Вы находитесь на странице: 1из 117

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 LATAR BELAKANG


Pelayanan Puskesmas harus memenuhi keselamatan masyarakat (public
safety) dalam rangka melindungi kepentingan pasien, masyarakat dan petugas.
Untuk itu pelayanan Puskesmas harus dilakukan sesuai standar, sehingga
diperlukan suatu standar Puskesmas.
Dengan adanya pedoman pelayanan ruangan pemeriksaan umum maka
dapat ditetapkan standar dalam memberikan pelayanan kesehatan perorangan.
Pemenuhan input dan proses pada manajemen dan sumber daya, serta
setiap upaya di Puskesmas berdampak pada output Puskesmas (Bandura,
1996), oleh karena itu perlu disusun buku Pedoman Pelayanan Ruangan
Pemeriksaan Umum Puskesmas di Dawarblandong yang harus
diimplementasikan oleh karyawan Puskesmas khususnya petugas ruangan
kesehatan umum yang berhadapan langsung dengan pasien.

1.2 TUJUAN PEDOMAN


1.2.1 TUJUAN UMUM
Tersedianya pedoman penyelenggaraan pelayanan ruangan pemeriksaan
umum Puskesmas sehingga tercapai pelayanan kesehatan yang aman dan
bermutu agar terwujud derajat kesehatan masyarakat yang optimal.
1.2.2 TUJUAN KHUSUS
1. Sebagai pedoman bagi manajemen Puskesmas dalam penyelenggaraan
pelayanan kesehatan di ruangan pemeriksaan umum
2. Sebagai pedoman bagi petugas ruangan pemeriksaan umum dalam
memberikan pelayanan kesehatan perorangan

1.3 SASARAN PEDOMAN


1. Tim Manajemen Puskesmas Dawarblandong
2. Petugas ruangan pemeriksaan umum Puskesmas Dawarblandong

1.4 RUANG LINGKUP PEDOMAN

Upaya Kesehatan Perseorangan di ruangan pemeriksaan umum meliputi :


1. Konsultasi kesehatan dan pengobatan oleh dokter umum
2. Pemeriksaan kesehatan/pemberian surat keterangan sehat

PEDOMAN PELAYANAN RUANGAN PEMERIKSAAN UMUM 1


3. Tindakan bedah minor oleh dokter umum
4. Penerimaan Pasien baru rawat inap
5. Pelayanan rujukan

1.5 BATASAN OPERASIONAL


Upaya Kesehatan Perseorangan ruangan pemeriksaan umum adalah suatu
kegiatan dan/atau serangkaian kegiatan pelayanan kesehatan yang ditujukan
untuk peningkatan, pencegahan, penyembuhan penyakit, pengurangan
penderitaan akibat penyakit dan memulihkan kesehatan perseorangan yang
dilakukan oleh ruangan pemeriksaan umum.

PEDOMAN PELAYANAN RUANGAN PEMERIKSAAN UMUM 2


BAB II

STANDAR KETENAGAAN

2.1 KUALIFIKASI SUMBER DAYA MANUSIA

NO UNIT PELAYANAN KOMPETENSI MINIMAL PELATIHAN TAMBAHAN

1 Ruangan a.Dokter umum dengan STR a. PPGD/BLS,ATLS,ACLS


pemeriksaan umum dan SIP yang masih berlaku
b.Tatalaksana Gizi Buruk

c.Tatalaksana Penyakit
Menular Langsung

d.Tatalaksana Penyakit
Menular Bersumber
Binatang

e.Program TB Strategis
DOTS

f.Pemberian Obat Secara


Rasional

g.IMS, VCT, PITC/HIV

h.Tatalaksana Penyakit
Tidak Menular dan Faktor
Resiko PTM

b.Perawat minimal DIII a.PPGD untuk


Keperawatan dengan STR dan perawat/BLS/BCLS
SIK yang masih berlaku dan
b.MTBS
memiliki SK Pelimpahan
Tugas dan Wewenang c.Tatalaksana Gizi Buruk

d.Perkesmas

e.IMS

PEDOMAN PELAYANAN RUANGAN PEMERIKSAAN UMUM 3


2.2 DISTRIBUSI KETENAGAAN

NO UNIT PELAYANAN KUALIFIKASI JUMLAH


1 Puskesmas Dawarblandong Dokter umum 2
Perawat fungsional 15
2 Puskesmas Pembantu Randegan Perawat fungsional -
Bidan fungsional 1
3 Ponkesdes Suru Perawat fungsional 1
Bidan fungsional -

4 Ponkesdes Gunungsari Perawat fungsional 1


Bidan fungsional -
5 Ponkesdes Brayublandong Perawat fungsional 1
Bidan fungsional -
6 Ponkesdes Madureso Perawat fungsional 1
Bidan fungsional -
7 Ponkesdes Talunblandong Perawat fungsional 1
Bidan fungsional -
8 Ponkesdes Gunungan Perawat fungsional 1
Bidan fungsional -
9 Ponkesdes Cendoro Perawat fungsional 1
Bidan fungsional -
10 Ponkesdes Pucuk Perawat fungsional 1
Bidan fungsional -
11 Ponkesdes Dawarblandong Perawat fungsional 1
Bidan fungsional -
12 Ponkesdes Jatirowo Perawat fungsional 1
Bidan fungsional -
13 Ponkesdes Temuireng Perawat fungsional 1
Bidan fungsional -
14 Ponkesdes Cinandang Perawat fungsional 1
Bidan fungsional -
15 Ponkesdes Banyulegi Perawat fungsional 1
Bidan fungsional -

PEDOMAN PELAYANAN RUANGAN PEMERIKSAAN UMUM 4


2.3 JADWAL KEGIATAN

Adapun jam buka pelayanan Ruangan Pemeriksaan Umum di Puskesmas


Dawarblandong adalah sebagai berikut :

1) Hari Senin – Kamis : 08.00 – 14.00


2) Hari Jum’at : 08.00 – 11.30
3) Hari Sabtu : 08.00 – 12.30

2.4 STRUKTUR ORGANISASI


(DILAMPIRKAN)

PEDOMAN PELAYANAN RUANGAN PEMERIKSAAN UMUM 5


BAB III

STANDAR FASILITAS

3.1 DENAH RUANG

Puskesmas mempunyai denah bangunan yang berisi letak ruangan-ruangan


yang dimilikinya untuk memberikan informasi ke masyarakat tentang tempat/lokasi
pelayanan. Ruangan di Puskesmas diberikan papan nama sesuai dengan jenis
pelayanannya.

Keterangan:

a. Warna kuning : Meja Administrasi


b. Warna hijau : Meja Dokter
c. Warna biru : Bed/ tempat tidur
d. Warna merah : Lemari perlengkapan dan dokumen

3.2 STANDAR FASILITAS

3.2.1 PERALATAN

Peralatan Puskesmas adalah peralatan medis dan non medis termasuk


mebelair dan bahan habis pakai yang dimiliki Puskesmas untuk melaksanakan
kegiatan program di Puskesmas, yang mencakup rincian informasi mengenai
peralatan.
Ketentuan mengenai peralatan di Puskesmas:

PEDOMAN PELAYANAN RUANGAN PEMERIKSAAN UMUM 6


1. Setiap peralatan yang digunakan untuk kegiatan harus mempunyai
penanggung jawab dalam hal penggunaan dan pemeliharaan peralatan
yang menjadi tanggung jawabnya. Kinerja setiap penanggung jawab alat
dievaluasi.
2. Setiap ruangan di Puskesmas mempunyai daftar inventaris. Seluruh
sarana dan prasarana yang ada perlu diinventarisasi dan diperiksa ulang
apakah dalam kondisi yang memenuhi syarat dalam jumlah, jenis dan
kondisinya.
3. Penilaian Peralatan:
a. Berfungsi : jika alat yang dimiliki dapat digunakan untuk kegiatan
pelayanan kesehatan di Puskesmas.
b. Tidak berfungsi adalah: jika peralatan Laboratorium peralatan yang
dimiliki tidak dapat digunakan untuk kegiatan pelayanan kesehatan.
4. Setiap Puskesmas harus dilengkapi dengan peralatan pencegahan dan
penanggulangan kebakaran dan peralatan K3 (Keamanan dan
Keselamatan Kerja) untuk melindungi petugas dan orang di sekitarnya,
yaitu:
a. Pemadam kebakaran.
b. Alat Pertolongan Pertama Pada Kecelakaan (P3K).
c. Set peralatan pencegahan infeksi/APD set, terdiri dari:
1) Sarung tangan.
2) Sepatu karet/alas kaki tertutup/sepatu boot.
3) Masker.
4) Kaca mata goggle/pengaman mata.
5) Apron plastik tebal/celemek/schort panjang 52 inci.
5. Puskesmas mempunyai prosedur baku untuk mengatasi terjadinya
kecelakaan dalam Puskesmas. Prosedur tersebut harus disertai dengan
instruksi kerja yang menjelaskan secara rinci tata cara mengatasi
kecelakaan akibat kebakaran, sengatan listrik, ledakan, tumpahan bahan
kimia dan bahan infeksius.
6. Peralatan yang digunakan harus memenuhi standar mutu, keamanan dan
keselamatan.
7. Peralatan harus terjamin kebersihan dan sterilitasnya terutama untuk
peralatan yang kontak dengan cairan tubuh harus dievaluasi. Instrumen
yang siap digunakan harus dalam keadaan steril.
8. Peralatan harus terlihat bersih sehabis dipakai,langsung dicuci, atau
disetrika, disimpan pada tempatnya dengan rapi dan tertutup sehingga

PEDOMAN PELAYANAN RUANGAN PEMERIKSAAN UMUM 7


tidak ada debu yang menempel. Semua peralatan harus bersih dari debu,
kotoran, bercak dan cairan, dll.
9. Penyimpanan alat kesehatan:
a. Alat yang dibungkus: Bungkusan steril disimpan dalam lemari tertutup
di bagian yang tidak terlalu sering dijamah, suhu udara sejuk dan
kering atau kelembaban rendah. Jika ragu-ragu akan sterilitas paket,
maka alat itu dianggap tercemar dan harus disterilkan kembali sebelum
pemakaian.
b. Alat yang tidak dibungkus harus segera digunakan setelah dikeluarkan.
Alat yang tersimpan dalam wadah steril dan tertutup apabila yakin tetap
steril paling lama untuk 1 (satu) minggu, tetapi bila ragu-ragu harus
disterilkan kembali.
c. Jangan menyimpan alat dalam larutan. Simpan alat dalam keadaan
kering. Mikroorganisme dapat tumbuh dan berkembang biak pada
larutan antiseptik maupun desinfektan, sehingga dapat
mengkontaminasi dan menyebabkan infeksi.
10. Permukaan alat.
a. Permukaan instrumen metal harus bebas karat/cacat/terkelupas.
b. Permukaan peralatan yang dicat harus utuh dan bebas dari
goresan/cacat.
c. Peralatan dari plastik atau kain pelapis harus utuh (tidak bocor/robek).
11. Roda peralatan jika ada harus lengkap dan berfungsi baik.
12. Pasokan oksigen harus dievaluasi secara berkala, dengan ketentuan:
a. Harus ada dua tabung oksigen dengan satu regulator dan pengukur
aliran untuk mengatur kadar oksigen.
b. Tabung oksigen cadangan harus selalu terisi penuh.
13. Pemeliharaan alat kesehatan di Puskesmas.
Pemeliharaan peralatan mempunyai tujuan mencegah resiko kerusakan
peralatan yang digunakan untuk diagnosis, pengobatan, pemantauan dan
perawatan pasien. Ketentuan pemeliharaan:
a. Peralatan harus dirawat/dipelihara dengan baik lengkap agar fungsinya
tetap terjaga serta dapat digunakan sesuai kebutuhan dan peraturan
yang berlaku sesuai dengan spesifikasi.
b. Setiap Puskesmas harus mempunyai prosedur baku disertai dengan
instruksi kerja yang menjelaskan secara rinci tata cara penggunaan
alat.
c. Peralatan berfungsi bila dapat digunakan untuk kegiatan.

PEDOMAN PELAYANAN RUANGAN PEMERIKSAAN UMUM 8


d. Seluruh kegiatan yang berkaitan dengan pemeliharaan, kalibrasi dan
perbaikan peralatan harus dilaksanakan sesuai dengan prosedur dan
instruksi kerja yang ada. Prosedur dan instruksi kerja tersebut harus
dievaluasi secara berkala.
e. Peralatan medis yang digunakan di Puskesmas harus diuji dan
dikalibrasi secara berkala oleh pengkalibrasi yang berwenang.
f. Program pemeliharaan sarana dan peralatan perlu disusun dan
dilaksanakan secara konsisten agar pelayanan dan penyelenggaraan
program kegiatan Puskesmas berjalan dengan lancar dan tidak terjadi
hambatan akibat ketidak tersedianya sarana dan alat.
g. Pemeliharaan dan kalibrasi peralatan berkala dan menjadi tanggung
jawab Puskesmas dan Dinas Kesehatan.
h. Dalam mempergunakan alat khusus seperti EKG, radiologi, inkubator,
dll sebelumnya harus dilakukan uji fungsi dan uji coba serta program
pelatihan untuk mempergunakannya.
14. Puskesmas harus dilengkapi dengan peralatan medis dan non medis yang
memadai sesuai dengan jenis pelayanan yang diberikan.
Peralatan non medis di Puskesmas terdiri dari:
a. Kendaraan bermotor sesuai dengan kebutuhan pelayanan
Puskesmas.
b. Alat-alat komunikasi :
1) Mampu mengadakan komunikasi keluar Puskesmas.
2) Berupa alat komunikasi internal dan eksternal berupa telepon
seluler, telepon
c. Mebelair.
1) Bersih dari debu, kotoran, cemaran, cairan dan lain-lain.
2) Jumlah dan jenis sesuai kebutuhan.
3.2.1.1 PERALATAN RUANGAN PEMERIKSAAN UMUM
No Peralatan Ruangan Pemeriksaan Umum Jumlah alat yang
berfungsi baik

A 1. Alat pembaca foto rontgen (film viewer) 1

2. Tempat sampah medis bertutup 1

3. Tempat sampah non medis bertutup 1

4. Lembar kartu tes baca 1

5. Tes buta warna (Buku Ishihara-Kanehara) 1

PEDOMAN PELAYANAN RUANGAN PEMERIKSAAN UMUM 9


6. Stetoskop 1

7. Tensimeter 1

8. Pen light 1

9. Alat pengukur tinggi badan 1

10. Timbangan Badan 1

11. Termometer 1

B Mebelair

1. Tempat tidur periksa dan 1


perlengkapannya (perlak, bantal, sprei, dan
sarung bantal)
2. Meja kerja ½ biro 1

3. Kursi kerja pemeriksa 1

4. Kursi hadap pasien 1

5. Komputer 1

C Bahan habis pakai sesuai kebutuhan

1. Masker -

2. Sarung tangan -

3. Tissue -

4. Sabun cair -

5. Emergency box -

PEDOMAN PELAYANAN RUANGAN PEMERIKSAAN UMUM 10


BAB IV

TATA LAKSANA PELAYANAN

4.1 LINGKUP KEGIATAN

Upaya kesehatan perorangan yang dilakukan oleh ruangan pemeriksaan


umum meliputi kegiatan :
1. Pengkajian awal klinis
2. Penyusunan rencana layanan medis
3. Pelayanan klinis
4. Pemberian asuhan keperawatan
5. Pemberian pendidikan/penyuluhan pasien
6. Pembedahan minor oleh dokter umum
7. Pelayanan terpadu (kerja sama antar ruangan pelayanan)
8. Proses pelimpahan tugas dan wewenang
9. Pengisian berkas rekam medis
10. Pelaksanaan informed consent
11. Pelayanan rujukan

4.2 METODE KEGIATAN


Metode pelaksanaan upaya pelayanan ruangan pemeriksaan umum adalah
dengan membuka pelayanan kesehatan di Puskesmas sesuai jadwal dan mengkaji
serta menangani penyakit secara individual.

4.3 LANGKAH KEGIATAN

4.3.1 PENGKAJIAN AWAL KLINIS

Pengkajian awal klinis adalah wawancara yang dilakukan terhadap pasien


dan atau keluarga pasien untuk mengumpulkan data penyakit. Pengkajian awal
klinis dapat dilakukan oleh dokter dan perawat.
Tata cara melakukan pengkajian awal klinis adalah sebagai berikut :
1. Petugas melakukan anamnesa penyakit
2. Petugas menanyakan keluhan utama
3. Petugas menanyakan riwayat penyakit sekarang/perjalanan penyakit (sejak
kapan, durasi, frekuensi, sifat)
4. Petugas menanyakan keluhan tambahan (sejak kapan , durasi, frekuensi,
sifat)
5. Petugas menanyakan riwayat penyakit dahulu

PEDOMAN PELAYANAN RUANGAN PEMERIKSAAN UMUM 11


6. Petugas menanyakan riwayat penyakit dalam keluarga
7. Petugas menanyakan pengobatan yang sudah didapat/obat apa yang sedang
dikonsumsi
8. Petugas memberitahu akan dilakukan pemeriksaan fisik
9. Petugas menjelaskan maksud pemeriksaan fisik
10. Petugas melakukan pemeriksaan fisik meliputi inspeksi, palpasi, perkusi,
auskultasi
11. Petugas memberitahukan kepada pasien tentang hasil pemeriksaan
12. Petugas mencatat anamnesa dan seluruh hasil pemeriksaan pasien ke dalam
berkas rekam medis
Bila kajian dilakukan oleh perawat maka perawat melaporkan hasil kajian
kepada dokter untuk dikonsultasikan, kecuali jika perawat mendapat pelimpahan
tugas dan wewenang maka perawat dapat menggunakan hasil kajian untuk
menegakkan diagnosa dan memberikan terapi.

4.3.2 PENYUSUNAN RENCANA LAYANAN MEDIS

Penyusunan rencana layanan medis adalah penyusunan rencana layanan


yang akan dilakukan pada pasien, seperti rencana pemeriksaan penunjang,
pemberian terapi/ tindakan. Penyusunan rencana layanan medis harus berdasarkan
indikasi medis dan mempertimbangkan kondisi dan pendapat pasien. Penyusunan
rencana layanan medis juga harus tercata di berkas rekam medis.
4.3.3 PELAYANAN KLINIS

Pelayanan klinis yang diberikan harus berdasarkan buku/standar acuan yang


jelas. Dalam hal ini telah disusun acuan dalam menangani 20 penyakit terbesar di
puskesmas dengan mengacu kepada Permenkes RI Nomor 5 Tahun 2014 tentang
Panduan Praktik Klinis Bagi Dokter di Fasilitas Pelayanan Kesehatan Primer
4.3.3.1 COMMON COLD
Common cold adalah suatu infeksi virus pada selaput hidung, sinus dan
saluran udara yang besar.
PENYEBAB
Berbagai virus yang berbeda menyebabkan terjadinya common cold:
# Picornavirus (contohnya rhinovirus)
# Virus influenza
# Virus sinsisial pernafasan.
Ketiganya mudah ditularkan melalui ludah yang dibatukkan atau
dibersinkan oleh penderita.Belum diketahui apa yang menyebabkan
seseorang lebih mudah tertular pilek pada suatu saat dibandingkan waktu

PEDOMAN PELAYANAN RUANGAN PEMERIKSAAN UMUM 12


lain. Kedinginan tidak menyebabkan pilek atau meningkatkan resiko untuk
tertular. Kesehatan penderita secara umum dan kebiasaan makan seseorang
juga tampaknya tidak berpengaruh. Kelompok yang secara pasti lebih mudah
tertular adalah orang-orang yang :
- mempunyai kelainan pada hidung atau tenggorokan (misalnya pembesaran
amandel) - kelelahan atau stres emosional
- alergi di hidung atau tenggorokan
- wanita pada pertengahan siklus menstruasi.
GEJALA
Gejala mulai timbul dalam waktu 1-3 hari setelah terinfeksi.Biasanya
gejala awal berupa rasa tidak enak di hidung atau tenggorokan. Kemudian
penderita mulai bersin-bersin, hidung meler dan merasa sakit ringan.
Biasanya tidak timbul demam, tetapi demam yang ringan bisa muncul pada
saat terjadinya gejala.Hidung mengeluarkan cairan yang encer dan jernih dan
pada hari-hari pertama jumlahnya sangat banyak sehingga mengganggu
penderita. Selanjutnya sekret hidung menjadi lebih kental, berwarna kuning-
hijau dan jumlahnya tidak terlalu banyak. Gejala biasanya akan menghilang
dalam waktu 4-10 hari, meskipun batuk dengan atau tanpa dahak seringkali
berlangsung sampai minggu kedua.
KOMPLIKASI
Komplikasi bisa memperpanjang terjadinya gejala:
# Infeksi saluran udara (trakea) disertai sesak di dada dan rasa terbakar
# Gangguan pernafasan yang lebih berat terjadi pada penderita bronkitis atau
asma yang menetap
# Infeksi bakteri pada telinga, sinus atau saluran udara (infeksi
trakeobronkial).
DIAGNOSA
Diagnosis ditegakkan berdasarkan gejala-gejalanya
PENGOBATAN
Penderita diusahakan selalu dalam keadaan hangat dan nyaman, serta
diusahakan agar tidak menularkan penyakitnya kepada orang lain. Jika
terdapat demam atau gejala yang berat, maka penderita harus menjalani tirah
baring di rumah.Minum banyak cairan akan membantu mengencerkan sekret
hidung sehingga lebihmudah untuk dikeluarkan/dibuang.
Untuk meringankan nyeri atau demam pada anak-anak maupun
dewasa, bisa diberikan parasetamol(dewasa 3x500mg, anak 10-15mg/kgBB/x
3-4x /hari) atau ibuprofen (dewasa 3-4x 400mg, anak dengan BB> 7kg 5-
10mg/kgBB/x, 3-4x/hari).

PEDOMAN PELAYANAN RUANGAN PEMERIKSAAN UMUM 13


Pada penderita dengan riwayat alergi, pemberian antihistamin(CTM dewasa
3-4x/hari, anak 0,35mg/kgBB/hari terbagi 3 dosis) bisa membantu
mengeringkan hidung yang meler terus menerus.
Dapat diberikan dekongestan seperti efedrin : dosis dewasa 3x10mg,
anak >2th 0,8-1,6mg/kgBB terbagi 3 dosis, iliadin anak (2-6th 2-3 tetes/hari),
iliadin dewasa. Batuk merupakan satu-satunya cara untuk membuang sekret
dan debris dari saluran pernafasan. Oleh karena itu sebaiknya batuk tidak
perlu diobati, kecuali jika sangat mengganggu dan menyebabkan penderita
susah tidur.
Jika batuknya hebat, bisa diberikan obat anti batuk:
-GG : dosis dewasa 3x100-200mg, anak 10mg/kgBB/hari terbagi 3 dosis
-Bromexin : dosis 1mg/kgBB/hari terbagi 3 dosis
-OBH: dosis dewasa 3xC I (tidak boleh untuk anak-anak)
-OBP : dosis dewasa 3xC I, anak (<2th 3xcth ¼, 2-6th 3xcth1/2, 6-12th 3xcth
I, >12th 3x cth II)
Dapat diberikan vitamin : vitamin C atau vitamin BC
Antibiotik tidak diberikan untuk mengobati common cold
PENCEGAHAN
Antibodi yang terbentuk pada saat seseorang terserang pilek akan menurun
setelah beberapa waktu dan virus penyebab pilek jumlahnya sangat banyak,
karena itu orang terus terserang pilek dari waktu ke waktu di sepanjang
hidupnya.
Belum ditemukan vaksin yang efektif untuk setiap jenis virus pernafasan.
Tindakan pencegahan yang paling baik adalah menjaga kebersihan.
Banyak virus common cold yang ditularkan melalui kontak dengan ludah yang
terinfeksi, karena itu untuk mengurangi penularan sebaiknya sering mencuci
tangan, membuang tisu kotor pada tempatnya serta membersihkan
permukaan barang-barang.

4.3.3.2 HIPERTENSI PRIMER


Hipertensi adalah kondisi terjadinya peningkatan tekanan darah sistolik lebih
dari ≥ 140 mmHg dan atau diastolik ≥ 90 mmHg.
Hasil Anamnesis (Subjective)
Keluhan
Mulai dari tidak bergejala sampai dengan bergejala. Keluhan hipertensi antara
lain: sakit/nyeri kepala, gelisah, jantung berdebardebar, pusing, leher kaku,
penglihatan kabur, dan rasa sakit di dada. Keluhan tidak spesifik antara lain
tidak nyaman kepala, mudah lelah dan impotensi.

PEDOMAN PELAYANAN RUANGAN PEMERIKSAAN UMUM 14


Faktor Risiko
Faktor risiko dibedakan dalam 2 kelompok, yaitu kelompok yang dapat
dimodifikasi dan yang tidak dapat dimodifikasi.
Hal yang tidak dapat dimodifikasi adalah umur, jenis kelamin, riwayat
hipertensi dan penyakit kardiovaskular dalam keluarga.
Hal yang dapat dimodifikasi, yaitu:
a. Riwayat pola makan (konsumsi garam berlebihan).
b. Konsumsi alkohol berlebihan.
c. Aktivitas fisik kurang.
d. Kebiasaan merokok.
e. Obesitas.
f. Dislipidemia.
g. Diabetus Melitus.
h. Psikososial dan stres.
Hasil Pemeriksaan Fisik dan Pemeriksaan Penunjang Sederhana
(Objective)
Pemeriksaan Fisik
Pasien tampak sehat, dapat terlihat sakit ringan-berat.
Tekanan darah meningkat (sesuai kriteria JNC VII).
Nadi tidak normal.
Pada pasien denganhipertensi, wajib diperiksa status neurologis, akral, dan
pemeriksaan fisik jantungnya (JVP, batas jantung, dan rochi).
Pemeriksaan Penunjang
Urinalisis (proteinuri atau albuminuria),
tes gula darah,
tes kolesterol (profil lipid),
ureum,kreatinin,funduskopi,EKG dan foto thoraks. (dirujuk ke RS)
Penegakan Diagnosis (Assessment)
Diagnosis Klinis
Diagnosis ditegakkan berdasarkan anamnesis dan pemeriksaan fisik.
Tabel 23. Klasifikasi tekanan darah berdasarkan Joint National Committee VII
(JNC VII)

PEDOMAN PELAYANAN RUANGAN PEMERIKSAAN UMUM 15


Diagnosis Banding
a. Proses akibat white coat hypertension.
b. Proses akibat obat.
c. Nyeri akibat tekanan intraserebral.
d. Ensefalitis.
Rencana Penatalaksanaan Komprehensif (Plan)
Penatalaksanaan
Peningkatan tekanan darah dapat dikontrol dengan perubahan gaya hidup.

Penatalaksanaan
Peningkatan tekanan darah dapat dikontrol dengan perubahan gaya hidup.

PEDOMAN PELAYANAN RUANGAN PEMERIKSAAN UMUM 16


Pemberian obat anti hipertensi merupakan pengobatan jangka panjang.
Kontrol pengobatan dilakukan setiap 2 minggu atau 1 bulan untuk
mengoptimalkan hasil pengobatan.
a. Hipertensi tanpa compelling indication
1. Hipertensi stage-1 dapat diberikan diuretik (HCT 12.5-50 mg/hari,
furosemid 2x20-80 mg/hari), atau pemberian penghambat ACE (captopril
2x12,5-100 mg/hari ), penyekat reseptor beta (bisoprolol 5-10mg/hari dosis
tunggal, maksimal 20mg), penghambat kalsium ( amlodipin 5-10 mg/hari, atau
nifedipin 1-2x10mg) atau kombinasi.
2. Hipertensi stage-2.
3. Bila target terapi tidak tercapai setelah observasi selama 2 minggu, dapat
diberikan kombinasi 2 obat, biasanya golongan diuretik, tiazid dan
penghambat ACE atau penyekat reseptor beta atau penghambat kalsium
4. Pemilihan anti hipertensi didasarkan ada tidaknya kontraindikasi dari
masing-masing antihipertensi diatas.Sebaiknya pilih obat hipertensi yang
diminum sekali sehari atau maksimum 2 kali sehari.
b. Hipertensi compelling indication (lihat tabel)
Bila target tidak tercapai maka dilakukan optimalisasi dosis atau ditambahkan
obat lain sampai target tekanan darah tercapai (kondisi untuk merujuk ke
Spesialis).

PEDOMAN PELAYANAN RUANGAN PEMERIKSAAN UMUM 17


c. Kondisi khusus lain
1. Obesitas dan sindrom metabolik
Lingkar pinggang laki-laki >90 cm/perempuan >80 cm. Tolerasi glukosa
terganggu dengan GDP ≥ 110 mg/dl, tekanan darah minimal 130/85 mmHg,
trigliserida tinggi ≥150 mg/dl, kolesterol HDL rendah <40 mg/dl (laki-laki) dan
<50 mg/dl (perempuan)
Modifikasi gaya hidup yang intensif dengan terapi utama ACE, pilihan lain
reseptor AII, penghambat calsium dan penghambat ᵝ.
2. Hipertrofi ventrikel kiri
Tatalaksana tekanan darah agresif termasuk penurunan berat badan, restriksi
asupan natrium dan terapi dengan semua kelas antihipertensi kecuali
vasodilator langsung, yaitu hidralazin dan minoksidil
3. Penyakit Arteri Perifer
Semua kelas antihipertensi, tatalaksana faktor risiko dan pemberian aspirin.
4. Lanjut Usia
Diuretik (tiazid) mulai dosis rendah 12,5 mh/hari. Obat hipertensi lain
Golongan metildopa, penyekat reseptor β, antagonis kalsium,
vasodilator.mempertimbangkan penyakit penyerta
5. Kehamilan
Golongan metildopa, penyekat reseptor β, antagonis kalsium, vasodilator.
Penghambat ACE dan antagonis reseptor AII tidak boleh digunakan
selama kehamilan.

