Вы находитесь на странице: 1из 25

Taman Nasioan ini memiliki sekitar 59 jenis mamalia, 6 jenis primata, 151 jenis burung termasuk

Elang Jawa , 16 jenis Kelelawar dan juga berbagai macam jenis Kupu-Kupu. Disamping itu, Taman
Nasional ini juga banyak terdapat habitat-habitat yang langka yang sudah banyak punah, hanya
sebagian saja yang memang memelihara dan melindungi hewan langka tersebut. Adapun beberapa
macam habitat satwa yang langka diantaranya : Gajah Sumatra (Elephas maximus), Harimau Loreng
Sumatra (Panthera tigris sumatraensis), Rusa (Cervus unicolor), Siamang (Hylobates syndactylus), Lutung
(Presbytis cristata) dan masih banyaklagi nama-nama hewant langka yang hidup di Taman ini, juga
sebagai perlindungan Hidro-orologis Daerah Aliran Sungai (DAS) Kuantan Indragiri.
Di dalamnya terdapat sekitar 660 spesies tumbuh-tumbuhan, 246 di
antaranya adalah tumbuhan obat-obatan yang sering dimanfaatkan oleh
penduduk setempat. Sebanyak 550 spesies merupakan spesies langka yang
sudah didata, dikumpulkan, dan dipelihara. Adapun jenis spesies langka
tersebut di antaranya adalah cendawan muka rimau (rafflessia hasselti),
jernang (daemonorops draco), pulai (alstonia scholaris), getah merah
(palaguyum sopi), jelutung (dyeracosculata), dan lain-lain.

Selain itu, di kawasan taman nasional ini juga terdapat pohon nibung
(oncosperma tigilarium), sejenis palem liar, mirip pohon pinang, yang
secara spesifik tergolong dari suku palmae. Pohon ini tumbuh secara
berumpun, berbatang lurus, yang memiliki ketinggian mencapai 20—30
meter. Habitat tumbuhan jenis ini adalah di hutan-hutan pantai, air payau,
dan berkembang secara alami. Bagi masyarakat Riau, pohon nibung
memiliki makna tersendiri, yaitu sebagai simbol semangat persatuan dan
persaudaraan masyarakat Riau. Oleh Pemerintah Propinsi Riau, pohon ini
kemudian dijadikan sebagai maskot Propinsi Riau.
Bukit Tiga Puluh
Kawasan hutan Bukit Tigapuluh, dengan luas sekitar 508.000 hektar dataran rendah
dan hutan perbukitan yang terbentang antara Provinsi Riau dan Jambi memiliki tingkat
keragaman hayati yang tergolong paling tinggi di dunia. Bukit Tigapuluh mencakup satu
dari sedikit dataran rendah kering tak terfragmentasi yang tersisa di Sumatera. Hutan ini
juga menjadi tempat perlindungan terakhir bagi tiga dari empat satwa kunci
Sumatera: orangutan, gajah, dan harimau, beserta sekitar 250 spesies burung dan
mamalia.

Daerah pedalaman dan daerah tercuram dari hutan tersebut seluas 144.000 hektar
dilindungi sebagai Taman Nasional Bukit Tigapuluh. Daerah landai sekitarnya, yang
sangat ideal untuk habitat gajah dan orangutan, masih tetap tidak dijadikan kawasan
lindung.

Hingga 2006, kawasan hutan ini secara relatif masih bebas dari konversi hutan
komersial berskala besar karena strukturnya yang berbukit. Sayangnya, setelah
kepolisian melumpuhkan upaya pembalakan liar di Provinsi Riau, aktivitas tersebut
berpindah ke Provinsi Jambi dan mengancam kawasan Bukit Tigapuluh. Kawasan
tersebut akan segera terbagi dua oleh jalur besar penebangan kayu yang legalitasnya
dipertanyakan yang menghubungkan konsesi hutan yang diasosiasikan
dengan APP dengan pabrik pengolahan bubur kayu milik perusahaan tersebut di
Provinsi Riau dan Jambi.

Suku Asli Talang Mamak dan Orang Rimba (juga disebut suku Kubu) tinggal di kawasan
Bukit Tigapuluh. Talang mamak merupakan suku yang berdiam di kawasan Bukit
Tigapuluh, sementara Suku Orang Rimba hidup nomaden dan sekitar 3000 anggotanya
hidup di wilayah Jambi. Mereka berpindah melalui hutan alami dan bergantung pada
sumberdaya alam yang dihasilkan oleh hutan dan sungai untuk bertahan hidup.

