Вы находитесь на странице: 1из 33

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Konsep Pengetahuan

2.1.1 Pengertian

Pengetahuan adalah merupakan hasil ”tahu” dan ini terjadi

setelah orang melakukan pengindraan terhadap suatu obyek tertentu.

Pengindraan terjadi melalui panca indra manusia, yakni : indra

penglihatan, pendengaran, penciuman, rasa, dan raba. Sebagian besar

pengetahuan manusia diperoleh melalui mata dan telinga. Pengetahuan

(knowledge) adalah hasil tahu dari manusia, yang bukan sekedar

menjawab pertanyaan ”What” melainkan akan menjawab ”Why” dan

”How” (Notoatmojo, 2010).

2.1.2 Tingkat Pengetahuan

Menurut Wawan (2010), pengetahuan atau kognitif merupakan

domain yang sangat penting untuk terbentuknya tindakan seseorang

(ovent behavior). Dari pengalaman dan penelitian ternyata perilaku

yang didasari oleh pengetahuan akan lebih langgeng dari pada perilaku

yang tidak didasari oleh pengetahuan.

Pengetahuan yang cukup di dalam domain kognitif mempunyai

6 tingkat yaitu (Wawan, 2010) :

1. Tahu (Know)

Tahu diartikan sebagai mengingat suatu materi yang telah

dipelajari sebelumnya. Termasuk ke dalam pengetahuan tingkat ini

12
13

adalah mengingat kembali (recall) terhadap suatu yang spesifik

dan seluruh bahan yang dipelajari atau rangsangan yang telah

diterima. Oleh sebab itu “tahu” ini adalah merupakan tingkat

pengetahuan yang paling rendah.

2. Memahami (Comprehention)

Memahami artinya sebagai suatu kemampuan untuk

menjelaskan secara benar tentang objek yang diketahui dan dimana

dapat menginterpretasikan secara benar. Orang yang telah faham

terhadap objek atau materi terus dapat menjelaskan, menyebutkan

contoh, menyimpulkan, meramalkan dan sebagainya terhadap

suatu objek yang dipelajari.

3. Aplikasi (Application)

Aplikasi diartikan sebagai kemampuan untuk menggunakan

materi yang telah dipelajari pada situasi ataupun kondisi riil

(sebenarnya). Aplikasi disini dapat diartikan aplikasi atau

penggunaan hukum-hukum, rumus, metode, prinsip, dan

sebagainya dalam konteks atau situasi yang lain.

4. Analisis (Analysis)

Analisis adalah suatu kemampuan untuk menyatakan materi

atau suatu objek ke dalam komponen-komponen tetapi masih di

dalam struktur organisasi tersebut dan masih ada kaitannya satu

sama lain.
14

5. Sintesis (Syntesis)

Sintesis yang dimaksud menunjukkan pada suatu

kemampuan untuk melaksanakan atau menghubungkan bagian-

bagian di dalam suatu keseluruhan yang baru.

6. Evaluasi (Evaluation)

Evaluasi ini berkaitan dengan kemampuan untuk

melakukan justifikasi atau penilaian terhadap suatu materi atau

objek. Penilaian-penilaian itu berdasarkan suatu kriteria yang

ditentukan sendiri atau menggunakan kriteria-kriteria yang telah

ada.

2.1.3 Cara Memperoleh Pengetahuan

Menurut Notoatmojo (2010), cara memperoleh pengetahuan

adalah sebagai berikut:

1. Cara Kuno untuk Memperoleh Pengetahuan

a. Cara Coba Salah (Trial and Error)

Cara ini telah dipakai orang sebelum kebudayaan,

bahkan mungkin sebelum adanya peradaban. Cara coba salah

ini dilakukan dengan menggunakan kemungkinan dalam

memecahkan masalah dan apabila kemungkinan itu tidak

berhasil, maka di coba kemungkinan yang lain sampai masalah

tersebut dapat dipecahkan. Itulah sebabnya cara ini disebut

coba-salah (trial and eror).


15

b. Cara Kekuasaan atau Otoritas

Sumber pengetahuan cara ini dapat berupa pimpinan-

pimpinan masyarakat baik formal atau informal, ahli agama,

pemegang pemerintah, dan berbagai prinsip orang lain yang

menerima mempunyai yang dikemukakan oleh orang yang

mempunyai otoritas, tanpa menguji terlebih dahulu atau

membuktikan kebenarannya baik berdasarkan fakta empiris

maupun penalaran sendiri.

c. Berdasarkan Pengalaman Pribadi

Cara ini dengan mengulang kembali pengalaman yang

diperoleh dalam memecahkan permasalahan yang dihadapi

pada masa yang lalu. Apabila dengan cara yang digunakan

tersebut, orang dapat memecahkan masalah yang dihadapi,

maka untuk memecahkan masalah lain yang sama, orang dapat

pula menggunakan cara tersebut. Tetapi bila ia gagal, ia tidak

akan mengulangi cara itu dan berusaha untuk mencari cara

yang lain, sehingga dapat berhasil memecahkannya.

d. Melalui Jalan Pikiran

Yaitu dengan cara menggunakan penalaran dalam

memperoleh kebenaran pengetahuan. Penalaran dengan

menggunakan jalan pikiran ada dua yaitu dengan cara induksi

dan deduksi.
16

1) Penalaran induksi, yaitu penalaran yang berdasarkan atas

cara berpikir untuk menarik kesimpulan umum dari suatu

yang bersifat khusus atau individual.

2) Penalaran deduksi, yaitu penalaran yang berdasarkan atas

cara berpikir yang menarik kesimpulan yang khusus dari

suatu yang bersifat umum.

2. Cara Modern dalam Memperoleh Pengetahuan

Cara baru atau modern dalam memperoleh pengetahuan

disebut metode penelitian ilmiah atau lebih populer disebut

metodelogi penelitian. Metode ilmiah adalah upaya memecahkan

masalah melalui berpikir rasional dan berpikir empiris dan

merupakan prosedur mendapatkan ilmu.

