Вы находитесь на странице: 1из 7

Keutamaan Hari dan Bulan

(1 - 3)

Zaman atau masa merupakan sebuah masalah yang rumit. Beberapa kalangan menafikan
keberadaan zaman. Menurut mereka, zaman merupakan sebuah perkara yang samar. Akan
tetapi, menurut sebagian yang lain zaman bukan hanya sesuatu yang nyata, namun juga bagian
dari realitas mutlak di alam penciptaan.

Oleh karena itu, para filosof dan peneliti memaparkan beragam pandangan mengenai zaman.
Ibnu Sina, ilmuwan dan filosof besar Iran dalam bukunya al-Syifa, membahas panjang lebar
tentang masalah zaman dan mengkaji pendapat para ilmuwan terkait masalah tersebut.

Mulla Sadra, filosof besar Muslim juga menyoroti masalah zaman dalam berbagai karyanya
terutama kitab al-Asfar. Ia mempelajari pandangan para filosof dengan seksama dan kemudian
menjelaskan pendapatnya dengan argumentasi-argumentasi yang kuat. Hasil kajian para filosof
khususnya Mulla Sadra menyimpulkan bahwa zaman tidak terlepas hubungannya dengan
gerak. Di mana saja ada gerak, maka di situ juga ada waktu (zaman).

Meskipun saat ini ada banyak metode modern untuk mengukur waktu, namun salah satu cara
yang paling populer untuk mengukur waktu adalah perputaran bumi pada porosnya dan
perputaran bumi mengelilingi matahari. Siang malam juga dibagi kepada jam, menit, dan detik.
Lalu hal apa yang membuat sebagian hari atau waktu lebih utama dari sebagian yang lain?
Sebagai contoh, apa yang membuat hari Jumat lebih utama di antara hari-hari lain dalam
sepekan? Atau mengapa malam Lailatul Qadar lebih istimewa dari malam-malam lainnya dan
al-Quran menyebut malam lailatul qadar lebih baik dari seribu bulan? Untuk menjawab
pertanyaan-pertanyaan seperti itu, maka kita perlu berbicara terlebih dahulu tentang dunia
penciptaan dan posisi zaman di dalamnya.

Sebagaimana yang kita ketahui bersama, alam materi atau dunia tempat kita tinggal,
merupakan bagian kecil dari alam penciptaan. Dunia materi ini adalah sesuatu yang dapat kita
lihat dan rasakan dengan panca indera. Pepohonan, pengunungan, laut, manusia, hewan,
tumbuh-tumbuhan, dan benda mati, semua adalah bagian dari alam materi. Di antara
karakteristik alam materi ini adalah peka terhadap perubahan dan evolusi. Dalam perputaran
alam materi, semua benda senantiasa mengalami perubahan dan evolusi.

Mata rantai evolusi selalu terjadi di alam materi dan fenomena ini mencakup semua benda di
alam ini. Bagian-bagian tubuh manusia senantiasa mengalami perubahan sepanjang hidupnya,
rata-rata setiap 10 tahun sekali seluruh sel badan manusia hilang total dan berganti dengan sel-
sel baru.

Di antara ciri khas dominan alam materi adalah waktu dan tempat. Di alam ini, setiap makhluk
diciptakan dalam waktu tertentu dan tempat tertentu pula. Sebagai contoh, seorang manusia
lahir ke dunia setelah tinggal di dalam kandungan selama sembilan bulan. Ia juga lahir ke dunia
ini pada waktu tertentu dan di tempat tertentu. Ciri khas dan karakteristik ini mencakup seluruh
makhluk baik benda mati, tumbuh-tumbuhan, dan hewan.

1
Alam semesta selalu mengejutkan manusia dengan hal-hal yang luar biasa dan menakjubkan.
Belum lagi orang bisa memecahkan misteri tentang materi gelap (dark matter) alam semesta,
sekarang ditemukan fenomena yang lebih rumit lagi, yaitu dark energy (energi gelap). Alam
semesta akan terus berkembang selamanya. Demikian disimpulkan ilmuwan NASA dalam
sebuah studi terbaru tentang salah satu teka-teki astronomi terbesar, dark energy atau energi
gelap. Dunia materi ini dengan segala bentangannya, merupakan bagian kecil dari alam
penciptaan, alam-alam lain seperti alam Jabarut dan Malakut dan pada akhirnya alam materi.

