Академический Документы
Профессиональный Документы
Культура Документы
SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2008
PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN
SUMBER INFORMASI
Kata kunci: biskuit, kalsium, tepung tulang ikan, kelarutan mineral, fosfor
© Hak cipta milik IPB, tahun 2008
Hak cipta dilindungi Undang-undang
1. Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa
mencantumkan atau menyebutkan sumber.
a. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian,
penulisan Karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan Kritik
atau tinjauan suatu masalah.
b. Pengutipan tidak merugikan kepentingan yang wajar IPB
2. Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh
Karya tulis dalam bentuk apapun tanpa izin IPB
PEMANFAATAN TEPUNG TULANG IKAN PATIN
(Pangasius sp) SEBAGAI SUMBER KALSIUM DAN FOSFOR
DALAM PEMBUATAN BISKUIT
Tesis
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Magister Sains pada
Program Studi Teknologi Hasil Perairan
SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2008
PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa atas
anugerahNya sehingga penulisan tesis dengan judul ”Pemanfaatan Tepung Tulang
Ikan Patin (Pangasius sp) sebagai Sumber Kalsium dan Fosfor dalam Pembuatan
Biskuit” dapat terselesaikan.
Ucapan terima kasih yang tak terhingga penulis sampaikan secara
khusus kepada Dr. Ir. Joko Santoso, M.Si sebagai ketua komisi pembimbing dan
Dra. Ella Salamah, M.Si sebagai anggota komisi pembimbing atas segala
kebijaksanaan dan kesabaran serta masukan mulai dari rencana judul penelitian
hingga penulisan tesis ini.
Penyusunan tesis ini tak lepas dari bantuan berbagai pihak. Oleh karena itu
penulis mengucapkan terima kasih kepada :
1. Rektor Universitas Pattimura yang telah memberikan ijin kepada penulis
untuk melanjutkan studi pada Sekolah Pascasarjana IPB.
2. Pemda Propinsi Maluku atas bantuan dana bagi penulis untuk kelancaran
proses penelitian.
3. Yayasan Satyabhakti Widya atas bantuan dana yang sangat membantu
penulis dalam proses penelitian.
4. Yayasan Dana Sejahtera Mandiri (DAMANDIRI) atas bantuan dana bagi
pelaksanaan penulisan tesis.
5. Ir. Wini Trilaksani, M.Sc, selaku dosen penguji yang telah memberikan
banyak masukan guna penyempurnaan tesis ini.
6. Papa (alm) dan mama tercinta, serta semua kakakku (Nane dan Bung John,
Yanni, Heri dan Bung Hengki) dan ketiga keponakanku (Econ, Papit,
Ece): terima kasih atas semua doa dan bantuan yang tak putus-putusnya
bagi penulis.
7. Teman-teman S2 THP angkatan ’05 atas semangat dan kebersamaan yang
terjalin erat selama ini.
8. Teman-teman dari Ambon (B’Mon, U’Ola, Ibu Linda, Nona, Degen, Edi,
Max ”Perwira 12 crew”,Thya dan B’Charles ”Agape Crew”) untuk segala
bantuan dan dukungan dalam proses perkuliahan sampai penulisan tesis ini.
9. Teman-teman penghuni Perwira No.12 yang penuh dengan suasana
kekeluargaan meskipun dari latar belakang yang berbeda namun tetap
kompak.
Penulis menyadari bahwa masih banyak kekurangan dalam penulisan tesis
ini. Oleh karena itu saran dan kritik untuk perbaikan dan penyempurnaan tesis ini
sangat diharapkan. Semoga tulisan ini bermanfaat bagi yang memerlukannya.
Halaman
Halaman
1. Kebutuhan kalsium dan fosfor dalam tubuh manusia ···························· 15
2. Syarat mutu biskuit SNI 01-2973 tahun 1992········································ 23
3. Klasifikasi biskuit menurut Manley (1983) ··········································· 24
4. Karakteristik fisik tepung tulang ikan patin (Pangasius sp)··················· 43
5. Karakteristik kimia tepung tulang ikan patin (Pangasius sp)················· 46
6. Solubilitas kalsium dan fosfor tepung tulang ikan patin (Pangasius sp)
pada berbagai nilai pH··········································································· 49
7. Rataan hasil uji organoleptik biskuit tepung tulang ikan patin··············· 52
8. Karakteristik fisik biskuit tepung tulang ikan patin dan biskuit
komersial ···························································································· 60
9. Karakteristik kimia biskuit tepung tulang ikan patin dan biskuit
komersial ····························································································· 61
10. Solubilitas kalsium dan fosfor biskuit···················································· 67
11. Informasi nilai gizi biskuit formulasi dan komersial······························ 69
DAFTAR GAMBAR
Halaman
1. Kerangka pemikiran penelitian pemanfaatan tepung tulang
ikan patin (Pangasius sp) sebagai sumber kalsium dan fosfor
dalam pembuatan biskuit ······································································ 7
2. Prosedur pembuatan tepung tulang ikan patin (modifikasi metode
Tanuwidjaya 2002)·············································································· 32
3. Prosedur pembuatan biskuit (modifikasi metode Soedarno 1998) ······· 33
4a. Grafik solubilitas kalsium tepung tulang ikan patin (Pangasius sp)····· 50
4b. Grafik solubilitas fosfor tepung tulang ikan patin (Pangasius sp) ······· 50
5. Histogram nilai penampakan biskuit tepung tulang ikan patin
(Pangasius sp) ····················································································· 53
6. Histogram nilai warna biskuit tepung tulang ikan patin
(Pangasius sp) ····················································································· 54
7. Histogram nilai aroma biskuit tepung tulang ikan patin
(Pangasius sp ) ···················································································· 55
8. Histogram nilai tekstur biskuit tepung tulang ikan patin
(Pangasius sp) ····················································································· 56
9. Histogram nilai rasa biskuit tepung tulang ikan patin (Pangasius sp)·· 58
10. Histogram nilai perbandingan pasangan biskuit A dan B ···················· 59
11a. Grafik solubilitas kalsium biskuit pada berbagai nilai pH···················· 67
11b. Grafik solubilitas fosfor biskuit pada berbagai nilai pH······················· 68
DAFTAR LAMPIRAN
Halaman
1. Lembar penilaian organoleptik ······························································ 78
2. Lembar penilaian organoleptik biskuit tulang ikan patin
terbaik dengan biskuit komersial (biskuit yang ada di pasaran ············· 79
3. Analisis ragam derajat putih tepung tulang ikan patin (Pangasius sp)··· 80
4. Uji T daya serap air tepung tulang ikan patin (Pangasius sp) ················ 80
5. Analisis ragam densitas kamba tepung tulang ikan patin (Pangasius sp) 80
6. Uji T kadar air tepung tulang ikan patin (Pangasius sp)························ 81
7. Uji T kadar abu tepung tulang ikan patin (Pangasius sp) ······················ 81
8. Analisis ragam kadar kalsium tepung tulang ikan patin (Pangasius sp) 82
9. Analisis ragam kadar fosfor tepung tulang ikan patin (Pangasius sp) ··· 82
10. Analisis ragam nilai pH tepung tulang ikan patin (Pangasius sp)·········· 82
11. Analisis ragam kadar protein tepung tulang ikan patin (Pangasius sp)·· 83
12. Analisis ragam kadar lemak tepung tulang ikan patin (Pangasius sp) ··· 83
13. Data uji organoleptik penampakan biskuit············································· 84
14. Data uji organoleptik warna biskuit······················································· 85
15. Data uji organoleptik aroma biskuit······················································· 86
16. Data uji organoleptik tekstur biskuit······················································ 87
17. Data uji organoleptik rasa biskuit ·························································· 88
18. Data uji perbandingan pasangan biskuit A············································· 89
19. Data uji perbandingan pasangan biskuit B············································· 90
20. Hasil uji Kruskal Wallis terhadap penampakan biskuit·························· 91
21. Hasil uji Kruskal Wallis terhadap warna biskuit ···································· 91
22. Hasil uji Kruskal Wallis terhadap aroma biskuit dan uji lanjut Multiple
Comparison ···························································································· 92
23. Hasil uji Kruskal Wallis terhadap tekstur biskuit dan uji lanjut Multiple
Comparison ··························································································· 93
24. Hasil uji Kruskal Wallis terhadap rasa biskuit dan uji lanjut Multiple
Comparison ··························································································· 94
25. Analisis ragam kadar air biskuit dan uji lanjut Tukey···························· 95
26. Analisis ragam kadar abu biskuit dan uji lanjut Tukey ·························· 96
27. Analisis ragam kadar protein biskuit dan uji lanjut Tukey····················· 97
28. Analisis ragam kadar lemak biskuit dan uji lanjut Tukey ······················ 98
29. Analisis ragam nilai pH biskuit dan uji lanjut Tukey····························· 99
30. Analisis ragam kadar kalsium biskuit dan uji lanjut Tukey ··················· 100
31. Analisis ragam kadar fosfor biskuit dan uji lanjut Tukey ······················ 101
32. Analisis ragam karbohidrat by difference biskuit dan uji lanjut Tukey ·· 102
33. Analisis ragam nilai berat biskuit ·························································· 103
34. Analisis ragam nilai ketebalan biskuit ··················································· 103
35. Analisis ragam nilai diameter biskuit····················································· 103
36. Analisis ragam nilai kekerasan biskuit dan uji lanjut Tukey·················· 104
37. Perhitungan nilai kalori per 100 g biskuit ·············································· 105
38. Tepung tulang ikan patin ······································································· 106
39. Biskuit hasil formulasi dengan penambahan tepung tulang ikan patin··· 107
40. Tulang ikan patin utuh··········································································· 108
41. Tulang ikan patin yang sudah mengalami pengecilan ukuran················ 108
42. Tulang ikan patin siap olah menjadi tepung ·········································· 109
43. Perhitungan kadar kalsium dan fosfor pada biskuit A···························· 109
44. Perhitungan kadar protein dan lemak pada biskuit A····························· 110
1. PENDAHULUAN
1
Komunikasi pribadi dengan Kepala Unit Usaha Fillet Ikan Patin IPB bulan Oktober 2006
produk padat kering yang dihasilkan dengan cara mengeluarkan sebagian besar
cairan atau seluruh lemak yang terkandung pada tulang ikan (Kaup et al. 1991).
Aplikasi pemanfaatan tepung tulang ikan patin dalam bentuk produk
pangan telah dilakukan oleh beberapa peneliti diantaranya : pemanfaatan tepung
tulang ikan patin untuk meningkatkan kandungan kalsium susu kacang hijau
(Nurdiani 2003); pemanfaatan tepung tulang ikan patin sebagai bahan tambahan
kerupuk (Tabakaka 2004); kajian potensi limbah tulang ikan patin sebagai
alternatif sumber kalsium dalam produk mi kering (Mulia 2004) dan studi
pembuatan biskuit dengan penambahan tepung tulang ikan patin (Asni 2004).
Tepung tulang ikan patin dengan kandungan kalsium dan fosfor yang
tinggi dapat merupakan sumber alternatif pemenuhan kebutuhan akan kalsium dan
fosfor bagi tubuh. Pemanfaatan tepung tulang ikan patin dalam bahan pangan
sangatlah dimungkinkan, namun yang harus diteliti lebih mendalam adalah
sampai sejauh mana tepung tulang ikan patin tersebut mampu dicerna dan diserap
oleh tubuh.
Solubilitas tepung tulang ikan patin sangat mutlak diketahui baik dalam
bentuk tepung maupun yang telah ditambahkan kedalam bahan pangan. Hal ini
dikarenakan seberapa besarpun kandungan mineral yaitu kalsium dan fosfor yang
dimiliki oleh bahan pangan tetapi apabila mineral tersebut tidak dapat diserap
dengan baik oleh tubuh sangatlah tidak memiliki fungsi apapun bagi tubuh
manusia. Mineral akan bersifat bioavailable (jumlah zat dari nutrisi bahan pangan
yang dapat digunakan sepenuhnya oleh tubuh) apabila mineral tersebut dalam
bentuk mineral terlarut, namun tidak semua mineral terlarut bersifat bioavailable.
Kondisi mineral terlarut diperlukan untuk memudahkan dalam penyerapan
mineral di dalam tubuh (O’Dell 1984; Watzke 1998; Clydesdale 1988; Newman
dan Jagoe 1994 ).
Kalsium pada ikan terutama pada tulang membentuk kompleks dengan
fosfor dalam bentuk apatit atau trifosfat (Lovell 1989). Bentuk kompleks ini
terdapat pada abu tulang yang dapat diserap dengan baik oleh tubuh yaitu sekitar
60-70% (Lutwak 1982).