PEDOMAN PELAYANAN RUANGAN PEMERIKSAAN UMUM 18


Konseling dan Edukasi
Edukasi individu dan keluarga tentang pola hidup sehat untuk mencegah dan
mengontrol hipertensi seperti:
a. Gizi seimbang dan pembatasan gula, garam dan lemak (Dietary
Approaches To Stop Hypertension).
b. Mempertahankan berat badan dan lingkar pinggang ideal.
c. Gaya hidup aktif/olah raga teratur.
d. Stop merokok.
e. Membatasi konsumsi alkohol (bagi yang minum).
Edukasi tentang cara minum obat di rumah, perbedaan antara obat-obatan
yang harus diminum untuk jangka panjang (misalnya untuk mengontrol
tekanan darah) dan pemakaian jangka pendek untuk menghilangkan gejala
(misalnya untuk mengatasi mengi), cara kerja tiap-tiap obat, dosis yang
digunakan untuk tiap obat dan berapa kali minum sehari.
Penjelasan penting lainnya adalah tentang pentingnya menjaga kecukupan
pasokan obat-obatan dan minum obat teratur seperti yang disarankan
meskipun tak ada gejala.Individu dan keluarga perlu diinformasikan juga agar
melakukan pengukuran
kadar gula darah, tekanan darah dan periksa urin secara teratur.
Pemeriksaan
komplikasi hipertensi dilakukan setiap 6 bulan atau minimal 1 tahun sekali.
Komplikasi
Hipertrofi ventrikel kiri, proteinurea dan gangguan fungsi ginjal,aterosklerosis
pembuluh darah, retinopati, stroke atau TIA, infark myocard, angina pectoris,
serta gagal jantung
Kriteria rujukan
a. Hipertensi dengan komplikasi.
b. Resistensi hipertensi.
c. Krisis hipertensi (hipertensi emergensi dan urgensi).
Prognosis
Prognosis umumnya bonam apabila terkontrol

4.3.3.3 DISPEPSIA
Dispepsia merupakan sindrom atau kumpulan gejala yang terdiri dari nyeri atau rasa
tidak nyaman di epigastrium, mual, muntah, kembung, cepat kenyang, perut terasa
penuh, dan sendawa.
Diagnosis

PEDOMAN PELAYANAN RUANGAN PEMERIKSAAN UMUM 19


Dispepsia secara umum dibagi menjadi dispepsia organik dan dispepsia fungsional.
Dispepsia organik disebabkan oleh berbagai penyakit yang menunjukkan gangguan
patologis baik secara struktural atau biokimiawi. Apabila pada pemeriksaan
penunjang diagnostik tidak ditemukan adanya kelainan maka termasuk dalam
dispepsia fungsional. ROME III mengklasifikasikan dispepsia fungsional menjadi
Epigastric Pain Syndrom (EP) dan Postprandial Distress Syndrom (PD). Dispepsia
fungsional ditegakkan dengan kriteria:
1. Terdapat minimal satu dari gejala rasa penuh setelah makan, rasa cepat
kenyang, nyeri epigastrium, dan rasa terbakar di epigastrium
2. Tidak ada bukti kelainan struktural, termasuk endoskopi, yang menerangkan
penyebab keluhan diatas
3. Keluhan terjadi selam 3 bulan dalam waktu 6 bulan terakhir sebelum
diagnosis ditegakkan
Dispepsia fungsional tipe EP ditegakkan bila memenuhi semua kriteria dibawah ini,
yaitu :
1. Rasa nyeri atau sensasi terbakar di daerah epigastrium dengan kualitas nyeri
sedang, setidaknya sekali seminggu
2. Rasa nyeri bersifat intermitent
3. Tidak dirasakan di bagian perut atau dada yang lain
4. Tidak membaik dengan defekasi atau flatus
5. Tidak memenuhi kriteria untuk kelainan kandung empedu atau sfingter Oddi
6. Kriteria pendukung lain adalah nyeri tidak bersifat retrosternal, nyeri
dipengaruhi oleh makanan tapi bisa muncul juga saat puasa.
Sementara dispepsia fungsional tipe PD ditegakkan bila memenuhi salah satu
kriteria, yaitu :
1. Rasa penuh yang mengganggu setelah makan dengan porsi normal,
dirasakan beberapa kali seminggu
2. Rasa cepat kenyang sehingga tidak menghabiskan makanannya, dirasakan
beberapa kali seminggu
3. Kriteria pendukung lain adalah rasa kembung, mual, dan sendawa.
Dalam ROME II, untuk kepentingan praktis pengobatan, dispepsia fungsional dibagi
berdasarkan gejala yang dominan yaitu dispepsia tipe ulkus dimana rasa nyeri
epigastrik yang terutama dirasakan, dispepsia tipe dimotil dimana keluhan yang
dominan adalah kembung, mual, muntah, dan rasa cepat kenyang. Dispepsia
dikatakan tipe non-spesifik bila tidak ada keluhan yang dominan. Namun, pembagian
ini dirasa kurang memuaskan karena definisi dispepsia fungsional menjadi tidak
seragam. Selain itu, pengobatanmenjadi lebih bersifat simptomatik dan tidak
mengobati sindrom secara keseluruhan.

PEDOMAN PELAYANAN RUANGAN PEMERIKSAAN UMUM 20


Penatalaksanaan
Pada pasien yang datang pertama kali dan belum dilakukan investigasi terhadap
keluhan dispepsianya, terdapat 6 strategi yang terdiri atas
1. Pastikan bahwa keluhan kemungkinan besar berasal dari saluran cerna
bagian atas
2. Singkirkan adanya alarm symptom seperti penurunan berat badan yang tidak
dapat dijelaskan, muntah berulang, disfagia yang progresif, atau perdarahan
3. Evaluasi penggunaan obat-obatan. Adakah konsumsi asam asetil salisilat
atau OAINS
4. Bila ada gejala regurgitasi yang khas, maka dapat didiagnosa awal sebagai
GERD dan dapat langsung diterapi dengan PPI. Apabila keluhan EP atau PD
tetap persisten meskipun terapi PPI sudah adekuat, maka diagnosa GERD
menjadi patut dipertanyakan.
5. Tes non-invasif untuk H.pylori, dilanjutkan dengan terapi eradikasi merupakan
pendekatan yang cukup efektif, terutama untuk mengurangi biaya endoscopy.
Strategi ini dapat digunakan bila tidak terdapat alarm symptom. Bila gejala
menetap setelah terapi eradikasi, maka terapi PPI dapat diberikan. Strategi ini
kurang efektif bila diterapkan pada daerah dengan prevalensi H.pylori rendah
6. Endoskopi dapat direkomendasikan pada pasien dengan alarm symptom atau
dengan usia tua (diatas 45-55tahun) (pasien dirujuk ke RS jika ada alarm
symptom).
Pada dispepsia organik, terapi utama adalah dengan menyingkirkan penyebabnya.
Pada dispepsia fungsional, karena patofisiologi yang beragam, penatalaksanaannya
pun masih belum ada yang benar-benar terbukti. Beberapa percobaan klinis
menunjukkan efek placebo masih cukup besar yaitu sekitar 20-60%. Terapi non-
farmakologik seperti psikoterapi, makan dalam jumlah kecil tapi sering, penghentian
kebiasaan merokok, minum alkohol, dan konsumsi obat-obatan OAINS yang tidak
perlu memang disarankan tapi belum ada bukti yang cukup kuat untuk menunjukkan
efikasinya. Beberapa obat yang disarankan adalah obat penghambat asam lambung
seperti antagonis reseptor H2(H2B) (Ranitidin atau Cimetidin 2x1)atau penghambat
pompa proton(PPI) (Omeprazole 2x1). Obat-obatan anti-depresan seperti amitriptilin
dosis kecil juga dikatakan memperbaiki gejala.

4.3.3.4 INFEKSI AKUT SALURAN PERNAFASAN ATAS


ISPA(Infeksi akut Saluran Pernafasan Atas) merupakan penyakit infeksi saluran
nafas yang secara anatomi dibedakan atas saluran nafas atas mulai dari hidung
sampai dengan laring akibat invasi infecting agents yang mengakibatkan reaksi

PEDOMAN PELAYANAN RUANGAN PEMERIKSAAN UMUM 21


inflamasi saluran nafas yang berlangsung tidak lebih dari 14 hari. Hingga saat ini
telah dikenal lebih dari 300 jenis bakteri dan virus sebagai penyebab ISPA.
Klasifikasi penyakit ISPA dibedakan untuk golongan umur di bawah 2 bulan dan
untuk golongan umur 2 bulan-5 tahun.
Golongan Umur Kurang 2 Bulan
Pneumonia Berat
Bila disertai salah satu tanda tarikan kuat di dinding pada bagian bawah atau napas
cepat. Batas napas cepat untuk golongan umur kurang 2 bulan yaitu 60x per menit
atau lebih.
Bukan Pneumonia (batuk pilek biasa)
Bila tidak ditemukan tanda tarikan kuat dinding dada bagian bawah atau napas
cepat.
Tanda Bahaya untuk golongan umur kurang 2 bulan yaitu:
1. kurang bisa minum (kemampuan minumnya menurun sampai kurang dari ½
volume yang biasa diminum)
2. kejang
3. kesadaran menurun
4. stridor
5. wheezing
6. demam
Golongan Umur 2 Bulan-5 Tahun
Pneumonia Berat
Bila disertai napas sesak yaitu adanya tarikan di dinding dada bagian bawah ke
dalam pada waktu anak menarik nafas (pada saat diperiksa anak harus dalam
keadaan tenang, tidak menangis atau meronta).
Pneumonia Sedang
Bila disertai napas cepat. Batas napas cepat ialah:
1. Untuk usia 2 bulan-12 bulan = 50 kali per menit atau lebih
2. Untuk usia 1-4 tahun = 40 kali per menit atau lebih.
Bukan Pneumonia
Bila tidak ditemukan tarikan dinding dada bagian bawah dan tidak ada napas cepat.
Tanda Bahaya untuk golongan umur 2 bulan-5 tahun yaitu:
1. tidak bisa minum
2. kejang
3. kesadaran menurun
4. stridor
5. gizi buruk
Gejala dari ISPA Ringan

PEDOMAN PELAYANAN RUANGAN PEMERIKSAAN UMUM 22


Seseorang anak dinyatakan menderita ISPA ringan jika ditemukan satu atau lebih
gejala-gejala sebagai berikut:
1. Batuk
2. Serak, yaitu anak bersuara parau pada waktu mengeluarkan suara misal pada
waktu berbicara atau menangis).
3. Pilek, yaitu mengeluarkan lender atau ingus dari hidung.
4. Panas atau demam, suhu badan lebih dari 37,5º C atau jika dahi anak diraba
demam.
Gejala dari ISPA Sedang
Seorang anak dinyatakan menderita ISPA sedang jika dijumpai gejala dari ISPA
ringan disertai satu atau lebih gejala-gejala sebagai berikut:
1. Pernafasan lebih dari 50 kali per menit pada anak yang berumur kurang dari satu
tahun atau lebih dari 40 kali per menit pada anak yang berumur satu tahun atau
lebih.
Cara menghitung pernafasan ialah dengan menghitung jumlah tarikan nafas dalam
satu menit. Untuk menghitung dapat digunakan arloji.
2. Suhu lebih dari 390 C (diukur dengan termometer).
3. Tenggorokan berwarna merah.
4. Timbul bercak-bercak merah pada kulit menyerupai bercak campak
5. Telinga sakit atau mengeluarkan nanah dari lubang telinga
6. Pernafasan berbunyi seperti mengorok (mendengkur).
7. Pernafasan berbunyi menciut-ciut.
Gejala dari ISPA Berat
Seorang anak dinyatakan menderita ISPA berat jika dijumpai gejala-gejala ISPA
ringan atau ISPA sedang disertai satu atau lebih gejala-gejala sebagai berikut:
1. Bibir atau kulit membiru.
2. Lubang hidung kembang kempis (dengan cukup lebar) pada waktu bernafas.
3. Anak tidak sadar atau kesadaran menurun
Penegakan Diagnosis
Di puskesmas diagnosis ditegakkan dari gejala dan tanda klinis yang ditemukan
pada pasien sesuai dengan kriteria di atas
Pengobatan (Pengobatan meliputi terapi simptomatis dan antibiotika)
-Terapi simptomatis sesuai keluhan dapat diberikan antipiretik, antitusif,
ekspektoran, antihistamin, dekongestan, vitamin (jenis dan dosis obat lihat di SOP
Common cold)
-Antibiotik pada Terapi Faringitis :
Lini Pertama

PEDOMAN PELAYANAN RUANGAN PEMERIKSAAN UMUM 23


• Amoksisillin: dosis dewasa 3 x 500mg selama 5 hari, dosis anak: 20-
50mg/kgBB/hari terbagi 3 dosis selama 5 hari
Lini Kedua
• Eritromisin (untuk pasien alergi Penicilin): dosis anak: 20-40mg/kgBB/hari terbagi 4
dosis selama 5 hari, Dewasa: 4 x 500mg selama 5 hari
• Kotrimoksazol dewasa 2x 960mg selama 5 hari, anak :48mg/kgBB/hari terbagi 2
dosis selama 5 hari
• Sefalosporin generasi satu (Cefadroxil) : 2x500mg untuk dewasa selama 5 hari,
anak : 30mg/kgBB/hari terbagi 2 dosis selama 5 hari
4.3.3.5 MYALGIA
Myalgia adalah istilah untuk gejala nyeri otot. Oleh karena sebagian besar tubuh kita
memiliki otot, maka gejala myalgia dapat terjadi di bagian tubuh mana saja, atau
bahkan di seluruh tubuh.
Myalgia hanyalah gejala dari suatu penyakit. Myalgia dapat timbul dari berbagai
penyebab, antara lain:
(1) Penyakit infeksi seperti flu, demam berdarah, chikungunya, malaria, polio, cacar
air, dan lain-lain.
(2) Penyakit autoimun, yaitu penyakit dimana sistem kekebalan tubuh menyerang
tubuh sendiri, misalnya lupus eritomatosus sistemik, polimiositis, dan lain-lain.
(3) Obat-obatan tertentu misalnya obat kolesterol, obat darah tinggi, obat HIV/AIDS,
dan sebagainya.
(4) Penggunaan otot berlebihan atau terus menerus, misalnya lari, angkat berat,
berenang, dan sebagainya.
Untuk mengatasi myalgia, seseorang sebaiknya istirahat dan minum obat
penghilang nyeri : ibuprofen 3x1 tab atau parasetamol 3x1 tab atau antalgin 3x1 tab
atau asam mefenamat 3x1 tab atau neurotropik 1-2x1 tab

4.3.3.6 DIABETES MELLITUS TIPE 2


Diabetes Melllitus adalah suatu kumpulan gejala yang timbul pada seseorang yang
disebabkan oleh karena adanya peningkatan kadar gula (glukosa) darah akibat
kekurangan insulin baik absolut maupun relatif
Diabetes mellitus type II, Non Insulin Dependen diabetes mellitus (NIDDM), yang
dahulu dikenal dengan nama Maturity Onset diabetes (MOD) terbagi dua yaitu:
1. Non obesitas
2. Obesitas
Disebabkan karena kurangnya produksi insulin dari sel beta pankreas, tetapi
biasanya resistensi aksi insulin pada jaringan perifer. Biasanya terjadi pada orang
tua (umur lebih 40 tahun) atau anak dengan obesitas.

PEDOMAN PELAYANAN RUANGAN PEMERIKSAAN UMUM 24


Keluhan klasik Diabetes mellitus berupa polyuria, polydipsia, polifagia dan
penurunan berat badan yang tidak dapat dijelaskan sebabnya.Keluhan lain yang
mungkin dikemukakan pasien adalah lemah, kesemutan, gatal, mata kabur dan
disfungsi ereksi pada pria, serta pruritus vulvae pada pasien wanita.Jika keluhan
khas, pemeriksaan glukosa darah sewaktu ≥ 200 mg/dl sudah cukup untuk
menegakkan diagnosis Diabetes mellitus. Hasil pemeriksaan kadar glukosa darah
puasa ≥ 126 mg/dl juga digunakan untuk patokan diagnosis Diabetes mellitus.
Untuk kelompok tanpa keluhan khas Diabetes mellitus, hasil pemeriksaan glukosa
darah yang baru satu kali saja abnormal belum cukup kuat untuk menegakkan
diagnosis Diabetes mellitus. Diperlukan pemastian lebih lanjut dengan mendapat
sekali lagi angka
abnormal, baik kadar kadar glukosa darah puasa ≥ 126 mg/dl, kadar glukosa darah
sewaktu ≥ 200 mg/dl pada hari yang lain, atau dari hasil tes toleransi glukosa oral
(TTGO) didapatkan kadar glukosa darah pasca pembebanan ≥ 200 mg/dl
Tata cara pelaksanaan Tes Toleransi Glukosa Oral :
1. Tiga hari sebelum pemeriksaan makan seperti biasa (karbohidrat cukup).
Kegiatan jasmani seperti yang biasa dilakukan
2. Puasa paling sedikit 8 jam mulai malam hari sebelum pemeriksaan,
minum air putih diperbolehkan
3. Diperiksa kadar glukosa darah puasa
4. Diberikan glukosa 75 gram (orang dewasa) atau 1,75 gram/kgBB (anak-
anak), dilarutkan dalam air 250 ml dan diminum dalam waktu 5 menit
5. Diperiksa kadar glukosa darah 2 (dua) jam sesudah beban glukosa
6. Selama proses pemeriksaan subyek yang diperiksa tetap istirahat dan
tidak merokok

PEDOMAN PELAYANAN RUANGAN PEMERIKSAAN UMUM 25


Penatalaksanaan
Tujuan utama pengobatan adalah untuk menormalkan atau mengontrol kadar gula
didalam darah, meliputi 5 komponen yaitu :
1. Diet
Diet untuk mengotrol berat badan adalah dasar dalam pelaksanaan pengontrolan
gula darah pada penyakit DM.
a. Intake Kalori
Langkah awal dengan menentukan kebutuhan kalori dasar dengan
mempertimbangkan usia, jenis kelamin dan berat badan.
b. Distribusi kalori
Pemberian kalori difokuskan pada jumlah harian dari karbohidrat, protein dan lemak.
2. Exercise/ latihan
Latihan fisik dapat mempermudah transportasi glukosa kedalam sel karena kerja
insulin meningkat dan menurunkan kadar gula dalam darah.
a. Monitor kadar gula darah
b. Pengobatan
Pengobatan pada tipe I (IDDM) hanya dengan menambah insulin dari luar karena
tubuh gagal memproduksi insulin dalam jumlah yang cukup. Pada tipe II (NIDDM)
dilakukan dengan pemberian obat untuk jangka panjang atau pendek, pengaturan
diet serta pemberian insulin.
1. Pendidikan kesehatan

PEDOMAN PELAYANAN RUANGAN PEMERIKSAAN UMUM 26


Informasi yang harus disampaikan yaitu meliputi pengertian DM, penyebab, tanda
dan gejala, akibat lanjut, pengobatan serta perawatan.

2. Terapi obat
Berikut adalah obat-obatan yang sering digunakan dalam terapi Diabetes mellitus

PEDOMAN PELAYANAN RUANGAN PEMERIKSAAN UMUM 27


Obat yang terdapat di puskesmas :
Glibenklamid : dosis 1-2x ½-1 tab per hari, tidak boleh diberikan malam hari
Metformin 2-3x500mg saat makan atau sesudah makan
Glimepirid : 1-4mg/hari

PEDOMAN PELAYANAN RUANGAN PEMERIKSAAN UMUM 28


4.3.3.7 ARTHRITIS REUMATOID
Penyakit autoimun yang ditandai dengan terdapatnya sinovitis erosif simetrik
yang walaupun terutama mengenai jaringan persendian, seringkali juga
melibatkan organ tubuh lainnya.
Hasil Anamnesis (Subjective)
Keluhan
Gejala pada awal onset
Gejala prodromal: lelah (malaise), anoreksia, seluruh tubuh terasa lemah yang
berlangsung berminggu-minggu atau berbulan-bulan. Gejala spesifik pada beberapa
sendi (poliartrikular) secara simetris, terutama sendi :
- PIP (proximal interphalangeal),
- MCP (metacarpophalangeal),pergelangan tangan, lutut, dan kaki.
Gejala sinovitis pada sendi yang terkena: bengkak, nyeri yang diperburuk dengan
gerakan sehingga gerakan menjadi terbatas, kekakuan pada pagi hari > 1 jam.
Gejala ekstraartikular: mata (episkleritis), saluran nafas atas (nyeri tenggorok, nyeri
menelan atau disfonia yang terasa lebih berat pada pagi hari), kardiovaskular (nyeri
dada pada perikarditis), hematologi (anemia).
Faktor Risiko
a. Usia > 60 tahun.
b. Wanita, usia >50 tahun atau menopause.
c. Kegemukan.
d. Pekerja berat dengan penggunaan satu sendi terus menerus.
e. Faktor genetik.
f. Hormon seks.
g. Infeksi tubuh.
Hasil Pemeriksaan Fisik dan Pemeriksaan Penunjang Sederhana (Objective)
Pemeriksaan Fisik
Manifestasi artikular:
Pada lebih dari 3 sendi (poliartritis) terutama di sendi tangan, simetris, immobilisasi
sendi, pemendekan otot seperti pada vertebra servikalis, gambaran deformitas sendi
tangan (swan neck, boutonniere).
Manifestasi ekstraartikular:
a. Kulit: terdapat nodul rheumatoid pada daerah yg banyak menerima penekanan,
vaskulitis.
b. Soft tissue rheumatism, seperti carpal tunnel syndrome atau frozen shoulder.
c. Mata dapat ditemukan kerato-konjungtivitis sicca yang merupakan manifestasi
sindrom Sjorgen, episkleritis/ skleritis. Konjungtiva tampak anemia akibat penyakit
kronik.

PEDOMAN PELAYANAN RUANGAN PEMERIKSAAN UMUM 29


d. Sistem respiratorik dapat ditemukan adanya radang sendi krikoaritenoid,
pneumonitis interstitial, efusi pleura, atau fibrosis paru luas.
e. Sistem kardiovaskuler dapat ditemukan perikarditis konstriktif, disfungsi katup,
fenomena embolisasi, gangguan konduksi, aortritis,kardiomiopati.
Pemeriksaan Penunjang
LED
Pemeriksaan di layanan sekunder atau rujukan horizontal:
a. Faktor reumatoid (RF) serum.
b. Radiologi tangan dan kaki. Gambaran dini berupa pembengkakan jaringan lunak,
diikuti oleh osteoporosis juxta-articular dan erosi pada bare area tulang. Keadaan
lanjut terlihat penyempitan celah sendi, osteoporosis difus, erosi meluas sampai
daerah subkondral.

c. ACPA (anti-cyclic citrullinated peptide antibody) / anti-CCP.


d. CRP.
e. Analisis cairan sendi.
f. Biopsi sinovium/ nodul rheumatoid.
Penegakan Diagnosis (Assessment)
Diagnosis Klinis
Diagnosis RA biasanya didasarkan pada gambaran klinis dan radiografis.
Kriteria Diagnosis
Berdasarkan ACR tahun 1987:
a. Kaku pagi, sekurangnya 1 jam.
b. Artritis pada sekurangnya 3 sendi.
c. Artritis pada sendi pergelangan tangan, metacarpophalanx (MCP) danProximal
Interphalanx (PIP).
d. Artritis yang simetris.
e. Nodul rheumatoid.

PEDOMAN PELAYANAN RUANGAN PEMERIKSAAN UMUM 30


f. Faktor reumatoid serum positif. Hasil positif dijumpai pada sebagianbesar kasus
(85%), sedangkan hasil negatif tidak menyingkirkan adanyaRA.
g. Gambaran radiologik yang spesifik.
h. LED dan CRP meningkat.
i. Analisis cairan sendi: terdapat gambaran inflamasi ringan-sedang.
Untuk diagnosis RA, diperlukan 4 dari 7 kriteria tersebut di atas. Kriteria 1-4
harus minimal diderita selama 6 minggu.
Tabel. Sistem penilaian klasifikasi kriteria RA (American College
ofRheumatology/EuropeanLeague Against Rheumatism, 2010)

Catatan:
a. Kriteria tersebut ditujukan untuk klasifikasi pasien baru.Sebagai tambahan, pasien
dengan penyakit erosif tipikal RA denganriwayat yang sesuai dengan kriteria 2010
ini harus diklasifikasikan kedalam RA. Pasien dengan penyakit lama, termasuk yang
tidak aktif(dengan atau tanpa pengobatan), yang berdasarkan data retrospektifyang
dimiliki memenuhi kriteria 2010 ini harus diklasifikasikan kedalam RA.
b. Diagnosis banding bervariasi diantara pasien dengan manifestasi yangberbeda,
tetapi boleh memasukkan kondisi seperti SLE, artritis psoriatic,dan gout. Jika
diagnosis banding masih belum jelas, hubungi ahlireumatologi.
c. Walaupun pasien dengan skor < 6 dari tidak diklasifikasikan ke dalamRA, status
mereka dapat dinilai ulang dan kriteria ini bisa dipenuhisecara kumulatif seiring
waktu.
d. Keterlibatan sendi merujuk pada sendi yang bengkak atau nyeri
padapemeriksaan, yang dikonfirmasi oleh bukti pencitraan akan adanyasinovitis.

PEDOMAN PELAYANAN RUANGAN PEMERIKSAAN UMUM 31


Sendi interfalang distal, sendi karpometakarpal I, dan sendimetatarsofalangeal I
tidak dimasukkan dalam pemeriksaan. Kategoridistribusi sendi diklasifikasikan
berdasarkan lokasi dan jumlah sendiyang terlibat, ditempatkan ke dalam kategori
tertinggi berdasarkan polaketerlibatan sendi.
e. Sendi-sendi besar merujuk pada bahu, siku, pinggul, lutut, danpergelangan kaki.
f. Sendi-sendi kecil merujuk pada sendi metakarpofalangeal, sendiinterfalang
proksimal, sendi metatarsophalangeal II-V, sendi interfalangibu jari, dan pergelangan
tangan.
g. Dalam kategori ini, minimal 1 dari sendi yg terlibat harus sendi kecil;sendi lainnya
dapat berupa kombinasi dari sendi besar dan sendi keciltambahan, seperti sendi
lainnya yang tidak terdaftar secara spesifikdimanapun (misal temporomandibular,
akromioklavikular,sternoklavikular dan lain-lain).
h. Negatif merujuk pada nilai IU yg ≤ batas atas nilai normal (BAN)laboratorium dan
assay; positif rendah merujuk pada nilai IU yang ≥BAN tetapi ≤ 3x BAN laboratorium
dan assay; positif tinggi merujukpada nilai IU yg > 3x BAN laboratorium dan assay.
Ketika RF hanyadapat dinilai sebagai positif atau negatif, hasil positif harus
dinilaisebagai positif rendah untuk RA. ACPA = anti-citrullinated proteinantibody.
i. Normal/ tidak normal ditentukan oleh standar laboratorium setempat.CRP = C-
reactive protein; LED = Laju Endap Darah.
j. Durasi gejala merujuk pada laporan dari pasien mengenai durasi gejaladan tanda
sinovitis (misal nyeri, bengkak, dan nyeri pada penekanan)dari sendi yang secara
klinis terlibat pada saat pemeriksaan, tanpamemandang status pengobatan.
Diagnosis Banding
a. Penyebab arthritis lainnya
b. Spondiloartropati seronegatif
c. Lupus eritematosus sistemik
d. Sindrom Sjogren
Komplikasi
a. Deformitas sendi (boutonnierre, swan neck, deviasi ulnar)
b. Sindrom terowongan karpal (TCS)
c. Sindrom Felty (gabungan gejala RA, splenomegali, leukopenia, dan ulkus pada
tungkai; juga sering disertai limfadenopati dan trombositopenia)
Rencana Penatalaksanaan Komprehensif (Plan)
Penatalaksanaan
a. Pasien diberikan informasi untuk memproteksi sendi, terutama pada stadium akut
dengan menggunakan decker.
b. Pemberian obat anti inflamasi non-steroid, seperti: diklofenak 50-100 mg 2x/hari,
meloksikam 7,5–15 mg/hari

PEDOMAN PELAYANAN RUANGAN PEMERIKSAAN UMUM 32


c. Pemberian golongan steroid, seperti: prednison atau metil prednisolon dosis
rendah (sebagai bridging therapy).
d. Fisioterapi, tatalaksana okupasi, bila perlu dapat diberikan ortosis.
Kriteria rujukan
a. Tidak membaik dengan pemberian obat anti inflamasi dan steroid dosis rendah.
b. RA dengan komplikasi.
c. Rujukan pembedahan jika terjadi deformitas.
Prognosis
Prognosis adalah dubia ad bonam, sangat tergantung dari perjalanan penyakit dan
penatalaksanaan selanjutnya.

4.3.3.8 DERMATITIS KONTAK ALERGI


Dermatitis merupakan epido-dermitis dengan gejala subyektif pruritus. Obyektif
tampak inflamasi eritema, vesikulsi, eksudasi dn pembentukan sisik. Tanda-tanda
polimorfi tersebut tidk selalu timbul pda saat yang sama. Penyakit bertendensi resisif
dan menjadi kronisDermatitis kontak alergi merupakan dermatitis kontak karena
sensitasi alergi terhadap substansi yang beraneka ragam yang menyebabakan
reaksi peradangan pada kulit bagi mereka yang mengalami hipersensivitas terhadap
alergen sebagai suatu akibat dari pajanan sebelumnya.
Gejala
Kelainan kulit bergantung pada keparahan dermatitis. Pada yang akut dimulai
dengan bercak eritema berbatas tegas, kemudian diikuti edema, papulovesikel,
vesikel atau bula. Vesikel atau bula dapat pecah menimbulkan erosi dan
eksudasi(basah). Pada yang kronis terlihat kulit kering, berskuama, papul, likenifikasi
dan mungkin jugga fisur, batasnya tidak jelas. Kelainan ini sulit dibedaknn dengan
dermatitis kontak iritan kronis; mungkin penyebabnya juga campuran.
Gejala yang umum dirasakan penderita adalah pruritus yang umumnya konstan dan
seringkali hebat (sangat gatal). DKA biasanya ditandai dengan adanya lesi
eksematosa berupa eritema, udem, vesikula dan terbentuknya papulovesikula;
gambaran ini menunjukkan aktivitas tingkat selular. Vesikel-vesikel timbul karena
terjadinya spongiosis dan jika pecah akan mengeluarkan cairan yang
mengakibatkan lesi menjadi basah. Mula-mula lesi hanya terbatas pada tempat
kontak dengan alergen, sehingga corak dan distribusinya sering dapat meiiunjukkan
kausanya,misalnya: mereka yang terkena kulit kepalanya dapat curiga dengan
shampo atau cat rambut yang dipakainya. Mereka yang terkena wajahnya dapat
curiga dengan cream, sabun, bedak dan berbagai jenis kosmetik lainnya yang
mereka pakai. Pada kasus yang hebat, dermatitis menyebar luas ke seluruh tubuh.
Diagnosis

PEDOMAN PELAYANAN RUANGAN PEMERIKSAAN UMUM 33


Diagnosis didasarkan pada hasil diagnosis yang cermat dan pemeriksan klinis yang
teliti.Pertanyaan mengenai kontaktan yang dicurigai didasarkan kelainan kulit yang
ditemukan. Misalnya ada kelainan kulit berupa lesi numularis disekitar umbilikus
berupa hiperpigmentasi, likenifisasi, dengan papul dan erosi, maka perlu ditanyakan
apakah penderita memeakai kancing celana atau kepala ikat pinggan yang terbuat
dari logam(nikel). Data yang berrsal dari anamnesis juga meliputi riwayat pekerjaan,
hobi, obat topikal yang pernah digunakan, obat sistemik, kosmetika, bahan-bahan
yang diketahui dapat menimbulkan alergi, penyakit kulit yang pernah dialami, serta
penyakit kulit pada keluarganya (misalnya dermatitis atopik, psoriasis).
Pemeriksaan fisis sangat penting, karena dengan melihat lokalisasi dan pola
kelainan kulit seringkali dapat diketahui kemungkinan penyebabnya. Misalnya, di
ketiak oleh deodoran, di pergelangan tangan oleh jam tangan, dan di kedua kaki
oleh sepatu. Pemeriksaan hendaknya dilakukan pada seluruh permukaan kulit,
untuk melihat kemungkinan kelainan kulit lain karena sebab-sebab endogen.
Diagnosis didasarkan pada riwayat paparan terhadap suatu alergen atau senyawa
yang berhubungan, lesi yang gatal, pola distribusi yang mengisyaratkan dermatitits
kontak. Anamnesis harus terpusat kepada sekitar paparan tehadap alergen
yangumum. Untuk mengidentifikasi agen penyebab mungkin diperlukan kerja mirip
detektif yang baik.
Diagnosis Banding
Kelainan kulit dermatitis kontak alergik sering tidak menunjukkan gambaran
morfologik yang khas, dapat menyerupai dermatitis atopik, dermtitis numularis,
dermtitis seboroik, atau psoriasis. Diagnosis banding yang utama ialah dengan
dermatitits kontak iritan. Dalam keadaan ini pemeriksaan uji tempel perlu
dipertimbangkan untuk menentukan apakah dermatitis tersebut karena kontak alergi
a.Eksema numularis, yaitu ditandai dengan plak diskret, terskuama, kemerahan,
berbentuk uang logam, dan gatal, serupa dengan dermtitis kontak tetapi tanpa
riwayat paparan terhadap alergen dan lesinya bundar, tidak ada konfigurasi lainnya.
b.Eksema pada tangan, yaitu tidak ada alergen yang dapt dikenali. Sering keadaan
ini hanya dapat dibedakan dari dermatitis kontak alergi dengna uji tempel. Dermatitis
kontak dapat memperparah eksema tangan yang sudah ada sebelumnya
c. Dermatofitosis, yaitu biasanya berbatas tegas pinggir aktif dan bagian tengah
agak menyembuh
d. Kandidiasis, yaitu biasanya dengan lokalisasi yang khas. Efloresensi berupa
eritema, erosi, dan ada lesi satelit.
Pengobatan
Hal yang perlu diperhatikan pada dermatitis kontak adalah upaya pencegahn
terulangnya kontak kembali dengan alergen penyebab, dan menekan kelainan kulit

PEDOMAN PELAYANAN RUANGAN PEMERIKSAAN UMUM 34


yang timbul. Kortikosteroid dapat diberikan dalam jangka pendek untuk mengatasi
peradangan pada dermtitis kontak alergik akut yang ditandai dengan eritema,
edema. Bula atau vesikel, serta ekskluatif, misalnya predinson 30 mg/hari.
Umumnya kelainan kulit akan mereda setelah beberapa hari. Kelainan kulitnya
cukup dikompres dengan larutan garam faal.
Untuk dermatitis kontak alergik yang ringan, atau dermatitis akut yang telah mereda
(setelah mendapat pengobatan kortikesteroid sistemik), cukup diberikan
kortikosteroid topikal. Secara bertahap, dapat diakukan hal-hal dibawah ini :
a. Identifikasi agen-agen penyebab dan jauhlan pasien dari paparan, walaupun
seringkali hal ini sukar, khususnya pada kasus kronik.
b. Tindakan simtomatik untuk mengontrol rasa gatal dengan penggunaaan tunggal
atau dalam bentuk kombinasi:
1) Kompres, pertama-tama gunakan kompres dingin dengan air keran dingin atau
larutan burrow untuk lesi-lesi eksudatif dan basah. Kenakan selama 20 menit tiga
kali sehari. Hindari panas disekitar lesi.
2) Antihistamin oral
Hidroksizin hidroklorida 10-50 mg setiap 6 jam bilamana perlu.
3) Lasio topikal yang mengandung menol, fenol, atau premoksin sangat
bergunauntuk meringankan rasa gatal sementara, dan tidak mensensitisasi, tidak
sepertibenzokain dan difenhidramin. Obat-obatan bebas yang dapat digunakan
antara lain lasio atau obat semprot sarna dan lasio Prax Cetapil dengan mentol
0,25% dan fenol 0,25% dapat dibeli dengan resep dokter.
4)Kortikosteroid topikal, berguna bila daerah yang terkena terbatas atau bila
kortikosteroid oral merupakn kontraindikasi. Kortikosteroid topikal poten diperlukan
untuk mengurangu reaksi dermatitis kontak alergi.
(1) Mengenai tubuh seperti krim, atau salep bermetasson dipropionat 0,05 % dua
kali sehari, atau krim atau salep flusinonid dua samapi tiga kali sehari ke daerah-
daerah yang terkena selama dua minggu.
(2) Jangan gunakan lebih dari atau 2 hari pada wajah, lipat paha atau aksila
5) Kortikosteroid oral : berguna untuk dermatitis kontak alergik sistemik atau yang
mengenai wajah atau pada kasus di mana rasa gatal tidak dapat dikontrol dengan
tindakan-tindakan lokal.
6) Obati setiap infeksi bakteri sekunder.
7) Perintahkan pasien untuk tidak menggunakan obat bebas, misalnya benadril
topikal atau benzokain topikal. Obat-obat tersebut dapat menyebabkan reaksi alergi
atau iritasi tambahan.