Alam Jabarut berada di puncak alam penciptaan. Alam ini bersifat statis dan tidak mengalami
perubahan. Evolusi dan perubahan yang terjadi di alam materi tidak berlaku di alam Jabarut.
Alam Jabarut sudah masuk di dalam dunia rahasia Ilahi, tetapi masih tetap wilayah alam dalam
arti alam gaib mutlak. Alam Jabarut sebagai bagian dari alam gaib mutlak agak sulit dijelaskan
secara skematis karena sudah masuk wilayah antara alam dan Maqam Qudsiyah. Di antara ciri
khas alam ini adalah tidak memiliki gerak, zaman, bentuk, warna, dan karakteristik lain alam
materi.

Alam Malakut yang juga disebut dengan alam Mitsal atau alam Barzakh merupakan pemisah
antara alam materi dan Jabarut. Di antara ciri khas alam ini adalah non-materi serta tidak
memiliki gerak dan zaman, namun seperti alam materi memiliki bentuk dan dimensi serta kadar
dan ukuran. Alam Barzakh hampir mirip dengan alam mimpi kita. Dalam tidur, kita bergerak,
berbicara, dan melakukan sesuatu. Saat sedang bermimpi, bentuk Mitsali kita akan bergerak
dalam tidur dan melalukan sesuatu. Sementara badan menteri kita sama sekali tidak bergerak
dan sepenuhnya terdiam. Dalam mimpi, badan memiliki panjang, lebar, dan tinggi, akan tetapi
waktu dan tempat terlihat samar. Dengan kata lain, dalam waktu yang singkat kita bisa
melakukan perjalanan ke berbagai tempat.

Dunia penciptaan merupakan sebuah dunia yang sepenuhnya teratur dan saling terkait. Ada
hubungan yang sangat dekat antara alam penciptaan termasuk alam Jabarut dan Malakut serta
alam materi. Namun, hubungan itu sedikit berbeda dengan hubungan yang ada di alam materi.
Hubungan mereka sama seperti hubungan antara lahir dan batin. Zaman juga seperti itu, yaitu
memiliki sebuah dimensi materi di alam materi dan sebuah dimensi ruhani di alam Malakut.
Sebagai contoh, zaman ketika memasuki alam materi, ia akan keluar dari kondisi statis dan
menerima karakteristik alam ini.

Sebagaimana yang telah didefinisikan oleh ilmuwan, zaman adalah gerak, sebuah gerakan
menuju ke tempat tujuan. Para ulama juga menganggap zaman sebagai sebuah gerakan
kesempurnaan manusia untuk menuju ke tempat tujuan yaitu mendekatkan diri kepada Allah
Swt. Oleh karena itu, hari dan waktu-waktu tertentu di alam materi memiliki dimensi ruhani di
alam Malakut. Momen-momen istimewa itu akan membantu mempercepat gerakan
kesempurnaan manusia untuk menuju kepada Allah Swt.

Islam menganjurkan manusia untuk memanfaatkan momen-momen istimewa sepanjang tahun


dan mengenali keutamaan-keutamaan yang terdapat di dalamnya.

Umat Islam, khususnya orang-orang yang bertakwa senantiasa ingin mengingat Allah Swt dan
mengawali setiap paginya dengan memuji dan mengagungkan Sang Pencipta. Dan ketika
malam tiba, mereka juga ingin larut dalam zikir dan istighfar memohon ampun atas setiap
kesalahan selama menjalani aktivitas.

2
Orang-orang yang bertakwa selalu mendapati diri mereka berada di bawah pengawasan dan
perlindungan Tuhan. Oleh karena itu, Rasul Saw dan Ahlul Baitnya mengajarkan umat Islam
dengan berbagai amalan dan doa untuk waktu malam, siang, dan hari-hari dalam sepekan.

Jelas bahwa kadar amal perbuatan setiap individu berbeda-beda dan setiap orang akan
memanfaatkan detik-detik dari kehidupan ini sesuai dengan kapasitas, waktu luang, dan
tekadnya. Dalam al-Quran, Allah Swt berkali-kali bersumpah dengan fajar seperi dalam surat
al-Fajr, “Demi fajar, dan malam yang sepuluh, dan yang genap dan yang ganjil, dan malam
bila berlalu.” Pada permulaan ayat itu, Allah Swt bersumpah atas nama waktu fajar dan pada
ayat-ayat berikutnya, bersumpah atas detik-detik di penghujung malam (waktu sahar).

