Вы находитесь на странице: 1из 24

BAB.

III
PENGETAHUAN DASAR K3

3.1 Pengertian
Pertama-tama perlu dibedakan adanya dua kategori pekerja konstruksi yang terlibat dalam
pekerjaan di proyek, yang masing-masing juga menghadapi ancaman kecelakaan atau
penyakit akibat kerja yang berbeda. Kategori pertama ialah pekerja yang umumnya sudah
mempunyai ikatan kerja yang permanen dengan Kontraktor, sedangkan kategori kedua
adalah pekerja yang dikenal sebagai pekerja borongan atau harian lepas, biasanya dibawah
koordinasi para Mandor. Karena tidak adanya ikatan kerja formal, baik dengan Mandor
maupun dengan Kontraktor, maka kategori kedua ini disebut juga sebagai Sektor Informal
Jasa Konstruksi. Menurut perkiraan lebih dari 90% dari keseluruhan pekerja konstruksi
adalah mereka yang digolongkan pada kategori terakhir ini.
Sifat dan jenis pekerjaan yang ditangani masing-masing kategori ini juga berbeda,
karena itu jenis kemungkinan ancaman kecelakaan maupun penyakit akibat kerjanya juga
berbeda. Para pekerja borongan dan harian lepas ini jenis pekerjaannya lebih banyak
menggunakan tenaga fisik. Sebagai tenaga produksi mereka berada pada lini paling depan,
langsung berhubungan dengan peralatan maupun bahan konstruksi, yaitu dua sumber
ancaman bahaya yang paling potensial. Karenanya para pekerja ini lebih rentan terhadap
ancaman kecelakaan dan penyakit akibat kerja di bidang konstruksi. Itu sebabnya sistim
pengaturan yang ada juga lebih banyak mengatur dan berusaha melindungi pekerja kategori
kedua ini.
Sebagai landasan hukum berbagai ketentuan yang ada sesungguhnya sudah cukup
rinci. Banyak pendapat mengatakan, pelaksanaannya masih jauh dari yang diharapkan.
Berikut Guidelines for the implementation of OHSAS 18001:1999 (OHSAS 18002:2000)
adalah sistem manajemen K3 yang dirumuskan oleh 13 organisasi internasional dengan
menggunakan 10 standar K3 di beberapa negara. Sistem ini terdiri dari 4 klausul besar yang
terurai kedalam 9 sub klausul.
Standar ini dikembangkan sebagai reaksi atas kebutuhan masyarakat/institusi yang
sangat mendesak, sehingga institusi tersebut bisa melaksanakan manajemen K3 dengan
standar tertentu, terhadap institusi tersebut bisa dilakukan audit serta mendapatkan
sertifikatnya. Demikian juga terhadap auditornya juga akan mempunyai standar
panduan dalam melaksanakan kegiatan auditnya.

22
Sistem OHSAS 18001:1999 dikembangkan kompatibel dengan standar sistem ISO
9001:1994 (Quality) dan standar sistem ISO 14001:1996 (Environmental), dengan
tujuan sebagai fasilitas integrasi antara quality, environmental dan occupational health
and safety management system.

3.2 Elemen dan Sistem Manajemen K3


Bila dilihat secara lebih mendalam, ketiga sistem manajemen K3 mempunyai esensi
yang dimulai dengan perencanaan, dilanjutkan dengan pelaksanaan, pengontrolan dan
perbaikan yang berkelanjutan.
SMK3 (Kedua sistem yang ada) mengandung persyaratan-persyaratan dalam sistem
Keselamatan dan Kesehatan Kerja, sehingga suatu organisasi bisa menggunakannya
untuk mengontrol resiko dan melakukan perbaikan berkesinambungan terhadap prestasi
kerjanya.
Spesifikasi dalam SMK3 bisa diterapkan oleh berbagai jenis organisasi dengan
tujuan :
1. membangun sistem K3 dalam rangka meminimalisir secara maksimal, bila
memungkinkan menghilangkan suatu resiko terhadap karyawan, harta benda
maupun pihak lain terkait dalam rangka pengembangan K3,
2. menerapkan, memelihara dan mewujudkan perbaikan berkesinambungan dalam
sistem K3,
3. adanya kontrol dalam hal pelaksanaan K3 terhadap kebijakan organisasi yang
telah ditetapkan,
4. mendemonstrasikan kesesuaian antara sistem K3 yang dibangun dengan sistem
lain dalam organisasi,
5. menjalani proses sertifikasi dan registrasi dalam bidang sistem K3 oleh
organisasi eksternal (auditor),
Pengembangan dalam pelaksanaan sistem K3 akan tergantung faktor-faktor tertentu,
misalnya kebijakan K3 dalam organisasi, sifat aktifitasnya, tingkat resiko yang dihadapi
dan tingkat kompleksitas operasional organisasi.

3.3 Alat Pelindung Diri (APD)


Sejak dahulu kala para pengurus/pengusaha dan pekerja sudah berusaha untuk
melindung diri mereka dari pada terjadinya kecelakaan yang akan menimpa mereka , baik itu
merupakan pakaian dan topi yang melindungi mereka dari serangan cuaca ataupun sepatu

23
yang kokoh agar mereka bisa bekerja dengan nyaman tanpa terganggu. Seiring dengan
kemajuan teknologi Alat Pelindung Diri (APD) semakin beragam bentuknya dan ini sangat
membantu berkurangnya pekerja yang cidera atau meninggal disebabkan kecelakaan
kerja.
Dinegara berkembang seperti Indonesia ini kesadaran akan penggunaan Alat Pelindung
Diri (APD) ini sangat kurang sehingga menurut data yang ada pada Jamsostek lebih dari
8000 kecelakaan terjadi di Indonesia atau hampir 30 kali setiap hari ada kecelakaan kerja
terjadi, itu baru yang dilaporkan ke Jamsostek untuk memperoleh santunan, belum lagi yang
didiamkan atau kecelakaan yang tidak berakibat fatal yang kadang memang sengaja ditutup-
tutupi oleh kontraktor untuk menghindari masalah dengan pihak yang berwajib (Polisi
dan Depnaker). Kerugian yang ditimbulkan oleh kecelakaan kerja ini cukup besar disamping
biaya pengobatan terganggunya jadwal pekerjaan, waktu kerja yang hilang dan berkurangnya
aset nasional berupa tenaga kerja yang trampil.
Banyak para kontraktor yang secara sengaja mengelak dalam kewajibannya untuk
menyediakan Alat pelindung Diri (APD) yang memadai dengan alasan tidak dianggarkan
dalam proyek dan dalam usahanya untuk mengejar target keuntungan yang sebesar-besarnya.
Padahal dengan menyediakan APD ini kontraktor justru dijaga dari pengeluaran tak terduga
yang timbul dari kecelakaan kerja sehingga target keuntungan yang akan diraih takkan
berkurang.
Pemerintah dalam hal ini dengan Undang-Undang Keselamatan dan Kesehatan Kerja no.
1 tahun 1970 telah mewajibkan kepada pihak pengelola pekerjaan untuk menyediakan Alat
Pelindung Diri (APD) dan mewajibkan kepada para pekerja untuk memakainya dan
peraturan ini diperkuat lagi dengan Peraturan-peraturan dari menteri yang terkait seperti
Peraturan Menaker dan Mekrimpraswil/Pekerjaan Umum yang membuat Pedoman
Keselamatan Kerja bagi pekerjaan Konstruksi.
Penggunaan Alat pelindung Diri yang standar sangat diperlukan, karena banyak
kasus dimana pekerja yang sudah memakai Alat Pelindung Diri (APD) masih bisa terkena
celaka karena penggunaan Pelindung yang tidak standar.