PEDOMAN PELAYANAN RUANGAN PEMERIKSAAN UMUM 35


8) Pasien dengan penyakit kronik yang tidak memberikan respons terhadap terapi
dan penghindaran semua penyebab yang dicurigai harus dirujuk ke ahli kulit atau
ahli alergi untuk tes tempel.
Prognosis
Prognosis dermatitis kontak alergi umumnya baik, sejauh bahan kontaknya dapat
disingkirkan. Prognosis kurang baik dan menjadi kronis bila bersamaan dengan
dermatitis oleh faktor endogen.
4.3.3.9 FARINGITIS AKUT
Faringitis merupakan peradangan dinding faring yang disebabkan oleh virus (40-
60%), bakteri (5-40%), alergi, trauma, iritan, dan lain-lain.
DEFINISI
Faringitis adalah Inflamasi atau infeksi dari membran mukosa faring (dapat juga
tonsilo palatina).
Faringitis akut biasanya merupakan bagian dari infeksi akut orofaring yaitu tonsilo
faringitis akut, atau bagian dari influenza (rinofaringitis).
PENYEBAB
Faringitis bisa disebabkan oleh virus maupun bakteri.
– Virus (yaitu rhinovirus, adenovirus, parainfluenza, coxsackievirus, Epstein –
Barr virus, herpes virus)
– Bakteria (yaitu, grup A ß-hemolytic Streptococcus [paling sering]), Chlamydia,
Corynebacterium diphtheriae, Hemophilus influenzae, Neisseria gonorrhoeae
– Jamur (yaitu Candida); jarang kecuali pada penderita imunokompromis (yaitu
mereka dengan HIV dan AIDS)
-Iritasi makanan yang merangsang sering merupakan faktor pencetus atau yang
memperberat.
GAMBARAN KLINIS
Perjalanan penyakit bergantung pada adanya infeksi sekunder dan virulensi
kumannya serta daya tahan tubuh penderita, tetapi biasanya faringitis sembuh
sendiri dalam 3 – 5 hari.
· Faringitis yang disebabkan bakteri :
– Demam atau menggigil
– Nyeri menelan
– Faring posterior merah dan bengkak
– Terdapat folikel bereksudat dan purulen di dinding faring
– Mungkin batuk
– Pembesaran kelenjar getah bening leher bagian anterior
– Tidak mau makan / menelan
– Onset mendadak dari nyeri tenggorokan

PEDOMAN PELAYANAN RUANGAN PEMERIKSAAN UMUM 36


– Malaise
– Anoreksia
· Faringitis yang disebabkan virus :
– Onset radang tenggorokannya lambat, progresif
– Demam
– Nyeri menelan
– Faring posterior merah dan bengkak
– Malaise ringan
– Batuk
– Kongesti nasal
DIAGNOSIS
Diagnosis ditegakkan berdasarkan gejala dan hasil pemeriksaan fisik
PENATALAKSANAAN
a. Istirahat cukup
b. Minum air putih yang cukup
c. Untuk faringitis akibat bakteri terutama bila diduga penyebabnya
streptococcus group A, diberikan antibiotik Amoksisilin 50 mg/kgBB dosis
dibagi 3 x/hari selama 5 hari dan pada dewasa 3 x 500 mg selama 5 hari,
atau Eritromisin 4 x 500 mg pada dewasa, pada anak 20-40mg/kgBB/hari
terbagi 4 dosis selama 5 hari atau Kotrimoksazol dewasa 2x960mg, anak
48mg/kgBB/hari terbagi 2 dosis selama 5 hari atau Cefadroxil dewasa
2x500mg, anak 30mg/kgBB/hari terbagi 2 dosis selama 5 hari.
d. Jika diperlukan dapat diberikan obat batuk antitusif atau ekspektoran,
antipiretik, antihistamin (jenis dan dosis lihat di SOP Common cold).
e. Selain antibiotik, kortikosteroid juga diberikan untuk menekan reaksi
inflamasi sehingga mempercepat perbaikan klinis. Steroid yang diberikan
dapat berupa deksametason 3 x 0,5 mg pada dewasa selama 3 hari dan
pada anak-anak 0,01 mg/kgBB/hari dibagi dalam 3 x/hari selama 3 hari.
f. Konseling dan Edukasi pasien dan keluarga untuk: Menjaga daya tahan
tubuh dengan mengkonsumsi makan bergizi dan olahraga teratur, berhenti
merokok bagi anggota keluarga yang merokok, menghindari makan
makanan yang dapat mengiritasi tenggorok, selalu menjaga kebersihan
mulut, mencuci tangan secara teratur
KRITERIA RUJUKAN
a. Faringitis luetika, curiga faringitis gonorhea (untuk pemeriksaan
laboratorium).
b. Pada faringitis kronik hiperplastik, penyakit hidung dan sinus paranasal harus
diobati. Pada faringitis kronik atrofi pengobatan ditujukan pada rhinitis atrofi.

PEDOMAN PELAYANAN RUANGAN PEMERIKSAAN UMUM 37


Sedangkan, pada faringitis kronik hiperplastik dilakukan kaustik 1 x/hari
selama 3-5 hari (rujuk Spesialis THT)
c. Timbul komplikasi: epiglotitis, abses peritonsiler, abses retrofaringeal,
septikemia, meningitis, glomerulonefritis, demam rematik akut.

4.3.3.10 TENSION HEADACHE


Tension Headache atau Tension Type Headache (TTH) atau nyeri kepala tipe
tegang adalah bentuk sakit kepala yang paling sering dijumpai dan sering
dihubungkan dengan jangka waktu dan peningkatan stres. Sebagian besar tergolong
dalam kelompok yang mempunyai perasaan kurang percaya diri, selalu ragu akan
kemampuan diri sendiri dan mudah menjadi gentar dan tegang. Pada akhirnya,
terjadi peningkatan tekanan jiwa dan penurunan tenaga. Pada saat itulah terjadi
gangguan dan ketidakpuasan yang membangkitkan reaksi pada otot-otot
kepala,leher, bahu, serta vaskularisasi kepala sehingga timbul nyeri kepala.
Hasil Anamnesis (Subjective)
Keluhan
Pasien datang dengan keluhan nyeri yang tersebar secara difus dan sifatnyerinya
mulai dari ringan hingga sedang.Nyeri kepala tegang otot biasanyaberlangsung
selama 30 menit hingga 1 minggu penuh. Nyeri bisa dirasakankadang-kadang atau
terus menerus. Nyeri pada awalnya dirasakan pasienpada leher bagian belakang
kemudian menjalar ke kepala bagian belakangselanjutnya menjalar ke bagian
depan. Selain itu, nyeri ini jugadapat menjalarke bahu. Nyeri kepala dirasakan
seperti kepala berat, pegal, rasa kencangpada daerah bitemporal dan bioksipital,
atau seperti diikat di sekeliling kepala.Nyeri kepala tipe ini tidak berdenyut.Pada
nyeri kepala ini tidak disertai mual ataupun muntah tetapi anoreksiamungkin saja
terjadi. Gejala lain yang juga dapat ditemukan seperti insomnia(gangguan tidur yang
sering terbangun atau bangun dini hari), nafas pendek,konstipasi, berat badan
menurun, palpitasi dan gangguan haid.Pada nyeri kepala tegang otot yang kronis
biasanya merupakan manifestasikonflik psikologis yang mendasarinya seperti
kecemasan dan depresi.
Faktor Risiko: -
Hasil Pemeriksaan Fisik dan Pemeriksaan Penunjang Sederhana (Objective)
Pemeriksaan Fisik
Tidak ada pemeriksaan fisik yang berarti untuk mendiagnosis nyeri kepala tegang
otot ini. Pada pemeriksaan fisik, tanda vital harus normal, pemeriksaan neurologis
normal. Pemeriksaan yang dilakukan berupa pemeriksaan kepala dan leher serta
pemeriksaan neurologis yang meliputi kekuatan motorik, refleks, koordinasi,dan
sensoris. Pemeriksaan mata dilakukan untuk mengetahui adanya peningkatan

PEDOMAN PELAYANAN RUANGAN PEMERIKSAAN UMUM 38


tekanan pada bola mata yang bisa menyebabkan sakit kepala.Pemeriksaan daya
ingat jangka pendek dan fungsi mental pasien juga dilakukan dengan menanyakan
beberapa pertanyaan. Pemeriksaan ini dilakukan untuk menyingkirkan berbagai
penyakit yang serius yang memiliki gejala nyeri kepala seperti tumor atau aneurisma
dan penyakit lainnya.
Pemeriksaan Penunjang
Tidak diperlukan
Penegakan Diagnosis (Assessment)
Diagnosis Klinis
Diagnosis ditegakkan berdasarkan anamnesis dan pemeriksaan fisik yangnormal.
Anamnesis yang mendukung adalah adanya faktor psikis yangmelatar belakangi dan
karakteristik gejala nyeri kepala (tipe, lokasi, frekuensidan durasi nyeri) harus jelas.
Klasifikasi
Menurut lama berlangsungnya, nyeri kepala tegang otot ini dibagimenjadinyeri
kepala episodik jika berlangsungnya kurang dari 15 hari denganserangan yang
terjadi kurang dari1 hari perbulan (12 hari dalam 1 tahun).Apabila nyeri kepala
tegang otot tersebut berlangsung lebih dari 15 hariselama 6 bulan terakhir dikatakan
nyeri kepala tegang otot kronis.
Diagnosis Banding
a. Migren
b. Cluster-type hedache (nyeri kepala kluster)
Komplikasi : -
Rencana Penatalaksanaan Komprehensif (Plan)
Penatalaksanaan
a. Pembinaan hubungan empati awal yang hangat antara dokter dan pasien
merupakan langkah pertama yang sangat penting untuk keberhasilan pengobatan.
Penjelasan dokter yang meyakinkan pasien bahwa tidak ditemukan kelainan fisik
dalam rongga kepala atau otaknya dapat menghilangkan rasa takut akan adanya
tumor otak atau penyakit intrakranial lainnya. Penilaian adanya kecemasan atau
depresi harus segera dilakukan. Sebagian pasien menerima bahwa kepalanya
berkaitan dengan penyakit depresinya dan bersedia ikut program pengobatan
sedangkan pasien lain berusaha menyangkalnya. Oleh sebab itu, pengobatan harus
ditujukan kepada penyakit yang mendasari dengan obat anti cemas atau anti depresi
serta modifikasi pola hidup yang salah, disamping pengobatan nyeri kepalanya.
b. Saat nyeri timbul dapat diberikan beberapa obat untuk menghentikanatau
mengurangi sakit yang dirasakan saat serangan muncul.Penghilang sakit yang
sering digunakan adalah: acetaminophen danNSAID seperti aspirin, ibuprofen,
naproxen,dan ketoprofen. Pengobatankombinasi antara acetaminophen atau aspirin

PEDOMAN PELAYANAN RUANGAN PEMERIKSAAN UMUM 39


dengan kafein atau obatsedatif biasa digunakan bersamaan. Cara ini lebih efektif
untukmenghilangkan sakitnya, tetapi jangan digunakan lebih dari 2 haridalam
seminggu dan penggunaannya harus diawasi oleh dokter.
c. Pemberian obat-obatan antidepresi yaitu amitriptilin
Konseling dan Edukasi
a. Keluarga ikut meyakinkan pasien bahwa tidak ditemukan kelainan fisik dalam
rongga kepala atau otaknya dapat menghilangkan rasa takut akan adanya tumor
otak atau penyakit intrakranial lainnya.
b. Keluarga ikut membantu mengurangi kecemasan atau depresi pasien, serta
menilai adanya kecemasan atau depresi pada pasien.
Kriteria Rujukan
a. Bila nyeri kepala tidak membaik maka dirujuk ke fasilitas pelayanan kesehatan
sekunder yang memiliki dokter spesialis saraf.
b. Bila depresi berat dengan kemungkinan bunuh diri maka pasien harus dirujuk ke
pelayanan sekunder yang memiliki dokter spesialis jiwa.
Prognosis
Prognosis umumnya bonam karena dapat terkendali dengan pengobatan
pemeliharaan.

4.3.3.11 DERMATITIS ATOPI


Dermatitis Atopik (DA) (kode ICD X L20) adalah peradangan kulit berulang dan
kronis dengan disertai gatal. Pada umumnya terjadi selama masa bayi dan anak-
anak dan sering berhubungan dengan peningkatan kadar IgE dalam serum serta
riwayat atopi pada keluarga atau penderita.
Anamnesa :
1. Gatal dengan predileksi
a. Tipe bayi (infantil)
Dahi, pipi, kulit kepala, leher, pergelangan tangan dan tungkai, serta lutut (pada
anak yang mulai merangkak).
Lesi berupa eritema, papul vesikel halus, eksudatif, krusta.
b. Tipe anak
Lipat siku, lipat lutut, pergelangan tangan bagian dalam, kelopak mata, leher,
kadang-kadang di wajah.
Lesi berupa papul, sedikit eksudatif, sedikit skuama, likenifikasi, erosi. Kadang-
kadang disertai pustul.
c. Tipe remaja dan dewasa

PEDOMAN PELAYANAN RUANGAN PEMERIKSAAN UMUM 40


Lipat siku, lipat lutut, samping leher, dahi, sekitar mata, tangan dan pergelangan
tangan, kadang-kadang ditemukan setempat misalnya bibir mulut, bibir kelamin
puting susu, atau kulit kepala.
Lesi berupa plak papular eritematosa, skuama, likenifikasi, kadang kadang erosi dan
eksudasi, terjadi hiperpigmentasi.
3. Riwayat atopi pada pasien dan atau keluarga (asma, rhinitis alergi)
4. Riwayat alergi wol, kucing, anjing, ayam, burung dsb
Pemeriksaan Fisik :
Berdasarkan derajat keparahan terbagi menjadi
1) DA ringan: apabila mengenai < 10% luas permukaan kulit.
2) DA sedang: apabila mengenai kurang dari 10-50% luas permukaan
kulit.
3) DA berat: apabila mengenai kurang dari > 50% luas permukaan kulit.
Petugas menegakkan diagnosa berdasarkan anamnesa dan pemeriksaan fisik yang
harus terdiri dari 3 kriteria mayor dan 3 kriteria minor dari kriteria Williams (1994) di
bawah ini :
Kriteria Mayor :
a. Pruritus
b. Dermatitis di muka atau ekstensor pada bayi dan anak
c. Dermatitis di fleksura pada dewasa
d. Dermatitis kronis atau berulang
e. Riwayat atopi pada penderita atau keluarganya
Kriteria Minor :
a. Xerosis.
b. Infeksi kulit (khususnya oleh S. aureus atau virus herpes simpleks).
c. Iktiosis/ hiperliniar palmaris/ keratosis piliaris.
d. Pitriasis alba.
e. Dermatitis di papilla mamae.
f. White dermogrhapism dan delayed blanch response.
g. Kelilitis.
h. Lipatan infra orbital Dennie-Morgan.
i. Konjunctivitis berulang.
j. Keratokonus.
k. Katarak subskapsular anterior.
l. Orbita menjadi gelap.
m. Muka pucat atau eritem.
n. Gatal bila berkeringat.
o. Intolerans terhadap wol atau pelarut lemak.

PEDOMAN PELAYANAN RUANGAN PEMERIKSAAN UMUM 41


p. Aksentuasi perifolikular.
q. Hipersensitif terhadap makanan.
r. Perjalanan penyakit dipengaruhi oleh factor lingkungan dan atau emosi.
s. Mulai muncul pada usia dini.
Pada bayi, kriteria Diagnosis dimodifikasi menjadi:
3 kriteria mayor berupa:
a. Riwayat atopi pada keluarga.
b. Dermatitis pada muka dan ekstensor.
c. Pruritus.
ditambah 3 kriteria minor berupa:
a. Xerosis/iktiosis/hiperliniaris palmaris, aksentuasi perifolikular.
b. Fisura di belakang telinga.
c. Skuama di scalp kronis.
Petugas memberikan terapi :
a. Konseling :
1) Menemukan faktor risiko
2) Menghindari bahan-bahan yang bersifat iritan termasuk pakaian seperti
wol atau bahan sintetik
3) Memakai sabun dengan pH netral dan mengandung pelembab
4) Menjaga kebersihan bahan pakaian
5) Menghindari pemakaian bahan kimia tambahan
6) Membilas badan segera setelah selesai berenang untuk menghindari
kontak klorin yang terlalu lama
7) Menghindari stress psikis
8) Menghindari bahan pakaian terlalu tebal, ketat, kotor
9) Pada bayi, menjaga kebersihan di daerah popok, iritasi oleh kencing
atau feses, dan hindari pemakaian bahan-bahan medicated baby oil
10) Menghindari pembersih yang mengandung antibakteri karena
menginduksi resistensi
b. Terapi obat :
1) Topikal : hidrocortison 2,5% 2x1 atau betametason 0,1% 2x1
2) Oral : cetirizine 2x1 maksimal 2 minggu atau loratadin 10mg 1x1
maksimal 2 minggu
Petugas merujuk pasien jika :
a. Dermatitis atopik luas, dan berat
b. Dermatitis atopik rekalsitran atau dependent steroid
c. Bila diperlukan skin prick test/tes uji tusuk
d. Bila gejala tidak membaik dengan pengobatan standar selama 4 minggu

PEDOMAN PELAYANAN RUANGAN PEMERIKSAAN UMUM 42


e. Bila kelainan rekalsitran atau meluas sampai eritroderma

4.3.3.12 HIPOTENSI
Hipotensi adalah keadaan ketika tekanan darah di dalam arteri lebih rendah
dibandingkan normal dan biasa disebut dengan tekanan darah rendah.
Penderita hipotensi memiliki tekanan darah di bawah 90/60
Gejala Hipotensi
Tidak semua yang mengalami hipotensi akan merasakan gejala. Kondisi hipotensi
juga tidak selalu memerlukan perawatan. Namun jika tekanan darah cukup rendah,
kemungkinan besar bisa menimbulkan gejala-gejala seperti berikut ini.
 Jantung berdebar kencang atau tidak teratur.
 Pusing.
 Lemas.
 Mual.
 Pingsan.
 Kehilangan keseimbangan atau merasa goyah.
 Pandangan buram.
Jika mengalami gejala hipotensi, sebaiknya Anda segera duduk atau berbaring,
minum air putih, dan menghentikan semua kegiatan yang sedang Anda lakukan.
Gejala biasanya akan segera hilang setelah beberapa saat.
Jika Anda sering mengalami gejala hipotensi seperti yang disebutkan di atas, temui
dokter untuk mengukur tekanan darah Anda dan memeriksa apakah ada penyakit
tertentu yang menyebabkan timbulnya gejala seperti hipotensi.
Penyebab Hipotensi
Sebenarnya tekanan darah bisa berubah sepanjang hari, tergantung kepada
kegiatan yang sedang dilakukan dan hal ini dianggap normal.
Ada banyak faktor yang menyebabkan tekanan darah seseorang rendah, seperti
faktor usia, pengobatan, dan kondisi cuaca.Cuaca udara yang lebih panas bisa
membuat tekanan darah menurun. Orang yang sedang relaks atau rajin berolahraga
juga umumnya mempunyai tekanan darah yang lebih rendah. Selain itu jika Anda
baru saja makan, tekanan darah juga bisa menurun karena banyak darah yang akan
mengalir menuju saluran pencernaan untuk mencerna dan menyerap makanan.
Tekanan darah pada siang dan malam hari pun berbeda. Biasanya pada siang hari
tekanan darah akan meningkat, dan malam harinya akan lebih rendah.
Penyebab hipotensi akibat kondisi atau penyakit tertentu
Hipotensi bisa diakibatkan oleh kondisi atau penyakit tertentu, beberapa di
antaranya adalah:

PEDOMAN PELAYANAN RUANGAN PEMERIKSAAN UMUM 43


 Hipotensi ortostatik. Gejala hipotensi ortostatik biasanya muncul saat Anda
berubah posisi secara tiba-tiba. Seseorang dengan hipotensi ortostatik
mengalami penurunan tekanan darah sistolik sebanyak 15-30 mm Hg ketika
berdiri dari posisi duduk atau berbaring.
 Dehidrasi. Dehidrasi terjadi akibat tubuh kekurangan cairan dan bisa
disebabkanoleh kurang minum, puasa atau diare.
 Anemia. Anemia menyebabkan jumlah sel darah merah berada di bawah
normal. Salah satu gejala anemia adalah tekanan darah rendah.
 Efek samping pengobatan. Ada beberapa obat yang bisa menurunkan
tekanan seperti obat antidepresi dan obat anti-hipertensi seperti alpha-blocker
dan beta-blocker.
 Ketidakseimbangan hormon. Penyakit seperti diabetes atau penyakit Addison
menyebabkan gangguan produksi hormon. Hal ini bisa berdampak pada
keseimbangan kadar air dan mineral tubuh, serta tekanan darah.
 Penyakit saraf. Penyakit saraf seperti penyakit Parkinson dapat menyebabkan
hipotensi ketika menjangkiti sistem saraf yang mengontrol fungsi tubuh
otonom seperti mengendalikan tekanan darah.
 Syok dan cedera serius. Jika Anda mengalami cedera serius dan terkena
syok misalnya akibat pendarahan yang hebat, tekanan darah akan menurun
drastis.
 Penyakit jantung. Penyakit parah seperti penyakit jantung menyebabkan
darah tidak bisa dipompa dengan baik oleh jantung ke seluruh tubuh.
Akibatnya, tekanan darah pun menurun.
 Kehamilan. Tekanan darah pada wanita hamil biasanya lebih rendah karena
sistem peredaran darahnya yang berkembang dengan cepat.
Diagnosis Hipotensi
 Mengukur tekanan darah merupakan cara yang tepat dan mudah untuk
mendiagnosis hipotensi. Berikut ini adalah beberapa hal yang harus dilakukan
sebelum mengukur tekanan darah untuk mendapatkan hasil pengukuran
tekanan darah yang tepat.
 Mengosongkan kandung kemih atau buang air kecil.
 Istirahat minimal 5 menit.
 Dilakukan sambil duduk dan tidak sambil bicara.
 Selain mengukur tekanan darah, ada beberapa cara atau tes lain untuk
mendiagnosis penyebab hipotensi akibat kondisi atau penyakit tertentu, dan
sekaligus menentukan perawatan yang tepat, yaitu:

PEDOMAN PELAYANAN RUANGAN PEMERIKSAAN UMUM 44


 Elektrokardiogram (EKG). Tes ini bertujuan mendeteksi keabnormalan
struktur jantung, masalah suplai oksigen dan darah ke otot jantung, serta
detak jantung yang tidak teratur.
 Tes darah. Tes darah bisa dilakukan untuk memeriksa kadar hormon dan jika
pasien mengalami anemia atau diabetes.
 Tes Penunjang hanya dilakukan sesuai indikasi
Perawatan Hipotensi
 Ada beberapa hal yang bisa dilakukan untuk mengurangi risiko hipotensi,
yaitu membatasi konsumsi minuman keras dan minum air putih yang banyak.
Bagi Anda yang menyukai minuman berkafein, hindari minuman yang
mengandung nutrisi tersebut di malam hari.Mengenai pola makan, lebih
sering mengonsumsi makanan dalam porsi kecil lebih baik dibandingkan
mengonsumsi makanan dalam porsi besar dengan frekuensi lebih jarang.
Selain itu, meningkatkan asupan garam juga bisa mencegah hipotensi.
 Penderita hipotensi juga dianjurkan untuk menghindari berdiri untuk jangka
waktu lama. Terutama bagi penderita hipotensi ortosatik, ketika berdiri dari
posisi duduk atau berbaring, lakukan secara perlahan-lahan. Pengobatan
untuk hipotensi harus dilakukan berdasarkan penyebab dasarnya. Obat untuk
mengatasi hipotensi biasanya diberikan untuk menambah jumlah darah atau
mempersempit arteri agar tekanan darah meningkat.

4.3.3.13 ASMA BRONCHIALE


Asma adalah keadaan inflamasi kronik dengan penyempitan saluran pernapasan
yang reversibel. Tanda karakteristik berupa episode wheezing berulang, sering
disertai batuk yang menunjukkan respons terhadap obat bronkodilator dan anti-
inflamasi. Antibiotik harus diberikan hanya jika terdapat tanda pneumonia.
Diagnosis
 episode batuk dan atau wheezing berulang
 hiperinflasi dada
 tarikan dinding dada bagian bawah ke dalam
 ekspirasi memanjang dengan suara wheezing yang dapat didengar
 respons baik terhadap bronkodilator.
Bila diagnosis tidak pasti, beri satu dosis bronkodilator kerja-cepat (lihat di bawah).
Anak dengan asma biasanya membaik dengan cepat, terlihat penurunan frekuensi
pernapasan dan tarikan dinding dada dan berkurangnya distres pernapasan. Pada
serangan berat, anak mungkin memerlukan beberapa dosis inhalasi.
Tatalaksana

PEDOMAN PELAYANAN RUANGAN PEMERIKSAAN UMUM 45


 Anak dengan episode pertama wheezing tanpa distress pernapasan, bisa
dirawat di rumah hanya dengan terapi penunjang. Tidak perlu diberi
bronkodilator
 Anak dengan distres pernapasan atau mengalami wheezing berulang,
beri salbutamol dengan nebulisasi atau MDI (metered dose inhaler). Jika
salbutamol tidak tersedia, beri suntikan epinefrin/adrenalin subkutan. Periksa
kembali anak setelah 20 menit untuk menentukan terapi selanjutnya:
o Jika distres pernapasan sudah membaik dan tidak ada napas cepat,
nasihati ibu untuk merawat di rumah dengan salbutamol hirup atau bila
tidak tersedia, beri salbutamol sirup per oral atau tablet (lihat di ).
o Jika distres pernapasan menetap, pasien dirawat di rumah sakit dan
beri terapi oksigen, bronkodilator kerja-cepat dan obat lain seperti yang
diterangkan di bawah.
o Jika anak mengalamisianosis sentral atau tidak bisa minum, rawat
dan beri terapi oksigen, bronkodilator kerja-cepat dan obat lain yang
diterangkan di bawah.
o Respons positif (distres pernapasan berkurang, udara masuk
terdengar lebih baik saat auskultasi) harus terlihat dalam waktu 20
menit. Bila tidak terjadi, beri bronkodilator kerja cepat dengan interval
20 menit.
o Jika tidak ada respons setelah 3 dosis bronkodilator kerja-cepat, beri
aminofilin IV. (Rujuk RS)
Oksigen
 Berikan oksigen pada semua anak dengan asma yang terlihat sianosis atau
mengalami kesulitan bernapas yang mengganggu berbicara, makan atau
menyusu (serangan sedang-berat).
Bronkodilator kerja-cepat
 Beri anak bronkodilator kerja-cepat dengan salah satu dari tiga cara berikut:
nebulisasi salbutamol, salbutamol dengan MDI dengan alat spacer, atau
suntikan epinefrin/adrenalin subkutan, seperti yang diterangkan di bawah.
(1) Salbutamol Nebulisasi
Alat nebulisasi harus dapat menghasilkan aliran udara minimal 6-10 L/ menit.
Alat yang direkomendasikan adalah jet-nebulizer (kompresor udara) atau
silinder oksigen. Dosis salbutamol adalah 2.5 mg/kali nebulisasi; bisa
diberikan setiap 4 jam, kemudian dikurangi sampai setiap 6-8 jam bila kondisi
anak membaik. Bila diperlukan, yaitu pada kasus yang berat, bisa diberikan
setiap jam untuk waktu singkat.
(2) Salbutamol MDI dengan alat spacer

PEDOMAN PELAYANAN RUANGAN PEMERIKSAAN UMUM 46


Alat spacer dengan berbagai volume tersedia secara komersial.
Penggunaannya mohon lihat buku Pedoman Nasional Asma Anak. Pada
anak dan bayi biasanya lebih baik jika memakai masker wajah yang
menempel pada spacer dibandingkan memakai mouthpiece. Jika spacer tidak
tersedia, spacer bisa dibuat menggunakan gelas plastik atau botol plastik 1
liter. Dengan alat ini diperlukan 3-4 puff salbutamol dan anak harus bernapas
dari alat selama 30 detik.
Gunakan alat spacer dan sungkup wajah untuk memberi bronkodilator.
Spacer dapat dibuat secara lokal dari botol plastik minuman ringan.
(3) Epinefrin (adrenalin) subkutan
Jika kedua cara untuk pemberian salbutamol tidak tersedia, beri suntikan
epinefrin (adrenalin) subkutan dosis 0.01 ml/kg dalam larutan 1:1 000 (dosis
maksimum: 0.3 ml), menggunakan semprit 1 ml (untuk teknik injeksi lihat
halaman 331). Jika tidak ada perbaikan setelah 20 menit, ulangi dosis dua
kali lagi dengan interval dan dosis yang sama. Bila gagal, dirawat sebagai
serangan berat dan diberikan steroid dan aminofilin.
membeli salbutamol hirup, berikan salbutamol oral (dalam sirup atau tablet).
Dosis salbutamol: 0.05-0.1 mg/kgBB/kali setiap 6-8 jam
Steroid
Jika anak mengalami serangan wheezing akut berat berikan kortikosteroid
sistemik metilprednisolon 0.3 mg/kgBB/kali tiga kali sehari pemberian oral
atau deksametason 0.3 mg/kgBB/kali IV/oral tiga kali sehari pemberian
selama 3-5 hari.
Aminofilin
Jika anak tidak membaik setelah 3 dosis bronkodilator kerja cepat, beri
aminofilin IV dengan dosis awal (bolus) 6-8 mg/kgBB dalam 20 menit. Bila 8
jam sebelumnya telah mendapatkan aminofilin, beri dosis setengahnya.
Diikuti dosis rumatan 0.5-1 mg/kgBB/jam. Pemberian aminofilin harus hati-
hati, sebab margin of safety aminofilin amat sempit.
Hentikan pemberian aminofilin IV segera bila anak mulai muntah, denyut nadi
>180 x/menit, sakit kepala, hipotensi, atau kejang.
Jika aminofilin IV tidak tersedia, aminofilin supositoria bisa menjadi alternatif.
Antibiotik
Antibiotik tidak diberikan secara rutin untuk asma atau anak asma yang
bernapas cepat tanpa disertai demam. Antibiotik diindikasikan bila terdapat
tanda infeksi bakteri.