Semua sumpah itu mengindikasikan keagungan saat-saat penghujung malam dan waktu fajar,
yaitu persis pada detik-detik di mana kegelapan mulai sirna dan cahaya mulai tampak dari
kelamnya malam. Oleh karena itu, Allah Swt pada permulaan surat al-Fajr bersumpah atas
waktu fajar sebagai momen-momen agung dan besar. Dan pada ayat-ayat berikutnya, sumpah
yang seperti itu dinilai sebagai sesuatu yang dapat diterima oleh orang-orang yang berakal.

Dalam ayat-ayat tersebut, Allah Swt ingin mengajak manusia untuk memikirkan dan
merenungi masalah fajar sebagai tanda-tanda kekuasaan dan keagungan-Nya. Sementara untuk
orang-orang yang berakal, wajib bagi mereka untuk merenungi masalah tersebut. Mereka akan
menyingkap hakikat yang lebih besar dengan berpikir dan merenung pada waktu fajar.

Dengan merenungkan ayat-ayat al-Quran, manusia akan mengerti bahwa waktu fajar memiliki
keistimewaan tersendiri dan dengan memanfaatkan waktu khusus tersebut, manusia dapat
meniti dengan lebih cepat jalan menuju kesempurnaan insani. Detik-detik itu bagi orang-orang
mukmin akan menjadi momen perkembangan diri dan kearifan.

Ayat-ayat pertama pada surat al-Fajr menyampaikan pesan bahwa orang-orang yang berakal
mampu memahami keagungan Ilahi dan hakikat alam semesta pada detik-detik istimewa itu.
Mereka adalah orang-orang yang telah menanggalkan tirai kegelapan dan rintangan. Waktu
fajar adalah saat terbaik untuk melihat matahari, ia juga saat terbaik untuk memahami dan
menemukan hakikat. Oleh sebab itu, Allah Swt menyeru orang-orang yang berakal untuk
menemukan hakikat dengan memanfaatkan detik-detik di waktu fajar. Karena, waktu fajar
adalah momen yang penuh berkah dan suci, yang bersumber dari alam Malakut.

Doa juga sangat berpengaruh pada waktu sahar (akhir waktu malam menjelang terbit fajar)
yang penuh berkah. Salah satu kriteria muttaqin adalah memohon ampunan di waktu sahar.
Allah Swt dalam surat adh-Dhariyat ayat 18 berfirman, “Dan selalu memohonkan ampunan di
waktu pagi sebelum fajar.” Pada ayat 17 surat Ali Imran disebutkan bahwa salah satu ciri-ciri
orang yang bertakwa adalah mereka memohon ampunan di waktu fajar. Demikian juga ketika
anak-anak Nabi Ya’qub as menyesal karena telah membuang Yusuf ke sumur dan meminta
orang tua mereka agar memohon ampunan kepada Tuhan, Nabi Ya’qub berkata kepada
mereka, “Aku akan memohonkan ampun bagimu kepada Tuhanku. Sesungguhnya Dialah Yang
Maha Pengampun lagi Maha Penyayang."

Namun, Nabi Ya’qub as tidak segera memohon ampun untuk anak-anaknya, tapi ia menanti
datangnya momen istimewa. Dalam berbagai riwayat dikisahkan bahwa Nabi Ya’qub as ingin
memohon ampun untuk anak-anaknya pada waktu sahar (akhir waktu malam menjelang terbit
fajar). Oleh karena itu, semua ayat tersebut mengajak manusia untuk memperhatikan
kedudukan istimewa dan keutamaan luar biasa waktu sahar.

3
Rasul Saw juga menilai waktu sahar sebagai saat-saat istimewa untuk memohon ampunan
kepada Allah Swt. Dalam sebuah riwayat, Rasul Saw bersabda, “Di detik-detik penghujung
malam yang tersisa, yaitu mendekati terbitnya fajar atau waktu sahar, Allah memerintahkan
seorang malaikat untuk berseru, di mana suaranya bisa terdengar di seluruh wilayah timur dan
barat. (Malaikat) dalam seruannya berkata, ‘Adakah yang memohon ampun dan tidak
memperoleh ampunan? Adakah yang bertaubat dan taubatnya ditolak? Adakah yang meminta
kebaikan dan tidak mendapatkan jawaban? Adakah yang memohon sesuatu dan
permohonannya tidak diterima dan Tuhan tidak mengabulkannya?”

