Академический Документы
Профессиональный Документы
Культура Документы
ABSTRAK
PENDAHULUAN
Tuberkulosis masih merupakan salah satu tantangan terbesar bagi kesehatan global.
Sebanyak 10,4 juta orang diperkirakan telah menderita tuberkulosis dan 1,4 juta orang
[1]
telah meninggal karena penyakit ini pada tahun 2015 . Diketahui bahwa 56% adalah
pria, 34% adalah wanita, dan 10% adalah anak- anak dari keseluruhan 10,4 juta kasus
baru yang telah terjadi. Individu- individu dengan human immunodefciency virus (HIV)
menyumbangkan angka sebanyak 1,2 juta (11%) dari semua kasus tuberkulosis baru,
dan tuberkulosis tetap menjadi salah satu dari 10 penyebab utama kematian di seluruh
Halaman 1
dunia pada tahun 2015 meskipun jumlah kematian terkait tuberkulosis telah mengalami
penurunan sebanyak 22% di antara tahun 2000 dan 2015.
Kasus tuberkulosis sebanyak 40.847 telah diberitahukan di Korea Selatan pada
tahun 2015, dan insiden tahunan tuberkulosis adalah 80 per 100.000 penduduk, di mana
jumlah ini jauh lebih tinggi jika dibandingkan dengan insiden- insiden yang telah
[1]
dilaporkan di Jepang (17 per 100.000) dan juga di Amerika Serikat (3,2 per 100.000) .
Korea Selatan cukup menonjol dalam hal beban tuberkulosis-nya di antara negara-
negara yang berpenghasilan tinggi, kendati laju perkembangan ekonominya termasuk
luar biasa [2].
Diagnosis tuberkulosis yang tepat sangat penting untuk pengendalian infeksi
masyarakat dan untuk memastikan tatalaksana yang tepat. Kultur Mycobacterium
tuberculosis dari spesimen merupakan suatu pedoman diagnosis, tetapi kultur
mycobacterium memerlukan waktu yang cukup lama (2 minggu hingga 6 minggu)
untuk membuahkan hasil [3]. Pewarnaan sputum dengan sampel tahan asam dari pasien-
pasien dengan tuberkulosis pulmonal yang dicurigai memiliki keuntungan dalam hal
biaya dan waktu, akan tetapi sensitivitas dan spesifisitasnya diagnostik tidak terlalu baik
[4]
. Beberapa tes molekuler dan non-molekuler baru telah diperkenalkan untuk
mendeteksi tuberkulosis secara dini dalam rangka mengatasi kekurangan dari kultur
mycobacterium dan pewarnaan bakteri tahan asam (BTA). Pemeriksaan radiografi
thoraks berguna untuk menegakkan diagnosis tuberkulosis pulmonal, tetapi tidak cukup
spesifik; pemeriksaan CT-scan juga dapat membantu, terutama pada kasus yang tidak
meyakinkan.
Dalam tinjauan ini, kami telah meringkas konsep yang ada saat ini tentang
manifestasi dan kemajuan teknis terbaru dalam hal diagnosis tuberkulosis pulmonal, dan
memberikan ikhtisar pengalaman dari dokter- dokter di Korea sehubungan dengan
penegakan diagnosis tuberkulosis pulmonal.
PENGEMBANGAN TUBERKULOSIS
Perkembangan Infeksi
Mycobacterium tuberculosis ditransmisikan dari orang ke orang melalui droplet nuklei
yang mengandung organisme dan terutama menyebar melalui batuk. Dalam kebanyakan
Halaman 2
kasus, infeksi awal secara klinis tidaklah tampak (silent) oleh karena kekebalan inang
(host) bekerja dengan cukup baik dalam membatasi multiplikasi lebih lanjut dari basil
tersebut [5].
Akan tetapi, kekebalan terhadap basil tuberkulosis menjadi tidak adekuat dan
penyakit yang aktif secara klinis mengalami perkembangan dalam 1 tahun infeksi pada
sekitar 5% individu yang terinfeksi, di mana hal ini merupakan suatu kondisi yang
[6]
dikenal sebagai tuberkulosis primer progresif . Faktor risiko untuk penyakit progresif
primer ini, meliputi: kondisi imunosupresi {terutama infeksi human immunodefciency
virus (HIV)}, usia yang terlampau muda atau terlampau tua, atau inokulasi
mycobacterium yang cukup besar. Namun, tuberkulosis berada dalam kondisi laten
secara klinis dan mikrobiologis selama bertahun- tahun pada sebagian besar individu
yang terinfeksi. Kondisi ini dikenal sebagai infeksi tuberkulosis laten, dan dapat
dideteksi hanya dengan hasil positif dari tes kulit tuberkulin atau uji pelepasan
interferon ɣ, atau dengan adanya kalsifikasi radiologis yang dapat diidentifikasi di
[7]
lokasi infeksi primer pada paru- paru atau pada kelenjar getah bening regional .
