Академический Документы
Профессиональный Документы
Культура Документы
Definisi
a. Mobilisasi
Mobilitas adalah pergerakan yang memberikan kebebasan dan kemandirian bagi seseorang
(Ansari, 2011).
Mobilisasi adalah suatu kondisi dimana tubuh dapat melakukan keegiatan dengan bebas
(Kosier, 1989 cit Ida 2009)
Mobilisasi adalah kemampuan seseorang untuk bergerak secara bebas, mudah dan teratur yang
bertujuan untuk memenuhi kebutuhan hidup sehat. Mobilisasi diperlukan untuk
meninngkatkan kesehatan, memperlambat proses penyakit khususnya penyakit degeneratif
dan untuk aktualisasi. Mobilisasi menyebabkan perbaikan sirkulasi, membuat napas dalam
dan menstimulasi kembali fungsi gastrointestinal normal, dorong untuk menggerakkan kaki
dan tungkai bawah sesegera mungkin, biasanya dalam waktu 12 jam (Mubarak, 2008).
Mobilitas atau mobilisasi merupakan kemampuan individu untuk bergerak secara bebas, mudah
dan teratur dengan tujuan untuk memenuhi kebutuhan aktivitas guna mempertahankan
kesehatannya (Aziz AA, 2006)
Mobililis/ mobilisatio adalah usahagerak/ memgerakakn (Brooker Christine, 2001)
Mobilitas fisik yaitu keadaan keika tseseorang mengalami atau bahkan beresiko mengalami
keterbatasan fisik dan bukan merupakan immobile (Doenges, M.E, 2000)
Mobilitas atau Mobilisasi adalah kemampuan individu untuk bergerak secara bebas, mudah,
dan teratur dengan tujuan untuk memenuhi kebutuhan aktivitas guna mempertahankan
kesehatannya.
b. Imobilisasi
Imobilitas didefinisikan secara luas sebagai tingkat aktivitas yang kurang darimobilitas optimal
(Ansari, 2011).
Imobilisasi adalah suatu keadaan dimana penderita harus istirahat di tempat tidur,tidak bergerak
secara aktif akibat berbagai penyakit atau gangguan pada alat/organ tubuh yang bersifat fisik
atau mental. Dapat juga diartikan sebagai suatu keadaan tidak bergerak / tirah baring yang
terus – menerus selama 5 hari atau lebih akibat perubahan fungsi fisiologis (Bimoariotejo,
2009).
Immobility (imobilisasi) adalah keadaan tidak bergerak/ tirah baring (bed rest) selama 3 hari
atau lebih (Adi, 2005). Suatu keadaan keterbatasan kemampuan pergerakan fisik secara
mandiri yang dialami seseorang (Pusva, 2009).
Imobilisasi adalah suatu kondisi yang relatif, dimana individu tidak saja kehilangan
kemampuan geraknya secara total, tetapi juga mengalami penurunan aktifitas dari kebiasaan
normalnya (Mubarak, 2008).
Gangguan mobilitas fisik (immobilisasi) didefinisikan oleh North American Nursing Diagnosis
Association (NANDA) sebagai suatu kedaaan dimana individu yangmengalami atau beresiko
mengalami keterbatsan gerakan fisik. Individu yang mengalami atau beresiko mengalami
keterbatasan gerakan fisik antara lain : lansia, individu dengan penyakit yang mengalami
penurunan kesadaran lebih dari 3 hari atau lebih, individu yang kehilangan fungsi anatomic
akibat perubahan fisiologik (kehilangan fungsi motorik,klien dengan stroke, klien penggunaa
kursi roda), penggunaan alat eksternal (seperti gipsatau traksi), dan pembatasan gerakan
volunteer (Potter, 2005).
Imobilisasi merupakan ketidakmampuan seseorang untuk menggerakkan tubuhnya sendiri.
Imobilisasi dikatakan sebagai faktor resiko utama pada munculnya luka dekubitus baik di
rumah sakit maupun di komunitas. Kondisi ini dapat meningkatkan waktu penekanan pada
jaringan kulit, menurunkan sirkulasi dan selanjutnya mengakibatkan luka dekubitus.
