Академический Документы
Профессиональный Документы
Культура Документы
Disusun Oleh :
SEPTA GABRIELLA TAMBA
NPM : 217410075
Kelas : 2MC
Dosen Pembimbing:CHRISTIE KUSNANDAR,Pdt, S,Th,M.pd
1.4 Letakan kasus dan masalah tersebut di dalam konteks Sosial-budaya yang ada:
Kasus dan masalah ini jika diletakan dalam konteks-sosial dan budaya yang ada terutama
dalam konteks Indonesia ini dapat disejajarkan dengan perspektif Hak Asasi Manusia, bahwa
setiap orang memiliki hak, harkat dan martabat yang sama. Tidak boleh didiskriminasi dalam hal
apapun. Dalam diri setiap manusia melekat hak hidup, jaminan perlindungan, hak individu dan
sebagai bagian dari masyarakat.
* Apakah yang dikatakan oleh sistem nilai yang ada tentang kasus dan masalah ini :
1. Menurut Sudut Pandang HAM
Dari perspektif hak asasi manusia, penerapan hukuman mati dapat digolongkan sebagai
bentuk hukuman yang kejam dan tidak manusiawi, sebagaimana dinyatakan dalam Pasal 3
Deklarasi Universal Hak Asasi Manusia (Universal Declaration of Human Rights) yang
berbunyi, “Setiap orang berhak atas kehidupan, kebebasan dan keselamatan sebagai
individu”. Jaminan ini dipertegas dengan Pasal 5 DUHAM dan Pasal 7 Kovenan
Internasional tentang Hak Sipil dan Politik (International Covenant on Civil and Political
Rights-ICCPR) yang berbunyi, “Tidak seorang pun boleh disiksa atau diperlakukan secara
kejam, diperlakukan atau dihukum secara tidak manusiawi atau dihina“ dan dikuatkan
dengan Protokol Opsional Kedua atas Perjanjian Internasional mengenai Hak-hak Sipil dan
Politik tahun 1989 tentang Penghapusan Hukuman Mati.
Menurut beberapa aktidis ham ini, hukum mati merupakan bentuk pelanggaran terhadap hak
asasi manusia dan hukum mati ini harus dihapuskan dari sistem hukum si Indonesia termasuk
juga kasus Narkoba Jeff ini.
2. Menurut Sudut Padang Hukum
Secara yuridis, pelaksanaan hukuman mati terhadap Jeff. dan ratusan terpidana mati lain,
didasarkan pada putusan pengadilan yang telah berkekuatan hukum tetap. Putusan mana
didasarkan pada ketentuan hukum positif yang berlaku, seperti KUHP, UU No
7/Drt/1955, UU No 22 Tahun 1997, UU No 5 Tahun 1997, UU No 31 Tahun 1999, UU
No 26 Tahun 2000, dan lain sebagainya. Dari kenyataan ini, terlihat bahwa penerapan
hukuman mati di Indonesia semakin menunjukkan kecederungan yang meningkat dilihat
dari peningkatan jumlah peraturan perundang-undangan yang mengatur hukuman mati.
Beberapa filsafat memandang tujuan penghukuman atau pidana sebagai bentuk
pembalasan dan pemberi rasa takut atau efek pencegah (deterrent effect) bagi orang lain
agar tidak melakukan kejahatan serupa di kemudian hari. Menurut pandangan pertama,
tujuan hukuman baru akan terwujud apabila pelaku kejahatan diganjar dengan hukuman
yang setimpal dengan perbuatannya dan semakin berat hukuman akan semakin membuat
orang takut melakukan kejahatan. Namun hal itu jelas tidak akan dapat memperbaiki diri
si pelaku dan membuat dirinya jera untuk kemudian hidup menjadi orang baik-baik,
karena kesempatan itu sudah tidak ada lagi disebabkan dirinya sudah dimatikan sebelum
sempat memperbaiki diri.