4.3.3.14 BENIGN PAROXISMAL POSITIONAL VERTIGO/BPPV

PEDOMAN PELAYANAN RUANGAN PEMERIKSAAN UMUM 47


Vertigo ialah adanya sensasi gerakan atau rasa gerak dari tubuh seperti rotasi
(memutar) tanpa sensasi perputaran yang sebenarnya, dapat sekelilingnya terasa
berputar (vertigo objektif) atau badan yang berputar (vertigo subjektif).
Vertigo termasuk kedalam gangguan keseimbangan yang dinyatakan sebagai
pusing, pening, sempoyangan, rasa seperti melayang atau dunia seperti berjungkir
balik. Vertigo yang paling sering ditemukan adalah Benign paroxysmal positional
Vertigo (BBPV).
Gejala klinis
Pasien BPPV akan mengeluh jika kepala berubah pada suatu keadaan tertentu.
Pasien akan merasa berputar atau merasa sekelilingnya berputar jika akan ke
tempat tidur, berguling dari satu sisi ke sisi lainnya, bangkit dari tempat tidur di pagi
hari, mencapai sesuatu yang tinggi atau jika kepala digerakkan ke belakang.
Biasanya vertigo hanya berlangsung 5-10 detik. Kadang-kadang disertai rasa mual
dan seringkali pasien merasa cemas.Penderita biasanya dapat mengenali keadaan
ini dan berusaha menghindarinya dengan tidak melakukan gerakan yang dapat
menimbulkan vertigo. Vertigo tidak akan terjadi jika kepala tegak lurus atau berputar
secara aksial tanpa ekstensi, pada hampir sebagian besar pasien, vertigo akan
berkurang dan akhirnya berhenti secara spontan dalam beberapa hari atau
beberapa bulan, tetapi kadang-kadang dapat juga sampai beberapa tahun. Pada
BPPV tidak didapatkan gangguan pendengaran.
Diagnosis BPPV ditegakkan berdasarkan anamnesis, gejala klinis pemeriksaan
THT, uji posisi dan uji kalori.
Pada anamnesis, pasien mengeluhkan kepala terasa pusing berputar pada
perubahan posisi kepala dengan posisi tertentu. Secara klinis vertigo terjadi pada
perubahan posisi kepala dan akan berkurang serta akhirnya berhenti secara spontan
setelah beberapa waktu. Pada pemeriksaan THT secara umum tidak didapatkan
kelainan berarti, dan pada uji kalori tidak ada paresis kanal.
Uji posisi dapat membantu mendiagnosa BPPV, yang paling baik adalah dengan
melakukan manuver Hallpike : penderita duduk tegak, kepalanya dipegang pada
kedua sisi oleh pemeriksa, lalu kepala dijatuhkan mendadak sambil menengok ke
satu sisi. Pada tes ini akan didapatkan nistagmus posisi dengan gejala :
1. Mata berputar dan bergerak ke arah telinga yang terganggu dan mereda
setelah 5-20 detik.
2. Disertai vertigo berat.
3. Mula gejala didahului periode laten selama beberapa detik (3-10 detik).
4. Pada uji ulangan akan berkurang, terapi juga berguna sebagai cara diagnosis
yang tepat.

PEDOMAN PELAYANAN RUANGAN PEMERIKSAAN UMUM 48


Tatalaksana
Beberapa terapi yang dapat diberikan adalah terapi dengan obat-obatan, terapi fisik /
latihan dan olah raga. Dan jika keduat terapi di atas tidak dapat mengatasi kelainan
yang diderita dianjurkan untuk terapi bedah
Obat-obatan yang biasanya digunakan adalah
1. Antikolinergik / parasimpatolik
2. Antihistamin
3. Penenang minor dan Mayor
4. Simpatomimetik
5. Kombinasi tersebut di atas.
Terapi fisik yang dapat digunakan
Berdasarkan hipotesis Kanalolithiasis
Dapat digunakan teknik pley yaitu posisi kepala 45 derajat menoleh ke arah telinga
yang sakit, kemudian pasien digerakkan dari posisi duduk ke posisi Hallpike dengan
telinga sakit di bawah. Pasien dapat dipertahankan dengan posisi ini selama 3 menit
dan kemudian kepala dengan lambat dirotasikan ke arah berlawanan dan
dipertahankan 4 menit lalu pasien didudukkan

4.3.3.15 KONJUNCTIVITIS
Konjungtivitis adalah radang konjungtiva yang dapat disebabkan oleh
mikroorganisme (virus, bakteri), iritasi atau reaksi alergi. Konjungtivitis ditularkan
melalui kontak langsung dengan sumber infeksi. Penyakit ini dapat menyerang
semua umur.
Hasil Anamnesis (Subjective)
Keluhan
Pasien datang dengan keluhan mata merah, rasa mengganjal, gatal dan berair,
kadang disertai sekret. Umumnya tanpa disertai penurunan tajam penglihatan.
Faktor Risiko
a. Daya tahan tubuh yang menurun
b. Adanya riwayat atopi
c. Penggunaan kontak lens dengan perawatan yang tidak baik
d. Higiene personal yang buruk
Hasil Pemeriksaan Fisik dan Pemeriksaan Penunjang Sederhana (Objective)
Pemeriksaan Fisik Oftalmologi
a. Tajam penglihatan normal
b. Injeksi konjungtiva
c. Dapat disertai edema kelopak, kemosis
d. Eksudasi; eksudat dapat serous, mukopurulen atau purulen tergantung penyebab.

PEDOMAN PELAYANAN RUANGAN PEMERIKSAAN UMUM 49


e. Pada konjungtiva tarsal dapat ditemukan folikel, papil atau papil raksasa, flikten,
membran dan pseudomembran.
Pemeriksaan Penunjang (bila diperlukan)
a. Sediaan langsung swab konjungtiva dengan perwarnaan Gram atau Giemsa
b. Pemeriksaan sekret dengan perwarnaan metilen blue pada kasus konjungtivitis
gonore
Penegakan Diagnosis (Assessment)
Diagnosis Klinis
Konjungtivitis berdasarkan etiologi.
Penegakan diagnosis berdasarkan anamnesis dan pemeriksaan oftalmologi.
Klasifikasi Konjungtivitis
a. Konjungtivitis bakterial
Konjungtiva hiperemis, secret purulent atau mukopurulen dapat disertai membran
atau pseudomembran di konjungtiva tarsal.
b. Konjungtivitis viral
Konjungtiva hiperemis, secret umumnya mukoserous, dan pembesaran
kelenjarpreaurikular
c. Konjungtivitis alergi
Konjungtiva hiperemis, riwayat atopi atau alergi, dan keluhan gatal.
Komplikasi
Keratokonjuntivitis
Rencana Penatalaksanaan Komprehensif (Plan)
Penatalaksanaan
a. Usahakan untuk tidak menyentuh mata yang sehat sesudah menangani mata
yang sakit
b. Sekret mata dibersihkan.
c. Pemberian obat mata topikal
1. Pada infeksi bakteri: Kloramfenikol tetes sebanyak 1 tetes 6 kali sehari atau salep
mata 3 kali sehari selama 3 hari.
2. Pada alergi diberikan flumetolon tetes mata dua kali sehari selama 2 minggu.
3. Pada konjungtivitis gonore diberikan kloramfenikol tetes mata 0,5- 1%sebanyak 1
tetes tiap jam dan suntikan pada bayi diberikan 50.000 U/kgBB tiap hari sampai tidak
ditemukan kuman GO pada sediaan apus selama 3 hari berturut-turut.
4. Konjungtivitis viral diberikan salep Acyclovir 3% lima kali sehari selama 10 hari.
Pemeriksaan Penunjang Lanjutan
Tidak diperlukan
Konseling dan Edukasi
Memberi informasi pada keluarga dan pasien mengenai:

PEDOMAN PELAYANAN RUANGAN PEMERIKSAAN UMUM 50


a. Konjungtivitis mudah menular, karena itu sebelum dan sesudah membersihkan
atau mengoleskan obat, penderita harus mencuci tangannya bersih-bersih.
b. Jangan menggunakan handuk atau lap bersama-sama dengan penghuni rumah
lainnya.
c. Menjaga kebersihan lingkungan rumah dan sekitar.
Kriteria rujukan
a. Pada bayi dengan konjungtivitis gonore jika terjadi komplikasi pada kornea
dilakukanrujukan ke spesialis mata.
b. Konjungtivitis alergi dan viral tidak ada perbaikan dalam 2 minggu rujuk ke
spesialis mata
c. Konjungtivitis bakteri tidak ada perbaikan dalam 1 minggu rujuk ke spesialis mata.
Prognosis
Penyakit ini jarang menimbulkan kondisi klinis yang berat sehingga pada umumnya
prognosisnya bonam.

4.3.3.16 HIPERCHOLESTEROLEMIA
Hiperkolesterolemia adalah salah satu gangguan kadar lemak dalam darah
(dislipidemia) yang mana kadar kolesterol dalam darah lebih dari 240 mg/dl. (perkeni
2004). Hiperkolesterolemia berhubungan erat dengan kadar kolesterol LDL di dalam
darah.
Penyebab Hiperkolesterolemia
Banyak faktor yang menyebabkan terjadinya hiperkolesterolemia. Bisa disebabkan
oleh faktor genetik seperti pada hiperkolesterolemia familial dan hiperkoleterolemia
poligenik, juga bisa disebabkan faktor sekunder akibat dari penyakit lain seperti
diabetes mellitus, sindroma nefrotik serta faktor kebiasaan diet lemak jenuh
(saturated fat), kegemukan dan kurang olahraga.
1. Hiperkolesterolemia Poligenik
Tipe ini merupakan hiperkolesterolemia yang paling sering ditemukan, merupakan
interaksi antara kelainan genetik yang multipel, nutrisi dan faktor-faktor lingkungan
lainnya serta memiliki lebih dari satu dasar metabolik. Penyakit ini biasanya tidak
disertai dengan xantoma.
2. Hiperkolesterolemia Familial
Penyakit yang diturunkan ini terjadi akibatkan oleh adanya defek gen pada reseptor
LDL permukaan membran sel tubuh. Ketidakadaan reseptor ini menyebabkan hati
tidak bisa mengabsorpsi LDL. Karena mengganggap LDL tidak ada, hati kemudian
memproduksi VLDL yang banyak ke dalam plasma. Pada pasien dengan
Hiperkolesterolemia familial ditemukan kadar kolesterol total mencapai 600 sampai

PEDOMAN PELAYANAN RUANGAN PEMERIKSAAN UMUM 51


1000 mg/dl atau 4 sampai 6 kali dari orang normal. Banyak pasien ini meninggal
sebelum berumur 20 tahun akibat infark miokard.
3. Kebiasaan Diet lemak Jenuh, Kurang olahraga dan Kegemukan
Pada tubuh manusia, reseptor LDL menangkap LDL yang tidak teroksidasi dan
disimpan di dalam sel tubuh. Jika sudah berlebih, LDL tidak masuk ke dalam sel
kemudian dimetabolime di hepar untuk menjadi asam empedu dan diekskresikan
keluar. Pada proses patologi, oksidan LDL ditangkap oleh makrofag dan kemudian
menjadi sel busa dan menumpuk di dalam tubuh, tidak diekskresi dan apabila
menumpuk didalam pembuluh darah menimbulkan plak aterome dan lama-kelamaan
menjadi aterosklerosis.
Penelitian pada binatang yang ditingkatkan kadar serumnya menunjukkan LDL
memicu atrogenesis. Ada bentuk kelainan gen pada manusia yang menyebabkan
peningkatan LDL secara berat yang menimbulkan penyakit kardiovaskuler pada usia
muda. LDL menimbulkan penumpukan kolesterol pada dinding arteri. LDL juga
menyebabkan rangsangan inflamasi dani inflamasi pada lesi aterogenik.
Peningkatan LDL berhubungan dengan semua tingkatan aterogenik yaitu disfungsi
endotel, pembentukan dan pertumbuhan plak, ketidakstabilan plak dan
thrombosis.Peningkatan LDL plasma menyebabkan retensi partikel LDL pada
dinding arteri meningkat, oksidasi LDL dan pengeluaran zat-zat mediator inflamasi .
Terapi terhadap peningkatan LDL menunjukkan fungsi endotel koroner menjadi
normal.

Gambar 1. Proses terjadinya aterosklerosis. Dimulai dari cedera pada endotel


pembuluh darah oleh karena faktor hipertensi, merokok, makan makanan yang
mengandung banyak lemak, oksidasi LDL, diabetes mellitus, zat vasoaktif dan
sitokin.
4. Akibat Penyakit Lain

PEDOMAN PELAYANAN RUANGAN PEMERIKSAAN UMUM 52


Berikut ini dislipidemia yang disebabkan oleh penyakit lain :
Tabel . Penyebab Hiperkolesterolemia yang disebabkan oleh penyakit
Penyakit penyebab Kelainan lipid
Diabetes mellitus (DM) TG dan HDL
Gagal ginjal kronis TG
Sindrom nefrotik Kolesterol total
Hipotiroidisme Koleterol total
Penyalahgunaan alcohol TG
Kholestasis Kolesterol total
Kehamilan TG
Obat-obatan (kontrasepsi oral, TG dan atau Kolesterol total ,
diuretic, beta bloker,
HDL
kortikosteroid)

Keterangan : TG = Trigliserida, HDL = High Density Lipoprotein, = meningkat, =


menurun
Peningkatan prevalensi Diabetes seiring dengan peningkatan faktor risiko yaitu
obesitas (kegemukan), kurang aktivitas fisik, kurang konsumsi serat, tinggi lemak,
merokok, hiperkolesterol, hiperglikemia dan lain-lain. Prevalensi faktor risiko DM dari
2001-2004 yaitu : obesitas dari 12,7% menjadi 18,3%. Hiperglikemia dari 7,9%
menjadi 11,3% dan hiperkolesterol dari 6,5% menjadi 12,9%. Diabetes berpotensi
menyebabkanhiperkolesterolemia dengan meningkatkan kadar kolesterol LDL.
Sindrom nefrotik adalah sindroma klinis yang ditandai dengan adanya proteinuria,
hipoalbunemia, edema dan hiperkolesterolemia. Patogenesis terjadinya
hiperkolesterolemia adalah kebocoran pada membrane basalis glomerulus
menyebabkan proteinuria sehingga terjadi hipoalbiminemia. Hipoalbuminemia
dikompensasi oleh hepar dengan memprodusksi kolesterol sehingga terjadi
hiperkolesterolemia. Terjadi hipoalbuminemia yang selanjutnya merangsang hepar
untuk memprodusksi kolesterol sehingga terjadi hiperkolesterolemi
Diagnosis Hiperkolestrolemia
Anamnesa meliputi karakteristik umum, kebiasaan diet, perilaku aktifitas fisik,
merokok, peminum alcohol dan riwayat penyakit sebelumnya serta riwayat sakit
pada keluarga. Pemeriksaan fisik yang akan dilakukan adalah antropometri,
frekuensi denyut nadi, tekanan darah, auskultasi irama jantung, serta EKG.
Pemeriksaan laboratorium darah yaitu kadar kolesterol total, kolesterol LDL,
Trigliserida dan kolesterol HDL dalam plasma.
Tabel .Klasifikasi kadar lipid plasma (mg/dl)

PEDOMAN PELAYANAN RUANGAN PEMERIKSAAN UMUM 53


Kolesterol total
< 200 Yang diinginkan
200-239 Batas tinggi
≥ 240 Tinggi
LDL
< 100 Optimal
100 – 129 Mendekati optimal
130 – 159 Batas tinggi
160 – 189 Tinggi
≥ 190 Sangat tinggi
HDL
< 40 Rendah
≥ 60 Tinggi
Trigliserida
< 150 Normal
150 – 199 Batas tinggi
200-499 Tinggi
≥500 Sangat tinggi
Terapi Hiperkolesterolemia
Menurut National Choleteroslemia Education Programme Adult Therapy Programme
(NCEP ATP III) sasaran LDL disesuaikan dengan faktor risiko yang dimiliki
seseorang yaitu (5):
1. Risiko tinggi
a. Riwayat penyakit jantung koroner (PJK)
b. Risiko yang disamakan dengan PJK
 Diabetes Melitus, stroke, penyakit obstruksi arteri tepi, aneurisma aorta
abdominalis
 Faktor risiko multiple (> 2 faktor risiko dan mempunyai faktor risiko PJK dalam
waktu 10 tahun menurun skor Framingham)
2. Risiko Multipel
≥ 2 faktor risiko dengan risiko PJK dalam kurun waktu 10 tahun < 20% (skor
Framingham)
3. Risiko rendah (0;1 faktor risiko)
Dengan risiko PJK dalam kurun 10 tahun < 10 %
Terapi non farmakologis (perubahan gaya hidup) antara lain terapi nutrisi medis,
aktivitas fisik, menghindari rokok, menurunkan berat badan, pembatasan asupan

PEDOMAN PELAYANAN RUANGAN PEMERIKSAAN UMUM 54


alkohol. Faktor risiko utama (selain kolesterol LDL) yang menetukan sasaran
kolesterol LDL yang ingin dicapai :
- Kebiasaan merokok
- Hipertensi (≥140/90 mmHg atau sedang mendapat obat hipertensi
- Kolesterol HDL rendah (<40 mg/dL)
- Riwayat PJK dini yaitu ayah < 55 tahun dan ibu < 65 tahun
- Umur pria ≥ 45 tahun dan wanita ≥ 55 tahun
Tabel . Tiga kelompok risiko untuk menentukan sasaran kolesterol LDL
Kelompok risiko Sasaran kolesterol LDL (mg/dL)
Risiko tinggi < 100
Faktor risiko multiple (≥ 2 faktor < 130
risiko)
Risiko rendah (0-1 faktor risiko) < 160
Terapi non farmakologi
Terapi nutrisi medis
Diet tinggi lemak merupakan salah satu penyebab hiperkolesterolemia. Makan
makanan yang banyak mengandung trans fat dan saturated fat seperti
margarine/mentega, es krim, minyak kelapa dan lemak hewan dapat meningkatkan
kadar LDL dan menurunkan koleterol HDL. Maka harus dikurangi sebanyak 7%
perhari. Saturated fat dapat digantikan dengan unsaturated fat yang relatif kurang
meningkatkan kadar LDL. Unsaturated dibagi dua antara lain Multi Unsaturated Fatty
Acid (MUFA) contohnya minyak zaitun, alpokat dan Poli Unsaturated Fatty Acid
(PUFA) contoh ikan. Dengan perubahan pola makan, mampu menurunkan kadar
kolesterol dalam darah sebesar 10-15% . Makan ikan yang banyak mengandung
omega 3 dapat menurunkan kadar LDL. Begitu juga dengan mengkonsumsi protein
kedelai. Diet tinggi serat yang larut dalam air seperti oat dan buah/sayuran 20-30
gram sehari dapat menurunkan 5-15% kadar kolesterol total dan LDL.
Tabel . Komposisi makanan untuk hiperkolesterolemia menurut Perkeni 2004
Makanan Asupan yang dianjurkan
Total lemak 20-25% dari kalori total
Lemak jenuh < 7 % dari kalori total
Lemak PUFA Sampai 10% dari kalori total
Lemak MUFA Sampai 10 % dari kalori tota
Karbohidrat 60% dari kalori total (terutama
karbohidrat kompleks)
Serat 30 gr perhari
Protein Sekitar 15% dari kalori total

PEDOMAN PELAYANAN RUANGAN PEMERIKSAAN UMUM 55


Kolesterol < 200 mg/hari
Dapat menggunakan Diet B (Tjokroprawiro) dengan komposisi karbohidrat 68%,
lemak : kolesterol < 300 mg/hari, lemak jenuh dan trans 5%, PUFA 5%, MUFA 10%,
protein 12%, serat 25-35 gr perhari.
Aktivitas fisik
Olahraga yang dilakukan secara teratur dapat menurunkan berat badan. Olahraga
disesuaikan dengan kondisi dan kemampuan penderita. Penurunan 10 % berat
badan berarti menurunkan 30% lingkar perut yang mana terdapat lemak sentral di
sana. AHA merekomendasikan olahraga selama 30 menit dengan aktivitas sedang
3-4 kali dalam seminggu
Menghindari rokok
Merokok berhubungan dengan proses metabolis yang berefek pada lipoprotein
termasuk didalamnya meningkatkan asam lemak bebas, glukosa dan VLDL serta
menurunkan HDL. Berhenti merokok berhubungan dengan peningkatan rata-rata
HDL 6-8 mg/dl.
Hipertensi
Kriteria hipertensi berdasarkan JNC-VII, yaitu TD sistolik ≥ 140 mmHg dan TD
diastolik ≥ 90mmHg (As). Cara menangani hipertensi dengan perubahan pola hidup,
meningkatkan aktivitas fisik, diet rendah garam, kurangi alcohol dan tingkatkan diet
sayuran dan buah serta rendah lemak. Juga minum obat antihipertensi seperti ACE
Inhibitor dan thiazid.
Terapi farmakologis
Berikut ini obat- obatan yang mampu menurunkan kadar kolesterol darah, terdapat
beberapa golongan obat, antara lain statin, resin, niasin, ezetimibe dan asam lemak
omega-3.
Tabel . Obat-obatan hipolipidemik
Obat Kolesterol Koleterol HDL Trigliserida
LDL
Statin 20-55% 5-15% 10-20%
Resin 15-30% 3-5% -/
Fibrat 10-15% 10-20% 35-50%
niasin 10-25% 10-35% 25-50%
Ezetimibe 15-25% 3-5% 5-10%
Asam lemak 5-10% 1-3% 20-30%
Omega-3
Tabel . Efek Obat hipolipidemik terhadap kadar lipid serum

PEDOMAN PELAYANAN RUANGAN PEMERIKSAAN UMUM 56


Dislipidemia Obat pilihan
hiperkolesterolemia Statin/resin/kombinasi
Dislipidemia campuran Statin/resin/kombinasi
Hipertrigliseridemia Fibrat
Isolated low HDL fibrat

4.3.3.17 GASTRITIS
Proses inflamasi/peradangan pada lapisan mukosa dan submukosa lambung
sebagai mekanisme proteksi mukosa apabila terdapat akumulasi bakteri atau bahan
iritan lain. Proses inflamasi dapat bersifat akut, kronis, difus, atau lokal.
DIAGNOSA
Penyakit gastritis adalah proses inflamasi pada lapisan mukosa dan submukosa
lambung, yang berkembang bila mekanisme protektif mukosa dipenuhi dengan
bakteri atau bahan iritan lain.
Gejala penyakit gastritis yang biasa terjadi adalah
 Mual dan muntah
 Nyeri epigastrum yang timbul tidak lama setelah makan dan minum unsur-
unsur yang dapat merangsang lambung ( alkohol, salisilat, makanan tercemar
toksin stafilokokus )
 Pucat
 Lemah
 Keringat dingin
 Nadi cepat
 Nafsu makan menurun secara drastis
 Suhu badan meningkat
 Sering bersendawa terutama dalam keadaan lapar
RENCANA PENATALAKSANAAN KOMPREHENSIF (PLAN)
a. Menginformasikan kepada pasien untuk menghindari pemicu terjadinya
keluhan, antara lain dengan makan tepat waktu, makan sering dengan porsi
kecil dan hindari dari makanan yang meningkatkan asam lambung atau perut
kembung seperti kopi, teh, Alkohol, makanan pedas dan kol.
b. Terapi diberikan per oral dengan obat, antara lain: H2 Bloker 2x/hari (Ranitidin
150 mg/kali, Simetidin 400-800 mg/kali), PPI 2x/hari (Omeprazole 20 mg/kali),
serta Antasida dosis 3 x 500-1000 mg/hr.
KRITERIA RUJUKAN
a. Bila 5 hari pengobatan belum ada perbaikan.
b. Terjadi komplikasi (Pendarahan saluran cerna bagian atas, Ulkus peptikum,
Perforasi lambung, Anemia)

PEDOMAN PELAYANAN RUANGAN PEMERIKSAAN UMUM 57


c. Terjadi alarm symptoms seperti perdarahan, berat badan menurun 10%
dalam 6 bulan, dan mual muntah berlebihan

4.3.3.18 TONSILITIS
Tonsilitis adalah peradangan tonsil palatina yang merupakan bagian dari cincin
Waldeyer. Cincin Waldeyer terdiri atas susunan kelenjar limfa yang terdapat di
dalam rongga mulut yaitu: tonsil faringeal (adenoid), tonsil palatina (tonsil faucial),
tonsil lingual (tonsil pangkal lidah), tonsil tuba Eustachius (lateral band dinding
faring/ Gerlach’s tonsil).
Penyakit ini banyak diderita oleh anak-anak berusia 3 sampai 10 tahun dan anak
remaja berusia 15 hingga 25 tahun.
Hasil Anamnesis (Subjective)
Keluhan
Pasien datang dengan keluhan nyeri pada tenggorokan.
Gejala lainnya tergantung penyebab tonsilitis.
a. Penderita tonsilitis akut awalnya mengeluh rasa kering di tenggorokan, kemudian
berubah menjadi rasa nyeri di tenggorokan dan nyeri saat menelan. Rasa nyeri
semakin semakin bertambah sehingga anak menjadi tidak mau makan. Nyeri
hebat ini dapat menyebar sebagai referred pain ke sendi-sendi dan telinga. Nyeri
pada telinga (otalgia) tersebut tersebar melalui nervus glossofaringeus (IX).
Keluhan lainnya berupa demam yang dapat sangat tinggi sampai menimbulkan
kejang pada bayi dan anak-anak. Rasa nyeri kepala, badan lesu dan nafsu makan
berkurang sering menyertai pasien tonsilitis akut. Suara pasien terdengar seperti
orang yang mulutnya penuh terisi makanan panas. Keadaan ini disebut plummy
voice/ hot potato voice. Mulut berbau (foetor ex ore) dan ludah menumpuk dalam
kavum oris akibat nyeri telan yang hebat (ptialismus). Tonsilitis viral lebih
menyerupai common cold yang disertai rasa nyeri tenggorokan.
b. Pada tonsilitis kronik, pasien mengeluh ada penghalang/ mengganjal di
tenggorokan, tenggorokan terasa kering dan pernafasan berbau
(halitosis).
c. Pada Angina Plaut Vincent (Stomatitis ulseromembranosa) gejala yang
timbul adalah demam tinggi (39˚C), nyeri di mulut, gigi dan kepala, sakit
tenggorokan, badan lemah, gusi mudah berdarah dan hipersalivasi.
Faktor Risiko
a. Faktor usia, terutama pada anak.
b. Penurunan daya tahan tubuh.
c. Rangsangan menahun (misalnya rokok, makanan tertentu).
d. Higiene rongga mulut yang kurang baik.

PEDOMAN PELAYANAN RUANGAN PEMERIKSAAN UMUM 58


Hasil Pemeriksaan Fisik dan Pemeriksaan Penunjang Sederhana (Objective)
Pemeriksaan Fisik
a. Tonsilitis akut: pada pemeriksaan ditemukan tonsil yang udem (ukuran
membesar), hiperemis dan terdapat detritus yang memenuhi permukaan tonsil baik
berbentuk folikel, lakuna, atau pseudomembran. Bentuk tonsillitis akut dengan
detritus yang jelas disebut tonsilitis folikularis, bila bercak-bercak detritus ini menjadi
satu, membentuk alur alur maka akan terjadi tonsilitis lakunaris. Bercak detritus ini
dapat melebar sehingga terbentuk membran semu (pseudomembran) yang
menutupi ruang antara kedua tonsil sehingga tampak menyempit. Palatum mole,
arkus anterior dan arkus posterior juga tampak udem dan hiperemis. Kelenjar
submandibula yang terletak di belakang angulus mandibula terlihat membesar dan
ada nyeri tekan.
b. Tonsilitis kronik: pada pemeriksaan fisik ditemukan tampak tonsil membesar
dengan permukaan yang tidak rata, kriptus melebar, dan kriptus berisi detritus.
Tanda klinis pada Tonsilitis Kronis yang sering muncul adalah kripta yang melebar,
pembesaran kelenjar limfe submandibula dan tonsil yang mengalami perlengketan.
Tanda klinis
tidak harus ada seluruhnya, minimal ada kripta yang melebar dan pembesaran
kelenjar limfe submandibular.
c. Tonsilitis difteri: pada pemeriksaan ditemukan tonsil membengkak ditutupi bercak
putih kotor yang makin lama makin meluas dan membentuk pseudomembran yang
melekat erat pada dasarnya sehingga bila diangkat akan mudah berdarah.
d. Berdasarkan rasio perbandingan tonsil dengan orofaring, dengan mengukur jarak
antara kedua pilar anterior dibandingkan dengan jarak permukaan medial kedua
tonsil, maka gradasi pembesaran tonsil dapat dibagi menjadi:
1. T0: tonsil masuk di dalam fossa atau sudah diangkat.
2. T1: <25% volume tonsil dibandingkan dengan volume orofaring atau
batas medial tonsil melewati pilar anterior sampai ¼ jarak pilar anterior uvula.
3. T2: 25-50% volume tonsil dibandingkan dengan volume orofaringatau
batas medial tonsil melewati ¼ jarak pilar anterior-uvula sampai ½ jarak pilar
anterior-uvula.
4. T3: 50-75% volume tonsil dibandingkan dengan volume orofaring
atau batas medial tonsil melewati ½ jarak pilar anterior-uvula sampai ¾ jarak pilar
anterior-uvula.
5. T4: > 75% volume tonsil dibandingkan dengan volume orofaring atau
batas medial tonsil melewati ¾ jarak pilar anterior-uvula sampai uvula atau lebih.