3.4 Kewajiban untuk Menyediakan dan Memakai Alat Pelindung Diri (APD)
Disamping bahwa kesadaran menyediakan dan memakai Alat pelindung Diri (APD) itu
bagi Pengurus/Pengusaha dan Pekerja merupakan keuntungan kepada mereka, pemerintah
dalam hal ini telah mewajibkannya dalam undang-undang. Kewajiban untuk menyediakan
bagi Pelaksana (Pengurus ) pekerjaan menyediakan dan memakai Alat Pelindung Diri (APD)

24
bagi para pekerja ada pada Undang-Undang Keselamatan Kerja No, 1 tahun 1970 seperti
kutipan dibawah ini :
 BAB V
PEMBINAAN
Pasal 9
(1) Pengurus diwajibkan menunjukkan dan menjelaskan pada setiap tenaga kerja
baru tentang :
a. Kondisi-kondisi dan bahaya-bahaya serta yang dapat timbul
ditempat kerjanya.
b. Semua pengaman dan alat-aiat perlindungan yang diharuskan
dalam tempat kerjanya.
c. Alat Pelindung Diri (APD) bagi tenaga kerja yang bersangkutan.
 BAB VIII
KEWAJIBAN DAN HAK TENAGA KERJA
Pasal 12
Dengan peraturan dan perundangan diatur hak dan kewajiban tenaga kerja untuk :
1. Memakai Alat Perlindungan Diri (APD) yang diwajibkan.
1. Memenuhi dan mentaati semua syarat-syarat keselamatan dan kesehatan kerja
yang diwajibkan.
2. Menyatakan keberatan kerja pada pekerjaan dimana syarat-syarat keselamatan
kerja yang diwajibkan diragukan olehnya dst
 BAB X
KEWAJIBAN PENGURUS
Pasal 14
d.. Menyediakan secara cuma-cuma Alat Perlindungan Diri (APD) yang
diwajibkan kepada tenaga kerja yang berada dibawah
pimpinannya……dst.

3.5 Kebiasaan Untuk Menggunakan Pelindung


Peralatan pelindung diri untuk pekerja pada dasarnya mempunyai masalah tersendiri.
Rendahnya motivasi dari pihak pekerja untuk menggunakan peralatan itu hendaknya
diimbangi dengan kesungguhan Kontraktor menerapkan aturan penggunaan peralatan
itu. Terdapat beberapa segi yang perlu perhatian dan pemecahan sekaligus :
a. Untuk pertama kali menggunakan alat pelindung diri seperti helm, sepatu
kerja dan ikat pinggang pengaman memang kurang menyenangkan
pekerja. Memanjat dengan memakai sepatu bahkan akan terasa kurang

25
aman bagi yang tidak terbiasa, mula-mula terasa memperlambat
pekerjaan. Memakai sarung tangan juga mula-mula akan terasa risih.
Memang diperlukan waktu agar menggunakan alat pelidung diri (APD) itu
menjadi kebiasaan. Tetapi yang penting pada akhirnya harus terbiasa.
b. Diperlukan tenaga pengawas K3 Konstruksi untuk mengingatkan dan
mengenakan sanksi bagi pelanggar yang tidak menggunakan alat
pelindung tersebut.
c. Untuk pembiayaan peralatan memang diperlukan dana, dan hal ini tentu
sudah dianggarkan oleh Kontraktor. Karena itu hendaknya diadakan
inventarisasi dan prosedur penyimpanan, perbaikan, perawatan,
membersihkan dan menggantikan alat pelindung diri (APD) oleh Kontraktor.

3.6 Jenis Alat Pelindung Diri (APD)


Hampir semua Alat Pelindung Diri (APD) yang dipakai pada bidang industri dan jasa
lain digunakan juga dalam dunia Konstruksi, karena dunia konstruksi bukan hanya untuk
membangun fasilitas baru tetapi digunakan pula dalam pemeliharaan dan perbaikan suatu
fasilitas yang masih berjalan. Alat-alat yang lazim dipakai di jasa konstruksi antara lain :
a. Pelindung Kepala
Untuk pelindung kepala selalu digunakan Helm Pengaman, yang berguna untuk
menghindari risiko kejatuhan benda-benda tajam dan berbahaya. Peralatan atau bahan
kecil tetapi berat bila jatuh dari ketinggian dan menimpa kepala bisa berakibat
mematikan. Kecelakaan yang menimpa kepala sering terjadi sewaktu bergerak dan
berdiri dalam posisi berdiri atau ketika naik ketempat yang lebih tinggi. Terutama bila
ditempat yang lebih tinggi pekerjaan sedang berlangsung. Aturan yang lebih keras pada
daerah seperti ini harus diberlakukan tanpa kecuali terhadap siapapun yang memasuki
area tersebut. Upaya ini ditambah leflet-leflet peringatan tertulis yang jelas dan mudah
terbaca.
Jenis Helm yang digunakan juga harus standar. Ada standar nasional dan ada juga
standar intemasional. Juga cara pemakaiannya harus betul, tali pengikat ke dagu harus
terpasang sebagaimana mestinya sehingga tidak mudah terlepas.