Reaktivasi infeksi secara endogen atau reinfeksi oleh golongan bakteri yang baru
berkembang bertahun-tahun setelah infeksi awal pada sekitar 5% dari pasien- pasien
[8]
yang menderita infeksi tuberkulosis laten . Beberapa kondisi seperti penekanan
imunitas seluler oleh infeksi human immunodefciency virus (HIV), penghambat tumor
necrosis factor-α, glukokortikoid, transplantasi organ atau transplantasi hematologi, dan
penyakit ginjal stadium akhir aka mengalami peningkatankan risiko pengembangan
tuberkulosis post-primer [9].
Halaman 3
pada pasien- pasien yang memiliki penyakit primer dan pasien- pasien yang memiliki
[10]
tuberkulosis post-primer . Selain itu, pemeriksaan pencitraan mengungkapkan bahwa
temuan radiografi yang paling umum pada tuberkulosis pulmonal primer yang
disebabkan oleh infeksi baru- baru ini pada pasien- pasien dewasa yang sebelumnya
sehat dapat berupa: konsolidasi, nodul, dan cavitas di paru sebelah atas, di mana
kondisi- kondisi ini dianggap menjadi ciri khas radiografi dari reaktivasi tuberkulosis
[11]
pulmonal yang disebabkan oleh infeksi jarak jauh . Waktu dari terjadinya infeksi
hingga kepada pengembangan kelainan klinis tidak secara akurat mampu memprediksi
gambaran radiografi tuberkulosis. Satu- satunya prediktor independen dari tampakan
[12]
radiografi adalah integritas respon imun dari inang (host) . Pasien- pasien yang
sedang berada dalam kondisi imunitas yang baik cenderung menunjukkan peradangan
parenkim granulomatosa yang disertai dengan nodularitas dengan tingkat progresif yang
lambat, serta kavitasi, sedangkan pasien- pasien yang sedang berada dalam kondisi
imunitas yang terganggu memiliki kecenderungan untuk menderita limfadenopati,
konsolidasi parenkim pada lobus sebelah bawah, diseminasi secara milier, serta efusi
pleura. Observasi ini menunjukkan bahwa pemeriksaan pra-radiografi dari tuberkulosis
pulmonal primer dan post-primer bergantung pada kekebalan inang (host) terhadap
Mycobacterium tuberculosis jika dibandingkan dengan waktu yang berlalu setelah
infeksi awal (Gambar 1).
DIAGNOSIS TUBERKULOSIS
Halaman 4
pemeriksaan mikroskopi fluoresensi memang digunakan secara umum untuk
menegakkan diagnosis tuberkulosis, akan tetapi sensitivitas dari pemeriksaan
mikroskopi bakteri tahan asam (BTA) termasuk cukup rendah. Di sisi lain, pemeriksaan
mikroskopi fluoresensi lebih sensitif jika dibandingkan dengan pewarnaan Ziehl-
Neelsen dan membutuhkan waktu yang lebih sedikit, tetapi memiliki biaya
[4]
pemeliharaan yang cukup tinggi . Baru- baru ini, pemeriksaan mikroskopi pemancar
cahaya diperkenalkan dan dilaporkan lebih sensitif jika dibandingkan dengan metode
konvensional; Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) telah mendukung penggunaannya
sebagai alternatif untuk pewarnaan Ziehl-Neelsen konvensional [14]. Selain permasalahan
sensitivitas yang rendah, pemeriksaan apusan sputum mikroskopik dibatasi oleh
ketidakmampuannya dalam membedakan Mycobacterium tuberculosis dan
mycobacteria non-tuberculosis (NTM). Para dokter harus menyadari kemungkinan
infeksi dari mycobacteria non-tuberculosis (NTM) serta Mycobacterium tuberculosis
ketika dihadapkan dengan hasil dari pewarnaan bakteri tahan asam (BTA) yang positif,
karena prevalensi penyakit paru- paru akibat infeksi mycobacteria non-tuberculosis
(NTM) telah dikabarkan mengalami peningkatan di banyak negara termasuk Korea
Selatan [15-18].