PEDOMAN PELAYANAN RUANGAN PEMERIKSAAN UMUM 59


Pemeriksaan Penunjang: bila diperlukan
a. Darah lengkap
b. Usap tonsil untuk pemeriksaan mikroskop dengan pewarnaan gram
Penegakan Diagnosis (Assessment)
Diagnosis Klinis
Diagnosis ditegakkan berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik, dan
untukdiagnosisdefinitif dengan pemeriksaan penunjang.
Klasifikasi tonsilitis:
a. Tonsilitis Akut
1. Tonsilitis viral
Virus Epstein Barr adalah penyebab paling sering. Jika terjadiinfeksivirus
coxschakie, maka pada pemeriksaan rongga mulut akantampak luka-luka kecil pada
palatum dan tonsil yang sangat nyeridirasakan pasien.
2. Tonsilitis bacterial
Peradangan akut tonsil yang dapat disebabkan oleh kuman grup Astereptococcus
beta hemoliticus yang dikenal sebagai strept throat,pneumococcus, streptococcus
viridan dan streptococcus piogenes.Haemophilus influenzae merupakan penyebab
tonsilitis akutsupuratif. Infiltrasi bakteri pada lapisan epitel jaringan tonsil
akanmenimbulkan reaksiradang berupa keluarnya leukositpolimorfonuklear sehingga
terbentuk detritus. Masainkubasi 2-4hari.
b. Tonsilitis Membranosa
1. Tonsilitis difteri (dirujuk)
Tonsilitis ini disebabkan oleh kuman Corynebacterium diphteriae.Tidak semua orang
yang terinfeksi oleh kuman ini akan sakit.Keadaan ini tergantung pada titer antitoksin
dalam darah. Titerantitoksin sebesar 0,03 sat/cc darah dapat dianggap
cukupmemberikan dasar imunitas. Gejalanya terbagi menjadi 3 golonganbesar,
umum, lokal dan gejala akibat eksotoksin. Gejala umum samaseperti gejala infeksi

PEDOMAN PELAYANAN RUANGAN PEMERIKSAAN UMUM 60


lain, yaitu demam subfebris, nyeri kepala, tidaknafsu makan, badan lemah, nadi
lambat dan keluhan nyeri menelan.
Gejala lokal yang tampak berupa tonsil membengkak ditutupi bercakputih kotor yang
makin lama makin meluas dan membentukpseudomembran yang melekat erat pada
dasarnya sehingga biladiangkat akan mudah berdarah. Gejala akibat endotoksin
dapatmenimbulkan kerusakan jaringan tubuh, misalnya pada jantungdapat terjadi
miokarditis sampai dekompensasi kordis,menyebabkan sumbatan jalan nafas atas
yang merupakan keadaangawat darurat serta pada ginjal dapat menimbulkan
albuminuria.
2. Tonsilitis septic (dirujuk)
Penyebab tonsilitis septik adalah Streptococcus hemoliticus yangterdapat dalam
sususapi sehingga menimbulkan epidemi. Olehkarena itu di Indonesia susu sapi
dimasakdulu dengan carapasteurisasi sebelum diminum maka penyakit ini jarang
ditemukan.
3. Angina Plaut Vincent (Stomatitis ulseromembranosa)
Penyebab penyakit ini adalah bakteri spirochaeta atau triponemayang didapatkan
padapenderita dengan higiene mulut yang kurangdan defisiensi vitamin C.
4. Penyakit keganasan (dirujuk)
Pembesaran tonsil dapat merupakan manifestasi dari suatukeganasan seperti
limfoma maligna atau karsinoma tonsil. Biasanyaditemukan pembesaran tonsil yang
asimetris.

c. Tonsilitis Kronik
Tonsilitis kronik timbul karena rangsangan yang menahun dari rokok,beberapa
jenismakanan, hygiene mulut yang buruk, pengaruh cuaca,kelelahan fisik dan
pengobatan tonsilitis akut yang tidak adekuat.
2. Tonsilitis septic
Penyebab tonsilitis septik adalah Streptococcus hemoliticus yangterdapat dalam
susu sapi sehingga menimbulkan epidemi. Olehkarena itu di Indonesia susu sapi
dimasak dulu dengan carapasteurisasi sebelum diminum maka penyakit ini jarang
ditemukan.
3. Angina Plaut Vincent (Stomatitis ulseromembranosa)
Penyebab penyakit ini adalah bakteri spirochaeta atau triponemayang didapatkan
pada penderita dengan higiene mulut yang kurangdan defisiensi vitamin C.
4. Penyakit keganasan
Pembesaran tonsil dapat merupakan manifestasi dari suatukeganasan seperti
limfoma maligna atau karsinoma tonsil. Biasanyaditemukan pembesaran tonsil yang
asimetris.

PEDOMAN PELAYANAN RUANGAN PEMERIKSAAN UMUM 61


c. Tonsilitis Kronik
Tonsilitis kronik timbul karena rangsangan yang menahun dari rokok,beberapa jenis
makanan, hygiene mulut yang buruk, pengaruh cuaca,kelelahan fisik dan
pengobatan tonsilitis akut yang tidak adekuat.
Diagnosis Banding
a. Faringitis.
b. Tumor tonsil.
Komplikasi
a. Komplikasi lokal
1. Abses peritonsil (Quinsy)
2. Abses parafaringeal
3. Otitis media akut
b. Komplikasi sistemik
1. Glomerulonephritis
2. Miokarditis
3. Demam reumatik dan penyakit jantung reumatik
Rencana Penatalaksanaan Komprehensif (Plan)
Penatalaksanaan
a. Istirahat cukup
b.Makan makanan lunak dan menghindari makan makanan yang
mengiritasi
c. Menjaga kebersihan mulut
d. Pemberian obat topikal dapat berupa obat kumur antiseptik
e. Pemberian obat oral sistemik
1. Pada tonsilitis viral istirahat, minum cukup, analgetika (simptomatis)
2. Tonsilitis akibat bakteri terutama bila diduga penyebabnyastreptococcus group A,
diberikan antibiotik yaitu Amoksisilin 50 mg/kgBB dosis dibagi 3 kali/ hari selama 10
hari dan pada dewasa3x500 mg selama 6-10 hari atau eritromisin 4x500 mg/hari.
Selainantibiotik juga diberikan kortikosteroid karena steroid telahmenunjukkan
perbaikan klinis yang dapat menekan reaksi inflamasi.Steroid yang dapat diberikan
berupa deksametason 3x0,5 mg padadewasa selama 3 hari dan pada anak-anak
0,01 mg/kgBB/hari dibagi3 kali pemberian selama 3 hari.
3. Pada tonsilitis difteri(dirujuk di RS), Anti Difteri Serum diberikan segera
tanpamenunggu hasil kultur, dengan dosis 20.000-100.000 unittergantung umur dan
jenis kelamin). Antibiotik penisilin ataueritromisin 25-50 mg/kgBB/hari. Antipiretik
untuk simptomatis danpasien.
harus diisolasi. Perawatan harus istirahat di tempat tidurselama 2-3 minggu.

PEDOMAN PELAYANAN RUANGAN PEMERIKSAAN UMUM 62


4. Pada Angina Plaut Vincent (Stomatitis ulseromembranosa) diberikanantibiotik
spektrum luas selama 1 minggu, dan pemberian vitamin Cserta vitamin B kompleks.
Pengobatan tonsilitis kronik:
a. Diberikan obat-obatan simptomatik dan obat kumur yang mengandung
desinfektan.
b. Indikasi tonsilektomi.
Indikasi Tonsilektomi
Menurut Health Technology Assessment, Kemenkes tahun 2004, indikasi
tonsilektomi, yaitu:
a. Indikasi Absolut:
1. Pembengkakan tonsil yang menyebabkan obstruksi saluran nafas, disfagia berat,
gangguan tidur dan komplikasi kardiopulmonar
2. Abses peritonsil yang tidak membaik dengan pengobatan medis dan drainase
3. Tonsilitis yang menimbulkan kejang demam
4. Tonsilitis yang membutuhkan biopsi untuk menentukan patologi anatomi
b. Indikasi Relatif:
1. Terjadi 3 episode atau lebih infeksi tonsil per tahun dengan terapi antibiotik
adekuat
2. Halitosis akibat tonsilitis kronik yang tidak membaik dengan pemberian terapi
medis
3. Tonsilitis kronik atau berulang pada karier streptococcus yang tidak membaik
dengan pemberian antibiotik laktamase resisten.
Konseling dan Edukasi
Memberitahu individu dan keluarga untuk:
a. Melakukan pengobatan yang adekuat karena risiko kekambuhan cukup tinggi.
b. Menjaga daya tahan tubuh dengan mengkonsumsi makan bergizi dan olahraga
teratur.
c. Berhenti merokok.
d. Selalu menjaga kebersihan mulut.
e. Mencuci tangan secara teratur.
f. Menghindari makanan dan minuman yang mengiritasi.
Pemeriksaan Penunjang Lanjutan
Usap tonsil untuk pemeriksaan kultur bakteri.
Rencana Tindak Lanjut
Memberikan laporan ke dinkes setempat jika terdapat kasus tonsilitis difteri.
Kriteria Rujukan
Segera rujuk jika terjadi:

PEDOMAN PELAYANAN RUANGAN PEMERIKSAAN UMUM 63


a. Komplikasi tonsilitis akut: abses peritonsiler, septikemia, meningitis,
glomerulonephritis, demam rematik akut.
b. Adanya indikasi tonsilektomi.
c. Pasien dengan tonsilitis difteri.
Prognosis
Prognosis pada umumnya bonam jika pengobatan adekuat dan kebersihan
mulut baik.

4.3.3.19 DIARE NON SPESIFIK


Diare non spesifik adalah BAB encer/cair dengan frekuensi 3/ lebih dalam waktu <24
jam, diare non spesifik pada umumnya disebabkan oleh virus sehingga feses jarang
bercampur darah atau lendir dan diare jarang didahului oleh demam
Anamnesa :
Pasien datang dengan keluhan BAB cair/encer lebih dari 3 x dalam waktu < 24 jam,
pada umumnya tidak ada demam, tidak dikeluhkan adanya darah atau lendir di
fesesnya. Diare non spesifik disebabkan oleh virus, dan sebagian besar diare pada
anak pada umumnya adalah diare non spesifik
Pemeriksaan Fisik :
Yang terpenting adalah menentukan status hidrasi pasien :
Pengamatan/Pem Derajat Dehidrasi
eriksaan Tidak dehidrasi Dehidrasi sedang Dehidrasi berat
Keadaan umum Baik, sadar Gelisah Lesu, tidak sadar
Mata Normal Cekung Sangat cekung
Air mata Ada Tidak ada Tidak ada
Mulut dan lidah Basah Kering Sangat kering
Rasa haus Normal, tidak Haus, ingin Malas minum/tidak dapat
haus minum banyak minum
Turgor kulit Kembali cepat Kembali lambat Kembali sangat lambat
Tatalaksana :
a. Tidak menggunakan antibiotik
b. Rehidrasi dengan oralit : anak 5 sachet, dewasa 10 sachet
1. Diare tanpa dehidrasi, rencana Terapi A, yaitu :
- Meningkatkan pemberian cairan untuk mengganti cairan yang hilang
(kuah sayur, air tajin, larutan garam oralit)
- Cairan diberikan sebanyak yang diinginkan hingga diare berhenti,
berikan setiap habis BAB
Anak < 2 tahun : 50-100ml cairan (seperempat gelas)
Anak 2-10tahun : 100-200ml (1/2-1 gelas)

PEDOMAN PELAYANAN RUANGAN PEMERIKSAAN UMUM 64


Cara membuat oralit : larutkan 1 sachet garam oralit dengan 200ml/1 gelas aqua air
matang, jika larutan oralit tidak habis dalam waktu 24 jam maka larutan tsb harus
dibuang dan harus membuat larutan baru
- Meneruskan pemberian makanan atau ASI
- Merujuk jika disertai tanda-tanda bahaya (dehidrasi)
2. Diare dengan dehidrasi sedang, rencana Terapi B :
- Oralit 75ml/kgBB dalam 3 jam atau
Umur Berat Badan Jumlah Oralit
< 4 bulan < 5 kg 200-400 ml
4-11 bulan 5-7,9 kg 400-600 ml
12-23 bulan 8-10 kg 600-800 ml
2-4 tahun 11-15,9 kg 800-1200 ml
5-14 tahun 16-29,9kg 1200-2200 ml
>15 tahun >30 kg 2200-4000 ml
- Cairan jangan diberikan dengan botol, untuk bayi, cairan diberikan dengan
tetesan atau spuit. Anak umur < 2 tahun diberikan dengan sendok setiap
12 menit. Untuk anak yang lebih besar atau orang dewasa langsung
diminum dari gelas
- Amati perkembangan dehidrasinya
3. Diare dengan dehidrasi berat, rencana Terapi C :
- Diberikan RL 100 ml terbagi menjadi :
Umur Berat badan Jumlah Oralit
Bayi (< 12 bulan) Dalam 1 jam Dalam 5 jam
>12 bulan Dalam 30 menit Dalam 2,5 jam
- Setiap 1-2 jam pasien diperiksa ulang, jika hidrasi tidak membaik tetesan
dipercepat
- Persiapkan rujukan ke puskesmas rawat inap/RS
c. Zinc : membantu memperbaiki mukosa usus dan mencegah
berulangnya diare, diberikan kepada Bayi 2-6 bulan dosis 1x10mg selama
10 hari, sedangkan usia 6 bulan-5 tahun 1x20mg selama 10 hari
d. Memadatkan feses : attapulgit : dewasa 2 tablet tiap diare, maksimal 12
tab dalam sehari
e. Probiotik : diutamakan pada pasien diare dengan gizi kurang maupun
buruk karena terdapat gangguan penyerapan nutrisi pada pasien-pasien
tersebut, dosis < 6 bulan : 1-2x1/2 sach/hari, >6 bulan : 1-2 sach/hari,
diberikan 4 sachet per pasien
f. Mengurangi spasme : papaverin 3x1tab (hanya untuk dewasa, tidak
boleh diberikan pada anak-anak)

PEDOMAN PELAYANAN RUANGAN PEMERIKSAAN UMUM 65


4.3.3.20 INFEKSI VIRUS DENGUE
Infeksi virus dengue adalah spektrum klinis yang disebabkan oleh virus dengue,
yang ditularkan ke dalam tubuh manusia oleh nyamuk Aedes aegypti dan Aedes
albopictus
Infeksi virus dengue memiliki beberapa spektrum klinis. Sebagian besar infeksi virus
dengue tidak menimbulkan gejala atau hanya menimbulkan demam ringan yang
berlangsung selama 5-7 hari (demam dengue). Spektrum klinis ini biasanya terjadi
pada penderita yang baru pertama kali terinfeksi virus dengue. Sedangkan pada
penderita yang sebelumnya sudah pernah terinfeksi, gejala yang ditimbulkan lebih
berat (dikenal dengan istilah demam berdarah dengue), atau bahkan sangat berat
hingga menyebabkan sindrom syok dengue.
Gejala infeksi virus dengue
Demam adalah manifestasi utama
Gejala infeksi Dengue muncul 3-14 hari setelah virus Dengue masuk ke dalam
tubuh. Manifestasi utama infeksi virus ini berupa demam. Demam tinggi mendadak
berlangsung 2-7 hari secara terus-menerus, tanpa ada penyebab lainnya.
Demam akibat infeksi dengue memiliki pola bifasik, atau seperti pelana kuda.
Demam berlangsung tinggi mendadak secara terus-menerus. Umumnya, pada hari
ke-3 hingga ke-5 demam akan reda, tetapi justru penyakit akan memasuki fase
kritisnya. Fase ini adalah puncak terjadinya kebocoran plasma akibat reaksi antigen-
antibodi, akibatnya hematokrit akan meningkat dan trombosit akan turun drastis
untuk “menambal” kebocoran tersebut. Bila tidak dilakukan penanganan optimal,
pada fase kritis ini akan terjadi renjatan dan penurunan kesadaran. Sebaliknya, bila
fase ini dapat terlewati, maka keadaan klinis dan parameter laboratoris akan
berangsur-angsur membaik.
Gejala penyerta
Gejala lainnya yang menyertai antara lain: mual, muntah, nyeri kepala, lemah, lesu,
nyeri otot dan sendi, perdarahan spontan, serta ruam kulit.
Gejala-gejala di atas juga ditunjang oleh pemeriksaan laboratorium yang
menunjukkan penurunan jumlah trombosit, penurunan leukosit, dan pada beberapa
kasus peningkatan hematokrit.
Laboratorium
 Trombositopenia (100 000/μl atau kurang)
 Adanya kebocoran plasma karena peningkatan permeabilitas kapiler, dengan
manifestasi sebagai berikut:
o Peningkatan hematokrit ≥ 20% dari nilai standar
o Penurunan hematokrit ≥ 20%, setelah mendapat terapi cairan

PEDOMAN PELAYANAN RUANGAN PEMERIKSAAN UMUM 66


o Efusi pleura/perikardial, asites, hipoproteinemia.
 Dua kriteria klinis pertama ditambah satu dari kriteria laboratorium (atau
hanya peningkatan hematokrit) cukup untuk menegakkan Diagnosis Kerja
DBD.
Derajat Penyakit
Derajat penyakit DBD diklasifikasikan dalam 4 derajat (pada setiap derajat sudah
ditemukan trombositopenia dan hemokonsentrasi)
Demam disertai gejala tidak khas dan satu-satunya manifestasi
Derajat I
perdarahan ialah uji bendung.
Seperti derajat I, disertai perdarahan spontan di kulit dan atau
Derajat II
perdarahan lain.
Didapatkan kegagalan sirkulasi, yaitu nadi cepat dan lambat,
tekanan nadi menurun (20 mmHg atau kurang) atau hipotensi,
Derajat III
sianosis di sekitar mulut, kulit dingin dan lembap dan anak tampak
gelisah.
Syok berat (profound shock), nadi tidak dapat diraba dan tekanan
Derajat IV
darah tidak terukur
Tatalaksana Demam Berdarah Dengue tanpa syok
Anak dirawat di rumah sakit
 Berikan anak banyak minum larutan oralit atau jus buah, air tajin, air sirup,
susu, untuk mengganti cairan yang hilang akibat kebocoran plasma, demam,
muntah/diare.
 Berikan parasetamol bila demam. Jangan berikan asetosal atau ibuprofen
karena obat-obatan ini dapat merangsang terjadinya perdarahan.
 Berikan infus sesuai dengan dehidrasi sedang:
o Berikan hanya larutan isotonik seperti Ringer laktat/asetat
o Kebutuhan cairan parenteral
 Berat badan < 15 kg : 7 ml/kgBB/jam
 Berat badan 15-40 kg : 5 ml/kgBB/jam
 Berat badan > 40 kg : 3 ml/kgBB/jam
o Pantau tanda vital dan diuresis setiap jam, serta periksa laboratorium
(hematokrit, trombosit, leukosit dan hemoglobin) tiap 6 jam
o Apabila terjadi penurunan hematokrit dan klinis membaik, turunkan
jumlah cairan secara bertahap sampai keadaan stabil. Cairan intravena
biasanya hanya memerlukan waktu 24–48 jam sejak kebocoran
pembuluh kapiler spontan setelah pemberian cairan.
 Apabila terjadi perburukan klinis berikan tatalaksana sesuai dengan tata
laksana syok terkompensasi (compensated shock).

PEDOMAN PELAYANAN RUANGAN PEMERIKSAAN UMUM 67


Tatalaksana Demam Berdarah Dengue dengan Syok
 Perlakukan hal ini sebagai gawat darurat. Berikan oksigen 2-4 L/menit
secarra nasal.
 Berikan 20 ml/kg larutan kristaloid seperti Ringer laktat/asetat secepatnya.
 Jika tidak menunjukkan perbaikan klinis, ulangi pemberian kristaloid 20
ml/kgBB secepatnya (maksimal 30 menit) atau pertimbangkan pemberian
koloid 10-20ml/kgBB/jam maksimal 30 ml/kgBB/24 jam.
 Jika tidak ada perbaikan klinis tetapi hematokrit dan hemoglobin menurun
pertimbangkan terjadinya perdarahan tersembunyi; berikan transfusi
darah/komponen.
 Jika terdapat perbaikan klinis (pengisian kapiler dan perfusi perifer mulai
membaik, tekanan nadi melebar), jumlah cairan dikurangi hingga 10
ml/kgBB/jam dalam 2-4 jam dan secara bertahap diturunkan tiap 4-6 jam
sesuai kondisi klinis dan laboratorium.
 Dalam banyak kasus, cairan intravena dapat dihentikan setelah 36-48 jam.
Ingatlah banyak kematian terjadi karena pemberian cairan yang terlalu
banyak daripada pemberian yang terlalu sedikit

4.3.4 PEMBERIAN ASUHAN KEPERAWATAN

Asuhan keperawatan diberikan oleh perawat yang merawat pasien.

Berikut asuhan keperawatan yang paling sering diberikan di poli umum

4.3.4.1 ASUHAN KEPERAWATAN COMMON COLD

1. Perawat melakukan pengkajian keperawatan, antara lain :


a) Perawat melakukan anamnesa kepada pasien, tentang riwayat penyakit
sekarang/keluhan utama (batuk, pilek, hidung buntu, lemas dan tak enak
badan), dahulu, dan keluarga
b) Perawat mengkaji kepala dan Leher, yang meliputi : adakah konjungtivitis,
wajah memerah, adanya lymphadenopathy cervical anterior dan sakit
kepala.
c) Perawat mengkaji pola pernafasan pasien, apakah terdapat sakit
tenggorokan, substernal panas, batuk produktif /non produktif, hiperemi
pada hulu kerongkongan/tekak, peningkatan RR, serta suara nafas ronchi
atau crackles.
d) Perawat mengkaji daerah abdominal pasien, apakah terdapat anorexia dan
malaise/ rasa tidak enak badan
e) Perawat mengkaji status neurologi pasien, yaitu : myalgia.

PEDOMAN PELAYANAN RUANGAN PEMERIKSAAN UMUM 68


f) Perawat mengkaji suhu tubuh pasien
2. Perawat menegakkan diagnosa keperawatan, yaitu :
a) Bersihan jalan nafas tidak efektif
b) Pola nafas tidak efektif
c) Hipertermi
d) Nyeri akut
3. Perawat melakukan Intervensi sesuai dengan diagnosa yang di tegakkan,
berupa konseling dan kolaborasi dengan dokter dalam pemberian terapi
4. Perawat melakukan implementasi dari rancangan intervensi yang di tetapkan
5. Perawat melakukan evaluasi pada diagnosa yang ada.
6. Perawat menuliskan asuhan keperawatan pada rekam medis
4.3.4.2 ASUHAN KEPERAWATAN DISPEPSIA
1. Perawat melakukan pegkajian pada pasien, antara lain :
a) Perawat melakukan pengkajian terhadap riwayat penyakit sekarang, dan
dahulu
b) Perawat mengkaji dan menganalisa apakah terdapat keluhan seperti :
nyeri perut, rasa pedih di ulu hati, mual kadang-kadang muntah, nafsu
makan berkurang, rasa lekas kenyang, perut kembung, rasa panas di dada
dan perut, regurgitasi (keluar cairan dari lambung secar tiba-tiba)..
2. Perawat menegakkan diagnosa keperawatan , yaitu :
a) Nyeri akut
b) Ketidak seimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh
c) mual
3. Perawat menetapkan intervensi keperawatan sesuai dengan diagnosa yang
muncul, berupa konseling dan kolaborasi dengan tim medis lain( dokter,
konsultan gizi)
4. Perawat melaksanakan implementasi dari intervensi yang telah di buat
5. Perawat melakukan evaluasi pada hasil implementasi yang dilakukan terhdap
pasien
6. Perawat menulis asuhan keperawatan pada lembar rekam medis
4.3.4.3 ASUHAN KEPERAWATAN DIABETES MELLITUS TIPE 2
1. Perawat melakukan pengkajian yang berhubungan dengan diabetes mellitus
tipe 2, yaitu :
a) Perawat mengkaji riwayat kesehatan pasien sekarang, sebelumnya dan
keluarga
b) Perawat melakukan pemeriksaan dari beberapa tanda yang muncul pada
pasien diabetes mellitus, yaitu : poliuria( banyak berkemih ), poli dipsia (
banyak minum ), polfagia ( banyak makan )

PEDOMAN PELAYANAN RUANGAN PEMERIKSAAN UMUM 69


c) Perawat juga mengkaji beberapa keluhan yang sering muncul pada
penderita diabetes mellitus, yaitu: lemas, mudah letih, kesemutan, sering
gatal pada tempat yang tidak spesifik, penyembuhan luka yang lama dan
buruk.
d) Perawat mengkaji faktor penunjang lain berupa hasil laborat pasien dengan
kriteria GDP > 126. GDA > 200. 2jpp > 200
2. Perawat menegakkan diagnosa keperawatan yang muncul sesuai dengan
keluhan yang ada pada pasien dan di tunjang dengan data penunjang
lainnya, antara lain :
a) Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh
b) Gangguan integritas kulit
c) Intoleran aktivitas
d) Kelelahan
e) Gangguan mobilitas fisik
3. Perawat merencanakan intervensi keperawatan yang akan dilaksanakan
sesuai dengan diagnosa keperawatan yang muncul
4. Perawat mengimplementasikan kegiatan dalam intervensi berupa tindakan
konseling, kolaborasi dengan tim medis lain ( dokter, tenaga gizi), dan juga
rawat luka, bila seandainya terdapat luka gangren
5. Perawat mengevaluasi kegiatan implementasi yang sudah dilaksankan
terhadap pasien
6. Perawat menuliskan asuhan keperawatan pada lembar rekam medis
4.3.4.4 ASUHAN KEPERAWATAN HIPERTENSI PRIMER
1. Perawat melakukan pengkajian, pada pasien hipertensi, diantaranya :
a) Perawat mengkaji riwayat penyakit sekarang, dahulu, keluarga, dan sosial
pasien.
b) Perawat mengkaji beberapa keluhan yang sering muncul pada pasien
hipertesi, antara lain: sakit kepala,kelelahan, mual muntah, gelisah, kadang
sesak nafas dan kadang pandangan menjadi kabur
c) Perawat mengkaji tekanan darah pasien minimum dengan hasil tekanan
sistole > 140 dan diastole >90
2. Perawat menetapkan diagnos keperawatan sesuai dengan tanda gejala yang
muncul pada pasien, diantaranya :
a) Intoleransi aktivitas
b) Nyeri
c) Resti terhadap penurunan curah jantung
3. Perawat menetapkan intervensi yang akan dilakukan pada pasien, sesuai
dengan diagnosa yang muncul

PEDOMAN PELAYANAN RUANGAN PEMERIKSAAN UMUM 70


4. Perawat mengimplementasikan kegiatan yang sudah direncanakan dalam
bentuk tindakan, konseling dan kolaborasi dengan tim medis lain ( dokter,
konsultan gizi )
5. Perawat mengevaluasi tindakan yang sudah dilaksanakan.
6. Perawat menuliskan asuhan keperawatan pada lembar rekam medis
4.3.4.5 ASUHAN KEPERAWATAN INFEKSI SALURAN PERNAFASAN AKUT
1. Perawat melakukan pengkajian kepada pasien, diantaranya :
a) Perawat mengkaji riwayat penyakit sekarang ( keluhan utama : demam,
batuk, pilek dan sakit tenggorokan) dan dahulu, serta keluarga pasien
b) Perawat melakukan pemeriksaan fisik yang di fokuskan pada sistem
pernafasan, yaitu : Membran mukosa hidung-faring tampak kemerahan,
Tonsil tampak kemerahan dan edema, Tampak batuk produktif dan non
produktif, adanya akumulasi secret pada hidung, tampak penggunaan
otot-otot pernafasan tambahan, pernafasan cuping hidung.
2. Perawat menetapkan diagnosa keperawatan yang muncul sesuai dengan
keluhan dan tanda tanda yang muncul saat pemeriksaan fisik pasien,
diantranya:
a) Bersihan jalan nafas tidak efektif
b) Pola nafas tidak efektif
c) Hipertermi
d) Nyeri akut
3. Perawat membuat intervensi keperawatan yang akan dilakukan
4. Perawat melaksanakan intervensi keperawatan dalam bentuk tindakan,
konseling dan kolaborasi dengan tim medis dalam pemberian terapi
5. Perawat mengevaluasi tindakan yang sudah dilakukan
6. Perawat menuliskan asuhan keperawatan pada lembar rekam medis
4.3.4.6 ASUHAN KEPERAWATAN REMATIK
1. Perawat melakukan pengkajian dasar, yaitu
a) Perawat mengkaji keluhan utama/ riwayat penyakit sekarang ( nyeri di
persendian, sendi kadang membengkak, rasa sakit bertambah saat cuaca
dingin ) dan riwayat penyakit dahulu
b) Perawat mengkaji status lokalis dari rasa nyeri tersebut
2. Perawat menetapkan diagnosa keperawatan sesuai dengan keluhan utama
yang disampaikan oleh pasien, antara lain ( nyeri akut, cemas, gangguan
mobilitas fisik )
3. Perawat merencanakan intervensi yang akan dilaksanakan pada pasien,
sesuai dengan diagnosanya, dengan kegiatan konseling dan kolaborasi
dengan tim medis lain

PEDOMAN PELAYANAN RUANGAN PEMERIKSAAN UMUM 71


4. Perawat melaksanakan intervensi yang sudah direncanakan
5. Perawat mengevaluasi tindakan yang sudah dilaksanakan

4.3.5 PEMBERIAN PENDIDIKAN/PENYULUHAN PASIEN

Pendidikan/Penyuluhan pasien adalah prosedur pemberian pendidikan /penyuluhan


pada pasien tentang penyakitnya
1. Setiap pasien yang mendapat pelayanan kesehatan di puskesmas berhak
untuk berkonsultasi dan mendapat informasi tentang penyakitnya
2. Informasi yang harus diberikan oleh petugas kesehatan adalah:
a. Penyakit yang diderita pasien,
b. Penyebabnya(jika dapat diidentifikasi),
c. Apakah pasien memerlukan pemeriksaan tambahan/tidak, jika perlu
pemeriksaan tambahan apa saja yang diperlukan dan alasan mengapa
perlu diperiksa
d. Pengobatan/tindakan apa yang harus diambil beserta berbagai alternatif
tindakan/pengobatan yang ada, apakah pasien memerlukan konsultasi ke
tenaga yang lebih ahli atau tidak
e. Komplikasi penyakit(bila ada),
f. Efek samping pengobatan/tindakan,
g. Bagaimana cara menanggulangi agar pasien tidak kembali
sakit/pencegahan komplikasi penyakitnya (tindakan preventif yang dapat
diambil pasien agar tidak jatuh sakit lagi/agar penyakit tidak semakin
parah)
h. Kapan pasien harus kembali kontrol(bila perlu)
i. Prognosa
3. Pasien berhak bertanya kepada petugas jika penjelasan belum jelas
4. Penyuluhan kepada pasien dapat dilakukan secara tim bekerja sama dengan
unit pelayanan lain seperti poli gizi dan klinik sanitasi

4.3.6 PEMBEDAHAN MINOR OLEH DOKTER UMUM


Tindakan bedah minor yang dapat dilakukan di puskesmas oleh dokter umum
adalah sebagai berikut :
1. Eksisi klavus
2. Ekstirpasi lipoma
3. Ekstraksi kuku
4. Roser plasty
5. Incisi abses
6. Operasi ateroma (ekstirpasi in toto)

PEDOMAN PELAYANAN RUANGAN PEMERIKSAAN UMUM 72


4.3.6.1 EKSISI KLAVUS
Klavus adalah suatu penebalan yang tidak berbatas jelas, keras seperti tanduk
berwarna lebih terang dari sekitarnya, terdapat suatu inti(mata) di tengah-tengah
yang menyebabkan rasa sakit oleh karena tekanan pada serat saraf sensoris di
lapisan bawahnya, permukaan tidak rata, fixed
Klavus terjadi oleh karena gesekan atau tekanan yang berlangsung terus menerus,
karena itu sering didapatkan di telapak kaki dan jari-jari kaki
1. Setelah diagnosa ditegakkan pertama-tama pasien diedukasi tentang
penyakitnya dan agar pasien mencegah terjadinya gesekan atau tekanan
pada daerah tersebut dengan menyesuaikan/mengganti sepatu
2. Untuk klavus kecil dapat diberi resep salep asam salisilat 40% diganti tiap 48
jam sampai klavus menghilang
3. Bila perlu dilakukan eksisi dan lukanya jangan ditutup terlalu rapat/jahitan
situasi
4. Tata cara eksisi yaitu :
b. Persiapan alat :
- APD
- Lidokain 2%
- Kasa steril
- Duk steril
- Povidon iodine
- Mesh tajam
- Hecting set
- Benang non absorbable
- Spuit 3 cc
- Hypafix
c. Setelah diberi informasi tentang penyakitnya pasien diminta informed
consent
d. Daerah yang akan dieksisi didesinfeksi dengan povidon iodine secara
melingkar dari dalam ke luar
e. Daerah operasi diperkecil dengan duk steril
f. Dilakukan anestesi lokal secara infiltrasi di seputar daerah yang akan
dieksisi
g. Setelah dicek apakah anestesi sudah bereaksi kita lakukan eksisi
klavus hingga tampak jaringan yang sehat(tampak perdarahan)
h. Jika luka akibat eksisi cukup dalam maka dilakukan jahit situasi, jika
tidak bekas eksisi hanya perlu dibebat tekan dengan kasa steril
i. Luka bekas eksisi ditutup kasa steril