Imobilisasi disamping mempengaruhi kulit secara langsung, juga mempengaruhi beberapa
organ tubuh. Misalnya pada system kardiovaskuler,gangguan sirkulasi darah perifer, system
respirasi, menurunkan pergerakan paru untuk mengambil oksigen dari udara (ekspansi paru)
dan berakibat pada menurunnya asupan oksigen ke tubuh Lindgren et al, 2004)
2. Tujuan Mobilisasi
Memenuhi kebutuhan dasar manusia
Mencegah terjadinya trauma
Mempertahankan tingkat kesehatan
Mempertahankan interaksi sosial dan peran sehari - hari
Mencegah hilangnya kemampuan fungsi tubuh
3. Batasan karakteristik
a. Ketidakmampuan untuk bergerak dengan tujuan di dalam lingkungan, termasuk mobilitas di
tempat tidur, berpindah dan ambulasi.
b. Keengganan untuk melakukan pergerakan.
c. Keterbatasan rentang gerak.
d. Penurunan kekuatan, pengendalian, atau masa otot.
e. Mengalami pembatasan pergerakan, termasuk protocol-protokol mekanis dan medis
f. Gangguan koordinasi
c. Faktor resiko
Berbagai faktor fisik, psikologis, dan lingkungan dapat menyebabkan imobilisasi pada usia
lanjut, seperti pada tabel berikut:
Gangguan Artritis
muskuloskeletal Osteoporosis
Fraktur (terutama panggul dan femur)
Problem kaki (bunion, kalus)
Lain-lain (misalnya penyakit paget)
Gangguan neurologis Stroke
parkinson Penyakit
Lain-lain (disfungsi serebelar, neuropati)
Penyakit Gagal jantung kongensif (berat)
kardiovaskular Penyakit jantung koroner (nyeri dada yang sering)
Penyakit vaskular perifer (kardkasio yang sering)
Penyakit paru Penyakit paru obstruksi kronis (berat)
Faktoe sensorik Gangguan penglihatan
Takut (instabilitas dan takut akan jatuh)
Penyebab lingkungan Imobilisasi yang dipaksakan (di rumah sakit atau
panti werdha)
Alat bantu mobilitas yang tidak adekuat
Nyeri akut atau kronik
Lain-lain Dekondisi (setelah tirah baring lama metastasis luas
pada keganasan)
Malnutrisi
Penyakit sistemik berat (misalnya metastasis luas
pada keganasan)
Depresi
Efek samping obat (misalnya kekuatan yang
disebabkan obat antipsikotik)
6. Patofisiologi
Mobilisasi sangat dipengaruhi oleh sistem neuromuskular, meliputi sistem otot,
skeletal, sendi, ligament, tendon, kartilago, dan saraf. Otot Skeletal mengatur gerakan tulang
karena adanya kemampuan otot berkontraksi dan relaksasi yang bekerja sebagai sistem
pengungkit. Ada dua tipe kontraksi otot: isotonik dan isometrik. Pada kontraksi isotonik,
peningkatan tekanan otot menyebabkan otot memendek. Kontraksi isometrik menyebabkan
peningkatan tekanan otot atau kerja otot tetapi tidak ada pemendekan atau gerakan aktif dari
otot, misalnya, menganjurkan klien untuk latihan kuadrisep. Gerakan volunter adalah
kombinasi dari kontraksi isotonik dan isometrik. Meskipun kontraksi isometrik tidak
menyebabkan otot memendek, namun pemakaian energi meningkat. Perawat harus mengenal
adanya peningkatan energi (peningkatan kecepatan pernafasan, fluktuasi irama jantung,
tekanan darah) karena latihan isometrik. Hal ini menjadi kontra indikasi pada klien yang sakit
(infark miokard atau penyakit obstruksi paru kronik). Postur dan Gerakan Otot merefleksikan
kepribadian dan suasana hati seseorang dan tergantung pada ukuran skeletal dan
perkembangan otot skeletal. Koordinasi dan pengaturan dari kelompok otot tergantung dari
tonus otot dan aktifitas dari otot yang berlawanan, sinergis, dan otot yang melawan gravitasi.
Tonus otot adalah suatu keadaan tegangan otot yang seimbang.
Ketegangan dapat dipertahankan dengan adanya kontraksi dan relaksasi yang
bergantian melalui kerja otot. Tonus otot mempertahankan posisi fungsional tubuh dan
mendukung kembalinya aliran darah ke jantung.
