahui gambaran tendo fleksor dan
mendapatkan lapangan operasi yang bersih. Untuk tiap tendo yang akan
lokasi pulley A1. Dibuat 2 insisi transversal
dibebaskan, 1,5 – 2 cm insisi kulit secara transversal dibuat pada lekukan yang
dibuat pada tendo fleksor, panjang 2,5 mm
tepat seperti tersebut diatas. Sendi MCP di hiperekstensi untuk menggeser
pada tiap jari. Insisi proksimal ( 1 cm
struktur neurovascular ke dorsal sehingga mengurangi resiko cedera. Diseksi
proksimal dan 1 cm distal dari pulley A1)
secara tumpul jaringan subkutan dan fasia palmar untuk mengekspose fleksor
dengan hati-hati dibuat karena tendo fleksor
sheath. Nervus digitalis dan pembuluh darah diproteksi. Ujung proksimal yang
menutupi proksimal telapak tangan. Insisi
tebal dari fleksor tunnel yang kuat diidentifikasi.
distal berada pada palmar digital crease pada
Dua nervus digital pada ibu jari lebih mudah cedera, terutama bagian radial
pertengahan jari.
yang berada dekat dengan lapisan dermis pada lekukan fleksi dimana saraf
tersebur akan laserasi bila insisi initial terlalu dalam. Saraf ini berjalan diagonal
melewati sheath fleksor ibu jari sehingga dapat cedera karena diseksi dengan Langkah 2: Posisi dan pembebasan jaringan
gunting secara buta lebih proksimal. Dengan pandangan langsung scapel No 11 subkutan
Pembedahan dilakukan dengan menggunakan
diinsersikan dibawah annulus dan didorong ke distal untuk memotong pulley
tourniquet dengan lokal anestesi atau blok
A1 secara longitudinal. . Panjang insisi kurang lebih 1,5 cm (pada anak-anak
pergelangan tangan. Jari pada posisi
0,5 cm). Hati-hati supaya tidak memotong terlalu distal dan resiko memotong
hiperekstensi pada sendi MCP. Setelah insisi
A2 pulley yang dapat menyebabkan bowstringing. Pasien diminta untuk secara
dibuat, pemisahan jaringan subcutan
aktif menggerakkan jari untuk memastikan triggering dan locking telah
dilakukan secara tumpul.
dihilangkan. Kulit dijahit dengan 2-3 jahitan. Tangan dibiarkan bebas dan
gerakan dianjurkan segera setelah operasi.
Langkah 3: Penempatan kanula Teknik Operasi:
Window kanul diinsersi subkutan sepanjang tendo fleksor dari portal proksimal Langkah 1: Penempatan Jarum
sampai melewati portal distal. Obturator kemudian dilepas. Kain gulung diletakkan dibawah sendi MCP pada tangan untuk mendapatkan
hiperekstensi jari dan mengeser struktur neurovascular ke dorsal. Anestesi local
Langkah 4: Visualisasi Endoskopi diberikan subkutan pada tempat insisi dan sarung tendo fleksor.
Endoskop dimasukkan ke portal proksimal dan dilihat panjang stenosis pada pulley Jarum ditempatkan pada titik kurang lebih 1/3 jarak dari distal palmar crease dan 2/3
A1 dan proliferasi sinovia. Diperiksa anatomi melewati kanula windowProbe dapat jarak dari proksimal palmar crease. Pada titik ini terletak titik tengah pulley A1.
digunakan untuk palpasi jaringan dan ujung pulley A1. konfirmasi struktur anatomi
dan pinpoint ujung proksimal pulley A1. Langkah 2: Release Pulley
Jarum No 19 Gauge ditempatkan melewati pulley A1 setinggi caput metacarpal.
Pasien diminta memfleksikan jari untuk konfirmasi jarum telah berada di tendo
fleksor. Jarum ditarik sedikit dan pada posisi longitudinal dengan tendo
Langkah 5: Release(Gambar 9)
Retograde knife dimasukkan ke medan operasi lewat portal distal. Ujung Proksimal
Pulley A1 dikait dan seluruhnya dipotong dengan pandangan langsung. Setelah
menyelesaikan release pulley A1, sarung sinovia mungkin mungkin juga direlease
bila tendo fleksor ditutupi sinovium secara longitudinal.
Pada low turn over osteoblast mengalami kegagalan dalam pembentukan tulang Penatalaksaan
pada kondisi bone turn over normal. Aktivitas osteoclast normal atau sedikit Pencegahan osteoporosis merupakan hal utama (main goal) dimana tidak ada
menurun. metode pengobatan yang aman dan efektif untuk memulihkan jaringan tulang dan
arsitekturnya ke kondisi normal. Pendekatan ini menjamin tercapainya akumulasi
Klasifikasi tradisional membagi osteoporosis menjadi 2 kelompok yaitu maksimal pertumbuhan dan maturasi tulang, dan mengurangi/mengeliminasi bone
osteporosis primer dan sekuder. Riggs dan Melton (1983) membagi osteoporosis loss pasca tulang mature. Pencapaian puncak bone mass tergantung pada kecukupan
primer menjadi type I dan type II . intake kalori, kalsium, vitamin D, kondisi menstruasi normal, latihan (exercise),
Adapun osteoporosis sekunder dapat disebabkan oleh gaya hidup sehat ( kurangi rokok, alkohol).
Penyebab osteoporosis sekunder Pada umur muda intake kalsium merupakan kunci penentu bone mass. Lane
Nutritional Malignant disease menyarankan latihan beban, peregangan otot dan keseimbangan latihan. Hal yang
Scurvy Carcinomatosis mengancam integritas tulang seperti difisiensi estrogen pre-menopause, anoreksia,
Malnutrition Multyple myeloma bulimia, olahraga berlebihan, prolaktinoma, hiperthyroidism, dan penggunaan obat
Malabsorption Leukimia yang mengganggu metabolisme tulang seperti kortikosteroid dan obat anti-epilepsi
Endocrine Non-malignant disease harus ditangani.
Hyperparathyroidism Rheumatoid arthritis Pada perimenopause dan post menopause wanita memang mempunyai faktor resiko
Gonadal insufisensi Ankylosing spondylitis yang besar sehingga pemeriksaan bone mass sangat penting. Bila ada mengurangan
Cushing` syndrome Tuberculosis bone mass, pemberian kalsium dosis tinggi saja tidak akan menurunkan kecepatan
Thyrotoxicosis Chronic renal disease bone loss. Estrogen menjadi terapi pilihan dan didukung dengan olahraga yang
Drug induced Idiopathic seimbang.
Corticosteroid Juvenile osteoporosis Pada usia lanjut ( umur dekade VII) semua orang akan mengalami osteoporosis tipe
Alkohol Postclimactericosteoporosis II. Hal penting yang dilakukan ialah pemberian vitamin D, kalsium, olahraga,
Heparin mengurangi rokok dan alkohol.