Kawasan Bukit Tigapuluh dinyatakan sebagai satu dari 20 kawasan prioritas global
untuk konservasi harimau oleh pakar spesialis harimau global pada tahun 2006.
Kawasan ini juga dijadikan daerah konservasi bagi proyek pelepasliaran orangutan
Sumatera yang telah berjalan dengan baik. Sebanyak 90 ekor kini hidup di kawasan
yang statusnya diajukan sebagai kawasan lindung tetapi telah dirambah oleh
perusahaan yang terafiliasi dengan APP. Saat ini Bukit Tigapuluh merupakan satu-
satunya habitat liar yang tersisa bagi kera besar ini selain Aceh dan Sumatera Utara.
© WWF-Indonesia/Sunarto

LINK TERKAIT
 Siaran Pers bersama lima LSM terkait Bukit Tigapuluh

© WWF-Indonesia/Bambang Bider

Tiga Ancaman Utama bagi Taman


Nasional Bukit Tigapuluh
0 0 New

Posted on 22 November 2017 | 0 Comments


Oleh: Riyanti Dewi

Taman Nasional Bukit Tigapuluh yang berada di Provinsi Riau dan Provinsi Jambi,
memiliki ekosistem yang unik, berdasarkan topografinya kawasan ini dikategorikan
sebagai hutan hujan tropis dataran rendah. Sebelum ditetapkan sebagai taman Nasional
pada tahun 1995, Bukit Tigapuluh adalah dua Hutan Lindung, yaitu Hutan Lindung
Haposipin dan Hutan Lindung Sengkati, keduanya dikelilingi oleh area Hutan Produksi
Terbatas (HPH) aktif.

Taman Nasional Bukit Tigapuluh memiliki kondisi hutan dan ekosistem yang masih baik.
Satu-satunya kawasan hutan dataran rendah yang masih tersisa di Sumatera bagian
tengah. Kawasan ini juga menjadi salah satu kawasan vital bagi pelestarian flora dan
fauna penting Pulau Sumatera, seperti Harimau, Gajah, dan Orangutan.

Namun area penyangga Taman Nasional kini semakin tipis, artinya semakin banyak
akses untuk menjanggkau ke dalam kawasan konservasi. Ada tiga ancaman utama
yang selalu mengintai kelestarian Taman Nasional Bukit Tigapuluh, yaitu penebangan
liar, alih fungsi lahan dan juga perburuan satwa.

Penebangan Liar

Walau jumlahnya sangat kecil, ada beberapa lokasi yang rentan terjadinya penebangan
liar, di antaranya kawasan Telluk Keritang-Simpang Datai, Rantau Langsat Sungai Akar,
Usul, Alim, Puntianai, Pemayungan, Suo-Suo dan Semambu. Umumnya para pencuri
kayu akan memotong-motong hasil tebangan langsung di dalam kawasan, karena tidak
banyak cara untuk bisa mengangkut kayu secara gelondongan. Jalan bekas HPH
menjadi jalur untuk mengangkut kayu keluar dari kawasan taman nasional. Dari
berbagai hasil penangkapan yang dilakukan Polisi Hutan dari Balai Taman Nasional
Bukit Tigapuluh, umumnya pelaku penebangan adalah masyarakat dari luar kawasan.

Perburuan Satwa

Salah satu target utama perburuan satwa di Taman Nasional Bukit Tigapuluh, adalah
Harimau Sumatera. Para Pemburu umumnya menggunakan jerat berbahan tali baja,
yang dipasang di area-area lintasan Harimau. Selain harimau, satwa lain yang sering
menjadi incaran adalah berbagai jenis burung, seperti MUrai Batu, dan burung Beo.

Perambahan Hutan

Perambahan atau alih fungsi lahan yang terjadi di dalam kawasan Taman Nasional Bukit
Tigapuluh, diperkirakan kini mencapai 5-10% dari total luas kawasan. Umumnya
digunakan sebagai area kebun, dan tanaman sawit.

© Des Syafrizal/WWF-IndonesiaEnlarge

RELATED LINKS
 Bukit Tigapuluh: Ekosistem Hutan Dataran Rendah Terakhir di Sumatera Bagian Tengah

© Des Syafrizal/WWF-IndonesiaEnlarge
©

Bukit Tiga Puluh terkenal dengan kekayaan flora dan faunanya. Beberapa jenis
fauna masih bisa kita jumpai di kawasan ini. Mulai dari Harimau Sumatera, Beruang
Madu, Tapir, Siamang, Rusa, Babi Hutan, Burung Rangkong, Kuaw, dan aneka
satwa lainnya.
Sedangkan jenis flora langka yang diduga endemik di kawasan ini adalah Cendawan
Muka Rimau (Raflesia haseltii) dan Salo (Johannes tesmania altrifons). Tidak kurang
dari 1500 jenis tumbuhan terdapat di kawasan ini. Didominasi oleh tumbuhan seperti
Terap, Kepinis dan Meranti.
Di kawasan ini juga tumbuh Bunga Bangkai (Amorphophallus) yang banyak
ditemukan di daerah penyangga TNBT. Bila beruntung, kita bisa menyaksikan bunga
ini mekar dengan ketinggian mencapai 3 meter dengan ciri berwarna loreng hitam
kecoklatan dan hijau tua.
Selain merupakan habitat flora dan fauna langka dan dilindungi, kawasan
TNBT juga merupakan tempat hidup dan bermukim beberapa komunitas suku
pedalaman seperti, Suku Talang Mamak, Suku Kubu (Anak Rimba) dan Suku
Melayu Tua. Menjadikan kawasan ini sangat menarik untuk dijelajahi.
Serunya petualangan sudah bisa dirasakan saat mulai memasuki kawasan ini. Tak
mudah untuk mencapai Camp Granit, tempat pengunjung biasanya menginap.