Immobilisasi menyebabkan aktifitas dan tonus otot menjadi berkurang. Skeletal
adalah rangka pendukung tubuh dan terdiri dari empat tipe tulang: panjang, pendek, pipih,
dan ireguler (tidak beraturan). Sistem skeletal berfungsi dalam pergerakan, melindungi organ
vital, membantu mengatur keseimbangan kalsium, berperan dalam pembentukan sel darah
merah.
Sendi adalah hubungan di antara tulang, diklasifikasikan menjadi:
Sendi sinostotik mengikat tulang dengan tulang mendukung kekuatan dan stabilitas. Tidak ada
pergerakan pada tipe sendi ini. Contoh: sakrum, pada sendi vertebra.
Sendi kartilaginous/sinkondrodial, memiliki sedikit pergerakan, tetapi elastis dan menggunakan
kartilago untuk menyatukan permukaannya. Sendi kartilago terdapat pada tulang yang
mengalami penekanan yang konstan, seperti sendi, kostosternal antara sternum dan iga.
Sendi fribrosa/sindesmodial, adalah sendi di mana kedua permukaan tulang disatukan dengan
ligamen atau membran. Serat atau ligamennya fleksibel dan dapat diregangkan, dapat
bergerak dengan jumlah yang terbatas. Contoh: sepasang tulang pada kaki bawah (tibia dan
fibula) .
Sendi sinovial atau sendi yang sebenarnya adalah sendi yang dapat digerakkan secara bebas
dimana permukaan tulang yang berdekatan dilapisi oleh kartilago artikular dan dihubungkan
oleh ligamen oleh membran sinovial. Contoh: sendi putar seperti sendi pangkal paha (hip)
dan sendi engsel seperti sendi interfalang pada jari.
Ligamen adalah ikatan jaringan fibrosa yang berwarna putih, mengkilat, fleksibel mengikat
sendi menjadi satu sama lain dan menghubungkan tulang dan kartilago. Ligamen itu elastis
dan membantu fleksibilitas sendi dan memiliki fungsi protektif. Misalnya, ligamen antara
vertebra, ligamen non elastis, dan ligamentum flavum mencegah kerusakan spinal kord
(tulang belakang) saat punggung bergerak.
Tendon adalah jaringan ikat fibrosa berwarna putih, mengkilat, yang menghubungkan otot
dengan tulang. Tendon itu kuat, fleksibel, dan tidak elastis, serta mempunyai panjang dan
ketebalan yang bervariasi, misalnya tendon akhiles/kalkaneus.
Kartilago adalah jaringan penghubung pendukung yang tidak mempunyai vaskuler, terutama
berada disendi dan toraks, trakhea, laring, hidung, dan telinga. Bayi mempunyai sejumlah
besar kartilago temporer. Kartilago permanen tidak mengalami osifikasi kecuali pada usia
lanjut dan penyakit, seperti osteoarthritis.
Sistem saraf mengatur pergerakan dan postur tubuh. Area motorik volunteer utama, berada di
konteks serebral, yaitu di girus prasentral atau jalur motorik.
Propriosepsi adalah sensasi yang dicapai melalui stimulasi dari bagian tubuh tertentu dan
aktifitas otot. Proprioseptor memonitor aktifitas otot dan posisi tubuh secara
berkesinambungan. Misalnya proprioseptor pada telapak kaki berkontribusi untuk memberi
postur yang benar ketika berdiri atau berjalan. Saat berdiri, ada penekanan pada telapak kaki
secara terus menerus. Proprioseptor memonitor tekanan, melanjutkan informasi ini sampai
memutuskan untuk mengubah posisi.
8. Komplikasi
a. Perubahan Metabolik
Secara umum imobilitas dapat mengganggu metabolisme secara normal, mengingat
imobilitas dapat menyebabkan turunnya kecepatan metabolisme dalam tubuh. Immobilisasi
menggangu fungsi metabolic normal antara lain laju metabolic: metabolisme karbohidarat,
lemak, dan protein, keseimbangan cairan dan elektrolit, ketidakseimbangan kalsium, dan
gangguan pencernaan. Keberdaaan infeksius padaklien immobilisasi meningkatkan BMR
karena adanya demam dan penyembuhanluka yang membutuhkan peningkatan kebutuhan
oksgen selular.