Salah satu dampak dari defisiensi kalsium yang sekarang ini banyak terjadi
adalah osteoporosis. Osteoporosis atau yang lebih dikenal dengan nama tulang
keropos merupakan suatu penyakit rapuh tulang yang ditandai dengan hilangnya
kepadatan tulang setelah mencapai usia tua. Pada anak-anak defisiensi kalsium
dapat menyebabkan terhambatnya pertumbuhan tulang/rickets. Kekurangan
kalsium juga dapat menyebabkan osteomalasia, apalagi di Indonesia yang
konsumsi kalsiumnya masih sangat rendah, diperburuk dengan pencegahan
osteoporosis yang belum intensif. Untuk mencegah kekurangan kalsium perlu
konsumsi kalsium dalam jumlah yang cukup. Sumber kalsium yang populer saat
ini adalah susu dan produk turunannya seperti keju dan suplemen kalsium.
Sangat disayangkan produk-produk tersebut masih mahal dan diluar
jangkauan daya beli sebagian besar masyarakat Indonesia (Almatsier 2002).
Tulang ikan patin yang telah diolah menjadi tepung memiliki kandungan
mineral tinggi terutama kalsium dan fosfor. Hal tersebut dapat menjadi sumber
alternatif pemanfaatan limbah hasil perikanan kususnya tulang ikan sebagai
sumber kalsium dan fosfor. Pengolahan tulang ikan patin menjadi tepung dengan
kandungan kalsium dan fosfor yang tinggi dapat diterapkan kedalam salah satu
bentuk produk pangan yang mudah diterima oleh masyarakat Indonesia.
Pemilihan bentuk diversifikasi produk yang dipilih adalah biskuit dikarenakan
produk ini sudah dikenal luas oleh masyarakat Indonesia untuk semua golongan
umur dan tingkat sosial masyarakat. Selain itu biskuit umumnya merupakan bahan
pangan yang relatif murah harganya sehingga banyak disukai dan dikonsumsi oleh
masyarakat dari berbagai kalangan
Pemanfaatan limbah tulang ikan patin belum dilakukan secara optimal dan
bertanggung jawab. Hal tersebut bertolak belakang dengan kenyataan bahwa
tulang ikan patin yang telah diolah menjadi tepung tulang memiliki kandungan
nilai gizi (mineral) yang tinggi sehingga dapat dimanfaatkan sebagai salah satu
sumber pangan bagi manusia. Kandungan mineral khususnya kalsium dan fosfor
yang tinggi yaitu 264,53 mg/g bk dan 88,38 mg/g bk dapat menjadi salah satu
sumber mineral yang murah jika dibandingkan dengan sumber kalsium lainnya
seperti susu dan produk turunannya yang memiliki harga yang sangat mahal serta
berada diluar jangkauan daya beli sebagian besar masyarakat. Potensi yang
bernilai tinggi tersebut dapat membantu masyarakat kecil dan golongan ekonomi
lemah dalam hal pemenuhan kebutuhan akan kalsium dan fosfor bagi tubuh
sehingga dapat menurunkan dan mengurangi jumlah penderita osteoporosis
maupun osteomalasia. Disisi lain penanganan limbah perikanan yang tepat dan
berhasil guna dapat meningkatkan pendapatan nelayan/pembudidaya serta
menyelamatkan lingkungan akibat tidak tertanganinya dengan baik limbah
perikanan yang dapat merusak lingkungan. Dengan demikian dirasa perlu untuk
dilakukan penelitian pemanfaatan limbah tulang ikan patin yang diolah menjadi
tepung tulang dan diaplikasikan kedalam bentuk produk pangan yaitu biskuit.
Informasi tentang solubilitas/kelarutan kalsium dan fosfor yang berasal dari
tepung tulang ikan patin belum ada sehingga perlu dilakukan penelitian untuk
mendapatkan solubilitas terbaik dari kalsium dan fosfor dengan perlakuan
beberapa nilai pH yang berbeda serta aplikasinya dalam produk pangan yaitu
biskuit.
1. Tepung tulang ikan patin memiliki kandungan mineral tinggi terutama kalsium
dan fosfor.
2. Pembuatan tepung tulang ikan patin dengan dua metode yang berbeda yaitu
metode basah dan kering akan berpengaruh terhadap karakteristik fisiko
kimianya termasuk solubilitas kalsium dan fosfor.
3. Biskuit yang ditambah dengan tepung tulang ikan patin mempunyai kandungan
kalsium dan fosfor yang tinggi.
4. Solubilitas kalsium dan fosfor dalam biskuit yang ditambah dengan tepung
tulang ikan patin dipengaruhi oleh adanya interaksi dengan zat gizi lainnya.
Tulang ikan patin merupakan salah satu limbah hasil perikanan yang
belum mendapat perhatian dan penanganan yang optimal. Kenyataan tersebut
bertolak belakang dengan potensi yang dimiliki oleh tulang ikan patin yaitu
kandungan mineral khususnya kalsium dan fosfor yang tinggi. Tulang ikan
memiliki proporsi 10% dari total susunan tubuh ikan merupakan salah satu
limbah pengolahan ikan yang memiliki kadar kalsium dan fosfor dalam jumlah
tinggi. Tulang ikan banyak mengandung kalsium dalam bentuk kalsium fosfat
sebanyak 14% dari total susunan tulang (Subasinghe 1996). Unsur utama dari
tulang ikan adalah kalsium, fosfor dan karbonat, sedangkan yang terdapat dalam
jumlah kecil yaitu magnesium, sodium, stronsium, fitat, klorida, hidroksida dan
sulfat (Halver 1989). Persentase berat kalsium pada ikan secara umum adalah 0,1-
1% dengan rasio kalsium dan fosfor adalah 1,6 : 0,7 (Lovell 1989). Penyerapan
kalsium yang terdapat dalam makanan dipengaruhi oleh konsentrasi kalsium yang
ada dalam makanan dan adanya faktor pendorong dan/atau penghambat terhadap
penyerapan kalsium (Miller 1989 dalam Fennema 1996).
Pengolahan tulang ikan patin menjadi tepung dan kemudian ditambahkan
ke dalam produk pangan dapat mengurangi pencemaran lingkungan,
meminimalkan pembuangan limbah hasil perikanan yang tidak dapat
dimanfaatkan/diolah, dan meningkatkan nilai tambah. Selain itu tingginya
kandungan zat gizi khususnya kalsium dan fosfor dapat membantu dan mencegah
penyakit osteoporosis dan osteomalasia. Metode pengolahan tulang ikan patin
menjadi tepung tulang ikan patin melalui proses perebusan dengan menggunakan
autoclave (metode basah) menghasilkan tepung tulang ikan patin dengan kadar
kalsium dan fosfor yang tinggi. Kenyataan tersebut memberikan suatu
kemungkinan apakah dengan menggunakan metode pengovenan (metode kering)
dan metode perebusan dengan menggunakan autoclave (metode basah) dapat
memberikan pengaruh terhadap karakteristik fisik, kimia termasuk solubilitas
kalsium dan fosfor tepung tulang ikan patin yang dihasilkan. Salah satu produk
pangan yang sangat digemari oleh sebagian besar masyarakat adalah biskuit.
Pembuatan biskuit yang ditambahkan dengan tepung tulang ikan patin akan
memiliki kandungan nilai gizi yang tinggi serta kandungan kalsium dan fosfor
yang tinggi pula, sehingga dapat dijadikan alternatif baru pemenuhan kebutuhan
akan kalsium dan fosfor. Kerangka pemikiran penelitian ini dapat dilihat pada
Gambar 1.
Limbah tulang ikan patin
Tinggi kandungan
kalsium dan fosfor
Biskuit kaya
kalsium dan fosfor
Ikan patin merupakan salah satu jenis ikan yang bernilai ekonomis
tinggi, dengan rasa daging yang enak. Ikan patin memiliki banyak kelebihan
daripada ikan air tawar lainnya, diantaranya ikan patin termasuk salah satu
ikan yang rakus terhadap makanan, dalam enam bulan ikan patin sudah bisa
mencapai panjang 35-40 cm, tempat pemeliharan ikan patin tidak memerlukan
air yang mengalir, bahkan di perairan yang kandungan oksigennya rendah
ikan patin masih dapat hidup dan berkembang. Ikan patin banyak ditemukan
di sungai dan danau karena ikan ini merupakan ikan yang hidup di perairan
umum (Khairuman dan Suhendra 2002).
Klasifikasi ikan patin (Pangasius sp) menurut Saanin (1984) adalah
sebagai berikut :
Filum : Chordata
Subfilum : Vertebrata
Subkelas : Teleostei
Ordo : Ostariophysi
Famili : Pangasidea
Genus : Pangasius
Spesies : Pangasius sp
Ikan patin memiliki badan yang memanjang berwarna putih seperti perak
dengan punggung berwarna kebiru-biruan. Panjang tubuhnya dapat mencapai
120 cm. Ikan patin tidak memiliki sisik, kepala relatif kecil dengan mulut terletak
di ujung kepala agak sebelah bawah. Pada sudut mulutnya terdapat dua pasang
kumis pendek yang berfungsi sebagai peraba (Susanto dan Amri 1997).
Ikan patin cukup potensial dibubidayakan di berbagai media pemeliharaan
yang berbeda seperti kolam, keramba, dan jala apung. Budidaya ikan ini
meliputi dua kegiatan yakni pembenihan dan pembesaran. Kegiatan
pembenihan merupakan upaya untuk menghasilkan benih pada ukuran
tertentu. Pembesaran merupakan kegiatan untuk menghasilkan ikan yang siap
dikonsumsi, meskipun ukuran ikan yang dikonsumsi biasanya berbeda sesuai
dengan kebutuhan pasar (Susanto dan Amri 1997).
Pemanenan ikan patin dilakukan apabila ikan patin telah berumur minimal
6 bulan dengan berat berkisar 1-2,5 kg, dimana pada umur ini biasanya sudah
mencapai ukuran siap dikonsumsi. Selama pemanenan berlangsung diusahakan
agar ikan tidak rusak atau mengalami luka memar apalagi mati. Apabila panen
dilakukan dengan tidak hati-hati maka mutu ikan menjadi menurun dan harga jual
menjadi rendah. Oleh karena itu pada saat ikan diangkut ke pasar harus tetap
dalam keadaan hidup atau dalam kondisi segar (Susanto dan Amri 1997).
Tulang ikan yang memiliki proporsi 10% dari total susunan tubuh
ikan merupakan salah satu limbah pengolahan ikan yang memiliki kadar
kalsium dalam jumlah tinggi. Tulang ikan banyak mengandung kalsium
dalam bentuk kalsium fosfat sebanyak 14% dari total susunan tulang
(Subasinghe 1996).
Beberapa mineral pada ikan merupakan unsur pokok dari jaringan keras
seperti tulang, sirip dan sisik (Lovell 1989). Kandungan mineral ikan bergantung
pada spesies, jenis kelamin, siklus biologis dan bagian tubuh yang dianalisis
(Navarro 1991 dalam Martinez et al. 1998). Kandungan mineral juga bergantung
pada faktor ekologis seperti musim, tempat pengembangan, ketersediaan jumlah
nutrisi, suhu dan salinitas air (Martinez et al. 1998). Unsur utama dari tulang ikan
adalah kalsium, fosfor dan karbonat, sedangkan yang terdapat dalam jumlah
kecil yaitu magnesium, sodium, stronsium, fitat, klorida, hidroksida dan sulfat
(Halver 1989). Persentase berat kalsium pada ikan secara umum adalah 0,1-1%
dengan rasio kalsium dan fosfor adalah 1,6 : 0,7 (Lovell 1989).
Tulang merupakan jaringan pengikat yang sangat khusus bentuknya.
Tulang dibentuk dalam dua proses yang terpisah, yaitu pembentukan matriks dan
penempatan mineral kedalam matriks tersebut. Tiga jenis komponen seluler
terlibat didalamnya dengan fungsi yang berbeda-beda yaitu osteoblast dalam
pembentukan tulang, osteocyte dalam pemeliharaan tulang, dan osteoclast dalam
penyerapan kembali tulang. Osteoblast membentuk kolagen tempat mineral-
mineral melekat. Mineral utama di dalam tulang adalah kalsium dan fosfor,
sedangkan mineral lain terdapat dalam jumlah kecil yaitu natrium, magnesium
dan flour (Winarno 2002). Tulang mengandung kurang lebih 36% kalsium, 17%
fosfor dan 0,9% magnesium (Maynard dan Loosli 1956).
Tepung tulang merupakan sumber kalsium dan fosfor yang baik. Tepung
tulang dapat diperoleh melalui tiga proses (Anggorodi 1985) yaitu :
1. Pengukusan. Tulang dikukus kemudian dikeringkan dan digiling untuk
menghasilkan tepung tulang.