Kondisi jalannya cukup ekstrem menuju, hanya mobil dengan spesifikasi tertentu yang bisa
melewatinya. Bila tak hati-hati, parit-parit besar yang ada di kiri dan kanan jalan akan membuat mobil
terperosok. Foto: Rio Sunera / tripriau.com
Kondisi jalannya cukup ekstrem. Cuma mobil berstandar off road yang mampu
melewati jalan ini. Bila tak hati-hati, parit-parit besar yang ada di kiri dan kanan jalan
akan membuat mobil terperosok. Adrenalin makin terpacu saat melewati medan
berat ini.
Dari Jalan Lintas Riau-Jambi, Camp Granit biasanya bisa ditempuh selama lebih
kurang 30 menit. Namun, saat musim hujan, rutenya jadi licin. Mobil pun kerap
terjebak di medan yang terjal ini. Perjalanan pun menjadi lebih lama.
Pengalaman langka di kawasan taman nasional ini dimulai dengan menyaksikan
cuplikan video Harimau Sumatera. Petugas Balai TNBT, mempertontonkan rekaman
video Harimau Sumatera yang tertangkap kamera trap.
Camp Granit tempat biasa wisatawan menginap di TNBT. Foto: Rio Sunera / tripriau.com
Menurut Andi Munandar, Staf di Balai TNBT, sudah ada sekitar 26 ekor Harimau
Sumatera yang terpantau oleh kamera. Kamera-kamera ini awalnya dipasang tak
jauh dari Camp Granit.
‘’Awal-awal kita memasang kamera di sekitar Camp Granit, baru kemudian
menyebar ke wilayah-wilayah pinggiran kawasan. Untuk sementara (dipasang)
masih di Riau. (Wilayah) Jambi belum tercover karena jumlah orang dan kamera
yang masih sedikit,’’ kata Andi.
Dalam video yang ditampilkan di layar besar, terlihat jelas beberapa ekor harimau
melintas di kawasan taman nasional ini. Ada yang terlihat berjalan sendirian, ada
juga yang berkelompok. Paling banyak berjumlah 4 ekor yang berjalan beriringan.
Menurut Andi, yang berkelompok ini kemungkinan induk dan anaknya.

Lanksap Hutan hingga Petualangan Seru


Suasana pagi di TNBT tak kalah mempesona. Bentang alam yang cantik terhampar
sejauh mata memandang. Sebuah tawaran lanskap hutan yang menawan. Makin
cantik ketika menyatu dengan embun pagi berwarna putih tipis. Tak ada pilihan
terbaik, selain mengambil kamera dan memotret lanskap yang cantik ini.
Di saat bersamaan, beragam jenis burung tak henti-henti berkicau. Seakan
berlomba-lomba menarik perhatian, mengeluarkan suara terbaiknya. Mulai dari
Rangkong, Kuaw, Kirik-kirik Biru, Tegun-tegun, hingga Murai Daun. Membuat
suasana kian eksotis.
Puas mengarahkan moncong lensa ke arah lebatnya hutan Bukit Tiga Puluh,
saatnya berpetualang menyisir rimba belantara. Paling seru adalah mencoba jungle
trekking selama lebih kurang 1 jam, menempuh jarak lebih kurang 3-4 kilometer.
Jungle trekking ini menawarkan banyak pengalaman seru. Rute yang dilalui cukup
menantang. Kami berjalan menyusuri hutan lebat. Sesekali sinar matahari pagi
tampak menyelinap di sela-sela pohon. Beberapa kali juga kami mesti melewati
bukit-bukit licin dan curam. Benar-benar menguji konsentrasi dan daya tahan fisik.
Di kawasan ini, kami menemui pohon-pohon besar berdiameter sekitar 1 meter.
Dengan usia ratusan tahun. Petualangan ini menjadi momen terbaik untuk mengenal
beragam keanekaragaman hayati yang ada di TNBT.
Petualangan berikutnya segera tiba, yakni menyusuri Sungai Gangsal. Lokasinya
berada di kawasan penyanggah Taman Nasional Bukit Tiga Puluh. Dari Camp
Granit, kita mesti keluar terlebih dahulu ke Jalan Lintas Timur, kemudian menuju
Desa Rantau Langsat. Butuh waktu lebih kurang 1 jam untuk mencapai lokasi ini.
Desa Rantau Langsat dihuni masyarakat suku asli di kawasan ini, yakni Talang
Mamak. Bila berkunjung saat musim buah, maka beragam buah-buahan lokal bisa
kita nikmati sepuasnya. Mulai dari durian, manggis, cempedak, duku, hingga
rambutan.
Tiba di Rantau Langsat, kami tak hanya disambut oleh kampung yang rindang dan
asri, tapi juga disambut oleh keramah-tamahan masyarakat tempatan.
Kami menyusuri Sungai Gangsal selama 1 jam menuju Dusun Pengayauan. Kita
bisa menyewa perahu motor masyarakat setempat dengan kapasitas 7 penumpang.
Tarif sekali sewa biasanya 3 ratus ribu per perahu.

