Вы находитесь на странице: 1из 33

BAB I

PENDAHULUAN

Mola hidatidosa adalah suatu kehamilan yang berkembang tidak wajar dimana tidak
ditemukan janin hampir seluruh villi korealis mengalami perubahan hidrofili dengan ciri-
ciri stroma villi korealis langka vaskularisasi dan edematus. Jaringan trofoblast pada
villus berploriferasi, dan mengeluarkan hormon yaitu hCG dalam jumlah yang lebih besar
daripada kehamilan biasa. Gambaran yang diberikan ialah seperti buah anggur.1

Mola hidatidosa adalah rare mass atau pertumbuhan yang terbentuk di dalam rahim
pada permulaan kehamilan. Mola hidatidosa atau kehamilan mola merupakan hasil dari
produksi jaringan berlebihan yang seharusnya berkembang menjadi plasenta. Mola
hidatidosa merupakan penyakit trofoblastik gestasional (PTG).2

Frekuensi mola banyak ditemukan di negara-negara asia, Afrika dan Amerika latin
dari pada di negara-negara barat. Mola hidatidosa merupakan penyakit wanita dalam
masa reproduksi antara umur 15 tahun sampai 45 tahun. Penderita dengan kehamilan
mola mempunyai risiko untuk terjadinya kehamilan mola juga pada kehamilan
berikutnya. Insiden molahidatidosa ulangan tersebut dilaporkan sebesar 0,6-2,0% dari
seluruh kehamilan yang terjadi setelahnya di Amerika Utara dan Asia. Penderita dengan
kehamilan molahidatidosa ulangan tersebut mempunyai risiko yang meningkat menjadi
penyakit trofoblas ganas yang persisten pada fase penyakit mola berikutnya.3

1
BAB II
LAPORAN KASUS
I. IDENTITAS PASIEN
Nama : Ny. S
No. RM : 861921
Umur : 36 tahun
Suku bangsa : Indonesia
Agama : Islam
Pendidikan : SMP
Pekerjaan : IRT
Alamat : Simpang Pulai
MRS : 30 Juli 2017

Nama suami : Tn .S
Umur : 45 tahun
Suku bangsa : Indonesia
Agama : Islam
Pendidikan : SMP
Pekerjaan : Wiraswasta
Alamat : Simpang Pulai

II. ANAMNESIS
Keluhan Utama
Keluar darah dari jalan lahir selama 1 minggu.

Riwayat Perjalanan Penyakit


Pasien datang ke Rumah Sakit Umum Daerah Raden Mattaher Jambi pada tanggal 30
Juli 2017 pukul 16:40 WIB via Instalasi Gawat Darurat. Pasien datang dengan keluhan
perdarahan dari jalan lahir sejak 1 minggu SMRS. HPHT tanggal 5 April 2017, gravindex
test positif. Darah yang keluar berwarna merah kecoklatan.
Pasien belum minum obat untuk mengurangi rasa nyerinya. Saat ini pasien sedang
dalam keadaan hamil 15-16 minggu. Tidak ada keluhan BAK dan BAB.

2
Riwayat Penyakit Dahulu
Hipertensi (-), DM (-), Asma (-), PJK (-), Tumor (-), Kista (-)
Riwayat Penyakit Keluarga
Hipertensi (-), DM (-), Asma (-), PJK (-), Tumor (-), Kista (-)

III. Data Kebidanan


Haid
Menarche umur : 14 tahun
HPHT : 5 Juli 2017
Haid : Teratur
Lama haid : 7 hari
Siklus : 28 hari
Dismenorrhea : Iya
Warna : Merah kehitaman
Bentuk perdarahan : Encer
Bau haid : Anyir
Flour albous : Sebelum
Lama : 2 hari
Warna : Putih kental
Jumlah : Sedikit

Riwayat Pernikahan
Status perkawinan : Kawin
Berapa kali : 1 kali
Usia : 16 tahun

3
Riwayat Kehamilan, Persalinan, dan Nifas

No Tahun Umur Jenis Penolong Penyulit Anak Ket


partus kehamilan persalinan JK/BB
1 1999 Aterm Pervaginam Bidan - Lk/3800 Hidup
2 2003 Aterm Pervaginam Bidan - Lk/3600 Hidup
3 2005 Aterm Pervaginam Bidan - Pr/3200 Hidup
4 2008 Aterm Pervaginam Bidan - Pr/3000 Hidup
5 2012 Aterm Pervaginam Bidan - Lk/3000 Hidup
6 2014 Aterm pervaginam Bidan - Pr/3100 Hidup
7 Ini

Riwayat Kehamilan Sekarang


GPA : G7P6A0
HPHT : 5 April 2017
Taksiran Persalinan: 12 Januari 2018
ANC :-
Imunisasi TT :-
Keluhan Umum :-

Riwayat KB
Metode KB yang pernah dipakai : Spiral
Lama Pemakaian : 3 tahun (masih terpakai)
Komplikasi dari Pemakaian KB : Perdarahan (-), PID/ Radang Panggul (-)

IV. PEMERIKSAAN FISIK


STATUS GENERALISATA
Keadaan umum : Lemah
Kesadaran : Compos mentis
Tanda vital
TD : 110/80 mmHg
N : 80 x/menit
RR : 22 x/menit
T : 36,7˚ C

4
Tinggi badan : 164 cm
Berat Badan : 71 kg

a. Kepala
Wajah : Pucat (-) Sianosis (-)
Cloasma Gravidarum : (-)
Konjungtiva : anemis -/-
Sklera : putih
Mulut dan gigi : sianosis (-), lidah kotor (-)
Telinga : dalam batas normal
b. Leher : Pembesaran Kelenjar Tiroid (-), pembesaran KGB (-)
c. Dada :
Inspeksi : bekas luka (-), retraksi (-)
Perkusi : sonor +/+
Palpasi : pengembangan dada simetris +/+
Auskultasi : Cor : BJ I/II reguler, murmur (-), gallop (-)
Pulmo : vesikuler (+/+), ronkhi (-/-), wheezing (-/-).
d. Abdomen
Inspeksi : Simetris, bekas luka operasi (-)
Palpasi : Nyeri tekan (+), defance musculare (+)
Perkusi : Timpani
Auskultasi : Bising usus (+)
e. Genitalia Eksterna : labia mayora/minora : simetris, pembesaran kelenjar bartholini (-)
, pengeluaran vagina (-)
f. Ekstremitas : edema sianosis