2. Pemasakan dengan uap di bawah tekanan. Tulang dimasak dengan tekanan
kemudian diarangkan dalam bejana tertutup sehingga didapat tulang dalam
bentuk remah dan dapat digiling menjadi tepung.
3. Abu tulang yang diperoleh dari pembakaran tulang.
Protein tepung tulang yang diperoleh dengan pengukusan mutunya lebih
rendah karena kandungan gelatinnya tinggi (Anggorodi 1985). Tepung tulang
yang diperoleh dengan cara pemasakan dengan tekanan dan pengeringan
(steam bone meal) rata-rata mengandung 30,14% kalsium dan 14,53% fosfor.
Tepung tulang yang diperoleh dengan cara pengukusan akan kehilangan
protein. Selain itu kandungan fosfor serta kalsiumnya rendah. Komposisi
tepung tulang ini terdiri dari 26% protein, 5% lemak, 22,96% kalsium dan
10,25% fosfor (Morisson 1958).
Protein pada tulang ikan sebagian besar terdiri dari kolagen. Kolagen
adalah protein yang banyak terdapat pada jaringan tubuh, dapat ditemukan pada
kulit, jaringan pengikat dan tulang serta merupakan protein struktural tubuh.
Kolagen merupakan protein dari golongan protein fibril/skleroprotein yang
struktur molekulnya berbentuk serabut. Protein ini tidak larut dalam pelarut-
pelarut encer, baik larutan garam, asam, basa ataupun alkohol (Winarno 1985).
Secara nutrisi kolagen bukanlah protein yang baik. Komposisi asam amino
kolagen tidak ideal (terlalu banyak Pro, Gly, Ala), selain itu kolagen pada kondisi
alami sulit dicerna oleh tripsin dan kemotripsin. Kolagen menjadi lebih mudah
dicerna dalam bentuk yang sudah terdenaturasi (Alais dan Linden 1991).
2.4. Kalsium
Sumber kalsium utama adalah susu dan hasil olahan susu seperti keju. Ikan
yang dimakan dengan tulang, termasuk ikan kering merupakan sumber kalsium
yang baik. Serealia seperti kacang-kacangan dan hasil olahan kacang-kacangan
seperti tahu, tempe dan sayuran hijau merupakan sumber kalsium yang baik juga,
tetapi bahan makanan ini banyak mengandung zat yang dapat menghambat
penyerapan kalsium seperti serat, fitat dan oksalat (Almatsier 2002).
Tepung ikan yang dibuat dari keseluruhan tubuh ikan termasuk tulangnya,
memiliki kandungan kalsium yang sangat tinggi. Meskipun tepung ikan ini bisa
dijadikan sumber kalsium dan protein bagi negara yang tidak mampu
menyediakan susu, kemungkinan penyebarannya pada bahan pangan di Amerika
masih kecil dikarenakan masih terdapat masalah sehubungan dengan flavour dan
kualitas selama penyimpanan (Guthrie 1975).
Bahan pangan dengan kandungan air relatif rendah, kacang almond dan
biji-bijian memiliki kandungan kalsium yang baik dalam porsi 100 g. Kelemahan
dari produk ini adalah orang jarang mengkonsumsi bahan pangan ini dikarenakan
kontribusi kalori yang tinggi, yang terdapat dalam program diet (Guthrie 1975).
Sumber kalsium yang biasa digunakan dapat dikelompokkan menjadi tiga
kelompok (Kaup et al. 1991) yaitu :
1. Tepung tulang, mono-kalsium dan di-kalsium fosfat yang ketersediaannya
paling tinggi diantara sumber kalsium lainnya.
2. Ground limestone (batuan kapur yang biasanya mengandung magnesium
dan bersifat agak asam), deflourined fosfat (garam kalsium fosfat yang
masih mengandung flour yang bersifat racun bila kadarnya berlebihan)
dan kalsium karbonat. Kelompok ini merupakan sumber kalsium yang
ketersediaannya sedang.
3. Hay, yaitu kalsium yang berikatan dengan mineral lain yang sukar larut.
Sumber ini memiliki ketersediaan kalsium yang rendah.
Kebanyakan kalsium dalam bahan nabati tidak dapat digunakan dengan
baik karena berikatan dengan oksalat membentuk garam dan bersifat tidak larut
dengan air (Linder 1992).
Kalsium pada ikan terutama pada tulang membentuk kompleks dengan
fosfor dalam bentuk apatit atau trikalsiumfosfat (Lovell 1989). Bentuk ini terdapat
pada abu tulang yang dapat diserap dengan baik oleh tubuh yaitu berkisar
60-70% (Lutwak 1982).
Keperluan kalsium dalam tubuh manusia berbeda menurut usia dan jenis
kelamin. Kebutuhan kalsium dan fosfor dalam tubuh orang Indonesia per hari
yang ditetapkan oleh Widyakarya Pangan dan Gizi (2004) disajikan pada Tabel 1.
Kalsium pada tubuh terdapat paling banyak di tulang dengan jumlah lebih
dari 99%. Kebutuhan tubuh akan kalsium dapat dipenuhi dengan mengkonsumsi
makanan yang mengandung kalsium (Karyadi dan Muhilal 1996). Kebutuhan ini
akan berbeda bagi setiap orang. Di Amerika kebutuhan kalsium bagi orang
dewasa adalah 800 mg per kapita per hari (Hardinsyah dan Martianto 1992).
Untuk orang yang hidup di daerah tropis dapat mempertahankan status
kalsiumnya dengan hanya mengkonsumsi 200-400 mg per kapita per hari.
Hal ini disebabkan oleh adanya sinar matahari yang dapat membantu
pembentukan vitamin D yang selanjutnya membantu peningkatan metabolisme
kalsium (Muchtadi et al. 1993).
Tabel 1 Kebutuhan kalsium dan fosfor dalam tubuh manusia
Kelompok umur Kebutuhan Ca (mg)/hari Kebutuhan P (mg)/hari
Bayi (bulan)
0-6 200
7-11 400
Anak (tahun)
1-3 500 400
4-6 500 400
7-9 600 400
Pria (tahun)
10-12 1000 1000
13-15 1000 1000
16-18 1000 1000
19-29 800 600
30-49 800 600
50-64 800 600
65 + 800 600
Wanita (tahun)
10-12 1000 1000
13-15 1000 1000
16-18 1000 1000
19-29 800 1000
30-49 800 600
50-64 800 600
65+ 800 600
Hamil 1000 1000
Trimester 1 +150 +0
Trimester 2 +150 +0
Trimester 3 +150 1000
Menyusui 1000 +0
6 bulan pertama +150 +0
6 bulan kedua +150 +0
Sumber : Widyakarya Pangan dan Gizi (2004).
Status kalsium ditentukan oleh kombinasi faktor usia, jenis kelamin, dan
faktor hormonal. Interaksi kompleks dari faktor tersebut menentukan jumlah
kalsium tersedia yang dapat diserap, kapasitas intestin untuk menyerap, dan
jumlah kalsium yang hilang dalam urin, kelenjar keringat maupun feses. Faktor
utama yang menentukan status kalsium adalah faktor nutrisi seperti laktosa dan
oksalat. Faktor ini menentukan ketersediaan, fungsi tiroid dan paratiroid yang
bekerja melalui vitamin D, hormon lain dan metabolisme fosfor (Miller 1989
dalam Miller 1996 dalam Fennema 1996).
Kekurangan kalsium akan menyebabkan kadar kalsium darah menurun.
Kondisi dimana kadar kalsium berada dibawah kisaran normal (9-10 mg/100 ml)
disebut hipokalsemia. Hipokalsemia dapat menyebabkan tetani atau kejang.
Kepekaan serabut saraf dan pusat saraf terhadap rangsangan meningkat, sehingga
terjadi kejang otot misalnya pada kaki (Almatsier 2002).
Konsumsi kalsium sebaiknya tidak melebihi 2500 mg sehari. Kondisi
kebalikan dari hipokalsemia adalah hiperkalsemia. Hiperkalsemia ini dapat
menyebabkan hiperkalsiuria yaitu kondisi dimana kadar kalsium dalam urin
melebihi 300 mg/hari. Kelebihan kalsium dapat menimbulkan batu ginjal atau
gangguan ginjal, disamping itu dapat menyebabkan konstipasi (susah buang air
besar). Kelebihan kalsium jarang terjadi akibat konsumsi makanan alami dan
biasanya terjadi bila mengkonsumsi suplemen kalsium berupa tablet atau bentuk
lain (Almatsier 2002).
2.5. Fosfor
2.6. Biskuit
Biskuit adalah kue manis berukuran kecil yang terbuat dari tepung terigu.
Menurut Standar Nasional Indonesia (1992), biskuit adalah produk pangan kering
yang dibuat dengan memanggang adonan yang mengandung bahan dasar terigu,
lemak dan bahan pengembang dengan atau tanpa penambahan bahan tambahan
lain yang diizinkan. Sedangkan menurut Charley (1982) biskuit yang bermutu
baik adalah biskuit yang memiliki kulit berwarna coklat keemasan dengan tanpa
adanya noda-noda coklat, bentuknya simetris serta bagian atasnya rata dan halus.
Persyaratan mutu biskuit menurut Standar Nasional Indonesia tahun 1992
(SNI 01-2973-1992) seperti terlihat pada Tabel 2.
Tabel 2 Syarat mutu biskuit (SNI 01-2973-1992) tahun 1992
Kriteria uji (Parameter) Syarat mutu
Kadar air (% b/b) Maksimum 5,0
Kadar protein (% b/b) Minimum 9,0
Kadar abu (% b/b) Maksimum 1,5
Bahan tambahan makanan
- Pewarna dan pemanis buatan Tidak boleh ada
Kadar cemaran logam
- tembaga (mg/kg) Maksimum 10,0
- timbal (mg/kg) Maksimum 1,0
- seng (mg/kg) Maksimum 40,0
- merkuri (mg/kg) Maksimum 0,05
Cemaran mikroba
- TPC (koloni/g) Maksimum 1,0x106
- Coliform (APM/g) Maksimum 20,0
- E coli (APM/g) <3
- Kapang (koloni/g) Maksimum 1,0x102
Belum ada klasifikasi yang jelas untuk biskuit, bahkan terkadang dijumpai
saling tumpang tindih antar bentuk yang satu dengan lainnya. Hingga saat ini
biskuit diklasifikasikan berdasarkan beberapa sifat yaitu : (1) tekstur dan
kekerasan, (2) perubahan bentuk akibat pemanggangan, (3) ekstensibilitas adonan
dan (4) pembentukan produk (Manley 1983).
Berdasarkan ekstensibilitas adonannya, biskuit dapat digolongkan menjadi
tiga yaitu adonan lunak, adonan keras dan adonan fermentasi. Pada adonan lunak,
gluten tidak mengembang karena adanya efek dari shortening dan efek pelunakan
dari gula. Contoh biskuit dari adonan lunak adalah biskuit buah, biskuit krim dan
biskuit jahe. Untuk adonan keras dijumpai pengembangan gluten sampai batas
tertentu untuk penambahan air. Pada adonan fermentasi, gluten akan mengembang
penuh karena air yang ditambahkan memungkinkan kondisi tersebut. Contoh
biskuit yang dibuat dari adonan fermentasi adalah biskuit cracker (Booth 1990).
Menurut Faridi dan Faubion (1990), crackers umumnya hanya mengandung
sedikit gula dan lemak. Pada biskuit fermentasi ini dapat digolongkan menjadi dua
yaitu asin (saltine) dan snack.
Klasifikasi lain adalah berdasarkan pembentukan biskuit. Menurut Faridi
dan Faubion (1990) ; Booth (1990), biskuit dapat dibuat dan dibentuk dengan tiga
cara yaitu rotary molded, wire-cut dan pembentukan lembaran (sheeting).
Perbedaan ketiga cara ini adalah kandungan gula dalam adonan sehingga akan
mempengaruhi karakteristik sewaktu proses pembentukan.
Menurut Standar Nasional Indonesia tahun 1992 (SNI 01-2973-1992),
biskuit dapat diklasifikasikan menjadi biskuit keras, cracker, cookies dan wafer.
Biskuit keras dibentuk dari adonan keras dan memiliki tekstur padat. Cracker
adalah biskuit yang dibuat dari adonan keras melalui fermentasi dan memiliki
tekstur yang berlapis-lapis. Jenis yang ketiga adalah cookies merupakan jenis
biskuit yang dibuat dari adonan lunak. Wafer adalah biskuit dari adonan dengan
sifat yang sangat renyah dan memiliki tekstur yang berongga.