2.1.4 Proses Perilaku “TAHU”

Menurut Notoatmodjo (2010), perilaku adalah semua kegiatan

atau aktifitas manusia baik yang dapat diamati langsung dari maupun

tidak dapat diamati oleh pihak luar. Dari pengalaman dan penelitian

terbukti bahwa perilaku yang didasari oleh pengetahuan akan lebih

langgeng dari pada perilaku yang tidak didasari oleh pengetahuan.

Proses adopsi prilaku sebelum seseorang mengadopsi perilaku,

didalam diri orang tersebut terjadi suatu proses yang berurutan

(Akronim AIETA). Akronim AIETA tersebut yaitu:

1. Awareness (kesadaran) dimana orang tersebut menyadari dalam

arti mengetahui terlebih dahulu terhadap stimulus (objek).


17

2. Interest (merasa tertarik) dimana individu mulai menaruh perhatian

dan tertarik pada stimulus.

3. Evaluation (menimbang-nimbang) individu akan

mempertimbangkan baik buruknya tindakan terhadap stimulus

tersebut bagi dirinya, hal ini berarti sikap responden sudah lebih

baik lagi.

4. Trial, dimana individu mulai mencoba perilaku baru.

5. Adaption, dan sikapnya terhadap stimulus.

2.1.5 Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Pengetahuan

Menurut Wawan (2010), ada beberapa faktor yang

mempengaruhi pengetahuan antara lain :

1. Faktor Internal

a. Pendidikan

Pendidikan berarti bimbingan yang diberikan seseorang

terhadap perkembangan orang lain menuju kearah cita-cita

tertentu yang menentukan manusia untuk berbuat dan mengisi

kehidupan untuk mencapai keselamatan dan kebahagiaan.

Pendidikan diperlukan untuk mendapat informasi misalnya hal-

hal yang menunjang kesehatan sehingga dapat meningkatkan

kualitas hidup. Pendidikan dapat mempengaruhi seseorang

termasuk juga perilaku seseorang akan pola hidup terutama

dalam memotivasi untuk sikap berperan serta dalam

pembangunan (Nursalam, dikutip Wawan 2010). Pada umumnya


18

makin tinggi pendidikan seseorang makin mudah menerima

informasi.

b. Pekerjaan

Pekerjaan adalah keburukan yang harus dilakukan

terutama untuk menunjang kehidupannya dan kehidupan

keluarga. Pekerjaan bukanlah sumber kesenangan, tetapi lebih

banyak merupakan cara mencari nafkah yang membosankan,

berulang dan banyak tantangan, sedangkan bekerja umumnya

merupakan kegiatan yang menyita waktu. Bekerja bagi ibu-ibu

akan mempunyai pengaruh terhadap kehidupan keluarga

(Wawan, 2010).

c. Umur

Umur adalah usia individu yang terhitung mulai saat

dilahirkan sampai berulang tahun. Semakin cukup umur, tingkat

kematangan dan kekuatan seseorang akan lebih matang dalam

berfikir dan bekerja (Wawan, 2010).

2. Faktor Eksternal

a. Faktor Lingkungan

Lingkungan merupakan seluruh kondisi yang ada di

sekitar manusia dan pengaruhnya yang dapat mempengaruhi

perkembangan dan perilaku orang atau kelompok (Wawan,

2010).
19

b. Sosial Budaya

Sistem sosial budaya yang ada pada masyarakat dapat

mempengaruhi dari sikap dalam menerima informasi (Wawan,

2010).

2.1.6 Kriteria Tingkat Pengetahuan

Menurut Wawan (2010), pengetahuan seseorang dapat

diketahui dan diinterpretasikan dengan skala yang bersifat kualitatif,

yaitu :

1. Baik, jika hasil presentasi skor 76% -100%

2. Cukup, jika hasil presentasi skor 56% - 75%

3. Kurang, jika hasil presentasi skor < 56%

Untuk mengetahui tingkat pengetahuan seseorang diukur

dengan mengajukan beberapa pertanyaan yang sudah diuji

kevalidannya kemudian diberikan skor untuk masing-masing

pertanyaan. Data yang terkumpul kemudian dijumlahkan, lalu

dimasukkan ke dalam rumus persentase di bawah ini (Arikunto, 2010):

f
P = n x 100%

Keterangan :

P : Presentase

f : Jumlah jawaban yang diterima

n : Jumlah skor maksimal


20

2.2 Konsep Tuberculosis Paru

2.2.1 Pengertian

Pada pedoman penanggulangan tuberkulosis nasional (2011)

dijelaskan, Tuberculosis adalah penyakit menular langsung yang

disebabkan oleh kuman TB (Mycobacterium Tuberculosis), sebagian

besar kuman TB menyerang paru tetapi dapat juga mengenai organ

lainnya.

Tuberculosis adalah penyakit infeksi menular yang disebabkan

oleh Mycobacterium Tuberculosis (Sylvia, A. 2008).

Tubercolusis adalah penyakit menular yang disebabkan oleh

bakteri Mycobacterium tuberculosis (M. Tuberculosis). Di dunia

tercatat ada 22 negara dengan jumlah kasus Tubercolusis (TB)

terbanyak dunia. Indonesia tercatat sebagai negara penyumbang

pasien TB menular ketiga terbesar di dunia, setelah India dan China

(Aditama, 2009).

TB Paru adalah penyakit infeksi kronis (menahun) yang

disebabkan oleh kuman Mycobakterium tuberculosis, dan biasanya

terdapat pada paru-paru,tetapi mungkin juga pada organ tubuh lainnya

(Misnadiarly, 2009).

Tuberkulosis paru adalah penyakit akibat infeksi kuman

Mycobakterium tuberculosis sistemis sehingga dapat mengenai hampir

semua organ tubuh, dengan lokasi terbanyak di paru yang biasanya

merupakan lokasi infeksi primer (Mansjoer. A, 2010).


21

2.2.2 Patofisiologi

Penularan TB paru terjadi karena kuman dibatukkan atau

dibersinkan keluar menjadi droplet nuclei dalam udara. Partikel infeksi

ini dapat menetap dalan udara bebas selama 1-2 jam, tergantung ada

tidaknya sinar ultraviolet, ventilasi yang buruk dan kelembaban.

