Вы находитесь на странице: 1из 10

BAB I

PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Masalah

Umat Hindhu mengenal adanya Panca Srada yang salah satunya disbut Moksa.
Moksa merupakan suatu tujuan terakhir dari Agama Hindhu yaitu Atman bersatu
dengan brahman. Jalan untuk mencapai Moksa ini ada 4 yang disebut Catur Marga
Yoga. Kita sebagai umat yang baik seharusnya tau apa itu Catur Marga Yoga agar
nantinya tidak menyimpang dari apa yang kita artikan mulai dari pengertian,bagian-
bagian,tingkatan-tingkatan dan masih banyak lagi tentang Catur Marga Yoga
ini.Banyak sloka-sloka yang memuat tentang ajaran Catur Marga Yoga yang
memperkuat keyakinan kita terhadap ajaran Catur Marga Yoga.

1.2 Rumusan Masalah

1. Apa pengertian dari Catur Marga Yoga?


2. Apa saja bagian-bagian dari Catur Marga Yoga?
3. Apa tujuan dari pelaksanaan Catur Marga Yoga?

1.3 Tujuan

1. Mengetahui pengertian dari Catur Marga Yoga.


2. Mengetahui bagian-bagian dari Catur Marga Yoga.
3. Mengetahui tujuan dari pelaksanaan Catur Marga Yoga.

1
BAB II

PEMBAHASAN
2.1 Pengertian Catur Marga Yoga

Berdasarkan dasar ajaran agama Hindu Panca Sradha, kita mengenal ajaran Moksa yang
mempunyai makna kembalinya roh individu kepada Tuhan Yang Maha Pencipta. Dalam
usaha perjalanan manusia menuju kepada Tuhan, ada empat jalan yang harus ditempuh
yaitu Catur Marga. Catur artinya empat dan Marga artinya jalan. Jadi Catur Marga
artinya: empat jalan yang harus ditempuh dalam usaha manusia menuju kepada Tuhan
Sang Maha Pencipta. Empat jalan tersebut adalah Karma Marga, Bhakti Marga, Jnana
Marga, dan Raja Marga.
Dalam kitab Bhagavad Gita Bab IV Sloka (11) disebutkan :
“ yatha mam prapadyante
tams tathai ‘va bhajamy aham
mama vartma ‘nuvartante
manushyah partha sarvasah”
Jalan manapun ditempuh manusia kearah-Ku, semuanya Ku-terima, dari mana-mana
semua mereka menuju jalan, oh Parta.
Mengartikan sloka di atas haruslah kita lebih dalam menyimak hakekat apa yang
tersirat didalamnya? Apa pengertian kata jalan mana dari sloka di atas, apakah yang
dimaksudkan itu keyakinan/agama, cara menuju, atau laku yang harus dilaksanakan?
Menurut saya, yang dimaksudkan dengan kata jalan mana adalah lebih cendrung
kepada persoalan keyakinan/agama. Artinya, keyakinan apapun atau agama apapun
yang dianut seseorang dalam tujuan mencari Tuhan,diterima oleh Nya.
Bhagawad Gita Bab VII sloka (21), mempertegas makna dari sloka di atas yang
berbunyi :
“yo-yo yam-yam tanum bhaktah
sraddhaya ‘rchitum achchhati
tasya-tasya ‘chalam sraddham
tam eva vidadhamy aham”
Apapun bentuk kepercayaan yang ingin dipeluk oleh penganut agama, Aku perlakukan
kepercayaan mereka sama, supaya tetap teguh dan sejahtera.

2.2 Bagian-bagian dari Catur Marga Yoga.

Catur MargaYoga adalah empat jalan mencapai Tuhan Yang Maha Esa(Moksa):

1. BHAKTI MARGA YOGA

Bhakti artinya cinta kasih. Kata bhakti ini digunakan untuk menunjukkan kasih
kepada objek yang lebih tinggi atau lebih luas cakupannya. contoh: kepada orang tua,
para leluhur, para dewa, Tuhan Yang Maha Esa. Kata cinta kasih digunakan untuk
menunjukkan cinta kepada sesama manusia atau mahluk di bawah mansuia : kawan,
keluarga, pacar, tetangga, rekan kerja, binatang, tumbuh-tumbuhan, alam samesta ini.
Jalan Bhakti Marga: jalan untuk menuju Tuhan Yang Maha Kuasa dengan
menggunakan sarana RASA. Orang yang melakukan jalan bhakti disebut Bhakta.