Kultur Mycobacterium
Kultur Mycobacterium tuberculosis digunakan untuk mengonfirmasi diagnosis
[3]
tuberkulosis dan juga diperlukan untuk pemeriksaan kerentanan obat (DST) . Kultur
mycobacterium jauh lebih sensitif jika dibandingkan dengan pemeriksaan sputum
bakteri tahan asam (BTA), tetapi kultur mycobacterium pada media padat membutuhkan
waktu yang cukup lama untuk interpretasi, yakni sekitar 4 minggu hingga 8 minggu.
Para peneliti Korea telah melaporkan bahwa waktu rata- rata dari awal pengobatan anti-
tuberkulosis untuk menerima hasil kultur mycobacterium oleh dokter adalah 37 hari dan
waktu rata- rata dari inisiasi pengobatan untuk konfirmasi pemeriksaan kerentanan obat
(DST) oleh permintaan dokter adalah sebanyak sebagai 80,5 hari ketika media kultur
[19]
padat digunakan . Pengamatan ini menunjukkan bahwa para dokter menerima hasil
pemeriksaan kerentanan obat (DST) lebih dari 2 bulan setelah memulai pengobatan.
Kultur mycobacterium yang dilakukan dengan menggunakan media kultur cair
diketahui jauh lebih cepat (10 hari sampai 14 hari) jika dibandingkan dengan media
Halaman 5
kultur padat. Alat- alat pendeteksi otomatis, seperti Bactec Mycobacterial Growth
Indicator Tube 960 (MGIT 960, BectonDickinson, Sparks, MD, Amerika Serikat) atau
BacT/ALERT (bioMérieux SA, Marcy l'Etoile, Perancis) telah digunakan, tetapi
perangkat- perangkat tersebut membutuhkan pasokan listrik yang stabil, dukungan
teknis, dan reagen- reagen dengan harga yang cukup mahal. Kontaminasi silang dari
Mycobacterium tuberculosis oleh mycobacteria non-tuberculosis (NTM) atau bakteri
lain merupakan suatu permasalahan potensial lainnya. Tingkat kontaminasi oleh bakteri
[20]
lain telah dilaporkan setinggi 30% . Pedoman yang berlaku di Korea saat ini
merekomendasikan bahwa semua spesimen harus dikulturkan pada media padat dan cair
untuk mengalami peningkatankan sensitivitas uji [13].
Pemeriksaan kerentanan obat (DST) yang menggunakan sistem kultur cair
otomatis sebagai obat garis pertama juga telah tersedia. Perangkat Bactec MGIT 960
telah disahkan penggunaannya dalam rangka menunjukkan kerentanan terkait dengan
perangkat streptomisin, isoniazid, rifampisin, dan etambutol (SIRE) dan perangkat
pirazinamida (PZA). Sensitivitas dan spesifitas dari sistem ini dalam mendeteksi
resistensi rifampisin masing- masing adalah 99% sampai 100% dan 97% sampai 100%;
pasien- pasien yang memiliki resistensi isoniazid masing- masing adalah 95% sampai
100% dan 100%. Waktu penyelesaian median untuk perangkat streptomisin, isoniazid,
rifampisin, dan etambutol (SIRE) adalah 5,5 hari hingga 8,3 hari, dan untuk perangkat
[21]
pirazinamida (PZA) adalah 5 hari hingga 8,2 hari . Sistem BacT/ALERT juga
menyediakan hasil kerentanan obat untuk obat yang sama. Sensitivitas dan spesifitas
untuk mendeteksi resistensi rifampisin dilaporkan masing- masing sebesar 99% hingga
100% dan 92% hingga 100%, dan pasien- pasien yang memiliki resistensi isoniazid
masing- masing adalah 100% dan 88% hingga 100%. Waktu penyelesaian median untuk
perangkat streptomisin, isoniazid, rifampisin, dan etambutol (SIRE) dan perangkat
pirazinamida (PZA) masing- masing adalah 5 hari hingga 8,2 hari dan 5 hari hingga 7,4
hari [21].