Dalam suasana yang gelap kuman dapat bertahan berhari-hari sampai

berbulan-bulan. Bila partikel infeksi ini terhisap oleh orang sehat akan

menempel pada jalan nafas atau paru-paru. Partikel dapat masuk ke

alveolar bila ukuran partikel kurang dari lima mikrometer, kuman akan

dihadapi pertama oleh neutropil kemudian oleh makrofag dan akhirnya

paru-paru terinfeksi (Aditama, 2009).

2.2.3 Diagnosis Tuberkulosis (TB Paru)

1. Diagnosis TB Paru Pada Orang Dewasa

Diagnosis TB paru dapat ditegakkan dengan ditemukannya

BTA positif pada pemeriksaan dahak secara mikroskopis. Hasil

pemeriksaan dikategorikan positif jika sedikitnya dua dari tiga

spesimen SPS BTA positif. Bila hanya 1 spesimen yang positif

perlu diadakan pemeriksaan foto thorax dada atau pemeriksaan

dahak sewaktu pagi sewaktu (SPS) diulang. Jika hasil foto thorax

mendukung TB maka penderita didiagnosis sebagai penderita TB

positif namun jika tidak mendukung TB maka pemeriksaan dahak

diulang. Apabila tersedia fasilitas memadai dapat dilakukan biakan

(Depkes RI, 2011).


22

Ketika ketiga spesimen dahak negatif maka diberikan

antibiotik spektrum luas selama dua minggu. Apabila ada

perubahan yang berarti namun gejala klinis mencurigakan TB,

pemeriksaan dahak SPS diulang. Hasil yang positif didiagnosis

sebagai penderita TB paru BTA positif, tapi jika negatif dilakukan

foto thorax dada. Hasil yang positif mendukung diagnosis sebagai

penderita TB BTA negatif rontgen positif sedangkan hasil yang

tidak mendukung berarti bukan TB (Depkes RI, 2011).

2. Diagnosa Tuberkulosis Ekstra Paru

Gejala TB ekstra paru tergantung organ yang terkena,

misalnya nyeri dada pada TB pleura, pembesaran kelenjar limfe

superfisialis pada limfadenitis tuberculosis dan pembengkakan

tulang belakang pada spondilitis tuberculosis. Ketetapan diagnosis

tergantung kesediaan alat-alat diagnosis (Depkes RI, 2011).

3. Indikasi Pemeriksaan Foto Rontgen Dada

Hal di atas dilakukan jika :

a. Suspek dengan BTA Negatif

Setelah diberikan antibiotik spectrum luas tidak ada

perubahan, pemeriksaan SPS diulang dan hasilnya tetap negatif.

b. Penderitaan dengan BTA Positif

Penderita dengan BTA positif namun dilakukan foto

rontgen jika penderita diduga terdapat komplikasi, sering

hemoptisis berat dan jika hanya 1 dan 3 spesimen dahak SPS

hasilnya BTA positif (Depkes RI, 2011).


23

4. Pemeriksaan Penunjang

Foto toraks, Pemeriksaan dahak, cairan pleura,

Pemeriksaan darah yakni laju endapan darah (LED) serta uji

tuberculin (Depkes RI, 2011).

2.2.4 Penyebab Penyakit Tuberkulosis

Menurut Sjamsuhidayat (2007), penyebab penyakit

tuberkulosis adalah mycobacterium tuberculosis. Basil ini berspora

sehingga mudah dibasmi dengan pemanasan, sinar matahari dan sianar

ultraviolet. Ada dua macam micobacteria penyebab tuberculosis yaitu,

tipe human dan tipe bovin. Basil tipe human berada di bercak ludah

(droplet) di udara yang berasal dari penderita TB dan hal ini

merupakan cara penularan terbanyak. Basil tipe bovin berada dalam

susu sapi yang menderita mastitis tuberculosis dan bila diminum dapat

menyebabkan tuberculosis usus.

2.2.5 Cara Penularan

Menurut pedoman penanggulangan tuberkulosis nasional

(2011), cara penularan tuberkulosis paru antara lain :

1. Sumber penularan adalah pasien TB BTA positif.

2. Pada waktu batuk atau bersin, pasien menyebarkan kuman ke udara

dalam bentuk percikan dahak (droplet nuclei). Sekali batuk dapat

menghasilkan sekitar 3000 percikan dahak.

3. Umumnya penularan terjadi dalam ruangan dimana percikan dahak

berada dalam waktu yang lama. Ventilasi dapat mengurangi jumlah

percikan, sementara sinar matahari langsung dapat membunuh


24

kuman. Percikan dapat bertahan selama beberapa jam dalam

keadaan yang gelap dan lembab.

4. Daya penularan seorang pasien ditentukan oleh banyaknya kuman

yang dikeluarkan dari parunya. Makin tinggi derajat kepositifan

hasil pemeriksaan dahak, makin menular pasien tersebut.

5. Faktor yang memungkinkan seseorang terpajan kuman TB

ditentukan oleh konsentrasi percikan dalam udara dan lamanya

menghirup udara tersebut.

2.2.6 Klasifikasi Penyakit dan Tipe Penderita TB

1. Klasifikasi Penyakit

a. Tuberkulosis paru adalah TB yang menyerang jaringan paru

tidak termasuk pleura berdasarkan hasil pemeriksaan dahak.

TB dibagi menjadi 2 :

1) TB paru BTA positif jika sedikitnya 2 dari 3 spesimen

dahak SPS hasil BTA positif atau hanya 1 dari 3 tapi

didukung oleh foto rontgen.

2) TB paru BTA negatif jika 3 spesimen dahak negatif tapi

foto rontgen mendukung TB paru .

b. Tuberkulosis ekstra paru adalah TB yang menyerang organ

tubuh selain paru.

1) Tuberkulosis ekstra paru ringan misalnya TB kelenjar

limfe, pleuritis eksudativa unilateral tulang (kecuali tulang

belakang), sendi dan kelenjar adrenal.


