Академический Документы
Профессиональный Документы
Культура Документы
PENDAHULUAN
Sebagai gambaran 17% kematian anak di dunia disebabkan oleh diare sedangkan di
Indonesia hasil Riskesdas 2007 diperoleh bahwa diare masih merupakan penyebab kematian bayi
yang terbanyak yaitu 42% dibanding pneumonia 24%, untuk golongan 1-4 tahun penyebab
kematian karena diare 25,2% dibanding pneumonia 15,5%.1 Dari daftar urutan penyebab
kunjungan Puskesmas/ Balai pengobatan, hamper selalu termasuk dalam kelompok 3 penyebab
utama ke puskesmas. Angka kesakitannya adalah sekitar 200-400 kejadian diare diantara 1000
penduduk setiap tahunnya. Dengan demikian di Indonesia diperkirakan ditemukan penderita
diare sekitar 60 juta kejadian setiap tahunya, sebagian besar (70-80%) dari penderita ini adalah
anak dibawah umur 5 tahun (+ 40 juta kematian). Kelompok ini setiap tahunnya mengalami
lebih dari satu kalo kejadian diare. Sebagian dari penderita (1-2%) akan jatuh dalam dehidrasi
dan kalau tidak segera ditolong 50-60% diantaranya dapat meninggal (Suraatmaja.2007).
Dari pencatatan dan pelaporan yang ada, baru sekitar 1,5-2 juta penderita penyakit diare
yang berobat rawat jalan ke sarana kesehatan pemerintah. Jumlah ini adalah sekitar 10 % dari
jumlah penderita yang datang berobat untuk seluruh penyakit, sedangkan jika ditinjau dari hasil
survey rumah tangga(LRKN) 1972 diantara 8 penyakit utama, ternyata persentase penyakit diare
yang berobat sangat tinggi, yaitu 72% dibandingkan 56% untuk rata-rata penderita seluruh
penyakit yang memperoleh pengobatan (Suraatmaja.2007).
Terdapat banyak penyebab diare akut pada anak. Pada sebagian besar kasus penyebanya
adalah infeksi akut intestinum yang disebabkan oleh virus, bakteri atau parasit, akan tetapi
berbagai penyakit lain juga dapat menyebabkan diare akut, termasuk sindroma malabsorbsi.
Diare karena virus umunya bersifat self limting, sehingga aspek terpenting yang harus
diperhatikan adalah mencegah terjadinya dehidrasi yang menjadi penyebab utama kematian dan
menjamin nutrisi untuk mencegah gavirus merngguan pertumbuhan akibat diare (Subagyo.2010).
Rotavirus merupakan penyebab tertinggi dari kejadian diare akut baik dinegar
berkembang maupun negara maju. Di Indonesi menurut penelitian Soenarto yati dkk pada anak
yang dirawat di rumah sakit karena diare 60% persennya disebabkan oleh Rotavirus
(Soenarto.2009).
Diare juga erat hubununganya dengan kejadian kuran gizi. Setiap episode diare dapat
menyebabkan kekurangan gizi oleh karena adanya anorexia dan berkurangnya kemapuan
menyerap sari makanan, sehingga apabila episodenya berkepanjangan akan berdampak pada
pertumubuhan dan kesehatan anak (Subagyo.2010).
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Definisi.
Diare adalah penyakit yang ditandai dengan betambahnya frekuensi defekasi lebih dari
biasnya (>3x perhari) disertai perubahan konsistensi tinja(menjadi cair), dengan atau tanpa darah
dan atau lender (Suraatmaja.2007).
Diare akut adalah buang air besar pada bayi atau anak lebih dari 3 kali perhari, disertai
perubahan konsistensi tinja menjadi cair dengan atau tanpa lendir dan darah yang berlangsung
kurang dari satu minggu. Pada bayi yang minum ASI sering frekuensi buang air besar lebih dari
3-4 kali perhari, keadaan ini tidak dapat disebut diare, tetapi masih bersifat fisiologis atau
normal. Selama berat badan bayi meningkat normal, hal tersebut tidak tergolong diare , tetapi
merupakan intoleransi laktosa sementara akibat belum sempurnanya perkembangan saluran
cerna. Untuk bayi yang minum ASI secara eksklusif definisi diare yang praktis adalah
meningkatnya frekuensi buang air besar atau konsistesinya menjadi cair yang menurut ibunya
abnormal atau tidak seperti biasanya. Kadang-kadang pada seorang anak buang air besar kurang
dari 3 kali perhari, tetapi konsistesinya cair, keadaaan ini sudah dapat disebut diare
(Subagyo.2010).
Cara penularan diare pada umumnya melalui fekal oral yaitu melalui makanan atau
minuman yang tercemar oleh enteropatogen, atau kontak langsung tangan dengan penderita atau
barang-barang yang telah tercemar tinja penderita atau tidak langsung melalui lalat. (4F= field,
flies, fingers, fluid) (Subagyo.2010).
Faktor resiko yang dapat meningkatkan penularan enteropatogen antara lain tidak
memberikan ASI secara penuh selama 4-6 bulan pertama kehidupan bayi, tidak memadainya
penyediaan air bersih, pencemaran air oleh tinja, kurangnya sarana kebersihan atau MCK,
kebersihan lingkungan dan pribadi yang buruk, penyiapan dan penyimpanan makanan yang tidak
higienis dan cara penyapihan yang tidak baik. Selain hal-hal tersebut, beberapa faktor pada
penderita dapat meningkatkan kecenderungan untuk dijangkiti diare antara lain: gizi buruk,
imunodefisiensi, berkurangnya keasaman lambung, menurunya motilitas usus, menderita campak
dalam 4 minggu terakhir dan faktor genetic (Subagyo.2010 and WHO.2009).
1. Faktor umur
Sebagian besar episode diare terjadi pada 2 tahun pertama kehidupan. Insidensi tertinggi
terjadi pada kelompok umur 6-11 bulan pada saat diberikan makanan pendamping ASI.
Pola ini menggambarkan kombinasi efek penurunan kadar antibody ibu, berkurangnya
kekebalan aktif bayi, pengenalan makanan yang mungkin terkontaminasi bakteri tinja dan
kontak langsung dengan tinja manusia atau binatang pada saat bayi mulai merangkak.
Kebanyakan enteropatogen merangsang paling tidak sebagian kekebalan melawan infeksi
atau penyakit yang berulang yang membantu menjelaskan menurunnya insiden penyakit
pada anak yang lebih besar dan pada orang dewasa (Subagyo.2010).
2. Infeksi asimtomatik
Sebagian besar infeksi usus bersifat asimtomatik dan proporsi asimtomatik ini meningkat
setelah umur 2 tahun dikarenakan pembentukan imunitas aktif. pada infeksi asimtomatik
yang mungkin berlangsung beberapa hari atau minggu, tinja penderita mengandung virus,
bakteri, atau kista protozoa yang infeksius. Orang dengan infeksi yang asimtomatik
berperan penting dalam penyebaran banyak eneteropatogen terutama bila mereka tidak
menyadari adanya infeksi, tidak menjaga kebersihan dan berpindah-pindah dari satu
tempat ke tempat yang lain (Subagyo.2010).