Menyusuri Sungai Gangsal yang masih asri. Arusnya deras, sementara airnya jernih. Foto: Rio Sunera
/ tripriau.com
Sungai Gangsal ini cukup unik. Arusnya deras. Sementara airnya jernih. Bebatuan hitam bisa
kita lihat di sungai ini. Sepanjang perjalanan menuju Dusun Pengayauan, berbagai pepohonan
dan burung-burung menjadi pemandangan menarik.
Pesona wisata di taman nasional ini terus berlanjut. Sampai di Dusun Pengayauan,
kami disambut oleh atraksi gambus tradisional yang dimainkan orang-orang Talang
Mamak.
Masyarakat Talang Mamak, yakni Pak Tatung, Pak Ibun, dan Pak Subuh, bergantian
menghibur kami. Petikan-petikan dawai yang mereka mainkan menghadirkan aura
tersendiri. Mempertegas identitas Taman Nasional Bukit Tiga Puluh sebagai salah
satu destinasi wisata minat khusus terbaik di Provinsi Riau.
Pak Ibun (60), merupakan salah satu pemain gambus tradisional yg ada di Dusun Pengayauan, salah
satu kawasan penyangga Bukit Tiga Puluh. Foto: Rio Sunera / tripriau.com

Mengenal Bukit Tiga Puluh


Secara administratif, bukit ini terletak pada 2 wilayah propinsi, yakni Provinsi Riau
dan Provinsi Jambi. Di Provinsi Jambi terletak di Kabupaten Tebo (10.000 ha).
Sedangkan di wilayah Provinsi Riau terletak di Kabupaten Indragiri Hilir (seluas
30.000 ha). Paling luas berada di Kabupaten Indragiri Hulu, yakni 81.223 ha.

Fauna
(https://dtechnoindo.blogspot.co.id)

TNBT memiliki kurang lebih 59 spesies mamalia, 8 di antaranya adalah


jenis primata. TNBT adalah habitat alami bagi harimau sumatra
(patheratigris sumatraensis), gajah sumatra (elephus maximus), macan
dahan (neofelix nebulasa), serta tapir melayu (tapirus indicus). Sedangkan
hewan dari jenis primata yang masih mudah dijumpai di kawasan taman
nasional ini adalah siamang (hylobates sydactylus), lutung (presbytis
cristata), dan kera jambul (presbytis melalophus) yang memiliki tingkah
laku aneh, yaitu sering mengeluarkan suara keras menjerit-jerit sambil
bergelantungan dari pohon ke pohon berkejar-kejaran dengan sejenisnya.
Lebatnya pepohonan di kawasan TNBT juga merupakan habitat yang cocok
bagi berbagai jenis burung. Beberapa jenis burung yang masih sering
dijumpai adalah burung rangkong perut (antharacoceros convexus), elang
(spizateus nanus), burung raja udang, dan burung serindit (loriculus
galgolus).

Di antara burung-burung tersebut, barangkali yang paling unik dan susah


dijumpai di tempat-tempat lain adalah burung serindit. Burung yang
terbilang mungil dengan panjang tubuh sekitar 12 cm ini memiliki bulu
berwarna-warni yang sangat indah. Bulu kepalanya berwarna hijau terang,
dan di atas kepala terdapat jambul berwarna biru. Burung ini memiliki
bentuk paruh melengkung dan berwarna hitam pekat. Burung yang
memiliki mata bulat berwarna kuning ini adalah burung hutan, yang hidup
berkelompok dan berpasang-pasangan.

Bagi masyarakat Riau, burung yang sangat lincah dan berani ini adalah
lambang dari sifat positif, seperti kebijaksanaan, keberanian, kesetiaan,
kerendahan hati, dan kearifan. Untuk itu, burung ini juga ditetapkan
sebagai maskot Propinsi Riau, selain pohon nibung.

Suku Asli

Suku
Talang Mamak (https://mytrip.co.id)

Tempat tinggal Suku Talang Mamak dan Suku Kubu, dua suku yang
dianggap sebagai keturunan ras Proto-Melayu. Menurut data yang
dikeluarkan Pemerintah Propinsi Riau pada tahun 2001, jumlah orang
Talang Mamak terbilang sangat sedikit, yaitu hanya 164 jiwa, yang tersebar
di dusun-dusun seperti Rantaulangsat, Airbaubau, Nanusan, dan Siamang.
Sedangkan jumlah Suku Kubu sampai saat ini belum diketahui secara pasti,
karena hidupnya yang berpindah-pindah dan berpencar-pencar.

Kehidupan suku-suku asli di kawasan TNBT merupakan daya tarik


pariwisata tersendiri. Suku-suku tersebut merupakan fenomena eko-
budaya yang menarik untuk dipelajari, terutama bagaimana cara mereka
berinteraksi dengan alam. Suku-suku tersebut sangat tergantung dengan
hutan, sehingga hutan bagi mereka adalah bagian yang tidak dapat
dipisahkan dari kehidupan mereka. Dilihat dari cara mereka berinteraksi
dengan alam, suku-suku asli tersebut sangat ramah terhadap ekosistem
hutan.

