Вы находитесь на странице: 1из 35

TUGAS

SISTEM INTEGUMEN
ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN DENGAN DIAGNOSA DERMATITIS
KONTAK

DISUSUN OLEH
TRI NOVIANTY

STIKES WIDYA NUSANTARA PALU TAHUN AJARAN 2017-2018


BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Dermatitis kontak (dermatitis venenata) merupakan reaksi inflamasi kulit terhadap unsure –
unsure fisik, kimia, atau biologi. Epidermis mengalami kerusakan akibat iritasi fisik dan
kimia yang berulang-ulang. Dermatitis kontak dapat berupa tipe iritan primer dimana reaksi
non- allergic terjadi akibat pajanan terhadap substansi iritatif, atau tipe alergi (dermatitis
kontak allergic) yang disebabkan oleh pajanan orang yang sensitive terhadap allergen kontak
(Arif Muttaqin & Kumala Sari, 2012).
Prevalensi dari semua bentuk dermatitis adalah 4,66%, termasuk dermatitis atopik 0.69%,
dermatitis numuler 0,17%, dan dermatitis seboroik 2,82%. (Marwali, 2000). Di Amerika
Serikat, 90% klaim kesehatan akibat kelainan kulit pada pekerja diakibatkan oleh dermatitis
kontak. Antigen penyebab utamanya adalah nikel, potassium dikromat dan
parafenilendiamin. Konsultasi ke dokter kulit sebesar 4-7% diakibatkan oleh dermatitis
kontak. Dermatitis tangan mengenai 2% dari populasi dan 20% wanita akan terkena
setidaknya sekali seumur hidupnya. Anak-anak dengan dermatitis kontak 60% akan positif
hasil uji tempelnya. Di Skandinavia yang telah lama memakai uji tempel sebagai standar,
maka insiden dermatitis kontaknya lebih tinggi dari pada Amerika. Dermatitis kontak alergik
yang terjadi akibat kontak dengan bahan-bahan di tempat pekerjaan disebut dermatitis kontak
alergik akibat kerja (DKAAK) yang mencapai 25% dari seluruh dermatitis kontak akibat
kerja (DKAK). Dermatitis kontak akibat kerja mencapai 90% dari dermatitis akibat kerja
(DAK) prevalensi DKAAK berbeda-beda di tiap Negara tergantung macam serta derajat
industrialisasi Negara tersebut. Di Eropa insiden juga tinggi seperti Swedia dermatitis kontak
dijumpai pada 48% dari populasinya. Di belanda 6% di Stockholm 8% dan Bergen 12%.
(Iwan Trihapsoro, 2003). Menurut Survei Rumah Tangga dari beberapa Negara menunjukkan
penyakit alergi adalah satu dari tiga penyebab yang paling sering kenapa pasien berobat ke
dokter keluarga. Penyakit pernapasan dijumpai sekitar 25% dari semua kunjungan ke dokter
umum dan sekitar 80% dantaranya menunjukkan gangguan berulang yang menjurus pada
kelainan alergi. Penderita alergi di Eropa ada kecenderungan meningkat pesat. Angka
kejadian alergi meningkat tajam dalam 20 tahun terakhir. Setiap saat 30% orang berkembang
menjadi alergi. Anak usia sekolah lebih 40% mempunyai 1 gejala alergi, 20% mempunyai
asma, 6 juta orang mempunyai Dermatitis (alergi kulit). (Widodo Judarwanto, 2000). Di
Indonesia laporan dari bagian penyakit kulit dan kelamin FK Unsrat Manado dari tahun
1988-1991 dijumpai insiden dermatitis kontak sebesar 4,45%. Di RSUD Dr. Abdul Aziz
Singkawang Kalimantan Barat pada tahun 1991-1992 dijumpai insiden dermatitis kontak
sebanyak 17,76%. Sedangkan di RS Dr. Pirngadi Medan insiden dermatitis kontak pada
tahun 1992 sebanyak 37,54% tahun 1993 sebanyak 34,74% dan tahun 1994 sebanyak
40,05%. Dari data kunjungan pasien baru di RS Dr. Pirngadi Medan, selama tahun 2000
terdapat 3897 pasien baru di poliklinik alergi dengan 1193 pasien (30,61%) dengan diagnosis
dermatitis kontak dari bulan Januari hingga Juni 2001 terdapat 2122 pasien alergi dengan 645
pasien (30,40%) menderita dermatitis kontak. Di RSUP H. Adam Malik Medan, selama tahun
2000 terdapat 731 pasien baru dipoliklinik alergi dimana 201 pasien (27,50%) menderita
dermatitis kontak. Dari bulan januari hingga juni 2001 terdapat 270 pasien dengan 64 pasien
(23,70%) menderita dermatitis kontak. (Widodo Judarwanto, 2000).
Adanya riwayat kontak dengan penyebab dermatitis kontak iritan seperti sabun, detergen,
bahan pembersih, dan zat kimia industry serta adanya factor predisposisinya mencakup
keadaan terlalu panas atau terlalu dingin atau oleh kontak yang terus-menerus dengan sabun
serta air, dan penyakit kulit yang sudah ada sebelumnya memberikan manifestasi inflamasi
pada kulit. Response inflamasi pada kulit pada dermatitis kontak diperantarai melalui
hipersensitifitas lambat jenis seluler tipe IV. (Arif Muttaqin & Kumala Sari, 2012).
Pada prinsipnya penatalaksanaan dermatitis kontak iritan dan kontak alergik yang baik adalah
mengidentifikasi penyebab dan menyarankan pasien untuk menghindarinya, terapi individual
yang sesuai dengan tahap penyakitnya dan perlindungan pada kulit. Pengobatan yang
diberikan dapat berupa pengobatan topikal dan sistemik.

1.2 Rumusan Masalah


1. Apa definisi dari penyakit kulit dermatitis kontak?
2. Apa etiologi dari penyakit kulit dermatitis kontak?
3. Bagaimana patofisiologi dari penyakit kulit dermatitis kontak?
4. Bagaimana manifestasi klinis dari penyakit kulit dermatitis kontak?
5. Bagaimana pemeriksaan diagnostik dari penyakit kulit dermatitis kontak?
6. Bagaimana penatalaksanaan dari penyakit kulit dermatitis kontak?
7. Bagaimana pencegahan dari penyakit kulit dermatitis kontak?
8. Bagaimana Komplikasi dari penyakit kulit dermatitis kontak?
9. Bagaimana Asuhan keperawatan pada pasien dengan Dermatitis Kontak?

1.3 Tujuan Penulisan


1. Tujuan umum penulisan
Memberi Asuhan keperawatan pada pasien dengan Dermatitis Kontak.
2. Tujuan khusus penulisan
1) Memahami definisi dari penyakit kulit dermatitis kontak.
2) Memahami etiologi dari penyakit kulit dermatitis kontak.
3) Memahami patofisiologi dari penyakit kulit dermatitis kontak.
4) Memahami manifestasi klinis dari penyakit kulit dermatitis kontak.
5) Memahami pemeriksaan penunjang dari penyakit kulit dermatitis kontak.
6) Memahami pengobatan dari penyakit kulit dermatitis kontak.
7) Memahami pencegahan dari penyakit kulit dermatitis kontak.
10 Memahami Komplikasi dari penyakit kulit dermatitis kontak.
8) Memahami Asuhan keperawatan pada pasien dengan Dermatitis Kontak.

1.4 Manfaat
1.Memperoleh pengetahuan tentang konsep dari Asuhan Keperawatan pada Klien dengan
Dermatitis Kontak.
2. Memperoleh pengetahuan dan dapat melakukan Asuhan Keperawatan pada Klien
dengan Dermatitis Kontak.
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Anatomi dan Fisiologi Kulit


Kulit terdiri atas 3 lapisan, yang masing-masing memiliki berbagai jenis sel dan
memiliki fungsi yang bermacam-macam. Ketiga lapisan tersebut adalah Epidermis,
dermis, dan subkutis.
1.Epdermis
Epidermis merupakan struktur lapisan kulit terluar. Sel-sel epidermis terus menerus
mengalami mitosis, dan bergangti dengan yang baru sekitar 30 hari. Epidermis
mengandung reseptor-reseptor sensorik untuk sentuhan, suhu, getaran, dan nyeri.
Komponen utama epidermis adalah protein keratin, yang di hasilkan oleh sel-sel yang
di sebut keratinosit. Keratin adalah bahan yang kuat dan memiliki daya taahan tinggi,
serta tidak larut dalam air. Keratin mencegah hilangnya air tubuh dan melindungi
epidermis dari iritan atau mikroorganisme penyebab infeksi. Keratin adalah komponen
utama appendix kulit : rambut dan kuku (craven, 2000).
Melanosit (sel pigmen) terdapat di bagian dasar epidermis. Melanosit menyintesis dan
mengeluarkan melanin sebagai respons terhadap rangsangan hormone hipofisis
anterior, hormone perangsang melanosis (melanocyte Stimulatting Hormone, MSH).
Melanosit merupakan sel-sel khusus epidermis yang terutama terlibat dalam produksi
pigmen melanin yang mewarnai kulit dan rambut. Semakin banyak melanin, semakin
gelap warnanya. Sebagian besar orang yang berkulit gelap dan bagian-bagian kulit yang
berwarna gelap pada orang yang berkulit cerah (misalnya: putting susu) mengandung
pigmen ini dalam jumlah yang lebih banyak. Warna kulit yang normal bergantung pada
ras dan bervariasi dari merah meda dan hingga cerah. Penyakit sistemik juga akan
memengaruhi warna kulit. Sebagai contoh, kulit akan tampak kebiruan bila tiba
oksigenasi darah yang akan mencukupi, berwarna kuning-hijau pada penderita icterus,
atau merah atau terlihat Flushing bila terjadi inflamasi atau demam. Melanin diyakini
dapat menyerap cahaya ultraviolet dalam sinar matahari yang berbahaya.
Sel-sel imun, yang disebut Sel Langerhans, terdapat di seluruh epidermis. Sel
Langerhans mengenali partikel asing atau mikroorganisme yang masuk ke kulit dan
membangkitkan suatu sarana imun. Sel Langerhans mungkin bertanggung
jawabmengenal dan menyingkirkan sel-sel kulit di plastic atau neoplastic. Sel
Langerhans secara fisik berhubungan dengan saraf-saraf simpatis, yang mengisyaratkan
adanya hubungan antara system saraf dan kemampuan kulit untuk melawan infeksi atau
mencegah kanker kulit. Stres dapat memengaruhi fungsi sel Langerhans dengan
meningkatkan rangsangan simpatis. Radiasi ultraviolet dapat merusak sel Langerhans,
mengurangi kemampuannya mencegah kanker.