25

2) Tuberkulosis ekstra paru berat misalnya meningitis, milier,

perikarditis peritonitis, pleuritis eksudativa duplex, TB

tulang belakang, TB usus, saluran kencing dan alat kelamin

(Depkes RI, 2011).

2. Tipe Penderita

Menurut Depkes RI (2011), Tipe penderita ditentukan

berdasarkan riwayat pengobatan sebelumnya. Ada beberapa tipe

penderita yaitu :

a. Kasus Baru adalah penderita yang belum pernah diobati dengan

OAT atau sudah pernah minum OAT kurang dari satu bulan (30

dosis harian).

b. Kambuh (Relaps) adalah penderita yang sebelumnya mendapat

pengobatan dan dinyatakan sembuh kemudian kembali berobat

dengan hasil pemeriksaan dahak positif.

c. Pindahan (Transfer in) adalah penderita yang masih dalam masa

pengobatan namun pindah ke tempat lain disertai surat rujukan.

d. Drop-out adalah penderita yang sudah berobat paling kurang 1

bulan dan berhenti 2 bulan atau lebih kemudian datang kembali

berobat dengan pemeriksaan dahak positif.

e. Lain-lain

1) Gagal yakni penderita tetap/kembali menjadi positif atau

penderita dengan hasil BTA (-) menjadi BTA positif pada

akhir pengobatan.
26

2) Kasus Kronis adalah penderita dengan hasil pemeriksaan

BTA masih positif setelah selesai pengobatan ulang kategori

dua.

3. Tipe TB Paru

a. TB paru primer adalah infeksi pada individu yang sebelumnya

belum pernah kontak dengan tubercle bacilli.

b. TB paru sekunder adalah infeksi yang timbul pada inang yang

sebelumnya telah tersensitisasi (reaktivasi atau jarang yang

berupa reinfeksi).

c. TB paru miliary adalah infeksi yang telah memasuki darah dan

limfatik dan menyebar ke seluruh pulmonal yakni masuk ke

arteri pulmonary dan ke sistemik yakni masuk ke dalam vena

pulmonary. Tuberkulosis miliary dapat berupa TB primer dan

sekunder (Retno, 2010).

4. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Pelaksanaan Program Terapi

pada Penderita TB Paru :

a. Sosial Ekonomi

Pendapatan keluarga berhubungan erat dengan

pelaksanaan terapi pada penderita TB paru. Pendapatan yang

rendah membuat orang tidak dapat hidup layak, membiayai

pengobatan apalagi jika fasilitas kesehatan sulit terjangkau

(Hiswani, 2009).
27

b. Status Gizi

Keadaan malnutrisi atau kekurangan kalori, protein,

vitamin, zat besi dan lainnya akan mempengaruhi daya kerja

obat yang dikonsumsi penderita sehingga penyerapan obat

menjadi kurang maksimal (Hiswani, 2009).

c. Umur

Pada usia produktif organ tubuh sedang berkembang

dengan maksimal sehingga diharapkan bahwa informasi yang

diberikan petugas dapat diserap dengan baik dan akhirnya

melaksanakan program sebagaimana mestinya (Hiswani,

2009).

d. Jenis Kelamin

Penyakit TB lebih banyak menyerang laki-laki karena

merokok dan minum alkohol sehingga menurunkan sistem

kekebalan tubuh dan juga penyerapan terapi TB yang diberikan

(Hiswani, 2009).

e. Lingkungan

Dukungan keluarga dan lingkungan akan membantu

proses penyembuhan, terutama pengobatan jangka panjang

akan membuat penderita TB Paru mengalami kecemasan yang

pada akhirnya membuat pengobatan terputus dan penyakit akan

kambuh (Hiswani, 2009).


28

2.2.7 Prosedur Diagnosa Penderita TB

1. Penemuan Penderita TB paru

Penemuan penderita TB paru dilakukan secara pasif artinya

penjaringan tersangka penderita dilaksanakan pada mereka yang

datang ke unit pelayanan kesehatan. Hal ini didukung dengan

penyuluhan secara aktif baik oleh petugas kesehatan maupun

masyarakat untuk meningkatkan cakupan penemuan tersangka

penderita yang biasa (Depkes RI, 2011).

2. Tanda dan Gejala TB Paru

a. Gejala Utama TB paru adalah batuk lebih dari 4 minggu dengan

atau tanpa sputum.

b. Gejala Tambahan yang sering dijumpai adalah tidak nafsu

makan, berat badan turun rasa kurang enak badan (malaise),

gejala flu, berkeringat malam hari walaupun tanpa kegiatan,

demam meriang lebih dari sebulan, sesak nafas dan nyeri dada

serta batuk darah (Depkes RI, 2011).

3. Penatalaksanaan

a. Jenis Obat

Tabel 2.1 : Jenis, Sifat dan Dosis OAT

Dosis yang
Direkomendasikan (mg/kg
Jenis OAT
BB)
Harian 3x Seminggu
Isoniazid (H), bersifat
bakterisid dikenal dengan INH
dapat membunuh 90% kuman 5 10
dalam beberapa hari, efektif (4-6) (8-12)
saat keadaan metabolism
aktif/saat kuman berkembang.
29

Dosis yang
Direkomendasikan (mg/kg
Jenis OAT
BB)
Harian 3x Seminggu
Rifampicin (R), bersifat
bakterisid membunuh kuman 10 10
dorman (persisten) yang tidak (8-12) (8-12)
dapat dibunuh isoniasid.
Pyrazinamide (Z), bersifat
bakterisid membunuh kuman 25 35
yang berada dalam sel dengan (20-30) (30-40)
suasana asam.
Streptomycin (S) bersifat 15 15
bakterisid (12-18) (12-18)
Ethambutol (E) bersifat 15 30
bakteriostatik (15-20) (20-35)
Sumber : Depkes RI, 2011

b. Prinsip Pengobatan

Pada pedoman penanggulangan tuberkulosis nasional

(2011) dijelaskan, pengobatan tuberkulosis dilakukan dengan

prinsip - prinsip sebagai berikut :

1) OAT diberikan dalam bentuk kombinasi beberapa jenis obat

dan dosis tepat selama 6-9 bulan agar semua kuman dapat

dibunuh. Untuk mencegah resistensi maka diperlukan

pengawas langsung dalam pengobatan yang diberikan dalam

dua tahap yakni tahap intensif clan lanjutan.