Gangguan metabolic yang mungkin terjadi :
1) Defisensi kalori dan proterin merupakan karakteristik klien yangmengalamianoreksia
sekunder akibat mobilisasi. Immobilisasi menyebabkan asam aminotidak digunakan dan akan
diekskresikan. Pemcahan asasm amino akan terusterjadi dan menghasilkan nitrogen sehingga
akumulasinya kan menyebbakankeseimbangan nitrogen negative , kehilangan berat badan ,
penurnan massaotot, dan kelemahan akibat katabolisme jarinagn. Kehilangan masa
otottertutama pada hati,jantung,paru-paru, saluran pencernaan, dan imunitas.
2) Ekskresi kalssium dalam urin ditngkatkan melalui resorpsi tulang. Hal initerjadi karena
immobilisasi menyebabkan kerja ginjal yang menyebabkanhiperkalsemia.
3) Gangguan nutrisi (hipoalbuminemia) Imobilisasi akan mempengaruhi system metabolik dan
endokrin yang akibatnya akan terjadi perubahan terhadap metabolisme zat gizi. Salah satu
yang terjadi adalah perubahan metabolisme protein. Kadar plasma kortisol lebih tinggi pada
usia lanjut yang imobilisasi sehingga menyebabkan metabolisme menjadi katabolisme.
Keadaan tidak beraktifitas dan imobilisasi selama 7 hari akan meningkatkan ekskresinitrogen
urin sehingga terjadi hipoproteinemia.
4) Gannguan gastrointestinal terjadi akibta penurunan motilitas usus. Konstipasi sebagai gejala
umum , diare karena feces yang cair melewati bagian tejpit dan menyebabkan masalah serius
berupa obstruksi usus mekanik bila tidak ditangani karena adanya distensi dan peningkatan
intraluminal yang akan semakin parah bila terjadi dehidrasi, terhentinya basorbsi, gannguan
cairan dan elektrolit.
b. Ketidakseimbangan Cairan dan Elektrolit
Terjadinya ketidakseimbangan cairan dan elektrolit sebagai dampak dari imobilitas akan
mengakibatkan persediaan protein menurun dan konsenstrasi protein serum berkurang
sehingga dapat mengganggu kebutuhan cairan tubuh. Berkurangnya perpindahan cairan dari
intravaskular ke interstitial dapat menyebabkan edema, sehingga terjadi ketidakseimbangan
cairan dan elektrolit.
c. Gangguan Pengubahan Zat Gizi
Terjadinya gangguan zat gizi yang disebabkan oleh menurunnya pemasukan protein dan
kalori dapat mengakibatkan pengubahan zat-zat makanan pada tingkat sel menurun, dan tidak
bisa melaksanakan aktivitas metabolisme,
d. Gangguan Fungsi Gastrointestinal
Imobilitas dapat menyebabkan gangguan fungsi gastrointestinal, karena imobilitas dapat
menurunkan hasil makanan yang dicerna dan dapat menyebabkan gangguan proses eliminasi.
e. Perubahan Sistem Pernapasan
Imobilitas menyebabkan terjadinya perubahan sistem pernapasan. Akibat imobilitas, kadar
hemoglobin menurun, ekspansi paru menurun, dan terjadinya lemah otot,
f. Perubahan Kardiovaskular
Perubahan sistem kardiovaskular akibat imobilitas, yaitu berupa hipotensi ortostatik,
meningkatnya kerja jantung, dan terjadinya pembentukan trombus.
g. Perubahan Sistem Muskuloskeletal
Gangguan Muskular: menurunnya massa otot sebagai dampak imobilitas, dapat menyebabkan
turunnya kekuatan otot secara langsung.
Gangguan Skeletal: adanya imobilitas juga dapat menyebabkan gangguan skeletal, misalnya
akan mudah terjadi kontraktur sendi dan osteoporosis.
h. Perubahan Sistem Integumen
Perubahan sistem integumen yang terjadi berupa penurunan elastisitas kulit karena
menurunnya sirkulasi darah akibat imobilitas.
i. Perubahan Eliminasi
Perubahan dalam eliminasi misalnya dalam penurunan jumlah urine.
j. Perubahan Perilaku
Perubahan perilaku sebagai akibat imobilitas, antara lain timbulnya rasa bermusuhan,
bingung, cemas, dan sebagainya.