3. Faktor musim
Variasi pola musiman diare dapat terjadi menurut letak geografis. di daerah tropis, diare
karena bakteri lebih sering terjadi pada musim panas, sedangkan diare karena virus
terutama rotavirus puncaknya terjadi pada musim dingin. didaerah tropic (termasuk
Indonesia) diare yang disebabkan rotavirus dapat terjadi sepanjang tahun dengan
peningkatan sepanjang musim kemarau, sedangkan diare karena bakteri terus meningkat
pada musim hujan (Subagyo.2010).
4. Epidemi dan pendemi
Vibrio cholera 0.1 dan Shigella dysentriae 1 dapat menyebabkan epidemic dan pandemic
dan mengakibatkan tingginya angka kesakitan dan kematian pada semua golongan usia.
sejak tahun 1961, cholera yang disebabkan oleh v. cholera 0.1 biotipe eltor telah
menyebar ke negara-negara di afrika, amerika latin, asia, timur tengah, dan beberapa
daerah di amerika utara dan eropa. dalam kurun waktu yang sama Shigella dysentriae 1
menjadi penyebab wabah yang besar di amerika tengah dan terakhir di afrika tengah dan
asia selatan. Pada tahun 1992 dikenal strain baru Vibrio cholera 0139 yang menyebabkan
epidemic di Asia dan lebih dari 11 negara mengalami wabah (Subagyo.2010 and
WHO.2009).
C. Mekanisme daya tahan tubuh
Infeksi virus atau bakteri tidak selamanya akan menyebabkan terjadinya diare karena
tubuh mempunyai mekanisme daya tahan tubuh. Usus adalah organ utama yang berfungsi
sebagai front terdepan terhadap invasi dari berbagai bahan yang berbahaya yang masuk ke dalam
lumen usus. Bahan-bahan ini antara lain mikroorganisme, antigen toksin, dll. Jika bahan-bahan
ini dapat menembus barieir mekanisme daya tahan tubuh dan masuk kedalam sirkulasi sistemis,
terjadilah bermacam-macam reaksi seperti infeksi, alergi atau keadaan autoimunitas
(Suraatmaja.2007).
Penyerapan air dan elektrolit pada usus halus terjadi melalui 2 cara :
a. Transport aktif : penyerapan Na+ dan glukosa secara aktif dilaksanakan oleh enterosit yang
terdapat pada mukosa usus halus. Enterosit menyerap 1 molekul glukosa dan Na+, dan
bersama-sama dengan absorbsi glukosa dan Na+ ini secara aktif juga terabsorbsi air. Glukosa
masuk ke dalam ruang interseluler atau subseluler, kemudian masuk peredaran darah. Na+
masuk ke dalam sirkulasi berdasarkan proses enzimatik Na-K-ATPase yang terdapat pada
basal dan lateral enterosit. Proses ini dikenal dengan istilah pompa Na ( sodium pump ).
Dengan masuknya Na+ secara aktif ke dalam peredaran darah, tekanan osmotic meningkat
dan memperbanyak terjadinya penyerapan air (Suraatmaja.2007).
b. Transport Pasif : terjadi karena adanya perbedaan tekanan osmotic. Setelah Na+ masuk ke
dalam sirkulasi melalui mekanisme pompa Na, tekanan osmotic plasma meningkat dan akan
menarik air, glukosa dan elektrolit secara pasif (Suraatmaja.2007).
E. Etiologi
Pada saat ini, dengan kemajuan dibidang teknik laboratorium telah dapat diidentifikasi
tidak kurang dari 25 jenis mikroorganisme yang dapat menyebabkan diare pada anak dan bayi.
Penyebab infeksi utama timbulnya diare umumnya adalah golongan virus, bakteri dan parasit.
dua tipe dasar dari diare akut oleh karena infeksi adalah non-inflamatory dan inflammatory
(Subagyo.2010).
Enteropatogen menimbulkan non-inflamatory diare melalui produksi enterotoksin oleh bakteri, destruksi sel permukaan villi oleh virus, perlekatan oleh
parasit, perlekatan dan/ atau translokasi dari bakteri. Sebaliknya inflammatoyi diare biasanya disebabkan oleh bakteri yang menginvasi usus secara langsung atau
Tabel 3. Tabel Enteropatogen pathogen penyebab diare yang tersering berdasarkan umur
(Gaurino.2008).
Diasamping itu penyebab diare nonifeksi yang dapat menimbulkan daire pada anak antara lain:
F. Patofisiologi
Ada 2 prinsip meaknisme terjadinya diare cair, yaitu sekeretorik dan osmotik. Meskipun
dapat melalui kedua mekanisme tersebut, diare sekretorik lebih sering ditemukan pada infeksi
saluran cerna. begitu pula kedua mekanisme tersebut dapat terjadi bersamaan pada satu anak
(Subagyo.2010 and Firmansyah.2008).
1. Diare osmotik
Mukosa usus halus adalah epitel berpori, yang dapat dilalui oleh air dan elektrolit dengan
cepat untuk mempertahankan tekanan osmotik antara lumen usus dengan cairan ekstrasel.
Adanya bahan yang tidak diserap, menyebabkan bahan intraluminal pada usus halus bagian
proksimal tersebut bersifat hipertoni dan menyebabkan hiperosmolaritas. Akibat perbedaan
tekanan osmose antara lumen usus dan darah maka pada segmen usus jejunum yang bersifat
permeable, air akan mengalir kea rah jejunum, sehingga akan banyak terkumpul air dalam lumen
usus. Na akan mengikuti masuk ke dalam lumen, dengan demikian akan terkumpul cairan
intraluminal yang besar dengan kadar Na normal. Sebagian kecil cairan ini akan dibawa kembali,
akan tetapi lainya akan tetap tinggal di lumen oleh karena ada bahan yang tidak dapat diserap
seperti Mg, glukosa, sucrose, lactose, maltose di segmen ileum dan melebihi kemampuan
absorbs kolon, sehinga terjadi diare. Bahan-bahan seperti karbohidrat dan jus buah, atau bahan
yang mengandung sorbitol dalam jumlah berlabihan akan memberikan dampak yang sama
(Subagyo.2010).
2. Diare Sekretorik
Diare sekterik disebabkan oleh sekresi air dan elektrolit ke dalam usus halus yang terjadi
akibat gangguan absorbs natrium oleh vilus saluran cerna, sedangkan sekresi klorida tetap
berlangsung atau meningkat. Keadaan ini menyebabkan air dan elektrolit keluar dari tubuh
sebagai tinja cair. Diare sekretorik ditemukan diare yang disebabkan oleh infeksi bakteri akbat
rangsangan pada mukosa usus halus oleh toksin E.coli atau V. cholera.01 (Gaurino.2008).
