Академический Документы
Профессиональный Документы
Культура Документы
PENDAHULUAN
Mola hidatidosa adalah suatu kehamilan yang berkembang tidak wajar dimana tidak
ditemukan janin hampir seluruh villi korealis mengalami perubahan hidrofili dengan ciri-
ciri stroma villi korealis langka vaskularisasi dan edematus. Jaringan trofoblast pada
villus berploriferasi, dan mengeluarkan hormon yaitu hCG dalam jumlah yang lebih besar
daripada kehamilan biasa. Gambaran yang diberikan ialah seperti buah anggur.1
Mola hidatidosa adalah rare mass atau pertumbuhan yang terbentuk di dalam rahim
pada permulaan kehamilan. Mola hidatidosa atau kehamilan mola merupakan hasil dari
produksi jaringan berlebihan yang seharusnya berkembang menjadi plasenta. Mola
hidatidosa merupakan penyakit trofoblastik gestasional (PTG).2
Frekuensi mola banyak ditemukan di negara-negara asia, Afrika dan Amerika latin
dari pada di negara-negara barat. Mola hidatidosa merupakan penyakit wanita dalam
masa reproduksi antara umur 15 tahun sampai 45 tahun. Penderita dengan kehamilan
mola mempunyai risiko untuk terjadinya kehamilan mola juga pada kehamilan
berikutnya. Insiden molahidatidosa ulangan tersebut dilaporkan sebesar 0,6-2,0% dari
seluruh kehamilan yang terjadi setelahnya di Amerika Utara dan Asia. Penderita dengan
kehamilan molahidatidosa ulangan tersebut mempunyai risiko yang meningkat menjadi
penyakit trofoblas ganas yang persisten pada fase penyakit mola berikutnya.3
1
BAB II
LAPORAN KASUS
I. IDENTITAS PASIEN
Nama : Ny. S
No. RM : 861921
Umur : 36 tahun
Suku bangsa : Indonesia
Agama : Islam
Pendidikan : SMP
Pekerjaan : IRT
Alamat : Simpang Pulai
MRS : 30 Juli 2017
Nama suami : Tn .S
Umur : 45 tahun
Suku bangsa : Indonesia
Agama : Islam
Pendidikan : SMP
Pekerjaan : Wiraswasta
Alamat : Simpang Pulai
II. ANAMNESIS
Keluhan Utama
Keluar darah dari jalan lahir selama 1 minggu.
2
Riwayat Penyakit Dahulu
Hipertensi (-), DM (-), Asma (-), PJK (-), Tumor (-), Kista (-)
Riwayat Penyakit Keluarga
Hipertensi (-), DM (-), Asma (-), PJK (-), Tumor (-), Kista (-)
Riwayat Pernikahan
Status perkawinan : Kawin
Berapa kali : 1 kali
Usia : 16 tahun
3
Riwayat Kehamilan, Persalinan, dan Nifas
Riwayat KB
Metode KB yang pernah dipakai : Spiral
Lama Pemakaian : 3 tahun (masih terpakai)
Komplikasi dari Pemakaian KB : Perdarahan (-), PID/ Radang Panggul (-)
4
Tinggi badan : 164 cm
Berat Badan : 71 kg
a. Kepala
Wajah : Pucat (-) Sianosis (-)
Cloasma Gravidarum : (-)
Konjungtiva : anemis -/-
Sklera : putih
Mulut dan gigi : sianosis (-), lidah kotor (-)
Telinga : dalam batas normal
b. Leher : Pembesaran Kelenjar Tiroid (-), pembesaran KGB (-)
c. Dada :
Inspeksi : bekas luka (-), retraksi (-)
Perkusi : sonor +/+
Palpasi : pengembangan dada simetris +/+
Auskultasi : Cor : BJ I/II reguler, murmur (-), gallop (-)
Pulmo : vesikuler (+/+), ronkhi (-/-), wheezing (-/-).