2) Pada tahap intensif obat diminum setiap hari untuk

mencegah terjadinya kekebalan terhadap semua OAT

terutama rifampisin. Jika tepat biasanya penderita menular

menjadi tidak menular dalam kurun waktu 2 minggu dan

BTA menjadi negatif pada akhir pengobatan intensif.


30

3) Sedangkan tahap lanjutan obat yang diminum lebih sedikit

namun waktunya yang lama, tahap ini penting untuk

membunuh kuman tidur (dormant) agar tidak terjadi

kekambuhan.

4) OAT harus diberikan dalam bentuk kombinasi beberapa

jenis obat, dalam jumlah cukup dan dosis tepat sesuai

dengan kategori pengobatan. Jangan gunakan OAT tunggal

(monoterapi). Pemakaian OAT-Kombinasi Dosis Tetap

(OAT-KDT) lebih menguntungkan dan sangat dianjurkan.

5) Untuk menjamin kepatuhan pasien menelan obat, dilakukan

pengawasan langsung (DOT = Directly Observed

Treatment) oleh seorang Pengawas Menelan Obat (PMO).

6) Pengobatan TB diberikan dalam 2 tahap yaitu ;

a) Tahap awal (intensif)

(1) Pada tahap intensif (awal) pasien mendapat obat

setiap hari dan perlu diawasi secara langsung untuk

mencegah terjadinya resistensi obat.

(2) Bila pengobatan tahap intensif tersebut diberikan

secara tepat, biasanya pasien menular menjadi tidak

menular dalam kurun waktu 2 minggu.

(3) Sebagian besar pasien TB BTA positif menjadi BTA

negatif (konversi) dalam 2 bulan.


31

b) Tahap Lanjutan

(1) Pada tahap lanjutan pasien mendapat jenis obat lebih

sedikit, namun dalam jangka waktu yang lebih lama

(2) Tahap lanjutan penting untuk membunuh kuman

persisten sehingga mencegah terjadinya kekambuhan

c. Paduan Obat

Pada pedoman penanggulangan tuberkulosis nasional

(2011) dijelaskan, Paduan OAT yang digunakan oleh Program

Nasional Penanggulangan Tuberkulosis di Indonesia adalah

Paduan OAT kategori-1 dan kategori-2 yang disediakan dalam

bentuk paket berupa obat Kombinasi Dosis Tetap (OAT-KDT),

sebagai berikut :

1) Kategori 1 : 2(HRZE)/4(HR)3.

Paduan OAT ini diberikan untuk pasien baru :

a) Pasien baru TB paru BTA positif.

b) Pasien TB paru BTA negatif foto toraks positif

c) Pasien TB ekstra paru

Tabel 2.2 : Dosis Untuk Paduan OAT KDT Untuk


Kategori 1
Tahap Intensif tiap Tahap Lanjutan 3
hari selama 56 hari kali seminggu
Berat Badan
RHZE selama 16 minggu
(150/75/400/275) RH (150/150)
30 – 37 kg 2 tablet 4KDT 2 tablet 2KDT
38 – 54 kg 3 tablet 4KDT 3 tablet 2KDT
55 – 70 kg 4 tablet 4KDT 4 tablet 2KDT
≥ 71 kg 5 tablet 4KDT 5 tablet 2KDT
Sumber : Depkes RI, 2011
32

2) Kategori 2 : 2(HRZE)S/(HRZE)/5(HR)3E3.

Paduan OAT ini diberikan untuk pasien BTA positif

yang telah diobati sebelumnya:

a) Pasien kambuh

b) Pasien gagal

c) Pasien dengan pengobatan setelah putus berobat (default)

Tabel 2.3 : Dosis Untuk Paduan OAT KDT Kategori 2


Tahap Intensif Tahap Lanjutan 3 Kali
Berat Tiap Hari Seminggu
Badan RHZE (150/75/400/275) + S RH (150/150) + E(400)
Selama 56 Selama 28
Selama 20 Minggu
Hari Hari
2 tab 4KDT+
30-37 500 mg 2 tab 2KDT
2 tab 4KDT
kg Streptomisin + 2 tab Etambutol
inj.
3 tab 4KDT+
38-54 750 mg 3 tab 2KDT
3 tab 4KDT
kg Streptomisin + 3 tab Etambutol
inj.
4 tab 4KDT+
55-70 1000 mg 4 tab 2KDT
4 tab 4KDT
kg Streptomisin + 4 tab Etambutol
inj.
5 tab 4KDT+
1000mg 5 tab 2KDT
≥71 kg 5 tab 4KDT
Streptomisin + 5 tab Etambutol
inj.
Sumber : Depkes RI, 2011

3) Disamping kedua kategori ini, disediakan paduan obat

sisipan (HRZE). Paket sisipan KDT adalah sama seperti

paduan paket untuk tahap intensif kategori 1 yang diberikan

selama sebulan (28 hari).


33

Tabel 2.4 : Dosis KDT Untuk Sisipan


Tahap Intensif Tiap Hari Selama 28 Hari
Berat Badan RHZE (150/75/400/275)
30 – 37 kg 2 tablet 4KDT
38 – 54 kg 3 tablet 4KDT
55 – 70 kg 4 tablet 4KDT
≥ 71 kg 5 tablet 4KDT
Sumber : Depkes RI, 2011

d. Pemantauan Kemajuan Hasil Pengobatan

Pemantauan hasil pengobatan dapat dilakukan dengan

pemeriksaan ulang dahak secara mikroskopis 2 kali sewaktu dan

pagi. Jika hasil salah satunya masih positif maka dinyatakan TB

positif juga pemeriksaan foto thorax (Depkes RI, 2011).

e. Hasil Pengobatan

1) Kategori hasil pengobatan seorang penderita adalah sembuh,

pengobatan lengkap, meninggal, pindah, lalai /DO dan gagal.