PEDOMAN PELAYANAN RUANGAN PEMERIKSAAN UMUM 73


j. Pasien disuruh kontrol 3 hari kemudia dan harus menjaga agar luka
tidak basah dan kotor
4.3.6.2 EKSTIRPASI LIPOMA
Lipoma adalah tumor terdiri atas sel-sel lemak yang mengalami hiperplasi dan
hipertrofi, berbatas jelas dengan simpai dan dapat difus, bebas dari kulit dan
dasarnya, tanda khasnya lobulasi, pseudofluktuasi, tidak nyeri
1. Setelah diagnosa ditegakkan pertama-tama pasien diberi informasi
tentang penyakitnya, tindakan apa yang akan dilakukan dan diminta
informed consentnya
2. Tata cara ekstirpasi yaitu :
a. Persiapan alat :
 APD
 Lidokain 2%
 Kasa steril
 Duk steril
 Povidon iodine
 Mesh tajam
 Hecting set
 Benang non absorbable dan absorbable
 Lomatulle
 Spuit 3 cc
 Hypafix
b. Daerah yang akan diekstirpasi didesinfeksi dengan povidon iodine secara
melingkar dari dalam ke luar hingga 5 cm di luar dan diperkecil dengan
duk steril
c. Dilakukan anestesi lokal secara infiltrasi di seputar daerah yang akan
dieksitirpasi
d. Setelah dicek apakah anestesi sudah bereaksi kita lakukan insisi
sedemikian rupa agar lipoma dapat diangkat keluar seluruhnya
e. Setelah lipoma diestirpasi bekas insisi dijahit, jika cukup dalam dapat
dilakukan penjahitan hingga 2 lapis, dimana jahitan dalam menggunakan
benang absorbable, jahitan luar menggunakan benang non absorbable
f. Luka ditutup lomatule dan kasa steril
g. Pasien disuruh kontrol 3 hari kemudian dan harus menjaga agar luka tidak
basah dan kotor
4.3.6.3 EKSTRAKSI KUKU

Ekstraksi kuku adalah tindakan mencabut/mengambil kuku

PEDOMAN PELAYANAN RUANGAN PEMERIKSAAN UMUM 74


Indikasinya : subungual hematom/abses, tinea unguium
1. Setelah diagnosa ditegakkan, beri penjelasan kepada pasien, minta informed
consent-nya
2. Petugas mengenakan APD dan mempersiapkan alat-alat sebagai berikut :
a. Povidon iodin 10%
b. Kasa steril
c. Duk steril
d. Turniket
e. Lidokain kombinasi epinefrin 2%
f. Spuit 3cc
g. Gunting besar, lurus, ujung tajam dan steril
h. Klem lurus
i. Sofratulle
j. Kasa bebat steril
k. Plester
3. Dilakukan desinfeksi di seluruh jari yang kukunya akan diekstraksi
4. Lapangan operasi diperkecil dengan duk steril
5. Untuk mendapatkan kerja anestesi yang agak lama dan mengurangi
perdarahan, pada pangkal jari dipasang karet melingkar (turniket)
6. Dilakukan anestesi lokal/blok anestesi N.digitalis dengan menyuntikkan
lidokain 2% pada pangkal jari bagian lateral dan medial sebanyak masing-
masing 1,5cc secara tegak lurus (menurut Oberst)
7. Setelah diuji apakah efek anestesi sudah masuk, dengan gunting lurus kuku
dipotong ditengah sampai pangkalnya
8. Dengan klem lurus (pean) kuku dijepit dan diputar ke samping sampai lepas
9. Bantalan kuku(nailbed) dibersihkan dan dibilas dengan kasa dan povidon
iodine
10. Lepas turniket
11. Pada bekas kuku diberi sofratulle, betadin dan dibebat
12. Kontrol 3 hari, luka tidak boleh basah maupun kotor
4.3.6.4 ROSER PLASTY
Roser Plasty adalah pengangkatan ¼ bagian kuku, nailbed dan jaringan granulasi
Indikasinya : ingrowing nail
1. Setelah diagnosa ditegakkan, beri penjelasan kepada pasien, minta informed
consent-nya
2. Petugas mengenakan APD dan mempersiapkan alat-alat sebagai berikut :
a. Povidon iodin 10%
b. Kasa steril

PEDOMAN PELAYANAN RUANGAN PEMERIKSAAN UMUM 75


c. Turniket
d. Lidokain kombinasi epinefrin 2%
e. Spuit 3cc
f. Gunting besar, lurus, ujung tajam dan steril
g. Klem lurus
h. Mesh tajam steril
i. Sofratulle
j. Kasa bebat steril
k. Plester
3. Dilakukan desinfeksi di seluruh jari yang kukunya akan diroser plasty
4. Lapangan operasi diperkecil dengan duk steril
5. Untuk mendapatkan kerja anestesi yang agak lama dan mengurangi
perdarahan, pada pangkal jari dipasang karet melingkar (turniket)
6. Dilakukan anestesi lokal/blok anestesi N.digitalis dengan menyuntikkan
lidokain 2% pada pangkal jari bagian lateral dan medial sebanyak masing-
masing 1,5cc secara tegak lurus (menurut Oberst)
7. Setelah diuji apakah efek anestesi sudah masuk, dengan gunting lurus kuku
dipotong di1/4 bagian yang terdapat ingrowing nail-nya sampai pangkalnya
8. Dengan klem lurus (pean) kuku dijepit dan diputar ke samping sampai lepas
9. Bantalan kuku(nailbed) dibersihkan, dikerok dan dibilas dengan kasa dan
povidon iodine
10. Jaringan granulasi dibuang (eksisi) dengan mesh tajam
11. Di dalam rongga yang terjadi dimasukkan sofratulle
12. Lepas turniket
13. Jari diberi betadin dan dibebat
14. Kontrol 3 hari, luka tidak boleh basah maupun kotor

4.3.6.5 INCISI ABSES


Insisi adalah tindakan menoreh kulit hingga seluruh ketebalan kulit terbuka
Abses adalah kumpulan nanah di jaringan dan terbentuk dinding pembatas
Pada umumnya terjadi karena adanya infeksi bakteri
1. Setelah diagnosa abses ditegakkan, beri penjelasan kepada pasien, minta
informed consent-nya
2. Petugas mengenakan APD dan mempersiapkan alat-alat sebagai berikut :
a. Povidon iodin 10%
b. Kasa steril
c. Duk steril
d. Ethyl chloride spray

PEDOMAN PELAYANAN RUANGAN PEMERIKSAAN UMUM 76


e. Mesh/silet tajam steril
f. Larutan perhidrol 10% dalam spuit 5cc
g. Handscoen drain steril
h. Klem lurus
i. Plester
3. Dilakukan desinfeksi di daerah abses dan sekeliling abses sekitar 5 cm
secara memutar dari dalam ke luar
4. Persempit daerah operasi dengan duk steril
5. Semprot daerah yang akan diinsisi (daerah bagian abses yang paling terlihat
nanahnya/mata abses)
6. Insisi daerah tersebut dengan mesh tajam steril, jika perlu dilakukan cross
insisi
7. Keluarkan nanah dengan memencet daerah sekitar abses, seluruh rongga
abses dibersihkan (dikerok/disemprot perhidrol)
8. Masukkan handscoen drain steril untuk menjaga agar insisi tidak menutup
dan nanah dapat tetap keluar
9. Tutup dengan kasa steril + plester
10. Kontrol 3 hari, luka tidak boleh basah maupun kotor
4.3.6.6 OPERASI ATEROMA (EKSTIRPASI IN TOTO)
Ateroma adalah benjolan berupa kista retensi akibat sumbatan saluran keluar
kelenjar sebaseus (lemak) yang terlihat sebagai titik berwarna biru/hitam (punktum),
mobilitasnya terbatas oleh karena benjolan lepas dari dasarnya dan lekat pada kulit
di tempat punktum (komedo)
Kelenjar sebaseus terletak di lapisan dermis, benjolan berisi lemak cair berwarna
kuning putih
Sering didapatkan pada daerah muka, belakang telinga dan seluruh tubuh
Bila terjadi infeksi sekunder dapat terbentuk abses
1. Setelah diagnosa ditegakkan, beri penjelasan kepada pasien, minta informed
consent-nya
2. Bila sudah terbentuk abses maka dilakukan insisi dan pengerokan(seluruh
simpai dikeluarkan) sesuai SOP Insisi Abses, bila masih utuh dilakukan
ekstirpasi in toto dengan cara seperti yang akan dijelaskan di bawah ini
3. Petugas mengenakan APD dan mempersiapkan alat-alat sebagai berikut :
a. Povidon iodin 10%
b. Kasa steril
c. Duk steril
d. Lidokain kombinasi epinefrin 2%
e. Spuit 3cc

PEDOMAN PELAYANAN RUANGAN PEMERIKSAAN UMUM 77


f. Klem bengkok
g. Mesh tajam steril
h. Hecting set (benang non absorbable)
i. Plester
4. Dilakukan desinfeksi di ateroma hingga melebar 5cm di sekitarnya dari arah
dalam ke luar
5. Lapangan operasi diperkecil dengan duk steril
6. Dilakukan anestesi infiltrasi lidokain 2% melingkari ateroma
7. Dicek apakah efek anestesi sudah masuk, lalu dilakukan insisi elips menurut
lekukan kulit/garis Langer dengan mengikutsertakan punktum di permukaan
agar ateroma tidak pecah
8. Dilakukan preparasi melalui tempat insisi secara tumpul/tajam (memakai klem
bengkok/pean)
9. Kista ateroma harus diangkat secara “in toto” dan kalau dapat jangan sampai
pecah. Kalau pecah maka dinding kista harus diangkat seluruhnya sebab sisa
dari simpai dapat menyebabkan residif
10. Luka ditutup dengan jahitan satu lapis
11. Bekas luka diberi povidon iodine dan ditutup kasa steril
12. Kontrol tiap 3 hari, luka tidak boleh basah maupun kotor, pengangkatan
jahitan pada umumnya pada hari 7-10 post operasi

4.3.7.1 PENGUKURAN VITAL SIGN


4.3.7.1.1 PENGUKURAN FREKUENSI NAFAS/RESPIRATORY RATE (RR)
Merupakan tata carauntuk mengukur frekuensi nafas pasien
1. Pemeriksaan frekuensi nafas dilakukan tanpa memberitahu pasien karena
gerakan nafas dipengaruhi oleh sistem saraf somatik/disadari
2. Pemeriksaan frekuensi pada pasien dewasa diusahakan bersamaan pada
saat auskultasi pernafasan dan dapat dilakukan pada pasien posisi duduk
tegak/berbaring selama 15 detik dan hasilnya dikalikan 4
3. Pemeriksaan frekuensi nafas pada bayi, balita dan anak-anak dilakukan saat
anak tenang/tidak menangis dengan posisi apapun asal terlihat
pengembangan dada, tidak lupa dicari tanda distress nafas seperti retraksi
otot nafas, retraksi sternum, nafas cuping hidung
4. Untuk anak di bawah 5 tahun nafas dihitung selama 60 detik penuh karena
pada anak-anak terdapat periode apneu
5. Petugas mencatat dalam kartu status pasien
6. Nilai normal
a. Bayi usia < 2 bulan : 30-59x/menit

PEDOMAN PELAYANAN RUANGAN PEMERIKSAAN UMUM 78


b. 2 bulan – 1 tahun : 20-30 x/menit
c. Dewasa : 16-20 x/menit
d. Lansia : 14-16 xmenit
4.3.7.1.2 PENGUKURAN DENYUT NADI
Merupakan tata carauntuk mengetahui jumlah denyut nadi dalam 1 menit
1. Petugas memberitahu pasien tentang tindakan yang akan dilakukan
2. Meletakkan 3 jari tengah diatas arteri tertentu (carotis untuk pasien emergensi,
radialis untuk pasien stabil, brachialis/femoralis untuk pasien bayi)
3. Sambil melihat jam, petugas mulai menghitung jumlah denyut nadi selama 15
detik kemudian dikalikan 4 atau menghitung denyut nadi selama 30 detik
kemudian dikalikan 2
4. Bila nadi tidak teratur dihitung selama 1 menit penuh
5. Mengamati volume (keras/lemah) denyutan
6. Mengamati irama (teratur atau tidak)
7. Mencatat frekuensi, volume dan irama dalam kartu status pasien
8. Petugas mencuci tangan
9. Frekuensi nilai nadi :
a. Bradikardi : < 60x/menit
b. Normal : 60-100x/menit
c. Takikardi : >100x/menit
4.3.7.1.3 PENGUKURAN SUHU TUBUH AXILLA
Pengukuran suhu tubuh axilla adalah tata carauntuk mengukur suhu tubuh pasien
dengan menggunakan alat termometer raksa yang ditempelkan di axilla/ketiak
1. Petugas memeriksa dan menurunkan air raksa dalam thermometer sampai
nol (untuk termometer raksa), untuk termometer digital petugas menekan
tombol pada termometer hingga muncul huruf L
2. Petugas menjelaskan tindakan yang akan dilakukan
3. Petugas membuka kancing pakaian atas pasien
4. Petugas memasang thermometer sehingga bagian reservoir tepat ditengah
ketiak pasien
5. Petugas memastikan thermometer menempel di permukaan kulit pasien
6. Petugas menyilangkan tangan pasien diatas dadanya
7. Petugas mengangkat thermometer setelah 5-10 menit
8. Petugas membaca skala yang terdapat pada thermometer
9. Petugas mencatat dalam kartu status pasien
10. Petugas membereskan alat,dibilas alkohol dan mencuci tangan
11. Petugas menilai suhu tubuh :
a. Normal : 36,6ºC – 37,5ºC

PEDOMAN PELAYANAN RUANGAN PEMERIKSAAN UMUM 79


b. Sub febris : 37,5ºC - 38ºC
c. Febris : 38ºC - 40ºC
d. Hipotermi : < 36ºC
e. Hipertermi : > 40ºC
12. Petugas menuliskan di lembar rekam medis
4.3.7.1.4 PENGUKURAN TEKANAN DARAH
Pengukuran tekanan darah adalah tata cara pengukuran tekanan darah dengan
menggunakan spigmomanometer
1. Petugas menjelaskan tujuan dan tindakan yang akan dilakukan
2. Petugas menyingsingkan lengan baju pasien
3. Petugas memasang manset ±2,5cm diatas fossa cubiti
4. Petugas memasang manset tidak terlalu erat atau longgar
5. Petugas menutup balon karet, membuka kunci reservoir, letak tensi harus
datar
6. Petugas meraba arteri brachialis dengan 3 jari tengah
7. Petugas meletakkan bagian diafragma stetoschope tepat diatasnya (bagian
corong tertutup)
8. Petugas memompa balon sehingga air raksa dalam pipa kaca naik dan detak
arteri tidak terdengar lagi
9. Petugas membuka sekrup balon perlahan-lahan sambil melihat skala dan
mendengarkan bunyi detak pertama (siastole) dan detak terakhir (diastole)
10. Petugas menurunkan air raksa sampai angka nol
11. Petugas melepaskan manset dan mengeluarkan udara yang tertinggal
didalam manset
12. Petugas menggulung manset dan memasukkan kedalam tensi meter
13. Petugas mencatat hasil di berkas rekam medis

4.3.7.3CARDIORESPIRATORY ARREST
Cardiorespiratory Arrest (CRA) adalah kondisi kegawatdaruratan karenaberhentinya
aktivitas jantung paru secara mendadak yang mengakibatkankegagalan sistem
sirkulasi. Hal ini disebabkan oleh malfungsi mekanikjantung paru atau elektrik
jantung. Kondisi yang mendadak dan berat inimengakibatkan kerusakan organ.Henti
napas dapat mengakibatkan penurunan tekanan oksigen arteri,menyebabkan
hipoksia otot jantung yang menyebabkan henti jantung.
Henti jantung adalah konsekuensi dari aktivitas otot jantung yang tidakterkoordinasi.
Dengan EKG, ditunjukkan dalam bentuk Ventricular Fibrillation(VF). Satu menit
dalam keadaan persisten VF, aliran darah koroner menurunhingga tidak ada sama

PEDOMAN PELAYANAN RUANGAN PEMERIKSAAN UMUM 80


sekali. Dalam 4 menit, aliran darah katoris tidak adasehingga menimbulkan
kerusakan neurologi secara permanen.
Hasil Anamnesis (Subjective)
Keluhan
Pasien dibawa karena pingsan mendadak dengan henti jantung dan paru.
Sebelumnya, dapat ditandai dengan fase prodromal berupa nyeri dada, sesak,
berdebar dan lemah (detik – 24 jam). Kemudian, pada awal kejadian, pasien
mengeluh pusing dan diikuti dengan hilangnya sirkulasi dan kesadaran (henti
jantung) yang dapat terjadi segera sampai 1 jam.
Hal yang perlu ditanyakan kepada keluarga pasien adalah untuk mencari penyebab
terjadinya CRA antara lain oleh:
5 H (hipovolemia, hipoksia, hidrogen ion = asidosis, hiper atau hipokalemiadan
hipotermia) dan
5 T (tension pneumothorax, tamponade, tablet = overdosisobat, trombosis
koroner, dan thrombosis pulmoner), tersedak, tenggelam, gagal jantung akut,
emboli paru, atau keracunan karbon monoksida.
Hasil Pemeriksaan Fisik dan Pemeriksaan Penunjang Sederhana (Objective)
Pemeriksaan Fisik
Pada pemeriksaan tanda vital ditemukan: pasien tidak sadar, tidak ada nafas, tidak
teraba nafas, tidak teraba denyut nadi di arteri-arteri besar (karotis dan femoralis).
Pemeriksaan Penunjang
EKG
Gambaran EKG biasanya menunjukkan gambaran VF (Ventricular Fibrillation).
Selain itu dapat pula terjadi asistol, yang survival rate-nya lebih rendah daripada VF.

Penegakan Diagnosis (Assessment)


Rekam Medik
Diagnosis Klinis
Diagnosis ditegakkan berdasarkan pemeriksaan fisik. Anamnesis berguna
untuk mengidentifikasi penyebabnya.
Diagnosis banding: -
Komplikasi
Konsekuensi dari kondisi ini adalah hipoksia ensefalopati, kerusakan neurologi
permanen dan kematian.
Rencana Penatalaksanaan Komprehensif (Plan)

PEDOMAN PELAYANAN RUANGAN PEMERIKSAAN UMUM 81


Penatalaksanaan
Melakukan resusitasi jantung paru pada pasien dengan cara sebagai berikut :
1. Petugas medis mengecek nadi carotis selama 10 detik
2. Bila nadi tak teraba dilakukan kompresi jantung minimal 100x/menit, recoil
sempurna, interupsi seminimal mungkin dengan kedalaman :
a. Dewasa : kedalaman minimal 5 cm
b. Anak : kedalamam minimal 5 cm/ 1/3 diameter anteroposterior dinding
dada
c. Bayi : kedalaman minimal 4 cm/ 1/3 diameter anteroposterior dinding dada
3. Petugas melakukan head tilt, chin lift atau jaw trust (pada pasien curiga
trauma leher) untuk menilai Airway dan Breathing
4. Jika Airway terdapat sumbatan maka diatasi sesuai sumbatan yang
ditemukan (bila cair di suction, jika padat dikeluarkan)
5. Jika Breathing nafas tidak ada atau frekuensi kurang maka diberikan nafas
bantuan dengan ambubag (sesuai usia) dengan frekuensi 8-10x/menit (setiap
6-8 detik)
6. Petugas melakukan kompresi dada dan bantuan nafas dengan perbandingan
30 pijat 2 kali nafas, diusahakan 2 penolong
Pemeriksaan Penunjang Lanjutan
Pemeriksaan darah rutin dan kimia darah
Konseling dan Edukasi
a. Memberitahu keluarga mengenai kondisi pasien dan tindak lanjut dari tindakan
yang telah dilakukan, serta meminta keluarga untuk tetap tenang dan tabah
menemani pasien pada kondisi tersebut.
b. Memberitahu keluarga untuk melakukan pola hidup sehat seperti mengurangi
konsumsi makanan berlemak, menghentikan konsumsi rokok dan alkohol, menjaga
berat badan ideal, mengatur pola makan, melakukan olah raga ringan secara teratur.
Rencana Tindak Lanjut
Monitor selalu kondisi pasien hingga dirujuk ke spesialis.
Kriteria rujukan
Pasien dirujuk ke spesialis berdasarkan kemungkinan penyebab (SpPD, SpJP atau
SpB, dan seterusnya) untuk tatalaksana lebih lanjut.

4.3.7.4 PEMBERIAN OKSIGEN


Pemberian oksigen ke dalam paru-paru melalui saluran pernapasan dengan
menggunakan alat bantu dan oksigen. Pemberian oksigen pada pasien dapat
melalui kanula nasal dan masker oksigen.
Tujuan pemberian oksigen :

PEDOMAN PELAYANAN RUANGAN PEMERIKSAAN UMUM 82


Meningkatkan ekspansi dada
Memperbaiki status oksigenasi klien dan memenuhi kekurangan oksigen
Membantu kelancaran metabolisme
Mencegah hipoksia
Menurunkan kerja jantung
Menurunkan kerja paru –paru pada klien dengan dyspnea
Meningkatkan rasa nyaman dan efisiensi frekuensi napas pada penyakit paru
Indikasi
Efektif diberikan pada klien yang mengalami :
1. Gagal nafas
Ketidakmampuan tubuh dalam mempertahankan tekanan parsial normal O2 dan
CO2 di dalam darah, disebabkan oleh gangguan pertukaran O 2 dan CO2
sehingga sistem pernapasan tidak mampu memenuhi metabolisme tubuh.
2. Gangguan jantung (gagal jantung)
Ketidakmampuan jantung untuk memompa darah dalam jumlah yang cukup untuk
memenuhi kebutuhan jaringan terhadap nutrien dan oksigen.
3. Kelumpuhan alat pernafasan
Suatu keadaan dimana terjadi kelumpuhan pada alat pernapasan untuk
memenuhi kebutuhan oksigen karena kehilangan kemampuan ventilasi secara
adekuat sehingga terjadi kegagalan pertukaran gas O2 dan CO2.
4. Perubahan pola napas.
Hipoksia (kekurangan oksigen dalam jaringan), dyspnea (kesulitan bernapas,
misal pada pasien asma),sianosis (perubahan warna menjadi kebiru-biruan pada
permukaan kulit karena kekurangan oksigen), apnea (tidak bernapas/ berhenti
bernapas), bradipnea (pernapasan lebih lambat dari normal dengan frekuensi
kurang dari 16x/menit), takipnea (pernapasan lebih cepat dari normal dengan
frekuensi lebih dari 24x/menit
5. Keadaan gawat (misalnya : koma)
Pada keadaan gawat, misal pada pasien koma tidak dapat mempertahankan
sendiri jalan napas yang adekuat sehingga mengalami penurunan oksigenasi.
6. Trauma paru
Paru-paru sebagai alat penapasan, jika terjadi benturan atau cedera akan
mengalami gangguan untuk melakukan inspirasi dan ekspirasi.
7. Metabolisme yang meningkat : luka bakar
Pada luka bakar, konsumsi oksigen oleh jaringan akan meningkat dua kali lipat
sebagai akibat dari keadaan hipermetabolisme.
8. Keracunan karbon monoksida

PEDOMAN PELAYANAN RUANGAN PEMERIKSAAN UMUM 83


Keberadaan CO di dalam tubuh akan sangat berbahaya jika dihirup karena akan
menggantikan posisi O2 yang berikatan dengan hemoglobin dalam darah.
Kontraindikasi
Tidak ada konsentrasi pada pemberian terapi oksigen dengan syarat pemberian
jenis dan jumlah aliran yang tepat. Namun demikan, perhatikan pada khusus berikut
ini
1. Pada klien dengan PPOM (Penyakit Paru Obstruktif Menahun) yang mulai
bernafas spontan maka pemasangan masker partial rebreathing dan non
rebreathing dapat menimbulkan tanda dan gejala keracunan oksigen. Hal ini
dikarenakan jenis masker rebreathing dan non-rebreathing dapat mengalirkan
oksigen dengan konsentrasi yang tinggi yaitu sekitar 90-95%
2. Face mask tidak dianjurkan pada klien yang mengalami muntah-muntah
3. Jika klien terdapat obstruksi nasal maka hindari pemakaian nasal kanul.
PEMBERIAN OKSIGEN MELALUI NASAL KANULA
Pengertian
Pemberian oksigen pada klien yang memerlukan oksigen secara kontinyu dengan
kecepatan aliran 1-6 liter/menit serta konsentrasi 20-40%, dengan cara
memasukan selang yang terbuat dari plastik ke dalam hidung dan mengaitkannya
di belakang telinga. Panjang selang yang dimasukan ke dalam lubang dihidung
hanya berkisar 0,6 – 1,3 cm. Pemasangan nasal kanula merupakan cara yang
paling mudah, sederhana, murah, relatif nyaman, mudah digunakan cocok untuk
segala umur, cocok untuk pemasangan jangka pendek dan jangka panjang, dan
efektif dalam mengirimkan oksigen. Pemakaian nasal kanul juga tidak
mengganggu klien untuk melakukan aktivitas, seperti berbicara atau makan
Tujuan
a. Memberikan oksigen dengan konsentrasi relatif rendah saat kebutuhan oksigen
minimal.
b. Memberikan oksigen yang tidak terputus saat klien makan atau minum.
Indikasi
Klien yang bernapas spontan tetapi membutuhkan alat bantu nasal kanula untuk
memenuhi kebutuhan oksigen (keadaan sesak atau tidak sesak).
Prinsip
a. Nasal kanula untuk mengalirkan oksigen dengan aliran ringan atau rendah,
biasanya hanya 2-3 L/menit.
b. Membutuhkan pernapasan hidung
c. Tidak dapat mengalirkan oksigen dengan konsentrasi >40 %
Cara pemasangan :
Terangkan prosedur pada klien

PEDOMAN PELAYANAN RUANGAN PEMERIKSAAN UMUM 84


Atur posisi klien yang nyaman(semi fowler)
Atur peralatan oksigen dan humidiflier
Hubungkan kanula dengan selang oksigen ke humidiflier dengan aliran oksigen
yang rendah,beri pelicin(jelly) pada kedua ujung kanula.
Masukan ujung kanula ke lubang hidung
Fiksasi selang oksigen
Alirkan oksigen sesuai yang diinginkan.
PEMBERIAN OKSIGEN MELALUI MASKER OKSIGEN
Pengertian
Pemberian oksigen kepada klien dengan menggunakan masker yang dialiri oksigen
dengan posisi menutupi hidung dan mulut klien. Masker oksigen umumnya berwarna
bening dan mempunyai tali sehingga dapat mengikat kuat mengelilingi wajah klien.
Bentuk dari face mask bermacam-macam. Perbedaan antara rebreathing dan non-
rebreathing mask terletak pada adanya vulve yang mencegah udara ekspirasi
terinhalasi kembali.
Tujuan
Memberikan tambahan oksigen dengan kadar sedang dengan konsentrasi dan
kelembaban yang lebih tinggi dibandingkan dengan kanul.
Prinsip
Mengalirkan oksigen tingkat sedang dari hidung ke mulut, dengan aliran 5-6
liter/menit dengan konsentrasi 40 – 60%.
Yang tersedia di Puskesmas Dawarblandong adalah Simple face mask mengalirkan
oksigen konsentrasi oksigen 40-60% dengan kecepatan aliran 5-8 liter/menit.
Cara pemasangan :
 Terangkan prosedur pada klien
 Atur posisi yang nyaman pada klien (semi fowler)
 Hubungkan selang oksigen pada sungkup muka sederhana dengan
humidiflier.
 Tepatkan sungkup muka sederhana, sehingga menutupi hidung dan mulut
klien
 Lingkarkan karet sungkunp kepada kepala klien agar tidak lepas
 Alirkan oksigen sesuai kebutuhan.

4.3.7.5 PEMASANGAN INFUS


Tindakan pemasangan akses intravena ke dalam tubuh dan merupakan metode
efisien dan efektif untuk menambah cairan langsung.
1. Petugas menyiapkan alat :
a. Torniquet karet

PEDOMAN PELAYANAN RUANGAN PEMERIKSAAN UMUM 85


b. Gloves (Sarung Tangan)
c. Kapas Alkohol
d. Iodine / Betadin
e. Cairan infuse dan IV Line
f. Abocath (needle dan kateter)
g. Needle ukuran
- Dewasa : 14 - 20
- Anak-anak : 22 - 24
- Infant : 24 – 25
- Winged (butterfly)
h. Selotipe / hansaplast / plester
i. Kassa steril
j. Bengkok
2. Petugas menjelaskan prosedur kepada pasien atau keluarga pasien
3. Petugas memberikan form inform consent untuk diisi oleh pasien atau
keluarga pasien
4. Hubungkan IV line dengan cairan infus dan gantungkan pada tiang infus
5. Buang udara yang berada didalam IV line dengan mengalirkan cairan infus
6. Gunakan gloves / sarung tangan
7. Pasang torniguet 5 s.d 10 cm diatas area yang dipilih untuk dipasang infus
8. Motivasi pasien untuk mengepalkan tangan beberapa kali
9. Desinfektan daerah yang akan dipasang infus
10. Bersihkan kulit dengan menggunakan alkohol swab:memutar dari dalam
keluar lingkaran atau mengoles satu arah ke atas/bawah lalu biarkan kulit
kering oleh udara.
11. Motivasi pasien untuk mengepalkan tangan dengan posisi jempol digenggam
12. Masukkan abocath kedalam vena, bagian yang runcing menyentuh kulit
pasien
13. Kemiringan jarum dengan kulit 200
14. Masukkan needle kedalam vena
15. Setelah abocath masuk, tarik needle keluar perlahan-lahan
16. Dorong masuk kateter
17. Tekan kateter dengan jari dan lepaskan needle
18. Hubungkan needle dengan IV line
19. Buka tubing IV line perlahan-lahan
20. Observasi apakah cairan infus menetes dengan lancar
21. Observasi adanya phlebitis

PEDOMAN PELAYANAN RUANGAN PEMERIKSAAN UMUM 86


22. Apabila infus menetes dengan lancar dan tidak tampak, tidak teraba tanda
phlebitis
23. Fiksasi kateter dengan tape/ selotipe/ plester
Catatan :
1. Apabila tampak dan teraba phlebitis lepas needle dari vena tutup
dengankassa yang telah diberi desinfektan ulangi prosedur dari no. 1
2. Oleskan antiseptik swab di area masuknya needle tutup dengan kassa
steril, fiksasi dengan selotipe, atur tetesan infus
3. Berikan etiket pada IV line dan abocath : Tanggal, bulan, jam
pemasangan infuse, Nama perawat yang memasang infus
4. Pada botol infus tuliskan : Lamanya pemberian cairan/ jam: mulai jam
….s.d jam …
5. Frekuensinya, cairan yang keberapa
6. Banyaknya tetesan/ menit yang diberikan
24. Bereskan peralatan
25. Cuci tangan
26. Lepas gloves dan kembali cuci tangan
27. Dokumentasi : Tanggal, bulan, jam pemasangan infus, jenis cairan yang
diberikan, banyaknya tetesan infus

4.3.7.6 PEMBERIAN CAIRAN / TERAPI CAIRAN


Pemberian cairan / terapi cairan adalah pemberian cairan infus kepada pasien untuk
mengatasi syok, dehidrasi maupun sebagai rumatan
Macam-macam cairan infus yang terdapat di puskesmas Dawarblandongs :
 NaCl 0,9 %: 0,9 gram NaCl dalam 100 ml air.
 Ringer laktat (RL). Hati-hati pemberian pada pasien gangguan ginjal atau hati.
 Dekstrosa 5 % (D5).
1. Pasien anak dengan dehidrasi berat
Jika terdapat dua atau lebih tanda berikut, berarti anak menderita dehidrasi berat:
 Letargis atau tidak sadar
 Mata cekung
 Cubitan kulit perut kembali sangat lambat (≥ 2 detik)
 Tidak bisa minum atau malas minum.
Anak dengan dehidrasi berat harus diberi rehidrasi intravena secara cepat yang
diikuti dengan terapi rehidasi oral.