Klasifikasi beberapa jenis biskuit menurut Manley (1983) dapat dilihat
pada Tabel 3.
Tabel 3 Klasifikasi biskuit menurut Manley (1983)
Klasifikasi Cracker Adonan Adonan lunak
keras HF HS
Kadar air adonan (%) 30 22 9 15
Kadar air biskuit (%) 1-2 1-2 2-3 2-3
Suhu adonan (oC) 30-38 40-42 20 21
Komponen penting Tepung Tepung Lemak Lemak dan gula
Waktu pemanggangan
(menit) 3 5,5 15-25 7
Ket : HF = kandungan lemak tinggi; HS = kandungan gula tinggi
Bahan baku yang digunakan dalam pembuatan tepung adalah tulang ikan
patin yang diperoleh dari Unit Usaha Fillet Ikan Patin Fakultas Perikanan dan
Ilmu Kelautan IPB. Bahan-bahan yang digunakan dalam pembuatan biskuit
adalah tepung terigu ”Kunci Biru”, margarin ”Blue Band”, susu bubuk ”Frisian
Flag”, baking powder ”Pesawat Angkasa”, telur, air, vanili. Bahan-bahan kimia
yang diperlukan untuk analisis fisika dan kimia biskuit yang ditambah dengan
tepung tulang ikan patin dan tepung tulang ikan patin terdiri atas : H2SO4, alkohol,
NaOH, Na2S2O3, HCl, HNO3, HClO4, akuades, tablet kjeltab, buffer pH 7 dan pH
4, KH2PO4 (standar fosfor), larutan Ca 1000 ppm (standar Ca).
3.2.2. Alat yang digunakan
Alat-alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah alat pembuat tepung
tulang ikan patin, alat untuk pembuatan biskuit dan alat analisis fisik-kimia. Alat-
alat yang digunakan untuk membuat tepung tulang ikan patin adalah baskom,
timbangan, ember, pisau, panci, kompor, oven, autoclave, disc mill, ayakan,
pengering drum. Alat-alat yang digunakan dalam pembuatan biskuit adalah oven,
talenan, cetakan, timbangan, baskom, loyang, mixer. Alat-alat yang digunakan
untuk analisis fisika dan kimia adalah oven, neraca analitik, labu takar, labu
Kjeldhal, penangas air, homogenizer merk Nissei AM-3, Atomic Absorption
Spectrophotometer merk Shimadzu AA-680, Rheoner merk RE 3350 Yamaden,
cawan porselin, kertas saring, Whiteness meter merk Kett Electric C-100-3, gelas
ukur, gelas piala, pipet, erlenmeyer, pH meter, alat soxhlet, kapas bebas lemak,
tabung reaksi dan sentrifuse.
Penelitian ini dibagi dalam dua tahap yaitu penelitian pendahuluan dan
penelitian lanjutan. Penelitian pendahuluan meliputi pembuatan tepung tulang
ikan patin dan evaluasi sifat fisik-kimia tepung tulang ikan patin yang dihasilkan.
Penelitian lanjutan yaitu pembuatan biskuit yang ditambah dengan tepung tulang
ikan patin dengan lima formulasi yang berbeda. Terhadap kelima formulasi yang
dihasilkan, dilakukan analisis yang meliputi uji organoleptik (skoring dan
perbandingan pasangan dengan produk komersial), analisis fisik dan kimia.
Limbah tulang ikan patin yang diperoleh dari Unit Usaha Fillet Ikan Patin
FPIK IPB ditimbang berat awal (masih dalam bentuk tulang ikan patin) dan berat
akhir (setelah menjadi tepung tulang ikan patin) dengan maksud untuk
mendapatkan rendemen. Kemudian dilanjutkan dengan pembuatan tepung tulang
ikan patin yang mengacu pada metode Tanuwidjaya (2002) dengan modifikasi.
Terhadap tepung tulang ikan patin yang dihasilkan dilakukan analisis fisik yang
terdiri dari derajat putih, densitas kamba, daya serap air dan karakteristik kimia
yang terdiri dari kadar air, abu, nilai pH, kalsium, fosfor, solubilitas kalsium dan
solubilitas fosfor. Tepung tulang ikan patin yang mempunyai solubilitas tertinggi
dipilih untuk digunakan pada pembuatan biskuit. Proses pembuatan tepung
tulang ikan patin dapat dilihat pada Gambar 2.
Penggilingan kasar
Pengocokan II (2 menit)
Pencetakan
Biskuit
FP = faktor pengenceran
Ca(mg/100) = % Ca x 1000
3.3.3.11 Kadar fosfor, metode Taussky (Anggraeni 2003)
Preparasi larutan:
Sebanyak 10 g amonium molibdat diencerkan dengan 60 ml akuades
dalam labu takar, kemudian ditambahkan 28 ml H2SO4 pekat secara bertahap dan
diencerkan dalam akuades hingga 100 ml untuk menghasilkan larutan amonium
molibdat ((NH4)6MnO24.4H2O) 10% (Larutan A). Sesaat sebelum dianalisis,
larutan A diambil sebanyak 10 ml dan ditambahkan dengan 60 ml akuades dan
5 gram FeSO4.7H2O dalam labu takar dan diencerkan hingga 100 ml untuk
menghasilkan larutan B.
Pembuatan larutan standar:
Sebanyak 4,394 g KH2PO4 dilarutkan dalam akuades sampai 1000 ml agar
didapatkan konsentrasi P sebesar 1000 ppm. Sebanyak 10 ml larutan tersebut
kemudian diencerkan dengan penambahan akuades 400 ml sehingga didapatkan
konsebtrasi sebesar 25 ppm. Kemudian dibuat konsentrasi larutan standar P = 2,
3, 4 dan 5 ppm masing-masing sebanyak 5 ml dengan mengambil larutan standar
25 ppm berturut-turut sebanyak 0,4; 0,6; 0,8 dan 1,0 ml. Masing-masing volume
tersebut ditambahkan 2 ml larutan B dan akuades hingga 5 ml, kemudian dibaca
dalam spektrofotometer dengan panjang gelombang 660 nm.
Penetapan sampel:
Larutan sampel ditambahkan 2 ml larutan B, lalu dipipet ke dalam kuvet
sebanyak 3 ml dan dibaca pada panjang gelombang 660 nm. Nilai absorbansi
larutan standar 2, 3, 4 dan 5 ppm diukur dan diregresikan sehingga didapat
persamaan y = a + bx. Kemudian nilai absorbansi sampel (y) dimasukkan untuk
mendapatkan nilai konsentrasi sampel (x)
Yij = μ + Ai + εij
Dimana : Yij = Respons percobaan karena pengaruh perlakuan penambahan
tepung tulang ikan patin taraf ke-i, ulangan ke-j
μ = Pengaruh rata-rata
Ai = Pengaruh perlakuan penambahan tepung tulang ikan patin taraf
ke-i
Sŷ = s
n
12 Rj
H=
n(n + 1)
∑ ni - 3(n+1)
T = (t-1) t (t+1)
T
Pembagi = 1-
(n − 1)n(n + 1)
H
H’ =
pembagi
Keterangan : n = total pengamatan
ni = banyaknya pengamatan pada perlakuan ke-i
Rj = jumlah ranking dalam perlakuan ke-j
T = banyaknya pengamatan seri dalam kelompok (perlakuan)
H’ = terkoreksi.
N ( N + 1) ⎛ 1 1 ⎞
Ri - Rj × Z ∝ / k (k − 1) ⎜ + ⎟⎟
12 ⎝ ni nj ⎠
4.1.3. Solubilitas kalsium dan fosfor tepung tulang ikan patin (Pangasius sp)
Persen solubilitas kalsium dan fosfor tepung tulang ikan patin yang
dihasilkan melalui dua metode pembuatan tepung tulang ikan patin yang berbeda
sebagaimana disajikan pada Tabel 6.
Tabel 6 Solubilitas kalsium dan fosfor tepung tulang ikan patin (Pangasius sp)
pada berbagai nilai pH
Nilai pH %Ca %P
Metode kering Metode basah Metode kering Metode basah
2 1,25 1,07 0,18 0,11
4 0,29 0,39 0,10 0,08
6 0,31 0,38 0,09 0,08
Solubilitas Ca (%)
1.00
0.80
0.60
0.40
0.20
0.00
2 4 6
Tingkatan nilai pH
Gambar 4a Grafik solubilitas kalsium tepung tulang ikan patin (Pangasius sp)
0.20
Solubilitas P (%)
0.15
0.10
0.05
0.00
2 4 6
Tingkatan nilai pH
Gambar 4b Grafik solubilitas fosfor tepung tulang ikan patin (Pangasius sp)
Solubilitas Ca dan P kedua tepung tulang ikan meningkat secara nyata
seiring dengan meningkatnya derajat keasaman (pH rendah), dimana persen
solubilitas tertinggi dihasilkan pada pH 2. Tepung tulang ikan patin yang dibuat
dengan menggunakan metode kering mempunyai persen solubilitas Ca dan P lebih
tinggi dibandingkan dengan metode basah pada tingkatan nilai pH 2.
Kondisi diatas sejalan dengan hasil penelitian Yoshie et al. (1997);
Santoso et al. (2006) yang masing-masing mempelajari solubilitas mineral
seafood dan seaweeds dalam berbagai kondisi keasaman. Hasilnya juga
menunjukkan bahwa solubilitas mineral (Ca, Mg, Fe, Zn) tertinggi terjadi pada
suasana asam dan akan menurun sejalan dengan penurunan derajad keasaman/
peningkatan nilai pH dan sebaliknya, demikian pula persen penyerapannya. Hal
tersebut diperkuat oleh pernyataan Muchtadi et al. (1989) tingkat keasaman (pH)
usus halus berpengaruh langsung terhadap penyerapan Ca dan P. Meningkatnya
keasaman lambung akan meningkatkan kelarutan garam kalsium di dalam usus
halus dan meningkatkan absorbsinya. Pada pH alkali, penyerapan akan menurun
karena terbentuknya kompleks kalsium fosfat
4.2.1 Organoleptik
Tabel 7 Rataan hasil uji organoleptik biskuit tepung tulang ikan patin
Biskuit
Parameter
K A B C D
Penampakan 5,77 5,93 5,56 5,23 5,50
Warna 5,83 5,93 5,56 5,33 5,45
Aroma 5,50 6,63 6,27 5,57 5,63
Tekstur 5,73 6,76 5,96 5,17 5,13
Rasa 5,57 6,63 5,60 5,63 5,57
Keterangan : K : kontrol (tanpa penambahan tepung tulang ikan patin)
A : Penambahan tepung tulang ikan patin 2%
B : Penambahan tepung tulang ikan patin 4%
C : Penambahan tepung tulang ikan patin 6%
D : Penambahan tepung tulang ikan patin 8%
4.2.1.1. Penampakan
4.00
3.00
2.00
1.00
K A B C D
Tingkat penambahan tepung
4.2.1.2. Warna
Warna penting bagi banyak makanan, baik bagi makanan yang tidak
diproses maupun bagi yang dimanufaktur. Bersama-sama dengan bau, rasa dan
tekstur, warna memegang peranan penting dalam penerimaan makanan. Selain itu,
warna dapat memberikan petunjuk mengenai perubahan kimia dalam makanan
seperti pencoklatan dan pengkaramelan (de Man 1997). Sukarni dan Kusno
(1980) menyatakan bahwa warna merupakan sifat sensoris pertama yang dapat
dilihat langsung oleh panelis. Warna bahan yang menyimpang dari normal atau
tidak sesuai dengan selera, maka bahan tersebut tidak dipilih untuk dikonsumsi,
walaupun nilai gizi dan faktor lainnya normal.
Hasil penilaian rata-rata panelis terhadap warna biskuit penambahan
tepung tulang ikan yang dihasilkan berkisar antara 5,33 sampai 5,93 (kuning
sampai mendekati kuning kecoklatan). Nilai biskuit yang tertinggi untuk warna
dicapai oleh biskuit A dengan nilai rata-rata 5,93 sedangkan nilai terendah dicapai
oleh biskuit C dengan rata-rata nilai 5,33 (Gambar 6).
7.00
5.83(a) 5.93(a)
6.00 5.56(a) 5.43(a)
5.33(a)
5.00
Warna
4.00
3.00
2.00
1.00
K A B C D
Tingkat penambahan tepung
Gambar 6 Histogram nilai warna biskuit tepung tulang ikan patin (Pangasius sp).
7.00 6.63(b)
6.27(b)
6.00 5.50(a) 5.57(a) 5.63(a)
5.00
Aroma
4.00
3.00
2.00
1.00
0.00
K A B C D
Tingkat penambahan tepung
Gambar 7 Histogram nilai aroma biskuit tepung tulang ikan patin (Pangasius sp).