2
Dari caranya mewujudkan, bhakti dibagi dua yaitu

1. PARA BHAKTI
2. APARA BHAKTI.

Para artinya utama; jadi para bhakti artinya cara berbhakti kepada Hyang Widhi
yang utama, sedangkan apara bhakti artinya tidak utama; jadi apara bhakti artinya cara
berbhakti kepada Hyang Widhi yang tidak utama. Apara bhakti dilaksanakan oleh
bhakta yang tingkat inteligensi dan kesadaran rohaninya kurang atau sedang-sedang
saja. Para bhakti dilaksanakan oleh bhakta yang tingkat inteligensi dan kesadaran
rohaninya tinggi.

Ciri-ciri bhakta yang melaksanakan apara bhakti antara lain banyak terlibat dalam
ritual (upacara Panca Yadnya) serta menggunakan berbagai simbol (niyasa).

Ciri-ciri bhakta yang melaksanakan para bhakti antara lain sedikit terlibat dalam
ritual tetapi banyak mempelajari Tattwa Agama dan kuat/berdisiplin dalam
melaksanakan ajaran-ajaran Agama sehingga dapat mewujudkan Trikaya Parisudha
dengan baik dimana Kayika (perbuatan), Wacika (ucapan) dan Manacika (pikiran)
selalu terkendali dan berada pada jalur dharma. Bhakta yang seperti ini banyak
melakukan :

1. Drwya Yadnya (ber-dana punia),


2. Jnana Yadnya (belajar-mengajar), dan
3. Tapa Yadnya (pengendalian diri).

Pilihan menggunakan para atau apara bhakti tergantung dari tingkat inteligensi dan
kesadaran rohani masing-masing.

2.KARMA MARGA YOGA

Karma Marga berarti jalan atau usaha untuk mencapai Jagadhita dan Moksa
dengan melakukan kebajikan, tiada terikat oleh nafsu hendak mendapat hasilnya berupa
kemasyhuran, kewibawaan, keuntungan, dan sebagainya, melainkan melakukan
kewajiban demi untuk mengabdi, berbuat amal kebajikan untuk kesejahteraan umat
manusia dan sesama makhluk.

Selain itu Karma Marga berhampiran inti ajarannya dengan Bhakti Marga, yaitu
mengarahkan segala usaha, pengabdian kebijaksanaan, amal dan pengorbanan itu bukan
dari dirinya sendiri melainkan dari Tuhan.