9. Pemeriksaan Penunjang
a. Pemeriksaan Fisik
1) Mengkaji skelet tubuh
Adanya deformitas dan kesejajaran. Pertumbuhan tulang yang abnormal akibat tumor tulang.
Pemendekan ekstremitas, amputasi dan bagian tubuh yang tidak dalam kesejajaran anatomis.
Angulasi abnormal pada tulang panjang atau gerakan pada titik selain sendi biasanya
menandakan adanya patah tulang.
2) Mengkaji tulang belakang
Skoliosis (deviasi kurvatura lateral tulang belakang)
Kifosis (kenaikan kurvatura tulang belakang bagian dada)
Lordosis (membebek, kurvatura tulang belakang bagian pinggang berlebihan)
3) Mengkaji system persendian
Luas gerakan dievaluasi baik aktif maupun pasif, deformitas, stabilitas, dan adanya benjolan,
adanya kekakuan sendi
4) Mengkaji system otot
Kemampuan mengubah posisi, kekuatan otot dan koordinasi, dan ukuran masing-masing otot.
Lingkar ekstremitas untuk mementau adanya edema atau atropfi, nyeri otot.
5) Mengkaji cara berjalan
Adanya gerakan yang tidak teratur dianggap tidak normal. Bila salah satu ekstremitas lebih
pendek dari yang lain. Berbagai kondisi neurologist yang berhubungan dengan cara berjalan
abnormal (mis.cara berjalan spastic hemiparesis - stroke, cara berjalan selangkah-selangkah –
penyakit lower motor neuron, cara berjalan bergetar – penyakit Parkinson).
6) Mengkaji kulit dan sirkulasi perifer
Palpasi kulit dapat menunjukkan adanya suhu yang lebih panas atau lebih dingin dari lainnya
dan adanya edema. Sirkulasi perifer dievaluasi dengan mengkaji denyut perifer, warna, suhu
dan waktu pengisian kapiler.
7) Mengkaji fungsional klien
Kategori tingkat kemampuan aktivitas
TINGKAT
KATEGORI
AKTIVITAS/ MOBILITAS
0 0 Paralisis sempurna
1 10 Tidak ada gerakan, kontraksi otot dapat
di palpasi atau dilihat
2 25 Gerakan otot penuh melawan gravitasi
dengan topangan
3 50 Gerakan yang normal melawan gravitasi
4 75 Gerakan penuh yang normal melawan
gravitasi dan melawan tahanan minimal
5 100 Kekuatan normal, gerakan penuh yang
normal melawan gravitasi dan tahanan
penuh
KATZ INDEX
AKTIVITAS KEMANDIRIAN KETERGANTUNGAN
(1 poin) (0 poin)
TIDAK ADA pemantauan, perintah Dengan pemantauan, perintah,
ataupun didampingi pendampingan personal atau
perawatan total
MANDI (1 poin) (0 poin)
Sanggup mandi sendiri tanpa Mandi dengan bantuan lebih dari
bantuan, atau hanya memerlukan satu bagian tuguh, masuk dan
bantuan pada bagian tubuh tertentu keluar kamar mandi. Dimandikan
(punggung, genital, atau dengan bantuan total
ekstermitas lumpuh)
BERPAKAIAN (1 poin) (0 poin)
Berpakaian lengkap mandiri. Bisa Membutuhkan bantuan dalam
jadi membutuhkan bantuan unutk berpakaian, atau dipakaikan baju
memakai sepatu secara keseluruhan
TOILETING (1 poin) (0 poin)
Mampu ke kamar kecil (toilet), Butuh bantuan menuju dan keluar
mengganti pakaian, membersihkan toilet, membersihkan sendiri atau
genital tanpa bantuan menggunakan telepon
PINDAH (1 poin) (0 poin)
POSISI Masuk dan bangun dari tempat Butuh bantuan dalam berpindah
tidur / kursi tanpa bantuan. Alat dari tempat tidur ke kursi, atau
bantu berpindah posisi bisa diterima dibantu total
KONTINENSIA (1 poin) (0 poin)
Mampu mengontrol secara baik Sebagian atau total inkontinensia
perkemihan dan buang air besar bowel dan bladder
MAKAN (1 poin) (0 poin)
Mampu memasukkan makanan ke Membutuhkan bantuan sebagian
mulut tanpa bantuan. Persiapan atau total dalam makan, atau
makan bisa jadi dilakukan oleh memerlukan makanan parenteral
orang lain.