4.2.1.4. Tekstur
8.00
6.76(b)
7.00
5.73(a) 5.96(a)
6.00 5.17(a) 5.13(a)
5.00
Tekstur
4.00
3.00
2.00
1.00
0.00
K A B C D
Tingkat penambahan tepung
Gambar 8 Histogram nilai tekstur biskuit tepung tulang ikan patin (Pangasius sp).
Hasil analisis Kruskal Wallis menunjukkan bahwa perlakuan penambahan
tepung tulang ikan patin memberikan pengaruh yang berbeda nyata untuk tingkat
penilaian panelis terhadap tekstur biskuit yang dihasilkan. Biskuit formulasi A
mempunyai rata-rata tekstur yang tinggi dan berbeda nyata dengan formulasi
lainnya (Lampiran 23). Hal tersebut disebabkan karena penambahan tepung tulang
ikan patinnya semakin banyak menghasilkan tekstur biskuit yang semakin keras,
hal ini juga berhubungan dengan kandungan kalsium dan fosfor yang besar dalam
tepung tulang ikan patin sehingga tekstur biskuit juga akan berubah sesuai dengan
banyaknya penambahan konsentrasi tepung. Meskipun demikian tekstur biskuit
yang ditambah dengan tepung tulang ikan masih dapat diterima oleh panelis dan
tidak berbeda nyata dengan kontrol.
4.2.1.5. Rasa
5.00
4.00
Rasa
3.00
2.00
1.00
0.00
K A B C D
Tingkat penambahan tepung
Gambar 9 Histogram nilai rasa biskuit tepung tulang ikan patin (Pangasius sp).
3.00
2.00 2.00
Nilai rata-rata perbandingan
2.00
1.00 1.00
1.00 0.40
pasangan
0.20
0.00
Penampakan Warna Kerenyahan Rasa
-1.00
-0.87-0.70
-2.00
-3.00
Biskuit A Biskuit B
Karakteristik kimia yang dianalisis pada penelitian ini meliputi kadar air,
abu, protein, lemak, nilai pH. Pengujian tersebut dilakukan terhadap biskuit
formulasi K, A, B serta biskuit komersial. Hasil analisis karakteristik kimia
sebagaimana disajikan pada Tabel 9.
Tabel 9 Karakteristik kimia biskuit tepung tulang ikan patin dan biskuit komersial
Abu merupakan ukuran dari komponen anorganik yang ada dalam suatu
bahan makanan. Kadar abu tidak selalu ekuivalen dengan bahan mineral karena
ada beberapa mineral yang hilang selama pembakaran dan penguapan (Sulaeman
et al. 1985).
Hasil analisis kadar abu biskuit komersial dan biskuit dengan penambahan
tepung tulang ikan patin berkisar antara 1,06% sampai 2,09%. Kadar abu tertinggi
dicapai oleh biskuit B dengan nilai 2,09% sedangkan kadar abu terendah dicapai
oleh biskuit K dengan nilai sebesar 1,06%. Kadar abu maksimum biskuit
yang ditetapkan dalam SNI 01-2973-1992 adalah 1,5%. Dengan demikian kadar
abu biskuit A memenuhi standar yang ditetapkan oleh SNI 01-2973-1992.
Analisis ragam menunjukkan bahwa biskuit B menghasilkan nilai kadar
abu yang lebih tinggi dan berbeda nyata dengan biskuit A, K dan biskuit
komersial (Lampiran 26). Tepung tulang ikan patin mengandung mineral
khususnya kalsium dan fosfor yang tinggi sehingga memberikan sumbangan yang
besar bagi peningkatan nilai kadar abu biskuit.
Protein merupakan zat gizi yang sangat penting, karena yang paling erat
hubungannya dengan proses-proses kehidupan (Sediaoetama 2006). Pada
umumnya kadar protein dalam bahan pangan menentukan mutu bahan pangan
tersebut (Winarno 2002).
Hasil analisis kadar protein biskuit komersial dan biskuit dengan
penambahan tepung tulang ikan patin berkisar antara 6,52% sampai 8,06%. Kadar
protein tertinggi dicapai oleh biskuit B dengan nilai 8,06% sedangkan kadar
protein terendah dicapai oleh biskuit komersial dengan nilai sebesar 6,52%. Kadar
protein minimum biskuit yang ditetapkan dalam SNI 01-2973-1992 adalah 9%.
Dengan demikian kadar protein biskuit formulasi dan biskuit komersial belum
memenuhi standar yang ditetapkan oleh SNI 01-2973-1992.
Analisis ragam menunjukkan bahwa biskuit B menghasilkan nilai kadar
protein yang lebih tinggi dan bersama dengan biskuit A, K berbeda nyata terhadap
biskuit komersial (Lampiran 28). Hasil analisis protein tepung tulang ikan patin
yang digunakan dalam pembuatan biskuit adalah sebesar 22,23%. Tepung terigu
yang digunakan dalam pembuatan biskuit formulasi tepung tulang ikan patin
adalah tepung terigu merk Kunci Biru dengan kadar protein 8%. Tepung terigu
merk kunci biru tergolong soft flour dengan kadar protein berkisar antara 7-8,5%
(Astawan 1999). Peningkatan kadar protein biskuit formulasi disebabkan adanya
sumbangan protein dari tepung tulang ikan patin dan susu.
4.2.4.7. Nilai pH
Hasil analisis solubilitas kalsium dan fosfor biskuit tulang ikan patin dan
biskuit komersial disajikan pada Tabel 10.
Tabel 10 Hasil analisis solubilitas kalsium dan fosfor biskuit tulang ikan patin
dan biskuit komersial
Nilai %Ca %P
pH
K A B Komersial K A B Komersial
2 76,68 95,06 88,96 73,23 74,24 20,73 41,47 23,25
4 30,07 27,65 17,59 2,54 49,75 19,84 19,84 20,86
6 32,07 33,22 20,22 4,00 50,12 20,25 8,56 16,24
100
Solubilitas Ca (%)
80
60
40
20
0
2 4 6
Tingkatan nilai pH
A B kontrol komersial
80
70
Solubilitas P (%)
60
50
40
30
20
10
0
2 4 6
Tingkatan nilai pH
A B kontrol komersial
Biskuit A Biskuit B
Takaran saji (7 keping) : 35 g Takaran saji (7 keping) : 35 g
Energi : 479,38 kkal Energi : 475,63 kkal
Gizi %AKG Gizi %AKG
Ca 72,10 mg/100 g bk 9,01% Ca 119,35 mg/100 g bk 14,92%
P 50,05 mg/100 g bk 8,43% P 110,95 mg/100 g bk 18,49%
Protein 2,45 g/100 g bk 4,08% Protein 2,80 g/100 g bk 4,76%
Lemak 7,00 g/100 g bk 8,23% Lemak 6,65 g/100 g bk 7,82%
Apabila seluruh zat gizi dapat diserap dengan baik oleh tubuh, konsumsi 7
keping (35 g) biskuit formulasi menyumbang kebutuhan kalsium sebesar 9,01%
dan fosfor sebesar 8,43% (biskuit A), kalsium sebesar 14,92% dan fosfor sebesar
18,49% (biskuit B). Persentase didasarkan pada AKG zat gizi dengan nilai energi
diet sebesar 2000 kkal.
5. SIMPULAN DAN SARAN
5.1 Simpulan
Tepung tulang ikan patin yang dibuat dengan metode kering menghasilkan
nilai sebagai berikut : daya serap air 48,54%, densitas kamba 0,80 g/ml, derajat
putih 62,82%, kadar air 6,53%, abu 56,38%, pH 7,56, kalsium 264,53 mg/g bk,
fosfor 88 mg/g bk, solubilitas kalsium dan fosfor pada pH 2 sebesar 1,25% dan
0,18%.
Hasil uji perbandingan pasangan biskuit formulasi terbaik dengan produk
biskuit komersial (biskuat), biskuit formulasi memiliki nilai mutu yang lebih baik
dari segi penampakan dan warna, rasa tidak berbeda dengan biskuit komersial
sedangkan kelemahan yang dimiliki oleh biskuit formulasi adalah kerenyahan.
Hasil analisis fisik dan kimia serta solubilitas kalsium dan fosfor biskuit
formulasi terbaik ( A dan B) berdasarkan hasil pengujian organoleptik adalah
sebagai berikut : berat 5 g, tebal 4 mm, diameter 3,7 cm, kekerasan 1391,67 gf
dan 1440,28 gf; kadar air 3,58% dan 3,92%; abu 1,54% dan 2,09%; lemak
20,22% dan 19,95%; protein 7,72% dan 8,07%; karbohidrat 66,92% dan 65,96%;
Ca 2,13 mg/g bk dan 3,54 mg/g bk; P 1,48 mg/g bk dan 3,29 mg/g bk; pH 6,45
dan pH 6,44; solubilitas kalsium dan fosfor terbaik pada nilai pH 2 dengan nilai
berturut-turut 95,06% dan 88,96% untuk kalsium dan 20,73% dan 41,47% untuk
fosfor.
5.2 Saran
Allen LH, Wood JR. 1994. Calsium and Phosporus. Dalam Modern Nutrition in
Health and Disease ed. 8 vol 1. Shils EM, Olsen JA, Shilke M (eds). Lea &
Febringer. USA.
Almatsier S. 2002. Prinsip Dasar Ilmu Gizi. Jakarta: PT. Gramedia Pustaka
Utama.
Anonim 1981. Pedoman Pembuatan Roti dan Kue. Jakarta: Penerbit Djambatan.
Anwar F. 1990. Mempelajari sifat fisik, organoleptik dan nilai gizi protein
makanan bayi dari campuran tepung beras konsentrat protein jagung dan
tepung tempe [tesis]. Bogor: Program Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor.
Asni Y. 2004. Studi pembuatan biskuit dengan penambahan tepung tulang ikan
patin (Pangasius hipothalmus) [skripsi]. Bogor: Fakultas Perikanan dan
Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor.
Blaney S, Zee JA, Mongeau R, Marin J. 1996. Combined effect of various tiped
of dietary fiber and protein on in vitro calsium availability. J. Agric. Food
Chem. 44 : 3587-3590.
Booth RG. 1990. Snack Food. New York: Van Nostrand Reinhold.
[BPPIS] Badan Penelitian Pengembangan Industri Surabaya 1989. Pembuatan
Prototipe Alat Uji Derajat Putih tepung Tapioka. Surabaya.
Buckle KA, Edward RA, Fleet GH, Wootton N. 1987. Food Science. Edisi Kedua.
Penerjemah: Purnomo H, Adiono. Jakarta: Penerbit Universitas Indonesia
(UI Press).
Charley H. 1982. Food Science. 2nd ed. New York: Jhon Wiley and Sons.
Clydesdale FM. 1988. Minerals : Their chemistry and fate in food. Dalam Smith
KT. (ed). Trace Mineral in Foods. New York: Marcel Dekker Inc.
Faridi H, Faubion JM. 1990. Dough Rheology and Baked Product Texture. New
York: Nostrand Reinhold.
Fox MRS. 1988. Nutrient Interaction. New York: Marcel Dekker Inc.
Gaman PM, Sherrington KB. 1990. The Science of Food: An Introduction of Food
Science, Nutrition and Microbiology. 3rd ed. Oxford: Pergamon Press.
Groff JL, Gropper SS. 2001. Advanced Nutrition and Human Metabolism.
Belmont:Wadsworth/Thomson Learning.
Halver JE. 1989. Fish Nutrition. New York: Academic Press, Inc.
Hardman TM. 1989. Water and Food Quality. London: Elsevier Apllied Science.
Harland FB, Oberleas D. 2001. Effect of dietary fiber and phytat in the
homeostatis and bioavailability of mineral. Di dalam: Spiller AG, editors.
Handbooks of Dietary Fiber in Human Nutrition 3rd Edition. USA: Library
of Congress.
Iodarine A, Khan MJ, Weber CW. 1996. In vitro binding capasity of wheat bran,
rice bran and oat fiber for Ca, Mg, Cu and Zn alone and in different
combination. J Agric. Food Chem. 44: 2067-2072.
Kaup SM, Greger JL, Lee K. 1991. Nutritional evaluation with animal model of
cottage cheese fortified with calcium and guar gum. J. Food Sci. 56(3) :
692-695.
Kaplan A. 1971. Element of Food Production and Baking. New York: ITT
Educational Service Inc.
Khairuman, Suhendra. 2002. Budidaya Patin Secara Intensif. Jakarta: Agro Media
Pustaka.