Osmolaritas tinja diare sekretorik isoosmolar terhadap plasma. beda osmotik dapat dihitung dengan mengukur kadar elektrolit tinja. Karena Natrium
( Na+) dan kalium (K+) merupakan kation utama dalam tinja, osmolalitas diperkirakan dengan mengalikan jumlah kadar Na + dan K+ dalam tinja dengan angka 2. Jika
diasumsikan osmolalitas tinja konstan 290 mOsm/L pada tinja diare, maka perbedaan osmotic 290-2 (Na++K+). Pada diare osmotik, tinja mempunyai kadar Na+
rendah (<50 mEq/L)dan beda osmotiknya bertambah besar (>160 mOsm/L). Pada diare sekretorik tinja diare mempunyai kadar Na tinggi (>90 mEq/L), dan perbedaan
Osmotik Sekretorik
Dikenal bahan-bahan yang menstimulasi sekresi lumen yaitu enterotoksin bakteri dan
bahan kimia yang dapat menstimulasi seperti laksansia, garam empedu bentuk dihidroxy, serta
asam lemak rantai panjang. Toksin penyebab diare ini terutama bekerja dengan cara
meningkatkan konsentrasi intrasel cAMP, cGMP, atau Ca++ yang selanjutnya akan mengaktifasi
protein kinasi. Pengaktifan protein kinase akan menyebabkan fosforilase membrane protein
sehingga megakibatkan perubahan saluran ion, akan menyebabkan Cl- di kripta keluar. Disisi
lain terjadi peningkatan pompa natrium , dan natrium masuk ke dalam lumen usus bersama Cl-
(Subagyo.2010).
Diare dapat juga dikaitkan dengan gangguan motilitas. Meskipun motilitas jarang
menjadi penyebab utama malabsorbsi, teatpi perubahan motilitas mempunyai pengaruh terhadap
absorbs. Baik peningkatan ataupun penurunan motilitas keduanya dapat menyebabkan diare.
Penurunan motilitas dapat mengakibatkan bakteri tumbuh lampau yang menyebabkan diare.
Perlambatan transit obat-obatan atau nutrisi akan meningkatkan absorbsi, Kegagalan motilitas
usus yang berat menyebabkan statis intestinal bearkibat inflamasi, dekonjugasi garam empedu
dan malabsorbsi. Diare akibat hiperperistaltik pada anak jarang terjadi. Watery diare dapat
disebabkan karena hipermotilitas pada kasus kolon irritable pada bayi. Gangguan motilitas
mungkin merupakan penyebab diare pada Thyrotoksikosis, malabsorbsi asam empedu, dan
berbagai peyakit lain (Subagyo.2010).
Proses inflamasi di usus halus dan kolon menyebakan diare pada beberapa keadaan.
Akibat kehilangan sel epitel dan kerusakan tight junction, tekanan hidrostatik dalam pembuluh
darah dan limfatik menyebabkan air, elektrolit, mucus, protein dan seringkali sel darah merah
dan sel darah putih menumpuk dalam lumen. Biasanya diare akibat inflamasi ini berhubungan
dengan tipe diare laina seprti diare osmotik dan sekretorik (Subagyo.2010).
Bakteri enteral pathogen akan mempenagaruhi struktur dan fungsi tight junction,
menginduksi cairan dan elektrolit, dan akan mengaktifkan kaskade inflamasi. Efek infeksi
bacterial pada tight junction akan memepengaruhi susunan anatomis dan funsi absorbs yaitu
cytoskeleton dan perubahan susunan protein. penelitian oleh Bakes J dkk 2003 menunjukan
bahwa peranan bakteri enteral pathogen pada diare terletak perubahan barier tight junction oleh
toksin atau produk kuman yaitu perubahan pada cellualar cytoskeleton dan spesifik tight
junction. Pengaruh ini bias pada kedua komponen tersebut atau salah satu komponen saja
sehingga akan menyebabkan hipersekresi clorida yang akan diikuti natrium dan air. Sebagai
contoh Clostridium difficile akan menginduksi kerusakan cytoskeleton maupun protein,
Bacteroides frigilis menyebabkan degradasi proteolitik protein tight junction, V. cholera
mempengaruhi distribusi protein tight junction, sedangkan EPEC menyebabkan akumulasi
protein cytoskeleton (Subagyo.2010 and Berkes,2011).
G. Manifestasi klinis
Infeksi usus menimbulkan tanda dan gejala gastrointestinal serta gejala lainya bila terjadi
komplikasi ekstraintestinal termasuk manifestasi neurologic. Gejala gastrointestinal bias berupa
diare, kram perut, dan munth. Sedangkan manifestasi sistemik bervariasi tergantung pada
penyebabnya (Subagyo.2010)
Penderita dengan diare cair mengeluarkan tinja yang mengandung sejumlah ion natrium,
klorida dan bikarbonat. Kehilangan air dan elektrolit ini bertambah bila ada muntah dan
kehilangan air juga akan meningkat bila ada panas. Hal ini dapat menyebabkan dehidrasi,
asidosis metabolic, dan hipokalemia. Dehidrasi merupakan keadaan yang paling berbahaya
karena dapat menyebabkan hipovolemia, kolaps kardiovaskular dan kematian bila tidak diobati
dengan tepat. Dehidrasi yang terjadi menurut tonisistas plasma dapat berupa dehidrasi isotonic,
dehidrasi hipertonik ( hipernatremik) atau dehidrasi hipotonik. Menurut derajat dehidrasinya bias
tanpa dehidrasi, dehidrasi ringan, dehidrasi sedang, dehidrasi berat (Subagyo.2010).
Infeksi ekstraintestinal yang berkaitan dengan bakteri enteric pathogen antara lain :
vulvovaginitis, infeksi saluran kemih, endokarditis, osteomyelitis, meningitis, pneumonia,
hepatitis, peritonitis dan septic tromboplebitis. Gejala neurolgik dari infeksi usus bias berupa
parestesia ( akibat makan ikan, kerang, monosodium glutamate), hipotoni dan kelemahan otot.
Bila terdapat panas dimungkinkan karena proses peradangan atau akibat dehidrasi. Panas
badan umum terjadi pada penderita dengan inflammatory diare. Nyeri perut yang lebih hebat dan
tenesmus terjadi pada perut bagian bawah serta rectum menunjukan terkenanya usus besar. Mual
dan muntah adalah symptom yang nonspesifik akan tetapi muntah mungkin disebabkan oleh
karena mikroorganisme yang menginfeksi saluran cerna bagian atas seprti:enteric virus, bakteri
yang memproduksi enteroroksin, giardia, dan cryptosporidium.
Muntah juga sering terjadi pada non inflammatory diare. Biasanya penderita tidak panas
atu hanya subfebris, nyeri perutperiumbilikal tidak berat, watery diare, menunjukan bahwa saluran
makan bagian atas yang terkena. Oleh karena pasien immunocompromise memerlukan perhatian
khusus, informasi tentang adanya imunodefisiensi atau penyakit.
Gejala klinis :
Masa Tunas 17-72 jam 24-48 jam 6-72 jam 6-72 jam 6-72 jam 48-72 jam
Panas + ++ ++ - ++ -
Nyeri kepala - + + - - -
lamanya sakit 5-7 hari >7hari 3-7 hari 2-3 hari variasi 3 hari
Sifat tinja:
Darah - + Kadang - + -
Warna Kuning hijau Merah-hijau Kehijauan Tak berwarna Merah-hijau Seperti air cucuian beras
Leukosit - + + - - -
H. Diagnosis
1. Anamnesis
Pada anamnesis perlu ditanyakan hal-hal sebagai berikut : lama diare, frekuensi, volume,
konsistensi tinja, warna, bau, ada/tidak lendir dan darah. Bila disertai muntah volume dan
frekuensinya. Kencing: biasa, berkurang, jarang atau tidak kencing dalam 6-8jam terakhir.
