Вы находитесь на странице: 1из 22

BAB I

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG

Chronic Kidney Disease adalah kondisi ireversibel di mana fungsi

ginjal menurun dari waktu ke waktu. CKD biasanya berkembang secara

perlahan dan progresif, kadang sampai bertahun-tahun, dengan pasien sering

tidak menyadari bahwa kondisi mereka telah parah. Kondisi fungsi ginjal

memburuk, kemampuan untuk memproduksi erythropoietin yang memadai

terganggu, sehingga terjadi penurunan produksi baru sel-sel darah merah dan

akhirnya terjadi anemia. Dengan demikian, anemia merupakan komplikasi

yang sering terjadi pada CKD, dan sekitar 47% pasien dengan CKD anemia

(Denise, 2007).

Diseluruh dunia menurut National Kidney Foundation (2004), 26 juta

orang dewasa Amerika telah mengalami CKD, dan jutaan orang lain beresiko

terkena CKD. Perhimpunan nefrologi indonesia menunjukkan 12,5 persen dari

penduduk indonesia mengalami penurunan fungsi ginjal, itu berarti secara

kasar lebih dari 25 juta penduduk mengalami CKD.

Chronic Kidney Disease merupakan gangguan fungsi renal yang

progresif dan irreversibel dimana kemampuan tubuh gagal untuk

mempertahankan metabolisme dan keseimbangan cairan dan elektrolit

sehingga terjadi uremia. Diperkirakan hingga tahun 2015 Data WHO dengan

1
kenaikan dan tingkat persentase dari tahun 2009 sampai sekarang 2011

sebanyak 36 juta orang warga dunia meninggal dunia akibat penyakit Cronic

Kidney Disease (CKD).

Prevalensi CKD terutama tinggi pada orang dewasa yang lebih tua,

dan ini pasien sering pada peningkatan risiko hipertensi. Kebanyakan pasien

dengan hipertensi akan memerlukan dua atau lebih antihipertensi obat untuk

mencapai tujuan tekanan darah untuk pasien dengan CKD. Hipertensi adalah

umum pada pasien dengan CKD, dan prevalensi telah terbukti meningkat

sebagai GFR pasien menurun. prevalensi hipertensi meningkat dari 65%

sampai 95% sebagai GFR menurun 85-15ml / min/1.73m2. Penurunan GFR

dapat ditunda ketika proteinuria menurun melalui penggunaan terapi

antihipertensi (Eskridge, 2010) Penanganannya seperti pemantauan ketat

tekanan darah, kontrol kadar gula darah (Thakkinstian, 2011).Kardiovaskular

(CVD) adalah penyebab utama kematian pada pasien dengan CKD

(Patricia,2006))

2
BAB II

LAPORAN KASUS

A. Identitas Pasien

1. Nama : Ny. I

2. Usia : 56 tahun

3. Alamat : Sidoarjo

4. Pekerjaan : IRT

5. Agama : Islam

6. Suku : Jawa

7. Pendidikan : SMP

8. Tanggal masuk (MRS) : 23 – 03 – 2018

9. Tanggal pemeriksaan : 02 – 04 – 2018

B. Anamnesa

1. KU : Sesak

2. RPS :

Pasien wanita 56 tahun dating ke IGD RSUD sidoarjo dengan

keluhan sesak sejak selasa 4 hari sebelum MRS. Pasien selain sesak

juga mengeluh mual tetapi tidak muntah sejak 4 hari yang lalu.

Pasien mengatakan bahwa seminggu ini lemas dan tidak bertenaga.

3
Pasien mengatakan terasa berdebar-debar dan gemetar. Nafsu

makan menurun. Pasien juga mengatakan kaki terasa kaku dan

terkadang gemetar. Pasien juga mengatakan nyeri dulu. Pasien

mengatakan sebelumnya belum pernah cuci darah. Demam, batuk

berdahak sejak kemarin.