Di Indonesia sendiri, hak hidup secara tegas dilindungi oleh konstitusi yakni UUD
1945.Dalam pasal 28 A hasil amandemen kedua dijelaskan: Setiap orang berhak untuk
hidup serta berhak mempertahankan hidup dan kehidupannya. Di dalam Pasal 28 I ayat
(4) Undang-Undang Dasar 1945 amandemen kedua dijelaskan: Hak untuk hidup, hak
untuk tidak disiksa, hak kemerdekaan pikiran dan hati nurani, hak beragama, hak untuk
tidak diperbudak, hak untuk diakui sebagai pribadi di hadapan hukum yang berlaku
adalah hak asasi manusia yang tidak dapat dikurangi dalam keadaam apapun.
3. Menurut Sudut Pandang Sosiologi
Faktor terpenting dari hukuman mati adalah faktor kematian itu sendiri. Dari aspek medis,
kematian diindikasikan dengan kematian fisik, namun kematian yang mungkin terjadi
sesungguhnya tidak hanya kematian fisik, tetapi juga kematian sosial.
Dari sudut pandang sosiologis, seseorang bisa disebut masih hidup secara fisik, tetapi sekaligus
mengalami kematian sosial. Hal tersbeut terjadi di saat sesorang berada dalam kondisi sosial
sedemikian rupa, sehingga kebebasannya untuk melakukan aktifitas sosial dirampas habis.
Dalam pengamatan Satjipto Rahardjo kematian social bisa menjadi suatu alternatif penting
dalam bentuk sanksi pidana untuk menggantikan pidana mati. Dapat dibayangkan bagaimana
seseorang yang dijatuhi hukuman dua kali seumur hidup tanpa kemungkinan keringanan atau
parole, secara fisik ia hidup tetapi mungkin penderitaan yang dialaminya adalah lebih berat dan
panjang, terutama dari segi penderitaan sosial. Terpidana ini terisolasi dari rutinitas kehidupan
sosialnya dan hal ini merupakan pukulan yang sangat berat, terlebih harus dipisahkan dari
keluarga dekatnya selama ini.
Apakah vonis hukuman yang dijatuhkan pengadilan itu memang benar atau justru keliru
dan berbanding terbalik dengan fakta kebenaran yang ada. Bagi orang yang telah dijatuhi pidana
mati dan eksekusi sudah dilaksanakan, maka tidak ada sesuatu apapun yang dapat diperbaiki.
Apabila ternyata dibelakang hari terjadi kekeliruan terpidana tetap akan mati, sekalipun ternyata
bukan dia yang melakukan perbuatan yang didakwakan. Ia tidak dapat lagi dihidupkan,
meskipun nama baiknya dapat dipulihkan.
Pada solidaritas mekanis yang didasarkan pada kesamaan dan loyalitas yang total dari individu,
maka sanksi yang diterapkan bersifat represif. Penjatuhan sanksi bertujuan untuk menghukum
kejahatan atau menghukum perbuatan yang melanggar ketentuan sosial yang dianut. Sehingga
sanksi/hukuman dapat dianggap sebagai alat untukmemuaskan kesadaran bersama.
* Apakah yang dikatakan oleh sistem nilai itu menambah Persoalan:
Ya. Karena akan ada pro & Kontra yang terjadi atau akan terjadi Kontroversi Hukum Mati
Menurut Pandangan Masyarakat
- Masyarakat Yang Pro Terhadap Hukuman Mati di Indonesia
Menurut berbagai sumber yang di wawancarai sebagian dari mereka menyetujui tentang
penerapan hukum mati di Indonesia dengan berbagai alasan yang realistis.
Menurut salah seorang informan, mengkaitkan hukum mati ini dengan hukum yang diterapakan
di Indonesia. Dia mengatakan:
“Hukum mati ini sah-sah saja diberlakukan di Indonesia, untuk orang-orang yang mempunyai
kesalahan yang sangat besar dan menyengsarakan orang lain. Agar orang lain tidak akan
mengulangi kesalahan yang sama Asalkan hukuman itu harus jelas dan tidak ada kesalahan
dalam penyidikan kasusnya”.
Dari pemaparan informan di atas maka jelas bahwa Indonesia ini memerlukan hukuman mati
agar memberikan efek jera terhadap orang lain. Sehingga orang tidak akan meniru dan
melakukan kesalahan yang sama.