- - - -

- - - -

Status Ginekologik
Pemeriksaan Luar : Tidak ada kelainan
Pemeriksaan Dalam : Tidak dilakukan
Portio : Tidak dapat dinilai
OUE : Terbuka

5
Fluksus : Tidak dapat dinilai
Flour : Tidak dapat dinilai
Erosi : Tidak dapat dinilai
Laserasi : Tidak dapat dinilai
Polip : Tidak dapat dinilai
Cav.douglas : Tidak dapat dinilai

V. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Pemeriksaan Laboratorium
1 Agustus 2017
Darah rutin

Parameter Hasil Satuan Harga Normal

WBC 10,57 103/mm3 3.5 – 10.0

RBC 3,59 106/mm3 3.80 – 5.80

HGB 10,7 g/dl 11.0 – 16.5

HCT 29 % 35.0 – 50.0

PLT 201 103/mm3 150 – 390

GDS : 102 mg/dl

Gravindex test : (+)

6
Laboratorium

Parameter Hasil Satuan Harga Normal

TSH < 0,05 µIU/ ml 0,25 – 5

T3 2,48 nmol/ L 0,9 – 2,5

T4 153,18 nmol/ L 60 – 120

Β-HCG 379,479 mIU/ ml Laki – laki :<3


Wanita usia subur : < 4
Wanita Manopause: <
13

VI. DIAGNOSIS
Susp. Mola Hidatidosa

VII.PENATALAKSANAAN

 IVFD RL 20 gtt/i
 Bed Rest Total
 Rencana USG

FOLLOW UP
Tanggal Perjalanan penyakit

30 Juli 2017 S : Perdarahan dari jalan lahir


O : Vital sign :
TD 110/80
HR 80x/i
RR 22x/i
T 36,7 ͦ C

7
P. Fisik :
Abdomen : nyeri tekan (-) pada regio pubica
A : Mola Hidatidosa
P : IVFD RL 20 gtt/I
Inj. Cefotaxime 2x1gr
PO. Premaston 2x1 tab
Bed Rest Total
Rencana USG

31 Juli 2017 S : Perdarahan dari jalan lahir


O : Vital sign :
TD 110/80
HR 80x/i
RR 22x/i
T 36,7 ͦ C
P. Fisik :
Abdomen : nyeri tekan (-) pada regio pubica
A : Mola Hidatidosa
P : IVFD RL 20 gtt/I
Inj. Cefotaxime 2x1gr
Bed Rest Total
Hasil USG : Molahidatidosa
A/P : - Cek βHCG, T3T4 TSH
- Ro Thorax
- Cek fungsi tiroid
- Cek KDL
- CTBT

1 Agustus 2017 S : Perdarahan dari jalan lahir


O : Vital sign :
TD 110/80
HR 80x/i

8
RR 22x/i
T 36,7 ͦ C
P. Fisik :
Abdomen : nyeri tekan (-) pada regio pubica
A : Mola Hidatidosa
P : IVFD RL 20 gtt/I
Inj. Cefotaxime 2x1gr
Bed Rest Total
Hasil USG : Molahidatidosa
A/P : - Cek βHCG, T3T4 TSH
- Ro Thorax
- Cek fungsi tiroid
Hasil terlampir
- Cek KDL
Hasil Terlampir
- CTBT
- Sample UTDRS untuk persiapan
operasi II kolf

2 Agustus 2017 S : Perdarahan dari jalan lahir


O : Vital sign :
TD 110/80
HR 80x/i
RR 22x/i
T 36,7 ͦ C
P. Fisik :
Abdomen : nyeri tekan (-) pada regio pubica
A : Mola Hidatidosa
P : IVFD RL 20 gtt/I
Inj. Cefotaxime 2x1gr
Bed Rest Total
Hasil USG : Molahidatidosa

9
Gambar 2.1 Mola Hidatidosa

A/P : - Cek βHCG, T3T4 TSH


- Ro Thorax
- Cek fungsi tiroid
- Cek KDL
- CTBT Siapkan
- PRC 3 kolf

3 Agustus 2017 S : Os merasa cemas


O : Vital sign :
TD 120/80
HR 80x/i
RR 20x/i
T 36,7 ͦ C
A: Mola Hidatidosa
P : IVFD RL 20 gtt/I
Inj. Ceftriaxon 2x1gr
PRC siap 3 kolf
Siapkan HCU
Operasi hari ini

10
LAPORAN OPERASI
Nama operator : dr. Zul Andriahta, Sp.OG
Tanggal : 3 Agustus 2017 (pukul 09.50)

1. Penderita dalam keadaan anestesi spinal dan dalam keadaan terlentang


2. Dilakukan tindakan aseptik dan antiseptik pada daerah operasi dan sekitarnya
3. Dilakukan insisi mediana keatas kurang lebih 12 cm di atas simfisis pubis lalu diperdalam
secara tajam dan tumpul sampai menembus peritoneum
4. Setelah peritoneum dibuka tampak uterus sebesar kepala bayi
5. Dilakukan histerektomisalphingoovorektomi bilateral
6. Didapatkan masa berbentuk gelembung berwarna putih Rongga abdomen dicuci dengan
NaCl
7. Dinding perut ditutup lapis demi lapis

DIAGNOSA POST OP
Mola Hidatidosa dan Hipertiroid
Instruksi Post op
- Tidur menggunakan bantal
- Boleh minum bertahap
Terapi Post Op :
- Rawat HCU/ICU
- Inj. Ceftriaxon 1 x 2 gram
- Inj. Metronidazol 3 x 1 flash
- Inj. Tramadol 3 x 1 flash
- Oral : PTU 3 x 2 tab
Propanolol 3 x 1 tab

11
Gambar 2.2 Mola Hidatidosa

12
BAB III

TINJAUAN PUSTAKA

3.1 Definisi Mola Hidatidosa

Mola hidatidosa adalah suatu kehamilan yang berkembang tidak wajar dimana tidak
ditemukan janin hampir seluruh villi korealis mengalami perubahan hidrofili dengan ciri-
ciri stroma villi korealis langka vaskularisasi dan edematus. Jaringan trofoblast pada
villus berploriferasi, dan mengeluarkan hormon yaitu hCG dalam jumlah yang lebih besar
daripada kehamilan biasa. Gambaran yang diberikan ialah seperti buah anggur.1