Makanan dan minuman yang diberikan selama diare. Adakahh panas atau penyakit lain yang
menyertai seperti: batuk, pilek, otitis media, campak. Tindakan yang telah dilakukan ibu selama
anak diare: member oralit, memabwa berobat ke puskesmas atau ke rumah sakit dan obat-obatan
yang diberikan serta riwayat imunisasinya (Subagyo.2010).
2. Pemeriksaan fisik
Pada pemeriksaan fisik perlu diperiksa : berat badan, suhu tubuh, frekuensi denyut
jantung dan pernapasan serta tekanan darah. Selanjutnya perlu dicari tanda-tanda tambahan
lainya:ubun-ubun besar cekung atau tidak, mata: cowong atau tidak, ada atau tidak adanya air
mata, bibir, mukosa mulut dan lidah kering atau basah (Subagyo.2010).
Pernpasan yang cepat dan dalam indikasi adanya asiodosis metabolic. Bising usus yang lemah atau tidak ada bila terdapat hipokalemia. Pemeriksaan
ekstremitas perlu karena perfusi dan capillary refill dapat menentukan derjat dehidrasi yang terjadi. Penilaian beratnya atau derajat dehidrasi dapat ditentukan dengan
cara: objektif yaitu dengan membandingkan berat badan sebelum dan sesudah diare. Subjektif dengan menggunakan criteria WHO dan MMWR (Subagyo.2010).
Symptom Minimal atau tanpa dehidrasi, Dehidrasi ringan sedang, Dehidrasi berat, kehilangan
kehilangan BB<3% kehilangan BB 3%-9% BB>9%
Kesadaran Baik Normal, lelah, gelisah, irritable Apatis, letargi, idak sadar
Penilaian A B C
Lihat:
Keadaan umum Baik,sadar *Gelisah,rewel *lesu,lunglai/tidak sadar
Rasa haus Minum biasa,tidak haus *haus ingin minum banyak *malas minum atau tidak bias
minum
Periksa: turgor kulit Kembali cepat *kembali lambat *kembali sangat lambat
Bila ada 1 tanda* ditambah 1 atau Bila ada 1 tanda* ditambah 1 atau
lebih tanda lain lebih tanda lain
dehidrasu isotonic, bila kadar Na+ dalam plasma antara 131-150 mEq/L
Rasa haus - + +
3. Laboratorium
Pemeriksaan laboratorium lengkap pada diare akut pada umumnya tidak diperkukan,
hanya pada keadaan tertentu mungkin diperlukan misalnya penyebab dasarnya tidak
diketahui atau ada sebab-sebab lain selain diare akut atau pada penderita dengan dehidrasi
berat. Contoh: pemeriksaan darah lengkap, kultur urine dan tinja pada sepsis atau infeksi
saluran kemih. Pemeriksaan laboratorium yang kadang-kadang diperlukan pada diare akut:
darah : darah lengkap, serum elketrolit, analisa gas darah, glukosa darah, kultur dan tes
kepekaan terhadap antibiotika
tinja:
a. Pemeriksaan makroskopik
Pada diare akut sering terjadi defisiensi enzim lactose sekunder akibat rusaknya
mikrofili mukosa usus halus yang banyak mengandung enzim lactase. Enzim laktsae
merupakan enzim yang bekerja memecahkan laktosa menjadi glukosa dan galaktosa,
yangs elanjutnya diserap di mukosa usus halus, Salah satu cara menentukan malabsorbsi
laktosa adalah pemeriksaan clinitest dikombinasi dengan pemeriksaan pH tinja.
Pemeriksaan clinitest dilakukan dengan prinsip melihat perubahan reaksi warna yang
terjadi antara tinja yang diperiksa dengan tablet clinitest. Prinsipnya adalah terdapatnya
reduktor dalam tinja yang mengubah cupri sulfat menjadi cupri oksida. Pemeriksaan
dilakukan dengan cara mengambil bagian cair dari tinja segar (sebaiknya tidak lebih dari
1 jam). Sepuluh tetes air dan 5 tetes bagian cair dari tinja diteteskan kedalam gelas
tabung, kemudian ditambah 1 tablet clinitest. Setelah 60 detik maka perubahan warna
yang terjadi dicocokan dengan warna standart. Biru berarti negative, kuning tua berarti
positif kuat (++++=2%), antara kuning dan biru terdapat variasi warna hijau kekuningan
(+=1/2%), (++=3/4%), (+++=1%). Sedangkan terdapatnya lemak dalam tinja lebih dari 5
gram sehari disebut sebagai steatore (Firmansyah.2005).
b. Pemeriksaan mikroskopik
bila terdapat 5-10 leukosit per lapang pandang besar disebut (+)
bila terdapat 10-20 leukosit per lapang pandang besar disebut (++)
bila terdapat leukosit lebih dari ½ lapang pandang besar disebut (+++)
Adanya lemak dapat diperiksa dengan cara perwanaan tinja dengan sudan III yang
mengandung alcohol untuk mengeluarkan lemak agar dapat diwarnai secara mikroskopis
dengan pembesarn 40 kali dicari butiran lemak dengan warna kuning atau jingga.
Penilaian berdasarkan 3 kriteria:
(+) bila tampak sel lemak kecil dengan jumlah kurang dari 100 buah per lapang
pandang atau sel lemak memenuhi 1/3 sampai ½ lapang pandang
(++) bila tampak sel lemak dnegan jumlah lebih 100 per lapang pandang atau sel
memenuhi lebih dari ½ lapang pandang
Pemeriksaan parasit paling baik dilakukan pada tinja segar. Dengan memakai
batang lidi atau tusuk gigi, ambilah sedikit tinja dan emulsikan delam tetesan NaCl
fisiologis, demikian juga dilakukan dengan larutan Yodium. Pengambilan tinja cukup
sedikit saja agar kaca penutup tidak mengapung tetapi menutupi sediaan sehingga tidak
terdapat gelembung udara. Periksalah dahulu sediaan tak berwarna (NaCL fisiologis),
karena telur cacing dan bentuk trofozoid dan protozoa akan lebih mudah dilihat. Bentuk
kista lebih mudah dilihat dengan perwanaan yodium. Pemeriksaan dimulai dengan
pembesaran objekstif 10x, lalu 40x untuk menentukan spesiesnya (Firmansyah.2005).
adalah pemeriksaan yang didasarkan atas adanya peningkatan kadar hydrogen dalam
udara ekspirasi. Gas hydrogen dalam udara ekspirasi berasal dari fermentasi bakteri
terhadap substrat baik di kolon maupun di usus halus. Fermentasi bakteri di usus besar
terjadi karena adanya substrat yang tidak diabsorbsi tersebut sepertilaktosa atau fruktosa
akan difermentasi oleh bakteri komensal menghasilkan asam lemak rantai pendek (short
chain fatty acid), beberapa molekul alcohol dan gas hydrogen. Gas hydrogen tersebut
dengan cepat akan diserap masuk ke sirkulasi darah lalu masuk ke paru dan dikeluarkan
lewat udara napas (Firmansyah.2005).