2) Penderita dinyatakan sembuh jika menyelesaikan pengobatan

secara lengkap dan hasil dahak negatif 2 kali berturut-turut.

3) Pengobatan lengkap adalah menyelesaikan pengobatan tapi

tidak ada hasil pemeriksaan ulang dahak 2 kali berturut-turut.

4) Meninggal adalah penderita yang meninggal dalam masa

pengobatan oleh sebab apapun.

5) Pindah adalah penderita yang pindah berobat ke daerah

kabupaten/kota lain harus disertai surat pindah dan

bersama sisa obat dikirim ke UPK yang baru. Hasil

pengobatan dikirim ke UPK asal.


34

6) Drop out adalah penderita yang tidak mengambil obat 2

bulan berturut-turut atau lebih sebelum masa

pengobatannya selesai.

7) Gagal adalah Penderita BTA positif yang hasil dahaknya

masih tetap positif atau menjadi positif pada satu bulan

sebelum atau akhir pengobatan (Depkes RI, 2011).

f. Indikator Sembuh

Penderita dinyatakan sembuh bila penderita telah

menyelesaikan pengobatannya secara lengkap dan pemeriksaan

dahak ulang (follow up) paling sedikit dua kali berturut-turut dan

hasilnya negatif yaitu pada akhir atau sebulan sebelum akhir

pengobatan dan pada pemeriksaan follow up sebelumnya.

Contoh :

1) Bila hasil pemeriksaan ulang dahak hasilnya negatif pada

akhir pengobatan (AP), pada sebulan sebelum AP dan pada

akhir intensif.

2) Bila hasil pemeriksaan ulang dahak hasilnya negatif pada

AP dan pada akhir intensif (pada penderita tanpa sisipan)

meskipun pemeriksaan ulang dahak pada sebulan sebelum

AP tidak diketahui hasilnya.

3) Bila pemeriksaan ulang dahak hasilnya negatif pada AP dan

setelah sisipan (pada penderita yang mendapat sisipan)

meskipun pemeriksaan ulang dahak pada sebulan sebelum

AP tidak diketahui hasilnya.


35

4) Bila hasil follow up negatif pada sebulam sebelum AP dan

setelah intensif (pada penderita yang mendapat OAT sisipan)

meskipun pemeriksaan ulang dahak AP tidak diketahui

hasilnya. Tindak lanjutnya penderita dianjurkan untuk

memeriksa ulang dahak apabila gejala muncul kembali dengan

mengikuti prosedur tetap (Depkes RI, 2011).

2.3 Konsep Kepatuhan

2.3.1 Pengertian

Patuh adalah suka menurut perintah, taat pada perintah,

sedangkan kepatuhan adalah perilaku sesuai aturan dan berdisiplin

(Sarwono, S. 2009).

Kepatuhan berasal dari kata dasar patuh, yang berarti disiplin

dan taat. Menurut Sacket dalam Niven (2012) kepatuhan adalah sejauh

mana perilaku pasien sesuai dengan ketentuan yang diberikan oleh

professional kesehatan.

Kepatuhan (ketaatan) (compliance atau adherence) adalah

tingkat pasien melaksanakan cara pengobatan dan perilaku yang

disarankan oleh dokternya atau oleh yang lain. Kepatuhan pasien

sebagai sejauh mana prilaku pasien sesuai dengan ketentuan yang

diberikan oleh petugas kesehatan. Penderita yang patuh berobat adalah

yang menyelesaikan pengobatannya secara teratur dan lengkap tanpa

terputus selama minimal 6 bulan sampai dengan 8 bulan

(Notoatmodjo, 2010).
36

2.3.2 Dasar-Dasar Kepatuhan

Menurut Bachori (2009), dasar-dasar kepatuhan terdiri dari

beberapa bagian antara lain :

1. Indoctrination

Sebab pertama warga masyarakat mematuhi kaidah-kaidah

adalah karena dia didoktrinir untuk berbuat demikian. Sejak kecil

manusia telah dididik agar mematuhi kaidah-kaidah yang berlaku

dalam masyarakat sebagaimana halnya dengan unsur-unsur

kebudayaan lainnya.

2. Habituation

Oleh karena sejak kecil mengalami proses sosialisasi, maka

lama kelamaan menjadi suatu kebiasaan untuk mematuhi kaidah-

kaidah yang berlaku.

3. Utility

Pada dasarnya manusia mempunyai kecenderungan untuk

hidup pantas dan teratur, akan tetapi apa yang pantas dan teratur

untuk seseorang, belum tentu pantas dan teratur bagi orang lain.

Karena itu diperlukan patokan tentang kepantasan dan keteraturan

tersebut, patokan tadi merupakan pedoman atau takaran tentang

tingkah laku dan dinamakan kaedah. Dengan demikian, maka salah

satu faktor yang menyebabkan orang taat pada kaidah adalah

karena kegunaan dari pada kaidah tersebut.


37

4. Group Identification

Dari satu sebab mengapa seseorang patuh pada kaidah

adalah karena kepatuhan tersebut merupakan salah satu sarana

untuk mengadakan identifikasi dengan kelompok. Seseorang

mematuhi kaidah-kaidah yang berlaku dalam kelompoknya bukan

karena dia menganggap kelompoknya lebih dominan dari

kelompok-kelompok lainnya, akan tetapi justru karena ingin

mengadakan identifikasi dengan kelompoknya tadi.

Bahkan kadang-kadang seseorang mematuhi kaidah kelompok lain,

karena ingin mengadakan identifikasi dengan kelompok lain

tersebut.

Menurut Nursalam (2011), Sebenarnya kepatuhan merupakan

suatu derajat yang secara kualitatif dapat dibedakan dalam tiga proses,

yaitu:

1. Compliance

Compliance diartikan sebagai suatu kepatuhan yang

didasarkan pada harapan akan suatu imbalan dan usaha untuk

menghindarkan diri dari hukuman yang mungkin dijatuhkan.