Total Poin :
6 = Tinggi (Mandiri); 4 = Sedang; <2 = Ganggaun fungsi berat; 0 = Rendah (Sangat tergantung)
10. Pencegahan
a. Pencegahan primer
Pencegahan primer merupakan proses yang berlangsug sepanjang kehidupan dan episodic.
Sebagai suatu proses yang berlangsung sepanjang kehidupan, moblilitas dan aktivitas
tergantung pada fungsi system musculoskeletal, kardiovaskuler, pulmonal. Sebagai suatu
proses episodic pencegahan primer diarahkan pada pencegahan masalah-masalah yang dapat
tmbul akibat imoblitas atau ketidak aktifan.
Hambatan terhadap latihan
Berbagai hambatan mempengaruhi partisipasi lansia dalam latihan secara teratur. Bahaya-
bahaya interpersonal termasuk isolasi social yang terjadi ketika teman-teman dan keluarga
telah meninggal, perilaku gaya hidup tertentu (misalnya merokok dan kebiasaan diet yang
buruk) depresi gangguan tidur, kurangnya transportasi dan kurangnya dukungan. Hambatan
lingkungan termasuk kurangnya tempat yang aman untuk latihan dan kondisi iklim yang
tidak mendukung.
Pengembangan program latihan
Program latihan yang sukses sangat individual, diseimbangkan, dan mengalami peningkatan.
Program tersebut disusun untuk memberikn kesempatan pada klien untuk mengembangkan
suatu kebiasaan yang teratur dalam melakukan bentuk aktif dari rekreasi santai yang dapat
memberikan efek latihan.
Ketika klien telah memiliki evaluasi fisik secara seksama, pengkajian tentang factor-faktor
pengganggu berikut ini akan membantu untuk memastikan keterikatan dan meningkatkan
pengalaman;
o Aktivitas sat ini dan respon fisiologis denyut nadsi sebelum, selama dan setelah aktivitas
diberikan)
o Kecenderungan alami (predisposisi atau penngkatan kearah latihan khusus)
o Kesulitan yang dirasakan
o Tujuan dan pentingnya lathan yang dirasakan
o Efisiensi latihan untuk dirisendiri (derajat keyakinan bahwa seseorang akan berhasil)
Keamanan
Ketika program latihan spesifik telah diformulasikan dan diterima oleh klien, instruksi
tentang latihan yang aman harus dilakukan. Mengajarkan klien untuk mengenali tanda-tanda
intoleransi atau latihan yang terlalu keras sama pentingnya dengan memilih aktivitas yang
tepat.
b. Pencegahan Sekunder
Spiral menurun yang terjadi akibat aksaserbasi akut dari imobilitas dapat dkurangi atau
dicegah dengan intervensi keperawatan. Keberhasilan intervensi berasal dri suatu pengertian
tentang berbagai factor yang menyebabkan atau turut berperan terhadap imobilitas dan
penuaan. Pencegahan sekunder memfokuskan pada pemeliharaan fungsi dan pencegahan
komplikasi. Diagnosis keperawaqtan dihubungkan dengan poencegahan sekunder adalah
gangguan mobilitas fisik
RENCANA KEPERAWATAN
DIANGOSA
NO
KEPERAWATAN DAN TUJUAN (NOC)
DX
KOLABORASI
1 Gangguan mobilitas fisik Setelah dilakukan asuhan keperawatan Latihan Kekuatan
berhubungan selama ...x 24 jam klien menunjukkan: Ajarkan dan berikan doron
dengan Kerusakan sensori Mampu mandiri total secara rutin
persepsi. Membutuhkan alat bantu
Membutuhkan bantuan orang lain Latihan untuk ambulasi
Membutuhkan bantuan orang lain dan alat Ajarkan teknik Ambulasi
Tergantung total keluarga.
Dalam hal : Sediakan alat bantu untuk
Penampilan posisi tubuh yang benar Beri penguatan positif untu
Pergerakan sendi dan otot
Melakukan perpindahan/ ambulasi : miring Latihan mobilisasi deng
kanan-kiri, berjalan, kursi roda Ajarkan pada klien & kel
berpindah dari kursi roda
Dorong klien melakukan l
Ajarkan pada klien/ keluar
Latihan Keseimbangan
Ajarkan pada klien & kelu
dan menjaga keseimbang
hari.
