Вы находитесь на странице: 1из 14

PENEGAKAN DIAGNOSIS TUBERKULOSIS PULMONAL: SUATU

PERSPEKTIF DARI KOREA

Yeon Joo Jeong 1,2, Kyung Soo Lee 3, Jae-Joon Yim 4


1
Departemen Radiologi, Rumah Sakit Universitas Nasional Pusan, Fakultas Kedokteran Universitas Nasional Pusan, Busan, Korea
2
Institut Penelitian Biomedik, Rumah Sakit Universitas Nasional Pusan, Fakultas Kedokteran Universitas Nasional Pusan, Busan, Korea
3
Departemen Radiologi dan Pusat Ilmu Pencitraan, Pusat Kesehatan Samsung, Fakultas Kedokteran Universitas Sungkyunkwan, Seoul, Korea
4
Divisi Perawatan Paru dan Kedokteran Kritis, Departemen Penyakit Dalam, Fakultas Kedokteran Universitas Nasional Seoul, Seoul, Korea.

ABSTRAK

Penyakit tuberkulosis masih tetap merupakan suatu permasalahan kesehatan masyarakat


global yang cukup besar meskipun telah dilakukan upaya global untuk menghilangkan
penyakit ini. Penegakan diagnosis tuberkulosis pulmonal yang dilakukan dengan cepat
dan akurat merupakan langkah yang amat penting untuk memastikan tatalaksana yang
tepat. Pemeriksaan radiografi thoraks, pemeriksaan apusan sputum mikroskopik, kultur
mycobacterium, dan tes amplifikasi asam nukleat merupakan beberapa elemen
diagnostik yang penting, serta penggunaan yang tepat dari beberapa tes molekuler yang
telah diperkenalkan baru- baru ini yang disertai dengan pemeriksaan CT-scan
diperkirakan akan dapat mengalami peningkatankan akurasi dari penegakan diagnosis
secara dini.

Kata kunci: Diagnosis; Infeksi saluran pernafasan; Tuberkulosis

PENDAHULUAN

Tuberkulosis masih merupakan salah satu tantangan terbesar bagi kesehatan global.
Sebanyak 10,4 juta orang diperkirakan telah menderita tuberkulosis dan 1,4 juta orang
[1]
telah meninggal karena penyakit ini pada tahun 2015 . Diketahui bahwa 56% adalah
pria, 34% adalah wanita, dan 10% adalah anak- anak dari keseluruhan 10,4 juta kasus
baru yang telah terjadi. Individu- individu dengan human immunodefciency virus (HIV)
menyumbangkan angka sebanyak 1,2 juta (11%) dari semua kasus tuberkulosis baru,
dan tuberkulosis tetap menjadi salah satu dari 10 penyebab utama kematian di seluruh

Halaman 1
dunia pada tahun 2015 meskipun jumlah kematian terkait tuberkulosis telah mengalami
penurunan sebanyak 22% di antara tahun 2000 dan 2015.
Kasus tuberkulosis sebanyak 40.847 telah diberitahukan di Korea Selatan pada
tahun 2015, dan insiden tahunan tuberkulosis adalah 80 per 100.000 penduduk, di mana
jumlah ini jauh lebih tinggi jika dibandingkan dengan insiden- insiden yang telah
[1]
dilaporkan di Jepang (17 per 100.000) dan juga di Amerika Serikat (3,2 per 100.000) .
Korea Selatan cukup menonjol dalam hal beban tuberkulosis-nya di antara negara-
negara yang berpenghasilan tinggi, kendati laju perkembangan ekonominya termasuk
luar biasa [2].
Diagnosis tuberkulosis yang tepat sangat penting untuk pengendalian infeksi
masyarakat dan untuk memastikan tatalaksana yang tepat. Kultur Mycobacterium
tuberculosis dari spesimen merupakan suatu pedoman diagnosis, tetapi kultur
mycobacterium memerlukan waktu yang cukup lama (2 minggu hingga 6 minggu)
untuk membuahkan hasil [3]. Pewarnaan sputum dengan sampel tahan asam dari pasien-
pasien dengan tuberkulosis pulmonal yang dicurigai memiliki keuntungan dalam hal
biaya dan waktu, akan tetapi sensitivitas dan spesifisitasnya diagnostik tidak terlalu baik
[4]
. Beberapa tes molekuler dan non-molekuler baru telah diperkenalkan untuk
mendeteksi tuberkulosis secara dini dalam rangka mengatasi kekurangan dari kultur
mycobacterium dan pewarnaan bakteri tahan asam (BTA). Pemeriksaan radiografi
thoraks berguna untuk menegakkan diagnosis tuberkulosis pulmonal, tetapi tidak cukup
spesifik; pemeriksaan CT-scan juga dapat membantu, terutama pada kasus yang tidak
meyakinkan.
Dalam tinjauan ini, kami telah meringkas konsep yang ada saat ini tentang
manifestasi dan kemajuan teknis terbaru dalam hal diagnosis tuberkulosis pulmonal, dan
memberikan ikhtisar pengalaman dari dokter- dokter di Korea sehubungan dengan
penegakan diagnosis tuberkulosis pulmonal.