Kepatuhan ini sama sekali tidak didasarkan pada suatu keyakinan

pada tujuan kaidah hukum yang bersangkutan dan lebih didasarkan

pada pengendalian dari pemegang kekuasaan. Sebagai akibatnya

maka kepatuhan akan ada, apabila ada pengawasan yang ketat

terhadap pelaksanaan kaidah-kaidah hukum tersebut.


38

2. Identification

Identification terjadi apabila kepatuhan terhadap kaidah

hukum ada bukan karena nilai intrinsiknya, akan tetapi agar

keanggotaan kelompok tetap terjaga serta ada hubungan baik

dengan mereka yang diberi wewenang untuk menerapkan kaidah-

kaidah hukum tersebut. Daya tarik untuk patuh adalah keuntungan

yang diperoleh dari hubungan-hubungan tersebut, sehingga

kepatuhan pun tergantung pada baik buruknya interaksi tadi.

3. Internalization

Pada Internalization seseorang mematuhi kaedah-kaedah

hukum oleh karena secara intrinsik kepatuhan tadi mempunyai

imbalan. Isi kaidah-kaidah tersebut adalah sesuai dengan nilai-

nilainya sejak semula pengaruh terjadi, atau oleh karena dia

merubah pola-pola yang semula dianutnya. Hasil dari proses

tersebut adalah suatu konformitas yang didasarkan pada motivasi

secara intrinsik. Pusat kekuatan proses ini adalah kepercayaan

orang terhadap tujuan dari kaidah-kaidah bersangkutan, terlepas

dari perasaan atau nilai-nilainya terhadap kelompok atau pemegang

kekuasaan maupun pengawasannya.

2.3.3 Variabel yang Mempengaruhi Tingkat Kepatuhan

Beberapa variabel yang mempengaruhi tingkat kepatuhan

menurut Brunner & Suddarth (2008) adalah :

1. Variabel demografi seperti usia, jenis kelamin, status sosio

ekonomi, pengetahuan, dan pendidikan.


39

2. Variabel penyakit seperti keparahan penyakit dan hilangnya gejala

akibat terapi.

3. Variabel program terapeutik seperti kompleksitas program dan efek

samping yang tidak menyenangkan.

4. Variabel psikososial seperti intelegensia, sikap terhadap tenaga

kesehatan, penerimaan, atau penyangkalan terhadap penyakit,

keyakinan agama atau budaya dan biaya finansial dan lainnya yang

termasuk dalam mengikuti regimen hal tersebut diatas juga

ditemukan oleh Bart Smet dalam psikologi kesehatan.

2.3.4 Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Ketidakpatuhan

Faktor – faktor yang mempengaruhi ketidakpatuhan dapat

digolongkan menjadi empat bagian menurut Niven (2012) antara lain :

1. Pemahaman Tentang Instruksi

Tak seorang pun dapat mematuhi instruksi jika ia salah

paham tentang instruksi yang diberikan padanya.

2. Kualitas Interaksi

Kualitas interaksi antara profesional kesehatan dan pasien

merupakan bagian yang penting dalam menentukan derajat

kepatuhan.

3. Isolasi Sosial dan Keluarga

Keluarga dapat menjadi faktor yang sangat berpengaruh

dalam menentukan keyakinan dan nilai kesehatan dan nilai

kesehatan individu serta juga dapat menentukan program

pengobatan yang dapat mereka terima.


40

4. Keyakinan, Sikap dan Kepribadian

Becker et al (1979) dalam Niven ( 2012) telah membuat

suatu usulan bahwa model keyakinan kesehatan berguna untuk

memperkirakan adanya ketidakpatuhan.

2.3.5 Faktor Penentu Derajat Ketidakpatuhan

Menurut Niven (2012), derajat ketidakpatuhan itu ditentukan

oleh beberapa faktor, yaitu:

1. Kompleksitas prosedur pengobatan.

2. Derajat perubahan gaya hidup yang dibutuhkan.

3. Lamanya waktu dimana pasien harus mematuhi program tersebut.

4. Apakah penyakit tersebut benar-benar menyakitkan.

5. Apakah pengobatan itu berpotensi menyelamatkan hidup.

6. Keparahan penyakit yang dipersepsikan sendiri oleh pasien dan

bukan petugas kesehatan.

2.3.6 Strategi Untuk Meningkatkan Kepatuhan

Menurut Smet (1994) dalam Syakira (2009), berbagai strategi

telah dicoba untuk meningkatkan kepatuhan adalah :

1. Dukungan Profesional Kesehatan

Dukungan profesional kesehatan sangat diperlukan untuk

meningkatkan kepatuhan, contoh yang paling sederhana dalam hal

dukungan tersebut adalah dengan adanya teknik komunikasi.

Komunikasi memegang peranan penting karena komunikasi yang

baik diberikan oleh profesional kesehatan baik dokter/perawat

dapat menanamkan ketaatan bagi pasien.


41

2. Dukungan Sosial

Dukungan sosial yang dimaksud adalah keluarga. Para

profesional kesehatan yang dapat meyakinkan keluarga pasien

untuk menunjang peningkatan kesehatan pasien maka

ketidakpatuhan dapat dikurangi.

3. Perilaku Sehat

Modifikasi perilaku sehat sangat diperlukan. Untuk pasien

dengan TB paru diantaranya adalah tentang bagaimana cara untuk

menghindari komplikasi lebih lanjut apabila sudah menderita TB

paru. Modifikasi gaya hidup dan kontrol secara teratur atau minum

obat sangat perlu bagi pasien TB paru.

4. Pemberian Informasi

Pemberian informasi yang jelas pada pasien dan keluarga

mengenai penyakit yang dideritanya serta cara pengobatannya.