3. Riwayat Penyakit Dahulu :

a. HT (+) sejak tahun 2004

b. Penyakit ginjal sejak tahun 2015.

c. Asma (+) terakhir kambuh 3 tahun yang

lalu.

d. Maag (+)

e. DM (-), batu ginjal disangkal

4. Riwayat penggunaan obat : minum obat tapi lupa nama obatnya.

5. Riwayat kebiasaan : pasien sering mengkonsumsi minuman

instant dan soft drink

C. Pemeriksaan Fisik

1. Vital Sign

a. Keadaan Umum : Lemah

b. Kesadaran : Compos mentis

c. GCS : 456

d. Tekanan darah : 170/100 mmHg

e. Nadi : 82 x/menit reguler

4
f. Respiratory rate : 28 x/menit

g. Suhu axilla : 36,3 0C

2. Kepala / Leher

a. Bentuk : Bulat simetris

b. Mata : Konjungtiva anemia (+/+), sklera ikterik (-/-) ,

lensa jernih, pupil isokor, refleks cahaya (+/+), tidak ada edema pada

daerah palpebra kedua mata.

c. Hidung : Dyspnea (-) sekret (-) perdarahan (-)

penciuman (N)

d. Telinga : sekret (-) perdarahan (-) pendengaran normal

e. Mulut : Tidak sianosis

f. Lidah : Tidak kotor, tidak hiperemi

g. Kelenjar limfe : Tidak ada pembesaran

h. Trakea : Di tengah

i. Tiroid : Tidak didapatkan pembesaran kelenjar

j. Vena Jugularis : tidak meningkat

k. Hepatojugular reflux : (-)

l. Arteri Carotis : Teraba pulsasi

3. Jantung

a. Inspeksi : Ictus Cordis tak tampak

b. Palpasi : Ictus Cordis tidak teraba, thrill (-), heave (-)

c. Auskultasi : S1 S2 reguler gallop (-), murmur (-)

5
4. Paru

a. Inspeksi : Dinding dada simetris,Gerakan nafas simetris

b. Palpasi : Fremitus raba

c. Perkusi : Sonor di seluruh lapang paru.

d. Auskultasi : Suara dasar vesikuler di kedua lapang paru,

wheezing(+/+), ronki halus(+/+)

5. Abdomen

a. Inspeksi : perut datar

b. Perkusi : Shifting dullness (-), meteorismus (-)

c. Palpasi : Nyeri tekan - + -

- - -

- - -

hepar tidak membesar, lien tidak membesar

d. Auskultasi : Bising usus(+) normal

6. Ekstremitas

a. Akral hangat kering merah + +

+ +

b. Oedem - -

- -

6
D. Pemeriksaan penunjang
1. Laboratorium Serial

Tanggal
Nama Hasil 23/3/18 Nilai Rujukan

5/4/18 WBC 11,41 4,50 – 11,50 10^3/uL

RBC 1,5 4,2 – 6,1 10^6 u/L

HGB 4,5 12,3 – 15,3 g/dL

HCT 14,5 37,0 – 52,0 %

PLT 296 154 – 386 10^3 u/L

GDS 130 <= 140 mg/dL

BUN 101,5 6,0 – 23,0 mg/dL

SK 6,7 0,5 – 0,9 mg/dL

Na 141 136 – 145 mmol/I

K 6,5 3,5 – 5,1 mmol/I

Cl 107 97 – 111 mmol/I

Bilirubin
6/4/2018 0,10 <= 0,30 mg/dl
Direct

7
Bilirubin
0,24 <= 1,20 mg/dl
Total

SGOT 15 <= 32 U/L

SGPT 13 <= 33 U/L

E. Diagnosa

CKD stg V + Anemia + ALO + Asma ex. Acute + Hiperkalemi

GFR: (140-umur) x BB x 0,85 (140-52) x 65 x 0,85

72-SK 72-6,7

10ml/min/1,73m2

8
BAB III

TINJAUAN PUSTAKA

A. Definisi

Chronic kidney disease (CKD) adalah suatu kerusakan pada struktur

atau fungsi ginjal yang berlangsung ≥ 3 bulan, dengan atau tanpa disertai

penurunan glomerular filtration rate (GFR). Selain itu, CKD dapat pula

didefinisikan sebagai suatu keadaan dimana GFR < 60 mL/menit/1,73 m2

selama ≥ 3 bulan dengan atau tanpa disertai kerusakan ginjal (National

Kidney Foundation, 2002).