Riwayat tersebut semakin memperjelas bahwa waktu sahar sebagai saat-saat terbaik untuk
bertaubat dan memohon ampunan kepada Allah Swt.

Waktu di antara terbit fajar hingga terbit matahari juga -- sama seperti waktu sahar -- memiliki
kedudukan istimewa dalam kamus agama. Ada banyak riwayat dari Ahlul Bait Nabi as yang
berbicara tentang keutamaan terjaga di antara terbit fajar hingga terbit matahari. Menurut
berbagai riwayat, rezeki material dan spiritual seseorang ditentukan dan dibagi pada masa
istimewa itu. Oleh sebab itu, Islam sangat menekankan untuk terjaga di antara terbit fajar
hingga terbit matahari dan aktivitas tidur pada waktu itu dianggap sebagai perkara makruh.

Seorang guru besar akhlak dan ketua Hauzah Ilmiah Isfahan, Ayatullah Hossein Mazaheri
menyebut salah satu alasan makruhnya tidur di antara terbit fajar hingga terbit matahari adalah
bahwa manusia akan dikuasai oleh hawa nafsu. Dalam salah satu tausiah kepada murid-
muridnya, Ayatullah Mazaheri mengatakan, “Jika seseorang ingin memiliki tekad dan
keinginan yang kuat, maka ia harus menentang hawa nafsunya dan salah satu bentuk melawan
hawa nafsu adalah terjaga di antara terbit fajar hingga terbit matahari, di mana tekad akan
menjadi kuat.”

Imam Muhammad al-Baqir as berkata, “Beruntunglah kalian yang berdoa di waktu sahar.
Sebab pada waktu itu, pintu-pintu langit dibuka, rezeki disebarkan, dan permintaan-
permintaan yang besar dikabulkan pada masa itu.” Dalam riwayat lain dari Rasulullah Saw
disebutkan, “Ketika kalian telah menunaikan shalat subuh, maka berdoalah dan kemudian
pergilah untuk mencari rezeki.” Riwayat-riwayat tersebut menjadi penerang tentang
keutamaan waktu di antara terbit fajar hingga terbit matahari, termasuk masalah pengaturan
rezeki di dalamnya.

Lalu, mengapa di waktu sahar manusia diperintah untuk beristighfar? Sementara di antara terbit
fajar hingga terbit matahari diminta fokus untuk mencari rezeki? Salah satu alasannya adalah
pada saat semua sudut alam dipenuhi oleh kegelapan dan kepekatan malam, hati manusia juga
pekat diselimuti oleh dosa dan kelalaian, untuk itu mereka diperintahkan untuk berlindung
kepada Tuhan dan memohon ampunan kepada-Nya. Namun, ketika langit mulai terang dan
sinar mentari mulai tampak, manusia diperintahkan untuk memohon rezeki kepada Allah Swt.
Sebenarnya, mereka diminta untuk mulai mencari rezeki halal dengan kerja keras dan tawakkal
kepada Allah Swt.

Salah satu doa terlengkap dari Rasul Saw dan Ahlul Bait untuk dibacakan pada waktu terbit
fajar hingga terbit matahari adalah sebagai berikut, “Wahai Dzat yang membolak-balikkan hati
dan penglihatan, teguhkanlah hatiku senantiasa di atas agama-Mu dan janganlah Engkau
sesatkan hatiku setelah Engkau anugerahkan petunjuk, dan berilah aku rahmat dari sisi-Mu,
sesungguhnya Engkau maha pemberi dan lindungilah aku dari api neraka dengan rahmat-Mu.
Ya Allah, panjangkanlah umurku, dan beri keluasan dalam rezekiku, dan limpahkanlah

4
kepadaku rahmat-Mu, dan jika aku tercatat di sisi-Mu di ummul kitab sebagai orang yang
celaka, maka jadikanlah aku orang yang bahagia, sesungguhnya Engkau menghapus apa yang
Engkau kehendaki, dan menetapkan apa yang Engkau inginkan dan di sisi-Mu ummul kitab.”

&&&&&&

Matahari setiap harinya terbit dari timur dan terbenam di barat. Mentari memberi kehangatan
dan menerangi kehidupan makhluk di planet ini, dan pada malam hari, tirai kegelapan menutupi
segala sesuatu. Siang-malam – seperti seluruh makhluk di alam ini – merupakan dua tanda dari
tanda-tanda kebesaran Tuhan dan membuktikan keesaan-Nya.