Mola hidatidosa adalah rare mass atau pertumbuhan yang terbentuk di dalam rahim
pada permulaan kehamilan. Mola hidatidosa atau kehamilan mola merupakan hasil dari
produksi jaringan berlebihan yang seharusnya berkembang menjadi plasenta. Mola
hidatidosa merupakan penyakit trofoblastik gestasional (PTG).2

3.2 Epidemiologi

Frekuensi mola banyak ditemukan di negara-negara asia, Afrika dan Amerika latin
dari pada di negara-negara barat. Mola hidatidosa merupakan penyakit wanita dalam
masa reproduksi antara umur 15 tahun sampai 45 tahun. Penderita dengan kehamilan
mola mempunyai risiko untuk terjadinya kehamilan mola juga pada kehamilan
berikutnya. Insiden mola hidatidosa ulangan tersebut dilaporkan sebesar 0,6-2,0% dari
seluruh kehamilan yang terjadi setelahnya di Amerika Utara dan Asia. Penderita dengan
kehamilan mola hidatidosa ulangan tersebut mempunyai risiko yang meningkat menjadi
penyakit trofoblas ganas yang persisten pada fase penyakit mola berikutnya.3

Dalam penelitian terbaru disebutkan bahwa insidensi mola hidatidosa bervariasi dari
0,57/1000 kehamilan hingga 2,0/1000 kehamilan. Insidensi tinggi berasal dari Asia
Tenggara dan Jepan. Sedangkan insidensi rendah berasal dari Amerika Utara, Australia,
Selandia Baru dan Eropa.4

13
Mola hidatidosa biasanya menyerang wanita pada usia reproduksi ekstrim. Wanita
pada masa remaja awal atau usia perimenopause adalah yang paling berisiko. Wanita
yang berusia lebih dari 35 tahun memiliki peningkatan risiko 2 kali lipat. Wanita yang
berusia lebih dari 40 tahun memiliki peningkatan risiko 5-10 kali dibandingkan dengan
wanita yang lebih muda. Jumlah paritas tidak mempengaruhi risiko.5

3.3 Etiologi

Penyebab mola hidatidosa belum diketahui secara pasti, tetapi faktor-faktor


yang mungkin dapat menyebabkan dan mendukung terjadinya kehamilan mola

(sebagai faktor endogen), yaitu:7

1. Faktor ovum
Sel spermatozoa membuahi ovum yang telah kehilangan nukleusnya atau
ovum yang memang sudah patologik atau ovum kosong (empty) sehingga

terjadi kelainan atau gangguan dalam pembuahan.7

2. Faktor kromosom
Terdapat penelitian yang membuktikan bahwa kehamilan mola hidatidosa

memiliki penyebab genetik terkait dengan mutasi gen pada kromosom 19.7

3. Imunoselektif dari sel-sel trofoblas


Proliferasi dari sel-sel trofoblas yaitu sel-sel sitotrofoblas dan
sinsitiotrofoblas, masing-masing berproliferasi pada area yang berbeda. Sel-
sel trofoblas yang mengalami proliferasi pada mola hidatidosa tipe komplet
dan parsial adalah berbeda, yaitu sel-sel trofoblas yang proliferasi pada mola
komplet umumnya adalah sel-sel sitotrofoblas sedangkan pada mola
hidatidosa tipe parsial adalah sel-sel sinsitiotrofoblas, sehingga terdapat

perbedaan ekspresi jika dilakukan pengecatan imunohistokimia.7

Adapun faktor-faktor risiko yang bisa mempercepat timbulnya keadaan


kehamilan yang mengarah menjadi suatu kehamilan mola (sebagai faktor
eksogen), adalah :

14
1. Usia ibu hamil
Mola hidatidosa dapat terjadi pada setiap usia selama masa subur. Faktor
risiko mola hidatidosa akan lebih tinggi pada usia kurang dari 20 tahun dan di
atas 35 tahun, gizi buruk, riwayat obstetrik, etnis dan genetik. Mola komplet
memiliki risiko dan angka kejadian yang lebih besar dibandingkan mola
parsial, serta sering ditemui pada usia pertengahan dengan risiko lebih tinggi
terkena mola komplet 5 sampai 10 kali lipat lebih besar pada wanita hamil
yang berusia belasan atau antara 40 sampai 50 tahun. Bahkan satu dari tiga

wanita hamil berusia 50 tahun kehamilannya merupakan kehamilan mola.4

2. Usia gestasi (usia kehamilan)


Makin tinggi usia kehamilan maka kehamilannya akan semakin berisiko.
Usia kehamilan dikelompokkan menjadi tiga, yaitu: usia 1-2 bulan, 2-5 bulan,

dan >5 bulan.8

3. Riwayat kehamilan sebelumnya


Risiko terjadinya mola komplet dan parsial juga akan meningkat pada
kehamilan seorang wanita dengan riwayat mola hidatidosa, abortus spontan

dan pada infertilitas.8

4. Paritas tinggi
Ibu multipara cenderung berisiko karena trauma kelahiran atau
penyimpangan transmisi genetik. Paritas ibu hamil diklasifikasikan

berdasarkan paritas 0-1, 2-4, dan >4.8

5. Keadaan sosial ekonomi yang rendah


Selama masa kehamilan diperlukan zat-zat gizi yang meningkat untuk
pertumbuhan dan perkembangan janin. Pemenuhan zat-zat gizi yang kurang
yang dialami oleh ibu hamil dengan keadaan sosial ekonomi yang rendah,
tentunya dapat mengakibatkan gangguan dalam pertumbuhan dan

perkembangan janin.9

15
6. Diet kurang vitamin A
Diet sehari-hari terutama yang kurang mengandung vitamin A (karoten) dapat
menjadi faktor risiko terjadinya mola hidatidosa yang meningkat sampai 6,29
kali. Hal ini disebabkan karena asam retinoat yang terkandung dalam vitamin A
berfungsi untuk mengontrol proliferasi sel dan merangsang apoptosis. Studi
penelitian membuktikan bahwa penurunan kadar vitamin A menyebabkan

proliferasi menjadi tidak terkontrol.2

7. Kekurangan protein
Kebutuhan protein sebagai zat pembangun jaringan tubuh dalam
pertumbuhan dan perkembangan janin akan sangat meningkat selama masa
kehamilan. Jika terjadi malnutrisi berupa kekurangan protein, asam folat dan
karoten dalam makanan sehari-hari pada seorang ibu yang sedang hamil,

dapat mengakibatkan bayi yang dilahirkan lebih kecil dari normal.8

8. Infeksi mikroorganisme (termasuk virus)


Mikroorganisme dapat mengenai semua orang termasuk ibu hamil.
Terjadinya infeksi sangat tergantung dari jumlah yang masuk ke dalam tubuh,
virulensi serta daya tahan tubuh manusia.