Chronic Kidney Disease (CKD) adalah salah satu penyakit renal tahap

akhir. CKD merupakan gangguan fungsi renal yang progresif dan irreversible.

Dimana kemampuan tubuh gagal untuk mempertahankan metabolisme dan

keseimbangan cairan elektrolit yang menyebabkan uremia atau retensi urea

dan sampah nitrogenlain dalam darah (Smeltzer dan Bare, 2001).

CKD adalah kerusakan faal ginjal yang hampir selalu tidak dapat

pulih, dan dapat disebabkan berbagai hal. Istilah uremia sendiri telah dipakai

sebagai nama keadaan ini selama lebih dari satu abad. Walaupun sekarang kita

sadari bahwa gejala CKD tidak selalu disebabkan oleh retensi urea dalam

darah (Sibuea, Panggabean, dan Gultom, 2005).

Berdasarkan pengertian diatas dapat disimpulkan bahwa CKD adalah

penyakit ginjal yang tidak dapat lagi pulih atau kembali sembuh secara total

9
seperti sediakala. CKD adalah penyakit ginjal tahap ahir yang dapat

disebabakan oleh berbagai hal. Dimana kemampuan tubuh gagal untuk

mempertahankan metabolisme dan keseimbangan cairan elektrolit, yang

menyebabkan uremia.

B. Etiologi

Penyebab tersering terjadinya CKD adalah diabetes dan tekanan darah

tinggi, yaitu sekitar dua pertiga dari seluruh kasus (National Kidney

Foundation, 2015). Keadaan lain yang dapat menyebabkan kerusakan ginjal

diantaranya adalah penyakit peradangan seperti glomerulonefritis, penyakit

ginjal polikistik, malformasi saat perkembangan janin dalam rahim ibu, lupus,

obstruksi akibat batu ginjal, tumor atau pembesaran kelenjar prostat, dan

infeksi saluran kemih yang berulang (Wilson, 2005).

C. Klasifikasi Stadium

Penyakit ini didefinisikan dari ada atau tidaknya kerusakan ginjal dan

kemampuan ginjal dalam menjalankan fungsinya. Klasifikasi ini ditujukan

untuk memfasilitasi penerapan pedoman praktik klinis, pengukuran kinerja

klinis dan peningkatan kualitas pada evaluasi, dan juga manajemen CKD

(National Kidney Foundation, 2002). Berikut adalah klasifikasi stadium CKD:

10
Nilai GFR menunjukkan seberapa besar fungsi ginjal yang dimiliki

oleh pasien sekaligus sebagai dasar penentuan terapi. Semakin parah CKD

yang dialami, maka nilai GFRnya akan semakin kecil (National Kidney

Foundation, 2010).

11
Chronic Kidney Disease stadium 5 disebut dengan gagal ginjal.

Perjalanan klinisnya dapat ditinjau dengan melihat hubungan antara bersihan

kreatinin dengan GFR sebagai presentase dari keadaan normal, terhadap

kreatinin serum dan kadar blood urea nitrogen (BUN) (Wilson, 2005).

Perjalanan klinis gagal ginjal dibagi menjadi tiga stadium. Stadium

pertama merupakan stadium penurunan cadangan ginjal dimana pasien tidak

menunjukkan gejala dan kreatinin serum serta kadar BUN normal. Gangguan

pada fungsi ginjal baru dapat terdeteksi dengan pemberian beban kerja yang

berat seperti tes pemekatan urin yang lama atau melakukan tes GFR yang teliti

(Wilson, 2005). Stadium kedua disebut dengan insufisiensi ginjal. Pada

stadium ini, ginjal sudah mengalami kehilangan fungsinya sebesar 75%.