4 Defisit perawatan diri Setelah dilakukan asuhan keperawatan Bantuan Perawatan Dir
berhubungan selama... x24 jm kulit
dengan Kerusakan Klien mampu : Kaji kebersihan kulit, kuku
neurovaskuler Melakukan ADL mandiri : mandi, hygiene Bantu klien untuk mand
mulut ,kuku, penis/vulva, rambut, rambut, gigi dan mulut, p
berpakaian, toileting, makan-minum, Anjurkan klien dan keluar
ambulasi dan bila perlu
Mandi sendiri atau dengan bantuan tanpa Kolaborasi dgn Tim Med
kecemasan mukosa mulut, dan gangg
Terbebas dari bau badan dan
mempertahankan kulit utuh Bantuan perawatan diri
Mempertahankan kebersihan area perineal Kaji dan dukung kemampu
dan anus Ganti pakaian klien setela
Berpakaian dan melepaskan pakaian sendiri yang sakit/ terbatas terleb
Melakukan keramas, bersisir, bercukur, Berikan terapi untuk m
membersihkan kuku, berdandan berpakaian sesuai indikas
Makan dan minum sendiri, meminta
bantuan bila perlu Bantuan perawatan diri
Mengosongkan kandung kemih dan bowel Kaji kemampuan klien unt
Fasilitasi alat bantu yg mu
Dampingi dan dorong kelu
Asmadi. 2008. Konsep dan aplikasi kebutuhan dasar klien. Jakarta : Salemba Medika.
Perry & Potter. 2006. Buku ajar fundal mental keperawatan konsep, proses dan praktik. Edisi 4. Jakarta
: EGC.
Tarwoto & Wartonah, 2003. Kebutuhan dasar manusia & proses keperawatan. Jakarta : Salemba
Medika.
Wilkinson, Judith M. 2007. Buku saku diagnosa keperawatan dengan intervensi NIC dan kriteria hasil
NOC. Jakarta : EGC.
Kushariyadi. 2010. Askep pada Klien Lanjut Usia. Jakarta: Salemba Medika
Mc Closkey, C.J., et all. 1996. Nursing Interventions Classification (NIC) Second Edition. New Jersey:
Upper Saddle River
Santosa, Budi. 2007. Panduan Diagnosa Keperawatan NANDA 2005-2006. Jakarta: Prima Medika
0 Comments
2 Comments
nt.fb admin wiwing setiono
Newer Post Older Post Home
Subscribe to: Post Comments (Atom)
Popular Posts
Blog Archive
► 2014 (47)
▼ 2013 (43)
o ▼ December (24)
LAPORAN PENDAHULUAN SIROSIS HEPATIS (SIROSIS
HATI)...
LAPORAN PENDAHULUAN PERILAKU KEKERASAN
LAPORAN PENDAHULUAN KELUARGA DENGAN GIZI
BURUK
LAPORAN PENDAHULUAN KELUARGA DENGAN
GANGGUAN PERTU...
LAPORAN PENDAHULUAN KELUARGA DENGAN ANAK USIA
SEKO...
LANJUT USIA (LANSIA)
TERAPI MUSIK PADA DIMENSIA ALZHEIMER
LAPORAN PENDAHULUAN GANGGUAN MOBILITAS FISIK
LAPORAN PENDAHULUAN GANGGUAN PENGLIHATAN
LAPORAN PENDAHULUAN ANEMIA
LAPORAN PENDAHULUAN TBC (TUBERKULOSIS)
LAPORAN PENDAHULUAN DIARE
LAPORAN PENDAHULUAN ISOLASI SOSIAL
LAPORAN PENDAHULUAN HALUSINASI
TERAPI BERMAIN
LAPORAN PENDAHULUAN MASA NIFAS/ POST PARTUM
(PUERP...
MANAJEMEN NYERI PERSALINAN
TUBEKTOMI/ MOW (MEDIS OPERASI WANITA)
KEHAMILAN POST DATE
HISTEREKTOMY
CONTOH INTERPRETASI ASAM BASA
INTERPRETASI ASAM BASA
CONTOH GAMBARAN EKG ABNORMAL
INTERPRETASI EKG
o ► November (19)
Search her