2. Dermis
Dermis atau kutan (cutaneus) merupakan lapisan kulit di bawah epidermis yang
membentuk bagian terbesar kulit dengan memberikan kekuatan dan struktur pada kulit.
Lapisan papilla dermis berada langsung di bawah epidermis dan tersusun terutama dari
sel-sel fibroblast yang dapat menghasilkan salah satu bentuk kolagen, yaitu suatu
komponen dari jaringan ikat. Dermis juga tersusun dari permbuluh dara dan limfe,
serabut saraf, kelenjar keringat dan sebasea. serta akar rambut. Suatu bahan mirip gel,
asam hialuronat, di sekresikan oleh sel-sel jaringan ikat. Bahan ini mengelilingi protein
dan menyebabkan kulit menjadi elastis dan memiliki turgor (tegangan). Pada seluruh
dermis dijumpai pembuluh darah, saraf sensorik dan simpatis, pembuluh limfe, folikel
rambut, serta kelenjar keringant dan palit (sebasea). Sel mast, yang mengeluarkan
histamine selama cedera atau peradangan, dan makrofag, yang memfagositosis sel-sel
mati dan mikro-organisme, juga terdapat di dermis.
Pembuluh darah di dermis menyuplai makanan dan oksigen pada dermis dan epidermis,
serta membuang produk-produk sisa. Aliran darah dermis memungkinkan tubuh
mengontrol tempraturnya. Pada penurunan suhu tubuh, saraf-saraf simpatis ke
pembuluh darah meningkatkan pelepasan norepinefrin. Pelepasan norepinefrin
menyebabkan kontriksi pembuluh sehingga panas tubuh dapat dipertahankan. Apabila
suhu tubuh terlalu tinggi, maka rangsangan simpatis terhadap pembuluh daran dermis
berkurang sehingga terjadi dilatasi pembuluh sehingga panas tubuh akan dipindahkan
ke lingkungan. Hubungan arteriovena (AV) yang disebut anastomosis, dijumpai pada
sebagian pembuluh darah. Anastomosis AV mempermudah pengaturan suhu tubuh oleh
kulit dengan memungkinkan darah melewati bagian atas dermis pada keadaan yang
sangat dingin. Saraf simpatis ke dermis juga mempersaraf kelenjar keringat, kelenjar
sebasea, serta folikel rambut.

3. Lapisan Subkutis
Lapisan subkutis kulit terletak di bawah dermis. Lapisan ini terdiri atas lemak dan
jaringan ikat di mana berfungsi untuk memberikan bantalan antara lapisan kulit dan
struktur internal seperti otot dan tulang, serta sebagai peredam kejut dan insulator
panas. jaringan ini memungkinkan mobilitas kulit, perubahan kontur tubuh dan
penyekatan panas tubuh (Guyton,1996).
Lemak yang bertumpuk dan tersebar menurut jenis kelamin seseorang, secara parsial
akan menyebabkan perbadaan bentuk tubuh laki-laki dengan perempuan. Maka yang
berlebihan akan meningkatkan penimbunan lemak di bawah kulit. Jaringa subkutan dan
jumlah lemak yang tertimbun merupakan factor penting dalam pengaturan suhu tubuh.

4. Rambut
Rambut di bentuk dari keratin melalui proses diferensiasi yang sudah di tentukan
sebelumnya, sel-sel epidermis tertentu akan membentuk folikel-folikel rambut. Folikel
rambut ini disokong oleh matriks kulit dan akan berdiferensiasi menjadi rambut.
Kemudian suatu saluran epitel akan terbentuk, melalui saluran inilah rambut akan
keluar ke permukaan tubuh. Sama seperti sisik, rambut terdiri atas keratin mati dan
dibentuk dengan kecepatan tertentu. Sistin dan metionin, yaitu asam amino yang
mengandung sulfur dengan ikatan kovalen yang kuat, memberikan kekuatan pada
rambut.
Pada kulit kepala, kecepatan pertumbuhan rambut biasanya 3 mm perhari.(Price, 1995).
Setiap folikel rambut melewati siklus: pertumbuhan (9rambut anagen), stadium
intermedia(rambut kotagen), dan involusi (rambut tolagen). Stadium anagen pada kulit
kepala dapat bertahan selama kurang lebih 3 tahun, sedangkan stadium tolagen hanya
bertahan sekitar 3 bulan saja. Begitu folikel rambut mencapai stadium tolagen, maka
rambut akan rontok. Pada akhirnya foliker rambut akan mengalami regenerasi menjadi
stadium anagen dan akan terbentuk rambut baru. Aktivitas siklus folikel rambut ini satu
dengan lainnya tidak saling bergantungan. Pola mosaic ini mencegah terjadinya
kebotakan sementara pada kulit kepala. Bila proses ini berhenti, maka orang akan
tersebut akan mengalami kebotakan permanen.
Sekitar 90% dari 100.000 folikel rambut pada kulit kepala yang normal berada dalam
fase pertumbuhan pada satu saat. Limapuluh hingga 100 lembar rambut kulit kepala
akan rontok setiap harinya (Craven, 2000).
Rambut pada berbagai bagian tubuh memiliki fungsi yang bermacam-macam. Rambut
pada bagian mata (alis dan bulu mata), hidung, dan telinga menyaring debu, binatang
kecil, serta kotoran yang terbawa oleh udara.
Warna rambut di tentukan oleh jumlah melanin yang beragam dalam batang rambut.
Rambut yang berwarna kelabu atau putih mencerminkan tidak adanya pigmen tersebut.
Pada bagian tubuh tertentu, pertumbuhan rambut di kontrol oleh hormon-hormon seks.
Contoh yang paling nyata adalah rambut pada wajah (rambut janggut dan kumis) dan
rambut pada bagian dada, serta punggung yang dikendalikan oleh hormone laki-laki
yang dikenal sebagai hormone androgen.
Kuantitas dan distribusi rambut dapat dipengaruhi oleh kondisi endokrin. Sebagai
contoh, sindrom Cushing menyebabkan hirsutisme (pertumbuhan rambut yang
berlebihan, khususnya pada wanita); hipotiroidisme (tiroid yang kurang aktif)
menyebabkan perubahan tekstur rambut. Pada banyak kasus, kemoterapi dan terapi
radiasi pada kanker akan menyebabkanpenipisan rambut atau pelemahan batang rambut
sehingga terjadi alopesia (kerontokan rambut) yang parsial atau total dari kulit kepala
maupun bagian tubuh yang lain.

5. Kuku
Kuku merupakan lempeng keratin mati yang di bentuk oleh sel-sel epidermis
matriks kuku. Matriks kuku terletak dibawah bagian proksimal lempeng kuku dalam
dermis. Bagian ini dapat terlihat sebagai suatu daerah putih yang disebut lunula, yang
tertutup oleh lipatan kuku bagian proksimal dan kutikula. Oleh karena rambut maupun
kuku merupakan struktur keratin yang mati, maka rambut dan kuku tidak mempunyai
ujung saraf dan tidak mempunyai aliran darah. Kuku akan melindungi jari-jari tangan
dan kaki dengan menjaga fungsi sensoriknya yang sangat berkembang, serta
meningkatkan fungsi-fungsi halus tertentu seperti fungsi mengangkat benda-benda
kecil.
Pertumbuhan kuku berlangsung terus sepanjang hidup dengan pertumbuhan rata-rata
0,1 mm per hari. Pertumbuhan ini berlangsung lebiih cepad pada kuku jari tangan
daripada kuku jari kaki dan cenderung melambat bersamaan dengan proses penuaan.
Pembaruan total kuku jari tangan memerlukan waktu sekitar 170 hari, sedangkan
pembaruan kuku jari kaki membutuhkan waktu 12 hingga 18 bulan (Smeltzer, 2002).

6. Kelenjar pada Kulit


Kelnjar Sebasea. Kelenjar sebasea menyertai folikel rambut. Kelenjar ini
mengeluarkan bahan berminyak yang disebut sebum ke saluran di sekitarnya. Untuk
setiap lembar rambut terdapat sebuah kelenjar sebasea yang sekretnya akan melumasi
rambut dan membuat rambut menjadi lunak, serta lentur. Kelenjar sebasea terdapat di
seluruh tubuh, terutama di wajah, dada, dan punggung. Testosteron meningkatkan
ukuran kelenjar sebasea dan pembentukan sebum. Kadar testosterone meningkat pada
pria dan wanita selama pubertas.
Kelenjar Keringat ditemukan pada kulit disebagian besar permukaan tubuh. Kelenjar ini
terutama terdapat pada telapak tangan dan kaki. Hanya glans penis, bagian tepi bibir,
telinga luar, dan dasar kuku yang tidak mengandung kelenjar keringat. Kelenjar
keringat dapat di klasifikasikan lebih lanjut menjadi dua kategori, yaitu kelenjar
merokrin dan apokrin. Kelenjar merokrin ditemukan pada semua daerah kulit. Saluran
keluarnya bermuara langsung ke permukaan kulit. Kelenjar apokrin berukuran lebih
besar dan berbeda dengan kelenjar ekrin. Sekret kelenjar ini mengandung fragmen sel-
sel sekretorik. Kelenjar apokrin terdapat didaerah aksila, anus, skrotum, dan labia
mayora. Saluran keluarnya pada umumnya bermuara ke dalam folikel rambut. Kelenjar
apokrin akan menjadi aktif pada pubertas.
Kelenjar apokrin memproduksi keringat yang keruh seperti seperti susu dan di uraikan
oleh bakteri untuk menghasilkan bau ketiak yang khas. Kelenjar apokrin yang khusus
dan dinamakan kelenjar seruminosa dijumpai pada telinga luar, tempat kelenjar tersebut
memproduksi serum (Lewis, 2000). Sekresi apokrin tidak mempunyai fungsi apapun
yang berguna bagi manusia, tetapi kelenjar ini menimbulkan bau pada ketiak apabila
sekresinya mengalami dekomposisi oleh bakteri (Price, 1995).
Sekret yang encer seperti air yang disebut keringat atau peluh dihasilkan oleh bagian
basal yang berbentuk seperti kumparan pada kelenjar ekrin dan dilepaskan ke dalam
saluran keluarnya yang sempit. Keringat terutama tersusun dari air dan mengandung
sekitar separuh dari kandungan garam dalam plasma darah. Keringat dilepas Dari
kelenjar ekrin sebagai reaksi terhadap kenaikan suhu sekitarnya dan kenaikan suhu
tubuh. Kecepatan sekresi keringat dikendalikan oleh system saraf simpatik.
Pengeluaran keringat yang berlebihan pada telapak tangan dan kaki, aksila, dahi dan
daerah-daerah lainnya dapat terjadi sebagai reaksi terhadap rasa nyeri, serta stress.