Wisata
Taman Nasional Bukit Tiga Puluh
(https://dtechnoindo.blogspot.co.id)
Taman Nasional Bukit Tigapuluh

Luas 127,698 hektar

Sejarah Taman Nasional Bukit Tigapuluh (127,698 hektar) ditetapkan pada Tanggal 5
Oktober 1995 oleh Menteri Kehutanan melalui KepMenHut No. 539/Kpts-II/1995

Letak Terletak di:


Geografis  Provinsi Riau, meliputi dua kabupaten – Indragiri Hulu dan Indragiri Hilir
 Provinsi Jambi, meliputi dua kabupaten – Tanjung Jabung Barat dan Tebo

Peta

Ekosistem Berdasarkan kondisi topografinya ekosistem hutan di Taman Nasional Bukit


Utama Tigapuluh dikategorikan sebagai hutan hujan tropika dataran rendah, karena
memiliki iklim yang selalu basah, tanah kering dan ketinggian dibawah 1.000 m
dpl. Dilihat dari segi penyebarannya, vegetasi di Taman Nasional Bukit Tigapuluh
termasuk dalam zona vegetasi Indonesia bagian barat dengan jenis-jenis pohon
yang dominan suku Diterocarpaceae.Berdasarkan perbedaan struktur tegakan,
komposisi jenis dan fisiognominya, ekosistem Taman Nasional Bukit Tigapuluh
terdiri dari 4 macam, yaitu:1) Hutan alam primer: hutan hujan tropika yang masih
alami belum terganggu oleh aktivitas pembalakan kayu. Jenis yang dominan di sub
ekosistem ini umumnya berasal dan suku Dipterocarpaceae, yaitu jenis-jenis
meranti (seperti Shorea abovoida dan S. accummata)2) Hutan terganggu:
kawasan hutan alam yang telah mengalami penebangan. Pada sub ekosistem ini
dikuasai oleh jenis-jenis yang berasal dari suku Euphorbiaceae, antara
lain Elastriopermum taposdan Baccaurea racemosa.3) Hutan belukar (hutan
sekunder): kawasan yang telah dibuka untuk dijadikan perladangan kemudian
ditinggalkan dan dijadikan ladang kembali pada periode berikutnya. Jenis-jenis
yang mendominasi pada sub ekosistem ini umumnya adalah jenis-jenis pioner,
seperti Macaranga gigantea dan M. triloba.
4) Kebun karet: kawasan yang digunakan oleh masyarkat untuk
berkebun dengan jenis tanaman utama berupa karet (Hevea
brasiliensis).

Flora Kawasan Taman Nasional Bukit Tigapuluh memiliki keanekaragaman jenis


tumbuhan yang tergolong tinggi. Sesuai dengan letak geografisnya, tumbuhan yang
dominan relatif sama dengan tumbuh-tumbuhan hujan tropika dataran rendah yang
ada di Pulau Sumatera, Pulau Kalimantan dan Semenanjung Melayu. Namun
demikian berdasarkan penelitian dan eksplorasi botani yang telah dilakukan telah
terindentifikasi 176 jenis tumbuhan dan ditemukan beberapa spesies yang unik dan
diduga langka diantaranya: cendawan muka rimau (Rafflesia
hasseltii), salo (Johannesteijsmannia altifrons), mapau (Pinanga
multiflora), mapau kalui (Iguanura wallichiana), jelutung (Dyera
costulata), jernang (Daemonorops draco), meranti (Shorea peltata), kayu gaharu
( Aquilaria malacensis,) rotan (Calamus ciliaris dan Calamus
exilis), ramin (Gonistylus bancanus), kemenyan (Styrax benzoin), pasak
bumi (Eurycoma longifolia), pinang bacung (Nenga sp.), kabau
tupai (Archidendron bubalinum), akar mendera (Phanera kochiana), keduduk
rimba (Baccaurea racemosa), dan silima tahun (Baccaurea stipulata).Cendawan
muka rimau merupakan tumbuhan khas dan endemik Taman Nasional Bukit
Tigapuluh. Jenis flora lainya antara lain getah merah (Palaquium spp), pulai
(Alstonia scolaris ), kempas (Koompassia excelsa), rumbai ( Shorea spp ), medang
(Litsea sp, Dehaasia sp), kulit sapat (Parashorea sp.), bayur (Pterospermum
javanicum), kayu kelat ( Eugenia sp), dan kasai (Pometia pinnata). Beberapa
sumberdaya tumbuhan yang ada di dalam dan sekitar Taman Nasional Bukit
Tigapuluh telah dimanfaatkan oleh masyarakat setempat untuk kebutuhan
pengobatan. Suku Melayu memanfaatkan 182 jenis tumbuhan untuk mengobati 45
macam penyakit, dan 8 jenis cendawan (jamur) untuk 8 macam penyakit. Suku
Talang Mamak memanfaatkan 110 jenis tumbuhan obat untuk mengobati 56
macam penyakit dan 22 jenis cendawan untuk mengobati 18 macam penyakit. Dari
kekayaan alam yang banyak tersebut, terdapat 51 tumbuhan obat, 8 cendawan obat
dan 2 binatang obat yang mempunyai prospek sangat baik untuk diteliti dan
dikembangkan.Jenis-jenis tumbuhan yang biasa digunakan untuk obat-obatan
masyarakat asli taman nasional, antara lain akar kunyit (Dilenia sp.), akar
kelobosan (Rourea sp),kayu manau (Canarium litorale), kemenyan (Stryrax
benzoin), cabai tempala (Piper canium), lase putih, pasak bumi (Eurycoma
longifolia), kulim (Scorodocarpus borneensis), lumpang (Sterculia oblongata), dan
palem batang isi (Arenga sp.). Disamping sebagai obat sumberdaya tumbuhan juga
dipergunakan untuk memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari, tercatat 486 jenis
tumbuhan hutan yang telah dimanfaatkan dan 158 jenis tumbuhan hutan sudah
dibudidayakan. Tumbuhan yang telah dimanfaatkan tersebut terdiri atas 27 jenis
sebagai tumbuhan hias, 16 jenis sebagai bumbu masak, 10 jenis sebagai sumber
karbohidrat, 5 jenis sebagai penghasil lateks dan resin, 26 jenis untuk keperluan
ritual dan magis, 18 jenis sebagai sumber papan kayu, 21 jenis sebagai sumber tali-
temali, dan 3 jenis sebagai sumber pewarna.