Halaman 6
pemeriksaan secara cepat pada pasien- pasien yang diduga memiliki kondisi multidrug-
[22]
resistent (MDR) . Uji ini didasarkan pada kultur Mycobacterium tuberculosis dalam
reagen Middlebrook 7H9 di dalam sebuah kolom yang memiliki empat bah sumur
dalam piringan sumur 24-microtiter. Dua sumur pertama bebas dari obat, sedangkan
sumur ketiga mengandung isoniazid 100 µL pada konsentrasi 0,1 μg/mL atau 0,4
μg/mL, dan sumur keempat mengandung rifampisin pada konsentrasi 1 μg/mL. Piringan
yang digunakan kemudian diinkubasi pada suhu 37 °C dan diperiksa dengan
menggunakan mikroskop cahaya terbalik pada perbesaran 340 setiap hari dari hari ke-4
hingga hari ke-21, dan setiap minggu setelah itu hingga hari ke-40. Hasil kultur uji
kerentanan obat dengan menggunakan observasi mikroskopik (MODS) yang positif
didefinisikan oleh keberadaan pembentukan kord bilamana pertumbuhan telah
terdeteksi [23].
Untuk resistensi rifampisin, taksiran gabungan untuk uji kerentanan obat dengan
menggunakan observasi mikroskopik (MODS) adalah 98,0% untuk sensitivitas dan
99,4% (kisaran: 95,7% hingga 99,9%) untuk spesifitas. Untuk nilai tengah resistensi
isoniazid pada konsentrasi 0,1 µg/mL, sensitivitas yang dikumpulkan adalah 97,7%
(kisaran: 94,4% hingga 99,1%) dan spesifitas yang dikumpulkan adalah 95,8% (kisaran:
88,1% hingga 98,6%), tetapi dengan nlai tengah pada konsentrasi 0,4 μg/mL,
sensitivitas mengalami penurunan menjadi 90,0% (kisaran: 84,5% hingga 93,7%) dan
spesifisitas mengalami peningkatan menjadi 98,6% (kisaran: 96,9% menjadi 99,4%).
Waktu penyelesaian median rata- rata adalah 9,9 hari (interval konfidens 95%: 4,1 hari
hingga 15,8 hari) [24].
Uji kerentanan obat dengan menggunakan observasi mikroskopik (MODS)
belum digunakan secara luas di Korea Selatan meskipun termasuk murah dan mampu
memberikan hasil yang akurat. Hal ini dikarenakan metode ini membutuhkan tenaga
kerja yang lebih dari metode lainnya.
Metode Molekuler
Halaman 7
DNA. Dari uji amplifikasi asam nukleat (NAATs) yang dijelaskan, polymerase chain
reaction (PCR) paling sering digunakan. Uji amplifikasi asam nukleat (NAATs) untuk
menegakkan diagnosis tuberkulosis dilakukan menggunakan commerial kit serta
protokol uji “in-house” yang dikembangkan di laboratorium non-komersial. Sensitivitas
gabungan uji amplifikasi asam nukleat (NAATs) komersial, berdasarkan hasil dari 125
penelitian, adalah 85% (kisaran: 36% hingga 100%) dan spesifitas yang dikumpulkan
[25]
mereka adalah 97% (kisaran: 54% hingga 100%) . Keakuratan diagnostik tes
polymerase chain reaction (PCR) untuk tuberkulosis pulmonal bakteri tahan asam
(BTA) negatif juga dapat diterima dengan sensitivitas dan spesifisitas keseluruhan yang
[26]
dilaporkan sebesar 72% dan 0,96%, masing- masing . uji amplifikasi asam nukleat
(NAATs) juga berharga karena mereka dapat membedakan Mycobacterium tuberculosis
dari mycobacteria non-tuberculosis (NTM) dalam spesimen dengan pewarnaan bakteri
tahan asam (BTA) positif.
Halaman 8
bronkus dari pasien yang tidak dapat melebarkan sputum, masing- masing sensitivitas
dan spesifitas dari Xpert RIF/MTB adalah 81,6% dan 100%. Sensitivitas uji ini jauh
lebih tinggi jika dibandingkan dengan mikroskopi bakteri tahan asam (BTA), yang
dilaporkan hanya 13,2% [30].
Uji Xpert MTB/RIF juga dapat digunakan untuk mendeteksi rifamp dalam
tahanan. Dalam sebuah penelitian di Korea, sensitivitas dan spesifitas dari pengujian
untuk mendeteksi resistensi rifampin masing- masing adalah 100% dan 98,7%, dan nilai
prediksi positif dan negatifnya masing- masing adalah 86,2% dan 100%. Selanjutnya,
nilai prediksi positif dari uji Xpert MTB/RIF untuk menegakkan diagnosis tuberkulosis
multidrug-resistent (MDR) ditemukan 79,3% [31].