7. Fungsi Kulit
Secara umum beberapa fungsi kulit adalah sebagai berikut.
1.Proteksi
2 Sensasi
3.Termoregulasi
4.Metabolisme,sintesis vitamin D
5 Keseimbangan air
6.Penyerapan zat atau obat
7 Penyimpanan nutrisi
Selain fungsi di atas, kulit juga memiliki peran dalam komunikasi nonverbal, sebagai
contoh dalam kaitannya dengan emosi, misalnya wajah kemerahan dalam
menahan marah atau malu dan petunjuk tentang kondisi usia seseorang dan status
kesehatan.
a.Proteksi
Kulit yang menutupi sebagian besar tubuh memiliki ketebalan sekitar 1 atau 2
mm yang memberikan perlindungan yang sangat efektif terhadap trauma fisik, kimia,
dan biologis dari dan invasi bakteri. Kulit telapak tangan dan kaki yang menebal
memberikan perlindungan terhadap pengaruh trauma yang terus-menerus terjadi di
daerah tersebut.
Bagian sratum korneum epidermis merupakan barier yang paling efektif terhadap
berbagai factor lingkungan seperti zat-zat kimia, sinar matahari, virus, fungus, gigitan
serangga, luka karena gesekan angin, dan trauma. Kulit dapat mencegah penetrasi zat-
zat dari luar yang berbahaya ataupun kehilangan cairan dan substansi lain yang vital
bagi homeostasis tubuh. Lapisan dermis kulit memberikan kekuatan mekanis dan
keuletan melalui jaringan ikat fibrosa dan serabut kolagennya. Serabut elastic dan
kolagen yang saling berjalin dengan epidermis memungkinkan kulit untuk berperilaku
sebagai satu unit. Dermis tersusun dari jalinan vascular, akar rambut tubuh, dan
kelenjar peluh, serta sebasea. Oleh karena epidermis bersifat avaskular, dermis
merupakan barier transportasi yang efisien terhadap substansi yang dapat menembus
stratum korneum dan epidermis. Factor-faktor lain yang memengaruhi fungsi protektif
kulit mencakup usia kulit, daerah kulit yang terlibat dan status vascular.
b.Sensasi
Ujung-ujung reseptor serabut saraf pada kulit memungkinkan tubuh
untuk memantau secara terus-menerus keadaan lingkungan di sekitarnya. Fungsi
utama reseptor pada kulit adalah untuk mengindra suhu, rasa nyeri, sentuhan
yang ringan dan tekanan (sentuhan yang berat). Berbagai ujung saraf
bertanggung jawab untuk bereaksi terhadap setiap stimuli yang berbeda
(Smeltzer,2002). Meskipun tersebar di seluruh tubuh, ujung-ujung saraf lebih
terkonsentrasi pada sebagian daerah dibandingkan bagian lainnya. Sebagai
contoh, ujung-ujung jari tangan jauh lebih terinevasi ketimbang kulit
pada bagian punggung tangan.
c. Termoregulasi
Peran kulit dalam pengaturan panas meliputi sebagai penyekat tubuh
vasokonstraksi (yang memengaruhi aliran darah dan hilangnya panas ke kulit),
dan sensasi suhu (Potter, 2006). Perpindahan suhu dilakukan pada system
vascular, melalui dinding pembuluh, ke permukaan kulit dan hilang ke
lingkungan sekitar melalui mekanisme penghilang panas. Pada kondisi suhu
tubuh rendah, pembuluh darah akan mengalami konstriksi. Sebaliknya saat suhu
tinggi, hipotalamus menghambat vasokonstriksi dan pembuluh dilatasi. Saat
kulit menjadi dingin, sensori mengirim informasi ke hipotalamus, yang
mengakibatkan menggigil, menghambat keringat dan vasokonstriksi.
Pengeluaran dan produksi panas terjadi secara simultan. Sruktur kulit dan
paparan terhadap lingkungan secara konstan, pengeluaran panas secara normal
melalui radiasi, konduksi, konveksi, dan evaporasi (Potter, 2006).
a. Radiasi
Radiasi adalah perpindahan panas dari permukaan suatu objek ke
permukaan objek lain tanpa keduanya bersentuhan. Panas berpindah
gelombang elektromagnetik (Potter, 2005). Adanya aliran darah dari organ
internal inti membawa panas ke kulit dan ke pembuluh darah permukaan.
Variasi jumlah panas yang di bawa ke permukaan bergantung pada tingkat
vasokonstriksi dan vasodilatasi yang diatur oleh hipotalamus. Penyebaran
panas dari kulit ke setiap objek kulit yang lebih dingin di sekelilingnya.
Penyebaran meningkat bila perbedaan suhu antara objek juga meningkat.
Vasodilatasi perifer juga meningkatkan aliran darah ke kulit untuk
memperluas penyebaran yang ke luar. Vasokonstriksi perifer meminimalkan
kehilangan panas ke luar. Sampai 85% area permukaan tubuh manusia
menyebarkan panas ke lingkungan. Namun, bila lingkungan lebih hangat dari
kulit, tubuh mengabsorbsi panas melalui radiasi. Perawat meningkatkan
kehilanhan panas melalui radiasi dengan melepaskan pakaian atau selimut.
Posisi pasien meningkatkan kehilangan panas melalui radiasi.
b. Konduksi
Konduksi merupakan pengeluaran panas dari satu objek ke objek lain
melalui kontak langsung. Proses pengeluaran atau perpindahan suhu tubuh
terjadi pada saat kulit hangat menyentuh objek yang lebih dingin. Ketika
kondisi suhu dua objek sama, kehilangan panas konduktif terhenti.
Perpindaha panas secara konduksi dapat melalui benda padat, gas, dan cair.
Penting bagi perawat untuk mengetahui bahwa cara menurunkan panas tubuh
secara konduksi hanya menyebabkan sedikit kehilangan panas. Perawat
meningkatkan kehilangan panas konduktif ketika memberikan beberapa lapis
pakaian akan mengurangi efek konduktif.
c. Konveksi
Konveksi merupakan suatu perpindahan panas akibat adanya gerakan
udara yang secara langsung kontak dengan kulit. Adanya arus udara
membawa udara hangat akan menyebabkan kehilangan panas secara
konveksi. Sebaliknya arus udara dingin meningkatkan pengeluaran panas
melalui konveksi. Pemberian pakaian atau selimut akan menurunkan efek
dari konveksi. Kondisi ini memberikan inplikasi pada perawat dalam
mengatur suhu lingkungan pada pasien yang mengalami kondisi hipertermi
atau hipotermi.
d. Evaporasi
Evaporasi adalah perpindahan energy panas ketika cairan berubah
menjadi gas. Selama evaporasi, kira-kira 0,6 kalori panas hilang untuk setiap
gram air yang menguap. Tubuh secara kontinu kehilangan panas secara
evaporasi. Kira-kira 600-900 ml sehari meguap dari kulit dan paru, yang
mengakibatkan kehilangan air dan panas. Kehilangan normal ini
dipertimbangkan kehilangan air tidak kasat mata (insensible water loss)dan
tidak memainkan peran utama dalam pengaturan suhu (Guyton, 1999).
Dengan mengatur perspirasi atau berkeringat, tubuh meningkatkan
kehilangan panas evaporative tambahan. Berjuta-juta kelenjar keringat yang
terletak dalam dermis kulit menyekresi keringat melalui duktus kecil pada
permukaan kulit. Ketika suhu tubuh meningkat, hipotalamus anterior member
sinyal kelenjar keringat untuk melepaskan keringat. Selama latihan dan stress
emosi atau mental, berkeringat adalah salah satu cara untuk menghilangkan
kelebihan panas yang dibuat melalui peningkatan laju metabolic
(Potter,2006).
d. Metabolisme
Meskipun sinar matahari yang kuat dapat merusak sel-sel epitel dan
jaringan, tetapi sinar matahari dengan jumlah yang dapat di toleransi sangat di
perlukan tubuh manusia. Ketika radiasi sinar ultraviolet memberikan
paparan, maka sel-sel epidermal di dalam stratum spinosum dan stratum
germinativum akan mengonversi pelepasan steroid kolesterol menjadi vitamin
D3, atau kolekalsiferol. Organ hati kemudian mengonversi kolekalsiferol
menjadi produk yang digunakan organ ginjal untuk menyintesis hormon
kalsitriol. Kalsitriol merupakan komponen yang penting untuk membantu
absorpsi kalsium dan fosfor di dalam usus halus. Ketidakadekuatan dari
pengiriman kalsitriol akan menghambat pemeliharaan dan pertumbuhan tulang
(Simon, 2003).
e. Keseimbangan air
Stratum korneum memiliki kemampuan untuk menyerap air dan dengan
demikian akan mencegah kehilangan air serta elektrolit yang berlebihan dari
bagian internal tubuh dan mempertahankan kelembapan dalam jaringan
subkutan (Smeltzer, 2002).
Apabila kulit mengalami kerusakan, misalnya pada luka bakar, cairan
dan elektrolit dalam jumlah yang besar dapat hilang dengan cepat sehingga bisa
terjadi kolaps sirkulasi, syok serta kematian. Di lain pihak, kulit tidak
sepenuhnya impermeable terhadap air. Sejumlah kecil air akan mengalami
evaporasi secara terus-menerus dari permukaan kulit. Evaporasi ini yang
dinamakan perspirasi tidak kasat mata (insensible perspiration) yang
berjumlah kurang lebih 600 ml per hari untuk orang dewasa yang normal.
Kehilangan air yang tidak kasat mata (insensible water loss) bervariasi menurut
suhu tubuh. Pada penderita demam, kehilangan ini dapat meningkat. Ketika
terendam dalam air, kulit dapat menimbun air sampai tiga hingga empat kali
berat normalnya (Guyton, 1999). Contoh keadaan ini yang lazim dijumpai
adalah pembengkakan kulit sesudah mandi berendam untuk waktu yang lama.

f. Penyerapan zat atau obat


Berbagai senyawa lipid (zat lemak) dapat diserap lewat stratum
korneum, termasuk vitamin (A dan D) yang larut lemak dan hormone-hormon
steroid. Obat-obat dan substansi lain dapat memasuki kulit lewat epidermis
melalui jalur transepidermal atau lewat lubang-lubang folikel (Kee, 1999).