PENGEMBANGAN TUBERKULOSIS

Perkembangan Infeksi
Mycobacterium tuberculosis ditransmisikan dari orang ke orang melalui droplet nuklei
yang mengandung organisme dan terutama menyebar melalui batuk. Dalam kebanyakan

Halaman 2
kasus, infeksi awal secara klinis tidaklah tampak (silent) oleh karena kekebalan inang
(host) bekerja dengan cukup baik dalam membatasi multiplikasi lebih lanjut dari basil
tersebut [5].
Akan tetapi, kekebalan terhadap basil tuberkulosis menjadi tidak adekuat dan
penyakit yang aktif secara klinis mengalami perkembangan dalam 1 tahun infeksi pada
sekitar 5% individu yang terinfeksi, di mana hal ini merupakan suatu kondisi yang
[6]
dikenal sebagai tuberkulosis primer progresif . Faktor risiko untuk penyakit progresif
primer ini, meliputi: kondisi imunosupresi {terutama infeksi human immunodefciency
virus (HIV)}, usia yang terlampau muda atau terlampau tua, atau inokulasi
mycobacterium yang cukup besar. Namun, tuberkulosis berada dalam kondisi laten
secara klinis dan mikrobiologis selama bertahun- tahun pada sebagian besar individu
yang terinfeksi. Kondisi ini dikenal sebagai infeksi tuberkulosis laten, dan dapat
dideteksi hanya dengan hasil positif dari tes kulit tuberkulin atau uji pelepasan
interferon ɣ, atau dengan adanya kalsifikasi radiologis yang dapat diidentifikasi di
[7]
lokasi infeksi primer pada paru- paru atau pada kelenjar getah bening regional .
Reaktivasi infeksi secara endogen atau reinfeksi oleh golongan bakteri yang baru
berkembang bertahun-tahun setelah infeksi awal pada sekitar 5% dari pasien- pasien
[8]
yang menderita infeksi tuberkulosis laten . Beberapa kondisi seperti penekanan
imunitas seluler oleh infeksi human immunodefciency virus (HIV), penghambat tumor
necrosis factor-α, glukokortikoid, transplantasi organ atau transplantasi hematologi, dan
penyakit ginjal stadium akhir aka mengalami peningkatankan risiko pengembangan
tuberkulosis post-primer [9].

Konsep Terbaru Tentang Manifestasi Penyakit


Pasien- pasien yang menderita penyakit setelah paparan awal dianggap memiliki
tuberkulosis primer, sedangkan pasien- pasien yang menderita penyakit sebagai akibat
reaktivasi dari infeksi jarak jauh dianggap memiliki tuberkulosis post-primer atau
tuberkulosis yang mengalami reaktivasi. Dahulu para ahli meyakini bahwa berbagai
manifestasi klinis, patologis, dan radiologi dari tuberkulosis post-primer yang
disebabkan oleh infeksi jarak jauh cukup berbeda dari tuberkulosis primer yang
disebabkan oleh infeksi berulang. Namun, beberapa penelitian yang didasarkan pada
sidik jari DNA menunjukkan bahwa tanda- tanda radiografi seringkali tampak sama

Halaman 3
pada pasien- pasien yang memiliki penyakit primer dan pasien- pasien yang memiliki
[10]
tuberkulosis post-primer . Selain itu, pemeriksaan pencitraan mengungkapkan bahwa
temuan radiografi yang paling umum pada tuberkulosis pulmonal primer yang
disebabkan oleh infeksi baru- baru ini pada pasien- pasien dewasa yang sebelumnya
sehat dapat berupa: konsolidasi, nodul, dan cavitas di paru sebelah atas, di mana
kondisi- kondisi ini dianggap menjadi ciri khas radiografi dari reaktivasi tuberkulosis
[11]
pulmonal yang disebabkan oleh infeksi jarak jauh . Waktu dari terjadinya infeksi
hingga kepada pengembangan kelainan klinis tidak secara akurat mampu memprediksi
gambaran radiografi tuberkulosis. Satu- satunya prediktor independen dari tampakan
[12]
radiografi adalah integritas respon imun dari inang (host) . Pasien- pasien yang
sedang berada dalam kondisi imunitas yang baik cenderung menunjukkan peradangan
parenkim granulomatosa yang disertai dengan nodularitas dengan tingkat progresif yang
lambat, serta kavitasi, sedangkan pasien- pasien yang sedang berada dalam kondisi
imunitas yang terganggu memiliki kecenderungan untuk menderita limfadenopati,
konsolidasi parenkim pada lobus sebelah bawah, diseminasi secara milier, serta efusi
pleura. Observasi ini menunjukkan bahwa pemeriksaan pra-radiografi dari tuberkulosis
pulmonal primer dan post-primer bergantung pada kekebalan inang (host) terhadap
Mycobacterium tuberculosis jika dibandingkan dengan waktu yang berlalu setelah
infeksi awal (Gambar 1).