Fauna Berdasarkan penelitian di sekitar kawasan Taman Nasional Bukit Tigapuluh


ditemukan minimal 59 jenis mamalia, beberapa diantaranya terancam punah, yaitu
harimau sumatera (Panthera tigris sumatraensis), Gajah Asia (Elephas
maximus), berang-berang (Aonyx cinerea), macan dahan (Neofelis
nebulosa), kucing keemasan (Catopuma Temminckii), kelelawar buah spotted-
winged (Balionycteris maculate), kelelawar buah white-collared (Megaerops
wetmorei)dan tapir Melayu (Tapirus indicus). Harimau Sumatera (Panthera tigris
sumatraensis) mempunyai daerah jelajah yang luas, hingga memanfaatkan
kawasan di sekitar Taman Nasional Bukit Tigapuluh sering ditemukan di konsesi
MPH PT. IFA, PT. Dalek Hutani Esa, dan PT Natma Hutani. Karena fungsinya
dalam ekosistem Taman Nasional Bukit Tigapuluh dan daya tariknya, maka
harimau Sumatera telah ditetapkan sebagai satwa utama di kawasan Taman
Nasional Bukit Tigapuluh. Sesuai temuan yang terekam camera trap, populasi
harimau Sumatera di kawasan Taman Nasional Bukit Tigapuluh diperkirakan
sebanyak 20-30 ekor (PHKS, 2004). Di dalam dan di sekitar kawasan Taman
Nasional Bukit Tigapuluh juga ditemukan 6 jenis primata, yaitu simpai (Presbytis
melalophos), monyet ekor panjang (Macaca fascicularis), beruk (Macaca
nemestrina), ungko (Hylobates agilis), siamang (Symphalangus syndactylus), dan
kokah (Presbytis femoralis).Selain itu di kawasan Taman Nasional Bukit
Tigapuluh terdapat 193 jenis burung atau sepertiga jenis burung di Pulau Sumatera
(Danielsen & Heegaard, 1994). Diantara jenis-jenis tersebut tergolong langka dan
hampir langka, yaitu bangau storm (Ciconia stormi), bangau tongtong (Leptoptilos
javanicus), Anghinga melanogaster, itik air (Cairina scutulata), puyuh hitam
(Melanoperdix nigra), sempidan merah (Lophura erythrophthalma), sempidan biru
(Lophura ignita), paruh kodok besar (Batrachostamus auritius), rangkong gading
(Buceros vigil), paok delima (Pitta granatina), dan asi dada-kelabu (Melacopteron
albogulare). Beberapa jenis diantaranya merupakan jenis endemik di Sumatera,
yaitu itik air, rangkong papan, cucak kuning (Pycnonotus melanicterus), pelatuk
(Trichastoma tickelli) dan bondol tunggir putih (Lonchura striata).Tercatat
minimal 134 jenis serangga di dalam dan sekitar kawasan Taman Nasional Bukit
Tigapuluh. Melihat potensinya, kawasan Taman Nasional Bukit Tigapuluh
merupakan salah satu kawasan riset serangga yang menarik di Pulau
Sumatera.Keanekaragaman jenis ikannya menurut Siregar et al. (1994) mencakup
25 famili, 52 genus, dan 97 spesies. Selain itu 18 jenis kelelawar hidup di kawasan
Taman Nasional Bukit Tigapuluh.