Banyak manusia belajar dengan tekun dengan tujuan memperoleh ijazah, gelar
yang tinggi, berharap nantinya mendapat pekerjaan yang bagus dengan kedudukan dan
gaji yang tinggi. Akan tetapi, tidak banyak manusia yang memahami hakekat kerja yang
bagaimana yang diajarkan oleh kitab suci weda yang dapat menuntun dirinya kapada
pencerahan pikiran dan jiwanya. Dalam Bhagavad Gita Bab III yang membahas tentang
KarmaYoga pada sloka (1) Arjuna bertanya kepada Kresna. Dasar pertanyaan Arjuna
adalah karena dia bingung dengan penjelasan Kresna. Disatu sisi
Kresna mengatakan bahwa ilmu pengetahuan lebih mulia dari tindakan, disisi lain
Kresna malah menganjurkan kepada Arjuna untuk melakukan tindakan kejam yaitu
berperang untuk membunuh saudara-saudaranya (Kurawa), gurunya, kakeknya sendiri.
3
Dalam sloka (2) akhirnya Arjuna minta ketegasan dari Kresna, agar diberitahukan
dengan pasti satu-satunya jalan yang dapat ditempuhnya untuk mencapai kebahagiaan
abadi. Permitaan Arjuna dijawab oleh Kresna di sloka (3), bahwa sejak dahulu ada dua
disiplin dalam hidup ini, jalan ilmu pengetahuan bagi cendekiawan dan jalan tindakan
kerja bagi karyawan. Selanjutnya Kresna bersabda; orang tidak akan mencapai
kebebasan karena diam tidak bekerja, juga ia tidak akan mencapai kesempurnaan karena
menghindari kegiatan kerja. Tetapi, bagi orang yang sudah dapat mengendalikan
pancaindrianya dengan pikiran serta bekerja dengan tanpa mementingkan diri sendiri,
dialah yang disebut orang yang utama.
Bab II sloka (47) Bhagavad Gita, mengatakan :
“karmany eva dhikaras te
ma phaleshu kadachana
ma karma phala hetur bhur
ma te sango ‘stv akarmani”
Kewajibanmu kini hanya bertindak, bekerja tiada mengharap hasil, jangan sekali
pahala jadi motifmu, jangan pula hanya berdiam diri jadi motifmu.
Selanjutnya dalam sloka (48) dikatakan :
“Yogasthah kuru karmani
Sangam tyaktva dhanamjaya
Siddhyasiddhyoh samo bhutva
Samatvam yoga uchyate”
Pusatkan pikiranmu pada kesucian, bekerjalah tanpa menghirukan pahala, Dananjaya,
tegaklah pada sukses maupun kegagalan, sebab, keseimbangan jiwa adalah yoga.
Dipertegas lagi oleh sloka (49) yang bunyinya :
“durena hy avaram karma
buddhi yogad dhanamjaya
buddhau saranam anvichchha
kripanah phala hetevah”
Rendahlah derajat kalau hanya kerja tanpa disiplin budi, oh Dananjaya. Serahkanlah
dirimu
pada Yang Maha Tahu, kasihan yang mengharap pahala dari kerja.
Ketiga sloka di atas mengajarkan kepada kita tentang hakikinya berkerja yang harus
dilaksanakan oleh seseorang yang ingin mencapai alam kebebasan/kelanggengan.
Kewajiban kita hanyalah sebatas bekerja dan bukan untuk menghitung-hitung
pahalanya. Janganlah karana ada pahala baru kita mau bekerja. Kasihan sekali orang
Yang bekerja karena ingin pahala. Maka dari itu, sadari dan kenalilah diri kita sendiri
supaya karma yang kita lakukan tidak melenceng dari tujuan agama hindu yaitu kembali
ke sangkan paraning dumadi, Tuhan Yang Maha Pencipta. Nilai dari jalan kerja
(Karma Marga) yang kita laksanakan sangat tergantung pada berapa besar
prosentase dari tingkat keikhlasan kita dalam bekerja, bukan pada besar kecilnya hasil
yang kita peroleh.

3. JNANA MARGA YOGA


Jnana Marga ialah suatu jalan dan usaha untuk mencapai jagadhita dan Moksa
dengan mempergunakan kebijaksanaan filsafat (Jnana). Di dalam usaha untuk mencapai
kesempurnaan dengan kebijaksanaan itu, para arif bijaksana (Jnanin) melaksanakan
dengan keinsyafan bahwa manusia adalah bagian dari alam semesta yang bersumber
pada suatu sumber alam, yang di dalam kitab suci Weda disebut Brahman atau
Purusa.Disebutkan dalam Bhagavad Gita Bab IV yang membahas tentang Jnana Yoga.
Sloka (33)

4
menyebutkan:
“srayan dravyamayad yajnaj
jnanayajnah paramtapa
sarvam karma ‘khilam partha
jnane perisamapyate”
Persembahan berupa ilmu pengetahuan, Parantapa, lebih bermutu daripada
persembahan materi;
dalam keseluruhannya semua kerja ini berpusat pada ilmu pengetahuan, oh Parta.
Selanjutnya dalam bab yang sama sloka (34), (36), (37), (38), (39) dan (40) dikatakan:
Sloka (34)
“tad viddhi pranipatena
pariprasnena sevaya
upadekshyanti te jnanam
jnaninas tattvadarsinah”
Belajarlah dengan sujud disiplin, dengan bertanya dan dengan kerja berbakti; guru
budiman yang melihat kebenaran akan mengajarkan padamu ilmu budi pekerti.
Sloka (36)
“api ched asi papebhyah
sarvebhyah papakrittamah
sarvam jnanaplavenai ‘va
vrijinam samtarishyasi”
walau seandainya engkau paling berdosa diantara manusia yang memikul dosa;
dengan perahu ilmu pengetahuan ini lautan dosa engkau akan sebrangi.
Sloka (37)
“yathai ‘dhamsi samiddho ‘gnir
bhasmasat kurute ‘rjuna
jnanagnih sarvakarmani
bhasmasat kurute tatha”
bagaikan api menyala, membakar kayuapi menjadi abu, oh Arjuna, api ilmu
pengetahuan demikian pula membakar segala karma jadi abu
Sloka (38)
“na hi jnanena sadrisam
pavitram aha vidyate
tat svayam yogasamsiddhah
kalena ‘tmani vindati”
Tidak ada sesuatu dalam dunia ini dapat menyamai kesucian ilmu pengetahuan;
mereka yang disempurnakan dalam yogi menemuinya sendiri dalam jiwanya pada
waktunya
Sloka (39)
“sraddhavaml labhate jnanam
tatparah samyatendriyah
jnanam labdhva param santim
achirena dhigachchhati”
Ia yang memiliki kepercayaan dan menguasai pancaindrianya akan mencapai ilmu
pengetahuan; setelah memiliki ilmu pengetahuan dengan segera ia menemui kedamaian
abadi.
Sloka (40)
“ajnas cha ‘sraddadhanas cha
samsayatma vinasyati
na ‘yam loko ‘sti na paro
na sukham samsayatmanah”