Halaman 9
98,6%) dan 99,5% (kisaran: 93,6% hingga 100,0%) untuk spesimen apusan yang positif
[33]
.
Pemeriksaan Pencitraan
Radiografi Thoraks
Radiografi thoraks memainkan peran penting dalam skrining dan diagnosis tuberkulosis
pulmonal. Temuan radiografi khas tuberkulosis pulmonal di inang (host)
imunokompeten terdiri dari konsolidasi heterogen fokal atau tambal sulam yang
melibatkan segmen apikal dan posterior lobus atas dan superi atau segmen lobus bawah
(Gambar 2) [36,37].
Halaman 10
Temuan umum lainnya termasuk nodul yang kurang berkembang dan opasitas linear.
Cavitas tunggal atau ganda secara radiografi terbukti pada 20% hingga 45% dari
[36,37]
keseluruhan pasien . Namun, radiografi mungkin juga tidak atau hanya
menunjukkan temuan ringan atau non-spesifik pada pasien- pasien dengan penyakit
aktif. Sebenarnya, diagnosis radiografi tuberkulosis awal benar dalam hanya 49% dari
keseluruhan kasus [38].
Pada inang (host) penurunan sistem imun tubuh, tuberkulosis pulmonal
bermanifestasi sebagai tuberkulosis miliaria, limfadenopati hilus atau mediastinum, dan
efusi pleura pada pemeriksaan radiografi thoraks (Gambar 3) [10].
Gambar 3. Limfadenitis tuberkulosa dan pleuritis pada pria berusia 28 tahun dengan
infeksi virus imunodefisiensi manusia. (A) Rontgen thoraks menunjukkan pembesaran
hilus kanan dan efusi pleura kanan. (B, C, D) Gambar computed tomography serial
thoraks menunjukkan pembesaran paratrakea kanan, subcarinal, hilus, dan pembesaran
kelenjar getah bening peribronkial dengan redaman atenuasi rendah dan peningkatan
tepi perifer. Juga perhatikan beberapa nodul pleura nekrotik (anak panah) dengan
peningkatan pleura homogen di hemithoraks anterior kanan.
Efusi pleura, biasanya unilateral, terjadi pada 15% hingga 20% dari keseluruhan pasien
[39]
. Meskipun efusi pleura biasanya berhubungan dengan kelainan parenkim mal,
mungkin merupakan satu-satunya manifestasi radiologis tuberkulosis.
Pemeriksaan CT-Scan
Pemeriksaan CT-scan lebih sensitif jika dibandingkan dengan radiografi thoraks untuk
mendeteksi dan untuk melihat karakter dari penyakit parenkim yang tidak terlalu jelas,
serta untuk limfadenopati mediastinal. Dengan menggunakan CT-scan, tingkat
keakuratan diagnosis tuberkulosis pulmonal adalah sebesar 91% dari keseluruhan pasien
dan tuberkulosis dapat dieksklusikan secara akurat sebesar 76% dari keseluruhan pasien
[40]
. Pemeriksaan CT-scan sangat membantu dalam mendeteksi fokus kecil dari suatu
kavitasi di daerah pneumonia yang konfluen, di daerah nodularitas yang padat, dan pada
jaringan parut [40,41]. Sebagai contoh, dalam suatu penelitian yang dilakukan terhadap 41
Halaman 11
orang pasien dengan tuberkulosis aktif, pemeriksaan CT-scan menggambarkan cavitas
pada 58% pasien, sedangkan rontgen thoraks menunjukkan cavitas hanya pada 22%
[42]
pasien . CT-scan juga berguna untuk menentukan aktivitas penyakit. Dalam satu
penelitian dari 146 orang pasien tuberkulosis, 80% dengan penyakit akut dan 89%
dengan penyakit tidak aktif benar difinikasi oleh CT-scan resolusi tinggi [40]. Selain itu,
pemeriksaan CT-scan memainkan peran penting dalam mendeteksi komplikasi pleura
atau komplikasi mediastinum dan dalam tatalaksana tuberkulosis dengan menunjukkan
[12]
lokasi kavitasi dan sejauh mana penyakit ini telah berkembang . Tabel 1 meringkas
karakteristik temuan CT-scan parenkim, kelenjar getah bening, saluran nafas, dan
tuberkulosis pleura (Gambar 2-6) [12,41,43-47].