Gambar 1. Konsep perkembangan tuberkulosis tradisional dan terkini. Manifestasi


tuberkulosis pulmonal tergantung pada imunitas inang (host) bukan pada waktu yang
berlalu setelah infeksi awal.

DIAGNOSIS TUBERKULOSIS

Pemeriksaan Apusan Sputum Mikroskopik


Pemeriksaan apusan sputum mikroskopik dan kultur mycobacterium yang dilakukan
secara langsung adalah dua metode yang paling banyak digunakan untuk mendiagnosis
[3]
tuberkulosis pulmonal . Pedoman yang berlaku di Korea menyarankan untuk
[13]
mengambil beberapa sampel sputum (setidaknya dua, atau mungkin tiga) .
Pemeriksaan mikroskop cahaya konvensional dari pewarnaan Ziehl-Neelsen dan

Halaman 4
pemeriksaan mikroskopi fluoresensi memang digunakan secara umum untuk
menegakkan diagnosis tuberkulosis, akan tetapi sensitivitas dari pemeriksaan
mikroskopi bakteri tahan asam (BTA) termasuk cukup rendah. Di sisi lain, pemeriksaan
mikroskopi fluoresensi lebih sensitif jika dibandingkan dengan pewarnaan Ziehl-
Neelsen dan membutuhkan waktu yang lebih sedikit, tetapi memiliki biaya
[4]
pemeliharaan yang cukup tinggi . Baru- baru ini, pemeriksaan mikroskopi pemancar
cahaya diperkenalkan dan dilaporkan lebih sensitif jika dibandingkan dengan metode
konvensional; Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) telah mendukung penggunaannya
sebagai alternatif untuk pewarnaan Ziehl-Neelsen konvensional [14]. Selain permasalahan
sensitivitas yang rendah, pemeriksaan apusan sputum mikroskopik dibatasi oleh
ketidakmampuannya dalam membedakan Mycobacterium tuberculosis dan
mycobacteria non-tuberculosis (NTM). Para dokter harus menyadari kemungkinan
infeksi dari mycobacteria non-tuberculosis (NTM) serta Mycobacterium tuberculosis
ketika dihadapkan dengan hasil dari pewarnaan bakteri tahan asam (BTA) yang positif,
karena prevalensi penyakit paru- paru akibat infeksi mycobacteria non-tuberculosis
(NTM) telah dikabarkan mengalami peningkatan di banyak negara termasuk Korea
Selatan [15-18].

Kultur Mycobacterium
Kultur Mycobacterium tuberculosis digunakan untuk mengonfirmasi diagnosis
[3]
tuberkulosis dan juga diperlukan untuk pemeriksaan kerentanan obat (DST) . Kultur
mycobacterium jauh lebih sensitif jika dibandingkan dengan pemeriksaan sputum
bakteri tahan asam (BTA), tetapi kultur mycobacterium pada media padat membutuhkan
waktu yang cukup lama untuk interpretasi, yakni sekitar 4 minggu hingga 8 minggu.
Para peneliti Korea telah melaporkan bahwa waktu rata- rata dari awal pengobatan anti-
tuberkulosis untuk menerima hasil kultur mycobacterium oleh dokter adalah 37 hari dan
waktu rata- rata dari inisiasi pengobatan untuk konfirmasi pemeriksaan kerentanan obat
(DST) oleh permintaan dokter adalah sebanyak sebagai 80,5 hari ketika media kultur
[19]
padat digunakan . Pengamatan ini menunjukkan bahwa para dokter menerima hasil
pemeriksaan kerentanan obat (DST) lebih dari 2 bulan setelah memulai pengobatan.
Kultur mycobacterium yang dilakukan dengan menggunakan media kultur cair
diketahui jauh lebih cepat (10 hari sampai 14 hari) jika dibandingkan dengan media

