Академический Документы
Профессиональный Документы
Культура Документы
Infeksi saluran nafas bawah masih tetap merupakan masalah utama dalam bidang kesehatan,
baik di negara berkembang maupun di negara maju. Diseluruh dunia terdapat lebih dari 5 juta
orang per tahun, 10 – 15 kematian per hari.
Infeksi saluran nafas bawah menggambarkan berbagai gejala dan tanda-tanda yang bervariasi
sesuai tingkat keparahan. Gejala yang paling umum adalah batuk, apakah sebagai gejala baru
atau perubahan gejala kronis, gejala lain meliputi produksi sputum, sesak nafas, mengi, nyeri
dada dan demam
BRONKITIS AKUT
Meskipun bronkitis akut salah satu diagnosa yang umum dibuat pada pratek sehari-hari,
namun belum ada definisi yang tepat. Diagnosis banding antara bronkitis akut dan pneumonia
tidak selalu mudah ditegakkan dalam praktek sehari-hari. Diagnosa biasanya ditegakkan
secara klinis. Infeksi trakeobronkial tanpa pneumonia terdiri dari spektum dengan klinis
yang berbeda antara bronkitis akut, bronkitis kronis dan bronkiektasis. Infeksi pada mukosa
trakeobronkial menyebabkan keradangan lokal, peningkatan sekresi lendir dan kerusakan sel-
sel bersilia. Kebanyakan kasus bronkitis akut biasanya disebabkan oleh virus (95%). Semua
virus yang mempengaruhi saluran nafas atas seperti rhinovirus, coronavirus, respiratory
syntitial virus, adenovirus, coxachivirus, virus influenza A dan B serta virus parainfluenza.
Dalam dua studi untuk menegakkan diagnosa yang tepat, etiologi hanya 16% dan 29%
ditemukan virus sebagai penyebab paling umum. Mycoplasma pneumonia dan chlamydia
pneumonia mempunyai peran kecil pada penyakit ini. Namun M. pneumoniae mungkin
menyebabkan lebih banyak kasus bronkitis dari pneumonia, dan C. pneumoniae mungkin
merupakan penyebab penting dari bronkitis akut.
Mendefinisikan akut eksaserbasi bronkitis kronis (AEBK) tidaklah mudah oleh karena tidak
ada ciri khas pada pemeriksaan laboratorium, foto toraks maupun pemeriksaan fisik.
Bronkitis kronis didefinisikan sebagai batuk kronis dan produksi sputum selama minimal tiga
bulan selama dua tahun berturut-turut dan eksaserbasi dikaitkan dengan memburuknya batuk,
peningkatan produksi sputum dan purulensi sputum. Menurut Anthonisen et al, ada tiga
kriteria klinis untuk menegakkan eksaserbasi bronkitis kronis yaitu peningkatan volume
sputum, sputum purulen dan sesak yang bertambah. Seemungal et al, menggunakan kriteria
mayor dan minor untuk mendefinisikan AEBK, kriteria mayor berdasarkan kriteria
Anthonisen sedangkan kriteria minor meliputi sesak, sakit tenggorokan atau gejala flu seperti
hidung tersumbat atau berair. Kriteria eksaserbasi bronkitis kronis meliputi 2 kriteria mayor,
1 mayor dan 1 minor sedikitnya dalam dua hari berturut-turut. Bronkitis kronis disebabkan
terutama oleh merokok. Polusi udara, cuaca dingin dan basah, keturunan, infeksi saluran
pernapasan bawah berulang, dan gangguan immunodeficiency (seperti
hypogammaglobulinemia variabel umum atau kekurangan IgA terisolasi) memainkan peran
pada beberapa pasien.
Dalam keadaan normal, trakeobronkial tree steril. Namun pada pasien dengan bronkitis
kronis, saluran nafas bawah terkolonisasi oleh bakteri, terutama H. influenza, M. catarrhalis
dan streptococcus pneumonia. Sekitar 50% terjadinya eksaserbasi berdasarkan kriteria
Anthonisen, diyakini sebagian kecil disebabkan oleh virus dan sisanya akibat infeksi bakteri.
Adanya paparan terhadap polutan atau bahan iritan (asap rokok atau debu) dan alergi dapat
menimbulkan eksaserbasi. Eksaserbasi dapat menyebabkan rawat inap yang disertai dengan
angka kematian rata-rata 4% pada pasien dengan penyakit ringan-sedang. Tetapi angka ini
dapat lebih tinggi sekitar 24% jika terdapat komplikasi gagal nafas. Beberapa penelitian
menunjukkan bahwa infeksi saluran nafas berulang pada masa anak-anak dapat mempertinggi
risiko terjadinya bronkitis kronis.