9. Golongan darah
Seorang wanita dengan golongan darah A menikah dengan pria golongan

darah O akan berisiko untuk terjadinya kehamilan mola.4

3.4 Klasifikasi

Mola hidatidosa terbagi menjadi mola hidatidosa komplet dan parsial, yaitu:

1. Mola Hidatidosa Komplet

Villi korionik pada mola hidatidosa komplet berubah menjadi suatu masa
vesikel–vesikel jernih. Ukuran vesikel bervariasi dari yang sulit dilihat,
berdiameter sampai beberapa sentimeter dan sering berkelompok– kelompok
menggantung pada tangkai kecil. Temuan Histologik ditandai oleh:

a. Degenerasi hidrofik dan pembengkakan stroma villi

16
b. Tidak adanya pembuluh darah di villus yang membengkak
c. Proliferasi epitel tropoblas dengan derajat bervariasi

d. Tidak adanya janin dan amnion10

Gambar 3.1 Mola hidatidosa komplet

2. Mola Hidatidosa Parsial

Mola hidatidosa parsial memiliki perubahan villi yang bersifat fokal,


kurang berkembang dan mungkin tampak sebagai jaringan janin.
Perkembangannya berlangsung lambat pada sebagian villi yang biasanya
avaskular, sementara villi–villi berpembuluh lainnya dengan sirkulasi janin
plasenta yang masih berfungsi tidak terkena. Hiperplasia trofoblastik lebih

bersifat fokal dari pada generalisata.10

Gambar 3.2 Mola hidatidosa parsial

17
Tabel 3.1 Gambaran Klasifikasi Mola Hidatidosa10

Gambaran Mola Parsial Mola Komplet

Kariotipe Umumnya 69 XXX 46 X atau 46 XY


atau 96 XXY

Patologi
1. Janin Janin Tidak ada
2. Amnion, sel darah Sering dijumpai Tidak ada
3. Edema villus Sering dijumpai Difus
4. Proliferasi Bervariasi, fokal Bervariasi,fokal ringan sedang
Trofoblas Bervariasi, ringan berat

Gambaran Klinis
1. Diagnosis Missed abortion Gestasi mola
2. Ukuran uterus Kecil untuk masa 50% besar untuk
Kehamilan masa kehamilan
3. Kista teka lutein Jarang 25-30%
4. Penyulit medis Jarang Sering
5. Penyakit Pasca Kurang dari 5-10% 20%
Mola

3.5 Patofisiologi

Ada beberapa teori yang menerangkan patogenesis dari penyakit trofoblas:

1. Teori Missed abortion


Mudigah mati pada kehamilan 3-5 minggu (missed abortion), karena itu
terjadi gangguan peredaran darah sehingga terjadi penimbunan cairan dalam

jaringan mesenkim dari villi dan akhirnya terbentuk gelembung-gelembung.12

18
2. Teori neoplasma dari Park

Dikatakan yang abnormal adalah sel-sel trofoblas yang mempunyai


fungsi abnormal pula, dimana terjadi reabsorbsi cairan yang berlebihan
ke dalam villi sehingga timbul gelembung. Hal ini menyebabkan

gangguan peredaran darah dan kematian mudigah.12

Mola hidatidosa komplet berasal dari genom maternal yaitu genotip


46XX (lebih sering) dan 46 XY (jarang), tapi 46XXnya berasal dari
replikasi haploid sperma dan tanpa kromosom dari ovum. Mola parsial
mempunyai 69 kromosom terdiri dari kromosom 2 haploid paternal dan 1
haploid maternal (tripoid, 69XX atau 69XY dari 1 haploid ovum dan

lainnya reduplikasi paternal dari 1 sperma atau fertilisasi disperma).12

3.6Manifestasi Klinis10,13

a. Amenorrhoe dan tanda – tanda kehamilan


b. Perdarahan pervaginam dari bercak sampai perdarahan berat. merupakan gejala
utama dari mola hidatidosa, sifat perdarahan bisa intermiten selama berapa
minggu sampai beberapa bulan sehingga dapat menyebabkan anemia defisiensi
besi.
c. Uterus sering membesar lebih cepat dari biasanya tidak sesuai dengan usia
kehamilan.
d. Tidak dirasakan tanda – tanda adanya gerakan janin maupun ballottement
e. Hiperemesis, Pasien dapat mengalami mual dan muntah cuku berat.
f. Preklampsi dan eklampsi sebelum minggu ke – 24
g. Keluar jaringan mola seperti buah anggur, yang merupakan diagnosa pasti
h. Tirotoksikosis

3.7 Diagnosa

Diagnosis klinis dari penderita mola hidatidosa diketahui berdasarkan gejala


klinisnya. Selain itu, diagnosis ditegakkan dari anamnesis, pemeriksaan fisik,

pemeriksaan penunjang (laboratorium, USG dan histologis).10,11

19
10,11
Anamnesis :

Gejala yang dapat ditemukan pada mola hidatidosa adalah sebagai berikut :