Kadar BUN dan kreatinin serum mulai meningkat melebihi nilai normal,

namun masih ringan. Pasien dengan insufisiensi ginjal ini menunjukkan

beberapa gejala seperti nokturia dan poliuria akibat gangguan kemampuan

pemekatan.

Tetapi biasanya pasien tidak menyadari dan memperhatikan gejala ini,

sehingga diperlukan pertanyaan-pertanyaan yang teliti (Wilson,2005).

Stadium akhir dari gagal ginjal disebut juga dengan endstage renal disease

(ESRD). Stadium ini terjadi apabila sekitar 90% masa nefron telah hancur,

atau hanya tinggal 200.000 nefron yang masih utuh. Peningkatan kadar BUN

dan kreatinin serum sangat mencolok. Bersihan kreatinin mungkin sebesar 5-

10 mL per menit atau bahkan kurang. Pasien merasakan gejala yang cukup

12
berat dikarenakan ginjal yang sudah tidak dapat lagi bekerja mempertahankan

homeostasis cairan dan elektrolit. Pada berat jenis yang tetap sebesar 1,010,

urin menjadi isoosmotis dengan plasma. Pasien biasanya mengalami oligouria

(pengeluran urin <500mL/hari). Sindrom uremik yang terjadi akan

mempengaruhi setiap sistem dalam tubuh dan dapat menyebabkan kematian

bila tidak dilakukan RRT (Wilson, 2005).

D. Patofisiologi

Patofisiologi CKD pada awalnya dilihat dari penyakit yang mendasari,

namun perkembangan proses selanjutnya kurang lebih sama. Penyakit ini

menyebabkan berkurangnya massa ginjal. Sebagai upaya kompensasi,

terjadilah hipertrofi struktural dan fungsional nefron yang masih tersisa yang

diperantarai oleh molekul vasoaktif seperti sitokin dan growth factor.

Akibatnya, terjadi hiperfiltrasi yang diikuti peningkatan tekanan kapiler dan

aliran darah glomerulus. Proses adaptasi ini berlangsung singkat, hingga pada

akhirnya terjadi suatu proses maladaptasi berupa sklerosis nefron yang masih

tersisa. Sklerosis nefron ini diikuti dengan penurunan fungsi nefron progresif,

walaupun penyakit yang mendasarinya sudah tidak aktif lagi (Suwitra, 2009).

13
Diabetes melitus (DM) menyerang struktur dan fungsi ginjal dalam

berbagai bentuk. Nefropati diabetik merupakan istilah yang mencakup semua

lesi yang terjadi di ginjal pada DM (Wilson,2005). Mekanisme peningkatan

GFR yang terjadi pada keadaan ini masih belum jelas benar, tetapi

kemungkinan disebabkan oleh dilatasi arteriol aferen oleh efek yang

tergantung glukosa, yang diperantarai oleh hormon vasoaktif, Insuline-like

Growth Factor (IGF) – 1, nitric oxide, prostaglandin dan glukagon.

Hiperglikemia kronik dapat menyebabkan terjadinya glikasi nonenzimatik

asam amino dan protein. Proses ini terus berlanjut sampai terjadi ekspansi

mesangium dan pembentukan nodul serta fibrosis tubulointerstisialis

(Hendromartono, 2009).