26
b. Pelindung Kaki/sepatu keselamatan (Safety Shoes)
Sepatu Keselamatan (Safety Shoes) untuk menghindari kecelakaan yang
diakibatkan tersandung bahan keras seperti logam atau kayu, terinjak atau terhimpit
beban berat atau mencegah luka bakar pada waktu mengelas. Sepatu boot karet bila
bekerja pada pekerjaan tanah dan pengecoran beton.
Pada umumnya di pekerjaan konstruksi, kecelakaan kerja terjadi karena tertusuk
paku yang tidak dibengkokkan, terpasang vertikal di papan sebagai bahan bangunan
yang berserakan ditempat kerja. Ada beberapa jenis sepatu kerja :
♦ Memakai pelindung kaki agar aman dari kejatuhan benda.
♦ Sepatu bot yang dipakai di tanah basah atau memasuki air.
♦ Sepatu untuk memanjat.
♦ Sepatu untuk pekerjaan berat.
♦ Sepatu korosi, untuk bekerja menggunakan bahan kimia dan bahan sejenis.

c. Pelindung Tangan
Sarung Tangan untuk pekerjaan yang dapat menimbulkan cidera lecet atau terluka pada
tangan seperti pekerjaan pembesian fabrikasi dan penyetelan. Pekerjaan las, membawa
barang-barang berbahaya dan korosif seperti asam dan alkali.
Banyak kecelakaan luka terjadi di tangan dan pergelangan dibanding bagian tubuh
lainnya. Kecelakaan ditangan seperti bengkak, terkelupas, terpotong, memar atau
terbakar bisa berakibat vatal dan tidak dapat lagi bekerja. Diperlukan pedoman
penguasaan peralatan teknis dan pelindung tangan yang cocok seperti Sarung Tangan.
Pekerjaan-pekerjaan yang memerlukan pelidung tangan misalnya adalah :
• Pekerjaan yang berhubungan dengan permukaan yang kasar, tajam atau permukaan
menonjol.
• Pekerjaan yang berhubungan dengan benda panas, karatan atau zat-zat seperti aspal
dan resin beracun.
• Pekerjaan yang berhubugan dengan listrik dan cuaca.
Ada berbagai sarung tangan yang dikenal antara lain :
a. Sarung Tangan Kulit, digunakan untuk pekerjaan pengelasan , pekerjaan pemindahan
pipa dan lain-lain.
b. Sarung Tangan Katun, digunakan pada pekerjaan besi beton, pekerjaan
bobokan dan batu, pelindung pada waktu harus menaiki tangga untuk
pekerjaan ketinggian.

27
c. Sarung Tangan Karet, untuk pekerjaan listrik yang dijaga agar tidak ada yang robek
agar tidak terjadi bahaya kena arus listrik.

d. Pelindung Pernafasan
Beberapa alat pelindung pernafasan (masker) diberikan sebagai berikut, dengan
penggunaan tergantung kondisi ataupun situasi dilapangan disesuaikan dengan
tingkat kebutuhan :
1. Masker Pelindung Pengelasan yang dilengkapi kaca pengaman (Shade of Lens)
yang disesuaikan dengan diameter batang las (welding rod)
a. Untuk welding rod 1/16” sampai 2/32” gunakan shade no. 10
b. Untuk welding rod 3/16” sampai ¼” gunakan shade no. 13
2. Masker Gas dan Masker Debu adalah alat perlindungan untuk melindungi pernafasan
dari gas beracun dan debu. Dalam pekerjaan di proyek banyak terdapat pekerjaan
yang berhubungan dengan bahaya debu, minyak atau gas yang berasal dari :
 Peralatan pemecah dan batu.
 Kecipratan pasir.
 Bangunan terbuka yang mengandung debu asbes.
 Pekerjaan las, memotong bahan yang dibungkus atau dilapisi zinkum, nikel
atau cadmium.
 Cat semprot.
 Semburan mendadak.
Bila terdapat kecurigaan bahwa di udara terdapat gas beracun, pelindung
pernafasan harus segera dipakai. Jenis Pelindung Pernafasan yang harus dipakai
tergantung kepada bahaya dan kondisi kena masing-masing. Juga diperiukan latihan
cara menggunakan dan merawatnya. Perlu minta petunjuk pihak berwenang untuk
peralatan Pelindung Pernafasan ini.
Bekerja di ruang tertutup seperti gudang atau ruangan bawah tanah ada
kemungkinan terdapat bahaya asap, gas berbahaya atau bahan-bahan yang rapuh
wajib pula menggunakan perlindungan pernafasan.
Juga terdapat alat Pelindung Pernafasan jenis setengah muka yang terdiri atas :
 Yang memakai alat filter atau penyaring katrid. Filter ini perlu diganti secara
berkala.
 Pelindung Pernafasan dari gas dan asap.

28
Contoh jenis-jenis pekerjaan yang memerlukan Tali Pengaman :
 Pekerjaan perawatan pada bangunan struktur seperti jembatan.
Terdapat banyak jenis Ikat Pinggang Pengaman dan Tali Pengaman, diperlukan
petunjuk dari pihak yang kompeten tentang Tali Pengaman yang paling cocok untuk
suatu jenis pekerjaan. Termasuk cara penggunaan dan perawatannya. Tali
Pengaman yang lengkap harus selalu dipakai bersama Ikat Pinggang Pengaman.
Syarat-syarat untuk Tali Pengaman adalah :
♦ Batas jatuh pemakai tidak boleh lebih dari dua meter dengan cara meloncat.
♦ Harus cukup kuat menahan berat badan.
♦ Harus melekat di bangunan yag kuat melalui titik kait diatas tempat kerja.
Demikianlah Alat Pelindung Diri (APD) yang umum dipakai dan sifatnya lebih
mendasar. Karena diluar itu sangat banyak sekali ketentuan-ketentuan yang harus
diingat baik bila mengerjakan sesuatu, menggunakan peralatan tertentu dan menangani
bahan tertentu.
Sesungguhnya bila pekerja itu dipersiapkan melalui sistim pelatihan, kecelakaan
yang diakibatkan alpa menggunakan Mat Pelindung Diri seperti ini akan jauh
berkurang. Sebab dalam sistim pelatihan diajarkan cara menggunakan peralatan yang
betul, efektif dan tanpa membahayakan. Hampir semua pekerja tukang kita tidak pernah
dibekali pengetahuan melalui sistim pelatihan. Hanya memupuk pengalaman sambil
langsung bekerja.
Dengan cara penjelasan ringkas kepada mereka sambil bekerja tentang pencegahan
kecelakaan hasilnya akan terbatas. Akan jauh lebih berhasil bila merupakan program
dalam paket pelatihan sejak berstatus calon pencari kerja atau pemula. Hal ini
merupakan penyeebab angka kecelakaan kerja bidang konstruksi di Indonesia termasuk
tinggi.
Disamping alat pelindung diri (APD) diatas pekerja harus berpakaian yang komplit
sesuai dengan jenis pekerjaan yang ditanganinya seperti tukang las harus dilengkapi
jaket/rompi kulit tetapi minimum harus memakai kaos dan celana panjang.

e. Pelindung Pendengaran
Pelindung Pendengaran untuk mencegah rusaknya pendengaran akibat suara bising
diatas ambang aman seperti pekerjaan plat logam.