5
tetapi mereka yang dungu dan tidak percaya serta bersifat ragu, akan hancur sirna;
bagi yang ragu diri, baginya tiada bahagia, tidak di dunia ini, pun tidak di dunia sana.

4. Raja Marga Yoga


Raja Marga merupakan lelakon yang sifatnya mencari kebenaran lebih jauh
tentang keberadaan Tuhan Yang Maha Rahasia dan berusaha dengan ilmu pengetahuan
(Jnana) yang dimiliki untuk menguak tabir misteri dari Sang Maha Misteri. Dalam
Karma dan Bhakti Marga, kegiatannya masih lebih banyak memakai jasmani, maka
dalam Raja Marga yang bekerja lebih banyak hati dan pikiran. Melaksanakan upacara,
beryadnya, dharma yatra dan sebagainya, adalah merupakan ruang lingkup dari jalan
kerja (Karma) dan jalan Bhakti yang merupakan perwujudan dari sedikit Jnana yang
dikuasai. Ketika manusia memperdalam ilmu pengetahuannya tentang hakekat
ketuhanan, hakekat kehidupan, berpikir jauh tentang keberadaan alam kelanggengan
yaitu alam kehidupan setelah kematian yang serba tidak kasat mata (gaib), maka yang
banyak berperan adalah hati dan pikiran. Pikiran sangatlah berperan dalam menentukan
arah dari perjalanan kehidupan manusia dan pikiran sangatlah sulit untuk dikendalikan.
Kitab Saracamuscaya Sloka 80 mengatakan :
“Apan ikang manah ngaranya,
ya ika witning indriya,
maprawati ta ya ring cubhacubhakarma,
matangnyan ikang manah juga prihen kahrtanya sakareng”
Terjemahannya : Sebab yang disebut pikiran itu, adalah sumbernya nafsu, ialah yang
menggerakkan perbuatan yang baik ataupun yang buruk; oleh karena itu, pikiranlah
yang segera patut diusahakan pengekangannya/pengendaliannya.
Dalam kehidupan sehari-hari, pikiran akan selalu dipengaruhi oleh nafsu yaitu
nafsu untuk berbuat baik (satwam), nafsu marah (amarah), nafsu birahi (kama), nafsu
loba (lobha) dan nafsu iri hati (matsarya). Kelima nafsu ini, akan selalu menimbulkan
dualisme (rwa bineda) dalam kehidupan manusia.
Dalam Bhagawad Gita Bab VII Sloka (27) dikatakan :
“ichchhadvesha samutthena
dvandvamohena bharata
sarvabhutani sammoham
sarge yanti paramtapa”
Artinya : semua mahkluk sejak lahir, oh Barata telah disesatkan oleh dualisme
pertentangan yang lahir dari hawanafsu (birahi), ketamakan, amarah dan dengaki, wahai
Parantapa. Sloka ini mengandung makna yang sangat dalam apabila dilengkapi lagi
dengan nafsu berbuat baik. Karena di dalam diri setiap manusia apapun agamanya,
apapun warna kulitnya, apapun suku bangsanya, kelima sifat ini sudah ada sejak lahir.
Dalam perjalanan hidupnya kedepan, masing-masing orang akan tampak jelas sifat
mana yang lebih dominan dalam kesehariannya. Musuh manusia yang paling utama
adalah nafsu itu sendiri yang memang sudah disatukan oleh sang Maha Pencipta di
dalam diri manusia. Maka dari itu, mengalahkan diri sendiri tidak lain adalah menekan
hawanafsu sampai mati, setelah itu barulah dihidupkan, akan tetapi hawanafsu tersebut
sudah dalam kendali intelek manusia.
Dalam Bab III Sloka (38) kitab Bhagawad Gita dikatakan :
“dhumena ’vriyate vahnir
yatha ’darso malena cha
yatho ‘lbena ‘vrito garbhas
tatha tene ‘dam avritam”
Artinya: bagaikan api diselubungi asap, bagaikan cermin diliputi debu, bagaikan bayi