8 .Fungsi Respons Imun


Hasil-hasil penelitian terakhir menunjukkan bahwa beberapa sel dermal (sel-
sel langerhans, interleukin-1 yang memproduksi keratinosit, dan subkelompok
limfosit-T) merupakan komponen penting dalam sistem imun. Penelitian yang
masih berlangsung harus mendefinisikan lebih jelas peranan sel-sel dermal dalam
fungsi imun (Smeltzer, 2002).
9. Pertimbangan Gerontologi
Secara fisiologis sistem integument akan mengalami perubahan yang
signifikan akibat proses penuaan. Kondisi perubahan utama yang terjadi pada kulit
lansia meliputi kering, keriput, pembentukkan pigmentasi yang tidak merata, dan
terbentuknya berbagai lesi proliferative.
Secara struktur terjadi perubahan seluler dimana terjadi penipisan titik temu antara
dermis dan epidermis sehingga meningkatkan kondisi kekeringan pada kulit.
Keadaan ini menyebabkan lokasi pengikatan yang lebih sedikit antara dua lapisan
kulit tersebut sehingga suatu kondisi cedera atau stress yang ringan pada epidermis
dapat menyebabkan lapisan itu terlepas dari dermis. Kondisi ini memberikan
implikasi pada perawat bahwa fenomena penuaan ini dapat menjadi penyebab
meningkatnya kerentanan kulit yang menua terhadap trauma, misalnya pasien yang
kurang mobilisasi akan meningkatkan resiko ulkus tekan yang lebih tinggi
disbanding usia dewasa muda.
Dengan bertambahnya usia, struktur dari epidermis dan dermis akan mengalami
penipisan dan pendataran sehingga timbul pengeriputan kulit, kulit yang
menggantung , dan lipatan kulit yang saling tumpah tindih. Hilangnya
substansi elastin, kolagen, dan lemak subkutan dalam jaringan bawah kulit
bertanggung jawab terhadap penurunan daya perlindungan, pembantalan jaringan
dan organ di bawahnya, serta menurunkan tonus otot.
Perubahan struktur kulit akibat pergantian sel yang melambat karena proses penuaan
meningkatkan terbentuknyaa pigmentasi pada kulit. Dengan terjadinya penipisan
lapisan dermis, kulit akan menjadi rapuh dan transparan. Pasokan darah ke kulit juga
berubah sejalan dengan bertambahnya usia. Pembuluh darah, terutama lingkaran
kapiler akan menurun jumlah dan ukurannya. Perubahan vascular ini turut
menghambat penyembuhan luka yang umum terlihat pada pasien-pasien lansia.
Selain itu, kelenjar keringat dan kelenjar sebasea juga akan menurun jumlah dan
kapasitas fungsionalnya sehingga kulit menjadi kering dan bersisik. Penurunan kadar
hormone androgen diperkirakan turut menyebabkan berkurangnya fungsi kelenjar
sebasea.
Pertumbuhan rambut akan berkurang secara bertahap, terutama rambut di tungkai
bawah dan dorsum kaki. Penipisan rambut sering terlihat di kulit kepala, aksila, dan
pubis. Fungsi lain yang dipengaruhi oleh proses penuaan normal adalah fungsi
barier, persepsi sensorik, dan termoregulasi.

2.2 Definisi Dermatitis Kontak


Dermatitis kontak (dermatitis venenata) merupakan reaksi inflamasi kulit terhadap
unsur – unsur fisik, kimia, atau biologi. Epidermis mengalami kerusakan akibat iritasi
fisik dan kimia yang berulang-ulang. Dermatitis kontak dapat berupa tipe iritan primer
dimana reaksi non- allergic terjadi akibat pajanan terhadap substansi iritatif, atau tipe
alergi (dermatitis kontak alergi) yang disebabkan oleh pajanan orang yang sensitive
terhadap allergen kontak (Arif Muttaqin & Kumala Sari, 2012).
Dermatitis kontak terbagi 2 yaitu :
1. Dermatitis kontak iritan (mekanisme non imunologik)
Dermatitis yang terjadi akibat kontak dengan bahan yang secara kimiawi atau fisik
merusak kulit tanpa dasar imunologik, biasanya terjadi sesudah kontak pertama
dengan iritan.
2. Dermatitis kontak alergik (mekanisme imunologik spesifik)
Merupakan reaksi hipersensitivitas tipe IV yang terjadi akibat kontak kulit dengan
bahan alergik.

2.3 Etiologi
Penyebab dermatitis belum diketahui secara pasti. Sebagian besar merupakan respon
kulit terhadap agen-agen misal nya zat kimia, bakteri dan fungi selain itu alergi
makanan juga bisa menyebabkan dermatitis. Respon tersebut dapat berhubungan
dengan alergi. (Arief Mansjoer.1998.”Kapita selekta)
Penyebab Dermatitis secara umum dapat dibedakan menjadi 2 yaitu :
a. Luar (eksogen) misalnya bahan kimia (deterjen, oli, semen, asam, basa), fisik (sinar
uv, suhu), mikroorganisme (bakteri, jamur).
b. Dalam (endogen) misalnya pada seseorang yang memiliki riwayat kepekaan
terhadap zat tertentu.

2.4 Patofisiologi
Adanya riwayat kontak dengan penyebab dermatitis kontak iritan seperti sabun,
detergen, bahan pembersih, dan zat kimia industri serta adanya factor predisposisinya
mencakup keadaan terlalu panas atau terlalu dingin atau oleh kontak yang terus-
menerus dengan sabun serta air, dan penyakit kulit yang sudah ada sebelumnya
memberikan manifestasi inflamasi pada kulit. Response inflamasi pada kulit pada
dermatitis kontak diperantarai melalui hipersensitifitas lambat jenis seluler tipe IV.

a.Dermatitis Kontak Iritan


Pada dermatitis kontak iritan kelainan kulit timbul akibat kerusakan sel yang
disebabkan oleh bahan iritan melalui kerja kimiawi maupun fisik. Bahan iritan
merusak lapisan tanduk, dalam beberapa menit atau beberapa jam bahan-bahan iritan
tersebut akan berdifusi melalui membran untuk merusak lisosom, mitokondria dan
komponen-komponen inti sel. Dengan rusaknya membran lipid keratinosit maka
fosfolipase akan diaktifkan dan membebaskan asam arakidonik akan membebaskan
prostaglandin dan leukotrin yang akan menyebabkan dilatasi pembuluh darah dan
transudasi dari faktor sirkulasi dari komplemen dan sistem kinin. Juga akan menarik
neutrofil dan limfosit serta mengaktifkan sel mast yang akan membebaskan histamin,
prostaglandin dan leukotrin. PAF akan mengaktivasi platelets yang akan
menyebabkan rperubahan vaskuler. Diacil gliserida akan merangsang ekspresi gen
dan sintesis protein. Pada dermatitis kontak iritan terjadi kerusakan keratinosit dan
keluarnya mediator- mediator. Sehingga perbedaan mekanismenya dengan dermatis
kontak alergik sangat tipis yaitu dermatitis. Kontak iritan tidak melalui fase
sensitisasi.
Ada dua jenis bahan iritan yaitu : iritan kuat dan iritan lemah. Iritan kuat akan
menimbulkan kelainan kulit pada pajanan pertama pada hampir semua orang, sedang
iritan lemah hanya pada mereka yang paling rawan atau mengalami kontak berulang-
ulang.

Gambar 3. Dermatitis Kontak Iritan Akut

(Wolff & Johnson, 2009).

Gambar 4. Dermatitis Kontak Iritan Kronis

(Wolff & Johnson, 2009).


b.Dermatitis Kontak Alergik
Tipe ini memiliki periode sensitisasi 10 – 14 hari. Reaksi hipersensitivitastipe IV
terjadi melalui 2 fase yaitu:
1. Fase sensitisasi
Terjadi saat kontak pertama alergen dengan kulit sampai limfosit mengenal dan
memberi respons, yang memerlukan 2-3 minggu. Pada fase induksi/fase
sensitisasi ini, hapten masuk ke dalam kulit dan berikatan dengan protein karier
membentuk antigen yang lengkap. Antigen ini ditangkap dan diproses lebih
dahulu oleh makrofag dan sel langerhans. Kemudian memacu reaksi limfosit T
yang belum tersensitisasi di kulit sehingga sensitisasi terjadi pada limfosit T.
melalui saluran limfe, limfosit tersebut bermigrasi ke darah parakortikal kelenjar
getah bening regional untuk berdiferensiasi dan berproliferasi membentuk sel T
efektor yang tersensitisasi secara spesifik dan sel memori. Kemudian sel-sel
tersebut masuk ke dalam sirkulasi, sebagian kembali ke kulit dan sistem limfoid,
tersebar di seluruh tubuh, menyebabkan keadaan sensitisasi yang sama di
seluruh kulit tubuh.
2. Fase elisitasi
Fase kedua (elisitasi) hipersensitivitas tipe lambat terjadi pada pajanan ulang
alergen (hapten), hapten akan ditangkap sel langerhans dan diproses secara
kimiawi menjadi antigen, diikat oleh HLA-DR, kemudian diekskresi di
permukaan kulit. Selanjutnya kompleks HLA-DR-antigen akan dipresentasikan
kepada sel T yang telah tersensitisasi baik di kulit maupun di kelenjar limfe
sehingga terjadi proses aktivasi. Fase elisitasi umumnya berlangsung antara 24-
48 jam. Gambaran klinisnya dapat berupa vasodilatasi dan infiltrat perivaskuler
pada dermis, edema intrasel, biasanya terlihat pada permukaan dorsal tangan.