29
f. Pelindung Mata
Kaca Mata Pelindung (Protective googles ) untuk melindungi mata dari percikan
logam cair, percikan bahan kimia, serta kaca mata pelindung untuk pekerjaan
menggerinda dan pekerjaan berdebu.
Mata dapat luka karena radiasi atau debu yang berterbangan. Kecalakaan yang
mengenai mata seringkali terjadi dalam :
 Memecah batu, pemotongan, pelapisan atau pemasangan batu, pembetonan dan
memasang bata dengan tangan atau alat kerja tangan menggunakan tenaga listrik
 Pengupasan dan pelapisan cat atau permukaan berkarat.
 Penutupan atau penyumbatan baut.
 Menggerinda dengan tenaga listrik.
 Pengelasan dan pemotongan logam.
Dalam pekerjaan konstruksi terdapat juga risiko karena tumpahan, kebocoran atau
percikan bahan cair panas atau lumpur cair.
Persoalan yang banyak terjadi adalah, kemalasan tukang untuk memakai pelindung,
alat tidak cocok, atau memang alatnya tidak tersedia sama sekali di proyek.

g. Tali Pengaman & Sabuk Keselamatan (Safety Harness)


Banyak sekali terjadi keceiakaan kerja karena jatuh dari ketinggian. Pencegahan
utama ialah tersedianya jaring pengaman. Tetapi untuk keamanan individu pertu
Ikat Pinggang Pengaman / Sabuk Pengaman (Safety Belt). Yang wajib digunakan
untuk mencegah cidera yang lebih parah pada pekerja yang bekerja diketinggian ( > 2
M tinggi).

3.7 Hal-hal Yang Harus diperhatikan dalam penggunaan APD


Alat Pelindung Diri (APD) akan berfungsi dengan sempuma apabila dipakai secara
baik dan benar.
a. Sediakanlah Alat Pelindung Diri (APD) yang sudah teruji dan telah
memiliki SNI atau standar intemasional lainnya yang diakui.
b. Pakailah Alat Pelindung Diri (APD) yang sesuai dengan jenis pekerjaan
walaupun pekerjaan tersebut hanya memerlukan waktu singkat.
c. Alat Pelindung Diri (APD) harus dipakai dengan tepat dan benar.

30
d. Jadikaniah memakai alat pelindung diri menjadi kebiasaan.
Ketidak nyamanan dalam memakai alat pelindung diri jangan
dijadikan alasan untuk menolak memakainya
e. Alat Pelindung Diri tidak boleh diubah-ubah pemakaiannya kalau
memang terasa tidak nyaman dipakai laporkan kepada atasan
atau pemberi kewajiban pemakaian alat tersebut.
f. Alat Pelindung Diri dijaga agar tetap berfungsi dengan baik.
g. Semua pekerja.pengunjung dan mitra kerja ke proyek konstruksi
harus memakai alat pelindung diri yang diwajibkan seperti Topi
Keselamatan dan lain-lain.

3.8 Acuan/Standar yang dipakai


Apabila kita membeli Alat Pelindung Diri (APD) kita akan berpedoman kepada standar
industri yang berlaku, belilah hanya barang yang telah mencantumkan kode SNI (Standar
Nasional Indonesia ) atau JIS untuk barang buatan Jepang, ANSI, BP dan sebagainya
tergantung dari negara asal barang untuk kebutuhan proyek dan dinyatakan laik untuk
pekerjaan yang dimaksud.
Dibawah ini beberapa contoh standar alat pelindung diri dan SNI dan standar
internasional lainnya.
 Helmet (Topi Pengaman) : ANSI Z 89,1997 standard
 Sepatu Pengaman (Safety Shoes) : SH-0645-82.DIN 4843,Australian Standard
AS/NZS 2210.3.2000, ANSI Z41PT 99,SS 105,1997. .
 Sabuk Pengaman : EN 795 Class C ANSI OSHA
Banyak lagi standar- standar yang diberlakukan di negara maju, tetapi yang lebih penting
kalau kita memakai produk dalam negeri, ujilah ketahanannya terhadap suatu beban yang
akan diberikan kepadanya dengan toleransi keamanan minimum 50 %. Karena mungkin
bagi kontraktor kecil dan menengah akan menjadi beban keuangan bila harus menyediakan
produk import untuk pekerjanya.
Perlu juga dipertimbangkan daya tahan dan kwalitas yang dipakai bisa untuk beberapa
proyek atau periode pekerjaan sehingga beban keuangan akan terasa menjadi lebih ringan.

3.9 Tata Laksana Baku (SOP) Penerapan K3 Konstruksi


Tata laksana Baku (Standard Operating Procedure = SOP) penerapan K3
Konstruksi diatur dalam Pedoman Keselamatan dan Kesehatan Kerja pada tempat

31
kegiatan konstruksi yang dikeluarkan dalam bentuk Surat Keputusan Bersama Menteri
Tenaga Kerja dan Menteri Pekerjaan Umum No. Kep. 174/MEN/1986 dan No.
104/KPTS/1986 tanggal 4 Maret 1986, yang sekahgus berfungsi sebagai petunjuk umum
berlakunya Buku Pedoman Pelaksanaan, terutama khusus tentang Keselamatan Kerja dan
yang sifatnya lebih menekankan kepada pencegahan.
Adapun tentang Kesehatan Kerja lebih khusus diatur dalam Keputusan Presiden No. 22
Tahun 1993 tentang Penyakit Yang Timbul Karena Hubungan Kerja, yang kemudian
dilengkapi dengan petunjuk melalui Surat Keputusan Menteri Tenaga Kerja tentang Pedoman
Diagnosis dan Penilaian Cacat Karena Kecelakaan dan Penyakit Akibat Kerja. Yang terakhir
ini lebih menekankan pada penanganan akibat.
Dalam Pedoman yang tertuang dalam Surat Keputusan Bersama tersebut persyaratan
yang harus dipenuhi dirinci sebagai berikut :
a. Persyatratan Administratip
b. Persyaratan Teknis
c. Perancah (Scaffolds)
d. Tangga Kerja Lepas (Ladder) dan Tangga Kerja Sementara (Stairs)
e. Peralatan Untuk Mengangkat (Lifting Appliance)
f. Tali, Rantai dan Periengkapan Lainnya
g. Permesinan : Ketentuan Umum
h. Peralatan
i. Pekerjaan Bawah Tanah
j. Penggalian
k. Pamancangan Tiang Pancang
I. Pengerjaan Beton
m. Operasi Lainnya Dalam Pembangunan Gedung
n. Pembongkaran (Demolition)

Terlihat bahwa Buku ini mengatur sebagian besar bidang dan jenis pekerjaan konstruksi.
Dalam setiap Bab lebih lanjut diatur sangat rinci mengenai lingkup berlakunya peraturan,
kewajiban umum, keharussn dibentuknya organisasi K3, laporan kecelakaan dan
pertolongan pertama pada kecelakaan serta persyaratan-persyaratan lainnya.