dibungkus dalam kandungan, demikian pula Dia diselimuti olehnya (nafsu).
6
Perumpamaan di atas menjelaskan kepada kita, bahwa bila ingin melihat api,
maka asap haruslah dihilangkan, bila ingin melihat cermin, maka debu haruslah disapu
bersih, bila ingin melihat bayi, maka kandungannya harus pecah (lahir) dan apabila
ingin melihat Dia (Atman) maka segala nafsu haruslah dilenyapkan. Hawa nafsu dapat
menyebabkan seseorang yang sudah memiliki ilmu pengetahuan, arif bijaksana menjadi
gelap dalam bertindak manakala mereka lengah terhadap pertehanan dirinya yaitu eling
lan waspodo (selalu ingat kepada Tuhan dan waspada terhadap godaan setan). Memang,
untuk mengalahkan hawanafsu bukanlah persoalan mudah bagi manusia yang hidup di
dalam dunia yang penuh dengan kenikmatan akan tetapi semuanya semu.
Selanjutnya Bab III sloka (41) mengatakan :
“tasmat tvam indriyany adau
niyamya bharatarshabha
papmanam prajahi hy enam
jnana vijnana nasanam”
Artinya : dari itu, oh Barata yang terbaik, kendalikanlah pancaidriamu pertama dan
basmilah nafsu yang penuh dosa, perusak segala ilmu pengetahuan dan kebajikan.
Kebenaran yang hakiki yaitu Tuhan Yang Mahabenar. Hal ini dijelaskan dalam Bab VI
Kitab Bhagawad Gita yang mengajarkan tentang Dhyana Yoga.
Dalam sloka (11), (12), (13), dan (14) disebutkan :
“suchau dese pratishthapya
sthiram asanam atmanah
na ’tyuchchhritam na ’tinicham
chaila jina kusottaram
tatrai ’kagram manah kritva
yata chittendriya kriyah
upavisya ‘sane yunjyad
yogam atma visuddhaye
samam kayasirogrivam
dharayann achalam sthirah
samprekshya nasikagram svam
disas cha ‘navalokayan
prasantatma vigatabhir
brahmacharivrate sthitah
manah samyamya machchitto
yukta asita matparah”
Artinya : dengan teguh duduk di tempat yang bersih, tidak tinggi dan juga tidak rendah,
ditumbuhi
oleh rumput suci kosa, di atasnya kulit rusa dan kain silih bertindih.
Disana, dengan menyatupasukan hatinya, mengendalikan pikiran dan gerak
pancaindria, ia bersila
di atas tempat duduknya, melaksanakan yoga, menyucikan jiwa.
Dengan badan, kepala dan leher tegak, duduk diam tiada bergerak-gerak, tetap
memandang ke
ujung hidungnya, dan tanpa menoleh-noleh sekitarnya.
Dengan tenteram damai tiada gentar, teguh sebagai cantrik, menaklukkan hatinya
dengan
harmonis memikirkan Aku belaka, biarlah ia duduk, Aku jadi tujuannya.
Demikianlah Bhagawad Gita mengajarkan kita tentang konsep dasar dalam melakukan
perenungan atau lebih dikenal dengan semadhi.
Oleh karena Raja Marga atau jalan mistik lebih banyak mempergunakan sarana
pikiran dan hati alam tujuan berkomunikasi dengan alam gaib yang sifatnya halus, maka

7
mereka yang menempuh jalan ini haruslah senantiasa berusaha membersihkan pikiran
dan hati dengan sesering mungkin melakukan japa, melepaskan keterikatan nafsu
terhadap duniawi yang semu dan cendrung menjebak serta membebani pikiran manusia
untuk kembali ke sangkan paraning dumadi. Dunia gaib adalah dunia halus, semakin
keatas semakin halus. Dengan tekad yang kuat, teguh iman dalam menghadapi godaan
dan cobaan dengan mengunci pikiran agar setiap saat menuju kepada Tuhan, sehingga
ketika kita berbicara dan bekerja, semata-mata hanya karena Dia.