d. Abdomen
Inspeksi : Simetris, bekas luka operasi (-)
Palpasi : Nyeri tekan (+), defance musculare (+)
Perkusi : Timpani
Auskultasi : Bising usus (+)
e. Genitalia Eksterna : labia mayora/minora : simetris, pembesaran kelenjar bartholini (-)
, pengeluaran vagina (-)
f. Ekstremitas : edema sianosis
- - - -
- - - -
Status Ginekologik
Pemeriksaan Luar : Tidak ada kelainan
Pemeriksaan Dalam : Tidak dilakukan
Portio : Tidak dapat dinilai
OUE : Terbuka
5
Fluksus : Tidak dapat dinilai
Flour : Tidak dapat dinilai
Erosi : Tidak dapat dinilai
Laserasi : Tidak dapat dinilai
Polip : Tidak dapat dinilai
Cav.douglas : Tidak dapat dinilai
V. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Pemeriksaan Laboratorium
1 Agustus 2017
Darah rutin
6
Laboratorium
VI. DIAGNOSIS
Susp. Mola Hidatidosa
VII.PENATALAKSANAAN
IVFD RL 20 gtt/i
Bed Rest Total
Rencana USG
FOLLOW UP
Tanggal Perjalanan penyakit
7
P. Fisik :
Abdomen : nyeri tekan (-) pada regio pubica
A : Mola Hidatidosa
P : IVFD RL 20 gtt/I
Inj. Cefotaxime 2x1gr
PO. Premaston 2x1 tab
Bed Rest Total
Rencana USG
8
RR 22x/i
T 36,7 ͦ C
P. Fisik :
Abdomen : nyeri tekan (-) pada regio pubica
A : Mola Hidatidosa
P : IVFD RL 20 gtt/I
Inj. Cefotaxime 2x1gr
Bed Rest Total
Hasil USG : Molahidatidosa
A/P : - Cek βHCG, T3T4 TSH
- Ro Thorax
- Cek fungsi tiroid
Hasil terlampir
- Cek KDL
Hasil Terlampir
- CTBT
- Sample UTDRS untuk persiapan
operasi II kolf
9
Gambar 2.1 Mola Hidatidosa
10
LAPORAN OPERASI
Nama operator : dr. Zul Andriahta, Sp.OG
Tanggal : 3 Agustus 2017 (pukul 09.50)
DIAGNOSA POST OP
Mola Hidatidosa dan Hipertiroid
Instruksi Post op
- Tidur menggunakan bantal
- Boleh minum bertahap
Terapi Post Op :
- Rawat HCU/ICU
- Inj. Ceftriaxon 1 x 2 gram
- Inj. Metronidazol 3 x 1 flash
- Inj. Tramadol 3 x 1 flash
- Oral : PTU 3 x 2 tab
Propanolol 3 x 1 tab
11
Gambar 2.2 Mola Hidatidosa
12
BAB III
TINJAUAN PUSTAKA
Mola hidatidosa adalah suatu kehamilan yang berkembang tidak wajar dimana tidak
ditemukan janin hampir seluruh villi korealis mengalami perubahan hidrofili dengan ciri-
ciri stroma villi korealis langka vaskularisasi dan edematus. Jaringan trofoblast pada
villus berploriferasi, dan mengeluarkan hormon yaitu hCG dalam jumlah yang lebih besar
daripada kehamilan biasa. Gambaran yang diberikan ialah seperti buah anggur.1
Mola hidatidosa adalah rare mass atau pertumbuhan yang terbentuk di dalam rahim
pada permulaan kehamilan. Mola hidatidosa atau kehamilan mola merupakan hasil dari
produksi jaringan berlebihan yang seharusnya berkembang menjadi plasenta. Mola
hidatidosa merupakan penyakit trofoblastik gestasional (PTG).2
3.2 Epidemiologi
Frekuensi mola banyak ditemukan di negara-negara asia, Afrika dan Amerika latin
dari pada di negara-negara barat. Mola hidatidosa merupakan penyakit wanita dalam
masa reproduksi antara umur 15 tahun sampai 45 tahun. Penderita dengan kehamilan
mola mempunyai risiko untuk terjadinya kehamilan mola juga pada kehamilan
berikutnya. Insiden mola hidatidosa ulangan tersebut dilaporkan sebesar 0,6-2,0% dari
seluruh kehamilan yang terjadi setelahnya di Amerika Utara dan Asia. Penderita dengan
kehamilan mola hidatidosa ulangan tersebut mempunyai risiko yang meningkat menjadi
penyakit trofoblas ganas yang persisten pada fase penyakit mola berikutnya.3
Dalam penelitian terbaru disebutkan bahwa insidensi mola hidatidosa bervariasi dari
0,57/1000 kehamilan hingga 2,0/1000 kehamilan. Insidensi tinggi berasal dari Asia
Tenggara dan Jepan. Sedangkan insidensi rendah berasal dari Amerika Utara, Australia,
Selandia Baru dan Eropa.4
13
Mola hidatidosa biasanya menyerang wanita pada usia reproduksi ekstrim. Wanita