PEDOMAN PELAYANAN RUANGAN PEMERIKSAAN UMUM 87


 Mulai berikan cairan intravena segera. Pada saat infus disiapkan, beri larutan
oralit jika anak bisa minum
Catatan: larutan intravena terbaik adalah larutan Ringer Laktat (disebut pula larutan
Hartman untuk penyuntikan). Tersedia juga larutan Ringer Asetat. Jika larutan
Ringer Laktat tidak tersedia, larutan garam normal (NaCl 0.9%) dapat digunakan.
Larutan glukosa 5% (dextrosa) tunggal tidak efektif dan jangan digunakan.
 Beri 100 ml/kg larutan yang dipilih dan dibagi sesuai Tabel :
Umur Pertama, berikan 30ml/kg Selanjutnya berikan 70ml/kg
dalam dalam
< 12 bulan 1 jam 5 jam
≥ 12 bulan 30 menit 2,5 jam
2. Pasien syok hipovolemik
Jika syok terjadi :
 Berikan segera oksigen
 Berikan cairan infus isotonic RA/RL atau NS sebanyak 20 ml/kg selama 30-
60menit. Pada syok hemoragik bisa diberikan 2-3 l dalam 10 menit.
 Jika respon tidak membaik, dosis dapat diulangi
Pada luka bakar :
24 jam pertama :
 2-4 ml RL/RA per kg tiap % luka bakar
 1/2 dosis diberikan 8 jam pertama, 1/2 dosis berikut 16 jam kemudian
 Sesuaikan dosis infus untuk menjaga urin 30-50 ml/jam pada dewasa
 Jika respon membaik, turunkan laju infus secara bertahap
3. Pasien demam
Untuk setiap kenaikan 1°C membutuhkan terapi cairan tambahan:
 10 % x kebutuhan cairan rutin
Contoh: Anak usia 12 tahun dengan berat badan 30 kg dan suhu 38°C untuk koreksi
suhu membutuhkan terapi cairan tambahan:
 10 % x 1700 cc/hari = 340 cc/hari
4. Cairan rumatan
Terapi rumatan bertujuan memelihara keseimbangan cairan tubuh dan nutrisi.
Diberikan dengan kecepatan 80 ml/jam. Untuk anak gunakan rumus 4:2:1, yaitu :
 4 ml/kg/jam untuk 10 kg pertama
 2 ml/kg/jam untuk 10 kg kedua
 1 ml/kg/jam tambahan untuk sisa berat badan

4.3.7.7 PEMBERIAN OBAT PARENTERAL

PEDOMAN PELAYANAN RUANGAN PEMERIKSAAN UMUM 88


Pemberian obat parenteral adalah tata cara pemberian obat dengan melukai kulit,
bisa dilakukan secara intra cutan, sub cutan, intravena, intra muscular
Suntikan intrakutan
Pengertian :
Yang dimaksud dengan suntikan intrakutan adalah memasukkan obat kedalam
jaringan kulit.
Tujuan :
mendapatkan reaksi setempat ;mendapatkan / menambahkan kekebalan misalnya,
suntikan B.C.G.
Tempat penyuntikan :
- di lengan bawah : bagian lengan bawah sepertiga dari lekukan siku ( dua per tiga
dari pergelangan tangan ) pada kulit yang sehat, jauh dari pembulu darah ( untuk
Mauntox ).
- di lengan atas : 3 jari di bawah sendi bahu di tengah – tengah daerah
muskulus deltoideus, untuk B.C.G.
Cara bekerja :
Cara melaksanakan pekerjaan ini adalah sebagai berikut :
1 Memberitahu dan menjelaskan pada pasien
2 Membawa alat-alat ke dekat pasien
3 Memasang kelambu bila perlu dan mengatur posisi pasien
4 Mencuci tangan
5 Membebaskan daerah yang akan disuntik dari pakaian
6 Mendesinfeksi kulit pasien dengan kapas alkohol, membuang kapas bekas
kedalam bengkok, tunggu sampai kulit kering
7 Menegangkan kulit pasien dengan tangan kiri, kemudian jarum disuntikkan
perlahan – lahan dengan lobang jarum mengarah keatas
8 Jarum dari permukaan kulit membentuk sudut 15°-20°
9 Menyemprotkan cairan sampai terjadi gelembung berwarna putih pada kulit,
lalu jarum ditarik dengan cepat, tidak dihapus hamakan dengan kapas alkohol
dan tidak boleh dilakukan pengurutan ( masase )
10 Merapikan pasien
11 Membawa alat-alat ke meja suntikan untuk di bersihkan
12 Mencuci tangan
Perhatian :
- Pada pemberian vaksin B.C.G dan cacar kulit dibersihkan dengan kapas
yang telah di rebus ( tidak boleh dengan alkohol)
Suntikan subkutan
Pengertian :

PEDOMAN PELAYANAN RUANGAN PEMERIKSAAN UMUM 89


Yang dimaksud suntikan sub kutan adalah menyuntikkan obat di bawah kulit
Tempat penyuntikaan :
- Pada lengan atas sebelah luar ⅓ bagian dari bahu ;
- Pada paha sebelah luar,⅓ bagian dari sendi panggul ;
- Pada daerah perut sekitar pusat ( umbilicus ),skapula, ventrogluteal dan
dorsogluteal
Cara bekerja :
Cara melaksanakan pekarjaan ini adalah sebagai berikut :
1 Memberitahu dan menjelaskan pada pasien
2 Membawa alat-alat ke dekat pasien
3 Memasang kelambu bila perlu
4 Mengatur posisi pasien serta membebaskan daerah yang akan disuntik dari
pakaian
5 Mencuci tangan
6 Menghapus hamakan kulit pasien dengan kapas alkohol dan membuang
kapas bekas kedalam bengkok, tunggu sampai kulit kering
7 Menegangkan / mengangkat kulit pasien dengan jari telunjuk dan ibu jari,
kemudian menusukkan jarum perlahan – lahan dengan lobang jarum
mengarah keatas
8 Jarum dari permukaan kulit membentuk sudut 45°
9 Menarik pengisap sedikit / aspirasi untuk memeriksa apakah ada darah atau
tidak ; bila tidak ada daerah semprokan cairan perlahan lahan sampai habis
10 Meletakkan kapas alkohol yang baru diatas jarum, kemudian menarik semprit
dan jarum dengan cepat sambil menegang pangkal jarum, lalu melakukan
masase pada bekas suntikan
11 Merapikan pasien
12 Membawa alat-alat ke meja suntikan untuk di bersihkan
13 Mencuci tangan
Suntikan Intra muskular
Injeksi IM adalah tindakan memasukkan obat dengan menggunakan spuit ke dalam
jaringan otot (musculus gluteus)
1. Petugas cuci tangan
2. Petugas memberitahu pasien tentang tujuan dan rencana tindakan dan
meminta persetujuan tindakan (form informed consent)
3. Petugas mempersiapkan alat suntik dan obat suntik sesuai instruksi dokter
4. Petugas membantu mengatur posisi pasien
5. Petugas mengaspirasi obat suntik ke dalam spuit
6. Petugas melakukan skin test untuk obat-obatan tertentu

PEDOMAN PELAYANAN RUANGAN PEMERIKSAAN UMUM 90


7. Petugas melakukan antiseptik daerah penyuntikan
8. Petugas menusuk jarum ke daerah suntik
9. Petugas melakukan aspirasi, bila ada darah di dalam spuit maka suntikan
diperdalam atau pindah area suntik
10. Petugas memasukkan obat dalam spuit ke dalam muscular
11. Petugas mencabut jarum suntik
12. Petugas melakukan antiseptik pada daerah bekas suntikan
13. Petugas membuang alat suntik ke dalam safety box dan merapikan peralatan
yang telah digunakan
14. Petugas memberitahu bahwa tindakan sudah selesai dilakukan
15. Petugas mengobservasi tanda-tanda kemungkinan terjadi syok anafilaktik dan
memberitahu pasien untuk menunggu 30 menit
16. Bila terjadi syok anafilaktik petugas memberi tindakan sesuai instruksi kerja
penanganan syok anafilaktik.
Suntikan Intravena.
Pengertian :
Yang dimaksud dengan suntikan intravena adalah menyuntikan cairan obat ke vena
Tujuan :
Tujuan suntikan intravena adalah :
mempercepat reaksi, karena obat langsung masuk ke peredaran darah
Tempat penyuntikan
Pada vena yang dangkal dan dekat dengan tulang, misalnya :
- pada lengan ( vena mediana cubiti / vena cephalica ) ;
- pada tungkai ( vena saphenous ) ;
- pada leher ( vena jugularis ), khusus pada anak.
- pada kepala(vena frontalis atau vena temporalis) pada bayi
Cara bekerja :
Cara melaksanakan pekarjaan ini adalah sebagai berikut :
1 Memberitahu dan menjelaskan pada pasien
2 Membawa alat-alat ke dekat pasien
3 Memasang sampiran bila perlu. Mengatur posisi pasien
4 Mencuci tangan
5 Membebaskan daerah yang akana disuntik dari pakaian
6 Memasang pengalas di bawah daerah / tempat yang akan disuntik
7 Mengikat bagian di atas daerah yang akan di suntik dengan karet
pembendung agar vena mudah diraba / dilihat. Untuk di bagian lengan pasien
dianjurkan untuk mengepalkan tangan

PEDOMAN PELAYANAN RUANGAN PEMERIKSAAN UMUM 91


8 Menghapushamakan kulit pasien dengan kapas alkohol, membuang kapas
bekas kedalam bengkok dan tunggu sampai kulit kering
9 Menegangkan kulit pasien dengan tangan kiri, lalu menusukkan jarum
kedalam vena dengan lobang jarum mengarah keatas sejajar dengan vena
10 Menarik pengisap sedikit untuk memeriksa apakah jarum sudah masuk ke
dalam vena, yang ditandai dengan masuknya darah ke dalam semprit
11 Menganjurkan pasien membuka kepalannya sambil membuka karet
pembendung, kemudian secara perlahan – lahan memasukkan cairan ke
dalam vena sampai habis
12 Meletakkan kapas alkohol di atas jarum, kemudian menarik semprit + jarum
dengan cepat sambil memegang pangkal jarum. Bekas tusukan ditekan
dengan kapas alkohol sampai darah tidak keluar lagi
13 Merapikan pasien
14 Membawa alat-alat ke meja suntikan untuk di bersihkan
15 Mencuci tangan
Perhatian :
- Jangan mencoba menusukkan jarum, bila vena kurang jelas terlihat / teraba
- Bila terjadi infiltrat, jarum dan smprit langsung dicabut dan untuk di pindahkan ke
vena yang lain
- Usahakan jangan sampai terjadi emboli udara
Perhatikan pada semua cara penyuntikan :
- Perhatikan reaksi pasien pada saat dan sesudah pemberian suntikan
- Pemberian obat suntikan harus dicatat di dalam buku catatan :
- Jam dan tanggal pemberian suntikan,
- Dosis dan macam obat yang diberikan,
- Nama perawat yang melakukan perasat,
- Nama dokter yang memberi intruksi
- Jangan menggunakan semprit yang bocor, retak pengisapnya longar serta jarum
yang ujungnya tumpu, bengkok dan tersumbat
- Pada pasien hepatitis harus digunakan semprit dan jarum tersendiri. Bila
memungkinkan gunakan semprit dan jarum yang disposibel
- Bila obat didalam flakon pakailah 2 jarum; 1 jarum besar ditusukan ke dalam
flakon untuk cairan suntikan kedalam semprit dan satu jarum untuk menyuntik
pasien

4.3.7.8 PEMASANGAN KATETER URINE


Adalah kegiatan pemasangan selang (kateter ke dalam kandung kemih melalui
urethra (saluran kemih bagian bawah)

PEDOMAN PELAYANAN RUANGAN PEMERIKSAAN UMUM 92


Tujuan :
a. Untuk mengosongkan kandung kemih
b. Untuk mendapatkan sample urin steril untuk keperluan laboratorium
Tata cara pemasangan kateter urine adalah sebagai berikut :
1. Petugas medis menjelaskan kepada pasien tentang tindakan yang akan dilakukan
2. Petugas menyiapkan alat-alat :
a. Bak instrumen
b. Spuit 10 cc
c. Bengkok, botol steril (bila perlu)
d. Handscoen
e. Aquadest
f. Povidon iodine, PZ
g. Gunting plaster
h. Perlak
i. Kateter (sesuai ukuran)
j. Kasa
k. Urine bag
l. Jelly/vaselin
m.Selimut
3. Petugas mencuci tangan, memakai APD : sarung tangan, apron
4. Pemasangan kateter dilakukan di tempat tertutup
5. Petugas mempersilahkan pasien melepas pakaian bagian bawah dan berbaring
6. Petugas meletakkan bengkok di antara tungkai pasien
PADA PASIEN LAKI-LAKI :
7. Petugas memegang penis dengan tangan kiri
8. Petugas menarik preputium sedikit ke pangkal dan membersihkan dengan kasa
9. Petugas mengambil kateter dan diberi vaselin hingga ± 20 cm
10. Petugas memasukkan kateter perlahan-lahan ke dalam uretra 20 cm sambil
penis diarahkan ke atas, jika kateter tertahan jangan di paksakan. Usahakan penis
lebih di keataskan, sedikit dan pasien di anjurkan menarik nafas panjang dan
memasukkan kateter perlahan-lahan sampai urine keluar, kemudian menampung
urine kedalam botol steril bila pasien direncanakan pemeriksaan laboratorium, jika
tidak urine ditampung di bengkok dan dibuang.
PADA PASIEN WANITA :
11. Petugas melakukan vulva higiene dengan kasa + PZ
12. Petugas mengambil kateter dan diberi vaselin ± 5-7 cm
13. Petugas membuka labia mayora dengan jari telunjuk dan ibu jari tangan kiri
hingga tampak meatus urethrae eksterna, tangan kanan memasukkan kateter ke

PEDOMAN PELAYANAN RUANGAN PEMERIKSAAN UMUM 93


dalam urthrae secara perlahan sambil menyuruh pasien menarik nafas panjang,
urine ditampung di botol steril jika pasien direncanakan pemeriksaan laboratorium,
jika tidak urine ditampung di bengkok dan dibuang
14. Petugas mengunci kateter dengan memasukkan aquadest 10cc ke balon kateter
15. Petugas menghubungkan kateter dengan urine bag
16. Fiksasi kateter dengan plester
17. Petugas membereskan alat, melepas apron, membuang sarung tangan di
sampah medis
18. Petugas mencuci tangan
19. Petugas melengkapi berkas rekam medis

4.3.7.9 PELEPASAN KATETER URINE


Adalah kegiatan pelepasan selang/kateter urine
1. Kegiatan pelapasan kateter dilakukan di ruang tertutup untuk menjaga privasi
pasien
2. Petugas memberitahu pasien
3. Petugas mendekatkan alat :
a) Sarung tangan
b) Pinset
c) Spuit
d) Batadine
e) Bengkok 2 buah
4. Mencuci tangan
5. Membuka plester dengan bensin
6. Memakai sarung tangan
7. Mengeluarkan isi balon kateter dengan spuit
8. Menarik kateter dan anjurkan pasien untuk tarik nafas panjang, kemudian
letakkan kateter pada bengkok.
9. Olesi area preputium(meatus,uretra) dengan betadin
10. Membereskan alat
11. Melepaskan sarung tangan
12. Mendokumentasikan.

4.3.7.10 PEMASANGAN NASOGASTRIC TUBE


Tindakan pemasangan selang nasogastrik melalui hidung hingga ke lambung
dengan berbagai tujuan, seperti kumbah lambung, memasukkan makanan

PEDOMAN PELAYANAN RUANGAN PEMERIKSAAN UMUM 94


1. Pasien yang dipasang NG tube adalah pasien dengan kesadaran baik, GCS >
10, tidak ada kecurigaan Fraktur Basis Cranii (brill hematom, bloody rhinore,
bloody otorhea), tidak ada deformitas nasal
2. Pasien/keluarga pasien diberi penjelasan tentang tindakan yang akan
dilakukan dan dipersilahkan menandatangani informed consent
3. Petugas memakai sarung tangan dan mendekatkan alat-alat yang sudah
disiapkan
1. Selang NGT sesuai ukuran pasien
2. Spidol untuk menandai
3. Sarung tangan bersih
4. Air minum
5. Spuit 5/10cc
6. Jelly/pelumas
7. Bengkok/nier bekken
8. Stetoskop
9. Hansaplast
10. Form informed consent
4. Petugas mengukur panjang NG tube kurang lebih 40-45 cm atau dari dahi
hingga procesus xyphoideus, NG tube ditandai dengan spidol
5. Pasien diposisikan semi flower
6. NG tube diolesi jelly hingga kurang lebih 15 cm
7. Petugas mulai memasukkan selang NG tube ke dalam hidung hingga terasa
ada tahanan
8. Setelah itu pasien dipersilahkan untuk minum, saat pasien menelan petugas
mendorong NG tube hingga batas spidol
9. Petugas mengecek apakah NG tube sudah masuk lambung dengan cara
memasukkan udara ke dalam selang NG tube dengan spuit 10 cc sambil
didengarkan di daerah epigastrium/lambung
10. Jika terdengar bunyi “blub” berarti NG tube telah masuk lambung/ keluar
cairan lambung dari NG tube
11. Jika tidak maka NG tube dilepas dan proses diulangi lagi
12. Jika posisi NG tube telah benar maka dipasang fiksasi NG tube di hidung
dengan hansaplast
13. Petugas melepas sarung tangan, cuci tangan, menulis di berkas rekam
medis

4.3.7.11 PENANGANAN SYOK ANAFILAKTIK

PEDOMAN PELAYANAN RUANGAN PEMERIKSAAN UMUM 95


Syok anafilaktik adalah suatu reaksi kepekaan yang berlebihan terhadap masuknya
protein/ zat asing ke dalam tubuh
1. Petugas menegakkan diagnosa syok anafilaktik jika terjadi kegagalan perfusi
jaringan yang ditandai dengan pasien sesak, lemas, tekadang hingga tidak
sadar, tekanan darah menurun (sistolik < 90mmHg), nadi meningkat >
100x/menit, terkadang kulit menjadi kemerahan dan ada riwayat pemberian
obat terutama obat suntik
2. Petugas menghentikan pemberian obat penyebab anafilaksis
3. Pasien ditidurkan terlentang dengan kaki lebih tinggi atau dengan posisi syok
4. Petugas membebaskan jalan nafas dan bila ada gigi palsu harus dilepas
5. Petugas segera menyuntikkan Adrenalin 1:1000 sebanyak 0,2-0,5 cc IM pada
lengan atas (musculus deltoid) agar obat segera mencapai jantung,
masukkan secara perlahan
6. Petugas memberikan oksigen dengan oxygen mask, flow 4-6 L/mnt
7. Petugas memasang infus dengan larutan RL atau PZ
a. Bila tekanan darah tak terukur, grojok larutan RL 20ml/kgBB
b. Bila tekanan darah sistole <100mmHg, berikan infus 500ml
dalam 30 menit
c. Bila tekanan darah sistole >100mmHg, berikan infus500ml
dalam 1 jam
8. Petugas mengulangi pemberian 0,2-0,5cc adrenalin setiap 5-10 menit hingga
tekanan sistolik 90-100mmHg dan nadi tidak melebihi 120x/mnt
9. Bila terjadi henti nafas usahakan nafas buatan dengan ambubag
10. Bila terjadi henti jantung lakukan RJPO
11. Penderita yang sembuh jangan langsung dipulangkan tetapi harus
diobservasi dengan seksama
12. Penderita yang tidak membaik dirujuk ke RS ditemani dokter, tersedia
oksigen, obat emergensi, alat RJPO

4.3.7.12 PENJAHITAN LUKA (HECTING)


Penjahitan luka adalah suatu tindakan untuk menyatukan jaringan kulit dan atau otot
yang robek
1. Petugas memberitahu pasien tentang prosedur dan tujuan tindakan serta
meminta informed consent
2. Petugas membantu pasien untuk tidur dengan nyaman
3. Petugas mengidentifikasi jenis luka
4. Petugas menyiapkan alat :
a. Anti septic : betadin/rivanol

PEDOMAN PELAYANAN RUANGAN PEMERIKSAAN UMUM 96


b. Obat untuk anestesi lidokain 2%
c. Benang jahit,sesuai kebutuhan
d. Bengkok
e. Gunting plester, plester
f. Tromol kasa,korentang steril
g. Sarung tangan steril
h. Cairan pembersih luka : PZ,H2O2 3%
i. Spuit 3cc,5cc atau sesuai kebutuhan anestesi
j. Set jahit :
 Nald voeder/pembawa jarum
 Arteri klem lurus/bengkok
 Pincet cirurgies
 Gunting benang steril
 Penjepit kain
 Jarum jahit ukuran sesuai ukuran luka
i. Doek steril/kain penutup luka
j. Pembalut luka sesuai dengan kebutuhan
k. Sufratul
5. Petugas mencuci tangan, memakai APD
6. Membersihkan luka dengan cairan PZ
7. Memberikan obat anestesi dengan injeksi infiltrasi disekitar luka
8. Membersihkan luka dengan H2O2 3%,PZ sampai bersih
9. Mendesinfeksi luka dan sekitarnya dengan betadine
10. Memasang doek lubang/kasa steril di sekitar luka
11. Menjahit luka :
 Ketepatan jenis/nomor benang
 Ketepatan nomor jarum
 Kerapihan dan ketepatan menjahit
12. Memberikan betadin dan sufratul
13. Melakukan teknik aseptic selama bekerja
14. Membalut luka sesuai kebutuhan
15. Membereskan alat-alat
16. Petugas menyarankan pasien untuk kontrol 3 hari lagi, dan luka tidak boleh
kotor dan basah
17. Petugas melengkapi berkas rekam medis dan menempel lembar informed
consent

4.3.7.13 PENGANGKATAN JAHITAN

PEDOMAN PELAYANAN RUANGAN PEMERIKSAAN UMUM 97


Pengangkatan jahitan adalah mengambil benang jahit pada luka yang dijahit dan
telah sembuh
1. Petugas memberitahu dan menjelaskan tindakan yang akan dilakukan pada
pasien
2. Petugas mencuci tangan, memakai sarung tangan
3. Petugas meletakkan set angkat jahitan di dekat pasien atau di daerah yang
mudah dijangkau
4. Petugas membuka balutan/plester dengan hati-hati ditaruh piala ginjal /
bengkok
5. Petugas membuka set angkat jahitan secara steril dan hati-hati
6. Jahitan luka dibersihkan dengan kasa bantal + povidon iodine
7. Jahitan diangkat mulai dari tengah dengan memakai pinset anatomis dan
gunting aff jahitan
8. Bila luka jahitan sudah menutup aff jahitan diteruskan sampai benang jahitan
habis
9. Bila luka belum menutup semua, benang diangkat dibagian yang sudah
menutup saja
10. Bekas luka aff jahitan diberi betadine dan ditutup kembali dengan kasa steril +
balutan / plester

4.3.7.14 PERAWATAN LUKA (TERMASUK LUKA BAKAR)


Perawatan luka adalah suatu tindakan untuk merawat luka yang menyebabkan
gangguan kontinuitas suatu jaringan berupa abrasi, laserasi, luka penetrasi, avulsi,
maupun gabungan dari keempatnya yang disebut open crushing injury.
Merawat luka bakar adalah suatu tindakan untuk merawat luka yang disebabkan
oleh panas/api
Prosedur merawat luka adalah sebagai berikut :
1. Petugas medis memberitahu pasien tentang prosedur dan tujuan tindakan
2. Petugas medis mempersilahkan pasienberbaring dengan nyaman/posisi
sesuai posisi luka
3. Petugas medis mengidentifikasi jenis luka, untuk luka bakar petugas menilai
luas dan kedalaman luka bakar
a. Luas mengikuti Rule of nine

PEDOMAN PELAYANAN RUANGAN PEMERIKSAAN UMUM 98


b. Kedalaman dibagi menjadi :
1) Derajat I : eritema, hangat, nyeri, tidak ada bula
2) Derajat II :
Derajat II A : nyeri, bula, rambut tidak banyak berkurang
Derajat II B : nyeri, bula, rambut banyak berkurang
3) Derajat III : menghitam, rambut sudah tidak ada
4) Derajat IV : tampak tulang
c. Petugas merujuk jika derajat luka bakar lebih dari sama dengan luka bakar
derajat II > 15% pada dewasa, > 10% pada anak-anak atau luka bakar
derajat III > 10% dst
4. Petugas medis menyiapkan alat : Kasa steril, rivanol/povidon iodine, cairan
infus, cairan perhidrol 3%(bila perlu), spuit 3cc+ lidocain 2% (bila perlu),
pinset, nier bekken(bengkok), plester, sarung tangan
5. Petugas medismencuci tangan, memakai APD : sarung tangan, masker,
apron (bila perlu)
6. Petugas medis membersihkan luka memakai kassa dan pinset dengan cairan
fisiologis menggunakan teknik melingkar dari dalam luka ke arah luar luka
sampai bersih
7. Petugas medis melakukan nekrotomi (bila perlu)
8. Bila luka harus dibersihkan dengan perhidrol, maka daerah luka dilakukan
anestesi lokal infiltrasi lebih dahulu
9. Petugas medis memberikan desinfeksi sesuai jenis luka (betadin/ salep kulit
oxytetra)
10. Petugas medis menentukan apakah luka perlu ditutup

PEDOMAN PELAYANAN RUANGAN PEMERIKSAAN UMUM 99


11. Bila ya, tutup luka dengan kassa kering
12. Bila tidak, biarkan luka tanpa ditutup
13. Petugas memberitahu pasien bahwa tindakan selesai dilaksanakan
14. Petugas memisahkan alat medis dari sampah medis
15. Petugas melepaskan APD dan mencuci tangan
16. Petugas melengkapi berkas rekam medis

4.3.7.15 PENANGANAN ASMA ATTACK


Asma dalam serangan (eksaserbasi akut) merupakan episode perburukan yang
progresif gejala sesak napas, batuk, bising mengi atau dada terasa tegang atau
kombinasi dari gejala-gejala ini.
1. Petugas medis menentukan derajat serangan asma berdasar tabel di bawah
ini :
GAMBARAN KLINIS
Gejala klinis Ringan Sedang Berat Mengancam jiwa
Sesak napas berjalan Berbicara Istirahat
Cara
Satu kalimat Beberapa kata Kata demi kata
berbicara
Dapat tidur
posisi duduk Duduk membungkuk
terlentang
kadang Gelisah, kesadaran
kesadaran gelisah gelisah
gelisah menurun
> 30x/menit
Umur < 2bulan >
60x/menit
Umur 2-12 bulan >
Frekuensi
meningkat meningkat 50x/menit
napas
Umur 1-5 tahun >
40x/menit
Umur 6-8 tahun
>30x/menit
2. Petugas medis melakukan tatalaksana sebagai berikut :
Tatalaksana Ringan Sedang Berat Mengancam jiwa
Oksigen Oksigenasi Seperti asma serangan
Inhalasi agonis Nebulisasi agonis berat dan pertimbangkan
Bronkodilator beta-2 kerja singkat beta-2 kerja singkat intubasi dan ventilasi
(salbutamol (ventolin 2,5mg atau mekanik (Rujuk IRD RS)

PEDOMAN PELAYANAN RUANGAN PEMERIKSAAN UMUM 100


respule/ventolin 2,5 0,1-0,15mg/kgBB/kali)
mg atau 0,1- dan antikolinergik
0,15mg/kgBB/kali) (ipratropium bromide
dengan Nebulisasi 0,5mg atau
sampai tiga kali 0,1ml/kgBB) tiap 20
dosis (tiap 20 menit atau secara
menit) dalam satu kontinu selama satu
jam pertama jam pertama
Kortikosteroid oral
Kortikosteroid per iv
(Methylprednisolon
Kortikosteroid (Deksametason
40-80mg atau
1mg/kgBB per hari)
1mg/kgBB)
3. Petugas merujuk pasien bila serangan berat tidak membaik dengan
nebulisasi, pasien gelisah, terjadi penurunan kesadaran
4. Dokter mendampingi pasien dalam perjalanan rujukan dengan ambulan,
tersedia oksigen dan alat RJPO

4.3.7.16 PENANGANAN HIPOGLIKEMIA


Hipoglikemia (True hypoglikemia) adalah kadar gula darah < 60 mg/dl
1. Petugas menemukan pasien dengan riwayat diabetes mellitus dengan
keluhan :
a. Keringat dingin, berdebar
b. Pusing, gelisah
c. Dapat tidak sadar
2. Petugas memeriksa kadar gula acak pasien < 60mg/dl
3. Petugas memberikan terapi :
a. Bila pasien sadar : karbohidrat komplek (pisang, roti dsb) jika gagal
karbohidrat simple (teh gula)
b. Jika masih gagal atau pasien tidak sadar injeksi glukosa 40% iv 25ml
(encerkan dua kali)
c. Infus glukosa 10%, persiapkan rujukan
d. Evaluasi keberhasilan terapi dilihat dari klinis pasien dan pemeriksaan
glukosa darah tiap ½ jam
4. Petugas melengkapi berkas rekam medis

4.3.8 PELAYANAN TERPADU


Pelayanan Terpadu adalah pelayanan pasien secara komprehensif yang melibatkan
multidisipliner dan dilakukan satu pintu

PEDOMAN PELAYANAN RUANGAN PEMERIKSAAN UMUM 101


1. Petugas ruangan awal yang menerima pasien mengidentifikasi pasien yang
memerlukan pelayanan multidisipliner, seperti pasien hamil dengan diabetes
dsb
2. Petugas ruangan memberitahukan kepada pasien/keluarganya bahwa pasien
perlu dikonsultasikan ke ruangan lain
3. Petugas ruangan menulis di formulir rujukan internal tujuan ruangan yang
dikonsultasikan, diagnosa sementara dan alasan dikonsulkan
4. Pasien/keluarga pasien membawa formulir rujukan internal ke ruangan tujuan
5. Petugas yang dikonsuli menulis hasil konsultasi di formulir rujukan internal
6. Pasien/keluarga pasien membawa kembali formulir hasil konsultasi ke
ruangan asal
7. Petugas ruangan pertama menempel formulir rujukan internal ke berkas
rekam medis

4.3.9 PELIMPAHAN TUGAS DAN WEWENANG

Pengobatan merupakan suatu proses ilmiah yang dilakukan oleh dokter


berdasarkan temuan-temuan yang diperoleh selama anamnesis dan pemeriksaan.
Pelimpahan tugas dan wewenang pengobatan dasar/pelimpahan kewenangan dari
dokter Puskesmas dapat diberikan oleh Kepala Puskesmas kepada perawat yang
ditempatkan di Puskesmas dan jaringannya untuk melaksanakan pengobatan dasar
dengan baik. Pelimpahan tugas dan wewenang pengobatan dasar di Puskesmas
dan jaringannya dapat dilakukan karena:
1. Dalam keadaan darurat untuk penyelamatan nyawa seseorang/pasien dan tidak
ada dokter ditempat kejadian
2. Perawat/Bidan merupakan petugas kesehatan dari Puskesmas yang ditempatkan
di Puskesmas Pembantu dan Ponkesdes dan harus melaksanakan program
pemerintah berupa pengobatan dasar sesuai dengan SOP
3. Keadaan situasional tertentu seperti jumlah yang banyak yang tidak dapat
ditangani oleh dokter yang ada atau terjadi KLB.