14
Hipertensi juga memiliki kaitan yang erat dengan gagal ginjal.

Hipertensi yang berlangsung lama dapat mengakibatkan perubahan-perubahan

struktur pada arteriol di seluruh tubuh, ditnadai dengan fibrosis dan hialinisasi

(sklerosis) dinding pembuluh darah. Salah satu organ sasaran dari keadaan ini

adalah ginjal (Wilson, 2005). Ketika terjadi tekanan darah tinggi, maka

sebagai kompensasi, pembuluh darah akan melebar. Namun di sisi lain,

pelebaran ini juga menyebabkan pembuluh darah menjadi lemah dan akhirnya

tidak dapat bekerja dengan baik untuk membuang kelebihan air serta zat sisa

dari dalam tubuh. Kelebihan cairan yang terjadi di dalam tubuh kemudian

dapat menyebabkan tekanan darah menjadi lebih meningkat, sehingga

keadaan ini membentuk suatu siklus yang berbahaya (National Institute of

Diabetes and Digestive and Kidney Disease, 2014).

E. Gambaran Klinis

Gambaran klinis pasien CKD meliputi gambaran yang sesuai dengan

penyakit yang mendasari, sindrom uremia dan gejala kompikasi. Pada stadium

dini, terjadi kehilangan daya cadang ginjal dimana GFR masih normal atau

justru meningkat. Kemudian terjadi penurunan fungsi nefron yang progresif

yang ditandai dengan peningkatan kadar urea dan kreatinin serum. Sampai

pada GFR sebesar 60%, pasien masih belum merasakan keluhan. Ketika GFR

sebesar 30%, barulah terasa keluhan seperti nokturia, badan lemah, mual,

nafsu makan kurang, dan penurunan berat badan. Sampai pada GFR di bawah

15
30%, pasien menunjukkan gejala uremia yang nyata seperti anemia,

peningkatan tekanan darah, gangguan metabolisme fosfor dan kalsium,

pruritus, mual, muntah dan lain sebagainya. Pasien juga mudah terserang

infeksi, terjadi gangguan keseimbangan elektrolit dan air. Pada GFR di bawah

15%, maka timbul gejala dan komplikasi serius dan pasien membutuhkan

RRT (Suwitra, 2009).

F. Penegakan Diagnosis

Kerusakan ginjal dapat dideteksi secara langsung maupun tidak

langsung. Bukti langsung kerusakan ginjal dapat ditemukan pada pencitraan

atau pemeriksaan histopatologi biopsi ginjal.

Pencitraan meliputi ultrasonografi, computed tomography (CT),

magnetic resonance imaging (MRI), dan isotope scanning dapat mendeteksi

beberapa kelainan struktural pada ginjal. Histopatologi biopsi renal sangat

berguna untuk menentukan penyakit glomerular yang mendasari (Scottish

Intercollegiate Guidelines Network, 2008). Bukti tidak langsung pada

kerusakan ginjal dapat disimpulkan dari urinalisis. Inflamasi atau

abnormalitas fungsi glomerulus menyebabkan kebocoran sel darah merah atau

protein. Hal ini dideteksi dengan adanya hematuria atau proteinuria (Scottish

Intercollegiate Guidelines Network, 2008). Penurunan fungsi ginjal ditandai

dengan peningkatan kadar ureum dan kreatinin serum.

16
G. Penatalaksanaan

Penatalaksanaan yang diberikan pada pasien CKD disesuaikan dengan

stadium penyakit pasien tersebut (National Kidney Foundation, 2010).

Perencanaan tatalaksana pasien CKD dapat dilihat pada tabel berikut ini:

Terapi spesifik terhadap penyakit dasarnya paling tepat diberikan

sebelum terjadinya penurunan GFR sehingga tidak terjadi perburukan fungsi

ginjal. Selain itu, perlu juga dilakukan pencegahan dan terapi terhadap kondisi

komorbid dengan mengikuti dan mencatat penurunan GFR yang terjadi.

Perburukan fungsi ginjal dapat dicegah dengan mengurangi hiperfiltrasi

glomerulus, yaitu melalui pembatasan asupan protein dan terapi farmakologis

17
guna mengurangi hipertensi intraglomerulus. Pencegahan dan terapi terhadap

penyakit kardiovaskular merupakan hal yang penting mengingat 40-45 %

kematian pada CKD disebabkan oleh penyakit kardiovaskular ini. Pencegahan

dan terapi penyakit kardiovaskular dapat dilakukan dengan pengendalian

diabetes, pengendalian hipertensi, pengendalian dislipidemia dan sebagainya.