pada masa remaja awal atau usia perimenopause adalah yang paling berisiko. Wanita
yang berusia lebih dari 35 tahun memiliki peningkatan risiko 2 kali lipat. Wanita yang
berusia lebih dari 40 tahun memiliki peningkatan risiko 5-10 kali dibandingkan dengan
wanita yang lebih muda. Jumlah paritas tidak mempengaruhi risiko.5
3.3 Etiologi
1. Faktor ovum
Sel spermatozoa membuahi ovum yang telah kehilangan nukleusnya atau
ovum yang memang sudah patologik atau ovum kosong (empty) sehingga
2. Faktor kromosom
Terdapat penelitian yang membuktikan bahwa kehamilan mola hidatidosa
memiliki penyebab genetik terkait dengan mutasi gen pada kromosom 19.7
14
1. Usia ibu hamil
Mola hidatidosa dapat terjadi pada setiap usia selama masa subur. Faktor
risiko mola hidatidosa akan lebih tinggi pada usia kurang dari 20 tahun dan di
atas 35 tahun, gizi buruk, riwayat obstetrik, etnis dan genetik. Mola komplet
memiliki risiko dan angka kejadian yang lebih besar dibandingkan mola
parsial, serta sering ditemui pada usia pertengahan dengan risiko lebih tinggi
terkena mola komplet 5 sampai 10 kali lipat lebih besar pada wanita hamil
yang berusia belasan atau antara 40 sampai 50 tahun. Bahkan satu dari tiga
4. Paritas tinggi
Ibu multipara cenderung berisiko karena trauma kelahiran atau
penyimpangan transmisi genetik. Paritas ibu hamil diklasifikasikan
perkembangan janin.9
15
6. Diet kurang vitamin A
Diet sehari-hari terutama yang kurang mengandung vitamin A (karoten) dapat
menjadi faktor risiko terjadinya mola hidatidosa yang meningkat sampai 6,29
kali. Hal ini disebabkan karena asam retinoat yang terkandung dalam vitamin A
berfungsi untuk mengontrol proliferasi sel dan merangsang apoptosis. Studi
penelitian membuktikan bahwa penurunan kadar vitamin A menyebabkan
7. Kekurangan protein
Kebutuhan protein sebagai zat pembangun jaringan tubuh dalam
pertumbuhan dan perkembangan janin akan sangat meningkat selama masa
kehamilan. Jika terjadi malnutrisi berupa kekurangan protein, asam folat dan
karoten dalam makanan sehari-hari pada seorang ibu yang sedang hamil,
9. Golongan darah
Seorang wanita dengan golongan darah A menikah dengan pria golongan
3.4 Klasifikasi
Mola hidatidosa terbagi menjadi mola hidatidosa komplet dan parsial, yaitu:
Villi korionik pada mola hidatidosa komplet berubah menjadi suatu masa
vesikel–vesikel jernih. Ukuran vesikel bervariasi dari yang sulit dilihat,
berdiameter sampai beberapa sentimeter dan sering berkelompok– kelompok
menggantung pada tangkai kecil. Temuan Histologik ditandai oleh:
16
b. Tidak adanya pembuluh darah di villus yang membengkak
c. Proliferasi epitel tropoblas dengan derajat bervariasi
17
Tabel 3.1 Gambaran Klasifikasi Mola Hidatidosa10
Patologi
1. Janin Janin Tidak ada
2. Amnion, sel darah Sering dijumpai Tidak ada
3. Edema villus Sering dijumpai Difus
4. Proliferasi Bervariasi, fokal Bervariasi,fokal ringan sedang
Trofoblas Bervariasi, ringan berat
Gambaran Klinis
1. Diagnosis Missed abortion Gestasi mola
2. Ukuran uterus Kecil untuk masa 50% besar untuk
Kehamilan masa kehamilan
3. Kista teka lutein Jarang 25-30%
4. Penyulit medis Jarang Sering
5. Penyakit Pasca Kurang dari 5-10% 20%
Mola
3.5 Patofisiologi
18
2. Teori neoplasma dari Park
3.6Manifestasi Klinis10,13
3.7 Diagnosa
19
10,11
Anamnesis :
Gejala yang dapat ditemukan pada mola hidatidosa adalah sebagai berikut :
20
5. Umumya uterus lebih besar dari usia kehamilan. Hal ini disebabkan
oleh pertumbuhan trofoblastik yang berlebihan, volume vesikuler villi
yang besar rasa tidak enak pada uterus akibat regangan miometrium yang
berlebihan. Pada sebagian besar pasien ditemukan tanda ini tetapi pada
sepertiga pasien uterus ditemukan lebih kecil dari yang diharapkan.