32
3.10 Persyaratan
a. Persyaratan Administratif
Dalam persyaratan ini pertama-tama dinyatakan, terhadap semua tempat
dimana dilakukan kegiatan konstruksi beriaku semua ketentuan hukum mengenai
Keselamatan dan Kesehatan Keria yang beriaku di Indonesia. Disini jelas, bahwa
tidak hanya beriaku untuk proyek milik Pemerintah atau Badan Usaha Milik Negara
(BUMN) akan tetapi juga proyek milik swasta ataupun anggota masyarakat lainnya.
Selanjutnya sebagai kewajiban umum bagi Kontraktor dinyatakan bahwa :
♦ Tempat kerja, peralatan, lingkunan kerja dan tata cara kerja diatur demikian rupa
sehingga tenaga kerja terlindung dari risiko kecelakaan.
♦ Harus menjamin bahwa mesin-mesin peralatan, kendaraan atau alat-alat lain harus
aman digunakan dan dan sesuai Keselamatan Kerja.
♦ Kontraktor hams turut mengawasi agar tenaga kerja bisa selamat dan aman dalam
bekerja.
♦ Kontraktor harus menunjuk Petugas Keselamatan Kerja yang karena jabatannya di
dalam organisasi kontraktor bertanggungjawab mengawasi koordinasi pekerjaan
yang dilakukan, untuk menghindari risiko bahaya kecelakaan.
♦ Pekerjaan yang diberikan harus cocok dengan keahlian, usia dan jenis kelamin serta
kondisi fisik dan kesehatan tenaga kerja.
♦ Kontraktor harus menjamin bahwa semua tenaga kerja telah diberi petunjuk
terhadap bahaya demi pekerjaana masing-masing dan usaha pencegahannya.
♦ Petugas Keselamatan Kerja tersebut diatas bertanggungjawab pula terhadap semua
tempat kerja, peralatan, sarana pencegahan kecelakaan, lingkungan kerja dan cara-
cara pelaksanaan kerja yang aman.
♦ Hal-hal yang menyangkut biaya yang timbul dalam penyelenggaraan Keselamatan
dan Kesehatan Kerja ini menjadi tanggungjawab Kontraktor.

b. Organisasi Keselamatan dan Kesehatan Kerja


Menenai organisasi Keselamatan dan Kesehatan Kerja digariskan sebagai berikut :
♦ Petugas Keselamatan dan Kesehatan Kerja harus bekerja secara penuh (full
time), berarti tidak bisa sambilan atau separoh waktu.
♦ Bila mempekerjakan sejumlah minimal 100 orang atau kondisi dari sifat proyek
memang memerlukan, diwajibkan untuk membentuk unit Pembina
Keselamatan dan Kesehatan Kerja. Unit ini merupakan unit struktural yang

33
dikelola organisasi Kontraktor.
♦ Petugas K3 harus bekerja sebaik-baiknya dibawah koordinasi Kontraktor serta
bertanggungjawab kepada Kontraktor.
♦ Dalam hubungan ini kewajiban Kontraktor adalah :
- Menyediakan fasilitas untk melaksanakan tugasnya untuk Panitia
Pembina Keselamatan dan Kesehatan Kerja (Safety Committee),
- Berkonsultasi dengan Safety Committee dalam segala hal yang berhubugan
dengan Keselamatan dan Kesehatan Kerja di proyek.
- Mengambil langkah-langkah praktis untuk memberikan efek pada rekomendasi
dari Safety Committee.
♦ Jika terdapat dua atau lebih Kontraktor bergabung dalam suatu
proyek mereka harus bekerjasama membentuk kegiatan-kegiatan
Keselamatan dan Kesehatan Kerja.

c. Laporan Kecelakaan
♦ Setiap kejadian kecelakaan kerja atau kejadian yang berbahaya harus
dilaporkan kepada Depnakertrans. dan Departemen Pekerjaan Umum (sekarang
Dep. Kimpraswil).
♦ Laporan tersebut harus meliputi statistik yang :
 Menunjukkan catatan kecelakaan dari setiap kegiatan
kerja, pekerja masing-masing, dan
 Menunjukkan gambaran semua kecelakaan dan sebab-
sebabnya.

d. Keselamatan Kerja dan Pertolongan Pertama Pada Kecelakaan (P3K)


♦ Diwajibkan memeriksa kesehatan individu pekerja pada :
 Sebelum atau beberapa saat setelah pertama kali memasuki
masa kerja.
 Secara berkala sesuai risiko yang terdapat pada pekerjaan.
♦ Pekerja berumur dibawah 18 tahun harus dapat pengawasan kesehatan khusus,
meliputi pemeriksaan kembali atas kesehatannya secara teratur.
♦ Data pemeriksaan kesehatan harus dicatat dan disimpan untuk referensi.
♦ Suatu organisasi untuk keadaan darurat harus dibentuk untuk setiap daerah tempat
bekerja yang meliputi semua pekerja, dibentuk petugas Pertolongan Pertama

34
Pada Kecelakaan (P3K) yang dilengkapi alat komunikasi dan jalur
transportasi. Setiap pekerja harus diberitahu adanya hal ini.
♦ Memberikan pertolongan pertama kecelakaan atau ada yang kena sakit secara
tiba-tiba harus dilakukan oleh Dokter, Juru Rawat atau orang yang terdidik
dalam P3K.
♦ Alat-alat P3K dan kotak obat yang memdai harus tersedia di tempat kerja dan
dijaga agar tidak kotor, kena udara lembab dsb.
♦ Isi alat P3K atau kotak obat tidak boleh ditempati benda-benda lain, dan paling
sedikit harus berisi: obat kompres, perban, Gauze yang steril, antiseptic, plester,
fomiquet, gunting, splint dan perlengkapan bila ada yang digigit ular. Juga
harus dilengkapi instruksi yang jelas dan mudah dimengerti, dan harus dijaga
supaya tetap berisi.
♦ Kereta pengangkut orang sakit (Carrying Basket) harus selalu
tersedia.
♦ Jika tenaga kerja dipekerjakan dibawah tanah atau pada keadaan lain, alat
penyelamat harus selalu tersedia di dekat tempat mereka bekerja.
♦ Jika tenaga kerja dipekerjakan di tempat-tempat yang ada kemungkinan
risiko tenggelam atau keracunan gas alat-alat penyelamat harus selalu tersedia
di dekat tempat mereka bekerja.
♦ Persiapan-persiapan harus dilakukan untuk memungkinkan mengangkut
dengan cepat, jika diperlukan untuk petugas yang sakit atau mengalami
kecelakaan ke rumah sakit atau tempat berobat semacamitu.
♦ Petunjuk atau informasi harus diumumkan atau ditempeikan ditempat yang
strategis dengan memberitahukan :
• Kotak obat terdekat, alat P3K, ambulan, alat pengangkut orang sakit dan
alamat untuk urusan kecelakaan.
• Tempat tilpon terdekat untuk memanggii ambulan, nama dan nomor
telepon orang yang bertugas.
• Nama, alamat nomor tilpon dokter, rumah sakit dan tempat penolong yang
dapat segera dihubungi dalam keadaan darurat.