4.3.10 PENGISIAN BERKAS REKAM MEDIS


Menurut Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor
269/MENKES/PER/III/2008, Rekam medik adalah berkas yang berisikan catatan dan
dokumen tentang identitas pasien, pemeriksaan, pengobatan, tindakan dan
pelayanan lain yang telah diberikan kepada pasien. Menurut Konsil Kedokteran
Indonesia Tahun 2006 dalam buku Manual Rekam Medis, ada 2 jenis rekam medis,
yaitu:
1. Rekam medis konvensional.

PEDOMAN PELAYANAN RUANGAN PEMERIKSAAN UMUM 102


2. Rekam medis elektronik.
Rekam medik di Puskesmas Dawarblandong adalah rekam medis konvensional
dalam bentuk personal folder. Rekam medik merupakan data medik pasien tertulis,
yang dapat dipergunakan sebagai alat bukti yang sah menurut hukum,dan hal-hal
yang perlu diperhatikan adalah:
1. Rekam medik harus disediakan untuk setiap kunjungan.
2. Rekam medik harus dibuat secara tertulis, lengkap dan jelas serta harus sesuai
standar yang ditetapkan menurut jenis pelayanan.
3. Harus ada sistem identifikasi, indeks, dan sistem dokumen yang memudahkan
pencarian rekam medik.
4. Isi rekam medik untuk pasien rawat jalan/inap sekurang-kurangnya memuat:
a. Identitas pasien (nama, tanggal lahir, jenis kelamin, alamat dan pekerjaan).
b. Tanggal dan waktu.
c. Hasil anamnesa,mencakup sekurang-kurangnya keluhan
danriwayat/perjalanan penyakit.
d. Hasil pemeriksaan fisik dan penunjang medik yang dilakukan.
e. Dokumentasi hasil pemeriksaan.
f. Diagnosis penyakit.
g. Rencana penatalaksanaan.
h. Pengobatan dan/atau tindakan medik.
i. Identitas dan tanda tangan dari dokter yang menangani. Apabila dalam
pencatatan rekam medis menggunakan teknologi informasi elektronik,
kewajiban membubuhi tanda tangan dapat diganti dengan menggunakan
nomor identitas pribadi/Personal Identification Number (PIN).
j. Pelayanan lain yang telah diberikan kepada pasien.
k. Persetujuan tindakan bila diperlukan.
5. Rekam medik disebut lengkap bila telah berisi seluruh informasi tentang pasien
sesuai dengan formulir yang disediakan, isi rekam medik harus lengkap dan
benar
6. Dokter, perawat dan bidan bertanggung jawab akan kebenaran dan ketepatan
pengisian rekam medik. Bila terjadi kesalahan pencatatan rekam medis, catatan
dan berkas tidak boleh dihilangkan atau dihapus dengan cara
apapun.Perubahan catatan atas kesalahan dapat dilakukan dengan pencoretan
dan kemudian dibubuhi paraf petugas yang bersangkutan.
7. Setelah memberikan pelayanan praktik kedokteran kepada pasien, dokter dan
dokter gigi segera melengkapi rekam medis dengan mengisi atau menulis
semua pelayanan praktik kedokteran yang yang telah dilakukannya.

PEDOMAN PELAYANAN RUANGAN PEMERIKSAAN UMUM 103


8. Selain dokter dan dokter gigi yang membuat/mengisi rekam medis, tenaga
kesehatan lain yang memberikan pelayanan langsung kepada pasien dapat
membuat/mengisi rekam medis atas perintah/pendelegasian secara tertulis dari
dokter dan dokter gigi yang menjalankan praktik kedokteran.
9. Berkas rekam medis menjadi milik Puskesmas, sedangkan isi rekam medis dan
lampiran dokumen menjadi milik pasien.
10. Batas waktu lama penyimpanan rekam medis menurut Peraturan Menteri
Kesehatan paling lama 5 (lima) tahun dan resume rekam medis paling sedikit 25
(dua puluh lima) tahun.

4.3.11 PELAKSANAAN INFORMED CONSENT


Persetujuan tindakan medik (Informed consent) adalah persetujuan tertulis
maupun lisan yang diberikan oleh pasien atau keluarganya terhadap tindakan
kedokteran/ kedokteran gigi yang akan dilakukan dokter, perawat dan bidan
terhadap pasien (contoh persetujuan dan penolakan tindakan medik pada lampiran 9
dan 10). Pasal 45 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 29 Tahun 2004
tentang Praktik Kedokteran ayat (5) menyatakan bahwa “Setiap tindakan kedokteran
atau kedokteran gigi yang mengandung risiko tinggi harus diberikan dengan
persetujuan tertulis yang ditandatangani oleh yang berhak memberikan persetujuan”.
Umumnya disebutkan bahwa contoh tindakan yang berrisiko tinggi adalah
tindakan invasif (tertentu) atau tindakan bedah yang secara langsung mempengaruhi
keutuhan jaringan tubuh. Mengacu kepada anjuran General Medical Council (GMC)
di Inggris, Komite Kedokteran Indonesia melalui buku manual ini memberikan
petunjuk bahwa persetujuan tertulis diperlukan pada keadaan-keadaan sebagai
berikut:
1. Tindakan terapetik bersifat kompleks atau menyangkut risiko atau efek
samping yang bermakna.
2. Tindakan kedokteran tersebut bukan dalam rangka terapi.
3. Tindakan kedokteran tersebut memiliki dampak yang bermakna bagi
kedudukan kepegawaian atau kehidupan pribadi dan sosial pasien.
4. Tindakan yang dilakukan adalah bagian dari suatu penelitian.

Informasi tentang tindakan medik harus diberikan kepada pasien, baik diminta
maupun tidak diminta. Jenis informed consent:
1. Persetujuan Informed Consent
Persetujuan/penolakan dapat diberikan secara tertulis maupun lisan oleh
pasien setelah yang bersangkutan mendapat penjelasan secara lengkap dari
tenaga kesehatan yang sekurang-kurangnya mencakup:

PEDOMAN PELAYANAN RUANGAN PEMERIKSAAN UMUM 104


a. Diagnosis dan tata cara tindakan medik.
b. Tujuan tindakan medik yang dilakukan.
c. Alternatif tindakan lain dan resikonya.
d. Resiko dan komplikasi yang mungkin terjadi.
e. Prognosis terhadap tindakan yang dilakukan.
f. Bagi pasien dewasa yang menderita gangguan mental,
persetujuan diberikan oleh orang tua/wali.
g. Bagi pasien dibawah umur 21 (dua puluh satu) tahun yang tidak
mempunyai orang tua/wali dan atau orang tua/wali berhalangan,
persetujuan dapat diberikan oleh keluarga terdekat.
h. Bagi pasien lanjut usia, persetujuan dapat diberikan oleh keluarga
terdekat.
i. Dalam hal pasien tidak sadar/pingsan, tidak didampingi oleh
keluarga terdekat dan secara medik berada dalam keadaan gawat
dan atau darurat yang memerlukan tindakan medik segera untuk
kepentingannya maka tidak diperlukan persetujuan dari siapapun.
2. Penolakan pemeriksaan/tindakan.
3. Pembatalan persetujuan.
a. Pada prinsipnya setiap pasien dapat membatalkan persetujuan mereka
dengan membuat surat atau pernyataan tertulis pembatalan
persetujuan tindakan kedokteran.
b. Pembatalan dilakukan sebelum tindkan dimulai.
c. Pasien harus diberitahu bahwa pasien bertanggung jawab atas akibat
dari pembatalan persetujuan tindakan, oleh karena itu pasien harus
kompeten untuk dapat membatalkan persetujuan dan dokter harus
menghormatinya dan membatalkan tindakan atau pengobatannya.
Tindakan di Puskesmas Dawarblandong yang membutuhkan persetujuan tindakan
medik adalah sebagai berikut :
1. Semua tindakan operasi bedah minor yang dilakukan di ruangan pemeriksaan
umum, ruangan gawat darurat dan ruangan kesehatan gigi dan mulut, seperti
:
a. Penjahitan luka
b. Ekstraksi kuku, Roser Plasty
c. Ekstirpasi lipoma atau tumor jinak lain yang dapat dikerjakan di
puskesmas
d. Insisi abses
e. Pencabutan gigi permanen, kecuali goyang 3-4º
2. Pemasangan IUD

PEDOMAN PELAYANAN RUANGAN PEMERIKSAAN UMUM 105


3. Pemasangan Implan
4. Penyuntikan KB maupun obat injeksi lainnya
5. Pemberian imunisasi ( di awal saja)
6. Pemeriksaan HIV/AIDS

4.3.12 PELAYANAN RUJUKAN

Rujukan adalah pelimpahan wewenang dan tanggung jawab atas kasus


penyakit atau masalah kesehatan yang diselenggarakan secara timbal balik, baik
secara vertikal dalam arti dari satu strata sarana pelayanan kesehatan ke strata
sarana pelayanan kesehatan lainnya, maupun secara horisontal dalam arti antar
strata sarana pelayanan kesehatan yang sama. Sebagai sarana pelayanan
kesehatan tingkat pertama, kemampuan yang dimiliki oleh Puskesmas terbatas,
sehingga dalam memberikan pelayanan kesehatan secara paripurna Puskesmas
melakukan rujukan secara rasional (tepat indikasi, tepat waktu dan tepat sasaran).
Rujukan merupakan suatu rangkaian kegiatan sebagai respon terhadap
ketidak mampuan suatu pusat layanan kesehatan atau fasilitas kesehatan dalam
melaksanakan tindakan medis terhadap pasien. Sistem rujukan merupakan suatu
mekanisme pengalihan atau pemindahan pasien yang terjadi dalam atau antar
fasilitas kesehatan yang berada dalam suatu jejaring. Rujukan yang dilaksanakan di
Puskesmas bisa merupakan rujukan vertikal ke tingkat lebih rendah atau ke tingkat
lebih tinggi maupun horizontal antar fasilitas kesehatan yang sama pada wilayah
yang berbeda. Menurut Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor
001 Tahun 2012 pasal 3 tentang sistim rujukan pelayanan kesehatan perorangan,
maka:
1. Pelayanan kesehatan dilakukan secara berjenjang sesuai kebutuhan medis,
dimulai dari pelayanan kesehatan tingkat pertama.
2. Pelayanan kesehatan tingkat kedua hanya dapat diberikan atas rujukan dari
pelayanan kesehatan tingkat pertama.
3. Pelayanan kesehatan tingkat ketiga hanya dapat diberikan atas rujukan dari
pelayanan kesehatan tingkat kedua atau tingkat pertama.
Penyebab rujukan, antara lain karena ketidak mampuan Puskesmas dalam
melakukan pemeriksaan spesimen/penunjang medik, keterbatasan pengetahuan,
membutuhkan konsultasi tenaga ahli/spesialis dan lain-lain. Pasien rujukan harus
disertai dengan informasi alasan rujukan.
Ketentuan rujukan:
1. Puskesmas mempunyai alur rujukan, prosedur merujuk pasien, prosedur
menerima rujukan, prosedur menerima balasan rujukan. Prosedur rujukan ini

PEDOMAN PELAYANAN RUANGAN PEMERIKSAAN UMUM 106


dibuat dengan mengacu pada Buku Pedoman Sistem Rujukan Berbasis Indikasi
Medis Dinas Kesehatan Provinsi Jawa Timur tahun 2013.
2. Tersedia informasi mengenai fasilitas rujukan lain, ada kerjasama Puskesmas
dengan sarana kesehatan lain untuk menjamin kelangsungan pelayanan klinis
(rujukan klinis, rujukan diagnostik dan rujukan konsultatif).
3. Persyaratan rujukan pasien: pasien distabilkan terlebih dahulu sesuai dengan
kemampuan Puskesmas, sebelum dirujuk ke pelayanan yang mempunyai
kemampuan lebih tinggi.
4. Bidan dan perawat hanya dapat melakukan rujukan ke dokter dan atau dokter
gigi pada pemberi pelayanan kesehatan tingkat pertama kecuali dalam keadaan
gawat darurat, bencana, kekhususan, permasalahan kesehatan pasien dan
pertimbangan geografis.
5. Setiap pemberi pelayanan kesehatan berkewajiban merujuk pasien bila keadaan
penyakit atau permasalahan kesehatan memerlukannya, kecuali pasien tidak
dapat ditransportasikan atas alasan medis, sumber daya atau geografis dan
tidak mendapat persetujuan pasien atau keluarganya.
Rujukan Upaya Kesehatan Perorangan
Cakupan rujukan pelayanan kesehatan perorangan adalah rujukan kasus penyakit.
Apabila Puskesmas tidak mampu menanggulangi satu kasus penyakit tertentu,
maka Puskesmas tersebut wajib merujuknya ke sarana pelayanan kesehatan yang
lebih mampu, baik ke Puskesmas rawat inap, Puskesmas rawat inap dengan
PONED/PLUS maupun Rumah Sakit. Kriteria pasien yang dirujuk adalah bila
memenuhi salah satu:
a. Hasil pemeriksaan fisik sudah dipastikan tidak mampu diatasi.
b. Hasil pemeriksaan fisik dengan pemeriksaan penunjang medis ternyata tidak
mampu diatasi.
c. Memerlukan pemeriksaan penunjang medis yang lebih lengkap, tetapi
pemeriksa harus disertai dengan kehadiran pasien.
d. Apabila telah diobati dan dirawat ternyata memerlukan pemeriksaan,
pengobatan dan perawatan di sarana kesehatan yang lebih mampu.
Rujukan pada saat bencana:
Evakuasi korban dilakukan berdasarkan tingkat kegawatdaruratan korban dan
ketersediaan sarana serta sumber daya manusia. Standar rujukan pasien pada
saat bencana dilakukan setelah dilakukan triase, dimana korban dengan:
a. Label merah, dirujuk ke rumah sakit tipe A/B
b. Label kuning, dirujuk ke rumah sakit tipe B/C
c. Label hijau, dirujuk ke Puskesmas/rumah sakit lapangan

PEDOMAN PELAYANAN RUANGAN PEMERIKSAAN UMUM 107


d. Label hitam, meninggal: tergantung dari kondisi korban, perlu diidentifikasi atau
tidak, apabila diperlukan maka dirujuk ke rumah sakit
4.4 SOP Pelayanan di Ruang Pemeriksaan Umum
1. SOP Identifikasi pasien
2. SOP Pengkajian awal klinis
3. SOP Pengukuran Frekuensi Nafas
4. SOP Pengukuran Denyut Nadi
5. SOP Pengukuran suhu tubuh axilla
6. SOP Pengukuran Tekanan Darah
7. SOP Pengukuran Berat badan
8. SOP Pengukuran TB (pasien > 2 thn & dewasa)
9. SOP Pencatatan dan Pelaporan kunjungan pasien
10. SOP pemberian informasi efek samping & resiko terapi
11. SOP informed consent
12. SOP pendidikan/penyuluhan kepada pasien
13. SOP Koordinasi antar ruangan dengan unit pelayanan lain di puskesmas
14. SOP penanganan pasien berisiko tinggi
15. Pencegahan dan pengendalian infeksi :
1) SOP penggunaan alat pelindung diri
2) SOP kebersihan tangan/ cuci tangan
3) SOP etika batuk
4) SOP praktek menyuntik yang aman
5) SOP sterilisasi alat medis di puskesmas
16. SOP Rujukan
17. SOP Pelimpahan tugas & wewenang
18. SOP Identifikasi dan penanganan keluhan pelanggan layanan klinis
19. SOP penanggulangan dan penanganan KTC,KPC,KNC,KTD
20. Pelayanan Klinis :
1) SOP Penatalaksanaan Artritis
2) SOP Penatalaksanaan Diabetes melitus
3) SOP Penatalaksanaan Diare
4) SOP Penatalaksanaan Faringitis
5) SOP Penatalaksanaan Gastritis
6) SOP Penatalaksanaan Hipertensi
7) SOP Penatalaksanaan Infeksi saluran kencing
8) SOP Penatalaksanaan Infeksi saluran pernafasan atas
9) SOP Penatalaksanaan Konjungtivitis
10) SOP Penatalaksanaan TF

PEDOMAN PELAYANAN RUANGAN PEMERIKSAAN UMUM 108


BAB V

LOGISTIK

Perencanaan logistik untuk keperluan pendukung penyelenggaraan


pelaksanaan pelayanan ruangan pemeriksaan umum adalah sebagai berikut :

1. Perencanaan obat dan bahan habis pakai medis


Penanggungjawab : koordinator obat dan dokter penanggungjawab obat
Perencanaan dilakukan sesuai kebutuhan pasien pada bulan Oktober-
Desember untuk tahun berikutnya kepada Dinas Kesehatan bagian
Pelayanan Kesehatan. Rumus perencanaan obat dan bahan habis pakai
medis :
A = (B+C+D)-E
A (rencana pengadaan)
B (pemakakaian rata-rata x 12 bulan)
C (stok pengamanan 10-20%)
D (waktu tunggu pengadaan barang)
E (sisa stok)
2. Perencanaan alat kesehatan
Penanggungjawab : koordinator alat kesehatan puskesmas
Perencanaan dilakukan pada bulan Oktober – Desember untuk tahun
berikutnya berdasarkan kebutuhan yang disesuaikan dengan standar
puskesmas rawat jalan. Adapun rencana perbaikan jika ada alat kesehatan
yang rusak diajukan saat itu juga kepada Dinas Kesehatan bagian Pelayanan
Kesehatan
3. Perbaikan gedung dan sarana prasarana pendukung
Untuk maintenance gedung dilakukan secara rutin oleh bagian Sanitasi
puskesmas, begitu juga dengan maintenance sarana prasarana seperti listrik
dan air. Jika gedung memerlukan perbaikan kecil maka perbaikan menjadi
tanggung jawab puskesmas sesuai dana yang tersedia. Jika perbaikan yang
diperlukan cukup besar maka puskesmas mengajukan usulan perbaikan
kepada Dinas Kesehatan

PEDOMAN PELAYANAN RUANGAN PEMERIKSAAN UMUM 109


BAB VI

KESELAMATAN SASARAN KEGIATAN

Dalam setiap kegiatan pelayanan pemeriksaan umum perlu diperhatikan


keselamatan sasaran, yakni pasien dengan melakukan identifikasi risiko terhadap
segala kemungkinan yang dapat terjadi pada saat pelaksanaan kegiatan. Puskemas
Dawarblandong memiliki indikator keselamatan pasien meliputi:

1. Identifikasi pasien dengan benar


Presentasi pasien yang di indetifikasi tepat dalam pemberian tindakan medis/
dalam pemberian obat
2. Meningkatkan komunikasi yang efektif
Presentasi keakuratan komunikasi lisan atau melalui telepon secara
konsisten, format write back, read back, repeat back dan SBAR (situation,
background, assessment, recomendation)
3. Keamanan pemberian obat yang perlu kewaspadaan tinggi
Kepatuhan pemberian label obat hight alert oleh petugas ruangan farmasi
4. Pengurangan terjadinya resiko infeksi

PEDOMAN PELAYANAN RUANGAN PEMERIKSAAN UMUM 110


BAB VII

KESEHATAN DAN KESELAMATAN KERJA

7.1 STANDAR PELAYANAN KESEHATAN KERJA DI PUSKESMAS

Bentuk pelayanan kesehatan kerja untuk petugas ruangan pemeriksaan


umum yang perlu dilakukan adalah sebagai berikut :

1. Melakukan pemeriksaan kesehatan sebelum bekerja bagi pekerja :


a. Pemeriksaan fisik lengkap
b. Kesegaran jasmani
c. Pemeriksaan penunjang dasar (foto thorax, laboratorium rutin, EKG)
d. Pemeriksaan yang sesuai dengan kebutuhan guna mencegah bahaya
yang diperkirakan timbul khusus untuk pekerjaan tertentu
e. Jika tiga bulan sebelumnya telah dilakukan pemeriksaan kesehatan oleh
dokter dan tidak ada keragu-raguan dinyatakan sehat maka tidak perlu
dilakukan pemeriksaan kesehatan sebelum bekerja
2. Melaksanakan pendidikan dan penyuluhan/pelatihan tentang kesehatan kerja
dan memberikan bantuan kepada pekerja puskesmas dalam penyesuaian diri
baik fisik maupun mental terhadap pekerjanya, di antaranya :
a. Informasi umum puskesmas dan fasilitas atau sarana yang terkait dengan
kesehatan dan keselamatan kerja
b. Informasi tentang resiko dan bahaya khusus di tempat kerjanya
c. SOP kerja, SOP peralatan, SOP penggunaan alat pelindung diri
d. Orientasi kesehatan dan keselamatan kerja di tempat kerja
e. Melaksanakan pendidikan, pelatihan ataupun promosi/penyuluhan
kesehatan kerja secara berkesinambungan sesuai kebutuhan dalam
rangka menciptakan budaya kesehatan dan keselamatan kerja
3. Melakukan pemeriksaan berkala dan pemeriksaan khusus sesuai dengan
pajanan di puskesmas :
a. Setiap pekerja di puskesmas wajib mendapatkan pemeriksaan berkala
minimal satu tahun sekali
b. Pemeriksaan khusus disesuaikan dengan jenis dan besar pajanan serta
umur dari pekerja
c. Adapun jenis pemeriksaan khusus yang perlu dilakukan antara lain
sebagai berikut :

PEDOMAN PELAYANAN RUANGAN PEMERIKSAAN UMUM 111


- Pemeriksaan kesehatan HbsAg dan HIV untuk pekerja yang
berhubungan dengan darah dan produk tubuh manusia (dokter, dokter
gigi, perawat, perawat gigi, bidan, petugas laboratorium)
- Melakukan upaya preventif (vaksinasi hepatitis B pada pekerja yang
terpajan produk tubuh manusia)
4. Meningkatkan kesehatan badan, kondisi mental (rohani) dan kemampuan fisik
karyawan puskesmas
a. Pemberian imunisasi bagi petugas puskesmas
b. Olah raga, senam kesehatan dan rekreasi
c. Pembinaan mental dan rohani
5. Memberikan pengobatan bagi karyawan puskesmas yang menderita sakit
a. Memberikan pengobatan dasar secara gratis kepada seluruh karyawan
puskesmas
b. Memberikan pengobatan dan menanggung biaya pengobatan untuk
karyawan puskesmas yang terkena Penyakit Akibat Kerja (PAK)
c. Menindaklanjuti hasil pemeriksaan kesehatan berkala dan pemeriksaan
kesehatan khusus
d. Melakukan upaya rehabilitasi sesuai penyakit terkait
6. Melakukan pemeriksaan kesehatan khusus pada pekerja Puskesmas,
khususnya ruangan pemeriksaan umum yang akan pensiun atau pindah kerja
a. Pemeriksaan kesehatan fisik
b. Pemeriksaan laboratorium lengkap, EKG, paru (foto thorax dan fungsi
paru)
7. Melakukan koordinasi dengan Tim Pencegahan dan Pengendalian Infeksi
mengenai penularan infeksi terhadap karyawan puskesmas dan pasien
a. Pertemuan koordinasi
b. Pembahasan kasus
c. Penanggulangan kejadian infeksi nosokomial
8. Melaksanakan kegiatan surveilans kesehatan kerja
a. Melaksanakan pemetaan (mapping) tempat kerja untuk mengidentifikasi
jenis bahaya dan besarnya resiko
b. Melakukan identifikasi pekerja berdasarkan jenis pekerjaannya, lama
pajanan, dosis pajanan
c. Melakukan analisa hasil pemeriksaan kesehatan berkala dan khusus
d. Melakukan tindak lanjut analisa pemeriksaan kesehatan berkala dan
khusus (dirujuk ke spesialis terkait, rotasi kerja, merekomendasikan
pemberian istirahat kerja)
e. Melakukan pemantauan perkembangan kesehatan karyawan puskesmas

PEDOMAN PELAYANAN RUANGAN PEMERIKSAAN UMUM 112


9. Melaksanakan pemantauan lingkungan kerja dan ergonomi yang berkaitan
dengan kesehatan kerja (pemantauan/pengukuran terhadap faktor fisik, kimia,
biologi, psikososial dan ergonomi)
10. Membuat evaluasi, pencatatan dan pelaporan kegiatan kesehatan dan
keselamatan kerja puskesmas yang disampaikan kepada Kepala Puskesmas
dan Dinas Kesehatan

7.2 STANDAR PELAYANAN KESELAMATAN KERJA DI PUSKESMAS

Pada prinsipnya pelayanan keselamatan kerja berkaitan erat dengan sarana,


prasarana dan peralatan kerja. Bentuk pelayanan keselamatan kerja yang dilakukan
:

1. Pembinaan dan pengawasan keselamatan/keamanan sarana, prasarana, dan


peralatan kesehatan :
Lokasi Puskesmas memenuhi ketentuan mengenai kesehatan, keselamatan
lingkungan, dan tata ruang, serta sesuai dengan hasil kajian kebutuhan dan
kelayakan penyelenggaraan puskesmas
a. Teknis bangunan Puskesmas, sesuai dengan fungsi, kenyamanan dan
kemudahan dalam pemberian pelayanan serta perlindungan dengan
keselamatan bagi semua orang termasuk penyandang cacat, anak-anak,
dan orang usia lanjut
b. Prasarana harus memenuhi standar pelayanan, keamanan, serta
keselamatan dan kesehatan kerja penyelenggara puskesmas
c. Pengoperasian dan pemeliharaan sarana, prasarana dan peralatan
puskesmas harus dilakukan oleh petugas yang mempunyai kompetensi di
bidangnya (sertifikasi personil petugas/operator sarana dan prasarana
serta peralatan kesehatan puskesmas)
d. Membuat program pengoperasian, perbaikan dan pemeliharaan rutin dan
berkala sarana dan prasarana serta peralatan kesehatan dan selanjutnya
didokumentasikan dan dievaluasi secara berkala dan berkesinambungan
e. Peralatan kesehatan meliputi peralatan medis dan non medis harus
memenuhi standar pelayanan, persyaratan mutu, keamanan, keselamatan
dan laik pakai
f. Membuat program pengujian dan kalibrasi peralatan kesehatan, peralatan
kesehatan harus diuji dan dikalibrasi secara berkala oleh Pengujian
Fasilitas Kesehatan dan/atau institusi pengujian fasilitas kesehatan yang
berwenang

PEDOMAN PELAYANAN RUANGAN PEMERIKSAAN UMUM 113


g. Melengkapi perizinan dan sertifikasi sarana dan prasarana serta peralatan
kesehatan
2. Pembinaan dan pengawasan atau penyesuaian peralatan kerja terhadap
pekerja :
a. Melakukan identifikasi dan penilaian resiko ergonomi terhadap peralatan
kerja dan karyawan puskesmas
b. Membuat program pelaksanaan kegiatan, mengevaluasi dan
mengendalikan resiko ergonomi
3. Pembinaan dan pengawasan terhadap lingkungan kerja :
a. Manajemen harus menyediakan dan menyiapkan lingkungan kerja yang
memenuhi syarat fisik, kimia, biologi, ergonomi dan psikososial
b. Pemantauan/pengukuran terhadap faktor fisik, kimia, biologi, ergonomi
dan psikososial secara rutin dan berkala
c. Melakukan evaluasi dan memberikan rekomendasi untuk perbaikan
lingkungan kerja
4. Pembinaan dan pengawasan terhadap sanitasi
Manajemen harus menyediakan, memelihara, mengawasi sarana prasarana
sanitasi yang memenuhi syarat, meliputi :
a. Penyehatan makanan dan minuman
b. Penyehatan air
c. Penyehatan tempat pencucian
d. Penanganan sampah dan limbah
e. Pengendalian serangga dan tikus
f. Sterilisasi/desinfeksi
g. Upaya penyuluhan kesehatan lingkungan
5. Pembinaan dan pengawasan perlengkapan keselamatan kerja
a. Pembuatan rambu-rambu arah dan tanda-tanda keselamatan
b. Penyediaan peralatan keselamatan kerja dan alat pelindung diri (APD)
c. Membuat SOP peralatan keselamatan kerja dan penggunaan APD
d. Melakukan pembinaan dan pemantauan terhadap keputusan penggunaan
peralatan keselamatan dan APD
6. Pelatihan/penyuluhan keselamatan kerja untuk semua pekerja
a. Sosialisasi dan penyuluhan keselamatan kerja bagi seluruh karyawan
puskesmas
7. Memberi rekomendasi/masukan mengenai perencanaan, pembuatan tempat
kerja dan pemilihan alat serta pengadaannya terkait keselamatan/keamanan

PEDOMAN PELAYANAN RUANGAN PEMERIKSAAN UMUM 114


a. Mengevaluasi dan mendokumentasikan kondisi sarana, prasarana dan
peralatan keselamatan kerja dan membuat rekomendasi sesuai dengan
persyaratan yang berlaku serta standar keamanan dan keselamatan
8. Membuat sistem pelaporan kejadian dan tindak lanjutnya
a. Membuat alur pelaporan kejadian nyaris cedera dan cedera petugas
b. Membuat SOP pelaporan, penanganan dan tindak lanjut kejadian nyaris
cedera dan cedera petugas
9. Pembinaan dan pengawasan Sistem Penanggulangan Kebakaran
a. Manajemen menyediakan sarana dan prasarana pencegahan dan
penanggulangan kebakaran
b. Membentuk tim penanggulangan kebakaran
c. Membuat SOP APAR
d. Melakukan sosialisasi dan pelatihan pencegahan dan penanggulangan
kebakaran
e. Melakukan audit internal terhadap sistem pencegahan dan
penanggulangan kebakaran
10. Membuat evaluasi, pencatatan, dan pelaporan kegiatan pelayanan
keselamatan kerja yang disampaikan kepada Kepala Puskesmas dan Dinas
Kesehatan

PEDOMAN PELAYANAN RUANGAN PEMERIKSAAN UMUM 115


BAB VIII

PENGENDALIAN MUTU

Untuk mengukur kinerja pelayanan pemeriksaan umum


tersebut harus ada indikator yang digunakan. Indikator yang dapat
digunakan dalam mengukur tingkat keberhasilan pelayanan
pemeriksaan umum di Puskesmas Dawarblandong yaitu menilai
ketersedian pelayanan (pemberian pelayanan umum adalah pelayanan oleh
dokter di Puskesmas) dan kelengkapan pengisian rekam medis 1x24 jam setelah
selesai pelayanan (Rekam medik yang lengkap dalam 24 jam setelah selesai
pelayanan diisi oleh tenaga medis dan atau paramedis (SOAP, KIE, askep,
diagnosis, KODE ICD X, kajian sosial, pengobatan, tanda tangan)).

PEDOMAN PELAYANAN RUANGAN PEMERIKSAAN UMUM 116


BAB IX

PENUTUP

Pedoman Pelayanan ruangan pemeriksaan umum adalah salah satu bagian


dari upaya Puskesmas untuk mewujudkan penyelenggaraan praktek pengobatan
dasar yang terstandar, aman dan bermutu. Adapun Pelayanan ruangan
pemeriksaan umum merupakan salah satu program Puskesmas untuk mewujudkan
masyarakat yang sehat dan mandiri. Program ini tentunya tidak bisa berdiri sendiri
dan membutuhkan banyak dukungan baik dari manajemen, karyawan maupun
masyarakat agar berjalan lancar. Upaya peningkatan mutu pelayanan dilakukan di
semua unit pelayanan, baik pada unit pelayanan medik, pelayanan penunjang
medik, maupun pada unit pelayanan administrasi dan manajemen melalui program
jaminan mutu. Salah satu indikator yang digunakan untuk menilai kualitas pelayanan
puskesmas dikatakan bermutu adalah pencapaian terhadap indikator klinik
pelayanan puskesmas yang sesuai dengan standar.

PEDOMAN PELAYANAN RUANGAN PEMERIKSAAN UMUM 117

Вам также может понравиться