2.3 Tujuan Dari Pelaksanaan Catur Marga Yoga.


Tujuan dari pelaksanaan Catur marga Yoga adalah tiada lain untuk mencapai
moksa. Moksa dapat dibedakan menjadi 4, yaitu:
a. Samipya adalah suatu kebebasan yang dapat dicapai oleh seseorang semasa
hidupnya di dunia ini. Hal ini dapat dilakukan oleh para Yogi dan para
Maharsi. Beliau dalam melakukan Yoga Samadhi telah dapat mendengar
wahyu Tuhan. Dalam keadaan yang demikian, atman berada sangat dekat
dengan Tuhan. Setelah beliau selesai melakukan Samadhi, maka keadaan
beliau kembali sebagai biasa. Emosi, pikiran, dan organ jasmaninya katif
kembali.
b. Saupya (Sadharmya) adalah suatu kebebasan yang didapat oleh seseorang
di dunia ini, karena kelahirannya. Kedudukan Atman merupakan pancaran
dari kemahakuasaan Tuhan, seperti halnya Sri Rama, Buddha Gautama,
dan Sri Kresna. Walaupun Atman telah mengambil suatu peerwujudan
tertentu, namu ia tidak terikat oleh segala sesuatu yang ada di dunia ini.
c. Salokya adalah suatu kebebasan yang dapat dicapai oleh Atman, dimana
Atman itu sendiri telah berada dalam posisi dan kesadaran yang sama
dengan Tuhan. Dalam keadaan seperti itu dapat dikatakan Atman telah
mencapai tingkatan Dewa yang merupakan manifestasi dari Tuhan itu
sendiri.
d. Sayujya adalah tingkatan kebebasan yang tertinggi dimana Atman telah
bersatu dengan Tuhan Yang Maha Esa (Brahman). Dalam keadaan seperti
inilah sebutan Brahman Atman Aikyam yang artinya, Atman dan Brahman
sesungguhnya tunggal.
Istilah lain yang dipergunakan untuk mengklarifikasikan tingkatan-tingkatan
moksa yaitu:
1. Jiwa Mukti adalah suatu kebebasan yang didapat seseorang dalam
hidupnya di dunia ini, dimana Atman tidak terpengaruh oleh indriya dan
dan unsur-unsur dari maya. Dengan demikian maka jiwa mukti sama
sifatnya dengan Samipya dan Sarupya.
2. Wideha Mukti adalah suatu kebebasan yang dapat dicapai semasa
hidupnya. Dimana Atman telah meninggalkan badan kasar, tetapi wasana
dari unsur maya tidak kuat lagi mengikat Atman itu. Dalam keadaan
seperti itu, kesadaran yang dicapai oleh Atman sudah setara dengan
Tuhan, tetapi belum dapat bersatu karena masih adanya imbas dari unsur
maya. Dengan demikian maka Wideha Mukti dapat disamakan dengan
Salokya.
3. Purna mukti adalah kebebasan yang paling sempurna dan yang tertinggi,
dimana Atman telah dapat bersatu dengan Tuhan. Dengan demikian
Purna Mukti dapat disamakan dengan Sayujya.

8
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Moksa adalah salah satu sradha Agama Hindu, yang merupakan tujuan hidup
tertinggi Agama Hindu. Kebahagiaan yang sejati akan tercapai oleh seseorang, apabila
ia telah bisa menyatukan jiwanya dengan Tuhan Yang Maha Esa.
Jalan untuk mencapi moksa ada empat yaitu yang disebut dengan Catur Marga
Yoga. Bagian-bagian dari catur marga yoga adalah : Bhakti Marga Yoga, Karma Marga
Yoga, Jnana Marga Yoga, dan Raja Marga Yoga.

3.2 Saran
Moksa adalah salah satu bagian dari Panca Sradha, yang berarti harus wajib di
percayai dan berusaha dicapai oleh kita sebagai umat hindu. Sebaiknya kita harus
menjalankan ajaran Catur Marga dengan sebaik-baiknya untuk mencapai Moksa
tersebut.

9
DAFTAR PUSTAKA

MGMP Agama Hindu Tingkat SMA/SMK Provinsi Bali.2009.Lembar kegiatan Siswa


Pendidikan Agama Hindu Kelas XII Semester Ganjil.Denpasar : MGMP
Agama Hindu Tingkat SMA/SMK Provinsi Bali.
Dwija, Bhagawan.2008.Catur Marga Yoga.Denpasar:Paramita Bali.
http://www.geocities.com
http://stitidharma.org

10

Вам также может понравиться