Ancaman Illegal loggingDi sekitar kawasan TNBT ditemukan beberapa lokasi areal
Utama penebangan hutan secara liar, diantaranya di kawasan Teluk Keritang-Simpang
Datai, Sungai Akar, Rantau Langsat, Usul, Alim, Puntianai, Pemayungan, Suo-Suo
dan Semambu. Penebangan liar ini dilakukan baik oleh perseorangan maupun
kelompok. Sebagai jalur mengangkut kayu keluar digunakan bekas jalan HPH.
Kegiatan penebangan liar ini meningkat pada musim kemarau.Perburuan liar
Berdasarkan laporan WWF Tiger Project, harimau sering diburu oleh
masyarakat lokal bekerjasama dengan jaringan pengedar satwa illegal.
Selain harimau, perburuan burung juga kerap terjadi. Perburuan lebih
banyak dilakukan oleh masyarakat luar taman nasional. Burung yang
paling banyak diburu adalah murai batu dan beo (tiung). Perburuan
juga terjadi pada jenis labi -labi yang umumnya dilakukan oleh Orang
Kubu dan Talang Mamak.
Perladangan berpindah
Penduduk lokal tradisional di TNBT khususnya Talang Mamak dan
Melayu setiap tahunnya melakukan perladangan berpindah. Pembukaan
ladang berpindah yang dilakukan masyarakat per tahunnya rata -rata 1
– 2 ha/tahun/KK. Ladang yang telah dibuka ditanami maksimal 2 kali
atau 2 tahun. Akhir-akhir ini mereka mengintegrasikan penanaman
karet dan perladangan berpindah, sehingga setiap tahunnya
membutuhkan lahan untuk penanaman padi dengan kemampuan 1 – 2
ha/tahun.
Transmigrasi
Sejak kawasan TNBT ditunjuk pada tahun 1995, ada pemukiman
transmigrasi yang ditempatkan berdekatan dengan kawasan TNBT
yaitu UPT Puntianai yang dibangun tahun 1996. Awalnya penduduk
yang ditempatkan di sini sebanyak 350 KK yang terdiri dari
masyarakat Melayu, Jawa dan Batak. Adanya hak istimewa yang
diberikan bagi masyarakat Melayu setempat yang berasal dari Desa
Sipang dan Alim untuk membuka hutan di sekitar areal transmigrasi
untuk perladangan dan perkebunan menjadi ancaman untuk keutuhan
kawasan.

TN BUKIT TIGA PULUH

Luas

Luas lokasi TNBT semula hanya 127.698 hektar berdasarkan pada SK


Menteri Kehutanan, SK No. 539/Kpts -II/1995. Kemudian luasnya
ditambah menjadi 144.223 hektar berdasarkan Sk Menteri Kehutanan, SK
No. 6407/Kpts-II/2002. Akan tetapi pada faktanya telah terjad i
pengurangan luas kawasan tersebut akibat adanya perluasan
perkebunan sawit yang dilakukan oleh perusahaan maupun masyarakat.

Sejarah

Ditunjuk Menteri Kehutanan, SK No. 539/Kpts -II/1995; ditetapkan Menteri


Kehutanan berdasarkan SK No. 6407/Kpts -II/2002 dengan luas 144.223
hektar

Letak Geografis

secara administratif pemerintahan terletak di Kab. Indragiri Hulu dan


Kab. Indragiri Hilir Provinsi Riau serta Kab. Bungo Tebo dan Kab.
Tanjung Jabung, Provinsi Jambi. Koordinat kawasan 0°40’ – 1°30 LS,
102°13’ – 102°45’ BT dengan rata-rata ketinggian tempat 60 – 734 meter
dpl

Temperatur

28° – 37° C

Peta
Kawasan Taman Nasional Bukit Tigapuluh memiliki keanekaragaman jenis
tumbuhan yang tergolong tinggi. Sesuai dengan letak geografisnya, tumbuhan yang
dominan relatif sama dengan tumbuh-tumbuhan hujan tropika dataran rendah yang
ada di Pulau Sumatera, Pulau Kalimantan dan Semenanjung Melayu. Namun
demikian berdasarkan penelitian dan eksplorasi botani yang telah dilakukan telah
terindentifikasi 176 jenis tumbuhan dan ditemukan beberapa spesies yang unik dan
diduga langka diantaranya: cendawan muka rimau (Rafflesia hasseltii), salo
(Johannesteijsmannia altifrons), mapau (Pinanga multiflora), mapau kalui (Iguanura
wallichiana), jelutung (Dyera costulata), jernang (Daemonorops draco),
meranti (Shorea peltata), kayu gaharu ( Aquilaria malacensis), rotan (Calamus
ciliaris dan Calamus exilis), ramin (Gonistylus bancanus), kemenyan (Styrax
benzoin), pasak bumi (Eurycoma longifolia), pinang bacung (Nenga sp.), kabau tupai
(Archidendron bubalinum), akar mendera (Phanera kochiana), keduduk rimba
(Baccaurea racemosa), dan silima tahun (Baccaurea stipulata).Cendawan muka
rimau merupakan tumbuhan khas dan endemik

Taman Nasional Bukit Tigapuluh. Jenis flora lainya antara lain getah merah
(Palaquium spp), pulai (Alstonia scolaris ), kempas (Koompassia excelsa), rumbai
( Shorea spp ), medang (Litsea sp, Dehaasia sp), kulit sapat (Parashorea sp), bayur
(Pterospermum javanicum), kayu kelat ( Eugenia sp), dan kasai (Pometia pinnata).
Beberapa sumberdaya tumbuhan yang ada di dalam dan sekitar Taman Nasional
Bukit Tigapuluh telah dimanfaatkan oleh masyarakat setempat untuk kebutuhan
pengobatan.