1. Adanya tanda-tanda kehamilan disertai dengan perdarahan. Perdarahan ini


biasanya intermiten, sedikit-sedikit atau sekaligus banyak sehingga
menyebabkan syok atau kematian karena perdarahan ini. Maka umumnya
mola hidatidosa masuk RS dalam keadaan anemia. Perdarahan uterus
abnormal yang bervariasi dari spotting sampai perdarahan hebat
merupakan gejala yang paling khas dari kehamilan mola dan pertama kali
terlihat antara minggu keenam dan kedelapan setelah amenore. Sekret
berdarah yang kontinyu atau intermiten dapat berkaitan dengan keluarnya
vesikel-vesikel yang menyerupai buah anggur.
2. Hiperemesis gravidarum, yang ditandai dengan nausea dan vomiting yang
berat. Pasien biasanya mengeluh mual muntah hebat. Hal ini akibat dari
proliferasi trofoblas yang berlebihan dan akibatnya memproduksi terus
menerus β-HCG yang menyebabkan peningkatan β-HCG. Hiperemesis
gravidarum tampak pada 15 -25 % pasien mola hidatidosa. Walaupun hal
ini sulit untuk dibedakan dengan kehamilan biasa. Pasien mola 10%
mengalami mual dan muntah cukup berat sehingga membutuhkan
perawatan di rumah sakit.
3. Tanda-tanda preeklamsia selama trisemester pertama atau awal trisemester
kedua muncul pada 10-12%. Pada trisemester kedua sekitar 27 % pasien
mola hidatidosa komplet berlanjut dengan toksemia yang dicirikan oleh
tekanan darah >140/90 mmHg, proteinuria >300 mg/dl dan edema
generalisata dengan hiperrefleksi. Pasien dengan konvulsi jarang.
4. Kista lutein unilateral/bilateral
Mola hidatidosa sering disertai dengan kista lutein. Umumnya kista ini
segera menghilang setelah jaringan mola dikeluarkan, tetapi ada juga
kasus-kasus dimana kista lutein baru ditemukan pada waktu follow up.
Kasus mola dengan kista lutein mempunyai risiko 4 kali lebih besar untuk
mendapatkan degenerasi keganasan dikemudian hari daripada kasus-kasus
tanpa kista.

20
5. Umumya uterus lebih besar dari usia kehamilan. Hal ini disebabkan
oleh pertumbuhan trofoblastik yang berlebihan, volume vesikuler villi
yang besar rasa tidak enak pada uterus akibat regangan miometrium yang
berlebihan. Pada sebagian besar pasien ditemukan tanda ini tetapi pada
sepertiga pasien uterus ditemukan lebih kecil dari yang diharapkan.

6. Meskipun uterus cukup besar untuk mencapai simfisis, secara khas


tidak ditemukan aktifitas janin sekalipun dideteksi dengan instrumen yang
paling sensitif tidak teraba bagian janin dan tidak teraba gerakan janin.
7. Kadar gonadotropin korion tinggi dalam darah dan urin.
8. Kadar tiroksin plasma pada wanita dengan kehamilan mola sering
meningkat (10%), namun gejala hipertiroid jarang muncul. Terjadinya
tirotoksikosis pada mola hidatidosa berhubungan erat dengan besarnya
uterus. Makin besar uterus makin besar kemungkinan terjadi tirotoksikosis.
Oleh karena kasus mola dengan uterus besar masih banyak ditemukan,
maka dianjurkan agar pada setiap kasus mola hidatidosa dicari tanda-tanda
tirotoksikosis secara aktif dan memerlukan evakuasi segera karena gejala-
gejala ini akan menghilang dengan menghilangnya mola.

Mola yang disertai tirotoksikosis mempunyai prognosis yang lebih buruk,


baik dari segi kematian maupun kemungkinan terjadinya keganasan. Biasanya
penderita meninggal karena krisis tiroid. Peningkatan tiroksin plasma mungkin
karena efek dari estrogen seperti yang dijumpai pada kehamilan normal. Serum
bebas tiroksin yang meningkat sebagai akibat thyrotropi like effect dari Chorionic
Gonadotropin Hormon. Terdapat korelasi antara kadar hCG dan fungsi endogen
tiroid tapi hanya kadar hCG yang melebihi 100.000 IU/L yang bersifat tirotoksis.
Sekitar 7% mola hidatidosa komplet datang dengan keluhan seperti hipertensi,
takikardi, tremor, hiperhidrosis, gelisah emosi labil dan warm skin.

21
10,11
B. Pemeriksaan Fisik

Dari pemeriksaan fisik didapatkan:

1. usia kehamilan yang tidak sesuai dengan besarnya uterus (tinggi fundus
uteri). Pembesaran uterus yang tidak konsisten ini disebabkan oleh
pertumbuhan trofoblastik yang eksesif dan tertahannya darah dalam uterus.
Tidak teraba bagian janin dan tidak ada bunyi jantung janin.
2. Uji batang sonde (Acosta-Sison / Hanifa) tidak ada tahanan massa
konsepsi.
3. Adanya gejala preeklamsia yang terjadi pada 27% kasus dengan
karakteristik hipertensi (TD>140/90 mmHg), protenuria (>300 mg.dl) dan
edema dengan hiperefleksia. Kejadian kejang jarang didapatkan.
4. Kista teka lutein, yakni kista ovari yang diameternya berukuran >6 cm
yang diikuti oleh pembesaran ovarium. Kista ini tidak selalu dapat teraba
pada pemeriksaan bimanual melainkan hanya dapat diidentifikasi dengan
USG. Kista ini berkembang sebagai respon terhadap tingginya kadar β-
HCG dan akan langsung regresi bila mola telah dievakuasi.

C. Laboratorium10,11

Karakteristik yang terpenting pada penyakit ini adalah kemampuan dalam


memproduksi hCG, sehingga jumlahnya meningkat lebih tinggi dibandingkan kadar
β-hCG seharusnya pada usia kehamilan yang sama, terutama dari hari ke-
100.Hormon HCG (Human Chorionic Gonadotropin) merupakan hormon peptida
yang dihasilkan oleh sel sinsitiotrofoblas. Pada awal kehamilan biasa, konsentrasi
hCG dalam serum meningkat pesat seiring dengan peningkatan ukuran
9
trofoblastik. Pengkuretan merupakan salah satu terapi evakuasi jaringan mola

hidatidosa. Setelah dikuret kadar β-hCG akan menurun secara perlahan-lahan,


sampai akhirnya tidak ditemui lagi.9 Waktu rata-rata yang diperlukan mencapai
kadar normal (< 5 mIU/ml) ialah 12 minggu.Uji kadar β-hCG selain untuk
menemukan lebih dini dan memantau kehamilan juga dipakai untuk kegiatan yang
sama bagi terapi sel tumor yang menghasilkan β-hCG.