Halaman 5
kultur padat. Alat- alat pendeteksi otomatis, seperti Bactec Mycobacterial Growth
Indicator Tube 960 (MGIT 960, BectonDickinson, Sparks, MD, Amerika Serikat) atau
BacT/ALERT (bioMérieux SA, Marcy l'Etoile, Perancis) telah digunakan, tetapi
perangkat- perangkat tersebut membutuhkan pasokan listrik yang stabil, dukungan
teknis, dan reagen- reagen dengan harga yang cukup mahal. Kontaminasi silang dari
Mycobacterium tuberculosis oleh mycobacteria non-tuberculosis (NTM) atau bakteri
lain merupakan suatu permasalahan potensial lainnya. Tingkat kontaminasi oleh bakteri
[20]
lain telah dilaporkan setinggi 30% . Pedoman yang berlaku di Korea saat ini
merekomendasikan bahwa semua spesimen harus dikulturkan pada media padat dan cair
untuk mengalami peningkatankan sensitivitas uji [13].
Pemeriksaan kerentanan obat (DST) yang menggunakan sistem kultur cair
otomatis sebagai obat garis pertama juga telah tersedia. Perangkat Bactec MGIT 960
telah disahkan penggunaannya dalam rangka menunjukkan kerentanan terkait dengan
perangkat streptomisin, isoniazid, rifampisin, dan etambutol (SIRE) dan perangkat
pirazinamida (PZA). Sensitivitas dan spesifitas dari sistem ini dalam mendeteksi
resistensi rifampisin masing- masing adalah 99% sampai 100% dan 97% sampai 100%;
pasien- pasien yang memiliki resistensi isoniazid masing- masing adalah 95% sampai
100% dan 100%. Waktu penyelesaian median untuk perangkat streptomisin, isoniazid,
rifampisin, dan etambutol (SIRE) adalah 5,5 hari hingga 8,3 hari, dan untuk perangkat
[21]
pirazinamida (PZA) adalah 5 hari hingga 8,2 hari . Sistem BacT/ALERT juga
menyediakan hasil kerentanan obat untuk obat yang sama. Sensitivitas dan spesifitas
untuk mendeteksi resistensi rifampisin dilaporkan masing- masing sebesar 99% hingga
100% dan 92% hingga 100%, dan pasien- pasien yang memiliki resistensi isoniazid
masing- masing adalah 100% dan 88% hingga 100%. Waktu penyelesaian median untuk
perangkat streptomisin, isoniazid, rifampisin, dan etambutol (SIRE) dan perangkat
pirazinamida (PZA) masing- masing adalah 5 hari hingga 8,2 hari dan 5 hari hingga 7,4
hari [21].

Uji Kerentanan Obat dengan Menggunakan Observasi Mikroskopik (MODS)


Uji kerentanan obat dengan menggunakan observasi mikroskopik (MODS) merupakan
suatu tes diagnostik yang akurat, murah, dan merupakan perangkat kultur diagnostik
berbasis media cair yang telah disahkan oleh Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) untuk

Halaman 6
pemeriksaan secara cepat pada pasien- pasien yang diduga memiliki kondisi multidrug-
[22]
resistent (MDR) . Uji ini didasarkan pada kultur Mycobacterium tuberculosis dalam
reagen Middlebrook 7H9 di dalam sebuah kolom yang memiliki empat bah sumur
dalam piringan sumur 24-microtiter. Dua sumur pertama bebas dari obat, sedangkan
sumur ketiga mengandung isoniazid 100 µL pada konsentrasi 0,1 μg/mL atau 0,4
μg/mL, dan sumur keempat mengandung rifampisin pada konsentrasi 1 μg/mL. Piringan
yang digunakan kemudian diinkubasi pada suhu 37 °C dan diperiksa dengan
menggunakan mikroskop cahaya terbalik pada perbesaran 340 setiap hari dari hari ke-4
hingga hari ke-21, dan setiap minggu setelah itu hingga hari ke-40. Hasil kultur uji
kerentanan obat dengan menggunakan observasi mikroskopik (MODS) yang positif
didefinisikan oleh keberadaan pembentukan kord bilamana pertumbuhan telah
terdeteksi [23].
Untuk resistensi rifampisin, taksiran gabungan untuk uji kerentanan obat dengan
menggunakan observasi mikroskopik (MODS) adalah 98,0% untuk sensitivitas dan
99,4% (kisaran: 95,7% hingga 99,9%) untuk spesifitas. Untuk nilai tengah resistensi
isoniazid pada konsentrasi 0,1 µg/mL, sensitivitas yang dikumpulkan adalah 97,7%
(kisaran: 94,4% hingga 99,1%) dan spesifitas yang dikumpulkan adalah 95,8% (kisaran:
88,1% hingga 98,6%), tetapi dengan nlai tengah pada konsentrasi 0,4 μg/mL,
sensitivitas mengalami penurunan menjadi 90,0% (kisaran: 84,5% hingga 93,7%) dan
spesifisitas mengalami peningkatan menjadi 98,6% (kisaran: 96,9% menjadi 99,4%).
Waktu penyelesaian median rata- rata adalah 9,9 hari (interval konfidens 95%: 4,1 hari
hingga 15,8 hari) [24].
Uji kerentanan obat dengan menggunakan observasi mikroskopik (MODS)
belum digunakan secara luas di Korea Selatan meskipun termasuk murah dan mampu
memberikan hasil yang akurat. Hal ini dikarenakan metode ini membutuhkan tenaga
kerja yang lebih dari metode lainnya.