21
10,11
B. Pemeriksaan Fisik
1. usia kehamilan yang tidak sesuai dengan besarnya uterus (tinggi fundus
uteri). Pembesaran uterus yang tidak konsisten ini disebabkan oleh
pertumbuhan trofoblastik yang eksesif dan tertahannya darah dalam uterus.
Tidak teraba bagian janin dan tidak ada bunyi jantung janin.
2. Uji batang sonde (Acosta-Sison / Hanifa) tidak ada tahanan massa
konsepsi.
3. Adanya gejala preeklamsia yang terjadi pada 27% kasus dengan
karakteristik hipertensi (TD>140/90 mmHg), protenuria (>300 mg.dl) dan
edema dengan hiperefleksia. Kejadian kejang jarang didapatkan.
4. Kista teka lutein, yakni kista ovari yang diameternya berukuran >6 cm
yang diikuti oleh pembesaran ovarium. Kista ini tidak selalu dapat teraba
pada pemeriksaan bimanual melainkan hanya dapat diidentifikasi dengan
USG. Kista ini berkembang sebagai respon terhadap tingginya kadar β-
HCG dan akan langsung regresi bila mola telah dievakuasi.
C. Laboratorium10,11
22
Hormon ini dapat dideteksi pada serum maupun urin penderita dan
pemeriksaan yang lebih sering dipakai adalah β-hCG kuantitatif serum.
Pemantauan secara hati-hati dari kadar β-hCG penting untuk diagnosis,
penatalaksanaan dan tindak lanjut pada semua kasus penyakit trofoblastik. Jumlah
β-hCG yang ditemukan pada serum atau pada urin berhubungan dengan jumlah sel-
sel tumor yang ada.
Untuk pemeriksaan Galli mainini 1/300 suspek mola hidatidosa dan jika
1/200 kemungkinan mola hidatidosa atau gemelli. Pengukuran β-hCG pada urin
dengan kadar >100.000 mIU /ml/24 jam dapat dianggap sebagai mola.
10,11
E. USG
Pada kelainan mola, bentuk karakteristik yang khas berupa gambaran seperti
badai salju (snow flake pattern/ snow strom) atau gambaran seperti sarang lebah
(honey comb) dengan atau tanpa kantong gestasi atau janin. Pemeriksaan ini
sebaiknya dilakukan pada setiap pasien yang pernah mengalami perdarahan pada
trimester awal kehamilan dan memiliki uterus lebih besar dari usia kehamilan. USG
dapat menjadi pemeriksaan yang spesifik untuk membedakan antara kehamilan
normal dengan mola hidatidosa. Namun harus diingat bahwa beberapa struktur
lainnya dapat memperlihatkan gambaran yang serupa dengan mola hidatidosa
termasuk mioma uteri dengan kehamilan ini dan kehamilan janin >1. Pada
kehamilan trimester I gambaran mola hidatidosa tidak spesifik sehingga seringkali
sulit dibedakan dari kehamilan anembrionik, missed abortion, abortus inkomplitus
atau mioma uteri. Pada kehamilan trimester II gambaran mola hidatidosa umumnya
lebih spesifik, kavum uteri berisi masa ekogenik bercampur bagian-bagian
anekhoik vesikuler berdiameter antara 5-10 mm.