- Masyarakat Yang Kontra Terhadap Hukum Mati Di Indonesia
Dari informan yang pro terhadap penerapan hukum mati di indonesia juga tidak sedikit dari
mereka yang menolak penerapan hukuman mati ini dengan berbagai alasan yang jelas.
Salah satu informan mengkaitkan alasannya atas penolakan hukum mati diterapkan di Indonesia
dengan alasan melanggar HAM. Ia mengatakan:
“Hukuman mati ini merupakan pelanggaran HAM, karena telah menghilangkan hak untuk hidup
dan hal ini dangat tidak manusiawi. Jadi jelas hukuman mati ini harus dihapuskan di Indonesia
karena dalam pembuatan UUD yang berlandaskan pada HAM”.
Jadi dari pernyataan diatas jelas ia menolak keras tentang penerapan sistem hukum mati di
Indonesia. Menurut dia hukum mati merupakan pelanggaran HAM. Hukum mati juga bentuk
pelanggaran UUD1945 karena dalam UUD juga melindungi hak-hak asasi seseorang. Jadi
hukum mati merupakan bentuk pelanggaran UUD 1945.
“Hukuman mati tidak cocok diterapakan di negri ini, jika sistim hukuman ini diterapkan itu sama
saja pemerintah mendahului tuhan, karena hanya Tuhan yang boleh mencabut nyawa seseorang
dan manusia tak tahu kapan seseorang akan mati, jadi pemerintah jangan seenaknya mencabut
nyawa seseorang”.
Dari pernyataan di atas dapat dilihat bagaimana dia menolak keras tentang hukum mati karena
tidak sesuai dengan norma-norma agama. Karena manusia tidak tahu kapan ajal seseorang akan
datang, itu berarti sistem hukum mati telah mendahului Tuhan. Dan tidak pantas diterapkan di
negara yang mempunyai agama yang berbeda-beda.
Melihat kedua pandangan di atas, tentunya Hukuman mati akan menambah persoalan.
* Apakah yang dikatakan oleh sistem nilai itu memberi jalan keluar:
Ya, ada pula yang memandang hukuman sebagai cara untuk memperbaiki dan memberi efek jera
bagi si pelaku sehingga tidak mau lagi melakukan perbuatan serupa di kemudian hari. Hukuman
mati, mungkin akan membuat kejahatan si pelaku terbalaskan setidaknya bagi keluarga korban
dan akan membuat orang lain takut melakukan kejahatan karena akan diancam dengan hukuman
serupa
* Apakah jalan keluar yang diberikan itu justru menimbulkan masalah baru:
Dan hukuman mati seakan terkesan kejam dan melewati kuasa Allah untuk mengambil nyawa
manusia.
Pandangan Alkitab
Hukum Perjanjian Lama memerintahkan hukuman mati untuk berbagai perbuatan:
pembunuhan (Keluaran 21:12), penculikan (Keluaran 21:16), hubungan seks dengan binatang
(Keluaran 22:19), perzinahan (Imamat 20:10), homoseksualitas (Imamat 20:13), menjadi nabi
palsu (Ulangan 13:5), pelacuran dan pemerkosaan (Ulangan 22:4) dan berbagai kejahatan
lainnya.
Namun, Allah seringkali menyatakan kemurahan ketika harus menjatuhkan hukuman mati. Daud
melakukan perzinahan dan pembunuhan, namun Allah tidak menuntut supaya nyawanya diambil
(2 Samuel 11:1-5; 14-17; 2 Samuel 12:13). Pada akhirnya, semua dosa yang kita perbuat
sepantasnyalah diganjar dengan hukuman mati (Roma 6:23). Syukur kepada Allah, Allah
menyatakan kasihNya kepada kita dengan tidak menghukum kita (Roma 5:8). Tidak ada
hikuman mati bagi kejahatan apa pun. Intisari dari sikap ini adalah bahwa tujuan keadilan
adalah rehabilitasi dan bukan retribusi (nyawa diganti nyawa). Keadilan bersifat memperbaiki,
bukan bersifat membalas. Menurut para pendukung teori ini, tanggapan Yesus terhadap wanita
yang kedapatan berzinah menunjukkan bahwa Yesus menolak hukumn mati (Luk. 8:1-11).