22
Hormon ini dapat dideteksi pada serum maupun urin penderita dan
pemeriksaan yang lebih sering dipakai adalah β-hCG kuantitatif serum.
Pemantauan secara hati-hati dari kadar β-hCG penting untuk diagnosis,
penatalaksanaan dan tindak lanjut pada semua kasus penyakit trofoblastik. Jumlah
β-hCG yang ditemukan pada serum atau pada urin berhubungan dengan jumlah sel-
sel tumor yang ada.

Untuk pemeriksaan Galli mainini 1/300 suspek mola hidatidosa dan jika
1/200 kemungkinan mola hidatidosa atau gemelli. Pengukuran β-hCG pada urin
dengan kadar >100.000 mIU /ml/24 jam dapat dianggap sebagai mola.

D. Foto rontgen abdomen10,11

Pada kehamilan 3-4 bulan, tidak ditemukan adanya gambaran tulang-tulang


janin. Organ-organ janin mulai dibentuk pada usia kehamilan 8 minggu dan selesai
pada usia kehamilan 12 minggu. Oleh karena itu pada kehamilan normal
seharusnya dapat terlihat gambaran tulang-tulang janin pada foto rontgen. Selain itu
juga untuk melihat kemungkinan adanya metastase.

10,11
E. USG

Pada kelainan mola, bentuk karakteristik yang khas berupa gambaran seperti
badai salju (snow flake pattern/ snow strom) atau gambaran seperti sarang lebah
(honey comb) dengan atau tanpa kantong gestasi atau janin. Pemeriksaan ini
sebaiknya dilakukan pada setiap pasien yang pernah mengalami perdarahan pada
trimester awal kehamilan dan memiliki uterus lebih besar dari usia kehamilan. USG
dapat menjadi pemeriksaan yang spesifik untuk membedakan antara kehamilan
normal dengan mola hidatidosa. Namun harus diingat bahwa beberapa struktur
lainnya dapat memperlihatkan gambaran yang serupa dengan mola hidatidosa
termasuk mioma uteri dengan kehamilan ini dan kehamilan janin >1. Pada
kehamilan trimester I gambaran mola hidatidosa tidak spesifik sehingga seringkali
sulit dibedakan dari kehamilan anembrionik, missed abortion, abortus inkomplitus
atau mioma uteri. Pada kehamilan trimester II gambaran mola hidatidosa umumnya
lebih spesifik, kavum uteri berisi masa ekogenik bercampur bagian-bagian
anekhoik vesikuler berdiameter antara 5-10 mm.

23
Pada 20-50% kasus dijumpai adanya massa kistik multilokuler di daerah
adneksa. Masa tersebut berasal dari kista teka lutein. Kista ini tidak dapat diketahui
keberadaannya jika hanya dengan pemeriksaan palpasi bimanual.

Gambar 3.3 USG Mola hidatidosa komplet

Gambaran klasik mola adalah adanya pola badai salju (snowstorm pattern) yang
mengindikasikan villi korionik hidrofik. Sementara USG yang high-resolution mampu
menunjukkan suatu masa intrauterin kompleks yang berisi banyak kista kecil (small
cysts).

Gambar 3.4 USG Mola hidatidosa inkomplet

24
Gambar 3.5 Kista teka lutein

F.
Amniografi10,11

Penggunaan bahan radiopak yang dimasukkan ke dalam uterus secara


transabdominal akan memberikan gambaran radiografik khas pada kasus mola
hidatidosa kavum uteri ditembus dengan jarum untuk amniosentesis. Hypaque 20 ml
disuntikkan segera dan 5-10 menit kemudian dibuat foto anteroposterior. Pola sinar X
seperti sarang tawon, khas ditimbulkan oleh bahan kontras yang mengelilingi
gelombang-gelombang korion. Dengan semakin banyaknya sarana USG yang
tersedia, teknik pemeriksaan amniografi ini sudah jarang dipakai lagi. Bahan radiopak
yang dimasukan ke dalam uterus akan memberikan gambaran seperti sarang tawon.

G. Uji sonde Hanifa10,11

Sonde dimasukan pelan-pelan dan hati-hati ke dalam kanalis servikalis dan


kavum uteri, bila tidak ada tahanan sonde diputar setelah ditarik sedikit bila tetap
tidak ada tahanan maka kemungkinan adalah mola.

H. T3dan T410,11

Pemeriksaan T3 dan T4 dilakukan untuk membuktikan gejala tirotoksikosis.


Tirotoksikosis adalah suatu keadaan dimana didapatkan kelebihan hormone tiroid
karena ini berhubungan dengan suatu kompleks fisiologis dan biokimiawi yang

25
ditemukan bila suatu jaringan memberikan hormone tiroid berlebihan. Kelenjar tiroid
membuat, menyimpan dan mensekresi hormone T3 (triiodothyronin) dan T4
(thyroxine). Hormon T3 dan T4 berfungsi mengatur metabolisme dalam tubuh
(mempengaruhi setiap sel, jaringan dan organ dalam tubuh).

Triidothyronine (T3) adalah hormon tiroid yang ada dalam darah dengan
kadar yang sedikit yang mempunyai kerja yang singkat dan bersifat lebih kuat
daripada tiroksin (T4). T3 disekresikan atas pengaruh thyroid stimulating hormone
(TSH) yang dihasilkan oleh kelenjar hipofise dan thyroid–releasing hormone
(TRH) yang dihasilkan oleh hipotalamus. T3 didalam aliran darah terikat dengan
thyroxine binding globulin (TBG) sebanyak 38 – 80%, prealbumin 9 – 27% dan
albumin 11 – 35%. Sisanya sebanyak 0.2 – 0.8% ada dalam bentuk bebas yang
disebut free T3. Free T3 meningkat lebih tinggi daripada free T4 pada penyakit
graves dan adenoma toxic. Free T3 dipakai untuk monitoring pasien yang
menggunakan obat anti-tiroid, karena pada pengobatan tersebut, produksi T3
berkurang dan T4 dikonversi menjadi T3. Selain itu, kadar free T3 diprediksi untuk
menentukan beratnya kelainan tiroid.

Thyroxine (T4) di dalam aliran darah ada dalam bentuk free T4 dan yang
terikat dengan protein. Protein pengikat T4 adalah TBG sebanyak 75%, albumin
10% dan prealbumin 15% dari T4 total. Sebagian kecil yaitu 0.03% dari T4 ada
dalam bentuk bebas yang disebut free T4. Free T4 ini merupakan suatu uji
laboratorium yang paling baik untuk mengetahui adanya disfungsi dari kelenjar
tiroid.