3.11 Persayaratan Teknis


Persyatan Teknis mengatur tentang Tempat Kerja dan Peralatan
a. Pintu Masuk dan Keiuar harus dibuat dan dipelihara dengan baik.

35
b. Lampu dan Penerangan bila tidak memadai harus diadakan diseluruh
tempat kerja, harus amah dan cukup terang. Harus dijaga oleh petugas bila perlu
bila ada gangguan.
c. Ventilasi, harus ada ditempat tertutup termasuk pembuangan udara kotor.
d. Jika tidak bisa mernghilangkan debu dan udara kotor, harus disediakan
alat pelindung diri.
e. Kebersihan, bahan yang tidak terpakai harus dibuang, paku yang tidak
terpakai harus dibuang atau dibengkokkan, benda-benda yang bisa
menyebabkan orang tergelincir serta sisa barang dan alat harus dibuang,
tempat kerja yang licin karena oli harus dibersihkan atau disiram pasir.
Alat-alat yang mudah dipindahkan harus dikembalikan ke tempat
penyimpanan.
f. Pencegahan Bahaya Kebakaran Dan Alat Pemadam Kebakaran.
Persyaratan ini sangat rinci antara lain mengatur bahwa harus tersedia alat
pemadam kebakaran dan saluran air dengan tekanan yang cukup. Semua
pengawal dan sejumlah tenaga terlatih harus disediakan dan selalu siap selama
jam kerja. Alat-alat itu harus diperiksa secara periodik oleh yang berwenang, dan
ditempatkan ditempat yang mudah dicapai. Alat pemadam dan jalan menuju
ke tempat pemadaman harus terpelihara. Demikian juga tentang syarat jumlah,
bahan kimia peralatan itu dan syarat pemasangan pipa tempat penyimpana air.
g. Syarat-syarat mengenai Alat Pemanas (Heating Appliances).
h. Syarat-syarat mengenai Bahan Yang Mudah Terbakar.
i. Syarat mengenai Cairan Yang Mudah Terbakar.
j. Syarat-syarat tentang Inspeksi dan Pengawasan.
k. Syarat-syarat tentang Perlengkapan dan Alat Peringatan.
I. Syarat-syarat tentang Perlindungan Terhadap Benda-benda Jatuh dan Bagian
Bangunan Yang Rubuh.
m. Persyaratan Perlindungan Agar Orang Tidak Jatuh, Tali Pengaman dan Pinggir
Pengaman.
n. Persyaratan Lantai Terbuka dan Lubang Pada Lantai.
o. Persyaratan tentang Lubang Pada Dinding.
p. Persyaratan tentang Tempat Kerja Yang Tinggi.
q. Pencagahan Terhadap Bahaya Jatuh Ke dalam Air.
r. Syarat-syarat mengenai Kebisingan dan Getaran (Vibrasi).

36
s. Syarat-syarat tentang Penghindaran Terhadap Orang Yang Tidak Berwenang.
t. Syarat-syarat tentang Struktur Bangunan dan Peralatan. Memuat mengenai
Konstruksi Bangunan, Pemeriksaan, Pengujian dan Pemeliharaan serta
Pemakaian atau penggunaannya.

3.12 Perancah (Scaffold)


a. Persyartatan Umum.
♦ Perancah harus dibuatkan untuk semua pekerjaan yang tidak bisa dikerjakan
secara aman pada suatu ketinggian.
♦ Perancah hanya dapat dibuat atau diubah oleh Pengawas yang ahli
bertanggungjawab atau orang-orang yang ahli.
b. Persyaratan rinci tentang bahan untuk perancah.
c. Persyaratan Konstruksi Perancah.
d. Persyaratan Pemeriksaan dan Pemeliharaan
e. Persyaratan Periengkapan Pengangkat Pada Perancah.
f. Persyaratan Kerangka Siap Pasang (Prefabricated Frames)
g. Persyaratan Penggunaan Perancah.
h. Persyaratan Pelataran Tempat Kerja (Platform) yang memuat:
♦ Persyaratan Umum
♦ Balustrade Pengaman dan. Papan Pengaman Kaki (Guard rails and toeboards).
♦ Pelataran Tergantung
i. Persyaratan Gang, Jalur Penghubung Antar Tingkat Pelataran Yang Tidak
Sama Tinggi dan Jalur Pengangkut Bahan.
j. Perancah Kayu Bulat (Dolken), terdiri atas :
♦ Yang Tegak Vertikal
♦ Batang Penyangga Bentangan Panjang dan Baiok Memanjang.
k. Perancah Garrtung dan Perancah Ditarik Dengan Tangan.
I. Perancah Gantung Yang Ditarik Oleh Motor.
m. Perancah Tupang Sudut dan Perancah Tupang Siku.
n. Perancah Tangga.
o. Perancah Dongkrak Tangga.
p. Perancah Siku Dengan Penunjang
q. Perah Kuda-kuda.
r. Perancah Persegi.

37
s. Perancah Topang Jendela.
t. Pelataran Untuk Truk dan Kereta Pembuang Bahan-bahan.
a. Perancah Pipa Logam.
b. Perancah Yang Bergerak.
c. Perancah Kursi Gantung.
d. Truk Dengan Perancah Bak.