23
Pada 20-50% kasus dijumpai adanya massa kistik multilokuler di daerah
adneksa. Masa tersebut berasal dari kista teka lutein. Kista ini tidak dapat diketahui
keberadaannya jika hanya dengan pemeriksaan palpasi bimanual.
Gambaran klasik mola adalah adanya pola badai salju (snowstorm pattern) yang
mengindikasikan villi korionik hidrofik. Sementara USG yang high-resolution mampu
menunjukkan suatu masa intrauterin kompleks yang berisi banyak kista kecil (small
cysts).
24
Gambar 3.5 Kista teka lutein
F.
Amniografi10,11
H. T3dan T410,11
25
ditemukan bila suatu jaringan memberikan hormone tiroid berlebihan. Kelenjar tiroid
membuat, menyimpan dan mensekresi hormone T3 (triiodothyronin) dan T4
(thyroxine). Hormon T3 dan T4 berfungsi mengatur metabolisme dalam tubuh
(mempengaruhi setiap sel, jaringan dan organ dalam tubuh).
Triidothyronine (T3) adalah hormon tiroid yang ada dalam darah dengan
kadar yang sedikit yang mempunyai kerja yang singkat dan bersifat lebih kuat
daripada tiroksin (T4). T3 disekresikan atas pengaruh thyroid stimulating hormone
(TSH) yang dihasilkan oleh kelenjar hipofise dan thyroid–releasing hormone
(TRH) yang dihasilkan oleh hipotalamus. T3 didalam aliran darah terikat dengan
thyroxine binding globulin (TBG) sebanyak 38 – 80%, prealbumin 9 – 27% dan
albumin 11 – 35%. Sisanya sebanyak 0.2 – 0.8% ada dalam bentuk bebas yang
disebut free T3. Free T3 meningkat lebih tinggi daripada free T4 pada penyakit
graves dan adenoma toxic. Free T3 dipakai untuk monitoring pasien yang
menggunakan obat anti-tiroid, karena pada pengobatan tersebut, produksi T3
berkurang dan T4 dikonversi menjadi T3. Selain itu, kadar free T3 diprediksi untuk
menentukan beratnya kelainan tiroid.
Thyroxine (T4) di dalam aliran darah ada dalam bentuk free T4 dan yang
terikat dengan protein. Protein pengikat T4 adalah TBG sebanyak 75%, albumin
10% dan prealbumin 15% dari T4 total. Sebagian kecil yaitu 0.03% dari T4 ada
dalam bentuk bebas yang disebut free T4. Free T4 ini merupakan suatu uji
laboratorium yang paling baik untuk mengetahui adanya disfungsi dari kelenjar
tiroid.
a. Mola komplet
26
komplet menunjukkan overekspresi dari beberapa faktor pertumbuhan
(growth factors), termasuk c-myc, faktor pertumbuhan epidermal dan c-erb
B-2. Hal itu tidak dijumpai pada plasenta normal.
b. Mola parsial
Terlihat jaringan janin (fetal tissue), amnion, sel-sel darah merah janin,
villi hidrofik dan proliferasi trofoblas. Menurut Prof. Dr. Djamhoer
Martaadisoebrata, dr.SpOG(K), MSPH, gambaran khas mola hidatidosa
parsial memiliki empat gambaran khas:
1. Kehamilan Ganda
2. Abortus Imminens
3. Hidroamnion
4. Korio Karsinoma
3.9 Penatalaksanaan
27
2. Pengeluaran jaringan
a. Kuretase
1. Dilakukan setelah persiapan pemeriksaan selesai (pemeriksaan
darah rutin, kadar β-hCG serta foto thorak) kecuali bila jaringan mola sudah
keluar spontan.
2. Bila kanalis servikalis belum terbuka, maka dilakukan pemasangan
laminaria dan kuretase dilakukan 24 jam kemudian.
3. Sebelum kuretase terlebih dahulu disiapkan darah dan pemasangan
infus dengan tetesan oksitosin 10 IU dalam 500 cc Dextrose 5%.