Gejala tirotoksikosis diantaranya berdebar-debar, tremor, iritabilitas,


intoleran terhadap panas, keringat berlebihan, penurunan berat badan, peningkatan
rasa lapar, diare, gangguan reproduksi, mudah lelah, pembesaran kelenjar tiroid dan
rambut rontok.

I. Penemuan Histologis (HistologicFindings)10,11

a. Mola komplet

Tidak tampak jaringan janin (fetal tissue), namun terlihat jelas


proliferasi trofoblas yang berat (severe trophoblastic proliferation),
hydropic villi dan kromosom 46 XX atau 46 XY. Sebagai tambahan, mola

26
komplet menunjukkan overekspresi dari beberapa faktor pertumbuhan
(growth factors), termasuk c-myc, faktor pertumbuhan epidermal dan c-erb
B-2. Hal itu tidak dijumpai pada plasenta normal.

b. Mola parsial

Terlihat jaringan janin (fetal tissue), amnion, sel-sel darah merah janin,
villi hidrofik dan proliferasi trofoblas. Menurut Prof. Dr. Djamhoer
Martaadisoebrata, dr.SpOG(K), MSPH, gambaran khas mola hidatidosa
parsial memiliki empat gambaran khas:

1. Villi korialis dari berbagai ukuran dengan degenerasi hidrofik, kavitasi


dan hiperplasi trofoblas
2. Scalloping yang berlebihan dari villi
3. Inklusi stroma trofoblas yang menonjol
4. Ditemukan jaringan embrionik atau janin

3.8 Diagnosis Banding

Diagnosis banding dari Mola hidatidosa adalah :10

1. Kehamilan Ganda
2. Abortus Imminens
3. Hidroamnion
4. Korio Karsinoma

3.9 Penatalaksanaan

Terapi mola terdiri dari 4 tahap yaitu:

1. Perbaiki keadaan umum


Yang dimaksud usaha ini yaitu koreksi dehidrasi, transfusi darah bila anemia (Hb 8
gr%), jika ada gejala preeklampsia dan hiperemesis gravidarum diobati sesuai
dengan protokol penanganannya. Sedangkan bila ada gejala tirotoksikosis di

konsultasikan ke bagian penyakit dalam.15

27
2. Pengeluaran jaringan
a. Kuretase
1. Dilakukan setelah persiapan pemeriksaan selesai (pemeriksaan
darah rutin, kadar β-hCG serta foto thorak) kecuali bila jaringan mola sudah
keluar spontan.
2. Bila kanalis servikalis belum terbuka, maka dilakukan pemasangan
laminaria dan kuretase dilakukan 24 jam kemudian.
3. Sebelum kuretase terlebih dahulu disiapkan darah dan pemasangan
infus dengan tetesan oksitosin 10 IU dalam 500 cc Dextrose 5%.
4. Kuretase dilakukan sebanyak 2 kali dengan interval minimal 1 minggu.
5. Seluruh jaringan hasil kerokan dikirim ke laboratorium PA.

b. Histerektomi
Untuk mengurangi frekuensi terjadinya penyakit trofoblas ganas sebaiknya
histerektomi dilakukan pada:

1. wanita diatas 35 tahun


2. anak hidup di atas 3 orang
3. wanita yang tidak menginginkan anak lagi
Apabila ada kista teka lutein maka saat histerektomi, ovarium harus dalam

keadaan baik, karena akan menjadi normal lagi setelah kadar β-HCG menurun.14

3. Terapi profilaksis dengan sitostatika


Pemberian kemoterapi repofilaksis pada pasien pasca evaluasi mola
hidatidosa masih menjadi kontroversi. Beberapa hasil penelitian menyebutkan
bahwa kemungkinan terjadi neoplasma setelah evaluasi mola pada kasus yang
mendapatkan metotreksat sekitar 14%, sedangkan yang tidak mendapat sekitar
47%. Pada umumnya profilaksis kemoterapi pada kasus mola hidatidosa
ditinggalkan dengan pertimbangan efek samping dan pemberian kemoterapi untuk
tujuan terapi definitif memberikan keberhasilan hampir 100%. Sehingga pemberian
profilaksis diberikan apabila dipandang perlu pilihan profilaksis kemoterapi adalah:

Metotreksat 20 mg/hari IM selama 5 hari.14

28
4. Pemeriksaan tindak lanjut (follow up)
a. Lama pengawasan berkisar satu sampai dua tahun
b. Setelah pengawasan penderita dianjurkan memakai kontrasepsi
kondom, pil kombinasi atau diafragma dan pemeriksaan fisik dilakukan setiap
kali pada saat penderita datang kontrol
c. Pemeriksaan kadar β-hCG dilakukan setiap minggu sampai
ditemukan kadar β-hCG normal tiga kali berturut-turut
d. Setelah itu pemeriksaan dilanjutkan setiap bulan sampai kadar β-
hCG normal selama 6 kali berturut-turut
e. Bila terjadi remisi spontan (kadar β-hCG, pemeriksaan fisik dan foto
thorak setelah satu tahun semuanya normal) maka penderita tersebut dapat
berhenti menggunakan kontrasepsi dan hamil lagi.
f. Bila selama masa observasi kadar β-hCG tetap atau bahkan
meningkat pada pemeriksaan klinis dan foto thorak ditemukan adanya
metastase maka penderita harus dievaluasi dan dimulai pemberian

kemoterapi.14

3.10 Komplikasi

1. Komplikasi non maligna14

a. Perforasi uterus
Selama kehamilan kadang-kadang terjadi dan jika terjadi perforasi uterus,
kuretase harus dihentikan. Laparoskopi atau laparotomi harus dilakukan
untuk mengetahui tempat terjadinya perforasi.

b. Perdarahan
Merupakan komplikasi yang terjadi sebelum selama dan bahkan setelah
tindakan kuretase. Oleh karena itu, oksitosin intravena dilakukan sebelum
memulai tindakan kuretase sehingga mengurangi kejadian perdarahan ini.

c. Disseminated intravascular coagulopathy (DIC)


Faktor yang dilepaskan jaringan mola mempunyai aktivitas fibrinolitik.
Semua pasien di skrining untuk melihat adanya koagulopati.