Metode Molekuler

Uji Amplifikasi Asam Nukleat (NAATs)


Uji amplifikasi asam nukleat (NAATs) didasarkan pada teknik molekul dan digunakan
untuk mendeteksi M. tuberkulosis dengan menentukan dan memperkuat RNA atau

Halaman 7
DNA. Dari uji amplifikasi asam nukleat (NAATs) yang dijelaskan, polymerase chain
reaction (PCR) paling sering digunakan. Uji amplifikasi asam nukleat (NAATs) untuk
menegakkan diagnosis tuberkulosis dilakukan menggunakan commerial kit serta
protokol uji “in-house” yang dikembangkan di laboratorium non-komersial. Sensitivitas
gabungan uji amplifikasi asam nukleat (NAATs) komersial, berdasarkan hasil dari 125
penelitian, adalah 85% (kisaran: 36% hingga 100%) dan spesifitas yang dikumpulkan
[25]
mereka adalah 97% (kisaran: 54% hingga 100%) . Keakuratan diagnostik tes
polymerase chain reaction (PCR) untuk tuberkulosis pulmonal bakteri tahan asam
(BTA) negatif juga dapat diterima dengan sensitivitas dan spesifisitas keseluruhan yang
[26]
dilaporkan sebesar 72% dan 0,96%, masing- masing . uji amplifikasi asam nukleat
(NAATs) juga berharga karena mereka dapat membedakan Mycobacterium tuberculosis
dari mycobacteria non-tuberculosis (NTM) dalam spesimen dengan pewarnaan bakteri
tahan asam (BTA) positif.

Uji Xpert MTB/RIF


Uji Xpert MTB/RIF (Cepheid, Sunnyvale, CA, Amerika Serikat) adalah uji amplifikasi
asam nukleat (NAATs) yang lebih cepat, otomatis, dan berbasis cartridge yang dapat
mendeteksi tuberkulosis bersama dengan resistensi rifampisin langsung dari sputum
[27]
dengan dalam 2 jam pengumpulan . Dalam penelitian baru- baru ini, uji Xpert
MTB/RIF ditemukan memiliki sensitivitas 98,2% pada kasus tuberkulosis sputum
apusan yang positif dan 72,5% pada kasus tuberkulosis smearegatif untuk mendeteksi
[28]
Mycobacterium tuberculosis . Sensitivitas dan spesifitas untuk resistensi rifampisin
masing- masing adalah 97,6% dan 98,1%.
Sebuah penelitian Korea yang dilakukan dalam lingkup klinis, melaporkan
sensitivitas dan spesifisitas 79,5% dan 100,0%, masing- masing, untuk uji Xpert
MTB/RIF untuk menegakkan diagnosis tuberkulosis pulmonal. Untuk pasien- pasien
dengan tuberkulosis pulmonal bakteri tahan asam (BTA) positif, sensasi uji Xpert
MTB/RIF menggunakan spesimen sputum adalah 88,9%, dan sensitivitasnya untuk
pasien- pasien dengan tuberkulosis bakteri tahan asam (BTA) negatif adalah 73,1%.
Waktu penyelesaian median dari tes untuk laporan hasil dan konfirmasi hasil oleh
dokter dalam lingkup rawat jalan masing- masing adalah 0 hari (kisaran: 0 hingga 1
[29]
hari) dan 6 hari (kisaran: 3 sampai 7 hari) . Ketika menggunakan spesimen scopic

Halaman 8
bronkus dari pasien yang tidak dapat melebarkan sputum, masing- masing sensitivitas
dan spesifitas dari Xpert RIF/MTB adalah 81,6% dan 100%. Sensitivitas uji ini jauh
lebih tinggi jika dibandingkan dengan mikroskopi bakteri tahan asam (BTA), yang
dilaporkan hanya 13,2% [30].
Uji Xpert MTB/RIF juga dapat digunakan untuk mendeteksi rifamp dalam
tahanan. Dalam sebuah penelitian di Korea, sensitivitas dan spesifitas dari pengujian
untuk mendeteksi resistensi rifampin masing- masing adalah 100% dan 98,7%, dan nilai
prediksi positif dan negatifnya masing- masing adalah 86,2% dan 100%. Selanjutnya,
nilai prediksi positif dari uji Xpert MTB/RIF untuk menegakkan diagnosis tuberkulosis
multidrug-resistent (MDR) ditemukan 79,3% [31].