4. Kuretase dilakukan sebanyak 2 kali dengan interval minimal 1 minggu.
5. Seluruh jaringan hasil kerokan dikirim ke laboratorium PA.
b. Histerektomi
Untuk mengurangi frekuensi terjadinya penyakit trofoblas ganas sebaiknya
histerektomi dilakukan pada:
keadaan baik, karena akan menjadi normal lagi setelah kadar β-HCG menurun.14
28
4. Pemeriksaan tindak lanjut (follow up)
a. Lama pengawasan berkisar satu sampai dua tahun
b. Setelah pengawasan penderita dianjurkan memakai kontrasepsi
kondom, pil kombinasi atau diafragma dan pemeriksaan fisik dilakukan setiap
kali pada saat penderita datang kontrol
c. Pemeriksaan kadar β-hCG dilakukan setiap minggu sampai
ditemukan kadar β-hCG normal tiga kali berturut-turut
d. Setelah itu pemeriksaan dilanjutkan setiap bulan sampai kadar β-
hCG normal selama 6 kali berturut-turut
e. Bila terjadi remisi spontan (kadar β-hCG, pemeriksaan fisik dan foto
thorak setelah satu tahun semuanya normal) maka penderita tersebut dapat
berhenti menggunakan kontrasepsi dan hamil lagi.
f. Bila selama masa observasi kadar β-hCG tetap atau bahkan
meningkat pada pemeriksaan klinis dan foto thorak ditemukan adanya
metastase maka penderita harus dievaluasi dan dimulai pemberian
kemoterapi.14
3.10 Komplikasi
a. Perforasi uterus
Selama kehamilan kadang-kadang terjadi dan jika terjadi perforasi uterus,
kuretase harus dihentikan. Laparoskopi atau laparotomi harus dilakukan
untuk mengetahui tempat terjadinya perforasi.
b. Perdarahan
Merupakan komplikasi yang terjadi sebelum selama dan bahkan setelah
tindakan kuretase. Oleh karena itu, oksitosin intravena dilakukan sebelum
memulai tindakan kuretase sehingga mengurangi kejadian perdarahan ini.
29
d. Embolisme trofoblastik
Dapat menyebabkan insufisiensi pernafasan akut. Faktor risiko terbesar
terjadi pada uterus yang lebih besar dari yang diharapkan pada usia gestasi
16 minggu. Keadaan ini bisa fatal.
2. Komplikasi maligna14
Mola invasif atau koriokarsinoma berkembang pada 20% kasus mola dan
identifikasi pasien penting untuk tindakan selanjutnya setelah mola komplet,
invasi uteri terjadi pada 15% pasien dan metastase 4 pasien. Tidak terdapat
kasus koriokarsinoma yang dilaporkan selah terjadi mola inkomplet meskipun
ada juga yang menjadi penyakit trofoblastik non metastase yang menetap
yang membutuhkan kemoterapi.
30
BAB IV
ANALISA KASUS
Dari anamnesa Ny. S (36 th) pasien mengeluh keluar darah melalui jalan lahir sejak 1
minggu sebelum masuk rumah sakit. Perdarahan berwarna merah kecoklatan dan nyeri
negatif. Riwayat terlambat haid dengan HPHT 5 April 2017.
Pada pemeriksaan tanda vital didapatkan tekanan darah pasien 110/80 mmHg nadi 80 x/i,
pernafasan 22x/i, dan suhu 36,7˚C. Pemeriksaan fisik abdomen didapatkan nyeri tekan
negatif dan defance musculare, pemeriksaan ginekologik didapatkan adanya perdarahan dan
OUE terbuka. Pada pemeriksaan penunjang didapatkan Hb 10,7g/dl, gravindex test positif.
Pada pemeriksaan USG didapatkan gambaran badai salju “snow storm”, yang merupakan
gambaran khas pada mola hidatidosa.
Pada pasien ini diagnosis sudah tepat berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik dan
pemeriksaan penunjang yang sudah memenuhi kriteria diagnosis tegaknya mola hidatidosa.
Penatalaksanaan pada pasien ini sudah tepat sesuai dengan terapi pada Mola Hidatidosa.