Fermentasi bakteri di usus halus terjadi karena adanya bacterial overgrowth , yang
didefinisikan sebagai terdapatnya kolom atau spesies koloni lebih dari 106 unit per
milliliter cairan usus halus yang seharusnya relative steril. Sebelum pemeriksaan uji
hydrogen napas penderita dipuasakan selama 4-6 jam, lalu diambil sampel udara napas
dengan cara meniup ( pada bayi dengan menggunakan sungkup) pada alat yang dapat
menghitung kadar hydrogen napas sebagai kadar awal hydrogen napas. Lalu diberikan
larutan 2gr/kgBB dengan konsentrasi 20% setelah itu diambil sampel udara napas seperti
sebelumnya setiap 30 menit selam 2-3 jam. Peningkatan kadar hydrogen napas >20ppm,
atau 10-20 ppm disertai gejala klinis (kembung, diare, muntah, sakit perut) disebut
positif. Apabila peningkatan tersebut diperoleh pada 30 menit pertama yang berarti
fermentasi laktosa oleh bakteri sudah terjadi, di usus halus dan disimpulkan sebagai
bacterial overgrowth. Peningkatan yang terjadi setelah 2 jam menandakan adanya laktosa
yang tidak diabsorbsi di usus halus, sehingga masuk ke kolon dan difermentasi oleh
bakteri di kolon menghasilkan hydrogen yang ditangkap oleh alat (Firmansyah.2005).
I. Tata laksana
Terdapat empat pilar penting dalam tatalaksana diare yaitu rehidrasi, dukungan nutrisi,
pemberian obat sesuaiindikasi dan edukasi pada orang tua. Tujuan pengobatan:
1. Mencegah dehidrasi
3. Mencegah kekurangan nutrisi dengan memberikan makanan selama dan setelah diare
4. Mengurangi lama dan beratnya diare, serta berulangnya episode diare, dengan
memberikan suplemen zinc
Tujuan pengobatan diatas dapat dicapai dengan cara mengikuti rencana terapi yang
sesuai, seperti yang tertera dibawah ini:10
- pada bayi muda, pemberian ASI merupakan pemberian cairan tambahan yang
utama. Beri ASI lebih sering dan lebih lama pada setiap kali pemberian.
- jika anak memeperoleh ASI eksklusif, beri oralit, atau air matang sebagai
tambahan
- jika anak tidak memperoleh ASI eksklusif, beri 1 atau lebih cairan berikut ini:
oralit, cairan makanan(kuah sayur, air tajin) atau air matang
Ajari pada ibu cara mencampur dan memberikan oralit. Beri ibu 6 bungkus oralit
(200ml) untuk digunakan dirumah. Tunjukan pada ibu berapa banyak cairan termasuk
oralit yang harus diberikan sebagai tambahan bagi kebutuhan cairanya sehari-hari:
- jika anak muntah, tunggu 10 menit. kemudia lanjutkan lagi dengan lebih lambat.
- lanjutkan pemberian cairan tambahan sampai diare berhenti.
Pada anak berumur 2 bulan keatas, beri tablet zinc selama 10 hari dengan dosis :
2. Rencana terapi B
Penanganan dehidrasi sedang/ ringan dengan oralit. Beri oralit di klinik sesuai yang
dianjurkan selama periode 3 jam.
Usia <4 bulan 4-11 bulan 12-23 bulan 5.4 tahun 5-14tahun >15 tahun
Jumlah oralit yang diperlukan 75 ml/kgBB. Kemudian setelah 3 jam ulangi penilaian dan
klasifikasikan kemabali derajat dehidrasinya, dan pilih rencana terapi yang sesuai untuk
melanjutkan pengobatan. Jika ibu memaksa pulang sebelum pengobatan selesai tunjukan cara
menyiapkan oralit di rumah, tunjukan berapa banyak larutan oralit yang harus diberikan
dirumah untuk menyelesaikan 3 jam pertama. Beri bungkus oralit yang cukup untuk rehidrasi
dengan menambah 6 bungkus lagi sesuai yang dainjurkan dalam rencana terapi A. Jika anak
menginginkan oralit lebih banyak dari pedoman diatas, berikan sesuai kehilangan cairan yang
sedang berlangsung. Untuk anak berumur kurang dari 6 bulan yang tidak menyusu, beri juga
100-200 ml air matang selama periode ini. Mulailah member makan segera setelah anak ingin
amkan. Lanjutkan pemberian ASI. Tunjukan pada ibu cara memberikan larutan oralit. berikan
tablet zinc selama 10 hari (Firmansyah.2005).
*ulangi sekali lagi jika denyut nadi sangat lemah atau tidak teraba
Periksa kembali anak setiap 15-30 menit. Jika status hidrasi belum membaik, beri tetesan
intravena lebih cepat. Juga beri oralit (kira-kira 5ml/kgBB/jam) segera setelah anak mau minum,
biasanya sesudah 3-4 jam (bayi) atau 1-2 jam (anak) dan beri anak tablet zinc sesuai dosis dan
jadwal yang dianjurkan. Periksa kembali bayi sesudah 6 jam atau anak sesudah 3 jam
(klasifikasikan dehidrasi), kemudian pilih rencana terapi) untuk melanjutkan penggunaan.
Prinsip pemberian terapi cairan pada gangguan cairan dan elektrolit ditujukan untuk memberikan
pada penderita:
Pada diare CRO merupakan terapi cairan utama. CRO telah 25 tahun berperan dalam
menurunkan angka kematian bayi dan anak dibawah 5 tahun karena diare. WHO dan UNICEF
berusaha mengembangkan oralit yang sesuai dan lebih bermanfaat. Telah dikembangkan oralt
baru dengan osmolalitas lebih rendah. Keamanan oralit ini sama dengan oralit yang lama, namun
efektifitasnya lebih baik daripada oralit formula lama. Oralit baru dengan low osmolalitas ini
juga menurunkan kebutuhan suplementasi intravena dan mampu mengurangi pengeluaran tinja
hingga 20% serta mengurangi kejadian muntah hingga 30%. Selain itu, oralit baru ini juga telah
direkomendasikan WHO dan UNICEF untuk diare akut non kolera pada anak (Subagyo.2010
and UNICEF.2002).