Gambar 5. Dermatitis Kontak Alergik


(Wolff & Johnson, 2009).
2.5 Manifestasi Klinis
Pada umumnya manifestasi klinis dermatitis adanya tanda-tanda radang akut terutama
pruritus (gatal), kenaikan suhu tubuh, kemerahan, edema misalnya pada muka
(terutama palpebra dan bibir), gangguan fungsi kulit dan genitalia eksterna.
a.Stadium akut : kelainan kulit berupa eritema, edema, vesikel atau bula, erosi dan
eksudasi sehingga tampak basah.
b.Stadium subakut : eritema, dan edema berkurang, eksudat mengering menjadi kusta.
c Stadium kronis : lesi tampak kering, skuama, hiperpigmentasi, papul dan
likenefikasi.
Stadium tersebut tidak selalu berurutan, bisa saja sejak awal dermatitis memberi
gambaran klinis berupa kelainan kulit stadium kronis.

2.6 Pemeriksaan Diagnostik


Pemeriksaan yang dapat dilakukan untuk menegakkan diagnosis gangguan
integument yaitu :
a.Biopsi kulit
Biopsi kulit adalah pemeriksaan dengan cara mengambil cintih jaringan dari kulit
yang terdapat lesi. Biopsi kulit digunakan untuk menentukan apakah ada keganasan
atau infeksi yang disebabkan oleh bakteri dan jamur.
b.Uji kultur dan sensitivitas
Uji ini perlu dilakukan untuk mengetahui adanya virus, bakteri, dan jamur pada
kulit. Kegunaan lain adalah untuk mengetahui apakah mikroorganisme tersebut
resisten pada obat – obat tertentu. Cara pengambilan bahan untuk uji kultur adalah
dengan mengambil eksudat pada lesi kulit.
c. Pemeriksaan Darah
Hb, leoukosit, hitung jenis, trombosit, elektrolit, protein total, albumin, globulin.
d. Uji temple
Uji ini dilakukan pada klien yang diduga menderita alergi. Untuk mengetahui
apakah lesi tersebut ada kaitannya dengan factor imunologis, mengidentifikasi
respon alergi. Uji ini menggunakan bahan kimia yang ditempelkan pada kulit,
selanjutnya dilihat bagaimana reaksi local yang ditimbulkan. Apabila ditemukan
kelainan pada kulit, maka hasilnya positif.

2.7 Penatalaksanaan Medis dan Keperawatan


Pada prinsipnya penatalaksanaan dermatitis kontak iritan dan kontak alergik yang
baik adalah mengidentifikasi penyebab dan menyarankan pasien untuk
menghindarinya, terapi individual yang sesuai dengan tahap penyakitnya dan
perlindungan pada kulit. Pengobatan yang diberikan dapat berupa pengobatan
topikal dan sistemik.

a.Pengobatan topical
Obat-obat topikal yang diberikan sesuai dengan prinsip-prinsip umum
pengobatan dermatitis yaitu bila basah diberi terapi basah (kompres terbuka), bila
kering berikan terapi kering. Makin akut penyakit, makin rendah prosentase bahan
aktif. Bila akut berikan kompres, bila subakut diberi losio, pasta, krim atau
linimentum (pasta pendingin), bila kronik berikan salep. Bila basah berikan
kompres, bila kering superfisial diberi bedak, bedak kocok, krim atau pasta, bila
kering di dalam, diberi salep. Medikamentosa topikal saja dapat diberikan pada
kasus-kasus ringan. Jenis-jenisnya adalah :
1.Kortikosteroid
Pemberian steroid topikal pada kulit menyebabkan hilangnya molekul
CD1 dan HLA-DR sel Langerhans, sehingga sel Langerhans kehilangan fungsi
penyaji antigennya. Juga menghalangi pelepasan IL-2 oleh sel T, dengan
demikian profilerasi sel T dihambat. Efek imunomodulator ini meniadakan respon
imun yang terjadi dalam proses dermatitis kontak. Jenis yang dapat diberikan
adalah hidrokortison 2,5 %, halcinonid dan triamsinolon asetonid. Cara
pemakaian topikal dengan menggosok secara lembut. Untuk meningkatan
penetrasi obat dan mempercepat penyembuhan, dapat dilakukan secara tertutup
dengan film plastik selama 6-10 jam setiap hari. Perlu diperhatikan timbulnya
efek samping berupa potensiasi, atrofi kulit dan erupsi akneiformis.
2.Radiasi ultraviolet
Paparan ultraviolet di kulit mengakibatkan hilangnya fungsi sel
Langerhans dan menginduksi timbulnya sel panyaji antigen yang berasal dari
sumsum tulang yang dapat mengaktivasi sel T supresor. Paparan ultraviolet di
kulit mengakibatkan hilangnya molekul permukaan sel langerhans (CDI dan
HLA-DR), sehingga menghilangkan fungsi penyaji antigennya. Kombinasi 8-
methoxy-psoralen dan UVA (PUVA) dapat menekan reaksi peradangan dan
imunitis. Secara imunologis dan histologis PUVA akan mengurangi ketebalan
epidermis, menurunkan jumlah sel Langerhans di epidermis, sel mast di dermis
dan infiltrasi mononuklear. Fase induksi dan elisitasi dapat diblok oleh UVB.
Melalui mekanisme yang diperantarai TNF maka jumlah HLA- DR + dari sel
Langerhans akan sangat berkurang jumlahnya dan sel Langerhans menjadi
tolerogenik. UVB juga merangsang ekspresi ICAM-1 pada keratinosit dan sel
Langerhans.
3.Siklosporin A
Pemberian siklosporin A topikal menghambat elisitasi dari
hipersensitivitas kontak pada marmut percobaan, tapi pada manusia hanya
memberikan efek minimal, mungkin disebabkan oleh kurangnya absorbsi atau
inaktivasi dari obat di epidermis atau dermis.
4. Antibiotika dan antimikotika
Superinfeksi dapat ditimbulkan oleh S. aureus, S. beta dan alfa
hemolitikus, E. coli, Proteus dan Candida sp. Pada keadaan superinfeksi tersebut
dapat diberikan antibiotika (misalnya gentamisin) dan antimikotika (misalnya
clotrimazole) dalam bentuk topikal.
5. Imunosupresif topical
Obat-obatan baru yang bersifat imunosupresif adalah FK 506
(Tacrolimus) dan SDZ ASM 981. Tacrolimus bekerja dengan menghambat
proliferasi sel T melalui penurunan sekresi sitokin seperti IL-2 dan IL-4 tanpa
merubah responnya terhadap sitokin eksogen lain. Hal ini akan mengurangi
peradangan kulit dengan tidak menimbulkan atrofi kulit dan efek samping
sistemik. SDZ ASM 981 merupakan derivat askomisin makrolatum yang
berefek anti inflamasi yang tinggi. Pada konsentrasi 0,1% potensinya sebanding
dengan kortikosteroid klobetasol-17-propionat 0,05% dan pada konsentrasi 1%
sebanding dengan betametason 17-valerat 0,1%, namun tidak menimbulkan
atrofi kulit. Konsentrasi yang diajurkan adalah 1%. Efek anti peradangan tidak
mengganggu respon imun sistemik dan penggunaan secara topikal sama
efektifnya dengan pemakaian secara oral.
b. Pengobatan sistemik
Pengobatan sistemik ditujukan untuk mengontrol rasa gatal dan atau
edema, juga pada kasus-kasus sedang dan berat pada keadaan akut atau kronik.
Jenis-jenisnya adalah:
1.Antihistamin
Maksud pemberian antihistamin adalah untuk memperoleh efek
sedatifnya. Ada yang berpendapat pada stadium permulaan tidak terdapat
pelepasan histamin. Tapi ada juga yang berpendapat dengan adanya reaksi
antigen-antobodi terdapat pembebasan histamin, serotonin, SRS-A,
bradikinin dan asetilkolin.
2. Kortikosteroid
Diberikan pada kasus yang sedang atau berat, secara peroral,
intramuskular atau intravena. Pilihan terbaik adalah prednison dan
prednisolon. Steroid lain lebih mahal dan memiliki kekurangan karena
berdaya kerja lama. Bila diberikan dalam waktu singkat maka efek
sampingnya akan minimal. Perlu perhatian khusus pada penderita ulkus
peptikum, diabetes dan hipertensi. Efek sampingnya terutama pertambahan
berat badan, gangguan gastrointestinal dan perubahan dari insomnia hingga
depresi. Kortikosteroid bekerja dengan menghambat proliferasi limfosit,
mengurangi molekul CD1 dan HLA- DR pada sel Langerhans, menghambat
pelepasan IL-2 dari limfosit T dan menghambat sekresi IL-1, TNF-a dan
MCAF
3.Siklosporin
Mekanisme kerja siklosporin adalah menghambat fungsi sel T
penolong dan menghambat produksi sitokin terutama IL-2, INF-r, IL-1 dan
IL-8. Mengurangi aktivitas sel T, monosit, makrofag dan keratinosit serta
menghambat ekspresi ICAM-1.
4. Pentoksifilin
Bekerja dengan menghambat pembentukan TNF-a, IL-2R dan ekspresi
ICAM-1 pada keratinosit dan sel Langerhans. Merupakan derivat teobromin
yang memiliki efek menghambat peradangan.