2.3.7 Cara Mengukur Kepatuhan

Menurut Notoatmodjo (2010), Kepatuhan berobat dapat

diketahui melalui 7 cara yaitu : keputusan dokter yang didapat pada

hasil pemeriksaan, pengamatan jadwal pengobatan penilaian pada

tujuan pengobatan, perhitungan jumlah tablet pada akhir pengobatan,

pengukuran kadar obat dalam darah dan urin, wawancara pada pasien

dan pengisian formulir khusus. Pernyataan Sarafino hampir sama

dengan Sacket yaitu kepatuhan berobat pasien dapat diketahui melalui

tiga cara yaitu perhitungan sisa obat secara manual, perhitungan sisa

obat berdasarkan suatu alat elektronik serta pengukuran berdasarkan

biokimia (kadar obat) dalam darah/urin.


42

2.4 Penelitian Terkait

1. Dalam penelitian yang dilakukan oleh Yesi Ariani tentang Hubungan

Pengetahuan Penderita Tuberkulosis Paru dengan Kepatuhan dalam

Program Pengobatan Tuberkulosis Paru di Puskesmas Teladan Medan

(2011) dijelaskan, pengetahuan merupakan domain yang sangat penting

untuk terbentuknya tindakan seseorang. Meningkatnya pengetahuan dapat

menimbulkan perubahan persepsi dan kebiasaan serta kepercyaan

penderita tuberkulosis paru dalam melaksanakan program pengobatan.

Penelitian tersebut dilakukan dengan tujuan untuk mengetahui hubungan

pengetahuan pasien tuberkulosis paru dengan kepatuhan penderita

tuberkulosis dalam program pengobatan dengan menggunakan desain

deskriptif korelasi sebagai desain penelitian. Instrumen dibuat dalam

bentuk kuisioner dan dibagi dalam 2 bagian, yaitu kuisioner untuk

mengukur pengetahuan dengan menggunakan skala Guttman dan kuisioner

untuk mengukur kepatuhan dengan menggunakan skala Likert. Jumlah

sampel yang diteliti sebanyak 32 orang dengan menggunakan teknik

convinience sampling. Berdasarkan analisa statistik korelasi Spearman

pada derajat kebebasan dengan α = 0.05 diperoleh nilai ρ = 0.337 dan nilai

p = 0.059 untuk hubungan pengetahuan dengan kepatuhan, ini terdapat

hubungan positif sedang dengan interpretasi memadai antara pengetahuan

dengan kepatuhan penderita tuberkulosis dalam program pengobatan

tuberkulosis paru. Diharapkan perawat dapat memberikan pendidikan

kesehatan secara terstruktur kepada pasien tentang TB Paru dan untuk

penelitian selanjutnya dipandang perlu meneliti faktor-faktor lain yang


43

mempengaruhi kepatuhan penderita tuberkulosis paru dalam

melaksanakan program pengobatan.

2. Dalam penelitian yang dilakukan oleh Rahma Putri Kinasih tentang faktor-

faktor yang berhubungan dengan kesembuhan pasien tuberkulosis paru

basil tahan asam (BTA) positif dewasa di kabupaten pringsewu (2013)

dijelaskan, Tuberkulosis Paru (TB) masih menjadi masalah utama

kesehatan masyarakat. Angka kesembuhan Tuberkulosis Paru di

Kabupaten Pringsewu belum merata, ada beberapa Puskesmas yang angka

kesembuhannya di bawah target indikator. Tujuan penelitian ini adalah

mempelajari faktor-faktor yang berhubungan dengan kesembuhan pasien

Tuberkulosis Paru Basil Tahan Asam (BTA) positif dewasa di Kabupaten

Pringsewu. Penelitian ini menggunakan desain case control. Populasi

kasusnya adalah pasien TB Paru BTA positif dewasa yang dinyatakan

sembuh. Populasi kontrol yaitu pasien TB paru BTA positif dewasa yang

dinyatakan tidak sembuh. Sampel kasus dan kontrol berjumlah 86 orang

yang diperoleh dengan teknik purposive sampling. Hasil menunjukkan

bahwa faktor yang berhubungan dengan kesembuhan pasien TB Paru yaitu

tingkat pendidikan (p=0,000) dan kepatuhan memeriksakan dahak

(p=0,000) dan faktor yang tidak berhubungan yaitu jenis kelamin

(p=0,818), edukasi oleh petugas kesehatan (p=1,000) dan dukungan PMO

(p=0,497).
44

2.5 Kerangka Teoritis

Masalah Tuberculosis Paru di Indonesia

Masalah Tuberculosis Paru di NTB

Masalah Tuberculosis Paru di Kota Mataram

Masalah Tuberculosis Paru di Wilayah Kerja Puskesmas Ampenan

Faktor-faktor
yang Remaja Anak - Anak Dewasa
mempengaruhi
pelaksanaan
program terapi Variabel yang mempengaruhi tingkat
Tipe Penderita
pada penderita kepatuhan adalah :
Tuberculosis Paru :
TBC paru :
1. Kasus Baru 1. Variabel demografi : usia, jenis kelamin,
1. Sosial
2. Kambuh (Relaps) status sosio ekonomi, pengetahuan dan
Ekonomi
3. Pindahan pendidikan.
2. Status Gizi
(Transfer in) 2. Variabel penyakit : keparahan penyakit
3. Umur
4. Drop-out dan hilangnya gejala akibat terapi.
4. Jenis Kelamin
5. Lain-lain 3. Variabel program terapeutik :
5. Lingkungan
kompleksitas program dan efek samping
yang tidak menyenangkan.
4. Variabel psikososial : intelegensia, sikap
terhadap tenaga kesehatan, penerimaan,
Program terapi farmakologi atau penyangkalan terhadap penyakit,
(OAT) keyakinan agama atau budaya dan biaya
finansial dan lainnya.

Ketidakpatuhan Kepatuhan
minum obat minum obat

Kambuh Gagal Kematian Sumber Pengobatan Sembuh


penularan bertambah lama

Gambar 2.1 : Kerangka Teori Penelitian Hubungan Tingkat Pengetahuan Dengan


Kepatuhan Minum Obat Pada Penderita Tuberculosis Paru.
Sumber : Modifikasi teori Depkes RI (2011), Hiswani (2009), Brunner &
Suddarth (2008), dan Niven (2012).

Вам также может понравиться