3.13 Tangga Kerja Lepas dan Tangga Kerja Sementara


a. Persyaratan Umum, memuat :
♦ Persyaratan Konstruksi.
♦ Pengawasan dan pemeliharaan.
b. Tangga Berkaki Yang Dapat Berdiri Sendiri.
c. Tangga Kuda-kuda Yang Dapat Berdiri Sendiri.
d. Tangga Yang Dapat Diperpanjang.
e. Tangga Lepas Mekanik.
f. Tangga Permanen.
g. Tangga Sementara.
h. Peralatan Untuk Mengangkat
1. Persyaratan Umum, memuat:
♦ Persyaratan Gaya Muatan Maksimal Yang Aman.
♦ Persyaratan Pemasangan
♦ Persyaratan Ruang Kemudi dan Tenda Pengemudi.
♦ Persyaratan Alat-alat Pengendali.
♦ Persyaratan Alat Penyetop (Rem).
♦ Persyaratan Keranjang dan Sangkar Muatan.
♦ Persyaratan Mesin Derek Dan Tromoi.
♦ Persyaratan Tali-tali dan Katrol.
♦ Persyaratan Pengawasan Dan Pemeliharaan.
♦ Persyaratan Pengoperasian.
2. Alat Pengangkut, memuat:
♦ Persyaratan Ruang Luncur Dan Menara.
♦ Persyaratan Mesin Penggerak.
♦ Persyaratan Tali Kawat Baja.
♦ Persyaratan Pelataran.

38
♦ Persyaratan Pemberat.
♦ Persyaratan Tempat Pemberhentian.
♦ Persyaratan Pengawasan Dan Pemeliharaan.
3. Derek Atau Keran Angkat, memuat:
♦ Persyaratan Kerangkanya.
♦ Persyaratan Pemasangan.
♦ Persyaratan Tentang Angker dan Bobot Imbang (ballast).
♦ Persyaratan Kran Angkat Berbatang Tambahan.
♦ Persyaratan Derek Bersumbu Putar.
♦ Persyaratan Derek Scotch (Scotch Derrick Cranes).
♦ Persyaratan Pengendalian Derek Angkat Dengan Tenaga Listrik.
♦ Persyaratan Muatan Dan Indikator Radius.
♦ Persyaratan Pemeriksaan Dan Pewngujian.
♦ Persyaratan Pelaksanaan Pekerjaan.
3. Derek Atau Kran Pengangkat Yang Dapat Berpindah, memuat
♦ Persyaratan Batang Rel.
♦ Persyaratan Jalur Jalan.
♦ Persyaratan Jarak Yang Bebas Penghalang.
♦ Persyaratan Kran Pengangkat Listrik Dengan Rel.
♦ Persyaratan Jalur Kereta Listrik.
♦ Persyaratan Kerangka Untuk Kran Pengangkat Yang Bergeser.
4. Derek Bergeser Di Atas, memuat:
♦ Persyaratan Rel.
♦ Persyaratan Konstruksi Derek/Kran Angkat.
♦ Persyaratan Jembatan.
5. Derek/Kran Angkat Menara Yang Bersumbu Putar, memuat:
♦ Persyaratan Umum.
♦ Persyaratan Bobot Peng imbang.
♦ Persyaratan Untuk Menjalankan Derek/Kran Angkat.
6. Kerekan Monorail/Kerekan Ber-rel Tunggal, memuat:
♦ Persyaratan Umum.
♦ Persyaratan Pengendalian Tenaga Gerak.
♦ Persyaratan Ruang Kemudi.

39
7. Derek, memuat:
♦ Persyaratan Derek Berkaki Kuat.
♦ Persyaratan Derek Yang Memakai Jepit Penguat.
♦ Persyaratan Menjalankan Derek
i. Persyaratan Ranka Segi Tiga (A-frame) dan Kaki Penahan (Sheer-legs).
9. Persyaratan Tiang Derek dan Roda Derek.
10. Persyaratan Kerekan (Winches), memuat:
♦ Persyaratan Umum.
♦ Teromol Kerekan.
♦ Kerekan Yang Digerakkan Oleh Tangan.
11. Dongkrak.
j. Tali, Rantai Dan Perlengkapan Lainnya.
1. Persyaratan Umum.
2. Kabel-kabel Kawat Baja.
3. Tali-tali Yang Terbuat Dari Serat (Fibre Rops).
4. Rantai-rantai.
5. Alat Penggantung.
6. Roda Kerekan.
7. P e n g a i t.
8. Beienggu Pengikat
k. Permesinan, ketentuan umum :
a. Instalasi Dan Pemasangan.
b. Pengawasan Dan Pemeliharaan Mesin.
c. Penggunaan Mesin.
l. P e r a l a t a n , terdiri atas:
1. Peralatan Pemindahan Tanah, ketentuan umum :
♦ Persyaratan Konstruksi.
♦ Persyaratan Cara Penggunaan Peralatan.
2. Power Shovels Dan Excavator, memuat:
♦ Persyaratan Umum.
♦ Persyaratan Cara Penggunaan Shovels.
3. Buldozers.
4. Scrapers.
5. Peralatan Aspal, memuat :

40
♦ Persyaratan Umum.
♦ Persyaratan Cara Penggunaan.
6. Mesin Penggilas Jalan.
7. Pengaduk Beton, memuat :
♦ Persyaratan Umum.
♦ Persyaratan Cara Penggunaa.
8. Atat-alat Pemuat (Ban Berjalan atau Wheel Loaders),
9. Mesin Untuk Pekerjaan Kayu, memuat :
♦ Persyaratan Umum.
10. Gergaji Bundar, memuat:
♦ Persyaratan Pemeriksaan Dan Pemeliharaan.
♦ Persyaratan Cara Penggunaan.
11. Gergaji Pita, memuat:
♦ Persyaratan Konstruksi.
♦ Persyaratan Pemeriksaan dan Pemeliharaan.
12. Mesin Penyerut, memuat :
♦ Persyaratan Konstruksi.
♦ Persyaratan Cara Penggunaan.
13. Alat Kerja Tangan (Hand Tools), memuat:
♦ Persyaratan Bahan Dan Konstruksinya.
♦ Persyaratan Pemeliharaan.
♦ Persyaratan Pangangkutan.
♦ Persyaratan Tempat Penyimpanan.
♦ Persyaratan Cara Memegang Dan Menggunakannya.
14. Peralatan Yang Menggunakan Tekanan Udara, memuat:
♦ Persyaratan Konstruksi.
15. Alat Yang Menggunakan Bubuk Peledak Sebagai Tenaga (Powder
Actuated Tools), memuat :
♦ Definisi.
♦ Ketentuan Umum.
♦ Persyaratan Konstruksi Alat.
♦ Persyaratan Peluru Dan Amunisi.
♦ Persyartatan Proyektil.
♦ Persyaratan Pemeriksaan Dan Pemeliharaan.