5. FK 506 (Takrolimus)
Bekerja dengan menghambat respon imunitas humoral dan selular.
Menghambat sekresi IL-2R, INF-r, TNF-a, GM-CSF . Mengurangi sintesis
leukotrin pada sel mast serta pelepasan histamin dan serotonin. Dapat juga
diberikan secara topikal.
6. Ca++ antagonis
Menghambat fungsi sel penyaji dari sel Langerhans. Jenisnya seperti
nifedipin dan amilorid.
7. Derivat vitamin D3
Menghambat proliferasi sel T dan produksi sitokin IL-1, IL-2, IL-6
dan INF-r yang merupakan mediator-mediator poten dari peradangan.
Contohnya adalah kalsitriol.
8. SDZ ASM 981
Merupakan derivat askomisin dengan aktifitas anti inflamasi yang
tinggi. Dapat juga diberikan secara topical, pemberian secara oral lebih baik
daripada siklosporin.
2.8 Pencegahan
Pencegahan dermatitis kontak berarti menghindari berkontak dengan bahan yang
telah disebutkan di atas. Program perawatan kulit sebaiknya diikutsertakan dalam
program pendidikan, memuat informasi tentang kulit sehat dan penyakit kulit yang
terkait dengan pekerjaan. Juga pengenalan diri penyakit kulit dan kegunan prosedur
perlindungan, sebagai contoh program perlindungan kulit pada pekerja di “pekerjaan
basah”, yaitu mencuci tangan dengan air biasa, lalu bilas dan keringkan tangan dengan
sempurna setelah mencuci, karena kulit yang tidak dilindungi lebih mudah terkena
iritasi, maka disarankan memakai sarung tangan untuk melindungi kulit terhadap air,
kotoran, deterjen, sampo, dan bahan makanan.
Yang juga penting diperhatikan, hindari pemakaian cincin selagi bekerja, karena
dermatitis umumnya dimulai pada jari yang memakai cincin sebagai reaksi terhadap
iritan yang terjebak dibawah cincin. Pemakaian disinfektan sebaiknya disesuaikan
dengan kebutuhan tempat kerja. Sebab, umumnya disinfektan bersifat iritan dan turut
berperan terhadap perkembangan menjadi dermatitis kontak di tangan.
Cara lainnya gunakan pelembab sewaktu bekerja atau setelah bekerja. Pilih pelembab
yang banyak mengandung lemak dan bebas parfum, serta bahan pengawet berpotensi
alergenik terendah. Pelembab terbukti dapat mempermudah regenerasi fungsi sawar
kulit dan kandungan lemak berhubungan dengan kecepatan proses regenerasi tersebut.
Pelembab sebaiknya dipakai diseluruh tangan, termasuk sela jari, ujung jari, dan
punggung tangan. Pekerja yang mempunyai riwayat alergi pada kulit cenderung
terkena dermatosis daripada yang tidak mempunyai riwayat alergi kulit. Pekerja yang
kebersihan perorangannya buruk lebih banyak yang dermatosis daripada yang
kebersihan perorangannya baik atau sedang.
Strategi pencegahan meliputi:
a. Bersihkan kulit yang terkena bahan iritan dengan air dan sabun. Bila dilakukan
secepatnya, dapat menghilangkan banyak iritan dan alergen dari kulit.
b. Gunakan sarung tangan saat mengerjakan pekerjaan rumah tangga untuk
menghindari kontak dengan bahan pembersih.
c. Bila sedang bekerja, gunakan pakaian pelindung atau sarung tangan untuk
menghindari kontak dengan bahan alergen atau iritan.
d. Pekerja dengan usia di atas 40 tahun atau usia lanjut sebaiknya mengurangi kontak
dengan bahan kimia. Karena semakin tua usia kulit menjadi semakin menipis dan
kehilangan kelenturan. Hal ini memudahkan terjadinya dermatitis (Occupational
Safety and Health Branch, 2004).

2.9 Komplikasi
Komplikasi dengan penyakit lain yang dapat terjadi adalah gangguan ginjal,
Infeksi kulit oleh bakteri-bakteri yang lazim dijumpai terutama staphylococcus
aureus, jamur, atau oleh virus misalnya herpes simpleks.
2.10 Phatway

Sabun,detergen,zat kimia

Iritan primer

Kerusakan integritas
Mengiritasi kulit kulit

Peradangan kulit (lesi)

Resiko Nyeri Gang.Citra


infeksi tubuh
BAB II1

ASUHAN KEPERAWATAN

3.1 Pengkajian\

1. Biodata
Di dalam identitas hal-hal yang perlu di kaji antara lain nama pasien, alamat pasien,
umur pasien biasnya kejadian ini mencakup semua usia antara anak-anak sampai
dewasa, tanggal masuk ruma sakit penting untuk di kaji untuk melihat perkembangan
dari pengobatan, penanggung jawab pasien agar pengobatan dapat di lakukan dengan
persetujuan dari pihak pasien dan petugas kesehatan.
2. Riwayat Kesehatan
a) Keluhan Utama
Pada kasus dermatitis kontak biasanya klien mengeluh kulitnya terasa gatal serta
nyeri.Gejala yang sering menyebabkan penderita datang ke tempat pelayanan
kesehatan adalah nyeri pada lesi yang timbul.
b) Riwayat penyakit sekarang
Provoking Inciden, yang menjadi faktor presipitasi dari keluhan utama. Pada
beberapa kasus dematitis kontak timbul Lesi kulit ( vesikel ),terasa panas pada kulit
dan kulit akan berwarna merah, edema yang diikuti oleh pengeluaran secret.
Kembangkan pola PQRST pada setiap keluhan klien
1. Provocative/palliative
a) Apa penyebab keluhan,
Apakah sebelumnya klien melakukan kontak dengan bahan-bahan tertentu
yang menyebabkan kerusakan pada kulit
b) Apa yang membuat keluhan bertambah baik/ringan atau bertambah berat.
Dengan menjauhi sumber dermatitis kontak maka keluhan yang dirasakan akan
berkurang
2. Quality/quantity
a) Bagaimana keluhan dirasakan, dilihat, didengar
Pada beberapa kasus dermatitis kontak biasanya klien akan merasakan gatal
dan nyeri pada daerah yang terkena bahan tertentu yang dapat menyebabkan
keluhan
b) Sejauh mana sakit dirasakan
Rasa sakit yang dirasakan mulai dari tingkat ringan sampai berat. Tergantung
dari lama kontak zat dengan kulit, konsentrasi zat serta tingkat sensitifitas
kulit
3. Region/radiation
a) Dimana letak sakit
Tergantung dari daerah yang kontak dengan penyebab
b)Area penyebarannya
Area penyebarannya misalnya kaki, luka pada tungkai, jari manis, tempat
cedera, dibalik perhiasan.
4. Severitty scale
a) Apakah mempengaruhi aktifitas
Terganggunya aktifitas tergantung dari letak,tingkat keparahan penyakit
b) Seberapa jauh skala ringan/berat
Tergantung dari tingkat keparahan penyakitnya
5. Timing
a) Kapan mulai terjadi
b) Kapan sering terjadi
c) Apakah terjadinya mendadak atau perlahan-lahan
c) Riwayat Kesehatan masa Lalu
Seperti apakah klien pernah dirawat di rumah sakit sebelumnya, apakah pernah
menderita alergi serta tindakan yang dilakukan untuk mengatasinya selain itu
perlu juga dikaji kebiasaan klien.
d) Riwayat Kesehatan keluarga
Apakah ada salah seorang anggota keluarganya yang mengalami penyakit yang
sama, tapi tidak pernah ditanggulangi dengan tim medis. Dermatitis pada sanak
saudara khususnya pada masa kanak-kanak dapat berarti penderita tersebut juga
mudah menderita dermatitis atopic.

3. Pemeriksaan fisik
1. Keadaan umum
Ringan, sedang, berat.
2. Tingkat Kesadaran
a. Kompos mentis
b. Apatis
c. Samnolen, letergi/hypersomnia
d. Delirium
e. Stupor atau semi koma
f. Koma
Tingkat Kesadaran dermatitis kontak biasanya tidak terganggu Dermatitis
kontak termasuk tidak berbahaya, dalam arti tidak membahayakan hidup dan
tidak menular. Walaupun demikian, penyakit ini jelas menyebabkan rasa tidak
nyaman dan amat mengganggu.
3. Tanda-tanda vital
a. Tekanan darah
b. Denyut nadi
c. Suhu tubuh
d. Pernafasan
4. Berat Badan
5. Tinggi Badan
6. Kulit
Inspeksi
a. radang akut terutama priritus ( sebagai pengganti dolor).
b. kemerahan (rubor),
c. gangguan fungsi kulit (function laisa).
d. biasanya batas kelainan tidak tegas an terdapat lesi polimorfi yang dapat timbul
secara serentak atau beturut-turut.
e. terdapat Vesikel-veikel fungtiformis yang berkelompok yang kemudian
membesar.
f. Terdapat bula atau pustule,
g. ekskoriasi dengan krusta. Hal ini berarti dermatitis menjadi kering disebut
ematiti sika.
h.terjadi deskuamasi, artinya timbul sisik. Bila proses menjadi kronis tapak
likenifikasi dan sebagai sekuele telihat
i hiper.pigmentai tau hipopigmentasi.
Palpasi
a. Nyeri tekan
b. edema atau pembengkakan
c. Kulit bersisik
7. Keadaan Kepala
a. Inspeksi
tekstur rambut klien halus dan jarang, kulit kepala nampak kotor.
b. Palpasi
Periksa apakah ada pembengkakan/ benjolan nyeri tekan atau adanya massa.
8. Keadaan mata
a. Inspeksi
Palpebra :Tidak edema, tidak radang
Sclera :Tidak ictertus
Conjuctiva :Tidak terjadi peradangan
Pupil :isokor
Posisi mata
Simetris/tidak :simertis
Gerakan bola mata :Normal
Penutupan kelopakmata :Tidak mengalami gangguan
Keadaan visus :Normal
b. Palpasi
Tidak ada nyeri tekan
Tekanan Intra Okuler ( TIO ) tidak ada
9. Keadaan hidung
a) inspeksi
1) simetris kiri dan kanan
2) Tidak ada pembengkakan dan sekresi
3) Tidak ada kemerahan pada selaput lendir
b) Palpasi
1) Tidak ada nyeri tekan
2) Tidak ada benjolan/tumor
10.Keadaan telinga
a.inspeksi
1) telinga bagian luar simetris
2) tidak ada serumen/cairan, nanah
11.Mulut
Inspeksi
a. Gigi
1) Keadaan gigi : bersih
2) Ada karang gigi/karies
3) Tidak ada pemakaian gigi palsu
b. Gusi
Tidak ada merah radang pada gusi
c. Lidah
Lidah bersih
d. Bibir