PENGOBATAN DIETETIK
Memuasakan penderita diare (hanya member air teh) sudah tidak dilakukanik lagi karena
akan memperbesar kemungkinan terjadinya hipoglikemia dan atau KKP. Sebagai pegangan
dalam melaksanakan pengobatan dietetic diapakai singkatan O-B-E-S-E, sebagai singkatan
Oralit, Breast feeding, Early Feeding, Simultaneously with Education (Suraatmaja.2007)
Pemberian makanan harus diteruskan selama diare dan ditingkatkan setelah sembuh. Tujuanya adalah memberikan makanan kaya nutrient sebanyak anak
mampu menerima. Sebagian besar anak dengan diare cair, nafsu makanya timbul kembali setelah dehidrasi teratasi. Meneruskan pemberian makanan akan
mempercepat kembalinya fungsi usus yang normal termasuk kemampuan menerima dan mengabsorbsi berbagai nutrient, sehingga memburuknya status gizi dapat
dicegah atau paling tidak dikurangi. Sebaliknya, pembatasan makanan akan menyebabkan penurunan berat badan sehingga diare menjadi lebih lama dan kembalinya
fungsi usus akan lebih lama. Makanan yang diberikan pada anak diare tergantung kepada umur, makanan yang disukai dan pola makan sebelum sakit serta budaya
setempat. Pada umumnya makanan yang tepat untuk anak diare sama dengan yang dibutuhkan dengan anak sehat.1 Bayi yang minum ASI harus diteruskan sesering
mungkin dan selama anak mau. Peranan ASI selain memberikan nutrisi yang terbaik, juga terdapat 0,05 SIgA/hari yang berperan memberikan perlindungan terhadap
kuman pathogen. 12Bayi yang tidak minum ASI harus diberi susu yang biasa diminum paling tidak setiap 3 jam. Pengenceran susu atau penggunaan susu rendah atau
bebas laktosa mungkin diperlukan untuk sementara bila pemberian susu menyebabkan diare timbul kembali atau bertambah hebat sehingga terjadi dehidrasi lagi, atau
dibuktikan dengan pemeriksaan terdapat tinja yang asam (pH<6) dan terdapat bahan yang mereduksi dalam tinja>0,5%. Setelah diare berhenti, pemberian tetap
dilanjutkan selama 2 hari kemudian coba kembali dengan susu atau formula biasanya diminum secara bertahap selama 2-3 hari (Suandi.2007).
Gejala klinis menghilang Susu rendah laktosa (ml) Susu normal (ml)
(hari)
Ke 1 150 50
Ke 2 100 100
Ke 3 50 150
Ke 4 0 200
Tabel 9. Tabel panduan kembali ke susu normal ( untuk setiap 200 ml)
Bila anak berumur 4 bulan atau lebih dan sudah mendapatkan makanan lunak atau padat,
makanan ini harus diteruskan. Paling tidak 50% dari energy diit harus berasal dari makanan dan
diberikan dalam porsi kecil atau sering (6kali atau lebih) dan anak dibujuk untuk makan.
Kombinasi susu formula dengan makanan tambahan seperti serealia pada umunya dapat
ditoleransi dengan baik pada anak yang telah disapih. Makanan padat memiliki keuntungan,
yakni memperlambat pengosongan lambung pada bayi yang minum ASI atau susu formula, jadi
memperkecil jumlah laktosa pada usus halus pr satuan waktu. Pemberian makanan lebih sering
dalam jumlah kecil juga memberikan keuntungan yang sama dalam mencernakan laktosa dan
penyerapanya. Pada anak yang lebih besar, dapat diberikan makanan yang terdiri dari:makanan
pokok setempat misalnya nasi, kentang, gandum, roti, atau bakmi. Untuk meningkatkan
kandungan energinya dapat ditambahkan 5-10 ml minyak nabati untuk setiap 100ml makanan.
Minyak kelapa sawit sangat bagus dikarenakan kaya akan karoten. Campur makanan pokok
tersebut dengan kacang-kacangan dan sayur-sayuran, serta ditambahkan tahu,tempe, daing atau
ikan. Sari buah segar atau pisang baik untui menambah kalium. Makanan yang berlemak atau
makanan yang mengandung banyak gula seperti sari buah manis yang diperdagangkan, minuman
ringan, sebaiknya dihindari.
Meskipun anak diberi makanan sebanyak dia mau selama diare, beberapa kegagalan
pertumbuhan mungkin dapat terjadi teruatama bila terjadai anorexia hebat. Oleh karena itu perlu
pemberian ekstra makanan yang akan zat gizi beberapa minggu setelah sembuh untuk
memperbaiki kurang gizi dan untuk mencapai serta mempertahankan pertumbuhan yang normal.
Berikan ekstra makanan pada saat anak merasa lapar, pada keadaan semacam ini biasanya anak
dapat menghabiskan tambahan 50% atau lebih kalori dari biasanya (Subagyo.2010,
Firmansyah.2005and, Suandi.2007).
ZINC
Zinc mengurangi lama dan beratnya diare. Zinc juga dapat mengembalikan nafsu makan anak.
Zinc termasuk mikronutrien yang mutlak dibutuhkan untuk memelihara kehidupan yang optimal.
Dasar pemikiran penggunaan zinc dalam pengobatan diare akut didasarkan pada efeknya
terhadap imun atau terhadap struktur dan fungsi saluran cerna dan terhadap proses perbaikan
epitel saluran cerna selama diare. Pemberian zinc pada diare dapat meningkatkan absorbs air dan
elektrolit oleh usus halus meningkatkan kecepatan regenerasi epitel usus, meningkatkan jumlah
brush border apical, dan meningkatkan respon imun yang mempercepat pembersihan patogen di
usus. Pengobatan dengan zinc cocok ditetapkan di negara-negara berkembang seprti Indonesia
yang memiliki banyak masalah terjadinya kekurangan zinc di dalam tubuh karena tingkat
kesejahteraan yang rendah dan daya imunitasnya yang kurang memadai. Pemberian zinc dapat
menurunkan risiko terjadinya dehidrasi pada anak. Dosis zinc untuk anak-anak:
- anak dibawah umur 6 bulan : 10 mg (1/2 tablet) per hari
Zinc diberikan selama 10-14 hari berturut-turut, meskipun anka telah sembuh dari diare. Untuk
bayi tablet zinc diberikan dalam air matang, ASI atau oralit. Untuk anak lebih besar, zinx dapat
dikunyah atau dilarutkan dalam air matang atau oralit (Subagyo.2010 and Aggarwal.2007).
Terapi medikamentosa
Berbagai macam obat telah digunakan untuk pengobatan diare seperti antibiotika:antibiotika,
antidiare, adsorben, antiemetic, dan obat yang mempengaruhi mikroflora usus. Beberapa obat
mempunyai lebih dari satu mekanisme kerja, banyak diantaranya mempunyai efek toksik
sistemik dan sebagian besar tidak direkomendasikan untuk anak umur kurang dari 2-3 tahun.
Secara umum dikatakan bahwa obat-obat tersebut tidak diperlukan untuk pengobatan diare akut.
Antibiotik
Antbiotik apda umunya tidak diperlukan pad semua daire akut oleh karena sebagian besar diare infeksi adalah rotavirus yang sifatnya self limited dan tidak dapat
dibunuh dengan antibiotic. Hanya sebagian kecil (10-20%) yang disebabkan oleh bakteri pathogen seperti V,cholera, Shigella, Enterotoksigenik E.coli, Salmonella,
Obat-obat ini meskipun sering digunakan tidak mempunyai keuntungan praktis dan tidak
diindikasikan untuk pengobatan diare akut pada anak. Beberapa dari obat-obat ini berbahaya.
Produk yang termasuk dalam kategori ini adalah:
Adsorben
Contoh: kaolin, attapulgite, smectite, activated charcoal, cholesteramine). Obat-obat ini
dipromosikan untuk pengobatan diare atas dasar kemampuanya untuk mengikat dan
menginaktifasi toksin abkteri atau bahan lain yang menyebabkan diare serta dikatakan
mempunyai kemampuan melindungi mukosa usus. Walaupun demikian, tidak ada bukti
keuntungan praktis dari penggunaan obat ini untuk pengobatan rutin diare akut pada
anak. (Subagyo.2010).