Karena pada Prinsip penatalaksanaannya adalah:
1. Perbaiki keadaan umum
2. Pengeluaran jaringan dengan kuretase atau histerektomi
31
BAB V
KESIMPULAN
1. Perdarahan yang terjadi selama kehamilan muda (walaupun tanpa pembesaran uterus
yang tidak sesuai dengan umur kehamilan) harus dicurigai terhadap kemungkinan
adanya penyakit mola hidatidosa.
2. Diagnosa ditegakkan melalui anamnesa, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan
penunjang.
3. Diagnosa pasti ditegakkan bila adanya gelembung-gelembung mola atau jaringan
mola yang keluar.
4. Bila masih terdapat keraguan dalam penegakkan diagnosa, cara yang sangat
membantu yaitu pemeriksaan USG yang akan memberikan gambaran badai salju.
Pengukuran kadar B-hCG secara serial digunakan dalam mendeteksi penyakit
trofoblas ganas yang terjadi setelah evakuasi jaringan mola.
5. Terdapat 2 cara pengeluaran jaringan mola, yaitu kuretase ataupun histerektomi.
32
DAFTAR PUSTAKA
1. Winkjosastro H. Mola Hidatidosa. Dalam: Ilmu Kebidanan. Edisi ke-3. Jakarta: Yayasan
Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo. 1999.
2. Andrijono. Sinopsis Kanker Ginekologi. Divisi Onkologi, Departemen Obstetri dan
Ginekologi. Jakarta: FKUI, 2004; p. 129-34.
3. Igwebe AO dan Eleje GU. Hydatidiform mole: A Review of Management Outcomes in a
Tertiary Hospital in South-East Nigeria. Ann Med Health Sci Res. 2013; 3(2): 210-4.
4. Heidarpour M dan Khanahmadi M. Diagnostic value of P63 in differentiating normal
gestation from molar pregnancy. J Res Med Sci. 2013; 18(6): 462-6.
5. Moore LE dan Hernandez E. Hydatidiform Mole. 2014. Tersedia dari: http://
emedicine.medscape.com/article/254657-overview#showall [diakses pada 3 Agustus
2017].
6. Mochtar. R. Penyakit Trofoblas. SINOPSIS OBSTETRI. Jilid I. Edisi2. Penerbit Buku
Kedokteran. ECG. Jakarta. 1998. Hal. 238-243.
7. Kumar, V, Abbas, A.K, Fauston, N, Aster, J.C. 2010. The Female Genital Tract Body of
Uterus and Endometrium, In: Pathologic Basis of Disease. Eighth Edition. Sounders:
1024-1027.
8. Jaffar, R, Kalsoom, R., Quershi, A. 2011. Histopathological Review of Partial and
Complete Hydatidiform in A Tertiary Care Hospital, Lahore-Pakistan. Biomedica, 27: 76-
80.
9. Syafii, Aprianti S, Hardjoeno. Kadar β-hCG Penderita Mola Hidatidosa Sebelum dan
Sesudah Kuretase. Journal of Clinical Pathology and Medical Laboratory. 2006. Hal:1-3.
10. Cuninngham. F.G. dkk. “Mola Hidatidosa” Penyakit Trofoblastik Gestasional
Obstetri Williams. Edisi 21. EGG. Jakarta. 2006. Vol 2.Hal 930-938.
11. Sastrawinata, S.R. Mola Hidatidosa. Obstetri Patologik. Bagian Obstetri dan Ginekologi
Fakultas Kedokteran Universitas Padjajaran. Elstar Offset. Bandung.
12. Fitriani R. Mola Hidatidosa. Jurnal Kesehatan Fakultas Kedokteran UIN Alauddin
Makassar. 2009;11(4):1-6.
13. Mansjoer, A. dkk. Mola Hidatidosa. KAPITA SELEKTA KEDOKTERAN. Fakultas
Kedokteran Universitas Indonesia. Jilid I. Media Aesculapius. Jakarta.2001. Hal 265-267
14. Martaadisoebrata. D, & Sumapraja, S. Penyakit Serta Kelainan Plasenta &Selaput Janin.
Ilmu Kebidanan. Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo. Jakarta.
33