Uji Line Probe (LPAs) Untuk Menegakkan Diagnosis Resistensi Obat


Line probe assays (LPAs) menyediakan sarana molekuler cepat untuk mendeteksi M.
tuberkulosis dan resistensi obat. Meskipun LPA lebih rumit dan membutuhkan lebih
banyak waktu jika dibandingkan dengan Xpert MTB/RIF, mereka memberikan
informasi tentang resistensi isoniazid dan rifampicin dengan mengidentifikasi mutasi
pada gen therpoB, katG, dan inhA. Menurut metaanalisis baru- baru ini, sensitivitas
kolam renang dan spesifitas untuk resistensi rifampis dari LPA adalah 96,7% (kisaran:
95,6% menjadi 97,5%) dan 98,8% (kisaran: 98,2% hingga 99,2%) dan untuk resistensi
isoniazid adalah 90,2% (kisaran , 88,2% hingga 91,9%) dan 99,2% (kisaran: 98,7%
hingga 99,5%) [32].
LPA baru- baru ini (Genotipe MtuberkulosisDRsl assay, Hain Lifescience
GmbH, Nehren, Jerman) memberikan ketahanan terhadap obat anti-tuberkulosis lini
kedua. Untuk versi 1.0 dari pengujian Genotip MtuberkulosisDRsl, sensitivitas
dikumpulkan dan spesifitas untuk resistensi fuoroquinolone adalah 85,6% (kisaran:
79,2% sampai 90,4%) dan 98,5% (kisaran: 95,7% hingga 99,5%) untuk koloni
Mycobacterium tuberculosis, dan 86,2% (kisaran: 74,6% hingga 93,0%) dan 98,6%
(kisaran: 96,9% hingga 99,4%) untuk spesimen apusan yang positif. Selain itu,
sensitivitas dikumpulkan dan spesifisitas untuk resistensi terhadap obat injeksi lini
kedua adalah 76,5% (kisaran: 63,3% sampai 86,0%) dan 99,1% (kisaran: 97,3% hingga
99,7%) untuk koloni Mycobacterium tuberculosis, dan 87,0% (kisaran: 38,1% hingga

Halaman 9
98,6%) dan 99,5% (kisaran: 93,6% hingga 100,0%) untuk spesimen apusan yang positif
[33]
.

Perubahan Metode Diagnostik Tuberkulosis dalam Praktek Klinis


Kembali pada awal tahun 2000-an, pengobatan tuberkulosis dimulai berdasarkan
kecurigaan klinis dan radiografi di sebagian besar pasien Korea Selatan. Satu penelitian
Korea melaporkan diagnosis tuberkulosis dikonfirmasikan berdasarkan tanda- tanda
klinis dan radiografi hanya pada satu pasien- pasien dengan dugaan tuberkulosis [34].
Akan tetapi, metode diagnostik untuk tuberkulosis yang mendorong inisiasi
pengobatan tuberkulosis dalam praktik telah berubah ketika tes baru telah
[35]
diperkenalkan. Ahn dan kawan- kawan melaporkan sebagian besar pro pasien
didiagnosis dengan tuberkulosis pulmonal menggunakan uji amplifikasi asam nukleat
(NAATs), dan bahwa lebih banyak pasien didiagnosis menggunakan spesimen
bronkoskopik pada 2013 jika dibandingkan dengan 2005. Akibatnya, proporsi pasien
yang didiagnosis secara klinis dengan tuberkulosis pulmonal lebih rendah pada 2013
jika dibandingkan dengan 2005 [35].

Pemeriksaan Pencitraan

Radiografi Thoraks
Radiografi thoraks memainkan peran penting dalam skrining dan diagnosis tuberkulosis
pulmonal. Temuan radiografi khas tuberkulosis pulmonal di inang (host)
imunokompeten terdiri dari konsolidasi heterogen fokal atau tambal sulam yang
melibatkan segmen apikal dan posterior lobus atas dan superi atau segmen lobus bawah
(Gambar 2) [36,37].

Gambar 2. Tuberkulosis pulmonal pada seorang wanita 42 tahun dengan fonografi


radiografi khas. (A) Rontgen thoraks menunjukkan beberapa nodul kecil dan
konsolidasi tambal sulam di paru kanan atas dan kedua zona paru- paru tengah. (B, C)
Computed tomography scan yang diperoleh pada tingkat trakea dan bronchus lobus
kanan tengah menunjukkan nodul kavitas, konsolidasi lobuler, nodul centrilobuler dan
pola pohon-di-kuncup di kedua lobus atas dan segmen superior lobus kanan bawah.

Halaman 10
Temuan umum lainnya termasuk nodul yang kurang berkembang dan opasitas linear.
Cavitas tunggal atau ganda secara radiografi terbukti pada 20% hingga 45% dari
[36,37]
keseluruhan pasien . Namun, radiografi mungkin juga tidak atau hanya
menunjukkan temuan ringan atau non-spesifik pada pasien- pasien dengan penyakit
aktif. Sebenarnya, diagnosis radiografi tuberkulosis awal benar dalam hanya 49% dari
keseluruhan kasus [38].
Pada inang (host) penurunan sistem imun tubuh, tuberkulosis pulmonal
bermanifestasi sebagai tuberkulosis miliaria, limfadenopati hilus atau mediastinum, dan
efusi pleura pada pemeriksaan radiografi thoraks (Gambar 3) [10].