Antimotilitas
Contoh loperamidhydrocloride, diphenoxylate dengan atropine, tincture opiii, paregoric,
codein). Obat-obatan ini dapat mengurangi frekuensi diare pada orang dewasa akan tetapi
tidak mengurangi volume tinja pada anak. Lebih dari itu dapat menyebabkan ileus
paralitik yang berat yang dapat fatal atau dapat memperpanjang infeksi dengan
memperlambat eliminasi dari organisme penyebab. Dapat terjadi efek sedative pada dosis
normal. Tidak satupun dari obat-obatan ini boleh diberikan pada bayi dan anak dengan
diare.
Bismuth subsalicylate
Bila diberikan setiap 4 jam dilaporkan dapat mengurangi keluaran tinja pada anak dngan
diare akut sebanya 30% akan tetapi, cara ini jarang digunakan.
obat-obat lain:
Anti muntah
Termasuk obat ini seperti prochlorperazine dan chlorpromazine yang dapat menyebabkan
mengantuk sehingga mengganggu pemberian terapi rehidrasi oral. Oleh karena itu obat
anti muntah tidak digunakan pada anak dengan diare, muntah biasanya berhenti bila
penderita telah terehidrasi
PROBIOTIK
Probiotik diberi batas sebagai mikroorganisme hidup dalam makanan yang difermentasi yang
menunjang kesehatan melalui terciptanya keseimbangan mikroflora intestinal yang lebih baik.
Pencegahan diare dapat dilakukan dengan pemberian probiotik dalam waktu yang panjang
terutama untuk bayi yang tidak minum ASI. Kemungkinan efek probiotik dalam pencegahan
diare melalui perubahan lingkungan mikrolumen usus , kompetisi nutrient, mencegah adhesi
kuman pathogen pada enterosit, modifikasi toksin atau reseptor toksin efek trofik terhadap
mukosa usus melalui penyediaan nutrient dan imunomodulasi. Pemberian makanan selama daire
harus diteruskan dan ditingkatkan setelah sembuh, tujuanya adalah memberikan makanan yang
kaya nutrient sebanyak anka mampu menerima. Sebagian besar anak dengan diare cair, nafsu
makannya timbul kembali setelah dehidrasi teratasi. Meneruskan pemberian makanan akan
mempercepat kembalinya fungsi usus yang normal termasuk kemampuan menerima dan
mengabsorbsi berbagai nutrient, sehingga memburuknya status gizi dapat dicegah atau paling
tidak dapat dikurangi(Subagyo.2010, Isolaun.2002, Arimbawa.2007).
Mekanisme kerja probiotik untuk menghambat pertumbuhan bakteri patogen dalam mukosa usus
belum sepenuhnya jelas tetapi beberapa laporan mneunjukan adanya kompetisi untuk
mengadakan perlekatan dengan enterosit (sel epitel mukosa). Enterosit yang telah jenuh dengan
bakteri probiotik tidak dapat lagi dilekati bakteri yang lain. Jadi dengan adanya bakteri probiotik
di dalam mukosa usus dapat mencegah kolonisasi oleh bakteri patogen. Lactobacillus strain pada
manusia mempunyai kemampuan melekat pada Caco-2 cells dan sel goblet HT 29-MTX pada sel
epitel mukosa usus. Lactobacillus acidophilus LA1 dan LA3 mempunyai kemampuan melekat
yang kuat, tidak tergantung pada calcium, sedangkan Lactobacillus strain LA10 dan LA18
kemampuan melekatnya rendah. Kemampuan perlekatan tersebut dapat dihilangkan dengan
adanya tripsin. Strain LA1 mempunyai kemampuan untuk mencegah perlekatan diarrheagenic
Eschercia coli (EPEC) dan bakteri enteroinvasif seperti Salmonella typhymurium, Yersinia
tuberculosis. Kemampuan mencegah perlekatan strain LA1 lebih efektif bila diberikan sebelum
atau bersamaan dengan infeksi E coli daripada setelah infeksi E coli. Disamping mekanisme
perlekatan dengna reseptor pada epitel usus untuk mencegah pertumbuhan bakteri patogen
melalui kompetisi, bakteri probiotik memberi manfaat pada pejamu oleh karena produksi
substansi antibakteri misalnya, asam organik, bacteriocin, microcin, reuterin, volatile fatty acid,
hidrogen peroksida dan ion hidrogen (Subagyo.2010, Isolaun.2002, Arimbawa.2007).
J. Komplikasi1,3
1. Gangguan elektrolit
- Hipernatremia
- Hiponatremia
Anak dengan diare yang hanya minum air putih atau cairan yang hanya mengandung
sedikit garam, dapat terjadai hiponatremia ( Na<130 mmol/L). Hiponatremia sering
terjadi pada anak dengan Shigellosis dan pada anak malnutrisi berat dengan odema.
Oralit aman dan efekstif untuk terapi dari hamper semua anak dengan hiponatremi. Bila
tidak berhasil, koreksi Na dilakukan bersamaan dengan koreksi cairan rehidrasi yaitu :
memakai ringer laktat atau normal saline. Kadar Na koreksi (mEq/L)=125- kadar Na
serum yang diperiksa dikalikan 0,6 dan dikalikan berat badan. Separuh diberikan dalam
8 jam, sisanya diberikan dalam 16 jam. Peningkatan serum Na tidak boleh melebihi 2
mEq/L/jam (Subagyo.2010).
- Hiperkalemia
Disebut hiperkalemia jika K>5 mEq/L, koreksi dilakukan dengan pemberian kalsium
glukonas 10% 0,5-1 ml/kgBB i.v pelan-pelan dalam 5-10 menit dengan monitor detak
jantung (Subagyo.2010).
- Hipokalemia
Diakatakan hipokalemia bila K<3,5 mEq/L, koreksi dilakukan menuurut kadar K: jika
kalium 2,5-3,5 mEq/L diberikan peroral 75 mcg/kgBB/hr dibagi 3 dosis. Bila <2,5 mEq/L
maka diberikan secara intravena drip (tidak boleh bolus) diberikan dalam 4 jam.
Dosisnya: (3,5-kadar K terukurx BBx0,4 +2 mEq/kgBB/24 jam) diberikan dalam 4 jam
lemudian 20 jam berikutnya adalah (3,5-kadar K terukurx BBx 0,4+1/6x2 mEqxBB).
Hipokalemia dapat menyebakan kelemahan otot, paralitik usus, gangguan fungsi ginjal
dan aritmia jantung. Hipokalemia dapat dicegah dan kekurangan kalium dapat dikoreksi
dengan menggunakan makanan yang kaya kalium selama diare dan sesudah diare
berhenti (Subagyo.2010).