Lin CS, Zayas JF. 1987. Functionality of defatted corn germ proteins in a model
system: Fat binding capacity and water retention. J. Food Sci. 52:1308-
1311.
Lovell T. 1989. Nutrition and Feeding on Fish. New York: AVI Book Publishing
by Van Nostrand Reinhold.
Lutwak L. 1982. Dietary calcium: Source, interaction with other nutrients and
relationship to dental, bone and kidney disease. Dalam Beittz DC, Nansen
RC (eds). Animal Products in Human Nutrition. New York:Academic Press.
Matz SA, Matz TD. 1978. Cookies and Crackers Technology. Westport
Connecticut: The AVI Publishing Company Inc.
Matz SA. 1993. Snack Food Technology. 3rd (edition). Mc Allen, Texas: Pan-
Tech International, Inc.
Maynard LA, Loosli JK. 1956. Animal Nutrition. 4th (edition). New York: Mc
Graw Hill Book Company.
Miller DD. 1989. Calsium in the diet: Food source, recommended intake, and
nutritional bioavailability. Di dalam : Fennema OR (eds). Food Chemistry.
3th Edition. New York: Cornell University.
Morrison, FB. 1958. Feed and Feeding. Nineth Edition. Washington DC: The
Morrison Research Council, National Academy of Science.
Mulia. 2004. Kajian potensi limbah tulang ikan patin (Pangasius sp) sebagai
altnernatif sumber kalsium dalam pembuatan mi kering [skripsi]. Bogor:
Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor.
Newman MC, Jagoe CH. 1994. Ligands and the Bioavailibility of Metals in
Aquatic Environments. Boca Raton : CRC Press, Lewis Publishers.
Nurdiani R. 2003. Pemanfaatan tepung tulang ikan patin (Pangasius sutchi) untuk
meningkatkan kandungan kalsium susu kacang hijau [skripsi]. Bogor:
Jurusan Gizi Masyarakat dan Sumberdaya Keluarga. Fakultas Pertanian.
Institut Pertanian Bogor.
Rangganan S. 1986. Hand Book of Analysis and Quality Control for Fruit and
Vegetable Product. New Delhi: Tata Mc Graw Hill Publ. Co. Ltd.
Reitz LL, Smith WH, Plumlee MP. 1987. A Simple Wet Oxidation Procedure for
Biological Materials. West Lafayette: Animal Science Department. Purdue
University.
Saanin H. 1984. Taksonomi dan Kunci Identifikasi Ikan. Jakarta: Bina Cipta.
Sediaoetama AD. 2006. Ilmu Gizi: untuk Mahasiswa dan Profesi, Jilid I. Jakarta:
Dian Rakyat.
[SNI] Standar Nasional Indonesia 1992. Mutu dan Cara Uji Biskuit. SNI 01-2973-
1992. Jakarta: Dewan Standarisasi Nasional.
Soedarno YE. 1998. Substitusi parsial tepung terigu dengan tepung asia dan
tepung kecamba kacang hijau dalam pembuatan cookies [skripsi]. Bogor:
Fakultas Teknologi Pertanian. Institut Pertanian Bogor.
Soekarto ST. 1985. Penilaian Organoleptik untuk Industri Pangan dan Hasil
Pertanian. Jakarta: Bhratara Karya Aksara.
Spiller AG. 2001. Definition of Dietary Fiber. Di Dalam: Spiller AG, (ed).
Handbooks of Dietary Fiber in Human Nutrition 3rd Edition. USA: Library
of Congress.
Steel RD, Torrie JH. 1993. Prinsip dan Prosedur Statistik Suatu Pendekatan
Biometrik. Penerjemah : Sumantri B. Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama.
Subasinghe S. 1996. Inovative and value-added tuna product and markets. Infofish
International. Number 1/96. January/February.
Sukarni M, Kusno SR. 1980. Metode Penilaian Citarasa II. Bogor: Departemen
Ilmu Kesejahteraan Keluarga, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor.
Tabakaka R. 2004. Pemanfaatan tepung tulang ikan patin (Pangasius sp) sebagai
bahan tambahan kerupuk [skripsi]. Bogor: Fakultas Perikanan dan Ilmu
Kelautan, Institut Pertanian Bogor.
Vail GE, Philips JA, Rust LO, Griswold RM, Justin M. 1978. Foods. 7th (eds).
Boston: Houngthon Mifflin Company.
Widya Karya Pangan dan Gizi. 2004. Risalah Widya Karya Pangan dan Gizi IV.
Jakarta: Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia.
Winarno FG. 1985. Limbah Pertanian. Jakarta: Kantor Menteri Muda Urusan
Peningkatan Produksi Pangan.
Winarno FG. 2002. Kimia Pangan dan Gizi. Jakarta: PT. Gramedia Pustaka
Utama.
Wirakartakusumah MA, Abdullah K, Syarif AM. 1992. Sifat Fisik Bahan Pangan.
Bogor: Pusat Antar Universitas Pangan dan Gizi, Institut Pertanian Bogor.
Yoshie Y, Suzuki T, Clydesdale FM. 1997. Iron solubility from seafoods with
added iron and organic acid under stimulated gastrointestinal conditional.
J. Food Quality. 20: 235-246.
Lampiran 1 Lembar penilaian organoleptik
Nama panelis :
Jenis produk : Biskuit
Tgl penilaian :
Instruksi : Saudara dimohonkan untuk memberikan penilaian terhadap
kelima macam sampel biskuit yang ada sesuai dengan tingkat
kesukaan saudara. Isilah nilai tingkat kesukaan pada kolom yang
disediakan.
Penilaian : Dengan skala 1-7
A. Penampakan B. Warna
7 : Sangat rapih 7 : Coklat
6 : Rapih 6 : Kuning kecoklatan
5 : Agak rapih 5 : Kuning
4 : Biasa 4 : Agak kekuningan
3 : Agak kurang rapih 3 : Agak hangus
2 : Tidak rapih 2 : Hangus
1 : Sangat tidak rapih 1 : Sangat hangus
Nama Panelis :
Hari/tanggal :
Produk : Biskuit
Instruksi : Bandingkan Warna, Kerenyahan, Aroma dan Penampakan
produk yang disajikan terhadap produk pembanding, berilah
tanda X (silang) pada pernyataan yang sesuai dengan
penilaian saudara.
Kode produk :
Kode pembanding :
Warna Kerenyahan
Sangat lebih cerah Sangat lebih renyah
Lebih cerah Lebih renyah
Agak lebih cerah Agak lebih renyah
Tidak berbeda Tidak berbeda
Agak kurang cerah Agak kurang renyah
Kurang cerah Kurang renyah
Sangat kurang cerah Sangat kurang renyah
Rasa Penampakan
Sangat lebih enak Sangat lebih rapih
Lebih enak Lebih rapih
Agak lebih enak Agak lebih rapih
Tidak berbeda Tidak berbeda
Agak kurang enak Agak kurang rapih
Kurang enak Kurang rapih
Sangat kurang enak Sangat kurang rapih
Komentar panelis :
Lampiran 3 Analisis ragam derajat putih tepung tulang ikan patin (Pangasius sp)
Source of SS df MS F Sig
Variation
Between 0,395 1 0,395 2,44 0,193
Group
Within 0,649 4 0,162
Group
Total 1,044 5
Lampiran 4 Uji T daya serap air tepung tulang ikan patin (Pangsius sp)
Group Statistics
Std. Error
kriteria N Mean Std. Deviation Mean
daya_serap_air kering 3 .485367 .0073460 .0042412
basah 3 .627667 .0142339 .0082179
Karena pada Levene’s Test for Equality of Variances nilai Sig. > 0.05. artinya
asumsi kehomogenan ragam terpenuhi, sehingga kita pakai Equal variances
assumed. Pada t-test for Equality of Means nilai Sig. < 0.05 kesimpulannya tolak
H0 artinya Metode kering dan basah berbeda nyata pada taraf Alpha 5%.
Source of SS df MS F Sig
Variation
Between 0,000000 1 0,000000 0,00 1,000
Group
Within 0,000733 4 0,000183
Group
Total 0,000733 5
Lampiran 6 Uji T kadar air tepung tulang ikan patin (Pangasius sp)
Group Statistics
Std. Error
kriteria N Mean Std. Deviation Mean
kadar_air kering 3 .065333 .0004619 .0002667
basah 3 .049467 .0023438 .0013532
Karena pada Levene’s Test for Equality of Variances nilai Sig. < 0.05. artinya
asumsi kehomogenan ragam tidak terpenuhi, sehingga kita pakai Equal variances
not assumed. Pada t-test for Equality of Means nilai Sig. < 0.05 kesimpulannya
tolak H0 artinya Metode kering dan basah berbeda nyata pada taraf Alpha 5%.
Lampiran 7 Analisis ragam kadar abu tepung tulang ikan patin (Pangasius sp)
Group Statistics
Std. Error
kriteria N Mean Std. Deviation Mean
kadar_abu kering 3 .563833 .0024007 .0013860
basah 3 .581467 .0053725 .0031018
Karena pada Levene’s Test for Equality of Variances nilai Sig. > 0.05. artinya
asumsi kehomogenan ragam terpenuhi, sehingga kita pakai Equal variances
assumed. Pada t-test for Equality of Means nilai Sig. < 0.05 kesimpulannya tolak
H0 artinya Metode kering dan basah berbeda nyata pada taraf Alpha 5%.
Lampiran 8 Analisis ragam kadar kalsium tepung tulang ikan patin (Pangasius sp)
Source of SS df MS F Sig
Variation
Between 631 1 631 0,70 0,451
Group
Within 3617 4 904
Group
Total 4248 5
Lampiran 9 Analisis ragam kadar fosfor tepung tulang ikan patin (Pangasius sp)
Source of SS df MS F Sig
Variation
Between 162,9 1 162,9 2,01 0,229
Group
Within 324,1 4 81,0
Group
Total 486,9 5
Lampiran 10 Analisis ragam nilai pH tepung tulang ikan patin (Pangasius sp)
Group Statistics
Std. Error
kriteria N Mean Std. Deviation Mean
pH kering 3 .075633 .0010970 .0006333
basah 3 .078767 .0005132 .0002963
Karena pada Levene’s Test for Equality of Variances nilai Sig. > 0.05. artinya
asumsi kehomogenan ragam terpenuhi, sehingga kita pakai Equal variances
assumed. Pada t-test for Equality of Means nilai Sig. < 0.05 kesimpulannya tolak
H0 artinya Metode kering dan basah berbeda nyata pada taraf Alpha 5%.