Gambar 3. Limfadenitis tuberkulosa dan pleuritis pada pria berusia 28 tahun dengan
infeksi virus imunodefisiensi manusia. (A) Rontgen thoraks menunjukkan pembesaran
hilus kanan dan efusi pleura kanan. (B, C, D) Gambar computed tomography serial
thoraks menunjukkan pembesaran paratrakea kanan, subcarinal, hilus, dan pembesaran
kelenjar getah bening peribronkial dengan redaman atenuasi rendah dan peningkatan
tepi perifer. Juga perhatikan beberapa nodul pleura nekrotik (anak panah) dengan
peningkatan pleura homogen di hemithoraks anterior kanan.

Efusi pleura, biasanya unilateral, terjadi pada 15% hingga 20% dari keseluruhan pasien
[39]
. Meskipun efusi pleura biasanya berhubungan dengan kelainan parenkim mal,
mungkin merupakan satu-satunya manifestasi radiologis tuberkulosis.

Pemeriksaan CT-Scan
Pemeriksaan CT-scan lebih sensitif jika dibandingkan dengan radiografi thoraks untuk
mendeteksi dan untuk melihat karakter dari penyakit parenkim yang tidak terlalu jelas,
serta untuk limfadenopati mediastinal. Dengan menggunakan CT-scan, tingkat
keakuratan diagnosis tuberkulosis pulmonal adalah sebesar 91% dari keseluruhan pasien
dan tuberkulosis dapat dieksklusikan secara akurat sebesar 76% dari keseluruhan pasien
[40]
. Pemeriksaan CT-scan sangat membantu dalam mendeteksi fokus kecil dari suatu
kavitasi di daerah pneumonia yang konfluen, di daerah nodularitas yang padat, dan pada
jaringan parut [40,41]. Sebagai contoh, dalam suatu penelitian yang dilakukan terhadap 41

Halaman 11
orang pasien dengan tuberkulosis aktif, pemeriksaan CT-scan menggambarkan cavitas
pada 58% pasien, sedangkan rontgen thoraks menunjukkan cavitas hanya pada 22%
[42]
pasien . CT-scan juga berguna untuk menentukan aktivitas penyakit. Dalam satu
penelitian dari 146 orang pasien tuberkulosis, 80% dengan penyakit akut dan 89%
dengan penyakit tidak aktif benar difinikasi oleh CT-scan resolusi tinggi [40]. Selain itu,
pemeriksaan CT-scan memainkan peran penting dalam mendeteksi komplikasi pleura
atau komplikasi mediastinum dan dalam tatalaksana tuberkulosis dengan menunjukkan
[12]
lokasi kavitasi dan sejauh mana penyakit ini telah berkembang . Tabel 1 meringkas
karakteristik temuan CT-scan parenkim, kelenjar getah bening, saluran nafas, dan
tuberkulosis pleura (Gambar 2-6) [12,41,43-47].

Gambar 4. Tuberkulosis milier pada wanita yang berusia 21 tahun. (A) Pemeriksaan
CT-scan thoraks dilakukan pada tingkat bronkus antara kanan menunjukkan nodul
mulitpel peri-fissura dan nodul miliaria dengan distribusi acak di paru- paru kanan. (B)
Fotomikrograf dari spesimen patologis yang diperoleh oleh biopsi paru- paru
transbronkial menunjukkan banyak granuloma (G) dengan distribusi acak (Pewarnaan
H & E, × 40). PV: vena pulmonal.

Gambar 5. Tuberkulosis bronkial pada wanita yang berusia 26 tahun. (A) Foto thoraks
menunjukkan opasitas dan elevasi kiri dari hilum yang mengalami peningkatan,
menunjukkan atelektasis lobus kiri atas. (B, C) Tampakan aksial dan koronal yang
diformat ulang dari pemeriksaan CT-scan thoraks menunjukkan penebalan dinding difus
bronkus utama kiri dengan atelektasis lobus kiri atas. (D) Bronkoskopi menunjukkan
penyempitan bronkus utama kiri, yang ditutupi dengan eksudat keputih- putihan.

Gambar 6. Pleuritis tuberkulosa pada seorang gadis yang berusia 16 tahun. (A)
Pemeriksaan rontgen thoraks menunjukkan efusi pleura kiri. (B) Pemeriksaan CT-scan
thoraks yang dilakukan pada atrium kiri menunjukkan efusi pleura kiri dengan
peningkatan pleura parietal homogen (panah). Perhatikan konsolidasi yang tampak
seperti massa di lobus kiri bawah (panah); sugestif pneumonia tuberkulosa.

Tabel 1. Karakteristik Temuan Pemeriksaan CT-Scan pada Tuberkulosis Pulmonal.

