Академический Документы
Профессиональный Документы
Культура Документы
Seorang pasien yang diketahui dari Kartu Identitas nya bernama Wandi umur 18
tahun yang beralamatkan di Jalan Raya Cipaku No 131 Kabupaten Ciamis dan berstatus
pelajar, datang ke Ruang Tindakan Gawat darurat Puskesmas Cipaku. Pasien datang dibawa
oleh teman-temannya dengan kondisi setengah sadar dan muntah muntah. Perawat
melaksanakan vital sign dengan hasil Tensi 70/50 mm/Hg, Nadi 40, Respirasi 32x/menit,
akral dingin. Dokter memasang oksigen, dan diberikan cairan Ringer laktat 20 gtt/menit,
kemudian pasien diguyur dengan cairan Ringer Laktat sampai 150-200 ml.
Kondisi pasien masih belum ada perbaikan, dokter memerintahkan untuk
melaksanakan bilas lambung untuk mengeliminasi toksin nya. Selesai bilas lambung pasien
disuntik ranitidin injeksi intra vena dan ondancentron injeksi intra vena. Nadi masih 40
kemudian pasien diberikan atropin sulfat injeksi intra vena untuk meningkatkan denyut
nadinya. Pasien diobservasi selama setengah jam. Kondisi pasien masih belum membaik, dan
dokter menyarankan untuk diambil tindakan hemodialisa segera.
Menurut keterangan dari temennya, bahwa pasien minum sekitar 500 ml Whisky.
Diketahui kalau wisky termasuk minuman keras golongan C dimana sesuai dengan
Permenkes RI No 86/Men.Kes/Per/IV/77 bab I pasal 1 ayat 5 bahwa minuman keras
golongan C adalah minuman keras dengan kadar etanol (C2H5OH) lebih dari 20% (dua puluh
persen) sampai dengan 55% (limapuluh lima persen). Dan ayat 6 menyatakan Pernyataan
persen etanol (C2H5OH) adalah persen volume per volume pada suhu 20oC
3. Farmakokinetik Etanol
Farmakokinetik etanol adalah sebagai berikut:
a. Absorpsi
Absorbsi oral etanol berlangsung secara cepat di lambung dan usus halus. Kadar
puncak plasma pada keadaan puasa dicapai dalam waktu 30 menit. Karena absorbsi
berlangsung lebih cepat pada usus halus daripada di lambung, penundaan
pengosongan lambung dapat memperlambat absorbsi etanol (Gunawan, 2012).
Absorpi etanol dari saluran gastrointestinal selama 30 sampai 60 menit setelah
ingesti. Perut menyimpan kurang lebih 20% dengan sisa dari absorpsi dalam usus
halus. Absorpsi etanol dari saluran gastrointestinal dapat diperlambat dengan
beberapa factor meliputi makanan, obat dan kondisi pengobatan yang menghambat
pengosongan lambung (Barile, 2005)
b. Distribusi
Distribusi berlangsung cepat, etanol tersebar secara merata ke seluruh jaringan dan
cairan tubuh. Volume of distribution (Vd) etanol kira-kira sama dengan total cairan
tubuh (0,5-0,7 L/kg). pada sistem SSP, kadar etanol meningkat secara cepat sebab
otak menerima aliran darah yang banyak dan etanol dapat melewati sawar darah otak
(Gunawan, 2012)
c. Metabolisme
Metabolisme etanol berlangsung terutama di hati dan mengikuti kinetik zero order,
artinya jumlah yang dimetabolisme tetap persatuan waktu lepas dari tinggi rendahnya
kadar. Alkohol mengalami metabolisme presistemik oleh enzim alkohol
dehidrogenase (ADH) di lambung dan di hati. Oksidasi lakohol menjadi asetaldehid
dilakukan oleh ADH, katalase, dan sitokrom P450. Asetaldehid akan diubah secara
cepat menjadi asetat oleh aldehid dehidrogenase yang ada di sitosol dan mitokondria
di hati. Penggunaan alkohol secara kronik meningkatkan kapasitas metabolisme
terhadap alkohol sendiri. Terdapat polimorfisme genetik dari ADH dan aldehid
dehidrogenase, variant memperlihatkan kemampuan katabolisme alkohol yang
berbeda (Gunawan, 2012).
d. Eksresi
Eksresi alkohol lewat paru-paru dan urin. Hanya ± 2-10% yang dieksresikan dalam
bentuk utuh (Gunawan, 2012). Lebih dari 90% etanol yang dicerna dioksidasi
menjadi asetaldehid oleh hati dan sel mukosa lambung.Dan 5-10% diekskresikan
diubah melalui ginjal, paru-paru dan keringat (Barile, 2005)
5. Mekanisme Toksisitas
Efek toksik sangat bervariasi dalam sifat, organ sasaran, maupun mekanisme kerjanya.
Umumnya toksikan hanya mempengaruhi satu atau beberapa organ saja. Hal tersebut
dapat disebabkan lebih pekanya suatu organ, atau lebih tingginya kadar bahan kimia dan
metabolitnya di organ Toksisitas merupakan sifat bawaan suatu zat, bentuk dan tingkat
manifestasi toksiknya pada suatu organisme bergantung pada berbagai jenis factor. Faktor
yang nyata adalah dosis dan lamanya pajanan. Faktor yang kurang nyata adalah species
dan strain hewan, jenis kelamin, umur, serta status gizi dan hormonal. Faktor lain yang
turut berperan yaitu faktor fisik, lingkungan dan sosial. Di samping itu, efek toksik suatu
zat dapat dipengaruhi oleh zat kimia lain yang diberikan bersamaan. Efek toksik dapat
berubah karena berbagai hal seperti perubahan absorpsi, distribusi, dan ekskresi zat kimia,
peningkatan atau pengurangan biotranformasi, serta perubahahan kepekaan reseptor pada
organ sasaran (Lu, 1995).