Gambar 4. Tuberkulosis milier pada wanita yang berusia 21 tahun. (A) Pemeriksaan
CT-scan thoraks dilakukan pada tingkat bronkus antara kanan menunjukkan nodul
mulitpel peri-fissura dan nodul miliaria dengan distribusi acak di paru- paru kanan. (B)
Fotomikrograf dari spesimen patologis yang diperoleh oleh biopsi paru- paru
transbronkial menunjukkan banyak granuloma (G) dengan distribusi acak (Pewarnaan
H & E, × 40). PV: vena pulmonal.
Gambar 5. Tuberkulosis bronkial pada wanita yang berusia 26 tahun. (A) Foto thoraks
menunjukkan opasitas dan elevasi kiri dari hilum yang mengalami peningkatan,
menunjukkan atelektasis lobus kiri atas. (B, C) Tampakan aksial dan koronal yang
diformat ulang dari pemeriksaan CT-scan thoraks menunjukkan penebalan dinding difus
bronkus utama kiri dengan atelektasis lobus kiri atas. (D) Bronkoskopi menunjukkan
penyempitan bronkus utama kiri, yang ditutupi dengan eksudat keputih- putihan.
Gambar 6. Pleuritis tuberkulosa pada seorang gadis yang berusia 16 tahun. (A)
Pemeriksaan rontgen thoraks menunjukkan efusi pleura kiri. (B) Pemeriksaan CT-scan
thoraks yang dilakukan pada atrium kiri menunjukkan efusi pleura kiri dengan
peningkatan pleura parietal homogen (panah). Perhatikan konsolidasi yang tampak
seperti massa di lobus kiri bawah (panah); sugestif pneumonia tuberkulosa.
Halaman 12
Lokasi Temuan CT-Scan
Parenkim
Tuberkulosis Nodul centrilobuler aktif, pola tree-in-buds, konsolidasi berupa bercak atau lobuler,
aktif cavitas, CT galaxy sign a), konsolidasi lobus bawahb).
Nodul dengan tepi yang halus, tidak ada tepi yang meninggi atau tepi yang
Tuberkuloma
menyerupai cincin.
Tuberkulosis Nodul dengan diameter 1–3 mm yang terdistribusi secara acak, penebalan pada
milier septum interlobuler atau pada garis interstisial.
Daerah sentral dengan atenuasi rendah yang disertai dengan tepi perifer yang
Nodus limfatikus
meninggi.
Penipisan dinding sirkumferensial dan penyempitan lumen dari saluran nafas,
Saluran nafas
dengan keterlibatan segmen panjang pada bronki.
Efusi pleura yang disertai dengan penebalan minimal pada permukaan pleura
Pleura
visceral dan pleura parietal.
CT: computed tomography; TB: tuberkulosis.
a)
Kelompok nodul kecil atau pola tree-in-bud; b) Dianggap sebagai temuan atipik dan
biasanya tampak pada pasien- pasien dengan penurunan sistem imun tubuh.
Halaman 13
dalam mendeteksi kavitasi (sensitivitas DTS, DESDR, dan DR masing- masing adalah
100%, 90,3%, dan 67,7%) dan dalam mendeteksi nodul (sensitivitas masing- masing
adalah 98,4%, 90,2%, dan 82%) [48].
Pasien- pasien yang diduga memiliki tuberkulosis harus dirujuk untuk menjalani
evaluasi medis. Pemeriksaan radiografi thoraks dan pemeriksaan sputum multipel
(untuk mikroskopi dan kultur lambung) harus diperoleh sebagai langkah diagnostik
[13]
awal . Dalam beberapa kasus, CT-scan thoraks mampu membantu identifikasi lesi
tuberkulosis atau penyakit lain. Uji amplifikasi asam nukleat (NAATs) dapat dengan
cepat mengonfirmasi diagnosis tuberkulosis dan membedakan Mycobacterium
tuberculosis dari mycobacteria non-tuberculosa (NTM). Secara khusus, uji Xpert
MTB/RIF dapat memberikan diagnosis dalam jangka waktu yang cepat dan menentukan
adanya resistensi rifampisin dalam waktu 2 jam.
Kultur mycobacterium baik itu pada media padat dan cair harus dilakukan untuk
mendapatkan konfirmasi diagnosis dan untuk menentukan kerentanan obat, serta
pengujian line-probe berguna untuk mendeteksi resistensi terhadap obat anti-
tuberkulosis tipe 1 dan 2 pada pasien- pasien dengan resistensi obat yang tinggi.
KESIMPULAN
Halaman 14