S uku Melayu memanfaatkan 182 jenis tumbuhan untuk mengobati 45 macam


penyakit, dan 8 jenis cendawan (jamur) untuk 8 macam penyakit. Suku Talang
Mamak memanfaatkan 110 jenis tumbuhan obat untuk mengobati 56 macam
penyakit dan 22 jenis cendawan untuk mengobati 18 macam penyakit. Dari
kekayaan alam yang banyak tersebut, terdapat 51 tumbuhan obat, 8 cendawan obat
dan 2 binatang obat yang mempunyai prospek sangat baik untuk diteliti dan
dikembangkan.Jenis-jenis tumbuhan yang biasa digunakan untuk obat-obatan
masyarakat asli taman nasional, antara lain akar kunyit (Dilenia sp.), akar kelobosan
(Rourea sp), kayu manau (Canarium litorale), kemenyan (Stryrax benzoin), cabai
tempala (Piper canium), lase putih, pasak bumi (Eurycoma longifolia), kulim
(Scorodocarpus borneensis), lumpang (Sterculia oblongata), dan palem batang isi
(Arenga sp).

D isamping sebagai obat sumberdaya tumbuhan juga dipergunakan untuk


memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari, tercatat 486 jenis tumbuhan hutan yang
telah dimanfaatkan dan 158 jenis tumbuhan hutan sudah dibudidayakan. Tumbuhan
yang telah dimanfaatkan tersebut terdiri atas 27 jenis sebagai tumbuhan hias, 16
jenis sebagai bumbu masak, 10 jenis sebagai sumber karbohidrat, 5 jenis sebagai
penghasil lateks dan resin, 26 jenis untuk keperluan ritual dan magis, 18 jenis
sebagai sumber papan kayu, 21 jenis sebagai sumber tali-temali, dan 3 jenis
sebagai sumber pewarna.

Fauna Taman
Nasional Bukit
Tigapuluh

B erdasarkan penelitian di sekitar kawasan Taman Nasional Bukit Tigapuluh


ditemukan minimal 59 jenis mamalia, beberapa diantaranya terancam punah, yaitu
harimau sumatera (Panthera tigris sumatraensis), Gajah Asia (Elephas maximus),
berang-berang (Aonyx cinerea), macan dahan (Neofelis nebulosa), kucing
keemasan (Catopuma Temminckii), kelelawar buah spotted-winged (Balionycteris
maculate), kelelawar buah white-collared (Megaerops wetmorei)dan tapir Melayu
(Tapirus indicus).

H arimau Sumatera (Panthera tigris sumatraensis) mempunyai daerah jelajah

yang luas, hingga memanfaatkan kawasan di sekitar Taman Nasional Bukit


Tigapuluh sering ditemukan di konsesi MPH PT. IFA, PT. Dalek Hutani Esa, dan PT
Natma Hutani. Karena fungsinya dalam ekosistem Taman Nasional Bukit Tigapuluh
dan daya tariknya, maka harimau Sumatera telah ditetapkan sebagai satwa utama di
kawasan Taman Nasional Bukit Tigapuluh. Sesuai temuan yang terekam camera
trap, populasi harimau Sumatera di kawasan Taman Nasional Bukit Tigapuluh
diperkirakan sebanyak 20-30 ekor (PHKS, 2004).
D i dalam dan di sekitar kawasan Taman Nasional Bukit Tigapuluh juga
ditemukan 6 jenis primata, yaitu simpai (Presbytis melalophos), monyet ekor panjang
(Macaca fascicularis), beruk (Macaca nemestrina), ungko (Hylobates agilis),
siamang (Symphalangus syndactylus), dan kokah (Presbytis femoralis).Selain itu di
kawasan Taman Nasional Bukit Tigapuluh terdapat 193 jenis burung atau sepertiga
jenis burung di Pulau Sumatera (Danielsen & Heegaard, 1994). Diantara jenis-jenis
tersebut tergolong langka dan hampir langka, yaitu bangau storm (Ciconia stormi),
bangau tongtong (Leptoptilos javanicus), Anghinga melanogaster, itik air (Cairina
scutulata), puyuh hitam (Melanoperdix nigra), sempidan merah (Lophura
erythrophthalma), sempidan biru (Lophura ignita), paruh kodok besar
(Batrachostamus auritius), rangkong gading (Buceros vigil), paok delima (Pitta
granatina), dan asi dada-kelabu (Melacopteron albogulare). Beberapa jenis
diantaranya merupakan jenis endemik di Sumatera, yaitu itik air, rangkong papan,
cucak kuning (Pycnonotus melanicterus), pelatuk (Trichastoma tickelli) dan bondol
tunggir putih (Lonchura striata).

Tercatat minimal 134 jenis serangga di dalam dan sekitar kawasan Taman Nasional
Bukit Tigapuluh. Melihat potensinya, kawasan Taman Nasional Bukit Tigapuluh
merupakan salah satu kawasan riset serangga yang menarik di Pulau
Sumatera.Keanekaragaman jenis ikannya menurut Siregar et al. (1994) mencakup
25 famili, 52 genus, dan 97 spesies. Selain itu 18 jenis kelelawar hidup di kawasan
Taman Nasional Bukit Tigapuluh.

Вам также может понравиться