Selain itu, perlu dilakukan pencegahan dan terapi terhadap komplikasi yang

mungkin muncul seperti anemia dan osteodistrofi renal (Suwitra, 2009).

18
BAB IV

KESIMPULAN

CKD adalah penyakit ginjal yang tidak dapat lagi pulih atau kembali

sembuh secara total seperti sediakala. CKD adalah penyakit ginjal tahap ahir

yang dapat disebabakan oleh berbagai hal. Dimana kemampuan tubuh gagal

untuk mempertahankan metabolisme dan keseimbangan cairan elektrolit, yang

menyebabkan uremia.

Klasifikasi Stadium:

19
Gambaran Klinis CKD pada stadium dini, terjadi kehilangan daya

cadang ginjal dimana GFR masih normal atau justru meningkat. Kemudian

terjadi penurunan fungsi nefron yang progresif yang ditandai dengan

peningkatan kadar urea dan kreatinin serum. Sampai pada GFR sebesar 60%,

pasien masih belum merasakan keluhan. Ketika GFR sebesar 30%, barulah

terasa keluhan seperti nokturia, badan lemah, mual, nafsu makan kurang, dan

penurunan berat badan. Pada GFR di bawah 30%, pasien menunjukkan gejala

uremia yang nyata seperti anemia, peningkatan tekanan darah, gangguan

metabolisme fosfor dan kalsium, pruritus, mual, muntah dan lain sebagainya.

Pasien juga mudah terserang infeksi, terjadi gangguan keseimbangan elektrolit

dan air.

Penatalaksanaan CKD

20
DAFTAR PUSTAKA

Denise, (2007).Assessment of the Impact of Weekly Versus Monthly Erythropoiesis

Stimulating Protein Therapy on Patients with CKD and Their Families. Nephrology

Nursing Journal

Eskridge, (2010). Hypertension and Chronic Kidney Disease:The Role of Lifestyle

Modification and Medication Management. Nephrology Nursing Journal

Hendromartono. 2009. Nefropati Diabetik. Dalam: Sudoyo , A.W., Setiyohadi, B.,

Alwi, I., Simadribata, M.K., Setiati, S., penyunting. Buku Ajar Ilmu Penyakit

Dalam. Edisi ke-5. Jakarta: Interna Publishing. hlm. 1942–6.

National Kidney Foundation Kidney Disease Outcome Quality Initiative (NKF

KDOQI) Guidelines. 2015. Estimation of GFR.www.kdoqi.org.

Patricia,(2006).Chronic Kidney Disease and Cardiovascular Disease -Using the

ANNA Standards and Practice Guidelines to Improve Care.Nephrology Nursing

Journal

Scottish Intercollegiate Guidelines Network. 2008. Diagnosis and management of

chronic kidney disease: a national clinical guideline. Diakses dari:

http://www.sign.ac.uk/pdf/sign103.pdf. Diunduh pada 19 Agustus 2015.

Sibuea H. W, Panggabean M. M, Gultom P. S, 2005, Ilmu Penyakit Dalam, Cetakan

Ke 2, Rineka Cipta: Jakarta.

Smeltzer,(2001). Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Brunner & Suddarth. Edisi

8. Jakarta :EGC

21
Suwitra K. Penyakit Ginjal Kronik. In:Sudoyo AW, Setiyohadi B, Alwi I, et al., 3rd

ed. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jakarta: InternaPublishing 2009:1035-1040

Thakkinstian, (2011), A simplified clinical prediction score of chronic kidney

disease: A cross-sectional-survey study. BMC Nephrology

Wilson, M Lorraine.Gagal Ginjal Kronik. Dalam Patofisiologi Konsep Klinis Proses-

Proses Penyakit. 1995. EGC, Jakarta; 1813-1881

22

Вам также может понравиться