DIAGNOSA
Anamnesa
Gejala utama dari infeksi saluran nafas bawah adalah batuk. Pada bronkitis, batuk kering
menandakan adanya keradangan awal pada saluran udara bagian atas, sering berkembang
menjadi batuk yang produktif dalam jumlah sedang dengan sputum mukopurulen dimana
onset biasanya didahului oleh prodormal minimal 24 jam dengan gejala coryza dan faringitis.
Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan fisik dada tergantung dari luas lesi di paru. Tidak ada tanda yang khas pada
pemeriksaan fisik pada bronkitis akut maupun kronis dan biasanya pasien jarang terlihat sakit
kecuali terdapat komplikasi pneumonia. Pada bronkitis, auskultasi dapat terdengar ronkhi
dengan mengi tetapi tidak didapatkan konsolidasi.
Pemeriksaan Penunjang
a. Laboratorium
Pada pemeriksaan laboratorium didapatkan peningkatan jumlah lekosit dan pada hitung jenis
lekosit didapatkan pergeseran kekiri serta terjadi peningkatan LED. Pemeriksaan C-reaktif
Protein (CRP) adalah tes terbaik untuk membedakan antara pneumonia dan infeksi saluran
nafas bawah-non pneumonia.
b. Foto Toraks
Foto toraks merupakan pemeriksaan penunjang utama untuk menegakkan diagnosa serta juga
dapat untuk membedakan infeksi saluran nafas bawah yang lain. Pada bronkitis tidak
terdapat tanda-tanda konsolidasi dan tidak ada gambaran infiltrat pada foto toraks.
c. Spesimen dahak
Spesimen yang dapat digunakan untuk mendiagnosa etiologi dari infeksi saluran nafas bawah
antara lain berasal dari sputum (dahak), aspirasi trakeobronkial, bilasan bronkus dan bilasan
trakea. Sputum purulen bukan suatu nilai prediktif untuk membedakan penyebab infeksi oleh
karena virus atau bakteri. Pemeriksaan dahak secara mikroskopis dan kultur tidak membantu
dalam membedakan penyebab infeksi yang berasal dari saluran nafas atas atau saluran nafas
bawah. Namun beberapa pendapat menyatakan bahwa tes tersebut harus dilakukan untuk
identifikasi organisme penyebab.
PENATALAKSANAAN
Bronkitis Akut
Pemberian antibiotik belum menunjukkan manfaat yang konsisten pada kasus bronkitis akut.
Beberapa laporan menunjukkan bahwa 65-80% pasien dengan bronkitis akut mendapatkan
antibiotik meskipun ada bukti yang menunjukkan tidak efektif kecuali pada kasus bronkitis
akut yang dicurigai suatu pertusis. Pemberian antibiotik pada bronkitis akut
direkomendasikan pada pasien dengan risiko komplikasi serius dan adanya penyakit
komorbid (diabetes mellitus, gagal jantung kongestif)
Obat batuk
Berhenti merokok (smoking cessation)
Imunisas
Pneumonia nosokomial adalah penyakit yang cukup sering ditemui dalam praktik klinik di
Rumah Sakit. Jumlah kejadian setiap tahun diperkirakan mencapai 5-10 pasien/1000 kasus
rawat inap. Di Amerika Serikat, pneumonia nosokomial menempati urutan kedua penyakit
nosokomial dengan jumlah kejadian terbanyak.
Belum ada data pasti angka kejadian pneumonia nosokomial di Indonesia. Namun, angka
mortalitas yang masih sangat tinggi (33-50%) membuat pneumonia nosokomial masih harus
menjadi perhatian besar dokter di Indonesia. Panduan praktik klinik dan Clinical Pathway
dibutuhkan untuk memberikan gambaran penatalaksanaan yang tepat.
Pneumonia nosokomial dikategorikan sebagai onset dini bila sudah muncul 4-5 hari setelah
masuk Rumah Sakit. Bila pasien menderita pneumonia nosokomial >5 hari setelah dirawat di
Rumah Sakit maka dikategorikan sebagai onset lambat.
1.levofloxacin 1x70 mg iv
2.movifloxacin 1 x 400 mg iv
3. ciprofloxacin 3 x 400 mg iv
4.