1) Tampak pucat
2) Kering pecah
3) Mulut tidak berbau
4) Kemampuan bicara normal
12. Tenggorokan
a.Warna mukosa : Kemerahan
b.Nyeri tekan tidak ada
c.Nyeri menelan tidak ada
13. Leher
Inspeksi
a.Kelenjar Thyroid : Tidak membesar
b.Tidak ada pembengkakan atau benjolan
c.Tidak ada distensi vena jugularis
Palpasi
a.Kelenjar Thyroid : Tidak terabah
b.Kaku kuduk/tidak :-
c.Kelenjar limfe : tidak membesar
d.Tidak ada benjolan atau massa
e.Mobilisasi leher normal
14. Thorax dan pernafasan
Inspeksi
a.Bentuk dada : Pigion chest
b.Pernafasan : Inspirasi/ekspirasi, Frekuensi pernafasan, irama pernafasan
c.Pengembangan diwaktu bernafas normal
d.Dada simetris
e.Tidak ada retraksi
f.Tidak ada batuk
Palpasi
a.Tidak ada nyeri tekan, massa, adanya vocal premitus
b.Untuk mengetahui adanya massa
c.Inadekuat ekspansi dada
Perkusi
sonor : Suara perkusi jaringan paru yang normal
Askultasi
a.Mendengarkan suara pada dinding thoraks
b.Suara nafas : Vesikuler
c.Suara tambahan : -
d.Suara Ucapan : Suara normal
15. Jantung
a.Inspeksi : Ictus Cordis : Denyutan dinding toraks oleh karena kontraksi ventrikel
kiri à ditemukan pada ICS 5 linea medio clavicularis kiri
b.Palpasi : Normal
c.Perkusi : Jantung dalam keadaan normal
d.Auskultasi : Tidak ada murmur
16. Pengkajian payudara dan ketiak
Inspeksi :
a.Payudara melingkar dan agak simetris dan ukuran sedang
b.Tidak terdapat udema, tidak terdapat kemerahan atau lesi serta vaskularisasi
normal
c Areola mamma agak kecoklatan
d.Tidak adanya penonjolan atau retraksi akibat adanya skar atau lesi.
e.Tidak ada keluaran, ulkus , pergerakan atau pembengkakan. Posisi kedua puting
susu mempunyai arah yang sama.
f. ketiak dan klavikula tidak ada pembengkakan atau tanda kemerah-merahan.
Palpasi : Tidak adanya keluaran serta nyeri tekan.
17. Abdomen
Inspeksi :
a. umbilikus tidak menonjol
b. Tidak ada pembendungan pembuluh darah vena
c. Tidak ada benjolan
d. warna kemerahan
Palpasi :
a. Tidak ada rasa nyeri
b. Tidak ada benjolan/ massa
c. Tidak ada pembesaran pada organ hepar
Perkusi : Tympani
Auskultasi : Peristaltik normal
18. Genetalia dan Anus
a) Genetalia :
Inspeksi :
a) Tidak ada prolapsus uteri, benjolan kelenjar bartolini,
b) sekret vagina jernih
Palpasi : Tidak ada nyeri tekan
b) Anus : Keadaan anus normal, tidak ada haemoroid, fissura, fistula.
19. Ekstremitas
Ekstremitas atas
a) Motorik
1) Pergerakan kanan/kiri : lemah
2) Pergerakan abnormal : seimbang antara kanan dan kiri.
3) Kekuatan otot kiri/kanan : kekuatan otot kanan dan kiri lemah
4) Koordinasi gerak : ada gangguan
b) Refleks
1) Biceps kanan/kiri : Normal
2) Triceps kana/kiri : Normal
c) Sensori
1) Nyeri :+
2) Rangsang suhu :+
3) Rasa raba :+
Ekstremitas bawah
a. Motorik
1) Gaya berjalan : Normal
2) Kekuatan kanan/kiri : kekuatan kanan 5/kiri 5
3) Tonus otot kanan/kiri : menurun
b. Refleks
1) KPR kanan/kiri : -/-
2) APR kanan/kiri : -/-
3) Bebinski kanan/kiri : +/+
c. Sensori
1) Nyeri : +
2) Rangsang suhu : +
3) Rasa raba :

4 Pemeriksaan Penunjang
a. Biopsi kulit
b. Uji temple
c. Pemeriksaan dengan menggunakan pencahayaan khusus
d. Uji kultur dan sensitivitas

5. Pola Kegiatan Sehari-hari


1. Nutrisi
Yang perlu dikaji adalah bagaimana kebiasaan klien dalam hal pola makan, frekwensi
maka/hari, nafsu makan, makanan pantang, makanan yang disukai banyak
minuman dlm sehari serta apakah ada perubahan Perubahan selama sakit.
2. Eliminasi
Pada eliminasi yang perlu dikaji adalah Kebiasaan BAK dan BAB seperti
frekuensi,warna dan konsistensi baik sebelum dan sesudah sakit.
3. Aktivitas
Pada penderita penyakit dermatitis kontak biasanya akan mengalami gangguan
dalam aktifitas karena adanya rasa gatal dan apabila mengalami infeksi maka
akan mengalami gangguan dalam pemenuhan aktifitas sehari-hari.
4. Istirahat
klien biasanya mengeluh susah tidur dimalam hari karena gatal serta adanya
nyeri. Adanya gangguan pola tidur akibat gelisah, cemas.
5. Pola Interaksi social
Secara umum klien yang mengalami dermatitis kontak biasanya pola interaksi sosialnya
terganggu biasanya akan merasa malu dengan penyakitnya.
6. Keadaan Psikologis
Biasanya klien mengalami perubahan dalam berinteraksi dengan orang lain dan biasanya
klien lebih suka menyendiri dan sering cemas dengan penyakit yang diderita. Pada keadaaan
psikologis ada beberapa hal yang perlu dikaji seperti bagaimana persepsi klien terhadap
penyakit yang diderita sekarang, bagaimana harapan klien terhadap keadaan
kesehatannyaserta bagaimana pola interaksi dengan tenaga kesehatan &
lingkungan.
7. Kegiatan Keagamaan
Biasanya klien beranggapan bahwa penyakit yang dideritanya merupakan cobaan untuknya
dan pasti terdapat hikmah untuknya.yang perlu dikaji pada kegiatan keagamaan seperti klien
menganut agama apa selama sakit klien sering berdoa.

3.2 Diagnosa Keperawatan


1.Kerusakan integritas kulit b.d lesi dan reaksi inflamasi lokal
2.Resiko tinggi infeksi b.d penurunan imunitas, adanya port de entrée pada lesi.
3.Nyeri berhubungan dengan adanya lesi kulit.
4.Gangguan citra tubuh berhubungan dengan penampakan kulit yang tidak bagus.
N DIAGNOSA KEPERAWATAN TUJUAN INTERVENSI
O
1 Kerusakan integritas kulit NOC : NIC : Pressure
berhubungan dengan : Tissue Integrity : Management
Eksternal : Skin and Anjurkan pasien
- Hipertermia atau Mucous Membranes untuk menggunakan
hipotermia Wound Healing : pakaian yang longgar
- Substansi kimia primer dan Hindari kerutan pada
- Kelembaban sekunder tempat tidur
- Faktor mekanik (misalnya : Setelah dilakukan Jaga kebersihan
alat yang dapat tindakan kulit agar tetap bersih
menimbulkan luka, keperawatan dan kering
tekanan, restraint) selama….. Mobilisasi pasien
- Immobilitas fisik kerusakan integritas (ubah posisi pasien)
- Radiasi kulit setiap dua jam sekali
- Usia yang ekstrim pasien teratasi Monitor kulit akan
- Kelembaban kulit dengan adanya kemerahan
- Obat-obatan kriteria hasil: Oleskan lotion atau
Internal : Integritas minyak/baby oil pada
- Perubahan status kulit yang baik bisa derah yang tertekan
metabolik dipertahankan Monitor aktivitas dan
- Tonjolan tulang (sensasi, elastisitas, mobilisasi pasien
- Defisit imunologi temperatur, hidrasi, Monitor status nutrisi
- Berhubungan dengan pigmentasi) pasien
dengan perkembangan Tidak ada Memandikan pasien
- Perubahan sensasi luka/lesi pada kulit dengan sabun dan air
- Perubahan status nutrisi Perfusi hangat
(obesitas, kekurusan) jaringan baik Kaji lingkungan dan
- Perubahan status cairan Menunjukka peralatan yang
- Perubahan pigmentasi n pemahaman dalam menyebabkan tekanan
- Perubahan sirkulasi proses perbaikan Observasi luka :
- Perubahan turgor kulit lokasi, dimensi,
(elastisitas kulit) dan mencegah kedalaman luka,
DO: terjadinya sedera karakteristik,warna
- Gangguan pada bagian tubuh berulang cairan, granulasi,
- Kerusakan lapisa kulit Mampu jaringan nekrotik,
(dermis) melindungi kulit dan tandatanda
- Gangguan permukaan kulit mempertahankan infeksi lokal, formasi
(epidermis) kelembaban kulit traktus
dan Ajarkan pada
perawatan alami keluarga tentang luka
Menunjukka dan
n terjadinya proses perawatan luka
penyembuhan luka Kolaburasi ahli gizi
pemberian diae TKTP,
vitamin
Cegah kontaminasi
feses dan urin
Lakukan tehnik
perawatan luka dengan
steril
Berikan posisi yang
mengurangi tekanan
pada luka