Lampiran 11 Analisis ragam kadar protein tepung tulang ikan patin
(Pangasius sp)
Source of SS df MS F Sig
Variation
Between 2,907 1 2,907 6,75 0,122
Group
Within 0,861 2 0,431
Group
Total 3,768 3
Lampiran 12 Analisis ragam kadar lemak tepung tulang ikan patin (Pangasius sp)
Source of SS df MS F Sig
Variation
Between 0,4032 1 0,4032 7,31 0,114
Group
Within 0,1103 2 0,0551
Group
Total 0,5135 3
Lampiran 13 Data uji organoleptik penampakan biskuit
Panelis Biskuit
K A B C D
1 6 6 6 3 4
2 5 5 5 5 5
3 6 7 7 6 6
4 6 6 6 5 6
5 7 7 6 5 6
6 7 7 7 7 7
7 6 7 7 6 6
8 6 6 5 5 4
9 6 7 5 4 5
10 6 7 6 6 6
11 6 6 6 7 7
12 6 5 6 5 5
13 7 6 6 7 6
14 5 7 5 6 7
15 7 5 5 6 5
16 5 6 6 6 6
17 7 6 4 4 4
18 4 7 6 6 7
19 4 6 6 4 4
20 5 5 5 5 6
21 5 6 4 4 3
22 6 4 6 3 4
23 6 4 6 4 6
24 6 7 7 7 7
25 6 7 5 5 4
26 4 5 7 4 6
27 6 5 5 7 6
28 6 5 4 3 5
29 4 5 5 6 6
30 7 6 6 6 6
K = Kontrol / tidak ada penambahan tepung tulang ikan patin (0%)
A = Penambahan tepung tulang ikan patin 2%
B = Penambahan tepung tulang ikan patin 4%
C = Penambahan tepung tulang ikan patin 6%
D = Penambahan tepung tulang ikan patin 8%
Lampiran 14 Data uji organoleptik warna biskuit
Panelis Biskuit
K A B C D
1 6 6 6 4 4
2 5 6 6 7 6
3 6 6 6 7 5
4 6 6 7 3 6
5 7 7 6 6 6
6 7 7 6 7 7
7 6 7 7 6 6
8 6 6 6 6 4
9 7 6 5 4 5
10 6 7 7 6 6
11 7 7 6 7 7
12 5 4 6 5 4
13 4 7 6 5 6
14 7 7 5 6 7
15 5 6 6 5 5
16 7 6 6 6 6
17 5 6 5 4 4
18 7 7 5 6 7
19 4 6 6 4 4
20 4 4 5 5 6
21 5 6 3 4 4
22 6 5 5 5 5
23 5 5 6 5 5
24 6 7 7 7 6
25 6 7 5 5 4
26 6 4 7 3 5
27 6 5 5 7 6
28 6 5 4 3 5
29 5 4 4 6 6
30 7 6 6 6 6
K = Kontrol / tidak ada penambahan tepung tulang ikan patin (0%)
A = Penambahan tepung tulang ikan patin 2%
B = Penambahan tepung tulang ikan patin 4%
C = Penambahan tepung tulang ikan patin 6%
D = Penambahan tepung tulang ikan patin 8%
Lampiran 15 Data uji organoleptik aroma biskuit
Panelis Biskuit
K A B C D
1 7 7 7 4 4
2 5 6 7 7 5
3 6 7 6 5 5
4 4 7 6 4 6
5 6 6 6 6 7
6 7 5 6 6 7
7 7 7 7 7 7
8 6 6 6 6 5
9 4 6 6 5 4
10 6 6 6 6 6
11 6 6 7 6 6
12 4 7 5 4 6
13 4 6 7 6 7
14 5 6 7 7 7
15 4 7 6 6 6
16 6 7 7 6 7
17 6 6 6 5 5
18 7 7 7 6 6
19 5 7 6 4 3
20 5 6 6 4 4
21 3 7 6 6 4
22 5 7 6 5 5
23 6 6 6 6 6
24 6 5 6 7 7
25 6 7 6 6 6
26 6 6 6 4 4
27 7 6 6 6 6
28 5 6 6 6 6
29 4 6 6 5 5
30 7 7 7 6 7
K = Kontrol / tidak ada penambahan tepung tulang ikan patin (0%)
A = Penambahan tepung tulang ikan patin 2%
B = Penambahan tepung tulang ikan patin 4%
C = Penambahan tepung tulang ikan patin 6%
D = Penambahan tepung tulang ikan patin 8%
Lampiran 16 Data uji organoleptik tekstur biskuit
Panelis Biskuit
K A B C D
1 7 7 6 2 3
2 7 7 6 7 6
3 7 7 7 6 6
4 6 7 6 2 3
5 6 7 6 4 3
6 6 7 6 6 7
7 6 6 7 7 7
8 6 7 6 5 4
9 6 6 6 5 5
10 6 7 6 6 6
11 7 7 6 7 7
12 5 7 6 2 3
13 7 6 6 5 6
14 7 7 7 7 7
15 4 7 6 6 6
16 6 7 6 7 6
17 6 6 5 5 5
18 7 7 5 6 6
19 4 7 6 5 4
20 6 7 6 4 4
21 4 7 6 6 4
22 6 7 6 5 6
23 5 7 6 6 5
24 5 7 6 7 6
25 5 6 6 3 4
26 3 7 7 6 6
27 6 6 5 4 5
28 6 7 6 5 3
29 5 7 6 4 5
30 5 7 6 5 6
K = Kontrol / tidak ada penambahan tepung tulang ikan patin (0%)
A = Penambahan tepung tulang ikan patin 2%
B = Penambahan tepung tulang ikan patin 4%
C = Penambahan tepung tulang ikan patin 6%
D = Penambahan tepung tulang ikan patin 8%
Lampiran 17 Data uji organoleptik rasa biskuit
Panelis Biskuit
K A B C D
1 6 7 7 4 4
2 7 7 7 7 7
3 7 7 6 6 5
4 3 7 5 5 6
5 7 7 6 6 6
6 7 6 6 6 6
7 6 7 6 7 7
8 7 6 5 6 4
9 4 7 5 5 6
10 7 6 6 6 5
11 7 7 6 7 6
12 5 4 6 3 3
13 7 7 6 6 7
14 7 7 7 6 7
15 4 7 6 4 4
16 6 7 7 6 6
17 6 7 6 6 7
18 7 7 6 5 5
19 3 7 7 5 4
20 5 7 6 7 7
21 7 7 6 6 4
22 6 7 6 5 6
23 4 7 5 6 5
24 4 6 6 7 5
25 6 7 6 6 6
26 3 6 7 5 6
27 6 7 6 6 6
28 5 6 6 4 5
29 4 7 6 5 6
30 4 4 6 6 6
K = Kontrol / tidak ada penambahan tepung tulang ikan patin (0%)
A = Penambahan tepung tulang ikan patin 2%
B = Penambahan tepung tulang ikan patin 4%
C = Penambahan tepung tulang ikan patin 6%
D = Penambahan tepung tulang ikan patin 8%
Lampiran 18 Data uji perbandingan pasangan biskuit A
Panelis Parameter
Penampakan Warna Kerenyahan Rasa
1 1 3 -1 1
2 2 2 -1 1
3 -1 -1 0 -1
4 2 3 -1 -1
5 -1 2 -1 -1
6 2 2 -1 1
7 -1 2 -1 1
8 2 3 -1 1
9 0 2 -2 -1
10 1 2 -2 -1
11 3 2 -1 1
12 2 1 -1 1
13 1 3 -1 2
14 1 2 -2 0
15 -1 2 0 0
16 0 1 0 0
17 2 1 -1 1
18 2 2 1 1
19 1 2 -1 1
20 1 3 -1 1
21 -1 -1 -1 -1
22 1 2 1 0
23 2 1 -1 1
24 2 2 -2 -1
25 0 0 -1 0
26 -1 0 -2 0
27 2 2 1 0
28 1 2 -2 -1
29 1 0 -1 -1
30 0 2 0 0
Lampiran 19 Data uji perbandingan pasangan biskuit B
Panelis Parameter
Penampakan Warna Kerenyahan Rasa
1 0 1 -2 1
2 2 2 -2 0
3 -1 1 0 1
4 2 3 -2 -1
5 -1 1 -1 -1
6 2 3 -1 2
7 1 2 -1 0
8 2 2 1 2
9 -1 1 -1 -1
10 1 1 -1 1
11 3 2 -1 2
12 1 1 -1 1
13 1 2 1 1
14 2 3 -1 1
15 1 1 1 1
16 0 2 -1 0
17 2 2 -1 2
18 1 1 2 2
19 1 2 -1 0
20 2 3 -2 1
21 0 0 0 -1
22 2 3 -1 -1
23 2 1 -1 2
24 1 1 -1 -1
25 1 1 -1 0
26 -1 0 -2 0
27 1 2 1 0
28 1 1 -1 -1
29 1 1 -1 -1
30 0 1 -1 -1
Lampiran 20 Hasil uji Kruskal Wallis terhadap penampakan biskuit
Rank
Perlakuan N Mean Rank
Penampakan 0% 30 80.83
2% 30 87.17
4% 30 75.53
6% 30 62.52
8% 30 71.45
Total 150
Test statistics ab
Penampakan
Chi-square 6.068
df 4
Asymp.Sig .193
a. Kruskal Wallis Test
b. Grouping Variable : Perlakuan
Rank
Perlakuan N Mean Rank
Warna 0% 30 82.23
2% 30 87.47
4% 30 75.68
6% 30 65.75
8% 30 66.37
Total 150
Test statistics ab
Warna
Chi-square 6.375
df 4
Asymp.Sig .173
a. Kruskal Wallis Test
b. Grouping Variable : Perlakuan
Lampiran 22 Hasil uji Kruskal Wallis terhadap aroma biskuit dan uji lanjut
multiple comparison
Rank
Perlakuan N Mean Rank
Aroma 0% 30 59,48
2% 30 106,93
4% 30 68,40
6% 30 59,47
8% 30 65,22
Total 150
Test statistics ab
Aroma
Chi-square 31,022
df 4
Asymp.Sig .000
a. Kruskal Wallis Test
b. Grouping Variable : Perlakuan
Multiple Comparisons
Mean
(I) Konsentrasi tepung (J) Konsentrasi tepung Difference 95% Confidence Interval
tulang ikan patin tulang ikan patin (I-J) Std. Error Sig. Lower Bound Upper Bound
0% 2% -1,133* ,236 ,000 -1,78 -,48
4% -,767* ,236 ,012 -1,42 -,12
6% -,067 ,236 ,999 -,72 ,58
8% -,133 ,236 ,980 -,78 ,52
2% 0% 1,133* ,236 ,000 ,48 1,78
4% ,367 ,236 ,528 -,28 1,02
6% 1,067* ,236 ,000 ,42 1,72
8% 1,000* ,236 ,000 ,35 1,65
4% 0% ,767* ,236 ,012 ,12 1,42
2% -,367 ,236 ,528 -1,02 ,28
6% ,700* ,236 ,028 ,05 1,35
8% ,633 ,236 ,061 -,02 1,28
6% 0% ,067 ,236 ,999 -,58 ,72
2% -1,067* ,236 ,000 -1,72 -,42
4% -,700* ,236 ,028 -1,35 -,05
8% -,067 ,236 ,999 -,72 ,58
8% 0% ,133 ,236 ,980 -,52 ,78
2% -1,000* ,236 ,000 -1,65 -,35
4% -,633 ,236 ,061 -1,28 ,02
6% ,067 ,236 ,999 -,58 ,72
*. The mean difference is significant at the .05 level.
Lampiran 23 Hasil uji Kruskal Wallis terhadap tekstur biskuit dan uji lanjut
multiple comparison
Rank
Perlakuan N Mean Rank
Aroma 0% 30 71.28
2% 30 116.13
4% 30 78.37
6% 30 57.40
8% 30 54.32
Total 150
Test statistics ab
Aroma
Chi-square 43.308
df 4
Asymp.Sig .000
a. Kruskal Wallis Test
b. Grouping Variable : Perlakuan
Multiple Comparisons
Mean
(I) Konsentrasi tepung (J) Konsentrasi tepung Difference 95% Confidence Interval
tulang ikan patin tulang ikan patin (I-J) Std. Error Sig. Lower Bound Upper Bound
0% 2% -1,033* ,273 ,002 -1,79 -,28
4% -,300 ,273 ,806 -1,05 ,45
6% ,567 ,273 ,236 -,19 1,32
8% ,600 ,273 ,186 -,15 1,35
2% 0% 1,033* ,273 ,002 ,28 1,79
4% ,733 ,273 ,061 -,02 1,49
6% 1,600* ,273 ,000 ,85 2,35
8% 1,633* ,273 ,000 ,88 2,39
4% 0% ,300 ,273 ,806 -,45 1,05
2% -,733 ,273 ,061 -1,49 ,02
6% ,867* ,273 ,015 ,11 1,62
8% ,900* ,273 ,011 ,15 1,65
6% 0% -,567 ,273 ,236 -1,32 ,19
2% -1,600* ,273 ,000 -2,35 -,85
4% -,867* ,273 ,015 -1,62 -,11
8% ,033 ,273 1,000 -,72 ,79
8% 0% -,600 ,273 ,186 -1,35 ,15
2% -1,633* ,273 ,000 -2,39 -,88
4% -,900* ,273 ,011 -1,65 -,15
6% -,033 ,273 1,000 -,79 ,72
*. The mean difference is significant at the .05 level.
Lampiran 24 Hasil uji Kruskal Wallis terhadap rasa biskuit dan uji lanjut multiple
comparison
Rank
Perlakuan N Mean Rank
Aroma 0% 30 68.72
2% 30 107.57
4% 30 76.60
6% 30 62.65
8% 30 61.97
Total 150
Test statistics ab
Aroma
Chi-square 25.298
df 4
Asymp.Sig .000
a. Kruskal Wallis Test
b. Grouping Variable : Perlakuan
Multiple Comparisons
Mean
(I) Konsentrasi tepung (J) Konsentrasi tepung Difference 95% Confidence Interval
tulang ikan patin tulang ikan patin (I-J) Std. Error Sig. Lower Bound Upper Bound
0% 2% -1,067* ,260 ,001 -1,78 -,35
4% -,500 ,260 ,308 -1,22 ,22
6% -,067 ,260 ,999 -,78 ,65
8% ,000 ,260 1,000 -,72 ,72
2% 0% 1,067* ,260 ,001 ,35 1,78
4% ,567 ,260 ,192 -,15 1,28
6% 1,000* ,260 ,002 ,28 1,72
8% 1,067* ,260 ,001 ,35 1,78
4% 0% ,500 ,260 ,308 -,22 1,22
2% -,567 ,260 ,192 -1,28 ,15
6% ,433 ,260 ,456 -,28 1,15
8% ,500 ,260 ,308 -,22 1,22
6% 0% ,067 ,260 ,999 -,65 ,78
2% -1,000* ,260 ,002 -1,72 -,28
4% -,433 ,260 ,456 -1,15 ,28
8% ,067 ,260 ,999 -,65 ,78
8% 0% ,000 ,260 1,000 -,72 ,72
2% -1,067* ,260 ,001 -1,78 -,35
4% -,500 ,260 ,308 -1,22 ,22
6% -,067 ,260 ,999 -,78 ,65
*. The mean difference is significant at the .05 level.