2. Demam
Demam sering terjadi pada infeksi shigella disentriae dan rotavirus. Pada umunya demam
akan timbul jika penyebab diare mengadakan invasi ke dalam sel epitel usus. Demam
juga dapat terjadi karena dehidrasi. Demam yang timbul akibat dehidrasi pada umunya
tidak tinggi dan akan menurun setelah mendapat hidrasi yang cukup. Demam yang tinggi
mungkin diikuti kejang demam. Pengobatan: kompres dan/ antipiretika. Antibiotika jika
ada infeksi (Suraatmaja.2007).
3. Edema/overhidrasi
Terjadi bila penderita mendapat cairan terlalu banyak. Tanda dan gejala yang tampak
biasnya edema kelopak mata, kejang-kejang dapat terjadi bila ada edema otak. Edema
paru-paru dapat terjadi pada penderita dehidrasi berat yang diberi larutan garan faali.
Pengobatan dengan pemberian cairan intravena dan atau oral dihentikan, kortikosteroid
jika kejang (Suraatmaja.2007).
4. Asidosis metabolik
Asidosis metabolik ditandai dengan bertambahnya asam atau hilangnay basa cairan
ekstraseluler. Sebagai kompensasi terjadi alkalosis respiratorik, yang ditandai dengan
pernafasan yang dalam dan cepat (kuszmaull). pemberian oralit yang cukup mengadung
bikarbonas atau sitras dapat memperbaiki asidosis.
5. Ileus paralitik
Komplikasi yang penting dan sering fatal, terutama terjadi pada anak kecil sebagai akibat
penggunaan obat antimotilitas. Tanda dan gejala berupa perut kembung, muntah,
peristaltic usu berkurang atau tidak ada. Pengobatan dengan cairan per oral dihentikan,
beri cairan parenteral yang mengandung banyak K (Suraatmaja.2007).
6. Kejang3
o Hipoglikemia: terjadi kalau anak dipuasakan terlalu lama. Bila penderita dalam
keadaan koma, glukosa 20% harus diberika iv, dengan dosis 2,5 mg/kgBB,
diberikan dalam waktu 5 menit. Jika koma tersebut disebabkan oleh hipoglikemia
dengan pemberian glukosa intravena, kesadaran akan cepat pulih kembali.
o kejang demam
o Hipernatremia dan hiponatremia
o penyakit pada susunan saraf pusat, yang tidak ada hubungannya dengan diare,
seperti meningitis, ensefalitis atau epilepsy.
Pada penderita malabsorbsi atau intoleransi laktosa, pemberian susu formula selama diare
dapat menyebabkan:3
Tindakan:
a. Mencampur susu dengan makanan lain untuk menurunkan kadar laktosa dan
menghidari efek “bolus”
b. Mengencerkan susu jadi ½-1/3 selama 24 -48 jan. Untuk mangatasi kekeurangan
gizi akibat pengenceran ini, sumber nutrient lain seperti makanan padat, perlu
diberikan.
c. Pemberian “yogurt” atau susu ynag telah mengalami fermentasi untuk
mengurangi laktosa dan membantu pencernaan oleh bakteri usus.
d. Berikan susu formula yang tidak mengandung/rendah laktosa, atau ganti dengan
susu kedelai.
8. Malabsorbsi glukosa
Jarang terjadi. Dapat terjadi penderita diare yang disebabkan oleh infeksi, atau penderita
dengan gizi buruk. Tindakan: pemberian oralit dihentikan, berikan cairan intravena3
9. Muntah
Muntah dapat disebabkan oleh dehidrasi, iritasi usus atau gastritis yang menyebabkan
gangguan fungsi usus atau mual yang berhubungan dengan infeksi sistemik. Muntah
dapat juga disebabkan karena pemberian cairan oral terlalu cepat. Tindakan: berikan
oralit sedikit-sedikit tetapi sering (1 sendok makan tiap 2-3 menit), antiemetic sebaiknya
tidak diberikan karena sering menyebabkan penurunan kesadaran (Suraatmaja.2007).
Mungkin terjadi pada penderita diare dengan dehidrasi berat dan syok. Didiagnosis
sebagai AKI bila pengeluaran urin belum terjadi dalam waktu 12 jam setelah hidrasi
cukup (Suraatmaja.2007).
K. Pencegahan
Cara-cara yang dapat dilakukan untuk meningkatkan daya tahan tubuh anak dan dapat
juga mengurangi resiko diare antara lain:
b. Meningkatkan nilai gizi makanan pendamping ASI dan member makan dalam jumlah
yang cukup untuk memperbaiki status , gizi anak.
c. Imunisasi campak. Pada balita 1-7% kejadian diare behrunbungan dengan campak,
dan diare yang etrjadi umunya lebih berat dan lebih lama (susah diobati, cenderung
menjadi kronis) karena adanya kelainan pada epitel usus. Diperkirakan imunisasi
campak yang mencakup 45-90% bayi berumur 9-11 bulan dapat mencegah 40-60%
kasus campak, 0,6-3,8% kejadian diare dan 6-25% kematian karena diare pada
balita.1,3
d. Vaksin rotavirus, diberikan untuk meniru respon tubuh seperti infeksi alamiah, tetapi
infeksi pertama oleh vaksin tidak menimbulkan, manifestasi diare. Di dunialah
beredar 2 vaksin rotavirus oral yang diberikan sebelum usia 6 bulan dalam 2-3 kali
pemberiian dengan interval 4-6 minggu. 1,8,16,17,18
L. Prognosis
Bila kita menatalaksanakan diare sesuai dengan 4 pilar diare, sebagian besar (90%) kasus
diare pada anak akan sembuh dalam waktu kurang dari 7 hari, sebagian kecil (5%) akan
melanjut dan sembuh dalam kurang dari 7 hari, sebagian kecil (5%( akan menjadi diare
persisten.
DAFTAR PUSTAKA
Arimbawa dkk. Peranan probiotik pada keseimbangan flora normal usus dalam Kapita
Selekta Gastroenterologi Anak. Jakarta: Sagung Seto. 2007:100-111
Berkes et al. Intestinal Epithelial responses to enteric pathogens: effect on the tight
junction barrier, ion transport and inflammation. Dalam http:www.glut.bmj.com.
[diunuduh tanggal 10 Juli 2011].
Firmansyah A dkk. Modul pelatihan Tata laksana diare pada anak. Jakarta: Badan
Koordinasi Gastroenterologi Anak Indonesia.2005.
Gaurino et al. European Society for Pediatric Gastroenterology, Hepatology and
Nutrition/European Society for Paediatric Infectious disease Evidenced Based Guidelines
for Management of Acute Gastroenteritis in Children in Europe. Journal of Pediatric
Gastroenterology and Nutrition 46: S81-184.2008.
Pickering LK. Gastroenteritis in Nelson textbook of pediatrics 19th edition. United Stated
of Amrica, Lippincot wiliams.2011.
Subagyo B dan Santoso NB. Diare akut dalam Buku Ajar Gastroenterologi-Hepatologi
Jilid 1, Edisi 1. Jakarta: Badan penerbit UKK Gastroenterologi-Hepatologi IDAI.
2010:87-110
WHO. Diare dalam Buku Saku Pelayanan Kesehatan Anak di Rumah Sakit Pedoman
Bagi Rumah Sakit Rujukan Tingkat Pertama di Kabupaten Kota. Jakarta: WHO
Indonesia.2009.