Halaman 12
Lokasi Temuan CT-Scan
Parenkim
Tuberkulosis Nodul centrilobuler aktif, pola tree-in-buds, konsolidasi berupa bercak atau lobuler,
aktif cavitas, CT galaxy sign a), konsolidasi lobus bawahb).
Nodul dengan tepi yang halus, tidak ada tepi yang meninggi atau tepi yang
Tuberkuloma
menyerupai cincin.
Tuberkulosis Nodul dengan diameter 1–3 mm yang terdistribusi secara acak, penebalan pada
milier septum interlobuler atau pada garis interstisial.
Daerah sentral dengan atenuasi rendah yang disertai dengan tepi perifer yang
Nodus limfatikus
meninggi.
Penipisan dinding sirkumferensial dan penyempitan lumen dari saluran nafas,
Saluran nafas
dengan keterlibatan segmen panjang pada bronki.
Efusi pleura yang disertai dengan penebalan minimal pada permukaan pleura
Pleura
visceral dan pleura parietal.
CT: computed tomography; TB: tuberkulosis.
a)
Kelompok nodul kecil atau pola tree-in-bud; b) Dianggap sebagai temuan atipik dan
biasanya tampak pada pasien- pasien dengan penurunan sistem imun tubuh.

Modalitas Pencitraan yang Baru


CT-scan memiliki banyak keuntungan untuk mendeteksi lesi tuberkulosis dan untuk
menghentikan aktivitas penyakit, tetapi baik dosis radiasi dan biaya CT-scan telah
membatasi penggunaan diagnostiknya. Beberapa modalitas pencitraan baru, seperti:
dual-energy substraction digital radiography (DES-DR) dan digital tomoshyntesis
(DTS) memiliki kinerja diagnostik yang lebih baik jika dibandingkan dengan
pemeriksaan radiografi thoraks, terutama untuk mendeteksi nodul- nodul centrilobuler
dan cavitas, serta mengurangi bahaya radiasi terkait dengan pemeriksaan CT-scan
berulang (Gambar 7).

Gambar 7. Tuberkulosis pulmonal multidrug-resistant (MDR) pada pria yang berusia


75 tahun. (A) Pemeriksaan radiografi thoraks menunjukkan traksi bronkiektasis pada
paru kiri yang disertai dengan penebalan pleura apikal. (B) Tomosintesis digital thoraks
menunjukkan lesi kavitas yang dapat terlihat dengan jelas yang terdapat pada lesi yang
sama yang terlihat pada radiografi thoraks (panah).

Dalam sebuah penelitian perbandingan terkait dengan kinerja diagnostik dual-energy


substraction digital radiography (DES-DR), digital tomoshyntesis (DTS), dan DR,
diketahui bahwa digital tomoshyntesis (DTS)menunjukkan kinerja yang lebih baik jika
dibandingkan dengan dual-energy substraction digital radiography (DES-DR) dan DR

Halaman 13
dalam mendeteksi kavitasi (sensitivitas DTS, DESDR, dan DR masing- masing adalah
100%, 90,3%, dan 67,7%) dan dalam mendeteksi nodul (sensitivitas masing- masing
adalah 98,4%, 90,2%, dan 82%) [48].

ALGORITMA DIAGNOSTIK UNTUK TUBERKULOSIS PULMONAL

Pasien- pasien yang diduga memiliki tuberkulosis harus dirujuk untuk menjalani
evaluasi medis. Pemeriksaan radiografi thoraks dan pemeriksaan sputum multipel
(untuk mikroskopi dan kultur lambung) harus diperoleh sebagai langkah diagnostik
[13]
awal . Dalam beberapa kasus, CT-scan thoraks mampu membantu identifikasi lesi
tuberkulosis atau penyakit lain. Uji amplifikasi asam nukleat (NAATs) dapat dengan
cepat mengonfirmasi diagnosis tuberkulosis dan membedakan Mycobacterium
tuberculosis dari mycobacteria non-tuberculosa (NTM). Secara khusus, uji Xpert
MTB/RIF dapat memberikan diagnosis dalam jangka waktu yang cepat dan menentukan
adanya resistensi rifampisin dalam waktu 2 jam.
Kultur mycobacterium baik itu pada media padat dan cair harus dilakukan untuk
mendapatkan konfirmasi diagnosis dan untuk menentukan kerentanan obat, serta
pengujian line-probe berguna untuk mendeteksi resistensi terhadap obat anti-
tuberkulosis tipe 1 dan 2 pada pasien- pasien dengan resistensi obat yang tinggi.

KESIMPULAN

Tuberkulosis masih tetap merupakan permasalahan kesehatan global. Penegakan


diagnosis tuberkulosis secara akurat dan cepat dan penentuan resistensi obat dengan
menggunakan evaluasi bakteri, molekuler, dan radiografi merupakan langkah- langkah
yang sangat penting sehubungan dengan perawatan yang adekuat dan untuk melindungi
masyarakat dari infeksi tuberkulosis ini.

Halaman 14

Вам также может понравиться