Silih bergantinya siang-malam di sepanjang tahun, pergantian musim, dan keteraturan di alam
ini, semua itu mengindikasikan kekuasaan, kebijaksanaan, ilmu, keadilan, dan ketuhanan Sang
Pencipta. Fenomena ini mendorong setiap orang yang berakal dan bijak untuk tunduk di
hadapan Tuhan dan keesaan-Nya serta membimbing mereka menuju rahmat dan kasih sayang
Allah Swt.

Al-Quran di berbagai ayatnya menyinggung beberapa keistimewaan dan keuntungan siang dan
malam. Dalam surat al-Isra ayat 12, Allah Swt berfirman, “Dan Kami jadikan malam dan siang
sebagai dua tanda, lalu Kami hapuskan tanda malam dan Kami jadikan tanda siang itu terang,
agar kamu mencari kurnia dari Tuhanmu, dan supaya kamu mengetahui bilangan tahun-tahun
dan perhitungan. Dan segala sesuatu telah Kami terangkan dengan jelas.” Dalam surat al-
Furqan ayat 62 disebutkan, “Dan Dia (pula) yang menjadikan malam dan siang silih berganti
bagi orang yang ingin mengambil pelajaran atau orang yang ingin bersyukur.”

Pada dasarnya, pergantian siang dan malam merupakan bagian dari keluasan rahmat Tuhan
sehingga manusia tentram di malam hari dan bisa beristirahat dengan tenang. Sementara di
siang hari, mereka diperintahkan untuk bekerja untuk memenuhi kebutuhan hidup dan memuji
Tuhan atas segala nikmatnya.

Kunci kesuksesan para nabi, auliya, dan orang-orang saleh adalah berdoa dan bermunajat di
kegelapan malam. Kebanyakan perhatian dan rahmat Tuhan terhadap para nabi tercurahkan di
waktu sahar (sepertiga malam terakhir atau waktu sebelum fajar). Mikat Nabi Musa as dimulai
pada detik-detik yang penuh berkah ini dan ia menjadi tamu khusus Tuhan. Allah Swt
berfirman, "Dan telah Kami janjikan kepada Musa (memberikan Taurat) sesudah berlalu
waktu tiga puluh malam, dan Kami sempurnakan jumlah malam itu dengan sepuluh (malam
lagi), maka sempurnalah waktu yang telah ditentukan Tuhannya empat puluh malam." (QS.
al-A'raf: 142)

Pengutusan Nabi Muhammad Saw sebagai rasul juga terjadi di puncak kegelapan malam dan
demikian pula ketika Nabi Saw diberangkatkan ke Mikraj. “Maha Suci Allah, yang telah
memperjalankan hamba-Nya pada suatu malam dari Al Masjidil Haram ke Al Masjidil Aqsha
yang telah Kami berkahi sekelilingnya agar Kami perlihatkan kepadanya sebagian dari tanda-
tanda (kebesaran) Kami.” (QS. al-Isra:1) Kitab suci al-Quran juga diturunkan kepada Nabi
Muhammad Saw pada salah satu malam di bulan Ramadhan. “Sesungguhnya Kami
menurunkannya pada suatu malam yang diberkahi.” (QS. ad-Dukhan: 6) Menariknya, Imam
Hasan Askari as dalam sebuah ucapannya berkata, “Sungguh tidak ada jalan untuk
mendekatkan diri kepada Allah kecuali dengan terjaga di malam hari.”

5
Mereka yang berkesempatan untuk menghidupkan malam-malamnya dan larut dalam
keintiman dengan Tuhan, maka mereka akan memandang kecil dan hina seluruh dunia dan
isinya. Imam Ali Zainal Abidin as-Sajjad as dalam salah satu munajatnya berkata, “Wahai
Tuhanku! Adakah sesiapa yang merasakan manisnya bercinta dengan-Mu, lantas mencari-
cari kekasih yang lain sebagai ganti-Mu…?” Oleh karena itu, waktu malam merupakan
kesempatan terbaik untuk berkhalwat dengan Tuhan, mendekatkan diri, mengejar cinta-Nya,
dan bercengkrama dengan-Nya.