Adapun mekanisme keracunan dari etanol yaitu (1) depresi SSP merupakan efek utama
keracunan etanol. Etanol memiliki efek aditif dengan depresan SSP lainnya seperti
barbiturate, benzodiazepine, antidepresi dan antipsikotik, (2) Hipoglikemia obat dapat
terjadi karena gangguan gluconeogenesis pada pasien dengan kondisi kehabisan simpanan
glikogen, (3) Keracunan etanol dapat menyebabkan pasien cenderung pada trauma dan
kondisi kekacauan metabolic sering terlihat pada pasien alkoholik (Gunawan, 2007)
Apabila konsentrasi etanol dalam darah 100 mg/dL (0,7 kg etanol murni) cukup untuk
menghambat gluconeogenesis dan menyebabkan hipoglikemia, namun belum
menyebabkan koma dan pada peminum baru, kadar 300 mg/dL sudah dapat menyebabkan
oma, namun pada alkoholik kronik pada 500-600 mg/dL, pasien masih dalam keadaan
sadar yang ditandai dengan gejala muntah, delirium dan depresi SSP (Gunawan, 2007)
Penggunaan alkohol sebagai minuman saat ini sangat meningkat di masyarakat.
Pengunaan alkohol terutama secara kronis dapat menimbulkan kerusakan jaringan hati
melalui beberapa mekanisme seperti melalui induksi enzim dan radikal bebas. Efek
terhadap hati akibat penggunaan alkohol secara akut tampaknya lebih ringan bila
dibandingkan dengan pengunaan alkohol secara kronis, namun data yang pasti belum ada.
Alkohol/etanol merupakan zat kimia yang akan menimbulkan berbagai dampak terhadap
tubuh oleh karena akan mengalami proses detoksifikasi didalam organ tubuh. Hati
(liver/hepar) merupakan organ tubuh yang penting untuk mendetoksifikasi zat kimia yang
tidak berguna/merugikan tubuh, termasuk alkohol/etanol. Hati merupakan organ yang
mempunyai kemampuan tinggi untuk mengikat zat-zat kimia atau melebihi organ-organ
lain. Hati memiliki satu kemampuan untuk memetabolisme dan mengekresi beberapa zat-
zat kimia. Meskipun mekanisme yang tepat mengenai pembuangan toksikan-toksikan dari
darah oleh liver masih perlu penelitian lebih lanjut, namun diduga pengangkutan aktif dan
pengikatan ke komponen-komponen jaringan merupakan mekanisme-mekanisme yang
mungkin digunakan oleh liver untuk membuang bahan-bahan toksis dari darah (Mansur
2008).
Mabuk, inkoordinasi otot, penglihatan kabur, etil alkohol dapat membutakan. Kecepatan
reaksi terganggu, eksitasi, gangguan kesadaran sampai koma. Takikardia dan pernapasan
lambat. Kadar alkohol setinggi 80 mg% akan menyebabkan gambaran mabuk yang jelas.
Kadar 300 mg% berbahaya bagi kehidupan, tetapi toleransi dapat timbul pada individu
yang terbiasa minum alkohol, sehingga penilaian klinis penting sekali. Pada anak-anak
dapat terjadi hipoglikemia berat dan konvulsi (Gunawan, 2012)
6. Cara Penanganan
Adapun tindakan terapi simtomatik yaitu beri kopi tubruk. Emetik dengan mustard satu
sendok makan dalam air atau garam dapur (Gunawan, 2007). Hal terpenting pada
pengobatan intoksisitas akut alkohol ialah mencegah terjadinya depresi pernapasan yang
berat dan teraspirasinya muntahan. Bahkan dengan kadar alkohol darah yang sangat
tinggi, pasien masih mungkin hidup asalkan sistem pernapasan dan kardiovaskuler dapat
ditunjang. Kadar rata-rata alkohol darah pada kasus yang fatal ialah di atas 400mg%.
Hipoglikemik dan ketosis diatasi dengan pemberian glukosa. Pasien alkoholik yang
mengalami dehidrasi dan muntah-muntah harus diberikan larutan elektrolit. Bila muntah-
muntah berat, sejumlah besar kalsium mungkin dibutuhkan asal fungsi ginjal normal.
Perlu diperhatikan akan adanya penurunan kadar fosfat, yang dapat diperburuk dengan
pemberian glukosa. Rendahnya persediaan fosfat akan memperburuk penyembuhan luka,
kelainan neurologik dan meningkatnya resiko infeksi (Gunawan, 2012).
Penggunaan alkohol menyebabkan terjadinya toleransi dan ketergantungan. Penanganan
ketergantungan alkohol biasanya dilakukan dengan terapi psikososial, ditambah dengan
pemberian obat sebagai penunjang keberhasilan terapi. Obat yang digunakan adalah
disufram dan naitrekson (Gunawan, 2012).