2 Risiko infeksi NOC : NIC :


Faktor-faktor risiko : Immune Status · Pertahankan teknik
- Prosedur Infasif Knowledge : aseptif
- Kerusakan jaringan dan Infection · Batasi pengunjung
peningkatan paparan control bila perlu
lingkungan Risk control · Cuci tangan setiap
- Malnutrisi Setelah dilakukan sebelum dan sesudah
- Peningkatan paparan tindakan tindakan keperawatan
lingkungan patogen keperawatan · Gunakan baju, sarung
- Imonusupresi selama…… tangan sebagai
- Tidak adekuat pertahanan pasien tidak alat pelindung
sekunder (penurunan Hb, mengalami · Ganti letak IV perifer
Leukopenia, penekanan infeksi dengan dan dressing sesuai
respon inflamasi) kriteria dengan petunjuk
- Penyakit kronik hasil: umum
- Imunosupresi Klien bebas dari · Gunakan kateter
- Malnutrisi tanda intermiten untuk
- Pertahan primer tidak dan gejala infeksi menurunkan infeksi
adekuat (kerusakan kulit, Menunjukkan kandung kencing
trauma jaringan, gangguan kemampuan untuk · Tingkatkan intake
peristaltik) mencegah nutrisi
timbulnya · Berikan terapi
infeksi antibiotik:.....................
Jumlah leukosit ............
dalam · Monitor tanda dan
batas normal gejala infeksi sistemik
Menunjukkan dan lokal
perilaku · Pertahankan teknik
hidup sehat isolasi k/p
Status imun, · Inspeksi kulit dan
gastrointestinal, membran mukosa
genitourinaria terhadap kemerahan,
dalam panas, drainase
batas normal · Monitor adanya luka
· Dorong masukan
cairan
· Dorong istirahat
· Ajarkan pasien dan
keluarga tanda dan
gejala infeksi
· Kaji suhu badan pada
pasien neutropenia
setiap 4 jam

3 Nyeri akut berhubungan NOC : NIC :


dengan: Pain Level, Lakukan pengkajian
Agen injuri (biologi, kimia, pain control, nyeri secara
fisik, psikologis), kerusakan comfort level komprehensif
jaringan Setelah dilakukan termasuk lokasi,
DS: tinfakan karakteristik, durasi,
- Laporan secara verbal keperawatan selama frekuensi, kualitas
DO: …. dan faktor presipitasi
- Posisi untuk menahan nyeri Pasien tidak Observasi reaksi
- Tingkah laku berhati-hati mengalami nonverbal dari
- Gangguan tidur (mata sayu, nyeri, dengan ketidaknyamanan
tampak capek, sulit atau kriteria hasil: Bantu pasien dan
gerakan kacau, · Mampu keluarga untuk
menyeringai) mengontrol nyeri mencari
- Terfokus pada diri sendiri (tahu penyebab dan menemukan
- Fokus menyempit nyeri, dukungan
(penurunan persepsi waktu, mampu Kontrol lingkungan
kerusakan proses berpikir, menggunakan yang dapat
penurunan interaksi dengan tehnik mempengaruhi nyeri
orang dan lingkungan) nonfarmakologi seperti suhu ruangan,
- Tingkah laku distraksi, untuk mengurangi pencahayaan dan
contoh : jalan-jalan, nyeri, kebisingan
menemui orang lain mencari bantuan) Kurangi faktor
dan/atau aktivitas, aktivitas · Melaporkan bahwa presipitasi nyeri
berulang-ulang) nyeri Kaji tipe dan sumber
- Respon autonom (seperti berkurang dengan nyeri untuk
diaphoresis, perubahan tekanan darah, menggunakan menentukan intervensi
perubahan manajemen nyeri Ajarkan tentang
nafas, nadi dan dilatasi · Mampu mengenali teknik non
pupil) nyeri farmakologi:
- Perubahan autonomic (skala, intensitas, napas dala, relaksasi,
dalam tonus otot (mungkin frekuensi dan tanda distraksi, kompres
dalam rentang dari lemah nyeri) hangat/ dingin
ke kaku) · Menyatakan rasa Berikan analgetik
- Tingkah laku ekspresif nyaman untuk mengurangi
(contoh : gelisah, merintih, setelah nyeri nyeri:
menangis, waspada, berkurang ……...
iritabel, nafas · Tanda vital dalam Tingkatkan istirahat
panjang/berkeluh kesah) rentang Berikan informasi
- Perubahan dalam nafsu normal tentang nyeri seperti
makan dan minum · Tidak mengalami penyebab nyeri, berapa
gangguan tidur lama nyeri akan
berkurang dan
antisipasi
ketidaknyamanan
dari prosedur
Monitor vital sign
sebelum dan sesudah
pemberian analgesik
pertama kali

4 GANGGUAN CITRA TUBUH NO NOC NIC NIC


· Body image Bod image enhancement
d : Definisi:konfusi dalam gambaran · Self esteem · Kaji secara verbal
mental tentang diri-fisik individu Krit kriteria Hasil : dan non verbal respon
· Body image klien terhadap
Bata Batasan karakteristik : positif tubuhnya
· Perilaku mengenali tubuh · Mampu · Monitor frekuensi
individu mengidentifikasi mengkritik dirinya
· Perilaku menghindari tubuh kekuatan personal· Jelaskan tentang
individu · Mendiskripsika pengobatan,
· Perilaku memantau tubub n secara faktual perawatan, kemajuan
individu perubahan fungsi dan prognosis penyakit
· Respon nonverbal terhadap tubuh · Dorong klien
perubahan aktual pada tubuh (mis; · Mempertahanka mengungkapkan
penampilan, struktur, fungsi) n interaksi sosial perasaannya
· Respon nonverbal terhadap · Identifikasi arti
persepsi perubahan pada tubuh (mis; pengurangan melalui
penampilan, struktur, fungsi) pemakaian alat bantu
· Mengungkapkan perasaan yang · Fasilitasi kontak
mencerminkan perubahan pandangan dengan individu lain
tentang tubuh individu ( mis; dalam kelompok kecil
penampilan, struktur, fungsi)
· Mengungkapkan persepsi yang
mencerminkan perubahan individu
dalam penampilan
Obje Objektif
· Perubahan aktual pada fungsi
· Perubahan aktual pada struktur
· Perilaku mengenali tubuh
individu
· Perilaku memantau tubuh
individu
· Perubahan dalam kemampuan
memperkirakan hubungan spesial
tubuh terhadap lingkungan
· Perubahan dalam keterlibatan
sosial
· Perluasan batasan tubuh untuk
menggabungkan objek lingkungan
· Secara sengaja menyembunyikan
bagian tubuh
· Secara sengaja menonjolkan
bagian tubuh
· Kehilangan bagian tubuh
· Tidak melihat bagian tubuh
· Tidak menyentuh bagian tubuh
· Trauma pada bagian yang tidak
berfungsi
· Secara tidak sengaja menonjolkan
bagian tubuh
Subj Subjektif
· Depersonalisasi kehilangan
melalui kata ganti yang netral
· Depersonalisasi bagian melalui
kata ganti yang netral
· Penekanan pada kekuatan yang
tersisa
· Ketakutan terhadap reaksi orang
lain
· Fokus pada penampilan masa lalu
· Perasaan negatif tentang sesuatu
· Personalisasi kehilangan dengan
menyebutkannya
· Fokus pada perubahan
· Fokus pada kehilangan
· Menolak memverifikasi
perubahan aktual
· Mengungkapkan perubahan gaya
hidup
Fakt Faktor Yang Berhubungan:
· Biofisik, Kognitif
· Budaya, Tahap perkembangan
· Penyakit, Cedera
· Perseptual, Psikososial, Spiritual
· Pembedahan, Trauma
· Terapi penyakit
BAB IV
PENUTUP

4.1 Kesimpulan
Dermatitis kontak (dermatitis venenata) merupakan reaksi inflamasi kulit terhadap
unsure – unsure fisik, kimia, atau biologi. Epidermis mengalami kerusakan akibat
iritasi fisik dan kimia yang berulang-ulang. Dermatitis kontak dapat berupa tipe iritan
primer dimana reaksi non- allergic terjadi akibat pajanan terhadap substansi iritatif,
atau tipe alergi (dermatitis kontak allergic) yang disebabkan oleh pajanan orang
yang sensitive terhadap allergen kontak (Arif Muttaqin & Kumala Sari, 2012).
Adanya riwayat kontak dengan penyebab dermatitis kontak iritan seperti sabun,
detergen, bahan pembersih, dan zat kimia industry serta adanya factor
predisposisinya mencakup keadaan terlalu panas atau terlalu dingin atau oleh
kontak yang terus-menerus dengan sabun serta air, dan penyakit kulit yang sudah
ada sebelumnya memberikan manifestasi inflamasi pada kulit. Response inflamasi
pada kulit pada dermatitis kontak diperantarai melalui hipersensitifitas lambat jenis
seluler tipe IV. (Arif Muttaqin & Kumala Sari, 2012).
Pada prinsipnya penatalaksanaan dermatitis kontak iritan dan kontak alergik yang
baik adalah mengidentifikasi penyebab dan menyarankan pasien untuk
menghindarinya, terapi individual yang sesuai dengan tahap penyakitnya dan
perlindungan pada kulit. Pengobatan yang diberikan dapat berupa pengobatan
topikal dan sistemik.

4.2 Saran
1. Memberikan edukasi yang jelas kepada pasien tentang penyakitnya untuk
mencegah penularan dan mempercepat penyembuhan.
2. Penatalaksanaan yang efektif dan efisien pada pasien untuk mendapatkan
hasil yang maksimal dan mencegah terjadinya komplikasi.
DAFTAR PUSTAKA

Huda A.N, Kusuma H. Aplikasi Asuhan Keperawatan Berdasarkan Diagnosa Medis


dan NANDA.MediAction Publishing.Edisi Revisi Jilid 1. 2013.

Huda A.N, Kusuma H. Aplikasi Asuhan Keperawatan Berdasarkan Diagnosa Medis


dan NANDA.MediAction Publishing.Edisi Revisi Jilid 2. 2013.

Muttaqin, Arif & Sari, Kumala. Asuhan Keperawatan Gangguan Sistem Integumen.
Salemba Medika. Jakarta.2012

Huda AN,Kusuma H.Asuhan keperawatan praktisBerdasarkan penerapan diagnosa


Nanda,NIC,NOC Dalam berbagain kasus.Edisi Revisijilid 1.2016

Dr Retna Neary Elseria Sihombing & Palupi Widyastuti,SKM Buku Ajar Praktik
Kedokteran Kerja 2010
Gambar 3. Dermatitis Kontak Iritan Akut

(Wolff & Johnson, 2009).

Gambar 4. Dermatitis Kontak Iritan Kronis

(Wolff & Johnson, 2009).


Gambar 5. Dermatitis Kontak Alergik
(Wolff & Johnson, 2009).

Вам также может понравиться