29
d. Embolisme trofoblastik
Dapat menyebabkan insufisiensi pernafasan akut. Faktor risiko terbesar
terjadi pada uterus yang lebih besar dari yang diharapkan pada usia gestasi
16 minggu. Keadaan ini bisa fatal.

e. Infeksi pada servikal atau vaginal


Perforasi pada dinding uterus yang tipis selama evakuasi mola dapat
menyebabkan penyebaran infeksi. Ruptur uteri spontan bisa terjadi pada
mola benigna dan mola maligna.

2. Komplikasi maligna14

Mola invasif atau koriokarsinoma berkembang pada 20% kasus mola dan
identifikasi pasien penting untuk tindakan selanjutnya setelah mola komplet,
invasi uteri terjadi pada 15% pasien dan metastase 4 pasien. Tidak terdapat
kasus koriokarsinoma yang dilaporkan selah terjadi mola inkomplet meskipun
ada juga yang menjadi penyakit trofoblastik non metastase yang menetap
yang membutuhkan kemoterapi.

30
BAB IV
ANALISA KASUS

Dari anamnesa Ny. S (36 th) pasien mengeluh keluar darah melalui jalan lahir sejak 1
minggu sebelum masuk rumah sakit. Perdarahan berwarna merah kecoklatan dan nyeri
negatif. Riwayat terlambat haid dengan HPHT 5 April 2017.
Pada pemeriksaan tanda vital didapatkan tekanan darah pasien 110/80 mmHg nadi 80 x/i,
pernafasan 22x/i, dan suhu 36,7˚C. Pemeriksaan fisik abdomen didapatkan nyeri tekan
negatif dan defance musculare, pemeriksaan ginekologik didapatkan adanya perdarahan dan
OUE terbuka. Pada pemeriksaan penunjang didapatkan Hb 10,7g/dl, gravindex test positif.
Pada pemeriksaan USG didapatkan gambaran badai salju “snow storm”, yang merupakan
gambaran khas pada mola hidatidosa.
Pada pasien ini diagnosis sudah tepat berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik dan
pemeriksaan penunjang yang sudah memenuhi kriteria diagnosis tegaknya mola hidatidosa.
Penatalaksanaan pada pasien ini sudah tepat sesuai dengan terapi pada Mola Hidatidosa.
Karena pada Prinsip penatalaksanaannya adalah:
1. Perbaiki keadaan umum
2. Pengeluaran jaringan dengan kuretase atau histerektomi

31
BAB V
KESIMPULAN

1. Perdarahan yang terjadi selama kehamilan muda (walaupun tanpa pembesaran uterus
yang tidak sesuai dengan umur kehamilan) harus dicurigai terhadap kemungkinan
adanya penyakit mola hidatidosa.
2. Diagnosa ditegakkan melalui anamnesa, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan
penunjang.
3. Diagnosa pasti ditegakkan bila adanya gelembung-gelembung mola atau jaringan
mola yang keluar.
4. Bila masih terdapat keraguan dalam penegakkan diagnosa, cara yang sangat
membantu yaitu pemeriksaan USG yang akan memberikan gambaran badai salju.
Pengukuran kadar B-hCG secara serial digunakan dalam mendeteksi penyakit
trofoblas ganas yang terjadi setelah evakuasi jaringan mola.
5. Terdapat 2 cara pengeluaran jaringan mola, yaitu kuretase ataupun histerektomi.

32
DAFTAR PUSTAKA

1. Winkjosastro H. Mola Hidatidosa. Dalam: Ilmu Kebidanan. Edisi ke-3. Jakarta: Yayasan
Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo. 1999.
2. Andrijono. Sinopsis Kanker Ginekologi. Divisi Onkologi, Departemen Obstetri dan
Ginekologi. Jakarta: FKUI, 2004; p. 129-34.
3. Igwebe AO dan Eleje GU. Hydatidiform mole: A Review of Management Outcomes in a
Tertiary Hospital in South-East Nigeria. Ann Med Health Sci Res. 2013; 3(2): 210-4.
4. Heidarpour M dan Khanahmadi M. Diagnostic value of P63 in differentiating normal
gestation from molar pregnancy. J Res Med Sci. 2013; 18(6): 462-6.
5. Moore LE dan Hernandez E. Hydatidiform Mole. 2014. Tersedia dari: http://
emedicine.medscape.com/article/254657-overview#showall [diakses pada 3 Agustus
2017].
6. Mochtar. R. Penyakit Trofoblas. SINOPSIS OBSTETRI. Jilid I. Edisi2. Penerbit Buku
Kedokteran. ECG. Jakarta. 1998. Hal. 238-243.
7. Kumar, V, Abbas, A.K, Fauston, N, Aster, J.C. 2010. The Female Genital Tract Body of
Uterus and Endometrium, In: Pathologic Basis of Disease. Eighth Edition. Sounders:
1024-1027.
8. Jaffar, R, Kalsoom, R., Quershi, A. 2011. Histopathological Review of Partial and
Complete Hydatidiform in A Tertiary Care Hospital, Lahore-Pakistan. Biomedica, 27: 76-
80.
9. Syafii, Aprianti S, Hardjoeno. Kadar β-hCG Penderita Mola Hidatidosa Sebelum dan
Sesudah Kuretase. Journal of Clinical Pathology and Medical Laboratory. 2006. Hal:1-3.
10. Cuninngham. F.G. dkk. “Mola Hidatidosa” Penyakit Trofoblastik Gestasional
Obstetri Williams. Edisi 21. EGG. Jakarta. 2006. Vol 2.Hal 930-938.
11. Sastrawinata, S.R. Mola Hidatidosa. Obstetri Patologik. Bagian Obstetri dan Ginekologi
Fakultas Kedokteran Universitas Padjajaran. Elstar Offset. Bandung.
12. Fitriani R. Mola Hidatidosa. Jurnal Kesehatan Fakultas Kedokteran UIN Alauddin
Makassar. 2009;11(4):1-6.
13. Mansjoer, A. dkk. Mola Hidatidosa. KAPITA SELEKTA KEDOKTERAN. Fakultas
Kedokteran Universitas Indonesia. Jilid I. Media Aesculapius. Jakarta.2001. Hal 265-267
14. Martaadisoebrata. D, & Sumapraja, S. Penyakit Serta Kelainan Plasenta &Selaput Janin.
Ilmu Kebidanan. Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo. Jakarta.

33

Вам также может понравиться