41
♦ Persyaratan Penyimpanan Alat, Peluru Dan Proyektil.
♦ Persyaratan Penggunaan.
16. Traktor Dan Truk, memuat:
♦Persyaratan Umum.
♦Persyaratan Kabin.
♦Persyaratan Pipa Knalpot.
♦Persyaratan Alat Penyambung/Penggandeng.
♦Persyaratan Titik Penggandeng.
♦Persyaratan Lampu Sorot.
♦Persyaratan Alat Penghidup Mesin (alat starter).
♦Persyaratan Peralatan Lainnya.
17. Truk Pengangkut Dan Truk Keperluan Industri Lainnya, memuat :
♦ Persyaratan Konstruksi.
♦ Persyaratan Cara Penggunaan. m. Pekerjaan Bawah Tanah,
m. Pekerjaan Bawah Tanah, memuat :
♦ Persyaratan Umum.
♦ Persyaratan membuat atau menggali sumur.
♦ Perysratan Penyangga.
♦ Persyaratan Ventilasi Udara.
♦ Persyaratan Periindungan Terhadap Bahaya Kebakaran.
♦ Persyaratan penerangan Bawah Tanah.
♦ Persyaratan Pengeboran.
♦ Persyaratan Pengaturan Debu.
n. Pekerjaan Penggalian, memuat:
♦ Persyaratan Umum.
♦ Persyaratan Penyangga Pekerjaan Galian.
♦ Persyaratan Pekerjaan Galian Parit.
♦ Persyaratan Pekerjaan Galian Sumur.
o. Pemancangan Tiang Pancang, memuat :
♦ Persyaratan Umum.
♦ Persyaratan Pemeriksaan dan Pemeliharaan Mesin Pancang.
♦ Persyaratan Penggunaan Mesin Pancang.
♦ Persyaratan Mesin Pancang Terapung.
♦ Persyaratan Pemancanngan Turap Baja Besi.

42
p. Pekerjaan Beton, memuat :
♦ Persyaratan Umum.
♦ Persyaratan Pengecoran dan Pemancangan Beton.
♦ Persyaratan Besi Tulangan.
♦ Persyaratan Menara Bak Muatan Beton.
♦ Persyaratan Pekerjaan Struktur/Kerangka.
q. Operasi Lainnya Dalam Pembangunan Gedung, terdiri atas :
♦ Persyaratan Pendirian Bangunan Dengan Menggunakan Prefab yang mudah
Dibongkar-pasang.
♦ Persyaratan Transportasi.
♦ Persyaratan Penempatan Komponen Prefab.
♦ Pemasangan Konstruksi Baja, memuat :
 Persyaratan Umum.
 Persyaratan Lantai Flooring.
 Persyaratan Pengerekan.
 Persyaratan Pengelingan.
♦ Persyaratan Pekerjaan Dalam Lift Koker dan Lubang Tangga.
♦ Persyatatan Pemasangan Kerangka Atap.
♦ Persyarataii Mengenai Lantai Sementara.
♦ Pekerjaan Dengan Aspal Panas, Ter dll., memuat :
 Persyaratan Peralatan dan Perlengkapan.
 Persyaratan Pengoperasian.
♦ Persyaratan Pekenaan Dengan Pengawet Kayu.
♦ Persyaratan Lantai, Dinding Dan Bahan Yang Mudah Terbakar.
♦ Pekerjaan Instalasi, memuat :
 Persyaratan Pekerjaan Dengan Asbes.
 Persyaratan Pekerjaan Yang Menggunakan Glass Wool Dan Bahan
Sejenisnya.
♦ Pekerjaan Yang Berhubungan Dengan Atap, memuat :
 Persyaratan Umum.
 Persyaratan Atap Bangunan Yang Curam.
♦ Pekerjaan Pengecetan, memuat :
 Persyaratan Umum.

43
 Persyaratan Cat Yang Mengandung Timah.
 Persyaratan Cat Semprot.
 Persyaratan Penyemprotan Cat Tanpa Udara.
 Persyaratan Atap Bangunan Yang Terbuat Dari Bahan Yang
Mudah Pecah (Rapuh).
♦ Pengelasan Dan Pemotohngan Dengan Nyala Api, memuat:
 Persyaratan Umum.
 Persyaratan Las Listrik.
♦ Pekerjaan Peledakan, memuat :
 Persyaratan Umum
 Persyaratan Pengeboran Dan Pengisian Bahan Peledak Pada Lubang Bor.
 Persyaratan Penembakan dan Peledakan, memuat:
 Persyaratan Umum.
 Persyaratan Petedekan Dengan Sumbu Peledak.
 Persyaratan Peledakan Dengan Listrik.
 Persyaratan Setelah Penembakan dan Peledakan.
♦ Pekerjaan Pencampuran Batuan.
r. Pembongkaran (demolition), memuat:
♦ Persyaratan Persiapan Kerja.
♦ Persyaratan Umum Pekerjaan Pembongkaran.
♦ Persyaratan Daerah Jalan Keluar-masuk.
♦ Persyaratan Alat Pelindung Dili.
♦ Persyaratan Peralatan Untuk Pembongkaran.
♦ Persyaratan Lantai Pengaman Untuk Pekerjaan Pembingkaran.
♦ Persyaratan Pembongkaran Dinding.
♦ Persayaratan Pembongkaran Lantai.
♦ Persyaratan Pembomngkaran Bangunan Baja.
♦ Persyaratan Pembongkaran Cerobong Tingi Dan Sejenisnya.
s. Penanggulangan Kecelakaan.
Dalam hal terjadi kecelakaan kerja, proses yang harus ditempuh adalah
sebagai berikut :

44
a. Kontraktor wajib melaporkan setiap terjadi kecelakaan kerja
kepada Kantor Departemen/Dinas Tenaga Kerja dan PT
Jamsostek setempat.
b. Tenaga kerja yang mengalami kecelakaan kerja, keluarganya
atau teman sekerjanya berhak melaporkan terjadinya kecelakaan,
tanpa menghilangkan kewajiban Kontraktor menyampaikan
laporan sebagaimana dimaksud diatas.
c. Dalam hal terjadi kecelakaan kerja, Kontraktor wajib :
♦ Memberikan pertolongan pertama pada kecelakaan.
♦ Membayar terlebih dahulu ongkos penbgangkutan dari tempat terjadinya kecelakaan
ke Rumah Sakit atau ke rumahnya.
♦ Membayar terlebih dahulu biaya pengobatan dan perawatan.
♦ Membayar terlebih dahulu santunan sementara tidak mampu bekerja.
d. PT. Jamsostek selambat-lambatnya 1 (satu) bulan terhitung sejak
syarat-syarat teknis dan administratif dipenuhi harus membayar
hak tenaga kerja sebagaimana dimaksud pada ayat (1).

45

Вам также может понравиться