Kesimpulan
Pengambilan Keputusan Etis
Saya menyetujui asumsi dasar Positif dan mengenai Pandangan Alkitab, intinya ialah
bawha semua manusia itu baik dan Allah sendiri menghendaki pengampunan.
Menurut saya hukuman mati tidak efektif sebagai hukuman terberat untuk menangani kasus-
kasus yang sangat besar seperti pembunuhan,korupsi atau NARKOBA. Tetapi alangkah baiknya
bila pengadilan lebih berhati-hati lagi dalam menjatuhkan hukuman mati. Sebaiknya hanya
orang-orang tertentu saja yang baru bisa dijatuhi hukuman mati. Orang-orang itu adalah orang-
orang yang kejahatannya sangat amat besar dan memang diramalkan sangat sulit untuk merubah
sikapnya. Merekalah yang pantas menerima hukuman mati. Sedangkan, orang-orang yang
diramalkan bisa berubah sikapnya, apalagi dilihat dari kasus itu setelah Jeff dihukum Mati ada
teman Jeff yang mengaku. Oleh karena itu sebaiknya jangan dijatuhi hukuman mati. Mereka
kemungkinan bisa bertobat dan menjalani kehidupan yang baik walaupun kemungkinannya
hanya sekian persen. Selain itu, hukuman mati juga membuat orang-orang takut untuk
melakukan kejahatan. Saya rasa hukuman mati merupakan hukuman terberat yang mampu
menjaga sikap banyak orang untuk tidak berbuat jahat. Tidak ada atau jarang sekali ada hukuman
yang mempunyai kekuatan lebih besar daripada hukuman mati ini. Maka, hukuman mati jangan
ditiadakan, tetapi frekuensinya saja yang sebaiknya diusahakan untuk dikurangi.
Dan Menurut saya dalam kasus hukuman berat lebih baik dijatuhkan sanksi hukuman penjara
seumur hidup, hal ini lebih baik ketimbang kita menjatuhkan hukuman mati. Apabila negara
tersebut masih menganut UU Hukuman mati, seharusnya harus memberikan bukti yang sangat
kuat dan juga memakan proses yang lama untuk menyatakan bahwa ia benar-benar pelakunya.
Jangan sampai ada kejadian, bahwa di kemudian hari terdapat bukti yang menyatakan bahwa ia
bukan tersangka, lalu apakah orang yang terfitnah itu bisa hidup lagi? tentutidak
Makanya daripada menjatuhkan hukuman mati lebih baik kita berikan hukuman kurungan
seumur hidup. Setidaknya ini dapat memberikan waktu kepada sang tersangka untuk
menginstropeksikan perbuatan, sekaligus kita tidak mengganggu hak untuk hidupnya...
Dan hukuman mati seakan terkesan kejam dan melewati kuasa Allah untuk mengambil nyawa
manusia. Karenanya, saya berkomentar supaya hukuman mati dihapus saja. Mungkin terasa tidak
adil bagi mereka yang menderita kerugian akibat ulah si pelaku kejahatan. Namun hukuman mati
tak sepenuhnya menghukum. Di satu sisi, hukuman mati seakan memperlihatkan kalau manusia
itu seakan ingin melampaui kuasa Allah untuk mencabut nyawa manusia, padahal kita sendiri
tahu kalau Dekalog ke 6 melarang membunuh. Di samping itu, hukuman mati juga tak menutup
kemungkinan akan aksi pembalasan sebagai wujud dendam terhadap pihak yang dieksekusi,
yang nantinya hanya akan memperumit masalah. Dan terakhir, eksekusi seakan memperlihatkan
kalau manusia masih rendah dalam menghargai nyawa sesama. Perlu diingat kalau hidup mati
seseorang hanya diatur Tuhan, bukan manusia.
DAFTAR PUSTAKA
Komentar
Laporkan Penyalahgunaan