Lampiran 25 Analisis ragam kadar air biskuit dan uji lanjut Tukey
Source of SS df MS F Sig
Variation
Between 5,6355 3 1,8785 88,71 0,000
Group
Within 0,1694 8 0,0212
Group
Total 5,8049 11
Multiple Comparisons
Mean
(I) konsentrasi tepung (J) konsentrasi tepung Difference 95% Confidence Interval
tulang ikan patin tulang ikan patin (I-J) Std. Error Sig. Lower Bound Upper Bound
biskuat 2% -.95000* .11881 .000 -1.3305 -.5695
0% -1.89333* .11881 .000 -2.2738 -1.5129
4% -1.28667* .11881 .000 -1.6671 -.9062
2% biskuat .95000* .11881 .000 .5695 1.3305
0% -.94333* .11881 .000 -1.3238 -.5629
4% -.33667 .11881 .084 -.7171 .0438
0% biskuat 1.89333* .11881 .000 1.5129 2.2738
2% .94333* .11881 .000 .5629 1.3238
4% .60667* .11881 .004 .2262 .9871
4% biskuat 1.28667* .11881 .000 .9062 1.6671
2% .33667 .11881 .084 -.0438 .7171
0% -.60667* .11881 .004 -.9871 -.2262
*. The mean difference is significant at the .05 level.
Source of SS df MS F Sig
Variation
Between 5,6355 3 1,8785 88,71 0,000
Group
Within 0,1694 8 0,0212
Group
Total 5,8049 11
Multiple Comparisons
Mean
(I) konsentrasi tepung (J) konsentrasi tepung Difference 95% Confidence Interval
tulang ikan patin tulang ikan patin (I-J) Std. Error Sig. Lower Bound Upper Bound
biskuat 2% .22667 .08907 .126 -.0586 .5119
0% .70667* .08907 .000 .4214 .9919
4% -.32333* .08907 .028 -.6086 -.0381
2% biskuat -.22667 .08907 .126 -.5119 .0586
0% .48000* .08907 .003 .1948 .7652
4% -.55000* .08907 .001 -.8352 -.2648
0% biskuat -.70667* .08907 .000 -.9919 -.4214
2% -.48000* .08907 .003 -.7652 -.1948
4% -1.03000* .08907 .000 -1.3152 -.7448
4% biskuat .32333* .08907 .028 .0381 .6086
2% .55000* .08907 .001 .2648 .8352
0% 1.03000* .08907 .000 .7448 1.3152
*. The mean difference is significant at the .05 level.
Source of SS df MS F Sig
Variation
Between 3,9960 3 1,3320 46,68 0,000
Group
Within 0,2283 8 0,0285
Group
Total 4,2234 11
Multiple Comparisons
Mean
(I) konsentrasi tepung (J) konsentrasi tepung Difference 95% Confidence Interval
tulang ikan patin tulang ikan patin (I-J) Std. Error Sig. Lower Bound Upper Bound
biskuat 2% -1.18000* .13792 .000 -1.6217 -.7383
0% -1.12000* .13792 .000 -1.5617 -.6783
4% -1.54000* .13792 .000 -1.9817 -1.0983
2% biskuat 1.18000* .13792 .000 .7383 1.6217
0% .06000 .13792 .971 -.3817 .5017
4% -.36000 .13792 .115 -.8017 .0817
0% biskuat 1.12000* .13792 .000 .6783 1.5617
2% -.06000 .13792 .971 -.5017 .3817
4% -.42000 .13792 .062 -.8617 .0217
4% biskuat 1.54000* .13792 .000 1.0983 1.9817
2% .36000 .13792 .115 -.0817 .8017
0% .42000 .13792 .062 -.0217 .8617
*. The mean difference is significant at the .05 level.
Source of SS df MS F Sig
Variation
Between 38,046 3 12,682 49,54 0,000
Group
Within 2,048 8 0,256
Group
Total 40,094 11
Multiple Comparisons
Mean
(I) konsentrasi tepung (J) konsentrasi tepung Difference 95% Confidence Interval
tulang ikan patin tulang ikan patin (I-J) Std. Error Sig. Lower Bound Upper Bound
biskuat 2% -4.14333* .41310 .000 -5.4662 -2.8204
0% -4.18667* .41310 .000 -5.5096 -2.8638
4% -3.99667* .41310 .000 -5.3196 -2.6738
2% biskuat 4.14333* .41310 .000 2.8204 5.4662
0% -.04333 .41310 1.000 -1.3662 1.2796
4% .14667 .41310 .984 -1.1762 1.4696
0% biskuat 4.18667* .41310 .000 2.8638 5.5096
2% .04333 .41310 1.000 -1.2796 1.3662
4% .19000 .41310 .966 -1.1329 1.5129
4% biskuat 3.99667* .41310 .000 2.6738 5.3196
2% -.14667 .41310 .984 -1.4696 1.1762
0% -.19000 .41310 .966 -1.5129 1.1329
*. The mean difference is significant at the .05 level.
Source of SS df MS F Sig
Variation
Between 3,72447 3 1,24149 435,61 0,000
Group
Within 0,02880 8 0,00285
Group
Total 3,74727 11
Multiple Comparisons
Dependent Variable: pH
Tukey HSD
Mean
(I) konsentrasi tepung (J) konsentrasi tepung Difference 95% Confidence Interval
tulang ikan patin tulang ikan patin (I-J) Std. Error Sig. Lower Bound Upper Bound
biskuat 2% 1.34000* .07223 .000 1.1087 1.5713
0% 1.42667* .07223 .000 1.1954 1.6580
4% 1.35333* .07223 .000 1.1220 1.5846
2% biskuat -1.34000* .07223 .000 -1.5713 -1.1087
0% .08667 .07223 .644 -.1446 .3180
4% .01333 .07223 .998 -.2180 .2446
0% biskuat -1.42667* .07223 .000 -1.6580 -1.1954
2% -.08667 .07223 .644 -.3180 .1446
4% -.07333 .07223 .746 -.3046 .1580
4% biskuat -1.35333* .07223 .000 -1.5846 -1.1220
2% -.01333 .07223 .998 -.2446 .2180
0% .07333 .07223 .746 -.1580 .3046
*. The mean difference is significant at the .05 level.
Source of SS df MS F Sig
Variation
Between 14,1638 3 4,7213 277,45 0,000
Group
Within 0,1361 8 0,0170
Group
Total 14,2999 11
Multiple Comparisons
Mean
(I) konsentrasi tepung (J) konsentrasi tepung Difference 95% Confidence Interval
tulang ikan patin tulang ikan patin (I-J) Std. Error Sig. Lower Bound Upper Bound
biskuat 2% 1.36333* .10651 .000 1.0222 1.7044
0% 2.58000* .10651 .000 2.2389 2.9211
4% -.04667 .10651 .970 -.3878 .2944
2% biskuat -1.36333* .10651 .000 -1.7044 -1.0222
0% 1.21667* .10651 .000 .8756 1.5578
4% -1.41000* .10651 .000 -1.7511 -1.0689
0% biskuat -2.58000* .10651 .000 -2.9211 -2.2389
2% -1.21667* .10651 .000 -1.5578 -.8756
4% -2.62667* .10651 .000 -2.9678 -2.2856
4% biskuat .04667 .10651 .970 -.2944 .3878
2% 1.41000* .10651 .000 1.0689 1.7511
0% 2.62667* .10651 .000 2.2856 2.9678
*. The mean difference is significant at the .05 level.
Source of SS df MS F Sig
Variation
Between 15,1414 3 5,0471 197,41 0,000
Group
Within 0,2045 8 0,0256
Group
Total 15,3459 11
Multiple Comparisons
Mean
(I) konsentrasi tepung (J) konsentrasi tepung Difference 95% Confidence Interval
tulang ikan patin tulang ikan patin (I-J) Std. Error Sig. Lower Bound Upper Bound
biskuat 2% -.82667* .13055 .001 -1.2447 -.4086
0% .21667 .13055 .402 -.2014 .6347
4% -2.63667* .13055 .000 -3.0547 -2.2186
2% biskuat .82667* .13055 .001 .4086 1.2447
0% 1.04333* .13055 .000 .6253 1.4614
4% -1.81000* .13055 .000 -2.2281 -1.3919
0% biskuat -.21667 .13055 .402 -.6347 .2014
2% -1.04333* .13055 .000 -1.4614 -.6253
4% -2.85333* .13055 .000 -3.2714 -2.4353
4% biskuat 2.63667* .13055 .000 2.2186 3.0547
2% 1.81000* .13055 .000 1.3919 2.2281
0% 2.85333* .13055 .000 2.4353 3.2714
*. The mean difference is significant at the .05 level.
Source of SS df MS F Sig
Variation
Between 100,176 3 33,392 56,32 0,000
Group
Within 4,743 8 0,593
Group
Total 104,920 11
Multiple Comparisons
Mean
Difference 95% Confidence Interval
(I) biskuit (J) biskuit (I-J) Std. Error Sig. Lower Bound Upper Bound
kontrol A -.35000 .62872 .942 -2.3634 1.6634
B .60667 .62872 .772 -1.4067 2.6200
komersil -6.54000* .62872 .000 -8.5534 -4.5266
A kontrol .35000 .62872 .942 -1.6634 2.3634
B .95667 .62872 .469 -1.0567 2.9700
komersil -6.19000* .62872 .000 -8.2034 -4.1766
B kontrol -.60667 .62872 .772 -2.6200 1.4067
A -.95667 .62872 .469 -2.9700 1.0567
komersil -7.14667* .62872 .000 -9.1600 -5.1333
komersil kontrol 6.54000* .62872 .000 4.5266 8.5534
A 6.19000* .62872 .000 4.1766 8.2034
B 7.14667* .62872 .000 5.1333 9.1600
*. The mean difference is significant at the .05 level.
Lampiran 33 Analisis ragam berat biskuit
Source of SS df MS F Sig
Variation
Between 2,250000 3 0,750000 0,00 0,00
Group
Within 0,000000 8 0,000000
Group
Total 2,250000 11
Source of SS df MS F Sig
Variation
Between 9,000000 3 3,000000 0,00 0,00
Group
Within 0,000000 8 0,000000
Group
Total 9,000000 11
Source of SS df MS F Sig
Variation
Between 0,2025000 3 0,0675000 0,00 0,00
Group
Within 0,0000000 8 0,0000000
Group
Total 0,2025000 11
Lampiran 36 Analisis ragam kekerasan biskuit dan uji lanjut Tukey
Source of SS df MS F Sig
Variation
Between 172058 3 57353 21,10 0,000
Group
Within 21747 8 2718
Group
Total 193805 11
Multiple Comparisons
Mean
(I) konsentrasi tepung (J) konsentrasi tepung Difference 95% Confidence Interval
tulang ikan patin tulang ikan patin (I-J) Std. Error Sig. Lower Bound Upper Bound
biskuat 2% -262.50333* 42.57051 .001 -398.8291 -126.1776
0% -233.33667* 42.57051 .003 -369.6624 -97.0109
4% -311.11667* 42.57051 .000 -447.4424 -174.7909
2% biskuat 262.50333* 42.57051 .001 126.1776 398.8291
0% 29.16667 42.57051 .900 -107.1591 165.4924
4% -48.61333 42.57051 .676 -184.9391 87.7124
0% biskuat 233.33667* 42.57051 .003 97.0109 369.6624
2% -29.16667 42.57051 .900 -165.4924 107.1591
4% -77.78000 42.57051 .329 -214.1058 58.5458
4% biskuat 311.11667* 42.57051 .000 174.7909 447.4424
2% 48.61333 42.57051 .676 -87.7124 184.9391
0% 77.78000 42.57051 .329 -58.5458 214.1058
*. The mean difference is significant at the .05 level.
1. Biskuit komersial
2. Biskuit K
3. Biskuit A
4. Biskuit B
METODE BASAH
METODE KERING
Lampiran 39 Biskuit hasil formulasi dengan penambahan tepung tulang ikan
Biskuit K Biskuit A
Biskuit B
Biskuit C Biskuit D
Lampiran 40 Tulang ikan patin utuh