Para pecinta selalu menanti datangnya malam dan tirai kegelapan memisahkan antara mereka
dan orang lain sehingga mereka larut dalam munajat dan doa dengan Sang Kekasih. Sebab,
Allah Swt dalam surat al-Muzzammil menganjurkan kepada ciptaan terbaiknya, Nabi
Muhammad Saw untuk terjaga di malam hari. “Hai orang yang berselimut (Muhammad),
bangunlah (untuk sembahyang) di malam hari, kecuali sedikit (daripadanya), (yaitu)
seperduanya atau kurangilah dari seperdua itu sedikit, atau lebih dari seperdua itu. Dan
bacalah Al Quran itu dengan perlahan-lahan.” (QS. al-Muzzammil:1-4)

Oleh karena itu, orang-orang yang beriman juga sangat memuliakan malam dan
menganggapnya sebagai kesempatan untuk mendekatkan diri kepada Allah Swt. Ketika
pertengahan malam tiba, mereka khusyu’ membaca al-Quran, berdoa, shalat, dan bermunajat
dengan Sang Khalik.

Menurut ajaran al-Quran, malam merupakan salah satu tanda-tanda kebesaran Tuhan yang
sangat penting dan waktu berharga untuk bertafakkur tentang Sang Pencipta dan alam semesta.
Tuhan bersumpah kepada tanda-tanda kebesarannya untuk menunjukkan betapa agungnya
malam. Meski semua malam secara umum menawarkan kedamaian dan ketenangan kepada
penduduk bumi khususnya manusia, tapi beberapa malam menurut ayat dan riwayat memiliki
berkah dan keutuamaan yang lebih besar, seperti malam Lailatul Qadar, malam pertengahan
bulan Sya’ban, sepuluh malam pertama bulan Zulhijjah, dan malam-malam Jumat. Oleh sebab
itu, Nabi Saw dan Ahlul Baitnya mengajarkan berbagai doa dan amalan untuk diamalkan pada
malam-malam tersebut.

Salah satu amalan terpenting itu adalah shalat malam atau shalat tahajud. Shalat tajahud
memiliki kedudukan istimewa di antara semua amalan dan shalat-shalat sunnah lainnya. Ada
banyak ayat dan riwayat yang menenkankan dan berbicara tentang keutamaan shalat tajahud.
Oleh karena itu, para auliya Allah Swt selalu berkomitmen untuk bangun di tengah malam
demi menunaikan shalat tahajud. Allah Swt bahkan mewajibkan shalat tahajud kepada
hambanya yang paling mulia Nabi Muhammad Saw. Dalam sebuah hadis dari Rasul Saw
disebutkan, “Dua rakaat shalat di tengah malam lebih aku cintai dari dunia dan isinya.” Dalam
riwayat lain, Rasul Saw bersabda, “Orang-orang yang paling mulia dari umatku adalah orang
yang akrab dengan al-Quran dan menghidupkan malam.”

Imam Ali ar-Ridha as ketika menjelaskan keutamaan-keutamaan shalat tajahud berkata,


“Jadikanlah shalat malam sebagai kewajiban kalian, sebab setiap orang mukmin yang
menunaikan delapan rakaat shalat malam, dua rakaat shalat syafa’ (genap) dan satu rakaat
shalat witir (ganjil) dan dalam kunut shalat witir, ia beristighfar 70 kali, maka Allah akan
menyelamatkannya dari azab kubur dan siksa api neraka, memperpanjang usianya di dunia
dan memberi keluasan rezeki. Dan di setiap rumah yang di dalamnya dikerjakan shalat malam,
maka rumah itu akan menerangi penduduk langit sebagaimana bintang-bintang memberi
penerangan kepada penduduk bumi.”

6
Sekarang muncul pertanyaan mengapa waktu malam itu lebih utama dari waktu-waktu lain?
Mungkin salah satu alasannya adalah ibadah di malam hari akan jauh dari sifat riya’, sebab
mayoritas masyarakat telah larut dalam tidurnya. Dengan kata lain, salah satu mukaddimah
penting untuk mendekatkan diri kepada Allah Swt adalah ikhlas. Di tengah pekatnya malam,
orang akan lebih khusyu’ dan ikhlas dalam beribadah. Selain itu, malam memberi kesempatan
yang lebih besar untuk petualangan spiritual dan meraih keutamaan-keutamaan malam.

Вам также может понравиться